Pendidikan Islam & Pengembangan Sumber Daya Manusia Dalam Menghadapi Era Globalisasi
Post on 30-Jul-2015
1037 Views
Preview:
Transcript
Kapita Selekta Pendidikan Islam
PENDIDIKAN ISLAM DAN PENGEMBANGAN SUMBER DAYA MANUSIA
DALAM MENGHADAPI ERA GLOBALISASI
Dosen Pembimbing:
A. Mahsuri, M. Pd. I
Di susun oleh:
Arif Rahman0821019
FAKULTAS TARBIYAH JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI RADEN FATAH PALEMBANG
2010
1
Kapita Selekta Pendidikan Islam
A. Pendahuluan
Pendidikan merupakan interaksi antara manusia dengan lingkungannya termasuk
lingkungan alam dan lingkungan manusi. Di dalam intearksi tersebut manusia bukan
hanya hasil interaksi dengan alamnya dan dengan sesama manusia, melainkan hasil
pegembangan potensi manusia secara optimal sesuai dengan suatu ruangan yang terbuka
bagi pengembangan inovasi dan kreativitas. Pendidikan Islam diharapkan dapat lebih
berkembang sehingga lembaga pendidikan Islam memiliki daya tarik tersediri, karena
lebih berdimensi keluar dan global.
Proses peningakatan kualitas sumber daya manusia memerlukan berbagai
prasyarat di dalam pelaksanaannya, antara lain lingkungan kehidupan manusia hendaknya
memberikan kesempatan kepada perkembangan peserta didik untuk berkembang sesuai
dengan potensi yang ada padanya. Pendidikan Islam, dalam pertumbuhan spiritual dan
moral akan mampu menolong individu menguatkan iman, akidah, dan pengenalan
terhadap Allah SWT, melalui hukum, moral dan ajaran agama, dengan demikian peserta
didik dalam melaksnakan tuntunan iman kepada Allah SWT dan pemahaman yang
mendalam terhadap ajaran agama dan nilainya dalam kehidupan pada tingkah lakunya,
dan hubungannya dengan Allah SWT dengan sesama manusia dan seluruh makhluk, akan
mempertegas pentingnya pendidikan akhlak dan spiritualitas dalam menyongsong
globalisasi.
Di era persaingan global ini, trend pendidikan mengalami pergeseran orientasi
yang menempatkan pembangunan manusia seutuhnya melalui pendidikan dan latihan
dengan beragam jenis, jenjang, sifat dan bentuknya. Pendidikan manusia Indonesia
seutuhnya diidealisasikan menjadi titik puncak tercapainya pendidikan nasional yang
sampai saat ini menjadi dambaan bangsa Indonesia. Sosok pribadi yang diidolakan belum
juga dihasilkan, maka lembaga pendidikan dijadikan ekspektasi alternatif, sebagai
instrumen utama proses kemanusiaan dan pemanusiaan, yaitu menghargai dan memberi
kebebasan untuk berpendapat dan berekspresi. Penghargaan yang demikian adalah benih
yang mulai tumbuh, dan sebagai sebuah proses kebebasan terus-menerus diperjuangkan
(Mahmud ed., 2005: 256). Bagaimana mungkin bisa menjadi manusia yang
sesungguhnya, kalau dalam realitasnya memang pendidikan Islam sebagai subsistem
2
Kapita Selekta Pendidikan Islam
dinilai masih kering dari aspek pedagogis, dan lebih mekanistik dalam menjalankan
fungsinya sehingga terkesan hanya akan melahirkan peserta didik yang ”kerdil” karena
tidak memiliki dunianya sendiri. Menurut Ma’arif (2007: 105) konsep pendidikan telah
dipaksa untuk menuruti konsep development-kapitalis yang terelaborasi sedemikian rupa,
demi memenuhi kebutuhan industrialisasi, sehingga pendidikan yang seharusnya menjadi
media pemberdayaan malah menjadi sarana pembodohan yang sistematis, penciptaan
robot-robot intelektual yang terprogram secara marathon dan monoton.
Pendidikan Islam dewasa ini, benar-benar telah menjadi salah satu wilayah yang
banyak mengeluarkan biaya. Pendidikan yang pada hakekatnya adalah untuk semua
(education for all), sebagai hak individu warga negara dan juga warga dunia memiliki
hak memperoleh pendidikan secara adil. Ternyata, hal yang semestinya merupakan hak
tersebut kini tergantikan oleh pendidikan sebagai barang dagangan. Pendidikan menjadi
ritus masyarakat yang membodohkan. Bahkan pendidikan menjadi penyebab terjadinya
ketidak adilan, karena masyarakat yang mampu sekolah adalah golongan elite yang kaya
sedangkan mereka yang tidak mampu sekolah adalah masyarakat miskin.
Di sisi lain, menurut Fadjar (dalam Rahardjo, 2006: 11) kurang tertariknya
masyarakat untuk memilih lembaga-lembaga pendidikan Islam sebenarnya bukan kerena
telah terjadi pergeseran nilai atau ikatan keagamaannya yang mulai memudar, melainkan
karena sebagian besar lembaga pendidikan Islam yang ada kurang menjanjikan masa
depan dan kurang responsif terhadap tuntutan dan permintaan saat ini maupun
mendatang. Padahal, paling tidak ada tiga hal yang menjadi pertimbangan masyarakat
dalam memilih lembaga pendidikan, yaitu nilai (agama), status sosial dan cita-cita.
