Penerapan Good Manufacturing Practices di UPTD Rumah Potong Hewan Kota Tasikmalaya
Post on 18-Feb-2016
188 Views
Preview:
DESCRIPTION
Transcript
PENERAPAN GOOD MANUFACTURING PRACTICES
DI UPTD RUMAH POTONG HEWAN DAN PASAR HEWAN
KOTA TASIKMALAYA
ZAHRA AINNURKHALIS
PROGRAM KEAHLIAN SUPERVISOR JAMINAN MUTU PANGAN
PROGRAM DIPLOMA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
3
PERNYATAAN MENGENAI LAPORAN TUGAS AKHIR DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan laporan tugas akhir Penerapan Good
Manufacturing Practices di UPTD Rumah Potong Hewan dan Pasar Hewan Kota
Tasikmalaya adalah karya saya dengan arahan dosen pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain
telah dituliskan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
laporan ini.
Bogor, Juli 2014
Zahra Ainnurkhalis
NIM J3E111079
5
RINGKASAN
ZAHRA AINNURKHALIS. Penerapan Good Manufacturing Practices di UPTD
Rumah Potong Hewan dan Pasar Hewan Kota Tasikmalaya. Dibimbing oleh
NENY MARIYANI.
UPTD Rumah Potong Hewan (RPH) dan Pasar Hewan Kota Tasikmalaya
merupakan unit pelaksana teknis dinas pelayanan jasa pemotongan hewan ternak
dan pasar hewan. UPTD RPH ini menghasilkan produk karkas, daging, jeroan,
pupuk kandang. Praktik Kerja Lapangan di UPTD RPH ini bertujuan untuk
mengetahui apakah produk yang dihasilkan di RPH telah memenuhi syarat dengan
melakukan evaluasi penerapan Good Manufacturing Pratices.
Penerapan GMP di UPTD RPH sangat diperlukan untuk menjamin
keamanan produk yang dihasilkan. Hasil produksi RPH sebagian besar merupakan
sumber protein. Kandungan protein yang tinggi pada daging sangat rentan
ditumbuhi oleh mikroorganisme. Kontaminasi mikroorganisme pada daging akan
mengakibatkan perubahan bau, tekstur, rasa dan warna pada daging serta
menurunkan daya simpan daging sehingga tahapan setiap proses yang terjadi
perlu diperhatikan untuk menjamin kualitas produk kepada konsumen.
Penerapan GMP di RPH ini mencakup lokasi, bangunan, produk akhir,
peralatan pengolahan, bahan produksi, higiene personal, pengendalian proses
pengolahan, fasilitas sanitasi, pemeliharaan sarana pengolahan dan kegiatan
sanitasi dan distribusi. Berdasarkan hasil evaluasi, penerapan GMP di RPH secara
keseluruhan telah dilaksanakan dan diterapkan dengan baik, hanya dalam
beberapa aspek GMP masih perlu ditingkatkan seperti pada aspek pemeliharaan
sarana pengolahan dan peralatan produksi. Pada aspek ini RPH masih dinilai
kurang karena sarana pengolahan dan peralatan produksi kurang terawat dan
kinerja peralatan produksi tidak optimal disebabkan oleh lemahnya maintanance
terhadap perawatan sarana pengolahan dan peralatan. Selain itu jumlah karyawan
(petugas kebersihan) masih kurang untuk perawatan sarana pengolahan dan
peralatan yang ada.
Pada aspek pengendalian proses dan higiene karyawan juga dinilai masih
kurang karena dalam hal ini petugas pemotong merupakan karyawan yang
ditugaskan oleh pemasok sehingga masih banyak karyawan yang belum bisa
menaati tata tertib di RPH sendiri. Hal ini terlihat dari kurang sadarnya kebersihan
pada saat melakukan proses pengkulitan sapi yang dilakukan di lantai ruang
produksi dan masih banyak beberapa pegawai yang tidak menggunakan seragam
dan perlengkapan lainnya seperti (wearpack, masker, sepatu boot, apron) pada
saat proses pemotongan sapi.
Pelaksanaan GMP di RPH Kota Tasikmalaya perlu ditingkatkan secara
menyeluruh sehingga bisa menjamin keamanan dan mutu produk yang dihasilkan.
Oleh karena itu, sangat direkomendasikan untuk dilakukan audit internal GMP
setiap enam bulan sekali dan tetap mengadakan checklist GMP setiap bulan secara
teratur. Selain itu, perlu dilakukan perbaikan dalam segi manajemen, baik
manajemen pekerja maupun manajemen yang berhubungan dengan proses
pemotongan sapi. Program ini sebaiknya disosialisasikan kepada seluruh
karyawan agar pelaksanaan GMP berjalan secara kontinyu. Kata Kunci : Daging, Good Manufacturing Practices, RPH.
7
PENERAPAN GOOD MANUFACTURING PRACTICES DI
UPTD RUMAH POTONG HEWAN DAN PASAR
HEWAN KOTA TASIKMALAYA
ZAHRA AINNURKHALIS
Laporan Tugas Akhir
sebagai salah syarat untuk memperoleh gelar
Ahli Madya pada
Program Diploma Keahlian Supervisor Jaminan Mutu Pangan
PROGRAM KEAHLIAN SUPERVISOR JAMINAN MUTU PANGAN
PROGRAM DIPLOMA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
Judul Tugas Akhir : Penerapan Good Manufacturing Practices di UPTD Rumah
Potong Hewan dan Pasar Hewan Kota Tasikmalaya
Nama : Zahra Ainnurkhalis
NIM : J3E111079
Disetujui oleh
Neny Mariyani, STP, MSi
Dosen Pembimbing
Diketahui oleh
Dr Ir Bagus Priyo Purwanto, MAgr Ir C.C Nurwitri, DAA
Direktur Program Diploma Koordinator Program Keahlian
Tanggal lulus :
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada TUHAN YANG MAHA
KUASA atas segala karunia dan rahmat-NYA sehingga laporan Praktik Kerja
Lapangan yang berjudul Penerapan Good Manufacturing Practices di UPTD
Rumah Potong Hewan dan Pasar Hewan Kota Tasikmalaya dapat diselesaikan
dengan baik. Penulis menyadari bahwa dalam menyelesaikan laporan Praktik
Kerja Lapangan senantiasa memperoleh bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena
itu, melalui laporan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada :
1. Allah SWT.
2. Orangtua tercinta dan keluarga (A Heru, Uli dan Zain) yang selalu
memberi doa dan dukungannya kepada penulis.
3. Dosen pembimbing, Neny Mariyani, STP, MSi atas bimbingan, doa,
nasihat, dan ilmu yang diberikan kepada penulis.
4. Seluruh dosen pengajar dan staff PK Supervisor Jaminan Mutu Pangan
yang telah membentuk dan menempa penulis dengan ilmu selama tiga
tahun ini.
5. Pembimbing lapang drh. Siti Maemunah serta staff dan pegawai UPTD
RPH Kota Tasikmalaya dan Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan
Kota Tasikmalaya.
6. Teman satu perjuangan PKL, Wisnu Agung A dan Wulan Dewi S yang
telah mendukung penulis. Teristimewa ucapan ini disampaikan penulis
kepada sahabat tercinta dan seperjuangan, Tierlwelt (Zulkifli, Ardam,
Rendy, Helmy, Langgeng, Izmi, Aqmila, Dolfina, Suci Sormin), Puji,
Nova, Dina, Indah yang selalu memberikan dukungan.
Semoga laporan tugas akhir ini bisa bermanfaat bagi semua pihak
khususnya pembaca.
Bogor, Juli 2014
Zahra Ainnurkhalis
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ....................................................................................................... v
DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... vi
DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... vi
1 PENDAHULUAN ........................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1
1.2 Tujuan ...................................................................................................... 1
2 METODE KERJA ........................................................................................... 2
2.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan ............................................................... 2
2.2 Metode Kajian .......................................................................................... 2
3 KEADAAN UMUM PERUSAHAAN............................................................. 2
3.1 Sejarah ..................................................................................................... 2
3.2 Kegiatan ................................................................................................... 3
3.3 Kapasitas Produksi ................................................................................... 3
3.4 Struktur Organisasi dan Sumber Daya Manusia ........................................ 3
3.5 Visi dan Misi ............................................................................................ 4
3.6 Sarana dan Prasarana ................................................................................ 5
3.6.1 Sumber Air dan Listrik ................................................................... 5
3.6.2 Fasilitas Ruang Produksi dan Kantor/Ruang Administrasi............... 5
4 PROSES PRODUKSI ..................................................................................... 5
4.1 Penerimaan dan Penampungan Hewan Ternak .......................................... 6
4.2 Pemeriksaan Antemortem dan Karantina Hewan Ternak ........................... 6
4.3 Proses Penyembelihan/Pemotongan .......................................................... 6
4.4 Proses Pengulitan dan Pengeluaran Jeroan ................................................ 7
4.5 Pemeriksaan Postmortem .......................................................................... 7
4.6 Pemotongan Karkas dan Distribusi ........................................................... 8
5 PENERAPAN GOOD MANUFACTURING PRACTICES ............................... 8
5.1 Lokasi dan Lingkungan Pabrik ................................................................. 8
5.2 Bangunan dan Ruangan ............................................................................ 9
5.2.1 Desain dan Tata Letak .................................................................. 10
5.2.2 Konstruksi Lantai ......................................................................... 10
5.2.3 Konstruksi Dinding ....................................................................... 11
5.2.4 Konstruksi Atap ............................................................................ 12
5.2.5 Konstruksi Pintu ........................................................................... 13
5.2.6 Penerangan dan Fasilitas Pemadam Kebakaran ............................. 13
5.2.7 Konstruksi Ventilasi ..................................................................... 14
5.3 Kegiatan dan Fasilitas Sanitasi................................................................ 14
5.4 Sanitasi dan Kesehatan Karyawan .......................................................... 15
5.5 Peralatan Produksi .................................................................................. 16
5.6 Pengendalian Proses Produksi ................................................................ 18
5.6.1 Persyaratan dan Pengawasan Hewan Ternak ................................. 18
5.6.2 Pengawasan Proses Produksi ........................................................ 19
5.6.3 Pengawasan Produk Akhir ............................................................ 19
5.7 Pemeliharaan Sarana Pengolahan ............................................................ 19
5.7.1 Perawatan dan Pembersihan Bangunan, Fasilitas, dan Peralatan .... 20
5.7.2 Pengendalian Hama ...................................................................... 20
5.7.3 Penanganan Limbah ...................................................................... 21
5.8 Dokumentasi .......................................................................................... 22
6 SIMPULAN DAN SARAN ........................................................................... 22
6.1 Simpulan ................................................................................................ 22
6.2 Saran ...................................................................................................... 23
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 24
DAFTAR GAMBAR
1 Akses langsung menuju RPH 9
2 Lingkungan UPTD RPH-PH Kota Tasikmalaya 9 3 Konstruksi lantai 11
4 Konstruksi dinding 12 5 Konstruksi atap 12
6 Konstruksi pintu masuk utama 13 7 Lampu penerangan ruang produksi 14
8 Konstruksi ventilasi 14 9 Seragam petugas penyembelih 16
10 Seragam petugas kebersihan 16 11 APD, pisau dan timbangan digital 17
12 ID scanner 17 13 Restraining box (MARK-4) 17
14 Scraddle 17 15 Gerobak pengangkut 18
16 Gantungan daging 18 17 Teralis besi pada saluran pembuangan 20
18 Bak penampungan limbah cair 21 19 Instalasi pengolahan pupuk 21
DAFTAR LAMPIRAN
1 Layout perusahaan 26
2 Daftar SOP 27 3 Struktur organisasi 28
4 Daftar pegawai UPTD RPH 29 5 SNI No. 3932 : 2008 tentang Mutu Karkas dan Daging Sapi 30
6 Surat keterangan kesehatan daging 31 7 Surat keterangan kesehatan hewan 32 8 Surat jalan ternak 33
9 Daftar istilah 34
1
1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pangan adalah salah satu faktor penting dalam kehidupan manusia. Seiring
perkembangan zaman, kehidupan semakin modern sehingga pemenuhan
kebutuhan pangan sangatlah besar terutama pangan yang aman dan sehat. Pangan
aman adalah pangan yang terbebas dari kemungkinan adanya bahaya, baik karena
cemaran biologis, kimia dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan
membahayakan kesehatan manusia. Dalam pemenuhan produk pangan yang
bernilai aman dan sehat perlu dilakukan penerapan Good Manufacturing
Practices (GMP) pada keseluruhan rangkaian proses produksi yang berlangsung.
