Top Banner
PENERAPAN GOOD MANUFACTURING PRACTICES DI UPTD RUMAH POTONG HEWAN DAN PASAR HEWAN KOTA TASIKMALAYA ZAHRA AINNURKHALIS PROGRAM KEAHLIAN SUPERVISOR JAMINAN MUTU PANGAN PROGRAM DIPLOMA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
49

Penerapan Good Manufacturing Practices di UPTD Rumah Potong Hewan Kota Tasikmalaya

Feb 18, 2016

Download

Documents

kazzahra26

Food Techonology, Good Manufacturing Practices, Meat House,
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Penerapan Good Manufacturing Practices di UPTD Rumah Potong Hewan Kota Tasikmalaya

PENERAPAN GOOD MANUFACTURING PRACTICES

DI UPTD RUMAH POTONG HEWAN DAN PASAR HEWAN

KOTA TASIKMALAYA

ZAHRA AINNURKHALIS

PROGRAM KEAHLIAN SUPERVISOR JAMINAN MUTU PANGAN

PROGRAM DIPLOMA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2014

Page 2: Penerapan Good Manufacturing Practices di UPTD Rumah Potong Hewan Kota Tasikmalaya
Page 3: Penerapan Good Manufacturing Practices di UPTD Rumah Potong Hewan Kota Tasikmalaya

3

PERNYATAAN MENGENAI LAPORAN TUGAS AKHIR DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan laporan tugas akhir Penerapan Good

Manufacturing Practices di UPTD Rumah Potong Hewan dan Pasar Hewan Kota

Tasikmalaya adalah karya saya dengan arahan dosen pembimbing dan belum

diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber

informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain

telah dituliskan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir

laporan ini.

Bogor, Juli 2014

Zahra Ainnurkhalis

NIM J3E111079

Page 4: Penerapan Good Manufacturing Practices di UPTD Rumah Potong Hewan Kota Tasikmalaya
Page 5: Penerapan Good Manufacturing Practices di UPTD Rumah Potong Hewan Kota Tasikmalaya

5

RINGKASAN

ZAHRA AINNURKHALIS. Penerapan Good Manufacturing Practices di UPTD

Rumah Potong Hewan dan Pasar Hewan Kota Tasikmalaya. Dibimbing oleh

NENY MARIYANI.

UPTD Rumah Potong Hewan (RPH) dan Pasar Hewan Kota Tasikmalaya

merupakan unit pelaksana teknis dinas pelayanan jasa pemotongan hewan ternak

dan pasar hewan. UPTD RPH ini menghasilkan produk karkas, daging, jeroan,

pupuk kandang. Praktik Kerja Lapangan di UPTD RPH ini bertujuan untuk

mengetahui apakah produk yang dihasilkan di RPH telah memenuhi syarat dengan

melakukan evaluasi penerapan Good Manufacturing Pratices.

Penerapan GMP di UPTD RPH sangat diperlukan untuk menjamin

keamanan produk yang dihasilkan. Hasil produksi RPH sebagian besar merupakan

sumber protein. Kandungan protein yang tinggi pada daging sangat rentan

ditumbuhi oleh mikroorganisme. Kontaminasi mikroorganisme pada daging akan

mengakibatkan perubahan bau, tekstur, rasa dan warna pada daging serta

menurunkan daya simpan daging sehingga tahapan setiap proses yang terjadi

perlu diperhatikan untuk menjamin kualitas produk kepada konsumen.

Penerapan GMP di RPH ini mencakup lokasi, bangunan, produk akhir,

peralatan pengolahan, bahan produksi, higiene personal, pengendalian proses

pengolahan, fasilitas sanitasi, pemeliharaan sarana pengolahan dan kegiatan

sanitasi dan distribusi. Berdasarkan hasil evaluasi, penerapan GMP di RPH secara

keseluruhan telah dilaksanakan dan diterapkan dengan baik, hanya dalam

beberapa aspek GMP masih perlu ditingkatkan seperti pada aspek pemeliharaan

sarana pengolahan dan peralatan produksi. Pada aspek ini RPH masih dinilai

kurang karena sarana pengolahan dan peralatan produksi kurang terawat dan

kinerja peralatan produksi tidak optimal disebabkan oleh lemahnya maintanance

terhadap perawatan sarana pengolahan dan peralatan. Selain itu jumlah karyawan

(petugas kebersihan) masih kurang untuk perawatan sarana pengolahan dan

peralatan yang ada.

Pada aspek pengendalian proses dan higiene karyawan juga dinilai masih

kurang karena dalam hal ini petugas pemotong merupakan karyawan yang

ditugaskan oleh pemasok sehingga masih banyak karyawan yang belum bisa

menaati tata tertib di RPH sendiri. Hal ini terlihat dari kurang sadarnya kebersihan

pada saat melakukan proses pengkulitan sapi yang dilakukan di lantai ruang

produksi dan masih banyak beberapa pegawai yang tidak menggunakan seragam

dan perlengkapan lainnya seperti (wearpack, masker, sepatu boot, apron) pada

saat proses pemotongan sapi.

Pelaksanaan GMP di RPH Kota Tasikmalaya perlu ditingkatkan secara

menyeluruh sehingga bisa menjamin keamanan dan mutu produk yang dihasilkan.

Oleh karena itu, sangat direkomendasikan untuk dilakukan audit internal GMP

setiap enam bulan sekali dan tetap mengadakan checklist GMP setiap bulan secara

teratur. Selain itu, perlu dilakukan perbaikan dalam segi manajemen, baik

manajemen pekerja maupun manajemen yang berhubungan dengan proses

pemotongan sapi. Program ini sebaiknya disosialisasikan kepada seluruh

karyawan agar pelaksanaan GMP berjalan secara kontinyu. Kata Kunci : Daging, Good Manufacturing Practices, RPH.

Page 6: Penerapan Good Manufacturing Practices di UPTD Rumah Potong Hewan Kota Tasikmalaya
Page 7: Penerapan Good Manufacturing Practices di UPTD Rumah Potong Hewan Kota Tasikmalaya

7

PENERAPAN GOOD MANUFACTURING PRACTICES DI

UPTD RUMAH POTONG HEWAN DAN PASAR

HEWAN KOTA TASIKMALAYA

ZAHRA AINNURKHALIS

Laporan Tugas Akhir

sebagai salah syarat untuk memperoleh gelar

Ahli Madya pada

Program Diploma Keahlian Supervisor Jaminan Mutu Pangan

PROGRAM KEAHLIAN SUPERVISOR JAMINAN MUTU PANGAN

PROGRAM DIPLOMA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2014

Page 8: Penerapan Good Manufacturing Practices di UPTD Rumah Potong Hewan Kota Tasikmalaya
Page 9: Penerapan Good Manufacturing Practices di UPTD Rumah Potong Hewan Kota Tasikmalaya

Judul Tugas Akhir : Penerapan Good Manufacturing Practices di UPTD Rumah

Potong Hewan dan Pasar Hewan Kota Tasikmalaya

Nama : Zahra Ainnurkhalis

NIM : J3E111079

Disetujui oleh

Neny Mariyani, STP, MSi

Dosen Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Bagus Priyo Purwanto, MAgr Ir C.C Nurwitri, DAA

Direktur Program Diploma Koordinator Program Keahlian

Tanggal lulus :

Page 10: Penerapan Good Manufacturing Practices di UPTD Rumah Potong Hewan Kota Tasikmalaya
Page 11: Penerapan Good Manufacturing Practices di UPTD Rumah Potong Hewan Kota Tasikmalaya

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada TUHAN YANG MAHA

KUASA atas segala karunia dan rahmat-NYA sehingga laporan Praktik Kerja

Lapangan yang berjudul Penerapan Good Manufacturing Practices di UPTD

Rumah Potong Hewan dan Pasar Hewan Kota Tasikmalaya dapat diselesaikan

dengan baik. Penulis menyadari bahwa dalam menyelesaikan laporan Praktik

Kerja Lapangan senantiasa memperoleh bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena

itu, melalui laporan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada :

1. Allah SWT.

2. Orangtua tercinta dan keluarga (A Heru, Uli dan Zain) yang selalu

memberi doa dan dukungannya kepada penulis.

3. Dosen pembimbing, Neny Mariyani, STP, MSi atas bimbingan, doa,

nasihat, dan ilmu yang diberikan kepada penulis.

4. Seluruh dosen pengajar dan staff PK Supervisor Jaminan Mutu Pangan

yang telah membentuk dan menempa penulis dengan ilmu selama tiga

tahun ini.

5. Pembimbing lapang drh. Siti Maemunah serta staff dan pegawai UPTD

RPH Kota Tasikmalaya dan Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan

Kota Tasikmalaya.

6. Teman satu perjuangan PKL, Wisnu Agung A dan Wulan Dewi S yang

telah mendukung penulis. Teristimewa ucapan ini disampaikan penulis

kepada sahabat tercinta dan seperjuangan, Tierlwelt (Zulkifli, Ardam,

Rendy, Helmy, Langgeng, Izmi, Aqmila, Dolfina, Suci Sormin), Puji,

Nova, Dina, Indah yang selalu memberikan dukungan.

Semoga laporan tugas akhir ini bisa bermanfaat bagi semua pihak

khususnya pembaca.

Bogor, Juli 2014

Zahra Ainnurkhalis

Page 12: Penerapan Good Manufacturing Practices di UPTD Rumah Potong Hewan Kota Tasikmalaya
Page 13: Penerapan Good Manufacturing Practices di UPTD Rumah Potong Hewan Kota Tasikmalaya

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ....................................................................................................... v

DAFTAR GAMBAR .......................................................................................... vi

DAFTAR LAMPIRAN ....................................................................................... vi

1 PENDAHULUAN ........................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1

1.2 Tujuan ...................................................................................................... 1

2 METODE KERJA ........................................................................................... 2

2.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan ............................................................... 2

2.2 Metode Kajian .......................................................................................... 2

3 KEADAAN UMUM PERUSAHAAN............................................................. 2

3.1 Sejarah ..................................................................................................... 2

3.2 Kegiatan ................................................................................................... 3

3.3 Kapasitas Produksi ................................................................................... 3

3.4 Struktur Organisasi dan Sumber Daya Manusia ........................................ 3

3.5 Visi dan Misi ............................................................................................ 4

3.6 Sarana dan Prasarana ................................................................................ 5

3.6.1 Sumber Air dan Listrik ................................................................... 5

3.6.2 Fasilitas Ruang Produksi dan Kantor/Ruang Administrasi............... 5

4 PROSES PRODUKSI ..................................................................................... 5

4.1 Penerimaan dan Penampungan Hewan Ternak .......................................... 6

4.2 Pemeriksaan Antemortem dan Karantina Hewan Ternak ........................... 6

4.3 Proses Penyembelihan/Pemotongan .......................................................... 6

4.4 Proses Pengulitan dan Pengeluaran Jeroan ................................................ 7

4.5 Pemeriksaan Postmortem .......................................................................... 7

4.6 Pemotongan Karkas dan Distribusi ........................................................... 8

5 PENERAPAN GOOD MANUFACTURING PRACTICES ............................... 8

5.1 Lokasi dan Lingkungan Pabrik ................................................................. 8

5.2 Bangunan dan Ruangan ............................................................................ 9

5.2.1 Desain dan Tata Letak .................................................................. 10

5.2.2 Konstruksi Lantai ......................................................................... 10

5.2.3 Konstruksi Dinding ....................................................................... 11

5.2.4 Konstruksi Atap ............................................................................ 12

5.2.5 Konstruksi Pintu ........................................................................... 13

5.2.6 Penerangan dan Fasilitas Pemadam Kebakaran ............................. 13

5.2.7 Konstruksi Ventilasi ..................................................................... 14

5.3 Kegiatan dan Fasilitas Sanitasi................................................................ 14

5.4 Sanitasi dan Kesehatan Karyawan .......................................................... 15

5.5 Peralatan Produksi .................................................................................. 16

5.6 Pengendalian Proses Produksi ................................................................ 18

5.6.1 Persyaratan dan Pengawasan Hewan Ternak ................................. 18

5.6.2 Pengawasan Proses Produksi ........................................................ 19

5.6.3 Pengawasan Produk Akhir ............................................................ 19

5.7 Pemeliharaan Sarana Pengolahan ............................................................ 19

Page 14: Penerapan Good Manufacturing Practices di UPTD Rumah Potong Hewan Kota Tasikmalaya