Masyarakat yang terpelajar akan semakin beragam pertimbangannya dalam
memilih pendidikan bagi anak-anaknya. Fenomena seperti diuraikan di atas, dalam
memilih lembaga pendidikan untuk menyekolahkan anak-anak mereka pun sudah sangat
rasional dan mempertimbangkan prospektif ke depan. Mereka yang berpeluang memilih,
akan menentukan pilihan kepada lembaga pendidikan yang dipandangnya ideal. Lembaga
pendidikan yang dipandang ideal itu adalah lembaga yang mampu mengembangkan
potensi spiritual dan akhlak para peserta didik, yang mampu mengembangkan aspek
intelektual, yang biasanya diukur dari perolehan NEM, dan lembaga pendidikan yang
mampu mengembangkan potensi sosial maupun keterampilan peserta didiknya. Lembaga
3
Kapita Selekta Pendidikan Islam
yang bertipe ideal itu biasanya diperebutkan orang, sehingga biayanyapun menjadi
mahal, mengikuti hokum pasar, yakni supply and demand.
Tuntutan masyarakat seperti itu telah direspons banyak pihak, tidak terkecuali
oleh lembaga pendidikan keagamaan, di antaranya lembaga pendidikan Islam dengan
memunculkan lembaga pendidikan integratif, atau sekolah/ madrasah terpadu, sekolah/
madrasah model, atau bentuk-bentuk sekolah/madrasah unggulan lain, yang
mengedepankan kualitas (Suprayogo, 2007: 56). Dengan menggunakan term integratif
diharapkan para lulusannya meraih kedewasaan kepribadian secara utuh, yaitu dewasa
spiritual, dewasa intelektual, dewasa sosial, dan dewasa kecakapan hidupnya.
Dengan memperhatikan realitas di atas, maka substansi persoalannya adalah tugas
pendidikan tidak mengalami pergeseran nilai, yaitu mencerdaskan peserta didik,
sedangkan biaya tidak dapat dijadikan ukuran pendidikan itu berkualitas atau tidak.
Gagasan adanya pendidikan murah demi tercapainya pemerataan pendidikan adalah
gagasan yang berpihak pada masyarakat tidak mampu agar mengenyam pendidikan yang
berkualitas. Sedangkan peran ganda pendidikan adalah (1) Pendidikan berfungsi untuk
membina kemanusiaan (human being), berarti pendidikan pada akhirnya untuk
mengembangkan seluruh pribadi manusia, termasuk mempersiapkan manusia sebagai
anggota masyarakatnya, warga negara yang baik, dan rasa persatuan; (2) Pendidikan
berfungsi sebagai pengembangan sumber daya manusia (human resources), yaitu
mengembangkan kemampuannya memasuki era kehidupan baru.
Berdasarkan latar belakang persoalan di atas, akan dibahas persoalan yang
dihadapi pendidikan Islam dan upaya pemberdayaan lembaga pendidikan Islam untuk
mempersiapkan sumber daya manusia yang unggul dalam menghadapi tantangan
zamannya.
B. Sumber daya manusia
1. Sumber daya manusia (sdm) yang berkualitas
a. Pengertian Sumber Daya Manusia
4
Kapita Selekta Pendidikan Islam
Manusia adalah makhluk yang diciptakan Allah paling sempurna dengan struktur
jasmaniah dan rohaniah terbaik di antara makhluk lainnya. Muzayyin Arifin mengatakan
bahwa dalam struktur jasmaniah dan rohaniah itu Allah memberikan seperangkat
kemampuan dasar yang memiliki kecenderungan berkembang yang menurut aliran
psikologi behaviorisme disebut pre potence reflex (kemampuan dasar yang secara
otomatis berkembang). (Arifin, 1993: 88)
Kemampuan dasar tersebut kemudian dikenal dengan istilah sumber daya manusia
atau disingkat dengan SDM. Sumber Daya Manusia (SDM) secara konseptual
memandang manusia sebagai suatu kesatuan jasmani dan rohani. Oleh sebab itu, kualitas
SDM yang dimiliki oleh suatu bangsa dapat dilihat sebagai sinergistik antara kualitas
rohani dan jasmani yang dimiliki oleh individu dari warga bangsa yang bersangkutan.
Kualitas jasmani dan rohani tersebut oleh Emil Salim, seperti dikutip oleh Anggan
Suhandana, disebut sebagai kualitas fisik dan non fisik. Lebih lanjut, wujud kualitas fisik
ditampakkan oleh postur tubuh, kekuatan, daya tahan, kesehatan, dan kesegaran jasmani.
Dari sudut pandang ilmu pendidikan, kualitas non fisik manusia mencakup ranah
(domain) kognitif, afektif, dan psikomotorik. Kualitas ranah kognitif digambarkan oleh
tingkat kecerdasan individu, sedangkan kualitas ranah afektif digambarkan oleh kadar
keimanan, budi pekerti, integritas kepribadian, serta ciri-ciri kemandirian lainnya.
Sementara itu, kualitas ranah psikomotorik dicerminkan oleh tingkat keterampilan,
produktivitas, dan kecakapan mendayagunakan peluang berinovasi. (Suhandana,, 1997:
151)
Sebenarnya tiga kata yang terdapat dalam istilah sumber daya manusia, yaitu:
sumber, daya, dan manusia, tak ada satupun yang sulit untuk dipahami. Ketiga kata itu
tentu mempunyai arti dan dengan mudah dapat dipahami artinya. Secara sederhana dapat
didefinisikan sebagai daya yang bersumber dari manusia. Daya ini dapat pula disebut
kemampuan, tenaga, energi, atau kekuatan (power). ( Zainun, 1993: 57)
Walaupun demikian, istilah sumber daya manusia telah didefinisikanbermacam-macam
oleh para pakar pendidikan maupun psikologi. Diantaranya ialahapa yang telah
diutarakan oleh Yusuf Suit yang mengatakan bahwa yang dimaksud dengan sumber daya
manusia adalah .kekuatan daya pikir dan berkarya manusia yang masih tersimpan dalam
5
Kapita Selekta Pendidikan Islam
dirinya yang perlu dibina dan digali serta dikembangkan untuk dimanfaatkan sebaik-
baiknya bagi kesejahteraan kehidupan manusia. (Yusuf , 1996: 35)
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, sumber daya manusia diartikan sebagai
.potensi manusia yang dapat dikembangkan untuk proses produksi.(Depdikbud, 1999: 973)
Sedangkan dalam Kamus Webster, yang dimaksud sumber daya manusia ialah .alat atau
kekayaan yang tersedia (available means), kemampuan atau bahan untuk menyelesaikan
masalah atau persoalan.. Definisi dari dua kamus di atas diperkuat oleh pernyataan
Deacon dan Malock dalam Gross Crandall dan Knol (1973) yang mendefinisikan sumber
daya manusia sebagai .alat atau bahan yang tersedia dan diketahui potensinya untuk
memenuhi keinginan..