Penerapan GMP dapat memecahkan masalah keamanan pangan yang saat ini
sedang mendapatkan perhatian penuh dari pemerintah.
Produk pangan yang dipasarkan harus terjamin mutunya dan aman untuk
dikonsumsi sehingga produk pangan tetap terjaga mutunya sampai konsumen.
Daging memiliki kandungan protein dan asam amino lengkap yang diperlukan
oleh tubuh. Selain protein, daging sapi juga kaya akan air, lemak, dan komponen
organik lainnya. Kandungan gizi yang baik di dalam daging ini sangat memenuhi
persyaratan untuk perkembangan mikroorganisme. Kontaminasi mikroorganisme
pada daging dapat terjadi pada saat proses pemotongan dan penanganan pasca
penyembelihan, serta pemakaian peralatan yang kurang higienis yang akan
memicu kerusakan atau kebusukan pada daging. Daging yang mengalami
kerusakan akibat kontaminasi mikroorganisme akan mengalami perubahan pada
bau, tekstur, rasa dan warna. Selain itu, kontaminasi mikroorganisme juga akan
menyebabkan daya simpan daging menurun, sehingga perlu adanya upaya
pengawasan mutu/kualitas daging baik dari segi proses maupun pre-treatment
penyembelihan hewan di Rumah Potong Hewan.
Rumah Potong Hewan Kota Tasikmalaya merupakan unit pelaksana teknis
yang memberikan jasa layanan pemotongan hewan. Berdasarkan standar dan
persyaratan yang tercantum dalam PERMENTAN No. 13 Tahun 2010 dan UUD
No. 18 Tahun 2009 Pasal 61 ayat 1 dan 62 ayat 1, Rumah Potong Hewan ini telah
menerapkan GMP meski dalam pelaksanaannya masih belum maksimal dan
masih banyak standar-standar operasional yang belum ditaati dan dilaksanakan
secara tertib. Sehingga perlu dilakukan evaluasi tingkat penerapan GMP pada
Rumah Potong Hewan Kota Tasikmalaya mencakup lokasi, bangunan, produk
akhir, peralatan pengolahan, bahan produksi, higiene personal, pengendalian
proses pengolahan, fasilitas sanitasi, label, keterangan produk, penyimpanan,
pemeliharaan sarana pengolahan, kegiatan sanitasi, laboratorium, kemasan dan
transportasi.
1.2 Tujuan
Tujuan dari kegiatan PKL ini adalah untuk mempelajari penerapan Good
Manufacturing Pratices di Rumah Potong Hewan Kota Tasikmalaya.
2
2 METODE KERJA
2.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan
Praktik Kerja Lapangan ini dilaksanakan selama tiga bulan, mulai tanggal
18 Februari 2014 sampai dengan tanggal 17 Mei 2014. Praktik Kerja Lapangan ini
dilaksanakan di UPTD Rumah Potong Hewan dan Pasar Hewan Dinas Pertanian,
Perikanan dan Kehutanan Kota Tasikmalaya, Jawa Barat.
2.2 Metode Kajian
Metode kajian yang dilakukan dalam kegiatan Praktik Kerja Lapangan ini
adalah dengan menggunakan data primer dan sekunder, yang berupa:
a. Data Primer
Data kajian diperoleh dari hasil monitoring secara langsung
terhadap penerapan Good Manufacturing Practices (GMP) dan
pengumpulan data dari hasil wawancara terhadap karyawan dan pihak
berwenang di UPTD Rumah Potong Hewan dan Pasar Hewan Kota
Tasikmalaya tentang penerapan GMP pada proses pemotongan hewan
ternak.
b. Data Sekunder
Data ini diperoleh dari literatur yang diambil dari berbagai
sumber yang berhubungan dengan penerapan Good Manufacturing
Practices (GMP) di UPTD Rumah Potong Hewan dan Pasar Hewan
Kota Tasikmalaya.
3 KEADAAN UMUM PERUSAHAAN
3.1 Sejarah
Rumah potong hewan merupakan unit pelayanan masyarakat dalam
penyediaan daging yang aman, sehat, utuh, dan halal. Unit pelayanan ini berada
dibawah naungan Dinas Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan Kota Tasikmalaya
yang dibangun untuk memenuhi standar UU No. 18 Tahun 2009 Pasal 61 ayat 1
dan 62 ayat 1. Rumah Potong Hewan yang berlokasi di Jln. Let. Jen. Ibrahim
Adjie Km. 7 Kampung Panoongan, Kelurahan Sukamaju Kaler, Kecamatan
Indihiang, Kota Tasikmalaya ini diresmikan sebagai unit pelaksana teknis dinas
rumah potong hewan pada tanggal 10 Februari 2011 oleh Walikota Tasikmalaya
Drs. H. Syarif Hidayat, MSi. Dengan memiliki motto “Bersih, Nyaman, Aman,
Sehat dan Higienis (Bernas)”. UPTD RPH Kota Tasikmalaya berkomitmen untuk
menjaga dan mempertahankan kualitas produk. UPTD Rumah Potong Hewan dan
Pasar Hewan Kota Tasikmalaya berfungsi sebagai sarana untuk melaksanakan :
1. Pemotongan hewan secara benar, sesuai dengan persyaratan kesehatan
masyarakat veteriner, kesejahteraan hewan dan syariah agama islam.
2. Pemeriksaan kesehatan hewan sebelum dipotong (antemortem inspection)
dan pemeriksaan karkas dan jeroan (postmortem inspection) untuk
mencegah penularan penyakit zoonotik ke manusia.
3
3. Pemantauan dan surveilans penyakit hewan dan zoonotik yang ditemukan
pada pemeriksaan antemortem dan postmortem guna pencegahan,
pengendalian dan pemberantasan penyakit menular dan zoonotik di daerah
asal hewan.
4. Penyedia tempat transaksi jual beli antara pedagang/peternak dengan
pembeli/konsumen yang berlokasi strategis (berada di perlintasan jalur barat
dan timur Jawa Barat).
3.2 Kegiatan
Kegiatan yang dilakukan di UPTD Rumah Potong Hewan dan Pasar Hewan
Kota Tasikmalaya adalah berdasarkan Surat Keputusan Kepala Dinas Pertanian,
Perikanan dan Kehutanan Kota Tasikmalaya Nomor 001.2 Tahun 2013 tentang
Penetapan Standar Operasional Prosedur di UPTD Rumah Potong Hewan dan
Pasar Hewan Kota Tasikmalaya, terdiri dari 22 SOP yang digunakan sebagai
pedoman dalam pelaksanaan kegiatan proses produksi di UPTD Rumah Potong
Hewan agar kualitas dari mutu produk yang dihasilkan tetap terjaga. Standar
prosedur yang ditetapkan terlampir di Lampiran 1.
UPTD Rumah Potong Hewan dan Pasar Hewan Kota Tasikmalaya
merupakan dinas teknis yang memberikan pelayanan jasa pemotongan hewan
ternak. Hewan ternak yang biasanya dilakukan proses pemotongan di RPH-PH
Kota Tasikmalaya adalah Domba, Kambing dan Sapi. Usia hewan ternak
khususnya sapi dengan jenis Brahman Cross yang memenuhi syarat pemotongan
adalah 1.5 tahun sampai dengan 8 tahun dengan bobot lebih dari 500kg. Dalam
mempertahankan kualitas dari hasil proses pemotongan hewan, pada setiap tiga
bulan sekali UPTD RPH-PH Kota Tasikmalaya dilakukan audit eksternal oleh
SAI Global mengenai kesejahteraan hewan. Selain itu UPTD RPH-PH Kota
Tasikmalaya memiliki sertifikat HALAL dari MUI yang diperbaharui setiap dua
tahun. Sehingga selain dapat mempertahankan kualitas UPTD RPH-PH Kota
Tasikmalaya mendapatkan penghargaan tertinggi berupa piala Adi Bakti Tani dari
Kementrian Pertanian RI pada tahun 2013.
3.3 Kapasitas Produksi
Hari kerja dibagi menjadi dua macam. Kegiatan adiministrasi dilakukan
setiap hari Senin sampai dengan Jum’at dimulai pukul 07.30 WIB dan selesai
pukul 15.30 WIB dengan waktu istirahat pada pukul 12.00-13.00 WIB. Sementara
untuk proses pemotongan dilakukan setiap hari dimulai pukul 20.00 WIB dan
selesai 04.00 WIB (dini hari). Jumlah pemotongan sapi di UPTD RPH-PH rata-
rata 20ekor/hari. Pemotongan tersebut dapat meningkat pada waktu tertentu
seperti hari-hari besar keagamaan.