5.7.1 Perawatan dan Pembersihan Bangunan, Fasilitas, dan Peralatan .... 20

5.7.2 Pengendalian Hama ...................................................................... 20

5.7.3 Penanganan Limbah ...................................................................... 21

5.8 Dokumentasi .......................................................................................... 22

6 SIMPULAN DAN SARAN ........................................................................... 22

6.1 Simpulan ................................................................................................ 22

6.2 Saran ...................................................................................................... 23

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 24

DAFTAR GAMBAR

1 Akses langsung menuju RPH 9

2 Lingkungan UPTD RPH-PH Kota Tasikmalaya 9 3 Konstruksi lantai 11

4 Konstruksi dinding 12 5 Konstruksi atap 12

6 Konstruksi pintu masuk utama 13 7 Lampu penerangan ruang produksi 14

8 Konstruksi ventilasi 14 9 Seragam petugas penyembelih 16

10 Seragam petugas kebersihan 16 11 APD, pisau dan timbangan digital 17

12 ID scanner 17 13 Restraining box (MARK-4) 17

14 Scraddle 17 15 Gerobak pengangkut 18

16 Gantungan daging 18 17 Teralis besi pada saluran pembuangan 20

18 Bak penampungan limbah cair 21 19 Instalasi pengolahan pupuk 21

DAFTAR LAMPIRAN

1 Layout perusahaan 26

2 Daftar SOP 27 3 Struktur organisasi 28

4 Daftar pegawai UPTD RPH 29 5 SNI No. 3932 : 2008 tentang Mutu Karkas dan Daging Sapi 30

6 Surat keterangan kesehatan daging 31 7 Surat keterangan kesehatan hewan 32 8 Surat jalan ternak 33

9 Daftar istilah 34

Page 15: Penerapan Good Manufacturing Practices di UPTD Rumah Potong Hewan Kota Tasikmalaya

1

1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pangan adalah salah satu faktor penting dalam kehidupan manusia. Seiring

perkembangan zaman, kehidupan semakin modern sehingga pemenuhan

kebutuhan pangan sangatlah besar terutama pangan yang aman dan sehat. Pangan

aman adalah pangan yang terbebas dari kemungkinan adanya bahaya, baik karena

cemaran biologis, kimia dan benda lain yang dapat mengganggu, merugikan, dan

membahayakan kesehatan manusia. Dalam pemenuhan produk pangan yang

bernilai aman dan sehat perlu dilakukan penerapan Good Manufacturing

Practices (GMP) pada keseluruhan rangkaian proses produksi yang berlangsung.

Penerapan GMP dapat memecahkan masalah keamanan pangan yang saat ini

sedang mendapatkan perhatian penuh dari pemerintah.

Produk pangan yang dipasarkan harus terjamin mutunya dan aman untuk

dikonsumsi sehingga produk pangan tetap terjaga mutunya sampai konsumen.

Daging memiliki kandungan protein dan asam amino lengkap yang diperlukan

oleh tubuh. Selain protein, daging sapi juga kaya akan air, lemak, dan komponen

organik lainnya. Kandungan gizi yang baik di dalam daging ini sangat memenuhi

persyaratan untuk perkembangan mikroorganisme. Kontaminasi mikroorganisme

pada daging dapat terjadi pada saat proses pemotongan dan penanganan pasca

penyembelihan, serta pemakaian peralatan yang kurang higienis yang akan

memicu kerusakan atau kebusukan pada daging. Daging yang mengalami

kerusakan akibat kontaminasi mikroorganisme akan mengalami perubahan pada

bau, tekstur, rasa dan warna. Selain itu, kontaminasi mikroorganisme juga akan

menyebabkan daya simpan daging menurun, sehingga perlu adanya upaya

pengawasan mutu/kualitas daging baik dari segi proses maupun pre-treatment

penyembelihan hewan di Rumah Potong Hewan.

Rumah Potong Hewan Kota Tasikmalaya merupakan unit pelaksana teknis

yang memberikan jasa layanan pemotongan hewan. Berdasarkan standar dan

persyaratan yang tercantum dalam PERMENTAN No. 13 Tahun 2010 dan UUD

No. 18 Tahun 2009 Pasal 61 ayat 1 dan 62 ayat 1, Rumah Potong Hewan ini telah

menerapkan GMP meski dalam pelaksanaannya masih belum maksimal dan

masih banyak standar-standar operasional yang belum ditaati dan dilaksanakan

secara tertib. Sehingga perlu dilakukan evaluasi tingkat penerapan GMP pada

Rumah Potong Hewan Kota Tasikmalaya mencakup lokasi, bangunan, produk

akhir, peralatan pengolahan, bahan produksi, higiene personal, pengendalian

proses pengolahan, fasilitas sanitasi, label, keterangan produk, penyimpanan,

pemeliharaan sarana pengolahan, kegiatan sanitasi, laboratorium, kemasan dan

transportasi.

1.2 Tujuan

Tujuan dari kegiatan PKL ini adalah untuk mempelajari penerapan Good

Manufacturing Pratices di Rumah Potong Hewan Kota Tasikmalaya.

Page 16: Penerapan Good Manufacturing Practices di UPTD Rumah Potong Hewan Kota Tasikmalaya

2

2 METODE KERJA

2.1 Waktu dan Tempat Pelaksanaan

Praktik Kerja Lapangan ini dilaksanakan selama tiga bulan, mulai tanggal

18 Februari 2014 sampai dengan tanggal 17 Mei 2014. Praktik Kerja Lapangan ini

dilaksanakan di UPTD Rumah Potong Hewan dan Pasar Hewan Dinas Pertanian,

Perikanan dan Kehutanan Kota Tasikmalaya, Jawa Barat.

2.2 Metode Kajian

Metode kajian yang dilakukan dalam kegiatan Praktik Kerja Lapangan ini

adalah dengan menggunakan data primer dan sekunder, yang berupa:

a. Data Primer

Data kajian diperoleh dari hasil monitoring secara langsung

terhadap penerapan Good Manufacturing Practices (GMP) dan

pengumpulan data dari hasil wawancara terhadap karyawan dan pihak

berwenang di UPTD Rumah Potong Hewan dan Pasar Hewan Kota

Tasikmalaya tentang penerapan GMP pada proses pemotongan hewan

ternak.

b. Data Sekunder

Data ini diperoleh dari literatur yang diambil dari berbagai

sumber yang berhubungan dengan penerapan Good Manufacturing

Practices (GMP) di UPTD Rumah Potong Hewan dan Pasar Hewan

Kota Tasikmalaya.

3 KEADAAN UMUM PERUSAHAAN

3.1 Sejarah

Rumah potong hewan merupakan unit pelayanan masyarakat dalam

penyediaan daging yang aman, sehat, utuh, dan halal. Unit pelayanan ini berada

dibawah naungan Dinas Pertanian, Perikanan, dan Kehutanan Kota Tasikmalaya

yang dibangun untuk memenuhi standar UU No. 18 Tahun 2009 Pasal 61 ayat 1

dan 62 ayat 1. Rumah Potong Hewan yang berlokasi di Jln. Let. Jen. Ibrahim

Adjie Km. 7 Kampung Panoongan, Kelurahan Sukamaju Kaler, Kecamatan

Indihiang, Kota Tasikmalaya ini diresmikan sebagai unit pelaksana teknis dinas

rumah potong hewan pada tanggal 10 Februari 2011 oleh Walikota Tasikmalaya

Drs. H. Syarif Hidayat, MSi. Dengan memiliki motto “Bersih, Nyaman, Aman,

Sehat dan Higienis (Bernas)”. UPTD RPH Kota Tasikmalaya berkomitmen untuk

menjaga dan mempertahankan kualitas produk. UPTD Rumah Potong Hewan dan

Pasar Hewan Kota Tasikmalaya berfungsi sebagai sarana untuk melaksanakan :

1. Pemotongan hewan secara benar, sesuai dengan persyaratan kesehatan

masyarakat veteriner, kesejahteraan hewan dan syariah agama islam.

2. Pemeriksaan kesehatan hewan sebelum dipotong (antemortem inspection)

dan pemeriksaan karkas dan jeroan (postmortem inspection) untuk

mencegah penularan penyakit zoonotik ke manusia.

Page 17: Penerapan Good Manufacturing Practices di UPTD Rumah Potong Hewan Kota Tasikmalaya

3

3. Pemantauan dan surveilans penyakit hewan dan zoonotik yang ditemukan

pada pemeriksaan antemortem dan postmortem guna pencegahan,

pengendalian dan pemberantasan penyakit menular dan zoonotik di daerah

asal hewan.

4. Penyedia tempat transaksi jual beli antara pedagang/peternak dengan

pembeli/konsumen yang berlokasi strategis (berada di perlintasan jalur barat

dan timur Jawa Barat).

3.2 Kegiatan

Kegiatan yang dilakukan di UPTD Rumah Potong Hewan dan Pasar Hewan

Kota Tasikmalaya adalah berdasarkan Surat Keputusan Kepala Dinas Pertanian,

Perikanan dan Kehutanan Kota Tasikmalaya Nomor 001.2 Tahun 2013 tentang

Penetapan Standar Operasional Prosedur di UPTD Rumah Potong Hewan dan

Pasar Hewan Kota Tasikmalaya, terdiri dari 22 SOP yang digunakan sebagai

pedoman dalam pelaksanaan kegiatan proses produksi di UPTD Rumah Potong

Hewan agar kualitas dari mutu produk yang dihasilkan tetap terjaga. Standar

prosedur yang ditetapkan terlampir di Lampiran 1.

UPTD Rumah Potong Hewan dan Pasar Hewan Kota Tasikmalaya

merupakan dinas teknis yang memberikan pelayanan jasa pemotongan hewan

ternak. Hewan ternak yang biasanya dilakukan proses pemotongan di RPH-PH

Kota Tasikmalaya adalah Domba, Kambing dan Sapi. Usia hewan ternak

khususnya sapi dengan jenis Brahman Cross yang memenuhi syarat pemotongan

adalah 1.5 tahun sampai dengan 8 tahun dengan bobot lebih dari 500kg. Dalam

mempertahankan kualitas dari hasil proses pemotongan hewan, pada setiap tiga

bulan sekali UPTD RPH-PH Kota Tasikmalaya dilakukan audit eksternal oleh

SAI Global mengenai kesejahteraan hewan. Selain itu UPTD RPH-PH Kota

Tasikmalaya memiliki sertifikat HALAL dari MUI yang diperbaharui setiap dua

tahun. Sehingga selain dapat mempertahankan kualitas UPTD RPH-PH Kota

Tasikmalaya mendapatkan penghargaan tertinggi berupa piala Adi Bakti Tani dari

Kementrian Pertanian RI pada tahun 2013.