Gunawan A. Wardhana sebagaimana yang dikutip oleh A.S. Munandar sepenggal
kalimat kutipan dari Harbison menyatakan bahwa sumber daya manusia mencakup semua
energi, keterampilan, bakat, dan pengetahuan manusia yang dipergunakan secara
potensial dapat atau harus dipergunakan untuk tujuan produksi dan jasa-jasa yang
bermanfaat.
Dari beberapa definisi di atas dapat diambil kesimpulan bahwa yang dimaksud
dengan sumber daya manusia itu adalah tenaga atau kekuatan/kemampuan yang dimiliki
oleh seseorang berupa daya pikir, daya cipta, karsa dan karya yang masih tersimpan
dalam dirinya sebagai energi potensial yang siap dikembangkan menjadi daya-daya
berguna sesuai dengan keinginan manusia itu sendiri.
b. Karakteristik Sumber Daya Manusia (SDM) yang Berkualitas
Era globalisasi yang ditandai dengan transparansi di segala bidang kehidupan,
telah menuntut SDM berkualitas yang memiliki seperangkat pengetahuan dan
keterampilan yang memadai yang diimbangi dengan nilai-nilai tertentu sesuai dengan
karakter dunia baru. Yaitu dunia tanpa batas (borderless world) yang berarti komunikasi
antar manusia menjadi begitu mudah, begitu cepat, dan begitu intensif sehingga batas-
batas ruang menjadi sirna. Adapun nilai-nilai tersebut antara lain; profesionalisme,
kompetitif, efektif dan efisien dalam tata kerja, sehingga fungsi pendidikan tidak sekadar
sebagai .agent of knowledge. akan tetapi harus mampu mengakomodir pengalaman,
keterampilan dan nilai-nilai globalisasi dalam satu paket pendidikan.8 Dengan demikian
6
Kapita Selekta Pendidikan Islam
orientasi pendidikan harus terkait dan sepadan .link and match. dengan kebutuhan
masyarakat yang terus berkembang dengan berbagai sektor kebutuhan, terutama dunia
industri dan dunia usaha. Sehingga perlu adanya pandangan baru tentang manusia
berkualitas dalam pendidikan di abad globalisasi ini.( Zainal Arifin: 76)
Untuk itu, maka para pakar khususnya futurolog pendidikan telah menyusun
berbagai skenario mengenai karakteristik manusia atau masyarakat abad 21, salah satunya
sebagaimana pendapat Robert Reich yang dikutip oleh Prof. Dr. Mastuhu, M.Ed.,
mengemukakan bahwa manusia berkualitas yang cerdas itu memiliki ciri-ciri antara lain:
a. Added Values (memiliki nilai tambah, keahlian, profesionalisme)
b. Abstraction System Thinking (mampu berpikir rasional, mengabstraksikan
c. suatu persoalan secara sistematis melalui pendekatan ilmiah objektif)
d. Experimentation and Test (mampu berpikir di balik data-data dengan melihat
e. dari berbagai sudut)
f. Collaboration (mampu bekerja sama, bersinergi).
Gambaran di atas jelas merupakan suatu karakteristik nilai-nilai mentalitas yang
harus tampak pada profil dan penampilan (performance) sumber daya manusia (SDM)
abad 21.
Dalam tingkat tertentu gambaran rumusan di atas relevan dengan ciri manusia
modern seperti dirumuskan oleh Alex Inkeles sebagaimana dikutip oleh Syahrin Harahap,
yaitu: kecenderungan menerima gagasan-gagasan baru, kesediaan menyatakan pendapat,
kepekaan pada waktu dan lebih mementingkan waktu kini dan mendatang ketimbang
waktu yang telah lalu, rasa ketepatan waktu lebih baik, keprihatinan yang lebih besar
untuk merencanakan organisasi dan efisiensi, menghargai kekuatan ilmu dan teknologi
serta keyakinan bahwa keadilan bias ditegakkan.
Nanang Fattah menyebutkan bahwa SDM terdiri dari dua dimensi, yaitu dimensi
kualitatif dan dimensi kuantitatif. Dimensi kualitatif mencakup berbagai potensi yang
terkandung pada setiap manusia, antara lain pikiran (ide), pengetahuan, sikap, dan
keterampilan yang memberi pengaruh terhadap kapasitas kemampuan manusia untuk
melaksanakan pekerjaan yang produktif sedangkan dimensi kuantitatif adalah terdiri atas
prestasi dunia kerja yang memasuki dunia kerja dalam jumlah waktu belajar. Jika
7
Kapita Selekta Pendidikan Islam
pengeluaran untuk meningkatkan kualitas SDM ditingkatkan, nilai produktifitas dari
SDM tersebut akan menghasilkan nilai balik (rate of return) yang positif. (Fatah, 2000: 6)
Tinggi rendahnya kualitas SDM antara lain ditandai dengan adanya unsure
kreatifitas dan produktifitas yang direalisasikan dengan hasil kerja atau kinerja yang baik
secara perorangan atau kelompok. Permasalahan ini akan dapat diatasi apabila SDM
mampu menampilkan hasil kerja produktif secara rasional dan memiliki pengetahuan,
keterampilan, dan kemampuan yang umumnya dapat diperoleh melalui pendidikan.