3.4 Struktur Organisasi dan Sumber Daya Manusia
Dalam memberikan pelayanan, UPTD Rumah Potong Hewan dan Pasar
Hewan Kota Tasikmalaya, dibantu oleh lima orang tenaga PNS, empat orang
petugas kebersihan, empat orang petugas keamanan dan lima orang petugas
keurmaster dari bidang peternakan. Struktur organisasi dan daftar SDM terlampir
4
di Lampiran 2 dan 3. Berikut adalah fungsi dan tugas pelaksana struktur
organisasi di UPTD Rumah Potong Hewan dan Pasar Hewan Kota Tasikmalaya :
a. Kepala UPTD
Kepala UPTD (Unit Pelaksana Teknis Dinas) bertugas untuk memimpin
dan melaksanakan tugas kedinasan di bidang operasional pengelolaan Rumah
Potong Hewan dan Pasar Hewan dan ketatausahaan sesuai dengan prosedur
dan ketentuan yang berlaku dalam rangka optimalisasi pelayanan bidang
peternakan kepada masyarakat.
b. Sub Bagian Tata Usaha
Kepala Sub bagian tata usaha bertugas untuk memimpin dan
melaksanakan pelayanan administrasi, koordinasi dan pengendalian dalam
pelaksanaan kegiatan ketatausahaan yang meliputi pengelolaan kepegawaian,
keuangan, umum serta perencanaan, evaluasi dan pelaporan sesuai dengan
program kerja Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Rumah Potong Hewan
dan Pasar Hewan dan ketentuan perundangan yang berlaku guna terwujudnya
pelayanan administratif yang cepat, tepat dan lancar.
c. Pelaksana Operasional
Pelaksana operasional adalah petugas yang menyiapkan bahan dan data
berkaitan dengan pemotongan hewan, mempelajari dan memahami peraturan
perundang-undangan dan ketentuan lainnya. Pelaksana RPH juga bertugas
sebagai pengelola instalasi RPH, memelihara fasilitas RPH, pengatur
pelaksanaan kegiatan instalasi RPH, melakukan pencatatan data para penjual
daging, sebagai bahan binaan dan pengawasan terhadap peredaran daging di
masyarakat. Selain itu pelaksana operasinal juga bertugas sebagai penganalisa
permasalahan terkait dengan pelaksaan tugasnya serta melaporkan hasil
pelaksanaan tugas dan melaksanakan tugas kedinasan lain sesuai perintah
atasan.
d. Kelompok Jabatan Fungsional
Dalam hal ini, kelompok jabatan fungsional bertugas untuk
melaksanakan tugas kebendaharaan meliputi penerimaan, penatausahaan,
pengeluaran dan pertanggungjawaban keuangan. Selain itu kelompok jabatan
fungsional ini melaksanakan penerimanaan, pencatatan, penyimpanan,
pendistribusian dan pengurusan barang, menyiapkan bahan dan mengolah data
administrasi umum, kepegawaian dan kerumahtanggaan.
3.5 Visi dan Misi
Visi UPTD RPH adalah terwujudnya pelayanan prima dalam penyediaan
produk hewani yang berkualitas dan higienis. Misi yang dilakukan untuk
mencapai visi tersebut adalah dengan memberikan pelayanan pemotongan hewan
secara profesional, memberikan jaminan produk hewani yang Aman, Sehat, Utuh,
dan Halal (ASUH), memberikan pelayanan pasar hewan yang aman dan nyaman.
Selain itu, UPTD RPH berusaha untuk melindungi masyarakat dan hewan ternak
melalui pengawasan lalu lintas ternak, menciptakan lingkungan yang bebas polusi
dengan penanganan limbah yang baik, dan meningkatkan kompetensi dan kinerja
sumber daya manusia.
5
3.6 Sarana dan Prasarana
3.6.1 Sumber Air dan Listrik
Air merupakan unsur penting pada proses pemotongan hewan ternak di
Rumah Potong Hewan. Fungsi utama air di RPH adalah untuk pencucian
peralatan, sanitasi, pemandian dan air minum hewan ternak. Sumber air berasal
dari sumur buatan dengan kedalaman ±20 m dan PAM yang ditampung dalam
tower air yang kemudian dialirkan ke tangki penampungan dengan kapasitas 10
000 liter.
Sementara itu untuk sumber listrik yang digunakan di UPTD Rumah Potong
Hewan dan Pasar Hewan Kota Tasikmalaya berasal dari PLN dengan kapasitas
23000 watt untuk bagian RPH dan kandang penyimpanan. Untuk kapasitas listrik
di bagian kantor dan ruangan lainnya hanya berkapasitas 1300 watt. Selain itu
digunakan generator set sebagai alternatif jika pasokan listrik tidak mencukupi
untuk mencegah terganggunya proses produksi.
3.6.2 Fasilitas Ruang Produksi dan Kantor/Ruang Administrasi
Fasilitas bangunan ruang produksi di UPTD Rumah Potong Hewan terdiri
dari bangunan pra-proses pemotongan, proses pemotongan, pasca proses, dan
administrasi. Bagian-bagian bangunan ruang produksi di UPTD RPH terdiri dari
kandang penampungan ternak (kapasitas 120-150 ekor), kandang karantina, ruang
administrasi ternak potong, ruang pembersihan ternak, dan bangunan utama
rumah potong hewan yang terdiri dari ruang penyembelihan, ruang pengulitan dan
pengeluaran jeroan ternak, ruang pemeriksaan postmortem, ruang pemotongan
karkas dan pengecapan, ruang penimbangan karkas, ruang pelayuan, ruang
pengemasan, cold storage dan ruang perebusan jeroan.
Selain ruang tersebut UPTD RPH juga memiliki bangunan rumah dinas,
rumah jaga, kantor dan laboratorium, pasar hewan, pos jaga, bangunan pembuatan
kompos, mess pekerja (tiga unit), kamar mandi di lima lokasi dengan sepuluh wc,
kantin (satu unit), mushola, instalasi pengolahan air limbah, pelataran parkir,
ruang generator set, pagar keliling, kantor pos inseminasi buatan, ruang ganti
pakaian, kandang sapi betina produktif, loading dock dan peralatan produksi yang
digunakan untuk produksi seperti MARK-4, timbangan ternak digital, timbangan
karkas digital, pisau penyembelih dan kapak pemotong karkas. Sementara itu pada
sarana prasarana kantor, UPTD RPH memiliki meja kerja, kursi, meja rapat, meja
tamu, tempat tidur, lemari arsip dan peralatan pendukung seperti komputer dan
printer.
4 PROSES PRODUKSI
Proses produksi yang dilakukan di RPH Tasikmalaya terdiri dari proses
penerimaan dan penampungan hewan ternak, pemeriksaan antemortem dan
karantina hewan ternak, proses penyembelihan/pemotongan, proses pengulitan
dan pengeluaran jeroan, pemeriksaan postmortem, pemotongan karkas dan
distribusi. Tahapan proses ini dilakukan berdasarkan standar operasional yang
telah ditetapkan. Pada dasarnya tahapan proses produksi di RPH masih secara
manual dan tradisional, sehingga perlu pengawasan dalam pelaksanaannya.
6
4.1 Penerimaan dan Penampungan Hewan Ternak
Hewan ternak yang akan dilakukan proses penyembelihan didatangkan dari
berbagai pemasok. Hewan ternak yang akan disembelih/dipotong didatangkan
oleh pemasok pada pagi hari. Hewan ternak yang baru datang di RPH akan
diturunkan dari alat angkut dengan hati-hati dan tidak membuat stres hewan.
Hewan ternak diturunkan di gerbang masuk hewan yang menuju ke kandang
penampungan. Pada proses penerimaan hewan ternak dilakukan proses
administrasi dan pemeriksaan surat-surat, seperti surat kesehatan hewan, surat
keterangan asal hewan, dan lainnya.
Setelah melakukan proses penerimaan secara administrasi, pemilik hewan
ternak menuju loading dock untuk menurunkan sapi yang telah memenuhi syarat
administrasi. Sapi diturunkan dari kendaraan melalui loading dock oleh petugas
kandang. Hewan ternak digiring menuju kandang menggunakan tongkat
penggiring. Hewan ternak yang sudah berada di kandang harus diberikan pakan
dan air minum setelah satu jam hewan memasuki kandang, petugas juga harus
memastikan ketersediaan pakan dan air di kandang.
4.2 Pemeriksaan Antemortem dan Karantina Hewan Ternak
Pemeriksaan antemortem terhadap hewan ternak bertujuan untuk mencegah
pemotongan hewan yang memiliki gejala klinis penyakit hewan yang menular dan
tanda-tanda menyimpang sehingga bisa mencegah kontaminasi terhadap petugas,
peralatan dan lingkungan. Selain itu pemeriksaan ini dilakukan untuk
mendapatkan informasi dan penelusuran penyakit di daerah asal ternak.
Pemeriksaan antemortem ini dilaksanakan oleh dokter hewan, paramedik atau
petugas kesehatan yang berada dibawah pengawasan dokter hewan.
Pemeriksaan antemortem ini dilakukan dengan mengamati gejala klinis
yang terdapat pada hewan ternak, seperti mengamati sikap dan kondisi hewan saat
berdiri serta memeriksa telinga, hidung, mulut, dan anus. Jika hewan ternak
tersebut dicurigai (terserang penyakit) atau diperlukan pemeriksaan lebih lanjut,
hewan dipisahkan dan dilakukan karantina di kandang karantina.
Hewan ternak yang dikarantina biasanya dilakukan pemeriksaan lebih
lanjut. Pemeriksaan ini dilakukan untuk menentukan tindak lanjut yang harus
dilakukan terhadap hewan ternak. Pemeriksaan tersebut berupa pemeriksaan status
gizi dan keakfitan hewan berdasarkan performance tubuh keseluruhan, keadaan
kulit dan bulu, pemeriksaan selaput lendir serta pemeriksaan mata dan telinga.
Jika hewan ternak tersebut terserang penyakit, hewan diberikan pengobatan dan
observasi. Setelah itu jika hewan telah dinyatakan sehat setelah pemeriksaan
kembali hewan diizinkan untuk dipotong (Junaidi 2011).
4.3 Proses Penyembelihan/Pemotongan
Pada proses penyembelihan/pemotongan ruang proses produksi dan
peralatan harus dalam kondisi bersih sebelum dilakukan proses
penyembelihan/pemotongan. Hewan ternak yang akan dipotong harus ditimbang
terlebih dahulu. Setelah ditimbang hewan harus dibersihkan terlebih dahulu
sebelum memasuki ruang pemotongan. Hal ini dilakukan agar tidak terjadi
7
kontaminasi dari kotoran yang menempel di tubuh hewan ternak terhadap karkas,
daging, dan jeroan yang dihasilkan. Setelah dibersihkan hewan ternak digiring
dari kandang penampungan menuju loading di ruang pemotongan melalui gang
way.
