PEMANFAATAN LIMBAH AMPAS TEBU SEBAGAI SUMBER ZAT ARANG AKTIF UNTUK MENURUNKAN KADAR MERKURI PADA AIR DI SUNGAI BATANG HARI, JAMBI
Post on 16-May-2023
0 Views
Preview:
Transcript
PEMANFAATAN LIMBAH AMPAS TEBU SEBAGAI SUMBER ZAT
ARANG AKTIF UNTUK MENURUNKAN KADAR MERKURI PADA AIR DI
SUNGAI BATANG HARI, JAMBI
Disusun Oleh :
Sarinah Pakpahan (F1C313026)
Mega Handayani (F1C313029)
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS JAMBI
2015
Abstrak
Merkuri merupakan salah satu jenis logam berat yang biasa terkandung dalam air.
Adanya kadar merkuri ini pada air mengakibatkan gangguan kesehatan karena, zat
ini memiliki sifat yang sangat berbahaya bagi kesehatan. Hal ini disebabkan
karena merkuri memiliki sifat toksik dan karsinogenik pada tubuh manusia. Salah
satu cara yang digunakan manusia untuk menyerap kadar merkuri ini adalah
dengan menggunakan zeolit. Namun, kurangnya tingkat keefisienan bahan ini,
memotivasi peneliti untuk mencari alternative. Dan cara yang dapat digunakan
adalah dengan membuat zat arang aktif dari ampas tebu. Pembuatan arang aktif ini
menggunakan activator AgNO3 dan KOH. Dimana, pada pengkarbonisasian
divariasikan pada suhu 3000C, 4000C dan 5000C. Dan waktu pengaktivasian
dilakukan variasi yaitu 24 jam dan 48 jam.
Dan dari hasil penelitian, dapat ditentukan bahwa zat arang aktif yang paliung
bagus digunakan sebagai adsorben adalah pada suhu karbonisasi 3000C dan
aktivasi 24 jam.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pertumbuhan ekonomi Provinsi Jambi sebagian besar ditopang oleh sektor
perkebunan dan pertambangan. Sektor pertambangan merupakan sektor dengan
pangsa kedua terbesar di Jambi (17,55%). Salah satu daerah pertambangan yang
sampai saat ini masih sangat diminati oleh warga Jambi adalah daerah sepanjang
sungai Batang Hari. Dimana masyarakat di sekitar pesisir sungai Batang Hari
menggunakannya sebagai tempat untuk pertambangan emas, pasir, kerikil dan
masih banyak lagi. Namun, banyaknya area pertambangan di sungai ini membuat
sungai ini menjadi tercemar oleh logam- logam berat seperti Fe, Cu, Cd, Hg, dan
lain-lain. Banyaknya logam berat yang terkandung dalam air, tentu memiliki
dampak yang sangat buruk pada lingkungan maupun pada masyarakat di
sekitarnya.
Merkuri (Hg ) mempunyai sifat yang sangat beracun, maka U.S. Food and
Administrasion (FDA) menentukan pembakuan atau Nilai Ambang Batas (NAB)
kadar merkuri yang ada dalam jaringan tubuh badan air, yaitu sebesar 0,005 ppm.
Nilai ambang batas yaitu suatu keadaan dimana suatu larutan kimia, dalam hal ini
merkuri dianggap belum membahayakan bagi kesehatan manusia. Kadar merkuri
jika sudah melampaui NAB dalam air atau makanan, maka air maupun makanan
yang diperoleh dari tempat tertentu harus dinyatakan berbahaya. NAB air yang
mengandung merkuri total 0,002 ppm baik digunakan untuk perikanan (Budiono,
2003). Pedoman buku mutu lingkungan menjelaskan bahwa, kadar merkuri pada
makanan yang dikonsumsi langsung maksimum sebesar 0,001 ppm. Kadar
merkuri yang aman dalam darah maksimal 0,04 ppm. Kadar merkuri sebesar 0,1-1
ppm dalam jaringan sudah dapat menyebabkan munculnya gangguan fungsi tubuh
(Anonymous:2008).