Dengan demikian, pendidikan merupakan salah satu solusi untuk meningkatkan kualitas
SDM.12
2. Pengembangan Sumber Daya Manusia
Investasi pengembangan sumber daya manusia selalu berjangka panjang. Program
pengembangan jangka panjang ini mempersiapkan manusia terdidik yang memiliki ilmu
pengetahuan dan mempunyai kualitas yang tinggi, yaitu manusia yang berkaliber nasional
dan internasional. Adanya gejala pengangguran manusia terdidik dewasa ini perlu
mendapatkan perhatian serius. Misalnya, perlu dilakukan peninjauan ulang terhadap isi
dan arah kurikulum pendidikan yang tidak sejalan dengan kebutuhan pembangunan. Perlu
pengembangan paradigma pendidikan yang memposisikan individu yang mandiri,
pembelajar, dan mengupayakan pengembangan serta pemberdayaan potensi untuk
menjadikan dirinya sebagai.
Upaya peninjauan kurikulum harus dibarengi dengan perubahan perilaku pendidik
selama ini yang lebih menekankan adanya penindasan terhadap peserta didik. Punishment
lebih didahulukan dan dikembangkan dari pada reward dan pemberian apresiasi. Padahal
pendidikan yang ideal dan dapat mengembangkan potensi diri agar mandiri adalah
pendidikan yang mengedepankan reward dan apresiasi kepada peserta didik dari pada
punishment dan penindasan yang justru mengerdilkan jiwa peserta didik, membuatnya
tidak kreatif dan tidak mandiri.
Ketahanan suatu masyarakat ditentukan oleh tiga unsur ialah sumber daya
alamnya, sumberdaya manusianya yang berkualitas, dan sumber daya kebudayaan dan
kesejarahannya (Tilaar, 2002: 60). Hanya anggota masyarakat yang berbudaya, yaitu
yang mempunyai kebanggaan terhadap masyarakat dan budayanya, akan menjadi unsur
sumber daya manusia yang produktif di dalam era globalisasi.
8
Kapita Selekta Pendidikan Islam
Manusia yang tidak berbudaya akan tenggelam dalan arus globalisasi dan dia
tidak mepunyai identitas. Globalisasi sangat mempengaruhi negara-negara berkembang,
tidak terkecuali Indonesia yang berpenduduk mayoritas Muslim. Pengaruh yang demikian
itu juga akan dialami warganya, sumber daya manusianya. Oleh karena itu kesiapan
bangsa Indonesia menghadapi era globalisasi ialah persoalan peningkatan seutuhnya
sumber daya manusia, yaitu kualitas manusia dengan keseimbangan aspek material dan
aspek spiritual/nilai keagamaan.
Investasi sumber daya manusia sebagai anggota masyarakat yang diperlukan
adalah memiliki karakteristik sebagai berikut: (1) Manusia yang berwatak, yaitu jujur dan
memiliki social capital: dapat dipercaya, suka kerja keras, jujur, dan inovatif. Dengan
istilah lain, manusia yang beretika dengan taat menjalankan ajaran agamanya; (2) Cakap
dan inteligen; inteligensi ini harus dikembangkan sesuai apa yang dimiliki oleh masing-
masing individu; (3) Entrepreneur wiraswasta), sikap entrepreneur bukan hanya di
bidang ekonomi dan bisnis tetapi juga unruk semua aspek kehidupan, karena kemampuan
entrepreneur cenderung bersifat inovatif dan tidak terikat kepada sesuatu yang tetap,
sehingga tidak mengenal istilah ”menganggur”; (4) Kompetitif, sumber daya manusia
yang diperlukan adalah yang memiliki kualitas kompetitif dalam kehidupan dunia terbuka
untuk selalui menggapai nilai lebih dan meningkatkan kualitas produktifitas kerjanya.
Sikap kompetitif harus sudah mulai ditumbuhkan sejak di dalam keluarga, dan juga setiap
jenjang pendidikan formal.
C. Konsep Pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) Berkualitas
Konsep sumber daya manusia (human resource) berkembang ketika diketahui dan
disadari bahwa manusia itu mengandung berbagai aspek sumber daya bahkan sebagai
sumber energi. Manusia tidak hanya berunsur jumlah, seperti terkesan dari pengertian
tentang penduduk, tetapi juga mutu, dan mutu ini tidak hanya ditentukan oleh aspek
keterampilan atau kekuatan tenaga fisiknya, tetapi juga pendidikannya atau kadar
pengetahuannya, pengalaman atau kematangannya, dan sikapnya atau nilai-nilai yang
dimilikinya.
Kemudian apa yang dimaksud dengan pengembangan sumber daya manusia?
Prof. Dr. Soekidjo Notoatmodjo menyimpulkan bahwa yang dimaksud dengan
9
Kapita Selekta Pendidikan Islam
pengembangan sumber daya manusia atau human resources development (HRD) secara
makro adalah suatu proses peningkatan kualitas atau kemampuan manusia dalam rangka
mencapai suatu proses peningkatan kualitas atau kemampuan manusia dalam rangka
mencapai suatu tujuan pembangunan bangsa. Dan secara mikro, dalam arti di lingkungan
suatu unit kerja (departemen atau lembaga-lembaga yang lain), maka sumber daya yang
dimaksud adalah tenaga kerja, pegawai atau karyawan (employee). Maka yang dimaksud
dengan pengembangan sumber daya manusia adalah suatu proses perencanaan
pendidikan, pelatihan dan pengelolaan tenaga atau karyawan untuk mencapai suatu hasil
yang optimal.