Setelah hewan ternak memasuki loading di ruang pemotongan, hewan
digiring masuk kedalam restraining box dengan tipe MARK-4. Alat ini berfungsi
untuk menjatuhkan hewan ternak sebelum pemotongan dan meminimalisir rasa
sakit dan stres pada hewan yang akan dipotong. Restraining box digunakan karena
proses pemotongan hewan ternak tidak dilakukan proses pemingsanan sehingga
perlu alat bantu untuk menjatuhkan atau membaringkan hewan yang akan
dipotong. Di RPH sendiri proses stunning (pemingsanan) tidak dilakukan. Hal ini
bertujuan untuk mengoptimalkan pengeluaran darah dari hewan ternak yang
dipotong. Pengeluaran darah yang optimal dapat mencegah atau meminimalisir
terjadinya pembusukan yang cepat pada produk karkas dan daging.
Setelah hewan ternak masuk dalam restraining box, hewan ternak akan
direbahkan untuk proses penyembelihan. Hewan ternak yang telah direbahkan
(aman) segera dilakukan penyembelihan sesuai dengan syariat Islam yaitu
memotong bagian ventral leher dengan menggunakan pisau yang tajam sekali
tekan tanpa diangkat sehingga memutus saluran makan, nafas dan pembuluh
darah sekaligus. Proses selanjutnya dilakukan setelah hewan ternak benar-benar
mati dan pengeluaran darah sempurna ditandai dengan pengecekan kelopak mata,
jika sudah tidak ada reaksi maka hewan ternak sudah mati. Setelah hewan ternak
mati, leher dipotong dan kepala dipisahkan dari badan, kemudian kepala
digantung untuk dilakukan pemeriksaan selanjutnya (pemeriksaan postmortem).
4.4 Proses Pengulitan dan Pengeluaran Jeroan
Setelah disembelih hewan dipindahkan ke atas keranda/penyangga karkas
(scraddle) dan siap untuk proses pengkulitan. Pengulitan dilakukan bertahap,
diawali membuat irisan panjang pada kulit sepanjang garis dada dan bagian perut
dan kaki. Pengulitan harus dilakukan dengan hati-hati agar tidak terjadi kerusakan
pada kulit dan terbuangnya daging. Setelah proses pengulitan dilakukan proses
pengeluaran jeroan dari dalam rongga perut. Kemudian dilakukan pemisahan
antara jeroan merah (hati, jantung, paru-paru, tenggorokan, limpa, ginjal dan
lidah) dan jeroan hijau (lambung, usus, lemak dan esophagus).
4.5 Pemeriksaan Postmortem
Setelah hewan ternak melewati proses penyembelihan, hasil penyembelihan
(karkas, daging dan jeroan) harus dilakukan pemeriksaan postmortem.
Pemeriksaan postmortem pada karkas, daging dan jeroan bertujuan untuk
memberikan jaminan bahwa karkas, daging dan jeroan aman dan layak untuk
dikonsumsi. Pemeriksaan ini juga bertujuan untuk mencegah beredarnya
bagian/jaringan abnormal yang berasal dari hewan yang sakit, misalnya cacing
hati. Selain itu pemeriksaan postmortem untuk mendapatkan informasi sebagai
bahan penelusuran jika terjadi penyimpangan. Pemeriksaan ini dilakukan oleh
dokter hewan, keurmaster yang ditunjuk dan berada dibawah pengawasan dokter
hewan.
8
Pemeriksaan postmortem tersebut meliputi pemeriksaan kepala, lidah,
trachea, paru, jantung, hati, alat pencernaan, ambing dan karkas. Setelah
dilakukan pemeriksaan, dokter hewan atau keurmaster akan memutuskan tindak
lanjut terhadap produk yang telah dilakukan pemeriksaan. Keputusan pemeriksaan
postmortem didasarkan terhadap hasil keseluruhan pemeriksaan dan organoleptik
(bau dan warna). Setelah itu produk akan diberi cap apabila pada karkas, daging
dan jeroan tidak ditemukan penyimpangan produk yang berupa karkas, daging
dan jeroan dan telah dinyatakan aman dan layak dikonsumsi (Junaidi 2011).
4.6 Pemotongan Karkas dan Distribusi
Proses pemotongan karkas dilakukan setelah karkas telah dinyatakan aman
dan layak untuk dikonsumsi. Karkas dibelah dua sepanjang tulang belakang
dengan kampak yang tajam. Setelah dilakukan proses pemotongan karkas, produk
karkas, daging dan jeroan yang telah aman dan layak dikonsumsi setelah
dilakukan pemeriksaan postmortem bisa langsung didistribusikan. Proses
distribusi terhadap karkas, daging dan jeroan dilakukan oleh pemasok. Pemasok
mendistribusikan langsung karkas, daging, dan jeroan ke beberapa pasar
tradisional yang berada di kawasan Tasikmalaya.
5 PENERAPAN GOOD MANUFACTURING PRACTICES
UPTD Rumah Potong Hewan dan Pasar Hewan Kota Tasikmalaya sebagai
jasa layanan pemotongan hewan berkembang dari tahun ke tahun meningkatkan
kualitas produk daging dengan memperhatikan sistem jaminan mutu secara terus
menerus. Penerapan GMP dalam sebuah industri bertujuan untuk
mengoptimalisasikan proses produksi dan meminimalisasikan bahaya yang dapat
muncul dalam produk, baik dari segi mikrobiologi, fisik, maupun kimia. Proses
produksi yang diterapkan di RPH Kota Tasikmalaya ini masih secara manual dan
tradisional, sehingga perlu dilakukan peningkatan sistem dalam proses produksi
dalam pelaksanaannya.
Penerapan GMP di UPTD RPH ini hanya meliputi lokasi dan lingkungan
pabrik, bangunan dan ruangan meliputi desain dan tata letak, konstruksi lantai,
konstruksi dinding, konstruksi atap, konstruksi pintu, penerangan dan fasilitas
pemadam kebakaran, konstruksi ventilasi. Evaluasi penerapan GMP juga meliputi
kegiatan dan fasilitas sanitasi, sanitasi dan kesehatan karyawan, peralatan
produksi, pengendalian proses produksi meliputi persyaratan dan pengawasan
hewan ternak, pengawasan proses produksi, pengawasan produk akhir,
pemeliharaan sarana pengolahan meliputi perawatan dan pembersihan bangunan,
fasilitas, dan peralatan, pengendalian hama, penanganan limbah serta
dokumentasi. Hal ini dikarenakan pada beberapa aspek seperti aspek
penyimpanan, laboratorium, kemasan dan transportasi masih belum tersedia.
5.1 Lokasi dan Lingkungan Pabrik
Lokasi dan lingkungan pabrik merupakan aspek yang harus diperhatikan
dalam menentukan tata letak perusahaan. Penempatan lokasi yang baik untuk
9
sebuah industri pangan adalah berada di lokasi yang jauh dari daerah yang bisa
membahayakan kesehatan dan mencemari produk pangan. Selain itu, pabrik harus
berada di daerah yang tidak mudah tergenang air, bebas dari sarang hama, jauh
dari tempat pembuangan sampah atau limbah, dan permukiman penduduk.
Dalam aspek lokasi dan lingkungan UPTD RPH Kota Tasikmalaya yang
berlokasi di Jln. Let. Jen. Ibrahim Adjie km. 7 Kampung Panoongan, Kelurahan
Sukamaju Kaler, Kecamatan Indihiang, Kota Tasikmalaya telah memenuhi syarat,
seperti lokasi yang tidak berada di tengah sawah atau rawa karena memiliki akses
langsung dengan jalan raya sehingga memudahkan dalam proses penerimaan
hewan ternak maupun pengiriman produk daging karkas seperti yang terlihat pada
Gambar 1. Selain itu lingkungan UPTD RPH yang memiliki drainase yang baik
sehingga lokasi RPH tidak pernah terkena banjir walapun pada saat musim
penghujan seperti yang terlihat pada Gambar 2.
Gambar 1 Akses langsung menuju RPH
Gambar 2 Lingkungan UPTD RPH-PH Kota Tasikmalaya Sumber : Dokumentasi UPTD RPH-PH Kota Tasikmalaya
5.2 Bangunan dan Ruangan
Bangunan dan ruangan proses produksi sebaiknya dirancang memenuhi
persyaratan teknik dan higiene. Aspek ini harus disesuaikan dengan produk yang
dihasilkan maupun alur proses produksi sehingga bisa mempermudah dalam
kegiatan sanitasi, kegiatan pemeliharaan sehingga tidak terjadi kontaminasi silang
10
di antara produk. Bangunan untuk ruang produksi yang digunakan UPTD RPH
dan Pasar Hewan memiliki bangunan yang kokoh dan terjaga dengan baik, hal ini
terlihat dari tidak adanya kerusakan yang terjadi pada bangunan yang bisa
membahayakan pekerja maupun terjadi kontaminasi produk. Dalam hal ini UPTD
RPH memiliki beberapa bangunan pokok yang menunjang proses produksi,
seperti kandang karantina, ruang produksi yang terdiri dari ruang pemotongan,
pengkulitan, pemotongan karkas dan pembersihan jeroan. Selain itu terdapat
beberapa bangunan pelengkap seperti kantor untuk proses administrasi, dan
pelayanan karyawan seperti kamar mandi, toilet, dan mess pekerja.
5.2.1 Desain dan Tata Letak
Kondisi bangunan ruang produksi dari segi desain dan tata letak telah sesuai
dengan persyaratan GMP, hal ini terlihat dari bangunan yang didesain agar mudah
dibersihkan dan dilakukan kegiatan sanitasi. Berdasarkan tata letak ruangan telah
diatur sesuai dengan urutan proses sehingga tidak menimbulkan lalu lintas kerja
yang bisa menimbulkan kontaminasi silang. Selain itu penataan ruang UPTD RPH
dinilai cukup baik karena tata letak ruangan di ruang produksi diatur berdasarkan
alur produksi sehingga bisa meminimalisir terjadi lalu lintas kerja yang simpang
siur, meski UPTD RPH masih belum menerapkan zona-zona yang boleh dan tidak
boleh dilewati pekerja sehingga proses produksi bisa optimal.