Sementara itu berdasarkan data yang diperoleh, kadar merkuri di
permukaan Mesumai mencapai 0,0008 mg/l, arsenik 0,002 mg/l, dan besi 2,73
mg/l. Konsentrasi merkuri dan arsenik itu nyaris mendekati batas aman. Kadar
besi sudah sembilan kali lipat ambang itu. Berdasarkan Peraturan Pemerintah
Nomor 82 Tahun 2001 soal bahan baku air minum, batas aman merkuri 0,001
mg/l, arsenik 0,005 mg/l, dan besi 0,3 mg/l.
Kadar merkuri air permukaan Sungai Tembesi yang menjadi sumber air PDAM
Tirta Sako Batuah, Kota Sarolangun, tepat di garis kritis. Di saluran intake
PDAM, kadar logam berat itu mencapai 0,001 mg/l, besi 1,39 mg/l, dan arsenik
0,001 mg/l. Kadar merkuri dalam sampel saluran intake PDAM Merangin, yang
airnya bersumber dari Sungai Merangin, sama seperti Sungai Mesumai (0,0008
mg/l), arsenik 0,002 mg/l, tetapi kadar besinya empat kali di atas batas aman (1,31
mg/l). Sementara itu (Etty Riany:2014) mengatakan bahwa Cukup 0,01 miligram
per liter (mg/l), logam berat itu sudah menyebabkan kematian.
(IrmaTambunan :2014)
Melihat dampak negative yang akan ditimbulkan oleh merkuri tersebut,
harus dilakukan pengolahan untuk menurunkan kadar limbah ini agar tidak
mengganggu ekosistem di sekitar sungai batang hari.
Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk pengolahan limbah ini
yaitu filtrasi, flokulasi, penghilangan warna, dan adsorpsi. Proses adsorbsi
dilakukan untuk proses penyerapan senyawa yang mengganggu. Adapun langkah
awal untuk proses adsorbs yang efektif adalah dengan memilih adsorben yang
memiliki selektivitas tinggi serta dapat digunakan berulang-ulang. Adsorben
komersial yang dijual di pasaran yaitu : zeolit, alumina aktif, silica gel, dan
karbon aktif (Farid F, 2009).
Karbon aktif merupakan salah satu adsorben yang dapat diunakan dalam
pengolahan limbah cair. Karbon aktif merupakan senyawa karbon amorf dan
dapat dihasilkan dari bahan yang mengandung karbon atau arang yang
diperlakukan dengan cara khusus untuk mendapatkan permukaan yang lebih luas.
Luas karbon aktif berkisar 300 – 3500 m2/gram. Besarnya tingkat luas permukaan
dari karbon aktif ini menandakan bahwa karbon aktif memiliki daya serap yang
tinggi.
Pada umumnya karbon aktif yang digunakan untuk menyerap merkuri dan
logam berat lainnya dari air adalah zeolit. Namun, hal ini tidak cukup efisien
untuk dilanjutkan. Dimana, zeolit merupakan suatu bahan yang sangat sulit
didapatkan dan harga relatif mahal. Jadi, dibutuhkan suatu alternatif baru yang
dapat digunakan sebagai zat arang aktif, yang lebih efisien lagi dimana dia mudah
didapatkan, ekonomis, dan mudah diproduksi.
Dalam beberapa tahun terakhir, banyak penelitian telah berfokus pada
proses adsorbsi dengan karbon aktif karena dinilai lebih efektif, preparasi mudah
dan pembiayaan yang relatif murah dibanding metode lainnya. Salah satu material
yang dapat dipertimbangkan sebagai adsorben adalah ampas tebu. Dengan
memanfaatkan kandungan ligno-cellulose pada ampas tebu,maka bahan ini
sangatlah berpotensi sebagai alternatif baru pengganti zeolit.