Ahmad Sanusi mengemukakan jika abad silam disebut abad kualitas produk/jasa,
maka masa yang akan datang merupakan abad kualitas SDM. Sumber daya manusia yang
berkualitas dan pengembangan kualitas SDM bukan lagi merupakan isu atau tema-tema
retorik, melainkan merupakan taruhan atau andalan serta ujian setiap individu, kelompok,
golongan masyarakat, dan bahkan setiap bangsa.
Pengembangan SDM adalah proses sepanjang hayat yang meliputi berbagai
bidang kehidupan, terutama dilakukan melalui pendidikan. Jika dilihat dari sudut
pandang ekonomi, peningkatan kualitas SDM lebih ditingkatkan pada penguasaan
pengetahuan, keterampilan, dan teknologi yang dibutuhkan oleh dunia kerja dalam upaya
peningkatan efisiensi dan efektivitas proses produksi dan mempertahankan keseimbangan
ekonomi.
Pengembangan SDM berkualitas adalah proses kontekstual, sehingga
pengembangan SDM melalui upaya pendidikan bukanlah sebatas menyiapkan manusia
yang menguasai pengetahuan dan keterampilan yang cocok dengan dunia kerja pada saat
ini, melainkan juga manusia yang mampu, mau, dan siap belajar sepanjang hayat.
Program peningkatan kualitas SDM melalui pendidikan akan memberikan
manfaat pada lembaga berupa produktifitas, moral, efisiensi kerja, stabilitas, serta
fleksibilitas lembaga dalam mengantisipasi lingkungan, baik dari dalam maupun dari luar
lembaga yang bersangkutan. Fungsi dan orientasi pendidikan dan peningkatan kualitas
SDM telah dibuat dalam suatu kebijakan Depdiknas dalam tiga strategi pokok
pembangunan pendidikan nasional, yaitu: 1) Pemerataan kesempatan pendidikan, 2)
10
Kapita Selekta Pendidikan Islam
Peningkatan relevansi dan kualitas pendidikan dan 3) Peningkatan kualitas manajemen
pendidikan.15
Dari batasan ini dapat disimpulkan bahwa proses pengembangan sumber
dayamanusia itu terdiri dari perencanaan (planning), pendidikan dan pelatihan (education
and training), dan pengelolaan (management).
D. Pendidikan Islam dan Tantangan Dunia Global
Dalam menghadapi arus perubahan yang begitu cepat, maka muncullah
pertanyaan yang cukup mendasar. Seberapa kesiapan pendidikan Islam dalam
menghadapi tantangan globalisasi?. Untuk menjawab pertanyaan di atas maka perlu kita
kemukakan terlebih dahulu problem pendidikan Islam dewasa ini. Setidaknya ada empat
persoalan mendasar yang menjadi catatan penulis. Pertama, berhubungan dengan
kurikulum, Seyyed Hossein Nasr telah menegaskan bahwa kekacauan yang mewarnai
kurikulum pendidikan modern di kebanyakan negara Islam sekarang ini, dalam banyak
hal, disebabkan oleh hilangnya visi hierarkis terhadap pengetahuan seperti yang dijumpai
dalam pendidikan Islam tradisional dalam kontek kekinian kurikulum pendidikan Islam
yang kita miliki masih harus dikaji ulang dengan proses dialektika yang kokoh dan
mendalam, perkembangan globalisasi telah membawa dampak yang begitu besar dan
bersifat multidimensi, orientasi kurikulum hendaknya diarahkan pada sebuah proses yang
lebih kontekstual yang tidak terjebak pada kerangka retorika teoritis. (Nasr, 1997: 11)
Keadaan yang demikian terlihat dalam realita ketika pendidikan Islam masih
gagap dihadapkan pada isu-isu seperti pluralisme, multikulturalisme, feminisme dan
globalisasi itu sendiri. Globalisasi bukan hanya merupakan latar belakang struktural saja,
tapi juga pendekatan hegemoni. Kelalaian dalam merespons perubahan, kajian Islam
untuk konteks kekinian, dan orientasinya akan membawa umat pada posisi marginal.10
Globalisasi dewasa ini menampilkan suatu corak hubungan antar bangsa yang tidak
seimbang. Hubungan antara negara maju dengan negara-negara berkembang masih
ditandai dengan polarisasi kuat lemah, hal ini pada gilirannya akan menyebabkan
terjadinya “ akulturasi asimetris” Akulturasi asimetris mendorong penetrasi budaya asing
kedalam budaya nasional suatu bangsa dan mengakibatkan transformasi budaya yang
11
Kapita Selekta Pendidikan Islam
timpang. (diambil dari sebuah artikel berjudul; Globalisasi dan Pendidikan Integral,
http//radarlampung.or.id)
Sayyed Hossein Nasr dalam bukunya Islam and the Challenge of the 21st Century
menyebutkan bahwa: tantangan serius yang dihadapi muslim dari luar adalah apa yang
disebut kesalahan posisi Barat pada tatanan global. Ini merupakan tipuan dan permainan
yang sangat penting yang terjadi di dunia saat ini. Secara umum penjajahan telah
berakhir, namun ada bentuk penjajahan baru yang selalu berbicara atas nama global. Tapi
sebenarnya tidak demikian, karena hal itu tidak semua bagian di dunia ini terlibat dalam
kasus itu.