Desain dan tata letak di UPTD RPH sendiri dirancang berdasarkan urutan
proses, dari mulai gerbang masuk kendaraan pengangkut menuju proses
penerimaan hewan ternak. Loading dock pada proses penerimaan hewan
berdekatan dengan kandang penampungan dan kandang karantina sehingga hewan
yang diturunkan dari kendaraan pengangkut akan langsung menuju kandang
penampungan. Ruang produksi dengan kandang penampungan dihubungkan
dengan gang way. Di dalam ruang produksi terdapat ruang penyembelihan,
pengkulitan dan pengeluaran jeroan, pemeriksaan postmortem, pemotongan
karkas dan daging serta pelayuan. Kondisi tata letak berdasarkan syarat GMP
yang dimiliki oleh UPTD RPH bisa mengoptimalkan proses produksi di UPTD
RPH.
5.2.2 Konstruksi Lantai
Konstruksi lantai yang baik sesuai di ruang produksi adalah tidak adanya
sudut siku-siku yang terbentuk pada pertemuan antara lantai dan dinding. Lantai
ruang produksi harus berbentuk sudut di bagian tengah dan masing-masing ke bagian
pinggir kiri dan kanan dengan kemiringan 5-10O terhadap horizontal. Selain itu,
pertemuan antara dinding dan lantai tidak membentuk sudut mati dan kedap air
sehingga kotoran yang berbentuk padat mudah dibersihkan (Winarno 2004).
Kondisi lantai ruang produksi di UPTD RPH telah memenuhi syarat
penerapan GMP dengan menerapkan konstruksi lantai yang tidak memiliki sudut
siku-siku, sehingga bisa dengan mudah dibersihkan seperti yang terlihat pada
Gambar 3 tentang konstruksi lantai. UPTD RPH memiliki konstruksi lantai yang
datar, tidak licin dan mudah dibersihkan. Selain itu pada ruang produksi pada
bagian pemotongan hewan ternak konstruksi lantai ruang produksi sedikit miring
ke arah saluran pembuangan, hal ini dimaksudkan agar limbah darah dan air dari
proses pemotongan langsung mengalir ke saluran pembuangan sehingga lantai
ruang produksi tidak tergenang dan tetap bersih.
11
Gambar 3 Konstruksi lantai Sumber : Dokumentasi UPTD RPH-PH Kota Tasikmalaya
5.2.3 Konstruksi Dinding
Konstruksi dinding di ruang produksi dirancang agar tahan lama dan mudah
dibersihkan dalam kegiatan sanitasi sehingga dinding bisa tetap dalam keadaan
bersih dan bisa melindungi produk dari kontaminasi. Bagian dinding sampai
ketinggian dua meter dari lantai harus dapat dicuci dan tahan terhadap bahan kimia
(Winarno, 2004). Penerapan konstruksi dinding di UPTD RPH dinilai baik karena
semua konstruksi dinding yang ada didalam ruangan produksi terbilang kokoh dan
dipasang keramik berwana putih dan terang serta terbuat dari bahan yang mudah
dibersihkan dan tahan air seperti yang terlihat pada Gambar 4. Pemilihan keramik
berwarna putih sebagai konstruksi dinding dimaksudkan untuk mempermudah
kegiatan sanitasi ruangan produksi sehingga kebersihan dinding pada ruangan
produksi tetap terjaga kebersihannya dan tidak menimbulkan kontaminasi
terhadap produk. Sehingga secara keseluruhan dari segi konstruksi dinding RPH
telah memenuhi syarat penerapan GMP.
Siku-siku pertemuan
dinding dan lantai
berbidang tumpul dan
kedap air
12
Gambar 4 Konstruksi dinding
Sumber : Dokumentasi UPTD RPH-PH Kota Tasikmalaya
5.2.4 Konstruksi Atap
Kondisi atap ruang produksi UPTD RPH telah sesuai dengan penerapan
GMP dan dalam kondisi yang baik dan tidak bocor sehingga dapat melindungi
ruang produksi dan mencegah terjadinya pencemaran terhadap produk. Hal ini
karena konstruksi atap di ruang produksi UPTD RPH dirancang dengan
sedemikian rupa. Atap ruang produksi yang terbuat dari seng tertentu yang
dirancang agar kokoh dan dapat melindungi ruangan dengan baik. Selain itu
bahan atap memiliki ketahanan air yang tinggi sehingga tidak mudah bocor seperti
yang terlihat pada Gambar 5.
Konstruksi langit-langit pada ruang produksi tidak diterapkan, hal ini karena
langit-langit yang berada di ruang produksi digunakan untuk pemasangan rel-rel
pengait untuk memudahkan pemindahan daging dari suatu tahapan produksi ke
tahapan selanjutnya. Selain itu, tinggi konstruksi rel-rel pada ruang produksi
terhadap lantai produksi adalah sekitar dua meter sehingga masih bisa
menyebabkan hewan yang sedang mengalami tahapan proses pengkulitan dengan
cara digantung dan memiliki bobot yang besar bisa menyentuh lantai ruang
produksi. Pada dasarnya, hal ini tidak terlalu signifikan menyebabkan pencemaran
karena hanya ada sebagian hewan ternak saja yang memiliki bobot yang besar.
Selain itu konstruksi atap dibagian dalam dirancang sedemikian rupa dan
kerangka yang digunakan telah dilapisi dengan cat yang tidak mudah terkelupas.
Gambar 5 Konstruksi atap
Sumber : Dokumentasi UPTD RPH-PH Kota Tasikmalaya
13
5.2.5 Konstruksi Pintu
Konstruksi pintu ruang produksi utama di UPTD RPH-PH Tasikmalaya
terbuat dari plat besi yang dilapisi dengan cat. Kontruksi pintu yang berada di
ruang produksi didesain berbentuk rolling door ke samping seperti yang terlihat
pada Gambar 6 mengenai konstruksi pintu. Sementara itu untuk menghubungkan
dari ruang ke ruang di ruang produksi tidak menggunakan pintu. Hal ini
dikarenakan untuk lebih memudahkan pekerja dalam pengangkutan produk
dengan menggunakan rel dan meminimalkan penggunaan ruang untuk pintu
sehingga lebih efisien. Selain itu, meskipun bagian-bagian ruang produksi
didesain tidak menggunakan pintu produk masih tetap aman dari kontaminasi.
Gambar 6 Konstruksi pintu masuk utama
Sumber : UPTD RPH-PH Kota Tasikmalaya
5.2.6 Penerangan dan Fasilitas Pemadam Kebakaran
Kondisi penerangan yang berada di ruang produksi atau tempat pemotongan
cukup dengan 4-6 buah lampu/ruangan dengan kapasitas daya listrik 20
watt/lampu yang ditempatkan di beberapa titik seperti yang terlihat pada Gambar
7. Hal ini dikarenakan proses produksi yang dilakukan di UPTD RPH-PH
Tasikmalaya adalah pada malam hari untuk mendukung berjalannya proses
produksi. Selain itu ruang produksi lainnya di UPTD RPH didukung dengan
penerangan yang baik sehingga kegiatan bisa berjalan lancar. Akan tetapi,
penerangan diruang produksi masih kurang cukup, perlu dilakukan pemasangan 2-
4 buah lampu untuk menerangi ruangan produksi dan dilakukan penggantian daya
listrik menjadi lebih tinggi. Hal ini dikarenakan standar penerangan ruang
produksi minimal 540 lux berdasarkan standar BPOM yang setara dengan watt,
sementara di ruang produksi RPH dibawah 540 lux dengan menggunakan 6 buah
lampu yang ditempatkan di beberapa titik ruang produksi. Pada aspek fasilitas
pemadam kebakaran di UPTD RPH Tasikmalaya telah tersedia alat pemadam
kebakaran seperti alat pemadam api ringan (APAR) sehingga bisa mencegah
menyebarnya api pada saat terjadi kebakaran diruang produksi.
14
Gambar 7 Lampu penerangan ruang produksi Sumber : Dokumentasi UPTD RPH-PH Kota Tasikmalaya
5.2.7 Konstruksi Ventilasi
Kondisi ventilasi yang dirancang di UPTD RPH mampu mengatur
peredaran udara dengan baik sehingga udara didalam ruangan produksi tetap segar
dan tidak penat. Selain itu ventilasi tersebut berguna untuk menghilang bau, uap,
ataupun gas yang mengganggu didalam ruangan produksi dan pengatur suhu di
ruangan produksi seperti yang terlihat pada Gambar 8 dibawah ini. Selain
konstruksi ventilasi yang baik, pada saat proses produksi pintu-pintu yang berada
di ruangan produksi dibuka, sehingga udara bisa masuk kedalam ruangan
produksi.
Gambar 8 Konstruksi ventilasi Sumber : Dokumentasi UPTD RPH-PH Kota Tasikmalaya
5.3 Kegiatan dan Fasilitas Sanitasi
Sanitasi merupakan serangkaian proses yang dilakukan untuk menjaga
kebersihan baik ruang produksi maupun peralatan produksi yang digunakan.
Kegiatan ini bertujuan untuk mencegah terjadinya kontaminasi silang yang terjadi
terhadap produk baik secara fisik, kimia maupun mikrobiologi dari peralatan
produksi, ruangan maupun karyawan. Kegiatan sanitasi di UPTD RPH-PH
Tasikmalaya dilakukan setiap hari (setiap proses produksi). Kegiatan sanitasi
dilakukan sebelum dan sesudah proses produksi untuk bagian ruang produksi.
Selain itu kegiatan sanitasi juga dilakukan pada saat proses pemotongan
dilakukan. Hal ini dilakukan untuk mencegah banyaknya tercecer darah dari hasil
penyembelihan di lantai ruang produksi. Banyaknya ceceran darah di lantai ruang
15
produksi bisa menyebabkan kecelakaan saat kerja seperti terpeleset karena lantai
licin. Hal ini bisa menghambat berjalannya proses produksi di RPH.
Sementara itu kegiatan sanitasi untuk fasilitas sanitasi seperti toilet ataupun
wc dilakukan dua tiga kali seminggu untuk sanitasi secara keseluruhan. Selain itu
untuk penggantian air pada bak di toilet dilakukan setiap hari. Fasilitas sanitasi
dalam proses produksi sangat diperlukan untuk menjaga agar bangunan dan
peralatan proses produksi selalu dalam keadaan bersih dan mencegah terjadinya
kontaminasi silang dari karyawan. Kondisi fasilitas di UPTD RPH cukup baik
dengan tersedianya air bersih yang mengalir melalui selang dan tersedianya toilet
yang digunakan untuk melakukan sanitasi. Air bersih tersebut digunakan untuk
pencucian peralatan produksi, mempermudah untuk mengalirkan darah hewan ke
saluran pembuangan, dan untuk kegiatan sanitasi ruangan. Fasilitas pendukung
dalam kegiatan sanitasi terdiri dari sabun pencuci tangan, sabun pencuci lantai dan
alat-alat kebersihan seperti pel, sapu, sikat, dan lain-lain. Fasilitas ini sangat
berguna untuk menjaga sanitasi area ruang produksi supaya tidak terjadi
kontaminasi silang terhadap produk.