3.3 Kapasitas Produksi

Hari kerja dibagi menjadi dua macam. Kegiatan adiministrasi dilakukan

setiap hari Senin sampai dengan Jum’at dimulai pukul 07.30 WIB dan selesai

pukul 15.30 WIB dengan waktu istirahat pada pukul 12.00-13.00 WIB. Sementara

untuk proses pemotongan dilakukan setiap hari dimulai pukul 20.00 WIB dan

selesai 04.00 WIB (dini hari). Jumlah pemotongan sapi di UPTD RPH-PH rata-

rata 20ekor/hari. Pemotongan tersebut dapat meningkat pada waktu tertentu

seperti hari-hari besar keagamaan.

3.4 Struktur Organisasi dan Sumber Daya Manusia

Dalam memberikan pelayanan, UPTD Rumah Potong Hewan dan Pasar

Hewan Kota Tasikmalaya, dibantu oleh lima orang tenaga PNS, empat orang

petugas kebersihan, empat orang petugas keamanan dan lima orang petugas

keurmaster dari bidang peternakan. Struktur organisasi dan daftar SDM terlampir

Page 18: Penerapan Good Manufacturing Practices di UPTD Rumah Potong Hewan Kota Tasikmalaya

4

di Lampiran 2 dan 3. Berikut adalah fungsi dan tugas pelaksana struktur

organisasi di UPTD Rumah Potong Hewan dan Pasar Hewan Kota Tasikmalaya :

a. Kepala UPTD

Kepala UPTD (Unit Pelaksana Teknis Dinas) bertugas untuk memimpin

dan melaksanakan tugas kedinasan di bidang operasional pengelolaan Rumah

Potong Hewan dan Pasar Hewan dan ketatausahaan sesuai dengan prosedur

dan ketentuan yang berlaku dalam rangka optimalisasi pelayanan bidang

peternakan kepada masyarakat.

b. Sub Bagian Tata Usaha

Kepala Sub bagian tata usaha bertugas untuk memimpin dan

melaksanakan pelayanan administrasi, koordinasi dan pengendalian dalam

pelaksanaan kegiatan ketatausahaan yang meliputi pengelolaan kepegawaian,

keuangan, umum serta perencanaan, evaluasi dan pelaporan sesuai dengan

program kerja Unit Pelaksana Teknis Dinas (UPTD) Rumah Potong Hewan

dan Pasar Hewan dan ketentuan perundangan yang berlaku guna terwujudnya

pelayanan administratif yang cepat, tepat dan lancar.

c. Pelaksana Operasional

Pelaksana operasional adalah petugas yang menyiapkan bahan dan data

berkaitan dengan pemotongan hewan, mempelajari dan memahami peraturan

perundang-undangan dan ketentuan lainnya. Pelaksana RPH juga bertugas

sebagai pengelola instalasi RPH, memelihara fasilitas RPH, pengatur

pelaksanaan kegiatan instalasi RPH, melakukan pencatatan data para penjual

daging, sebagai bahan binaan dan pengawasan terhadap peredaran daging di

masyarakat. Selain itu pelaksana operasinal juga bertugas sebagai penganalisa

permasalahan terkait dengan pelaksaan tugasnya serta melaporkan hasil

pelaksanaan tugas dan melaksanakan tugas kedinasan lain sesuai perintah

atasan.

d. Kelompok Jabatan Fungsional

Dalam hal ini, kelompok jabatan fungsional bertugas untuk

melaksanakan tugas kebendaharaan meliputi penerimaan, penatausahaan,

pengeluaran dan pertanggungjawaban keuangan. Selain itu kelompok jabatan

fungsional ini melaksanakan penerimanaan, pencatatan, penyimpanan,

pendistribusian dan pengurusan barang, menyiapkan bahan dan mengolah data

administrasi umum, kepegawaian dan kerumahtanggaan.

3.5 Visi dan Misi

Visi UPTD RPH adalah terwujudnya pelayanan prima dalam penyediaan

produk hewani yang berkualitas dan higienis. Misi yang dilakukan untuk

mencapai visi tersebut adalah dengan memberikan pelayanan pemotongan hewan

secara profesional, memberikan jaminan produk hewani yang Aman, Sehat, Utuh,

dan Halal (ASUH), memberikan pelayanan pasar hewan yang aman dan nyaman.

Selain itu, UPTD RPH berusaha untuk melindungi masyarakat dan hewan ternak

melalui pengawasan lalu lintas ternak, menciptakan lingkungan yang bebas polusi

dengan penanganan limbah yang baik, dan meningkatkan kompetensi dan kinerja

sumber daya manusia.

Page 19: Penerapan Good Manufacturing Practices di UPTD Rumah Potong Hewan Kota Tasikmalaya

5

3.6 Sarana dan Prasarana

3.6.1 Sumber Air dan Listrik

Air merupakan unsur penting pada proses pemotongan hewan ternak di

Rumah Potong Hewan. Fungsi utama air di RPH adalah untuk pencucian

peralatan, sanitasi, pemandian dan air minum hewan ternak. Sumber air berasal

dari sumur buatan dengan kedalaman ±20 m dan PAM yang ditampung dalam

tower air yang kemudian dialirkan ke tangki penampungan dengan kapasitas 10

000 liter.

Sementara itu untuk sumber listrik yang digunakan di UPTD Rumah Potong

Hewan dan Pasar Hewan Kota Tasikmalaya berasal dari PLN dengan kapasitas

23000 watt untuk bagian RPH dan kandang penyimpanan. Untuk kapasitas listrik

di bagian kantor dan ruangan lainnya hanya berkapasitas 1300 watt. Selain itu

digunakan generator set sebagai alternatif jika pasokan listrik tidak mencukupi

untuk mencegah terganggunya proses produksi.

3.6.2 Fasilitas Ruang Produksi dan Kantor/Ruang Administrasi

Fasilitas bangunan ruang produksi di UPTD Rumah Potong Hewan terdiri

dari bangunan pra-proses pemotongan, proses pemotongan, pasca proses, dan

administrasi. Bagian-bagian bangunan ruang produksi di UPTD RPH terdiri dari

kandang penampungan ternak (kapasitas 120-150 ekor), kandang karantina, ruang

administrasi ternak potong, ruang pembersihan ternak, dan bangunan utama

rumah potong hewan yang terdiri dari ruang penyembelihan, ruang pengulitan dan

pengeluaran jeroan ternak, ruang pemeriksaan postmortem, ruang pemotongan

karkas dan pengecapan, ruang penimbangan karkas, ruang pelayuan, ruang

pengemasan, cold storage dan ruang perebusan jeroan.

Selain ruang tersebut UPTD RPH juga memiliki bangunan rumah dinas,

rumah jaga, kantor dan laboratorium, pasar hewan, pos jaga, bangunan pembuatan

kompos, mess pekerja (tiga unit), kamar mandi di lima lokasi dengan sepuluh wc,

kantin (satu unit), mushola, instalasi pengolahan air limbah, pelataran parkir,

ruang generator set, pagar keliling, kantor pos inseminasi buatan, ruang ganti

pakaian, kandang sapi betina produktif, loading dock dan peralatan produksi yang

digunakan untuk produksi seperti MARK-4, timbangan ternak digital, timbangan

karkas digital, pisau penyembelih dan kapak pemotong karkas. Sementara itu pada

sarana prasarana kantor, UPTD RPH memiliki meja kerja, kursi, meja rapat, meja

tamu, tempat tidur, lemari arsip dan peralatan pendukung seperti komputer dan

printer.

4 PROSES PRODUKSI

Proses produksi yang dilakukan di RPH Tasikmalaya terdiri dari proses

penerimaan dan penampungan hewan ternak, pemeriksaan antemortem dan

karantina hewan ternak, proses penyembelihan/pemotongan, proses pengulitan

dan pengeluaran jeroan, pemeriksaan postmortem, pemotongan karkas dan

distribusi. Tahapan proses ini dilakukan berdasarkan standar operasional yang

telah ditetapkan. Pada dasarnya tahapan proses produksi di RPH masih secara

manual dan tradisional, sehingga perlu pengawasan dalam pelaksanaannya.

Page 20: Penerapan Good Manufacturing Practices di UPTD Rumah Potong Hewan Kota Tasikmalaya

6

4.1 Penerimaan dan Penampungan Hewan Ternak

Hewan ternak yang akan dilakukan proses penyembelihan didatangkan dari

berbagai pemasok. Hewan ternak yang akan disembelih/dipotong didatangkan

oleh pemasok pada pagi hari. Hewan ternak yang baru datang di RPH akan

diturunkan dari alat angkut dengan hati-hati dan tidak membuat stres hewan.

Hewan ternak diturunkan di gerbang masuk hewan yang menuju ke kandang

penampungan. Pada proses penerimaan hewan ternak dilakukan proses

administrasi dan pemeriksaan surat-surat, seperti surat kesehatan hewan, surat

keterangan asal hewan, dan lainnya.

Setelah melakukan proses penerimaan secara administrasi, pemilik hewan

ternak menuju loading dock untuk menurunkan sapi yang telah memenuhi syarat

administrasi. Sapi diturunkan dari kendaraan melalui loading dock oleh petugas

kandang. Hewan ternak digiring menuju kandang menggunakan tongkat

penggiring. Hewan ternak yang sudah berada di kandang harus diberikan pakan

dan air minum setelah satu jam hewan memasuki kandang, petugas juga harus

memastikan ketersediaan pakan dan air di kandang.

4.2 Pemeriksaan Antemortem dan Karantina Hewan Ternak

Pemeriksaan antemortem terhadap hewan ternak bertujuan untuk mencegah

pemotongan hewan yang memiliki gejala klinis penyakit hewan yang menular dan

tanda-tanda menyimpang sehingga bisa mencegah kontaminasi terhadap petugas,

peralatan dan lingkungan. Selain itu pemeriksaan ini dilakukan untuk

mendapatkan informasi dan penelusuran penyakit di daerah asal ternak.

Pemeriksaan antemortem ini dilaksanakan oleh dokter hewan, paramedik atau

petugas kesehatan yang berada dibawah pengawasan dokter hewan.

Pemeriksaan antemortem ini dilakukan dengan mengamati gejala klinis

yang terdapat pada hewan ternak, seperti mengamati sikap dan kondisi hewan saat

berdiri serta memeriksa telinga, hidung, mulut, dan anus. Jika hewan ternak

tersebut dicurigai (terserang penyakit) atau diperlukan pemeriksaan lebih lanjut,

hewan dipisahkan dan dilakukan karantina di kandang karantina.

Hewan ternak yang dikarantina biasanya dilakukan pemeriksaan lebih

lanjut. Pemeriksaan ini dilakukan untuk menentukan tindak lanjut yang harus

dilakukan terhadap hewan ternak. Pemeriksaan tersebut berupa pemeriksaan status

gizi dan keakfitan hewan berdasarkan performance tubuh keseluruhan, keadaan

kulit dan bulu, pemeriksaan selaput lendir serta pemeriksaan mata dan telinga.

Jika hewan ternak tersebut terserang penyakit, hewan diberikan pengobatan dan

observasi. Setelah itu jika hewan telah dinyatakan sehat setelah pemeriksaan

kembali hewan diizinkan untuk dipotong (Junaidi 2011).