Bagasse atau ampas tebu adalah zat padat yang didapatkan dari sisa
pengolahan tebu pada industri pengolahan gula pasir. Sebagian besar digunakan
sebagai bahan bakar ketel (boiler) yang menghasilkan limbah hasil pembakaran
berupa abu ampas tebu. Abu ampas tebu yang dihasilkan dari ketel dibedakan
menjadi dua macam, antara lain abu terbang yaitu abu ampas tebuyang keluar
lewat bagian atas cerobong dan abu dasar yaitu abu ampas tebu yang keluar lewat
bagian bawah ketel (Srivastava et al., 2005).
Pemanfaatan abu dasar ampas tebu yang kurang optimal, sedangkan
ketersediaan yang melimpah dan potensi yang dimiliki sebagai adsorben sangat
baik sesuai dengan penelitian (Suksabye, 2011) yang menunjukkan efisiensi
dekolorasi lebih besar dari adsorben dengan bahan baku lainnya, hal ini menjadi
pertimbangan untuk memanfaatkan abu dasar ampas tebu ini menjadi karbon
aktif. Karbon aktif adalah senyawa karbon yang telah diproses dengan cara
aktivasi sehingga senyawa tersebut memiliki pori dan luas permukaan yang sangat
besar dengan tujuan untuk meningkatkan daya adsorpsinya. Karbon aktif
merupakan material yang unik karena memiliki pori dengan ukuran skala molekul
(nanometer). Pori tersebut memiliki gaya Van der Waals yang kuat (Arfan, 2006).
Umumnya karbon aktif dapat dibuat melalui proses aktivasi fisika
maupun kimia. Penggunaan jenis bahan aktivasi pada proses aktivasi kimia dapat
memberikan pengaruh yang berbeda-beda terhadap luas permukaan maupun
volume pori-pori karbon aktif yang dihasilkan. Proses aktivasi menggunakan
bahan aktivasi kalium hidrosida (KOH) menghasilkan karbon aktif dengan luas
permukaan 3000 m2 g-1 (Teng, 1999).
Dari hasil penelitian tersebut maka KOH merupakan salah satu bahan
aktivasi kimia yang baik pada proses aktivasi pembuatan karbon aktif.
Penggunaan bahan aktivasi yang baik diharapkan dapat menghasilkan daya
adsorpsi besar pada pemanfaatan abu dasar ampas tebu (Baggase Botom Ash)
menjadi karbon aktif. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui pengaruh
penambahan konsentrasi KOH terhadap karakterisasi karbon aktif dari abu dasar
ampas tebu (Bagasse Bottom Ash) yang meliputi daya serap iodin dan methylene
blue, berat jenis, kadar air, kadar abu. Mengetahui hasil perlakuan terbaik yang
dilakukan dalam penelitian ini.
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dalam melakukan penelitian ini adalah:
a. Membuat arang aktif dari ampas tebu sebagai alternatif untuk mengurangi
kadar merkuri di sungai Batang hari.
1.3 Rumusan Masalah
a. Kandungan apa yang dimilki oleh ampas tebu sehingga dia dapat diolah
menjadi zat arang
aktif?
b. Mengapa air di sungai batang hari sangat penting untuk diadsorpsi?
c. Bagaimana karakteristik zat arang aktif yang dihasilkan dari bagasse (ampas
tebu)?
d. Apa pengaruh dari waktu aktivasi terhadap keakifan karbon?
e. Dan apa pengaruh suhu pembakaran ampas terhadap keaktifan karbon?
1.4 Manfaat
a. Dengan melakukan penelitian menggunakan ampas tebu sebagai bahan
karbon aktif diharapkan dapat menyadarkan para masyarakat sekitar
sungai Batang hari terutama para penambang liar dan serta para
homeindustri di sekitar sungai Batang Hari agar ikut andil dalam
pengurangan kadar merkuri di sungai tersebut.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Ampas Tebu
Ampas tebu atau bagasse adalah hasil samping dari proses ekstraksi
tanaman tebu. Berdasarkan analisis kimia, ampas tebu memiliki komposisi kimia
yaitu, abu 3,28 %, lignin 22,09 %, selulosa 37,65 %, sari 1,81 %, pentosan 27,97
% dan SiO2 3,01 %. Ampas tebu ini dihasilkan sebanyak 32 % dari berat tebu
giling (Mirwan, 2005).