5.4 Sanitasi dan Kesehatan Karyawan
Higiene karyawan sangatlah penting dalam suatu perusahaan khususnya
yang bergerak di bidang pangan. Dalam hal ini karyawan memiliki potensial yang
besar penyebab terjadinya kontaminasi silang terhadap produk baik dari segi fisik,
kimia, maupun mikrobiologi. Hal ini dikarenakan karyawan berkontak langsung
dengan produk pangan. Oleh karena itu perlu dilakukan pemeriksaan berkala
terhadap kesehatan karyawan dan kebersihan karyawan untuk meminimalisir
kontaminasi silang dari karyawan terhadap produk. Dalam menjaga kualitas
produk dan memperhatikan kesehatan karyawan, UPTD RPH memberikan
toleransi untuk tidak masuk bekerja jika karyawan sedang terserang penyakit
menular ataupun tidak menular, karyawan yang mengalami kecelakaan ringan
seperti kaki tertimpa kardus ataupun lainnya dan karena sebab-sebab tertentu. Jika
karyawan masih ingin tetap bekerja, karyawan diberikan pertolongan pertama
untuk mencegah kontaminasi terhadap produk. Oleh karena itu kotak P3K
disediakan di ruangan produksi untuk dipergunakan sebagai pertolongan pertama
oleh karyawan. Kotak P3K yang disediakan terdiri dari kassa perban, kapas, obat
merah, plester luka, alkohol, dan lain-lain.
Selain itu, selama proses produksi berjalan karyawan dihimbau untuk
menjaga sikap dan perilaku yang baik agar tidak terjadi human error. Karyawan
diwajibkan menggunakan alat pelindung diri seperti pakaian/seragam, wearpack,
apron dan sepatu boot (safety shoes) digunakan dengan benar di ruang produksi
seperti yang terlihat pada Gambar 9 dan 10 mengenai seragam pekerja.
Perlengkapan-perlengkapan alat pelindung diri tersebut telah disediakan oleh
UPTD RPH untuk mencegah dan meminimalisir terjadinya kecelakaan kerja dan
sakit akibat kerja. Selain dari perlengkapan tersebut, sikap saling menghargai
sangat diperlukan agar tidak terjadi kesalahpahaman antara pekerja yang bisa
menimbulkan perkelahian karena proses produksi yang dilakukan malam hari dan
peralatan yang berbahaya.
16
Gambar 9 Seragam petugas penyembelih
Gambar 10 Seragam petugas kebersihan
Sumber : Dokumentasi UPTD RPH-PH Kota Tasikmalaya
5.5 Peralatan Produksi
Peralatan produksi merupakan salah satu aspek penting dalam sebuah proses
produksi. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 23/MEN.KES/SK/I/1978
tentang pedoman cara produksi yang baik untuk makanan, alat dan perlengkapan
yang digunakan untuk memproduksi makanan harus dibuat perencanaan yang
memenuhi persyaratan teknik dan higiene. Peralatan produksi digunakan sebagai
sarana untuk mempermudah atau mengefesiensikan kinerja dari pekerja/karyawan
produksi. Oleh karena itu perlu dilakukan pengawasan terhadap peralatan
produksi. Pengawasan terhadap peralatan produksi ini dilakukan agar peralatan
produksi dapat digunakan semestinya dan bisa mengoptimalkan hasil kerja dari
pekerja/karyawan produksi serta bisa menghasilkan produk dengan mutu yang
baik.
17
Dalam proses produksi yang dilakukan di RPH. RPH Kota Tasikmalaya
menggunakan peralatan proses produksi seperti pisau dan pengasah pisau seperti
yang terlihat pada Gambar 11, restraining box (MARK-4) pada Gambar 13,
scraddle pada Gambar 14, roda/gerobak pengangkut daging seperti yang terlihat
pada Gambar 15, gantungan daging seperti yang terlihat pada Gambar 16, dan lain
lain. Peralatan ini harus dilakukan pengawasan agar dapat digunakan secara
optimal. Restraining box yang digunakan untuk menjatuhkan hewan ternak di
RPH masih bisa digunakan secara optimal. Pisau dan perlengkapan lain yang
digunakan pada proses produksi dalam kondisi baik dan dapat digunakan. Hanya
saja pada beberapa peralatan produksi lain kebersihannya masih kurang terjaga.
Hal ini perlu diperhatikan karena bisa menyebabkan kontaminasi silang.
Gambar 11 APD, pisau dan timbangan
digital
Gambar 12 ID scanner
Gambar 13 Restraining box (MARK-4)
Gambar 14 Scraddle
Sumber : Dokumentasi UPTD RPH-PH Kota Tasikmalaya
18
Gambar 15 Gerobak pengangkut
Gambar 16 Gantungan daging
Sumber : Dokumentasi UPTD RPH-PH Kota Tasikmalaya
5.6 Pengendalian Proses Produksi
Pengendalian proses produksi dilakukan untuk mencegah atau
meminimalisir terjadinya resiko terhadap proses produksi yang bisa menimbulkan
bahaya pada setiap proses produksi. Pada aspek pengendalian proses produksi ini
UPTD RPH-PH Tasikmalaya melakukan pengawasan dan menetapkan
persyaratan mengenai kualitas dan kondisi hewan ternak dengan pemeriksaan
Antemortem pada hewan ternak dan Postmortem pada karkas dan jeroan serta
menerapkan program Animal Walfare berdasarkan UU No.18 Tahun 2009
Tentang Kesejahteraan Hewan dan SNI No. 3932 Tahun 2008 tentang mutu
karkas dan daging sapi. Dalam pengendalian proses produksi ini hal yang perlu
ditinjau adalah hewan ternak yang akan dipotong, karyawan, dan peralatan
produksi. Selain itu, pemeriksaan Antemortem dan Postmortem perlu ditinjau
dalam pelaksanaannya karena dapat mempengaruhi produk akhir dari proses
produksi yang dilakukan.
5.6.1 Persyaratan dan Pengawasan Hewan Ternak
Pengawasan terhadap hewan ternak sangat diperlukan agar kualitas daging
karkas yang dihasilkan. Persyaratan hewan ternak yang layak dipotong adalah
hewan ternak berusia 1.5-8 tahun, tidak sedang terserang penyakit, memiliki
bobot yang cukup (± 500kg untuk sapi). Kondisi hewan ternak yang akan
dipotong harus dalam keadaan tidak stres, hal ini karena jika hewan ternak
mengalami stres maka akan terjadi penurunan kualitas dari mutu karkas,
pengeluaran darah pada saat penyembelihan tidak maksimal sehingga daging
karkas akan mudah busuk.
Dalam pengawasan hewan ternak ini, sapi potong yang baru didatangkan
oleh pemasok, harus melewati proses karantina terlebih dahulu ± 12-24 jam
sebelum dilakukan proses penyembelihan. Hal ini dilakukan agar kondisi hewan
ternak yang akan dipotong tidak mengalami stres yang bisa menyebabkan
penurunan kualitas daging. Selain dilakukan pengawasan terhadap hewan ternak,
pengawasan juga perlu dilakukan dari segi administrasi dilihat dari kelengkapan
surat-surat yang dimiliki oleh pemasok. Surat-surat tersebut meliputi surat jalan
ternak dan surat keterangan kesehatan hewan. Selain surat tersebut, surat
19
kelengkapan kendaraan dan identitas dari pembawa kendaraan pengangkut hewan
ternak juga perlu dilakukan pemeriksaan dan pengawasan. Hal ini dilakukan
untuk mempermudah telusur jika terjadi penyimpangan.
5.6.2 Pengawasan Proses Produksi
Pengawasan proses produksi dilakukan agar proses produksi dapat berjalan
dengan lancar sehingga bisa menghasilkan kualitas produk akhir yang baik.
Pengawasan proses produksi di UPTD RPH dilakukan oleh keurmaster.
Keurmaster bertugas sebagai pengawas atau supervisor yang memantau jalannya
proses produksi. Aspek pengawasan dilakukan terhadap hewan ternak yang akan
dipotong, karyawan, dan peralatan yang digunakan dalam proses produksi.
Pada aspek ini hewan ternak akan terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan
antemortem oleh keurmaster atau petugas pemeriksa kesehatan hewan, setelah
dinyatakan sehat hewan ternak akan dipotong oleh karyawan atau petugas
penyembelihan. Petugas penyembelihan yang bertugas harus dalam keadaan
sehat, dan mempunyai izin menyembelih dari MUI karena proses pemotongan
yang dilakukan berlandaskan kaidah islam, sehingga menghasilkan produk
dengan yang kehalalannya terjamin. Peralatan proses produksi harus dalam
keadaaan bersih, dan layak digunakan (pisau penyembelih tajam dan bersih).
Dengan pengawasan proses produksi ini UPTD RPH bisa meminimalisir atau
mencegah terjadinya penurunan mutu produk.
5.6.3 Pengawasan Produk Akhir
Dalam pengawasan produk akhir ini sangatlah penting. Hal ini karena
produk akhir akan dikonsumsi oleh konsumen. Jika terjadi penurunan mutu dan
terjadi kontaminasi atau pencemaran secara fisik, kimia, maupun mikrobiologi
akan sangat membahayakan kesehatan dari konsumen dan lebih fatal lagi bisa
menyebabkan kematian.
UPTD RPH melakukan pengawasan terhadap produk akhir yaitu daging
karkas dengan melakukan pemeriksaan postmortem yang meliputi pemeriksaan
jeroan, hati, warna daging, dan lainnya. Pemeriksaan ini dilakukan untuk
mengetahui apakah produk aman jika dikonsumsi. Pemeriksaan postmortem
sangat penting karena produk akhir (daging karkas) langsung didistribusikan ke
pasar-pasar tanpa dilakukan proses tambahan seperti pengemasan atau
penyimpanan terlebih dahulu. Pengawasan ini dilakukan untuk menjamin produk
yang dihasilkan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan berdasarkan SNI
3932:2008 tentang mutu karkas dan daging sapi.
5.7 Pemeliharaan Sarana Pengolahan
Pemeliharaan sarana pengolahan dilakukan untuk menjamin lingkungan
ruangan proses produksi terbebas dari cemaran fisik, kimia dan mikrobiologi.
Pemeliharaan ini dilakukan agar sarana pengolahan dapat digunakan dengan
optimal sehingga bisa menghasilkan produk dengan mutu yang baik.