4.3 Proses Penyembelihan/Pemotongan

Pada proses penyembelihan/pemotongan ruang proses produksi dan

peralatan harus dalam kondisi bersih sebelum dilakukan proses

penyembelihan/pemotongan. Hewan ternak yang akan dipotong harus ditimbang

terlebih dahulu. Setelah ditimbang hewan harus dibersihkan terlebih dahulu

sebelum memasuki ruang pemotongan. Hal ini dilakukan agar tidak terjadi

Page 21: Penerapan Good Manufacturing Practices di UPTD Rumah Potong Hewan Kota Tasikmalaya

7

kontaminasi dari kotoran yang menempel di tubuh hewan ternak terhadap karkas,

daging, dan jeroan yang dihasilkan. Setelah dibersihkan hewan ternak digiring

dari kandang penampungan menuju loading di ruang pemotongan melalui gang

way.

Setelah hewan ternak memasuki loading di ruang pemotongan, hewan

digiring masuk kedalam restraining box dengan tipe MARK-4. Alat ini berfungsi

untuk menjatuhkan hewan ternak sebelum pemotongan dan meminimalisir rasa

sakit dan stres pada hewan yang akan dipotong. Restraining box digunakan karena

proses pemotongan hewan ternak tidak dilakukan proses pemingsanan sehingga

perlu alat bantu untuk menjatuhkan atau membaringkan hewan yang akan

dipotong. Di RPH sendiri proses stunning (pemingsanan) tidak dilakukan. Hal ini

bertujuan untuk mengoptimalkan pengeluaran darah dari hewan ternak yang

dipotong. Pengeluaran darah yang optimal dapat mencegah atau meminimalisir

terjadinya pembusukan yang cepat pada produk karkas dan daging.

Setelah hewan ternak masuk dalam restraining box, hewan ternak akan

direbahkan untuk proses penyembelihan. Hewan ternak yang telah direbahkan

(aman) segera dilakukan penyembelihan sesuai dengan syariat Islam yaitu

memotong bagian ventral leher dengan menggunakan pisau yang tajam sekali

tekan tanpa diangkat sehingga memutus saluran makan, nafas dan pembuluh

darah sekaligus. Proses selanjutnya dilakukan setelah hewan ternak benar-benar

mati dan pengeluaran darah sempurna ditandai dengan pengecekan kelopak mata,

jika sudah tidak ada reaksi maka hewan ternak sudah mati. Setelah hewan ternak

mati, leher dipotong dan kepala dipisahkan dari badan, kemudian kepala

digantung untuk dilakukan pemeriksaan selanjutnya (pemeriksaan postmortem).

4.4 Proses Pengulitan dan Pengeluaran Jeroan

Setelah disembelih hewan dipindahkan ke atas keranda/penyangga karkas

(scraddle) dan siap untuk proses pengkulitan. Pengulitan dilakukan bertahap,

diawali membuat irisan panjang pada kulit sepanjang garis dada dan bagian perut

dan kaki. Pengulitan harus dilakukan dengan hati-hati agar tidak terjadi kerusakan

pada kulit dan terbuangnya daging. Setelah proses pengulitan dilakukan proses

pengeluaran jeroan dari dalam rongga perut. Kemudian dilakukan pemisahan

antara jeroan merah (hati, jantung, paru-paru, tenggorokan, limpa, ginjal dan

lidah) dan jeroan hijau (lambung, usus, lemak dan esophagus).

4.5 Pemeriksaan Postmortem

Setelah hewan ternak melewati proses penyembelihan, hasil penyembelihan

(karkas, daging dan jeroan) harus dilakukan pemeriksaan postmortem.

Pemeriksaan postmortem pada karkas, daging dan jeroan bertujuan untuk

memberikan jaminan bahwa karkas, daging dan jeroan aman dan layak untuk

dikonsumsi. Pemeriksaan ini juga bertujuan untuk mencegah beredarnya

bagian/jaringan abnormal yang berasal dari hewan yang sakit, misalnya cacing

hati. Selain itu pemeriksaan postmortem untuk mendapatkan informasi sebagai

bahan penelusuran jika terjadi penyimpangan. Pemeriksaan ini dilakukan oleh

dokter hewan, keurmaster yang ditunjuk dan berada dibawah pengawasan dokter

hewan.

Page 22: Penerapan Good Manufacturing Practices di UPTD Rumah Potong Hewan Kota Tasikmalaya

8

Pemeriksaan postmortem tersebut meliputi pemeriksaan kepala, lidah,

trachea, paru, jantung, hati, alat pencernaan, ambing dan karkas. Setelah

dilakukan pemeriksaan, dokter hewan atau keurmaster akan memutuskan tindak

lanjut terhadap produk yang telah dilakukan pemeriksaan. Keputusan pemeriksaan

postmortem didasarkan terhadap hasil keseluruhan pemeriksaan dan organoleptik

(bau dan warna). Setelah itu produk akan diberi cap apabila pada karkas, daging

dan jeroan tidak ditemukan penyimpangan produk yang berupa karkas, daging

dan jeroan dan telah dinyatakan aman dan layak dikonsumsi (Junaidi 2011).

4.6 Pemotongan Karkas dan Distribusi

Proses pemotongan karkas dilakukan setelah karkas telah dinyatakan aman

dan layak untuk dikonsumsi. Karkas dibelah dua sepanjang tulang belakang

dengan kampak yang tajam. Setelah dilakukan proses pemotongan karkas, produk

karkas, daging dan jeroan yang telah aman dan layak dikonsumsi setelah

dilakukan pemeriksaan postmortem bisa langsung didistribusikan. Proses

distribusi terhadap karkas, daging dan jeroan dilakukan oleh pemasok. Pemasok

mendistribusikan langsung karkas, daging, dan jeroan ke beberapa pasar

tradisional yang berada di kawasan Tasikmalaya.

5 PENERAPAN GOOD MANUFACTURING PRACTICES

UPTD Rumah Potong Hewan dan Pasar Hewan Kota Tasikmalaya sebagai

jasa layanan pemotongan hewan berkembang dari tahun ke tahun meningkatkan

kualitas produk daging dengan memperhatikan sistem jaminan mutu secara terus

menerus. Penerapan GMP dalam sebuah industri bertujuan untuk

mengoptimalisasikan proses produksi dan meminimalisasikan bahaya yang dapat

muncul dalam produk, baik dari segi mikrobiologi, fisik, maupun kimia. Proses

produksi yang diterapkan di RPH Kota Tasikmalaya ini masih secara manual dan

tradisional, sehingga perlu dilakukan peningkatan sistem dalam proses produksi

dalam pelaksanaannya.

Penerapan GMP di UPTD RPH ini hanya meliputi lokasi dan lingkungan

pabrik, bangunan dan ruangan meliputi desain dan tata letak, konstruksi lantai,

konstruksi dinding, konstruksi atap, konstruksi pintu, penerangan dan fasilitas

pemadam kebakaran, konstruksi ventilasi. Evaluasi penerapan GMP juga meliputi

kegiatan dan fasilitas sanitasi, sanitasi dan kesehatan karyawan, peralatan

produksi, pengendalian proses produksi meliputi persyaratan dan pengawasan

hewan ternak, pengawasan proses produksi, pengawasan produk akhir,

pemeliharaan sarana pengolahan meliputi perawatan dan pembersihan bangunan,

fasilitas, dan peralatan, pengendalian hama, penanganan limbah serta

dokumentasi. Hal ini dikarenakan pada beberapa aspek seperti aspek

penyimpanan, laboratorium, kemasan dan transportasi masih belum tersedia.

5.1 Lokasi dan Lingkungan Pabrik

Lokasi dan lingkungan pabrik merupakan aspek yang harus diperhatikan

dalam menentukan tata letak perusahaan. Penempatan lokasi yang baik untuk

Page 23: Penerapan Good Manufacturing Practices di UPTD Rumah Potong Hewan Kota Tasikmalaya

9

sebuah industri pangan adalah berada di lokasi yang jauh dari daerah yang bisa

membahayakan kesehatan dan mencemari produk pangan. Selain itu, pabrik harus

berada di daerah yang tidak mudah tergenang air, bebas dari sarang hama, jauh

dari tempat pembuangan sampah atau limbah, dan permukiman penduduk.

Dalam aspek lokasi dan lingkungan UPTD RPH Kota Tasikmalaya yang

berlokasi di Jln. Let. Jen. Ibrahim Adjie km. 7 Kampung Panoongan, Kelurahan

Sukamaju Kaler, Kecamatan Indihiang, Kota Tasikmalaya telah memenuhi syarat,

seperti lokasi yang tidak berada di tengah sawah atau rawa karena memiliki akses

langsung dengan jalan raya sehingga memudahkan dalam proses penerimaan

hewan ternak maupun pengiriman produk daging karkas seperti yang terlihat pada

Gambar 1. Selain itu lingkungan UPTD RPH yang memiliki drainase yang baik

sehingga lokasi RPH tidak pernah terkena banjir walapun pada saat musim

penghujan seperti yang terlihat pada Gambar 2.

Gambar 1 Akses langsung menuju RPH

Gambar 2 Lingkungan UPTD RPH-PH Kota Tasikmalaya Sumber : Dokumentasi UPTD RPH-PH Kota Tasikmalaya

5.2 Bangunan dan Ruangan

Bangunan dan ruangan proses produksi sebaiknya dirancang memenuhi

persyaratan teknik dan higiene. Aspek ini harus disesuaikan dengan produk yang

dihasilkan maupun alur proses produksi sehingga bisa mempermudah dalam

kegiatan sanitasi, kegiatan pemeliharaan sehingga tidak terjadi kontaminasi silang

Page 24: Penerapan Good Manufacturing Practices di UPTD Rumah Potong Hewan Kota Tasikmalaya

10

di antara produk. Bangunan untuk ruang produksi yang digunakan UPTD RPH

dan Pasar Hewan memiliki bangunan yang kokoh dan terjaga dengan baik, hal ini

terlihat dari tidak adanya kerusakan yang terjadi pada bangunan yang bisa

membahayakan pekerja maupun terjadi kontaminasi produk. Dalam hal ini UPTD

RPH memiliki beberapa bangunan pokok yang menunjang proses produksi,

seperti kandang karantina, ruang produksi yang terdiri dari ruang pemotongan,

pengkulitan, pemotongan karkas dan pembersihan jeroan. Selain itu terdapat

beberapa bangunan pelengkap seperti kantor untuk proses administrasi, dan

pelayanan karyawan seperti kamar mandi, toilet, dan mess pekerja.

5.2.1 Desain dan Tata Letak

Kondisi bangunan ruang produksi dari segi desain dan tata letak telah sesuai

dengan persyaratan GMP, hal ini terlihat dari bangunan yang didesain agar mudah

dibersihkan dan dilakukan kegiatan sanitasi. Berdasarkan tata letak ruangan telah

diatur sesuai dengan urutan proses sehingga tidak menimbulkan lalu lintas kerja

yang bisa menimbulkan kontaminasi silang. Selain itu penataan ruang UPTD RPH

dinilai cukup baik karena tata letak ruangan di ruang produksi diatur berdasarkan

alur produksi sehingga bisa meminimalisir terjadi lalu lintas kerja yang simpang

siur, meski UPTD RPH masih belum menerapkan zona-zona yang boleh dan tidak

boleh dilewati pekerja sehingga proses produksi bisa optimal.