Perubahan dunia yang semakin cepat menuntut berbagai pemikiran progresif
untuk memposisikan pendidikan Islam sebagai benteng pertahanan sekaligus pilar utama
dalam mendorong terbentuknya moralitas global. Dan jantung dari pendidikan adalah
kurikulum. Kedua, menyangkut persoalan metode, dalam qoidah fiqih disebutkan
Attoriqotu Ahammu minal Maddah, masalah yang kedua ini menjadi persoalan yang
sangat serius, sebab hal ini menyangkut bagaimana pesan dari esensi pendidikan
tersampaikan secara tepat. Ketiga, orientasi pendidikan Islam Sebab untuk memperlaju
globalisasi yang sepertinya tidak mungkin lagi terbendung oleh kekuatan manapun, perlu
melahirkan sebuah konsepsi yang riel dan sistematis sekaligus menjawab pertanyaan di
atas dan menjadi perangkat tanding bagi gerak laju globalisasi
E. Agenda Masa Depan Pendidikan Islam
Globalisasi yang berkembang saat ini tidak mungkin untuk ditolak eksistensinya,
sebab globalisasi merupakan keniscayaan yang harus dihadapi oleh semua pihak
termasuk pendidikan Islam. Melihat realitas seperti yang tertulis di atas, maka dibutuhkan
solusi yang konstruktif dalam rangka menata kembali seluruh komponen pendidikan
Islam. Penataan kembali sistem pendidikan Islam bukan sekedar modifikasi atau tambal
sulam, tapi memerlukan rekonstruksi, rekonseptualisasi dan reorientasi, sehingga
pendidikan Islam dapat memberikan sumbangan besar bagi pencapaian tahap tinggal
landas.
12
Kapita Selekta Pendidikan Islam
Beberapa argumentasi solutif sekaligus menjadi sebuah agenda ke depan bagi
pendidikan Islam akan dipaparkan disini. Pertama, perlu pengkajian ulang terhadap
sistem pendidikan Islam yang saat ini berjalan dengan tetap mengedepankan semangat
ajaran Islam. Semangat tersebut diwujudkan dalam bentuk upaya mendialogkan kembali
teks-teks suci keagamaan terhadap setiap kenyataan yang terjadi. Kedua, mempersiapkan
sumberdaya manusia yang lebih matang dan berkualitas berbekal kemampuan
komprehensif. Ketiga, memperteguh kembali peran seluruh elemen dalam pendidikan
yaitu, individu, keluarga, masyarakat, lembaga pendidikan dan negara. Keempat,
perlunya menyatukan spiritual Islam dengan Ilmu pengetahuan dan teknologi sebagai
basis yang kuat untuk menghadapi arus globalisasi yang semakin menghimpit, sebab
dalam tradisi intelektual Islam, ada suatu hierarki dan kesalinghubungan antar-beragai
disiplin ilmu yang memungkinkan realisasi kesatuan (keesaan) dalam kemajemukan,
bukan hanya dalam wilayah iman dan pengalaman keagamaan, tetapi juga dalam dunia
pengetahuan. Ditemukannya tingkatan dan hubungan yang tepat antar-berbagai disiplin
ilmu merupakan obsesi para tokoh intelektual Islam terkemuka, dari teolog hingga
filosof, dari sufi hingga sejarawan, yang banyak di antara mereka mencurahkan energi
intelektualnya pada masalah klasifikasi ilmu. Kelima, membangun jaringan pendidikan
dari sekala lokal, nasional dan global sebagai bentuk komunikasi aktif dan sharing
informasi antar negara tentang perkembangan pendidikan Islam diseluruh belahan bumi
ini, sehingga tidak terjadi ketimpangan konsepsi pendidikan Islam. Keenam,
mempertahankan potensi culture lokal yang dimiliki masyarakat sekaligus jembatan
komunikasi budaya dengan tetap memegang teguh semangat keislaman.
F. Peran Pendidikan Islam dalam Era Globalisasi
Pendidikan bagi bangsa adalah suatu proses dan juga sistem yang mempunyai
tujuan ideal yang diyakini, begitu juga dengan pendidikan bangsa kita, sebagaimana yang
tertuang dalam undang-undang sistem pendidikan nasional nomor 2 tahun 1989:
Pendidikan nasional bertujuan mencerdaskan kehidupan bangsa dan mengembangkan
manusia Indonesia seutuhnya, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap
Tuhan yang maha esa dan berbudi pekerti luhur, memiliki pengetahuan dan ketrampilan,
kesehatan jasmani dan rohani, kepribadian dan mandiri,serta bertanggung jawab pada
13
Kapita Selekta Pendidikan Islam
kemsyarakatan dan kebangsaan. (http://universal-79.blogspot.com/2008/09/peran
pendidikan-islam-dalam-era.html)
Tujuan pendidikan tersebut juga merupakan tujuan pendidikan Islam, dikarenakan
Pendidikan Islam adalah suatu sub sistem dari pendidikan nasional. Dari tujuan diatas
terlihat jelas bahwa pendidikan sangat mencita-citakan terbentuknya manusia Indonesia
seutuhnya ataupun ‘insan kamil’, yang siap menghadapi segala kemajuan dari segala segi
dalam kehidupan ini (baca: globalisasi), tanpa harus kehilangan makna dan tujuan hidup
sesungguhnya, yaitu sebagai khalifah di muka bumi ini. Globalisasi merupakan suatu
rangkaian proses perubahan sosial, ekonomi, dan budaya, dalam pola kehidupan manusia.
Pesatnya arus perubahan dari segala segi kehidupan telah melahirkan dampak
positif – negatif bagi manusia itu sendiri. Kita rasakan ada suatu dinamika kehidupan
yang dinamis, mudah, bebas, namun secara negatif dirasakan juga semakin terpuruknya
kita; kemorosotan moral, kekerasan, kesadisan, dan kejahatan lainnya yang sering tidak
manusiawi, diperparah lagi munculnya ‘budaya’ Machehavilian yaitu menghalalkan
segala cara untuk mencapai suatu tujuan. Sementara itu juga dikalangan generasi
seringkali fenomena minuman keras, pemakaian obat-obat terlarang, pergaulan bebas,
semakin mempertegas arah baru kecendrungan sebagian generasi muda.
Melihat fenomena yang ada seiring dengan modernisasi maka tidak ada pilihan
lain kecuali menempatkan pendidikan sebagai wahana pengolahan sumber daya manusia,
tidak terkecuali pendidikan Islam. Menurut Prof. Mohd. Athiya El-Abrasyi ada lima hal
kenapa pendidikan Islam sangat sentral dalam menunjang perkembangan kehidupan.