Pemeliharaan sarana pengolahan ini meliputi perawatan bangunan, fasilitas dan
peralatan, kegiatan pembersihan dan sanitasi, serta pengendalian hama. Pada
aspek pemeliharaan sarana pengolahan di RPH masih dinilai kurang karena sarana
pengolahan dan peralatan produksi kurang terawat dan kinerja peralatan produksi
20
masih belum optimal. Hal ini disebabkan oleh lemahnya maintanance terhadap
perawatan sarana pengolahan dan peralatan. Selain itu, jumlah karyawan (petugas
kebersihan) masih kurang untuk perawatan sarana pengolahan dan peralatan yang
ada.
5.7.1 Perawatan dan Pembersihan Bangunan, Fasilitas, dan Peralatan
Perawatan bangunan, fasilitas dan peralatan di UPTD RPH dilakukan setiap
hari oleh petugas kebersihan. Perawatan ini dilakukan agar kondisi UPTD RPH
selalu dalam keadaan terawat dengan baik sehingga bisa mengoptimalkan
keefektifan kegiatan sanitasi, peralatan produksi dapat berfungsi dengan baik
sesuai prosedur. Selain itu perawatan yang baik mampu meminimalisir atau
mencegah terjadinya kontaminasi dari bahan tercemar baik secara fisik, kimia
maupun mikrobiologi terhadap produk. Akan tetapi jumlah pegawai kebersihan
yang kurang memadai tidak bisa menjamin kebersihan dari keseluruhan
bangunan, sehingga ada beberapa sudut bangunan terlihat kurang bersih.
5.7.2 Pengendalian Hama
Pengendalian pest atau hama di dalam pabrik makan maupun minuman
sangatlah diperlukan. Hal ini dikarenakan kemungkinan adanya pest berupa
binatang pengerat maupun serangga sangatlah besar di dalam ruang produksi. Pest
adalah setiap organisme yang bersifat merusak atau mempunyai potensi merusak
terhadap tanaman, produk-produk tanaman, produk dan bahan pangan, ternak dan
manusia, atau suatu organisme yang mampu mengurangi ketersediaan, mutu atau
harga sumber pangan manusia (Koswara 2006). Upaya yang perlu dilakukan oleh
sebuah perusahaan atau instansi dalam mencegah dan mengendalikan hama adalah
dengan penggunaan insektisida, kawat ram pada ventilasi maupun perangkap.
RPH kota Tasikmalaya menggunakan kawat ram sebagai alat bantu untuk
mencegah dan mengendalikan hama. Kawat ram dipasang pada ventilasi agar
serangga dan binatang pengerat lainnya tidak bisa masuk ke ruang produksi.
Selain itu penggunaan teralis besi pada saluran pembuangan masih belum bisa
mencegah binatang pengerat seperti tikus masuk ke dalam ruang produksi seperti
yang terlihat pada Gambar 17 dibawah ini. Hal ini dikarenakan jarak teralis besi
masih terlalu besar sehingga ada kemungkinan hewan pengerat masih bisa masuk
ke dalam ruang produksi. Selain itu lubang dari saluran pembuangan di ruang
produksi tidak dipasang teralis besi sehingga hewan pengerat masih bisa
memasuki ruang produksi melalui lubang dari saluran pembuangan.
Gambar 17 Teralis besi pada saluran pembuangan
Sumber : Dokumentasi UPTD RPH-PH Kota Tasikmalaya
21
5.7.3 Penanganan Limbah
Dalam memenuhi persyaratan GMP dalam aspek penanganan limbah
sebuah perusahaan harus memiliki sarana penyimpanan limbah sementara dan
pengolahan limbah sederhana sebelum dibuang ke lingkungan. Sarana ini perlu
dirancang dengan baik agar tidak menimbulkan kontaminasi terhadap bahan
pangan, air bersih, peralatan, dan bangunan di ruang produksi. UPTD RPH
menyediakan sarana pengolahan limbah yang diperuntukkan untuk dua jenis
limbah diantaranya limbah cair dan limbah padat.
Limbah cair yang dihasilkan dari proses produksi dialirkan ke saluran
pembuangan yang nantinya akan ditampung di bak penampungan limbah seperti
yang terlihat pada Gambar 18. Limbah cair yang tertampung di penampungan
dilakukan proses pengendapan limbah darah. Pengendapan limbah darah ini
bertujuan agar cairan limbah yang sudah terpisah dengan endapan darah bisa
dibuang ke lingkungan. Sementara itu, untuk limbah darah yang sudah
mengendap biasanya akan digunakan sebagai pakan ikan lele.
Pada penanganan limbah padat di UPTD RPH yang berupa kotoran ternak
yang dikumpulkan dari kandang penampungan. Setelah itu, kotoran ternak akan
diolah menjadi pupuk kandang. Limbah hasil proses produksi harus diolah dengan
baik karena limbah yang tidak diolah dengan baik bisa mencemari lingkungan dan
mengkontaminasi produk dan air bersih yang digunakan untuk proses produksi
seperti yang terlihat pada Gambar 19.
Gambar 18 Bak penampungan limbah cair
Gambar 19 Instalasi pengolahan pupuk
Sumber : Dokumentasi UPTD RPH-PH Kota Tasikmalaya
22
5.8 Dokumentasi
Penyimpanan dokumen perusahaan maupun proses administrasi dilakukan
secara sistematis dan lengkap. Hal ini dilakukan untuk menjamin kualitas dari
produk, mempermudah penelusuran jika terjadi kesalahan distribusi atau kualitas
produk menurun. Selain itu sistem dokumentasi yang dilakukan di UPTD RPH ini
dilakukan sebagai alat untuk mengefektifan sistem pengawasan produk.
Dokumentasi di UPTD RPH sendiri terdiri dari beberapa dokumen dan rekaman.
Dokumen merupakan informasi yang berfungsi untuk memberikan suatu arahan,
pengelolaan maupun tata kerja. Dokumen-dokumen yang terdapat di UPTD RPH
adalah SOP (Standar Operasiona Prosedur) seperti yang tercantum pada Lampiran
4 dan instruksi kerja. Sementara rekaman merupakan bukti tertulis maupun tidak
bahwa suatu aktivitas telah dilakukan. Rekaman-rekaman tersebut berupa data
rekapitulasi dari surat keterangan kesehatan daging, surat keterangan kesehatan
hewan, surat pengantar ternak atau surat jalan ternak dan catatan lain yang
berhubungan dengan kegiatan di UPTD RPH. Dokumentasi tersebut diarsipkan
secara manual dalam buku besar yang dikelola oleh petugas administrasi.
6 SIMPULAN DAN SARAN
6.1 Simpulan
UPTD Rumah Potong Hewan dan Pasar Hewan Kota Tasikmalaya
merupakan unit jasa pemotongan hewan ternak. Hasil produksi UPTD Rumah
Potong Hewan adalah karkas, daging, jeroan, pupuk kandang. Proses produksi
yang dilakukan oleh UPTD Rumah Potong Hewan adalah proses penerimaan dan
penampungan hewan ternak, pemeriksaan antemortem dan karantina hewan
ternak, proses penyembelihan/pemotongan, proses pengulitan dan pengeluaran
jeroan, pemeriksaan postmortem, pemotongan karkas dan distribusi. Berdasarkan
hasil evaluasi dapat disimpulkan bahwa penerapan GMP di RPH secara
keseluruhan telah dilaksanakan dan diterapkan dengan baik, hanya dalam
beberapa aspek GMP masih perlu ditingkatkan seperti pada aspek pemeliharaan
sarana pengolahan dan peralatan produksi. Pada aspek ini RPH masih dinilai
kurang karena sarana pengolahan dan peralatan produksi kurang terawat dan
kinerja peralatan produksi tidak optimal disebabkan oleh lemahnya maintanance
terhadap perawatan sarana pengolahan dan peralatan. Selain itu, jumlah karyawan
(petugas kebersihan) masih kurang untuk perawatan sarana pengolahan dan
peralatan yang ada.
Pada aspek pengendalian proses dan higiene karyawan juga dinilai masih
kurang karena dalam hal ini petugas pemotong merupakan karyawan yang
ditugaskan oleh pemasok sehingga masih banyak karyawan yang belum bisa
menaati tata tertib di RPH sendiri. Hal ini terlihat dari kurang sadarnya kebersihan
pada saat melakukan proses pengkulitan sapi yang dilakukan di lantai ruang
produksi dan masih banyak beberapa pegawai yang tidak menggunakan seragam
dan perlengkapan lainnya seperti (wearpack, masker, sepatu boot, apron) pada
saat proses pemotongan sapi. Selain dari 2 aspek tersebut, aspek penerangan
ruang produksi masih dinilai cukup karena perlu dilakukan pemasangan 2-4 buah
lampu tambahan untuk menerangi ruangan produksi serta dilakukan penggantian
23
kapasitas daya listrik dari lampu yang digunakan. Kemudian dari aspek
pengendalian hama juga dinilai cukup karena penggunaan teralis besi di saluran
pembuangan masih belum optimal. Hal ini dkarenakan jarak teralis besi masih
terlalu besar. Selain itu lubang dari saluran pembuangan di ruang produksi tidak
dipasang teralis besi sehingga hewan pengerat masih bisa memasuki ruang
produksi melalui lubang dari saluran pembuangan.
6.2 Saran
Penerapan GMP di UPTD Rumah Potong Hewan dan Pasar Hewan Kota
Tasikmalaya harus lebih ditingkatkan dengan cara mengevaluasi aspek-aspek
yang berkaitan dengan penerapan GMP seperti pada aspek pemeliharaan sarana
pengolahan dan peralatan produksi, pengendalian proses, higiene karyawan dan
konstruksi penerangan serta pengendalian hama. Hal ini karena masih kurangnya
kesadaran para pegawai terhadap sanitasi pribadi dan lingkungan. Selain itu
jumlah pegawai yang kurang memadai juga perlu diperhatikan agar kegiatan
sanitasi bisa berjalan dengan lancar.
Dari hasil pengamatan penerapan GMP di UPTD Rumah Potong Hewan dan
Pasar Hewan Kota Tasikmalaya, direkomendasikan untuk dilakukan audit internal
GMP setiap enam bulan sekali dan tetap mengadakan checklist GMP setiap bulan
secara teratur. Program ini sebaiknya disosialisasikan kepada seluruh karyawan
agar pelaksanaan GMP berjalan secara kontinyu.
24
DAFTAR PUSTAKA
[BPOM] Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2003. Keputusan Kepala Badan
Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia Nomor : HK. 00.05.5.1639
tentang Panduan Pengolahan Pangan Yang Baik Bagi Industri Rumah
Tangga. Jakarta (ID): Badan Pengawas Obat dan Makanan RI.
[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 2008. SNI 3932:2008 tentang Mutu Karkas
dan Daging Sapi. Jakarta (ID): Badan Standardisasi Nasional.