Desain dan tata letak di UPTD RPH sendiri dirancang berdasarkan urutan

proses, dari mulai gerbang masuk kendaraan pengangkut menuju proses

penerimaan hewan ternak. Loading dock pada proses penerimaan hewan

berdekatan dengan kandang penampungan dan kandang karantina sehingga hewan

yang diturunkan dari kendaraan pengangkut akan langsung menuju kandang

penampungan. Ruang produksi dengan kandang penampungan dihubungkan

dengan gang way. Di dalam ruang produksi terdapat ruang penyembelihan,

pengkulitan dan pengeluaran jeroan, pemeriksaan postmortem, pemotongan

karkas dan daging serta pelayuan. Kondisi tata letak berdasarkan syarat GMP

yang dimiliki oleh UPTD RPH bisa mengoptimalkan proses produksi di UPTD

RPH.

5.2.2 Konstruksi Lantai

Konstruksi lantai yang baik sesuai di ruang produksi adalah tidak adanya

sudut siku-siku yang terbentuk pada pertemuan antara lantai dan dinding. Lantai

ruang produksi harus berbentuk sudut di bagian tengah dan masing-masing ke bagian

pinggir kiri dan kanan dengan kemiringan 5-10O terhadap horizontal. Selain itu,

pertemuan antara dinding dan lantai tidak membentuk sudut mati dan kedap air

sehingga kotoran yang berbentuk padat mudah dibersihkan (Winarno 2004).

Kondisi lantai ruang produksi di UPTD RPH telah memenuhi syarat

penerapan GMP dengan menerapkan konstruksi lantai yang tidak memiliki sudut

siku-siku, sehingga bisa dengan mudah dibersihkan seperti yang terlihat pada

Gambar 3 tentang konstruksi lantai. UPTD RPH memiliki konstruksi lantai yang

datar, tidak licin dan mudah dibersihkan. Selain itu pada ruang produksi pada

bagian pemotongan hewan ternak konstruksi lantai ruang produksi sedikit miring

ke arah saluran pembuangan, hal ini dimaksudkan agar limbah darah dan air dari

proses pemotongan langsung mengalir ke saluran pembuangan sehingga lantai

ruang produksi tidak tergenang dan tetap bersih.

Page 25: Penerapan Good Manufacturing Practices di UPTD Rumah Potong Hewan Kota Tasikmalaya

11

Gambar 3 Konstruksi lantai Sumber : Dokumentasi UPTD RPH-PH Kota Tasikmalaya

5.2.3 Konstruksi Dinding

Konstruksi dinding di ruang produksi dirancang agar tahan lama dan mudah

dibersihkan dalam kegiatan sanitasi sehingga dinding bisa tetap dalam keadaan

bersih dan bisa melindungi produk dari kontaminasi. Bagian dinding sampai

ketinggian dua meter dari lantai harus dapat dicuci dan tahan terhadap bahan kimia

(Winarno, 2004). Penerapan konstruksi dinding di UPTD RPH dinilai baik karena

semua konstruksi dinding yang ada didalam ruangan produksi terbilang kokoh dan

dipasang keramik berwana putih dan terang serta terbuat dari bahan yang mudah

dibersihkan dan tahan air seperti yang terlihat pada Gambar 4. Pemilihan keramik

berwarna putih sebagai konstruksi dinding dimaksudkan untuk mempermudah

kegiatan sanitasi ruangan produksi sehingga kebersihan dinding pada ruangan

produksi tetap terjaga kebersihannya dan tidak menimbulkan kontaminasi

terhadap produk. Sehingga secara keseluruhan dari segi konstruksi dinding RPH

telah memenuhi syarat penerapan GMP.

Siku-siku pertemuan

dinding dan lantai

berbidang tumpul dan

kedap air

Page 26: Penerapan Good Manufacturing Practices di UPTD Rumah Potong Hewan Kota Tasikmalaya

12

Gambar 4 Konstruksi dinding

Sumber : Dokumentasi UPTD RPH-PH Kota Tasikmalaya

5.2.4 Konstruksi Atap

Kondisi atap ruang produksi UPTD RPH telah sesuai dengan penerapan

GMP dan dalam kondisi yang baik dan tidak bocor sehingga dapat melindungi

ruang produksi dan mencegah terjadinya pencemaran terhadap produk. Hal ini

karena konstruksi atap di ruang produksi UPTD RPH dirancang dengan

sedemikian rupa. Atap ruang produksi yang terbuat dari seng tertentu yang

dirancang agar kokoh dan dapat melindungi ruangan dengan baik. Selain itu

bahan atap memiliki ketahanan air yang tinggi sehingga tidak mudah bocor seperti

yang terlihat pada Gambar 5.

Konstruksi langit-langit pada ruang produksi tidak diterapkan, hal ini karena

langit-langit yang berada di ruang produksi digunakan untuk pemasangan rel-rel

pengait untuk memudahkan pemindahan daging dari suatu tahapan produksi ke

tahapan selanjutnya. Selain itu, tinggi konstruksi rel-rel pada ruang produksi

terhadap lantai produksi adalah sekitar dua meter sehingga masih bisa

menyebabkan hewan yang sedang mengalami tahapan proses pengkulitan dengan

cara digantung dan memiliki bobot yang besar bisa menyentuh lantai ruang

produksi. Pada dasarnya, hal ini tidak terlalu signifikan menyebabkan pencemaran

karena hanya ada sebagian hewan ternak saja yang memiliki bobot yang besar.

Selain itu konstruksi atap dibagian dalam dirancang sedemikian rupa dan

kerangka yang digunakan telah dilapisi dengan cat yang tidak mudah terkelupas.

Gambar 5 Konstruksi atap

Sumber : Dokumentasi UPTD RPH-PH Kota Tasikmalaya

Page 27: Penerapan Good Manufacturing Practices di UPTD Rumah Potong Hewan Kota Tasikmalaya

13

5.2.5 Konstruksi Pintu

Konstruksi pintu ruang produksi utama di UPTD RPH-PH Tasikmalaya

terbuat dari plat besi yang dilapisi dengan cat. Kontruksi pintu yang berada di

ruang produksi didesain berbentuk rolling door ke samping seperti yang terlihat

pada Gambar 6 mengenai konstruksi pintu. Sementara itu untuk menghubungkan

dari ruang ke ruang di ruang produksi tidak menggunakan pintu. Hal ini

dikarenakan untuk lebih memudahkan pekerja dalam pengangkutan produk

dengan menggunakan rel dan meminimalkan penggunaan ruang untuk pintu

sehingga lebih efisien. Selain itu, meskipun bagian-bagian ruang produksi

didesain tidak menggunakan pintu produk masih tetap aman dari kontaminasi.

Gambar 6 Konstruksi pintu masuk utama

Sumber : UPTD RPH-PH Kota Tasikmalaya

5.2.6 Penerangan dan Fasilitas Pemadam Kebakaran

Kondisi penerangan yang berada di ruang produksi atau tempat pemotongan

cukup dengan 4-6 buah lampu/ruangan dengan kapasitas daya listrik 20

watt/lampu yang ditempatkan di beberapa titik seperti yang terlihat pada Gambar

7. Hal ini dikarenakan proses produksi yang dilakukan di UPTD RPH-PH

Tasikmalaya adalah pada malam hari untuk mendukung berjalannya proses

produksi. Selain itu ruang produksi lainnya di UPTD RPH didukung dengan

penerangan yang baik sehingga kegiatan bisa berjalan lancar. Akan tetapi,

penerangan diruang produksi masih kurang cukup, perlu dilakukan pemasangan 2-

4 buah lampu untuk menerangi ruangan produksi dan dilakukan penggantian daya

listrik menjadi lebih tinggi. Hal ini dikarenakan standar penerangan ruang

produksi minimal 540 lux berdasarkan standar BPOM yang setara dengan watt,

sementara di ruang produksi RPH dibawah 540 lux dengan menggunakan 6 buah

lampu yang ditempatkan di beberapa titik ruang produksi. Pada aspek fasilitas

pemadam kebakaran di UPTD RPH Tasikmalaya telah tersedia alat pemadam

kebakaran seperti alat pemadam api ringan (APAR) sehingga bisa mencegah

menyebarnya api pada saat terjadi kebakaran diruang produksi.

Page 28: Penerapan Good Manufacturing Practices di UPTD Rumah Potong Hewan Kota Tasikmalaya

14

Gambar 7 Lampu penerangan ruang produksi Sumber : Dokumentasi UPTD RPH-PH Kota Tasikmalaya

5.2.7 Konstruksi Ventilasi

Kondisi ventilasi yang dirancang di UPTD RPH mampu mengatur

peredaran udara dengan baik sehingga udara didalam ruangan produksi tetap segar

dan tidak penat. Selain itu ventilasi tersebut berguna untuk menghilang bau, uap,

ataupun gas yang mengganggu didalam ruangan produksi dan pengatur suhu di

ruangan produksi seperti yang terlihat pada Gambar 8 dibawah ini. Selain

konstruksi ventilasi yang baik, pada saat proses produksi pintu-pintu yang berada

di ruangan produksi dibuka, sehingga udara bisa masuk kedalam ruangan

produksi.

Gambar 8 Konstruksi ventilasi Sumber : Dokumentasi UPTD RPH-PH Kota Tasikmalaya

5.3 Kegiatan dan Fasilitas Sanitasi

Sanitasi merupakan serangkaian proses yang dilakukan untuk menjaga

kebersihan baik ruang produksi maupun peralatan produksi yang digunakan.

Kegiatan ini bertujuan untuk mencegah terjadinya kontaminasi silang yang terjadi

terhadap produk baik secara fisik, kimia maupun mikrobiologi dari peralatan

produksi, ruangan maupun karyawan. Kegiatan sanitasi di UPTD RPH-PH

Tasikmalaya dilakukan setiap hari (setiap proses produksi). Kegiatan sanitasi

dilakukan sebelum dan sesudah proses produksi untuk bagian ruang produksi.

Selain itu kegiatan sanitasi juga dilakukan pada saat proses pemotongan

dilakukan. Hal ini dilakukan untuk mencegah banyaknya tercecer darah dari hasil

penyembelihan di lantai ruang produksi. Banyaknya ceceran darah di lantai ruang

Page 29: Penerapan Good Manufacturing Practices di UPTD Rumah Potong Hewan Kota Tasikmalaya

15

produksi bisa menyebabkan kecelakaan saat kerja seperti terpeleset karena lantai

licin. Hal ini bisa menghambat berjalannya proses produksi di RPH.

Sementara itu kegiatan sanitasi untuk fasilitas sanitasi seperti toilet ataupun

wc dilakukan dua tiga kali seminggu untuk sanitasi secara keseluruhan. Selain itu

untuk penggantian air pada bak di toilet dilakukan setiap hari. Fasilitas sanitasi

dalam proses produksi sangat diperlukan untuk menjaga agar bangunan dan

peralatan proses produksi selalu dalam keadaan bersih dan mencegah terjadinya

kontaminasi silang dari karyawan. Kondisi fasilitas di UPTD RPH cukup baik

dengan tersedianya air bersih yang mengalir melalui selang dan tersedianya toilet

yang digunakan untuk melakukan sanitasi. Air bersih tersebut digunakan untuk

pencucian peralatan produksi, mempermudah untuk mengalirkan darah hewan ke

saluran pembuangan, dan untuk kegiatan sanitasi ruangan. Fasilitas pendukung

dalam kegiatan sanitasi terdiri dari sabun pencuci tangan, sabun pencuci lantai dan

alat-alat kebersihan seperti pel, sapu, sikat, dan lain-lain. Fasilitas ini sangat

berguna untuk menjaga sanitasi area ruang produksi supaya tidak terjadi

kontaminasi silang terhadap produk.