Untuk pembentukan akhlak/ moral yang mulia. Disini ditekankan bahwa setiap
pelajaran adalah untuk pembentukan akhlak/ moral, setiap guru haruslah
memelihara akhlak/moralnya, dan semua komponen yang barada dalam sistem
pendidikan haruslah menempatkan akhlak/moral dalam setiap langkahnya.
Persiapan kehidupan dunia dan akhirat. Hal ini dikuatkan oleh sabda Rasulullah
SAW: Bekerjalah untuk duniamu seakan-akan engkau akan hidup selama-
lamanya, dan bekerjalah untuk akhiratmu seakan-akan engkau akan mati besok.
Persiapan untuk mencari rezeki dan pemeliharaan segi-segi kemanfaatan.
14
Kapita Selekta Pendidikan Islam
Menumbuhkan roh ilmiah, keinginan mengetahui, dan mengkaji/ megamalkan
ilmu yang bermanfaat.
Berperan menciptakan generasi siap pakai (profesional).
Dari rangkaian sejarah juga menyatakan bahwa ayat pertama yang turun pada
Nabi Muhammad SAW, selaku nabi akhir zaman adalah ‘IQRA’ artinya ‘bacalah’.
Keseluruhan Al Quran dan hadist Rasulullah yang merupakan amalan, ucapan,
persetujuannya merupakan sumber-sumber pendidikan Islam dari segi arah, kandungan,
dan kaedah.
Maka amalan Nabi SAW sendiri menunjukkan bahwa salah satu faktor yang
menjayakan dan menyebarkan ajaran Islam dengan lancar dan berkesan karena beliau
sendiri adalah guru dalam artian yang sesungguhnya, guru pada umat manusia dan
pengikut-pengikutnya.
Sesungguhnya pendidikan Islam memiliki transmisi yang nyata dalam upaya
berperan mengarahkan masyarakat secara berimbang, baik segi intelektual imajinasi,
keilmuan, kultural, serta kepribadian. Terbentuknya kepribadian yang baik merupakan
cita–cita dan dambaan setiap negara, karena dengan demikian akan terarahnya hidup
untuk sebuah pengabdian, dalam mengerakkan diri sendiri, masyarakat untuk berbuat
yang bermakna.
Upaya pembentukan kepribadian dalam pendidikan Islam dapat dilalui dalam
beberapa aspek.
Pertama, taraf pembiasaan. Taraf ini lebih tepatnya pada masa anak-anak, sebab
sejak dini adalah masa yang peka bagi pembentukan kebiasaan. Menurut Zakiah Drajat:
Hendaklah setiap pendidik menyadari bahwa dalam pembinaan pribadi anak sangat perlu
pembiasaan dan latihan yang cocok/sesuai perkembangan jiwanya.
Kedua, taraf pembentukan pengertian, minat, dan sikap. Dalam masa ini harus
diberi pengertian yang tegas mana yang baik – buruk, terpuji – tercela, jujur – biadab, hak
– bathil, dalam aktifitas keseharian.
15
Kapita Selekta Pendidikan Islam
Ketiga, pembentukan kerohanian yang luhur. Pembentukan ini merupakan
pembentukan diri sendiri yang berlangsung pada masa dewasa. Taraf ini sesungguhnya
sudah bisa membedakan secara jelas dan nyata mana baik dan benar, karena sudah
mengetahui dampak dari keduanya.
Dari tinjauan diatas maka pendidikan Islam haruslah mampu berkembang dan
meainkan peran terdepan, dan tetap membuka mata terhadap globalisasi dewasa ini, yang
selalu menawarkan berbagai pilihan dan perubahan, dan juga dengan segala ragam
perkembangan IPTEK.
Watak dari sains dan teknologi tidak pernah statis, namun terus mengalami
perubahan sebagai hasil dari riset/penelitian dan pengembangan. Maka peranan dari ilmu
pengetahuan dan teknologi akan mengambil posisi yang secara langsung mempengaruhi
bukan saja gaya hidup sehari-hari tetapi juga nilai seni moral dan agama.
Pendidikan Islam baik itu yang formal, non-formal, maupun informal haruslah
terarah agar lahirnya generasi unggul, yaitu generasi yang intelektual dengan pribadi
bermoral, sehingga dengan demikian pendidikan Islam mampu memberikan kontribusi
nyata dalam mewujudkan masyarakat madani. Dalam rangka mewujudkan hal tersebut
perlu beberapa upaya, antara lain:
Pertama, memantapkan pendidikan Islam baik di rumah,di sekolah, maupun di
masyarakat.
Kedua, mengintegrasi antara pendidikan dan pengajaran. Sesungguhnya pada
setiap pengajaran terdapat nilai edukatif, misalkan pengajaran matematika mendidik
manusia agar berpikir sistematis dan logis, objektif, jujur, ulet, dan tekun. Begitu juga
fisikamendidik manusia agar syukur nikmat yang terdapat pada penciptaan-Nya.
Ketiga, adanya tanggung jawab bersama.Pendidikan akhlak bukan hanya
tanggung jawab guru agama saja tapi tanggung jawab semua pendidik, orang tua, dan
semua elemen masyarakat,tanpa terkecuali pengambil kebijakan di pemerintahan.
16
Kapita Selekta Pendidikan Islam
Keempat, pendidikan harus menggunakan semua kesempatan, berbagai sarana
termasuk teknologi modern, dan dengan teknologi itu pula dapat dijadikan sarana
pembentukan akhlak.
Pendidikan Islam harus bergerak cepat, karena globalisasi dengan kemajuan
ipteknya tidak mempedulikan kesiapan kita untuk menyambutnya, kita hanya punya satu
pilihan segera berbenah dan merapatkan barisan dengan segala pendukung pendidikan.