Junaidi A. 2011. Pedoman Teknis Pemeriksaan Antemortem dan Posmortem.
Jakarta (ID) : Direktorat Kesehatan Masyarakat Veteriner dan Pasca Panen
Direktorat Jenderal Peternakan dan Pasca Panen Kementrian Pertanian.
Koswara S. 2006. Manajemen Pengendalian Hama Dalam Industri Pangan. E-
Book Pangan [Internet]. [diunduh 2 Mei 2014]: Tersedia pada
http://tekpan.unimus.ac.id/ wp-content/uploads/2013/07/ Manajemen -
Pengendalian-Hama-dalam-Industri-Pangan.pdf.
Maemunah S. 2013. Profil Unit Pelaksana Teknis Dinas Rumah Potong Hewan
dan Pasar Hewan Kota Tasikmalaya. Tasikmalaya (ID): RPH.
[MENKES] Menteri Kesehatan. 1978. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor
23/MEN.KES/SK/I/1978 tentang Pedoman Cara Produksi Yang Baik. Jakarta
(ID): Menteri Kesehatan RI.
[RPH] UPTD Rumah Potong Hewan dan Pasar Hewan Kota Tasikmalaya. 2011.
Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2010
tentang Persyaratan Rumah Potong Hewan Ruminansia dan Unit Penanganan
Daging (Meat Cutting Plant). Tasikmalaya (ID): RPH.
[RPH] UPTD Rumah Potong Hewan dan Pasar Hewan Kota Tasikmalaya. 2011.
Undang Undang Republik Indonesia No. 18 Tahun 2009 Tentang Peternakan
dan Kesehatan Hewan. Tasikmalaya (ID): RPH.
[RPH] UPTD Rumah Potong Hewan dan Pasar Hewan Kota Tasikmalaya. 2013.
Surat Keputusan Kepala Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kota
Tasikmalaya Nomor 001.2 Tahun 2013 tentang Penetapan Standar
Operasional Prosedur di UPTD Rumah Potong Hewan dan Pasar Hewan Kota
Tasikmalaya. Tasikmalaya (ID): RPH.
Winarno FG, Surono. 2004. GMP Cara Pengolahan Pangan Yang Baik. Bogor
(ID): M-BRIO PRESS.
LAMPIRAN
26
Lampiran 1 Layout perusahaan
27
Lampiran 2 Daftar SOPa
BIDANG NOMOR SOP JUDUL SOP
Teknis/Operasional
12.7.2.1 /2013 Pelayanan Pemotongan Hewan Ternak
12.7.2.2 /2013 Pemeriksaan Antemortem
12.7.2.3 /2013 Pemeriksaan Postmortem
12.7.2.4 /2013 Pemeriksaan Hewan di luar RPH dan
Pasar Hewan
12.7.2.5 /2013 Penampungan Hewan
12.7.2.6 /2013 Pemotongan Hewan Ternak
12.7.2.7 /2013 Penyelesaian Penyembelihan
12.7.2.8 /2013 Pasar Hewan
Administrasi
12.7.2.9 /2013 Pembuatan Laporan Pemotongan
Hewan Lokal dan Impor
12.7.2.10 /2013 Pembuatan Laporan Lalu Lintas
Ternak
12.7.2.11 /2013 Pembuatan Laporan Harga Daging
12.7.2.12 /2013 Pengelolaan Retribusi Pemotongan
Hewan dan Pasar Hewan
12.7.2.13 /2013 Pembuatan DP3 untuk Kasubag TU
12.7.2.14 /2013 Pembuatan DP3 untuk Pelaksana
12.7.2.15 /2013 Pencatatan barang kedalam Buku
Inventaris Barang dan Kartu Inventaris
Barang
12.7.2.16 /2013 Pengelolaan Surat Keluar
12.7.2.17 /2013 Pengelolaan Surat Masuk
12.7.2.18 /2013 Penyusunan Rencana Program Kerja
12.7.2.19 /2013 Penyusunan Laporan Kinerja Program
Kegiatan UPTD Bulanan
12.7.2.20 /2013 Penanganan Pengaduan
12.7.2.21 /2013 Pengelolaan Sistem Kearsipan Aktif
dan Dokumen
12.7.2.22 /2013 Pelayanan Pemotongan Hewan Ternak
pada Hari Raya
aSumber : UPTD RPH-PH Kota Tasikmalaya
28
Lampiran 3 Struktur organisasia
Struktur Organisasi
aSumber : UPTD RPH-PH Kota Tasikmalaya
Kepala Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan
Kelompok Jabatan Fungsional
Kepala UPTD RPH
Pelaksana Operasional
Petugas Administrasi
Petugas Laboratorium
Petugas Pemeriksa Kesehatan Hewan
Petugas Operasional dan Pemeliharaan IPAL
Petugas Operasional Pemotongan Hewan
Petugas Operasional Pasar Hewan
Petugas Penarik retribusi
Petugas Keamanan
Petugas Kebersihan
Sub Bagian Tata Usaha
29
Lampiran 4 Daftar pegawai UPTD RPH
Tim Pengurus UPTDa
No. Nama Jabatan Pendidikan
1 drh. Siti Maemunah Kepala UPTD Dokter Hewan 2 Agus Fauzi, SPt Kepala Sub Bagiang TU Sarjana
3 Keson, SSt. Fungsional Umum Sarjana
4 Arif Rahman Hakim, SPt Fungsional Umum Sarjana
5 Asep Yadi Fungsional Umum Sarjana
6 Dadi Hermawan Petugas Kebersihan RPH SMK
7 Atep Uus Petugas Kebersihan RPH SMP
8 Endang Haris Petugas Kebersihan RPH SD
9 Herman Dzaeelani Petugas Kebersihan RPH SMP
10 Asep Somantri Petugas Keamanan RPH SMA
11 Dikdik K S Petugas Keamanan RPH SMA
12 Acep Petugas Keamanan RPH SMA
13 Hendi S Petugas Keamanan RPH SMA
14 Ahmad Ruhimat Keurmaster Sarjana
15 Cecep Kustiawan Keurmaster Sarjana
16 Agus Fauzi Keurmaster Sarjana
17 Hendayana Keurmaster Sarjana
18 Budi Setiawan Keurmaster Sarjana aSumber : UPTD RPH-PH Kota Tasikmalaya
30
Lampiran 5 SNI No. 3932 : 2008 tentang Mutu Karkas dan Daging Sapia
Jenis Uji Persyaratan Mutu
I II III
Ketebalan
Lemak < 12 mm 13 mm - 22 mm > 22 mm
Konformasi cekung - agak
cekung rata – cembung sangat cembung
Warna skor 1-3 skor 4-6 skor 7-9
Perubahan
Warna
Bebas dari memar
dan freeze burn
Ada satu memar
atau freeze burn
dengan diameter
kurang dari 2 cm di
bagian selain
daerah prime cut
Ada satu memar
atau freeze burn
lebih dari 2 cm di
bagian selain
daerah prime cut
dan atau ada lebih
dari satu memar
dengan diameter
kurang dari 2 cm
selain pada prime
cut
Warna daging Merah terang
Skor 1-5
Merah kegelapan
Skor 6-7
Merah gelap
Skor 8-9
Warna lemak Putih
Skor 1-3
Putih Kekuningan
Skor 4-6
Kuning
Skor 7-9
Marbling skor 9-12 skor 5-8 skor 1-4
Tekstur Halus Sedang Kasar
Syarat mutu mikrobiologis daging sapia
Jenis Uji Satuan Persyaratan
Total Plate Count cfu/g maksimum 1x106
Coliform cfu/g maksimum 1x102
Staphylococcus aureus cfu/g maksimum 1x102
Salmonella sp per 25 g Negatif
Escherichia coli cfu/g maksimum 1x101
a Sumber : BSN (2008)
31
Lampiran 6 Surat keterangan kesehatan daging
32
Lampiran 7 Surat keterangan kesehatan hewan
33
Lampiran 8 Surat jalan ternak
34
Lampiran 9 Daftar istilah
No. Istilah Pengertian
1 Animal Walfare Program untuk kesejahteraan hewan
2 Antemortem inspection Pemantauan dan atau pemeriksaan hewan ternak
sebelum disembelih
3 Brahman Cross Sapi hasil persilangan dari sapi Brahman (asal
india) dengan sapi jenis Shorthorn, Santa
Gertrudis, Droughmaster yang berasal dari
daratan Amerika
4 Gang way Jalur atau jalan untuk hewan ternak menuju
ruang produksi
5 Karkas Bagian daging yang telah dipisahkan dari kulit,
kepala dan jeroan
6 Keurmaster Juru uji daging
7 Loading dock Gerbang masuknya hewan ternak ke kandang
8 Performance Penampilan keseluruhan tubuh
9 Postmortem inspection Pemantauan dan atau pemeriksaan hewan ternak
setelah disembelih
10 Pre-treatment Perlakuan sebelum proses produksi
11 Restraining box Tempat atau ruang penyembelihan hewan ternak
yang berfungsi untuk membantu menjatuhkan
hewan ternak.
12 UPTD Unit Pelaksana Teknis Dinas
13 Zoonotik Penyakit yang dapat ditularkan antara hewan
dan manusia
35
RIWAYAT HIDUP
Zahra Ainnurkhalis lahir di Ciamis, 26 April 1993.
Penulis merupakan anak dari pasangan Bapak Rojak dan Ibu
Nining Garningsih. Penulis memiliki dua saudara laki-laki
yaitu Khairul Ridwan dan Zain Azizulhaq, dan satu saudara
perempuan yaitu Khaidar Aulia. Putri kedua dari empat
bersaudara ini bertempat tinggal di Jln. Panumbangan, Kp.
Golat Tonggoh RT 002 RW 005 Desa Golat Kecamatan
Panumbangan, Ciamis, Jawa Barat.
Penulis mengeyam pendidikan Taman kanak-kanak di
TK Cempaka Golat (1998-1999). Kemudian penulis melanjutkan Sekolah Dasar
di SD Negeri 1 Golat tahun 1999 hingga tahun 2005. Pendidikan Sekolah
Menengah Pertama dilanjutkan oleh penulis di SMP Negeri 1 Panumbangan
(2005-2008). Pada tahun 2011, penulis berhasil menyelesaikan pendidikan
Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 1 Cihaurbeuti. Selepas SMA, penulis
melanjutkan studi ke Program Keahlian Supervisor Jaminan Mutu Pangan
Direktorat Program Diploma Institut Pertanian Bogor. Selama masa perkuliahan,
penulis yang merupakan Anggota MIPRO Mahasiswa Pangan dan Gizi tahun
angkatan 2011-2012.
top related