5.4 Sanitasi dan Kesehatan Karyawan

Higiene karyawan sangatlah penting dalam suatu perusahaan khususnya

yang bergerak di bidang pangan. Dalam hal ini karyawan memiliki potensial yang

besar penyebab terjadinya kontaminasi silang terhadap produk baik dari segi fisik,

kimia, maupun mikrobiologi. Hal ini dikarenakan karyawan berkontak langsung

dengan produk pangan. Oleh karena itu perlu dilakukan pemeriksaan berkala

terhadap kesehatan karyawan dan kebersihan karyawan untuk meminimalisir

kontaminasi silang dari karyawan terhadap produk. Dalam menjaga kualitas

produk dan memperhatikan kesehatan karyawan, UPTD RPH memberikan

toleransi untuk tidak masuk bekerja jika karyawan sedang terserang penyakit

menular ataupun tidak menular, karyawan yang mengalami kecelakaan ringan

seperti kaki tertimpa kardus ataupun lainnya dan karena sebab-sebab tertentu. Jika

karyawan masih ingin tetap bekerja, karyawan diberikan pertolongan pertama

untuk mencegah kontaminasi terhadap produk. Oleh karena itu kotak P3K

disediakan di ruangan produksi untuk dipergunakan sebagai pertolongan pertama

oleh karyawan. Kotak P3K yang disediakan terdiri dari kassa perban, kapas, obat

merah, plester luka, alkohol, dan lain-lain.

Selain itu, selama proses produksi berjalan karyawan dihimbau untuk

menjaga sikap dan perilaku yang baik agar tidak terjadi human error. Karyawan

diwajibkan menggunakan alat pelindung diri seperti pakaian/seragam, wearpack,

apron dan sepatu boot (safety shoes) digunakan dengan benar di ruang produksi

seperti yang terlihat pada Gambar 9 dan 10 mengenai seragam pekerja.

Perlengkapan-perlengkapan alat pelindung diri tersebut telah disediakan oleh

UPTD RPH untuk mencegah dan meminimalisir terjadinya kecelakaan kerja dan

sakit akibat kerja. Selain dari perlengkapan tersebut, sikap saling menghargai

sangat diperlukan agar tidak terjadi kesalahpahaman antara pekerja yang bisa

menimbulkan perkelahian karena proses produksi yang dilakukan malam hari dan

peralatan yang berbahaya.

Page 30: Penerapan Good Manufacturing Practices di UPTD Rumah Potong Hewan Kota Tasikmalaya

16

Gambar 9 Seragam petugas penyembelih

Gambar 10 Seragam petugas kebersihan

Sumber : Dokumentasi UPTD RPH-PH Kota Tasikmalaya

5.5 Peralatan Produksi

Peralatan produksi merupakan salah satu aspek penting dalam sebuah proses

produksi. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 23/MEN.KES/SK/I/1978

tentang pedoman cara produksi yang baik untuk makanan, alat dan perlengkapan

yang digunakan untuk memproduksi makanan harus dibuat perencanaan yang

memenuhi persyaratan teknik dan higiene. Peralatan produksi digunakan sebagai

sarana untuk mempermudah atau mengefesiensikan kinerja dari pekerja/karyawan

produksi. Oleh karena itu perlu dilakukan pengawasan terhadap peralatan

produksi. Pengawasan terhadap peralatan produksi ini dilakukan agar peralatan

produksi dapat digunakan semestinya dan bisa mengoptimalkan hasil kerja dari

pekerja/karyawan produksi serta bisa menghasilkan produk dengan mutu yang

baik.

Page 31: Penerapan Good Manufacturing Practices di UPTD Rumah Potong Hewan Kota Tasikmalaya

17

Dalam proses produksi yang dilakukan di RPH. RPH Kota Tasikmalaya

menggunakan peralatan proses produksi seperti pisau dan pengasah pisau seperti

yang terlihat pada Gambar 11, restraining box (MARK-4) pada Gambar 13,

scraddle pada Gambar 14, roda/gerobak pengangkut daging seperti yang terlihat

pada Gambar 15, gantungan daging seperti yang terlihat pada Gambar 16, dan lain

lain. Peralatan ini harus dilakukan pengawasan agar dapat digunakan secara

optimal. Restraining box yang digunakan untuk menjatuhkan hewan ternak di

RPH masih bisa digunakan secara optimal. Pisau dan perlengkapan lain yang

digunakan pada proses produksi dalam kondisi baik dan dapat digunakan. Hanya

saja pada beberapa peralatan produksi lain kebersihannya masih kurang terjaga.

Hal ini perlu diperhatikan karena bisa menyebabkan kontaminasi silang.

Gambar 11 APD, pisau dan timbangan

digital

Gambar 12 ID scanner

Gambar 13 Restraining box (MARK-4)

Gambar 14 Scraddle

Sumber : Dokumentasi UPTD RPH-PH Kota Tasikmalaya

Page 32: Penerapan Good Manufacturing Practices di UPTD Rumah Potong Hewan Kota Tasikmalaya

18

Gambar 15 Gerobak pengangkut

Gambar 16 Gantungan daging

Sumber : Dokumentasi UPTD RPH-PH Kota Tasikmalaya

5.6 Pengendalian Proses Produksi

Pengendalian proses produksi dilakukan untuk mencegah atau

meminimalisir terjadinya resiko terhadap proses produksi yang bisa menimbulkan

bahaya pada setiap proses produksi. Pada aspek pengendalian proses produksi ini

UPTD RPH-PH Tasikmalaya melakukan pengawasan dan menetapkan

persyaratan mengenai kualitas dan kondisi hewan ternak dengan pemeriksaan

Antemortem pada hewan ternak dan Postmortem pada karkas dan jeroan serta

menerapkan program Animal Walfare berdasarkan UU No.18 Tahun 2009

Tentang Kesejahteraan Hewan dan SNI No. 3932 Tahun 2008 tentang mutu

karkas dan daging sapi. Dalam pengendalian proses produksi ini hal yang perlu

ditinjau adalah hewan ternak yang akan dipotong, karyawan, dan peralatan

produksi. Selain itu, pemeriksaan Antemortem dan Postmortem perlu ditinjau

dalam pelaksanaannya karena dapat mempengaruhi produk akhir dari proses

produksi yang dilakukan.

5.6.1 Persyaratan dan Pengawasan Hewan Ternak

Pengawasan terhadap hewan ternak sangat diperlukan agar kualitas daging

karkas yang dihasilkan. Persyaratan hewan ternak yang layak dipotong adalah

hewan ternak berusia 1.5-8 tahun, tidak sedang terserang penyakit, memiliki

bobot yang cukup (± 500kg untuk sapi). Kondisi hewan ternak yang akan

dipotong harus dalam keadaan tidak stres, hal ini karena jika hewan ternak

mengalami stres maka akan terjadi penurunan kualitas dari mutu karkas,

pengeluaran darah pada saat penyembelihan tidak maksimal sehingga daging

karkas akan mudah busuk.

Dalam pengawasan hewan ternak ini, sapi potong yang baru didatangkan

oleh pemasok, harus melewati proses karantina terlebih dahulu ± 12-24 jam

sebelum dilakukan proses penyembelihan. Hal ini dilakukan agar kondisi hewan

ternak yang akan dipotong tidak mengalami stres yang bisa menyebabkan

penurunan kualitas daging. Selain dilakukan pengawasan terhadap hewan ternak,

pengawasan juga perlu dilakukan dari segi administrasi dilihat dari kelengkapan

surat-surat yang dimiliki oleh pemasok. Surat-surat tersebut meliputi surat jalan

ternak dan surat keterangan kesehatan hewan. Selain surat tersebut, surat

Page 33: Penerapan Good Manufacturing Practices di UPTD Rumah Potong Hewan Kota Tasikmalaya

19

kelengkapan kendaraan dan identitas dari pembawa kendaraan pengangkut hewan

ternak juga perlu dilakukan pemeriksaan dan pengawasan. Hal ini dilakukan

untuk mempermudah telusur jika terjadi penyimpangan.

5.6.2 Pengawasan Proses Produksi

Pengawasan proses produksi dilakukan agar proses produksi dapat berjalan

dengan lancar sehingga bisa menghasilkan kualitas produk akhir yang baik.

Pengawasan proses produksi di UPTD RPH dilakukan oleh keurmaster.

Keurmaster bertugas sebagai pengawas atau supervisor yang memantau jalannya

proses produksi. Aspek pengawasan dilakukan terhadap hewan ternak yang akan

dipotong, karyawan, dan peralatan yang digunakan dalam proses produksi.

Pada aspek ini hewan ternak akan terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan

antemortem oleh keurmaster atau petugas pemeriksa kesehatan hewan, setelah

dinyatakan sehat hewan ternak akan dipotong oleh karyawan atau petugas

penyembelihan. Petugas penyembelihan yang bertugas harus dalam keadaan

sehat, dan mempunyai izin menyembelih dari MUI karena proses pemotongan

yang dilakukan berlandaskan kaidah islam, sehingga menghasilkan produk

dengan yang kehalalannya terjamin. Peralatan proses produksi harus dalam

keadaaan bersih, dan layak digunakan (pisau penyembelih tajam dan bersih).

Dengan pengawasan proses produksi ini UPTD RPH bisa meminimalisir atau

mencegah terjadinya penurunan mutu produk.

5.6.3 Pengawasan Produk Akhir

Dalam pengawasan produk akhir ini sangatlah penting. Hal ini karena

produk akhir akan dikonsumsi oleh konsumen. Jika terjadi penurunan mutu dan

terjadi kontaminasi atau pencemaran secara fisik, kimia, maupun mikrobiologi

akan sangat membahayakan kesehatan dari konsumen dan lebih fatal lagi bisa

menyebabkan kematian.

UPTD RPH melakukan pengawasan terhadap produk akhir yaitu daging

karkas dengan melakukan pemeriksaan postmortem yang meliputi pemeriksaan

jeroan, hati, warna daging, dan lainnya. Pemeriksaan ini dilakukan untuk

mengetahui apakah produk aman jika dikonsumsi. Pemeriksaan postmortem

sangat penting karena produk akhir (daging karkas) langsung didistribusikan ke

pasar-pasar tanpa dilakukan proses tambahan seperti pengemasan atau

penyimpanan terlebih dahulu. Pengawasan ini dilakukan untuk menjamin produk

yang dihasilkan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan berdasarkan SNI

3932:2008 tentang mutu karkas dan daging sapi.

5.7 Pemeliharaan Sarana Pengolahan

Pemeliharaan sarana pengolahan dilakukan untuk menjamin lingkungan

ruangan proses produksi terbebas dari cemaran fisik, kimia dan mikrobiologi.

Pemeliharaan ini dilakukan agar sarana pengolahan dapat digunakan dengan

optimal sehingga bisa menghasilkan produk dengan mutu yang baik.

Pemeliharaan sarana pengolahan ini meliputi perawatan bangunan, fasilitas dan

peralatan, kegiatan pembersihan dan sanitasi, serta pengendalian hama. Pada

aspek pemeliharaan sarana pengolahan di RPH masih dinilai kurang karena sarana

pengolahan dan peralatan produksi kurang terawat dan kinerja peralatan produksi

Page 34: Penerapan Good Manufacturing Practices di UPTD Rumah Potong Hewan Kota Tasikmalaya

20

masih belum optimal. Hal ini disebabkan oleh lemahnya maintanance terhadap

perawatan sarana pengolahan dan peralatan. Selain itu, jumlah karyawan (petugas

kebersihan) masih kurang untuk perawatan sarana pengolahan dan peralatan yang

ada.