Yang jelas dari beberapa upaya yang dibicarakan, yang terpenting adalah manajemen
pendidikan Islam itu sendiri. Manajemen pendidikan Islam dalam penyusunan langkah-
langkah juga harus memberi ruang seluas-luasnya pada mereka yang amanah, ikhlas, dan
mampu beradaptasi dengan tantangan dunia pendidikan di era globalisasi. Dan tidak
memberi ruang bagi generasi yang korup, karena korupsi ini pulalah yang merupakan
penyakit masyarakat yang mengakibatkan lemahnya beberapa lembaga pendidikan yang
ada, walaupun tidak kesemuanya. (http://universal-79.blogspot.com/2008/09/peran-
pendidikan-islam-dalam-era.htm
G. Kesimpulan
Pendidikan Islam pada tataran konsep kefilsafatan merupakan tatanan pendidikan
yang memandang manusia sebagai subjek yang memiliki potensi menjaga eksistensi
bumi. Dalam kerangka itu, Islam memiliki prinsip pengembangan potensi kemanusiaan
dan alam secara menyeluruh.
Dalam tataran konsep pula, sebenarnya pendidikan Islam itu sudah ada, namun
belum ada penerapan yang semstinya. Umat Islam yang dipandang paling sempurna oleh
agama Islam itu sendiri belum mampu menunjukkan kredibilitasnya. Mereka masih
17
Kapita Selekta Pendidikan Islam
terkungkung oleh system pendidikan Islam, agenda yang harus dilakukan adalah
memperbaiki sikap mental dan cara kaum muslimin dalam melihat realitas kemajuan
modern.
Agar tujuan pendidikan Islam yang ingin menciptakan sumber daya muslim yang
dapat mengelola alam demi kemaslahatan umat manusia sekaligus dapat lebih bertaqwa
kepada Allah, maka diperlukan pula suatu penerapan system pendidikan Islam yang
pernah dicapai oleh umat Islam. Hal ini dimaksudkan agar system pendidikan Islam yang
akan diterapkan tidak akan tercabut dari akar sejarah, juga demi meningkatkan kualitas
system yang akan dating.
Apabila system pendidikan Islam yang sudah ada dapat diterapkan, maka tidak
mungkin lagi aka nada kerusakan moral manusia, khususnya muslim maupun kerusakan
alam. Oleh karena itu diperlukan adanya kesadaran dari masing-masing individu muslim
untuk segera menerapkan system pendidikan Islam tersebut yang bersifat universal dan
pada akhirnya akan mengantarkan manusia pada kebahagiaan dunia dan akhirat.
18
Kapita Selekta Pendidikan Islam
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad Sanusi, Pendidikan Alternatif, (Bandung: Grafindo Media Pratama, 1998)
Ahmad S. Adnanputra, .Strategi Pengembangan SDM Menurut Konsep Islam., dalam Majalah Triwulan Mimbar Ilmiah, Universitas Islam Djakarta, Tahun IV No. 13, Januari 1994
Anggan Suhandana, Pendidikan Nasional Sebagai Instrumen Pengembangan SDM, (Bandung: Mizan, 1997), Cet. III
Buchori Zainun, Manajemen Sumber Daya Manusia, (Jakarta: Gunung Agung, 1993), Cet. II
Cut Zahri Harun, .Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia Melalui Pendidikan Merupakan Kunci Keberhasilan Suatu Lembaga di Era Globalisasi dan Otonomi Daerah., dalam
Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, Balitbang Diknas, No. 041, Tahun Ke-9, Maret 2003
Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1999), Cet. X
Hasan Langgulung, Pendidikan Islam dalam Abad ke 21, (Jakarta: Pustaka Al-Husna Baru, 2003), Cet. III (Edisi Revisi)
Mahmud, Ali Abdul Halim, Islam dan Pembinaan Kepribadian, Jakarta: Akademika Pressindo, 1995, Cet I
Muzayyin Arifin, Ilmu Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 1993)
Mahmud, adnan, Sahjad M. Askan dan M. Adib Abdushomad (ed.),2005. Pemikiran Islam Kontemporer di Indonesia, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Ma’arif, Syamsul, 2007. Revitalisasi Pendidikan Islam, Yogyakarta: Graha Ilmu.
Rahardjo, Mudjia (ed.), 2006. Quo Vadis Pendidikan Islam Pembacaan Realitas Pendidikan Isalam, Sosial dan Keagamaan, Malang: UIN Malang Press.
Suprayogo, Imam, 2007. Quo Vadis Madrasah Gagasan, Aksi & Solusi Pembangunan Madrasah, Yogyakarta: Hikayat Publishing.
19
Kapita Selekta Pendidikan Islam
Soekidjo Notoatmodjo, Pengembangan Sumber Daya Manusia, (Jakarta: Rineka Cipta, 1998), Cet. II
Tilaar, H.A.R., 2002. Membenahi Pendidikan Nasional, Jakarta: PT Rineka Cipta.
_______, Paradigma Baru Pendidikan Nasional, Jakarta: PT Rineka Cipta.
Yusuf Suit, Sikap Mental dalam Manajemen SDM, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1996), Cet. I,
Zainal Arifin, Nuansa Teosentris Humanistik Pendidikan Islam; Signifikansi Pemikiran Hasan Langgulung dalam Konstalasi Reformasi Pendidikan Islam, (STAIN Cirebon: Lektur-Jurnal Ilmiah Pendidikan Islam), Seri VIII/Th. Ke-5/98
Seyyed Hossein Nasr, “Kata Pengantar”, dalam Osman Bakar, Hierarki Ilmu Membangun Rangka-Pikir Islamisasi Ilmu Menurut al-Farabi, al-Ghazali, Quth al-Din al-Syirazi, (Bandung: Mizan, 1997)
20
top related