5.7.1 Perawatan dan Pembersihan Bangunan, Fasilitas, dan Peralatan

Perawatan bangunan, fasilitas dan peralatan di UPTD RPH dilakukan setiap

hari oleh petugas kebersihan. Perawatan ini dilakukan agar kondisi UPTD RPH

selalu dalam keadaan terawat dengan baik sehingga bisa mengoptimalkan

keefektifan kegiatan sanitasi, peralatan produksi dapat berfungsi dengan baik

sesuai prosedur. Selain itu perawatan yang baik mampu meminimalisir atau

mencegah terjadinya kontaminasi dari bahan tercemar baik secara fisik, kimia

maupun mikrobiologi terhadap produk. Akan tetapi jumlah pegawai kebersihan

yang kurang memadai tidak bisa menjamin kebersihan dari keseluruhan

bangunan, sehingga ada beberapa sudut bangunan terlihat kurang bersih.

5.7.2 Pengendalian Hama

Pengendalian pest atau hama di dalam pabrik makan maupun minuman

sangatlah diperlukan. Hal ini dikarenakan kemungkinan adanya pest berupa

binatang pengerat maupun serangga sangatlah besar di dalam ruang produksi. Pest

adalah setiap organisme yang bersifat merusak atau mempunyai potensi merusak

terhadap tanaman, produk-produk tanaman, produk dan bahan pangan, ternak dan

manusia, atau suatu organisme yang mampu mengurangi ketersediaan, mutu atau

harga sumber pangan manusia (Koswara 2006). Upaya yang perlu dilakukan oleh

sebuah perusahaan atau instansi dalam mencegah dan mengendalikan hama adalah

dengan penggunaan insektisida, kawat ram pada ventilasi maupun perangkap.

RPH kota Tasikmalaya menggunakan kawat ram sebagai alat bantu untuk

mencegah dan mengendalikan hama. Kawat ram dipasang pada ventilasi agar

serangga dan binatang pengerat lainnya tidak bisa masuk ke ruang produksi.

Selain itu penggunaan teralis besi pada saluran pembuangan masih belum bisa

mencegah binatang pengerat seperti tikus masuk ke dalam ruang produksi seperti

yang terlihat pada Gambar 17 dibawah ini. Hal ini dikarenakan jarak teralis besi

masih terlalu besar sehingga ada kemungkinan hewan pengerat masih bisa masuk

ke dalam ruang produksi. Selain itu lubang dari saluran pembuangan di ruang

produksi tidak dipasang teralis besi sehingga hewan pengerat masih bisa

memasuki ruang produksi melalui lubang dari saluran pembuangan.

Gambar 17 Teralis besi pada saluran pembuangan

Sumber : Dokumentasi UPTD RPH-PH Kota Tasikmalaya

Page 35: Penerapan Good Manufacturing Practices di UPTD Rumah Potong Hewan Kota Tasikmalaya

21

5.7.3 Penanganan Limbah

Dalam memenuhi persyaratan GMP dalam aspek penanganan limbah

sebuah perusahaan harus memiliki sarana penyimpanan limbah sementara dan

pengolahan limbah sederhana sebelum dibuang ke lingkungan. Sarana ini perlu

dirancang dengan baik agar tidak menimbulkan kontaminasi terhadap bahan

pangan, air bersih, peralatan, dan bangunan di ruang produksi. UPTD RPH

menyediakan sarana pengolahan limbah yang diperuntukkan untuk dua jenis

limbah diantaranya limbah cair dan limbah padat.

Limbah cair yang dihasilkan dari proses produksi dialirkan ke saluran

pembuangan yang nantinya akan ditampung di bak penampungan limbah seperti

yang terlihat pada Gambar 18. Limbah cair yang tertampung di penampungan

dilakukan proses pengendapan limbah darah. Pengendapan limbah darah ini

bertujuan agar cairan limbah yang sudah terpisah dengan endapan darah bisa

dibuang ke lingkungan. Sementara itu, untuk limbah darah yang sudah

mengendap biasanya akan digunakan sebagai pakan ikan lele.

Pada penanganan limbah padat di UPTD RPH yang berupa kotoran ternak

yang dikumpulkan dari kandang penampungan. Setelah itu, kotoran ternak akan

diolah menjadi pupuk kandang. Limbah hasil proses produksi harus diolah dengan

baik karena limbah yang tidak diolah dengan baik bisa mencemari lingkungan dan

mengkontaminasi produk dan air bersih yang digunakan untuk proses produksi

seperti yang terlihat pada Gambar 19.

Gambar 18 Bak penampungan limbah cair

Gambar 19 Instalasi pengolahan pupuk

Sumber : Dokumentasi UPTD RPH-PH Kota Tasikmalaya

Page 36: Penerapan Good Manufacturing Practices di UPTD Rumah Potong Hewan Kota Tasikmalaya

22

5.8 Dokumentasi

Penyimpanan dokumen perusahaan maupun proses administrasi dilakukan

secara sistematis dan lengkap. Hal ini dilakukan untuk menjamin kualitas dari

produk, mempermudah penelusuran jika terjadi kesalahan distribusi atau kualitas

produk menurun. Selain itu sistem dokumentasi yang dilakukan di UPTD RPH ini

dilakukan sebagai alat untuk mengefektifan sistem pengawasan produk.

Dokumentasi di UPTD RPH sendiri terdiri dari beberapa dokumen dan rekaman.

Dokumen merupakan informasi yang berfungsi untuk memberikan suatu arahan,

pengelolaan maupun tata kerja. Dokumen-dokumen yang terdapat di UPTD RPH

adalah SOP (Standar Operasiona Prosedur) seperti yang tercantum pada Lampiran

4 dan instruksi kerja. Sementara rekaman merupakan bukti tertulis maupun tidak

bahwa suatu aktivitas telah dilakukan. Rekaman-rekaman tersebut berupa data

rekapitulasi dari surat keterangan kesehatan daging, surat keterangan kesehatan

hewan, surat pengantar ternak atau surat jalan ternak dan catatan lain yang

berhubungan dengan kegiatan di UPTD RPH. Dokumentasi tersebut diarsipkan

secara manual dalam buku besar yang dikelola oleh petugas administrasi.

6 SIMPULAN DAN SARAN

6.1 Simpulan

UPTD Rumah Potong Hewan dan Pasar Hewan Kota Tasikmalaya

merupakan unit jasa pemotongan hewan ternak. Hasil produksi UPTD Rumah

Potong Hewan adalah karkas, daging, jeroan, pupuk kandang. Proses produksi

yang dilakukan oleh UPTD Rumah Potong Hewan adalah proses penerimaan dan

penampungan hewan ternak, pemeriksaan antemortem dan karantina hewan

ternak, proses penyembelihan/pemotongan, proses pengulitan dan pengeluaran

jeroan, pemeriksaan postmortem, pemotongan karkas dan distribusi. Berdasarkan

hasil evaluasi dapat disimpulkan bahwa penerapan GMP di RPH secara

keseluruhan telah dilaksanakan dan diterapkan dengan baik, hanya dalam

beberapa aspek GMP masih perlu ditingkatkan seperti pada aspek pemeliharaan

sarana pengolahan dan peralatan produksi. Pada aspek ini RPH masih dinilai

kurang karena sarana pengolahan dan peralatan produksi kurang terawat dan

kinerja peralatan produksi tidak optimal disebabkan oleh lemahnya maintanance

terhadap perawatan sarana pengolahan dan peralatan. Selain itu, jumlah karyawan

(petugas kebersihan) masih kurang untuk perawatan sarana pengolahan dan

peralatan yang ada.

Pada aspek pengendalian proses dan higiene karyawan juga dinilai masih

kurang karena dalam hal ini petugas pemotong merupakan karyawan yang

ditugaskan oleh pemasok sehingga masih banyak karyawan yang belum bisa

menaati tata tertib di RPH sendiri. Hal ini terlihat dari kurang sadarnya kebersihan

pada saat melakukan proses pengkulitan sapi yang dilakukan di lantai ruang

produksi dan masih banyak beberapa pegawai yang tidak menggunakan seragam

dan perlengkapan lainnya seperti (wearpack, masker, sepatu boot, apron) pada

saat proses pemotongan sapi. Selain dari 2 aspek tersebut, aspek penerangan

ruang produksi masih dinilai cukup karena perlu dilakukan pemasangan 2-4 buah

lampu tambahan untuk menerangi ruangan produksi serta dilakukan penggantian

Page 37: Penerapan Good Manufacturing Practices di UPTD Rumah Potong Hewan Kota Tasikmalaya

23

kapasitas daya listrik dari lampu yang digunakan. Kemudian dari aspek

pengendalian hama juga dinilai cukup karena penggunaan teralis besi di saluran

pembuangan masih belum optimal. Hal ini dkarenakan jarak teralis besi masih

terlalu besar. Selain itu lubang dari saluran pembuangan di ruang produksi tidak

dipasang teralis besi sehingga hewan pengerat masih bisa memasuki ruang

produksi melalui lubang dari saluran pembuangan.

6.2 Saran

Penerapan GMP di UPTD Rumah Potong Hewan dan Pasar Hewan Kota

Tasikmalaya harus lebih ditingkatkan dengan cara mengevaluasi aspek-aspek

yang berkaitan dengan penerapan GMP seperti pada aspek pemeliharaan sarana

pengolahan dan peralatan produksi, pengendalian proses, higiene karyawan dan

konstruksi penerangan serta pengendalian hama. Hal ini karena masih kurangnya

kesadaran para pegawai terhadap sanitasi pribadi dan lingkungan. Selain itu

jumlah pegawai yang kurang memadai juga perlu diperhatikan agar kegiatan

sanitasi bisa berjalan dengan lancar.

Dari hasil pengamatan penerapan GMP di UPTD Rumah Potong Hewan dan

Pasar Hewan Kota Tasikmalaya, direkomendasikan untuk dilakukan audit internal

GMP setiap enam bulan sekali dan tetap mengadakan checklist GMP setiap bulan

secara teratur. Program ini sebaiknya disosialisasikan kepada seluruh karyawan

agar pelaksanaan GMP berjalan secara kontinyu.

Page 38: Penerapan Good Manufacturing Practices di UPTD Rumah Potong Hewan Kota Tasikmalaya

24

DAFTAR PUSTAKA

[BPOM] Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2003. Keputusan Kepala Badan

Pengawas Obat Dan Makanan Republik Indonesia Nomor : HK. 00.05.5.1639

tentang Panduan Pengolahan Pangan Yang Baik Bagi Industri Rumah

Tangga. Jakarta (ID): Badan Pengawas Obat dan Makanan RI.

[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 2008. SNI 3932:2008 tentang Mutu Karkas

dan Daging Sapi. Jakarta (ID): Badan Standardisasi Nasional.

Junaidi A. 2011. Pedoman Teknis Pemeriksaan Antemortem dan Posmortem.

Jakarta (ID) : Direktorat Kesehatan Masyarakat Veteriner dan Pasca Panen

Direktorat Jenderal Peternakan dan Pasca Panen Kementrian Pertanian.

Koswara S. 2006. Manajemen Pengendalian Hama Dalam Industri Pangan. E-

Book Pangan [Internet]. [diunduh 2 Mei 2014]: Tersedia pada

http://tekpan.unimus.ac.id/ wp-content/uploads/2013/07/ Manajemen -

Pengendalian-Hama-dalam-Industri-Pangan.pdf.

Maemunah S. 2013. Profil Unit Pelaksana Teknis Dinas Rumah Potong Hewan

dan Pasar Hewan Kota Tasikmalaya. Tasikmalaya (ID): RPH.

[MENKES] Menteri Kesehatan. 1978. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor

23/MEN.KES/SK/I/1978 tentang Pedoman Cara Produksi Yang Baik. Jakarta

(ID): Menteri Kesehatan RI.

[RPH] UPTD Rumah Potong Hewan dan Pasar Hewan Kota Tasikmalaya. 2011.

Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2010

tentang Persyaratan Rumah Potong Hewan Ruminansia dan Unit Penanganan

Daging (Meat Cutting Plant). Tasikmalaya (ID): RPH.

[RPH] UPTD Rumah Potong Hewan dan Pasar Hewan Kota Tasikmalaya. 2011.

Undang Undang Republik Indonesia No. 18 Tahun 2009 Tentang Peternakan

dan Kesehatan Hewan. Tasikmalaya (ID): RPH.

[RPH] UPTD Rumah Potong Hewan dan Pasar Hewan Kota Tasikmalaya. 2013.

Surat Keputusan Kepala Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kota

Tasikmalaya Nomor 001.2 Tahun 2013 tentang Penetapan Standar

Operasional Prosedur di UPTD Rumah Potong Hewan dan Pasar Hewan Kota

Tasikmalaya. Tasikmalaya (ID): RPH.

Winarno FG, Surono. 2004. GMP Cara Pengolahan Pangan Yang Baik. Bogor

(ID): M-BRIO PRESS.

Page 39: Penerapan Good Manufacturing Practices di UPTD Rumah Potong Hewan Kota Tasikmalaya

LAMPIRAN

Page 40: Penerapan Good Manufacturing Practices di UPTD Rumah Potong Hewan Kota Tasikmalaya

26

Lampiran 1 Layout perusahaan

Page 41: Penerapan Good Manufacturing Practices di UPTD Rumah Potong Hewan Kota Tasikmalaya

27

Lampiran 2 Daftar SOPa

BIDANG NOMOR SOP JUDUL SOP

Teknis/Operasional

12.7.2.1 /2013 Pelayanan Pemotongan Hewan Ternak

12.7.2.2 /2013 Pemeriksaan Antemortem

12.7.2.3 /2013 Pemeriksaan Postmortem

12.7.2.4 /2013 Pemeriksaan Hewan di luar RPH dan

Pasar Hewan

12.7.2.5 /2013 Penampungan Hewan

12.7.2.6 /2013 Pemotongan Hewan Ternak

12.7.2.7 /2013 Penyelesaian Penyembelihan

12.7.2.8 /2013 Pasar Hewan

Administrasi

12.7.2.9 /2013 Pembuatan Laporan Pemotongan

Hewan Lokal dan Impor

12.7.2.10 /2013 Pembuatan Laporan Lalu Lintas

Ternak

12.7.2.11 /2013 Pembuatan Laporan Harga Daging

12.7.2.12 /2013 Pengelolaan Retribusi Pemotongan

Hewan dan Pasar Hewan

12.7.2.13 /2013 Pembuatan DP3 untuk Kasubag TU

12.7.2.14 /2013 Pembuatan DP3 untuk Pelaksana

12.7.2.15 /2013 Pencatatan barang kedalam Buku

Inventaris Barang dan Kartu Inventaris

Barang

12.7.2.16 /2013 Pengelolaan Surat Keluar

12.7.2.17 /2013 Pengelolaan Surat Masuk

12.7.2.18 /2013 Penyusunan Rencana Program Kerja

12.7.2.19 /2013 Penyusunan Laporan Kinerja Program

Kegiatan UPTD Bulanan

12.7.2.20 /2013 Penanganan Pengaduan

12.7.2.21 /2013 Pengelolaan Sistem Kearsipan Aktif

dan Dokumen

12.7.2.22 /2013 Pelayanan Pemotongan Hewan Ternak

pada Hari Raya

aSumber : UPTD RPH-PH Kota Tasikmalaya

Page 42: Penerapan Good Manufacturing Practices di UPTD Rumah Potong Hewan Kota Tasikmalaya

28

Lampiran 3 Struktur organisasia

Struktur Organisasi

aSumber : UPTD RPH-PH Kota Tasikmalaya

Kepala Dinas Pertanian, Perikanan dan Kehutanan

Kelompok Jabatan Fungsional

Kepala UPTD RPH

Pelaksana Operasional

Petugas Administrasi

Petugas Laboratorium

Petugas Pemeriksa Kesehatan Hewan

Petugas Operasional dan Pemeliharaan IPAL

Petugas Operasional Pemotongan Hewan

Petugas Operasional Pasar Hewan

Petugas Penarik retribusi

Petugas Keamanan

Petugas Kebersihan

Sub Bagian Tata Usaha

Page 43: Penerapan Good Manufacturing Practices di UPTD Rumah Potong Hewan Kota Tasikmalaya

29

Lampiran 4 Daftar pegawai UPTD RPH

Tim Pengurus UPTDa

No. Nama Jabatan Pendidikan

1 drh. Siti Maemunah Kepala UPTD Dokter Hewan 2 Agus Fauzi, SPt Kepala Sub Bagiang TU Sarjana

3 Keson, SSt. Fungsional Umum Sarjana

4 Arif Rahman Hakim, SPt Fungsional Umum Sarjana

5 Asep Yadi Fungsional Umum Sarjana

6 Dadi Hermawan Petugas Kebersihan RPH SMK

7 Atep Uus Petugas Kebersihan RPH SMP

8 Endang Haris Petugas Kebersihan RPH SD

9 Herman Dzaeelani Petugas Kebersihan RPH SMP

10 Asep Somantri Petugas Keamanan RPH SMA

11 Dikdik K S Petugas Keamanan RPH SMA

12 Acep Petugas Keamanan RPH SMA

13 Hendi S Petugas Keamanan RPH SMA

14 Ahmad Ruhimat Keurmaster Sarjana

15 Cecep Kustiawan Keurmaster Sarjana

16 Agus Fauzi Keurmaster Sarjana

17 Hendayana Keurmaster Sarjana

18 Budi Setiawan Keurmaster Sarjana aSumber : UPTD RPH-PH Kota Tasikmalaya

Page 44: Penerapan Good Manufacturing Practices di UPTD Rumah Potong Hewan Kota Tasikmalaya

30

Lampiran 5 SNI No. 3932 : 2008 tentang Mutu Karkas dan Daging Sapia

Jenis Uji Persyaratan Mutu

I II III

Ketebalan

Lemak < 12 mm 13 mm - 22 mm > 22 mm

Konformasi cekung - agak

cekung rata – cembung sangat cembung

Warna skor 1-3 skor 4-6 skor 7-9

Perubahan

Warna

Bebas dari memar

dan freeze burn

Ada satu memar

atau freeze burn

dengan diameter

kurang dari 2 cm di

bagian selain

daerah prime cut

Ada satu memar

atau freeze burn

lebih dari 2 cm di

bagian selain

daerah prime cut

dan atau ada lebih

dari satu memar

dengan diameter

kurang dari 2 cm

selain pada prime

cut

Warna daging Merah terang

Skor 1-5

Merah kegelapan

Skor 6-7

Merah gelap

Skor 8-9

Warna lemak Putih

Skor 1-3

Putih Kekuningan

Skor 4-6

Kuning

Skor 7-9

Marbling skor 9-12 skor 5-8 skor 1-4

Tekstur Halus Sedang Kasar

Syarat mutu mikrobiologis daging sapia

Jenis Uji Satuan Persyaratan

Total Plate Count cfu/g maksimum 1x106

Coliform cfu/g maksimum 1x102

Staphylococcus aureus cfu/g maksimum 1x102

Salmonella sp per 25 g Negatif

Escherichia coli cfu/g maksimum 1x101

a Sumber : BSN (2008)

Page 45: Penerapan Good Manufacturing Practices di UPTD Rumah Potong Hewan Kota Tasikmalaya

31

Lampiran 6 Surat keterangan kesehatan daging

Page 46: Penerapan Good Manufacturing Practices di UPTD Rumah Potong Hewan Kota Tasikmalaya

32

Lampiran 7 Surat keterangan kesehatan hewan

Page 47: Penerapan Good Manufacturing Practices di UPTD Rumah Potong Hewan Kota Tasikmalaya

33

Lampiran 8 Surat jalan ternak

Page 48: Penerapan Good Manufacturing Practices di UPTD Rumah Potong Hewan Kota Tasikmalaya

34

Lampiran 9 Daftar istilah

No. Istilah Pengertian

1 Animal Walfare Program untuk kesejahteraan hewan

2 Antemortem inspection Pemantauan dan atau pemeriksaan hewan ternak

sebelum disembelih

3 Brahman Cross Sapi hasil persilangan dari sapi Brahman (asal

india) dengan sapi jenis Shorthorn, Santa

Gertrudis, Droughmaster yang berasal dari

daratan Amerika

4 Gang way Jalur atau jalan untuk hewan ternak menuju

ruang produksi

5 Karkas Bagian daging yang telah dipisahkan dari kulit,

kepala dan jeroan

6 Keurmaster Juru uji daging

7 Loading dock Gerbang masuknya hewan ternak ke kandang

8 Performance Penampilan keseluruhan tubuh

9 Postmortem inspection Pemantauan dan atau pemeriksaan hewan ternak

setelah disembelih

10 Pre-treatment Perlakuan sebelum proses produksi

11 Restraining box Tempat atau ruang penyembelihan hewan ternak

yang berfungsi untuk membantu menjatuhkan

hewan ternak.

12 UPTD Unit Pelaksana Teknis Dinas

13 Zoonotik Penyakit yang dapat ditularkan antara hewan

dan manusia

Page 49: Penerapan Good Manufacturing Practices di UPTD Rumah Potong Hewan Kota Tasikmalaya

35

RIWAYAT HIDUP

Zahra Ainnurkhalis lahir di Ciamis, 26 April 1993.

Penulis merupakan anak dari pasangan Bapak Rojak dan Ibu

Nining Garningsih. Penulis memiliki dua saudara laki-laki

yaitu Khairul Ridwan dan Zain Azizulhaq, dan satu saudara

perempuan yaitu Khaidar Aulia. Putri kedua dari empat

bersaudara ini bertempat tinggal di Jln. Panumbangan, Kp.

Golat Tonggoh RT 002 RW 005 Desa Golat Kecamatan

Panumbangan, Ciamis, Jawa Barat.

Penulis mengeyam pendidikan Taman kanak-kanak di

TK Cempaka Golat (1998-1999). Kemudian penulis melanjutkan Sekolah Dasar

di SD Negeri 1 Golat tahun 1999 hingga tahun 2005. Pendidikan Sekolah

Menengah Pertama dilanjutkan oleh penulis di SMP Negeri 1 Panumbangan

(2005-2008). Pada tahun 2011, penulis berhasil menyelesaikan pendidikan

Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 1 Cihaurbeuti. Selepas SMA, penulis

melanjutkan studi ke Program Keahlian Supervisor Jaminan Mutu Pangan

Direktorat Program Diploma Institut Pertanian Bogor. Selama masa perkuliahan,

penulis yang merupakan Anggota MIPRO Mahasiswa Pangan dan Gizi tahun

angkatan 2011-2012.