Pada umumnya, pabrik gula di Indonesia memanfaatkan ampas tebu
sebagai bahan bakar bagi pabrik yang bersangkutan, setelah ampas tebu tersebut
mengalami proses pengeringan.
Dengan kandungan ligno-cellulose serta memiliki panjang seratnya antara 1,7
sampai 2 mm dengan diameter sekitar 20 mikro, sehingga ampas tebu ini secara
ekonomis pemanfaatannya tidak hanya sebagai sumber energi bahan bakar
semata. Namun ampas tebu ini bisa dimanfaatkan juga sebagai bahan baku untuk
industri kertas, industri kanvas rem, industri jamur dan sebagainya.
Bahkan ampas tebu juga bisa dimanfaatkan sebagai bahan pakan ternak.
Namun demikian, ampas tebu yang akan digunakan sebagai bahan pakan ternak
masih harus melalui proses fermentasi menggunakan probiotik yang dimaksudkan
untuk meningkatkan kualitas dan kecernaannya, serta dilakukan penambahan
beberapa bahan untuk melengkapi kebutuhan mineral yang diperlukan dalam
bahan pakan tersebut.
Dengan nilai ekonomis yang ada pada ampas tebu, tidaklah tepat istilah
“habis manis sepah dibuang” diterapkan pada industri gula. Karena pada
kenyataannya sepahnya pun masih memiliki nilai ekonomis.
2.2. Sungai Batang Hari
Sungai terpanjang di Pulau Sumatera adalah Batang Hari. Kata batang
artinya sungai. Namun, orang sudah biasa mengatakan Sungai Batang Hari.
Bagian terpanjang Sungai Batang Hari dan muaranya memang terletak di Provinsi
Jambi, sebagian kecil bagian hulunya di Provinsi Sumatera Barat.
Batang Hari (atau Sungai Hari) adalah sungai terpanjang di pulau
Sumatera sekitar 800 km. Mata airnya berasal dari Gunung Rasan (2585 m), dan
yang menjadi hulu dari Batang Hari ini adalah sampai kepada Danau Diatas, yang
sekarang masuk kepada wilayah Kabupaten Solok, provinsi Sumatera Barat, dan
mengalir ke selatan sampai ke daerah Sungai Pagu, sebelum berbelok ke arah
timur. Aliran dari sungai ini melalui beberapa daerah yang ada di provinsi
Sumatera Barat dan provinsi Jambi, seperti Kabupaten Solok Selatan, Kabupaten
Dharmasraya, Kabupaten Bungo, Kabupaten Tebo, Kabupaten Batang Hari, Kota
Jambi, Kabupaten Muaro Jambi dan Kabupaten Tanjung Jabung Timur, sebelum
lepas ke perairan timur sumatera dekat Muara Sabak.
Pada Batang Hari ini ada banyak sungai lain yang bermuara padanya
diantaranya Batang Sangir, Batang Merangin, Batang Tebo, Batang Tembesi, dan
lain sebagainya. Sistem aliran sungai ini membawa banyak deposit emas,
sehingga muncul nama legendaris Swarnadwipa ("pulau emas") yang diberikan
dalam bahasa Sanskerta bagi Pulau Sumatera.
Daerah Aliran Sungai (DAS) Batang Hari merupakan DAS terbesar
kedua di Indonesia, mencakup luas areal tangkapan (catchment area) ± 4.9 juta
Ha. Sekitar 76 % DAS Batang Hari berada pada provinsi Jambi, sisanya berada
pada provinsi Sumatera Barat.
Adanya aktivitas pertambangan dan kegiatan pengusahaan (eksploitasi)
hutan yang dilakukan secara mekanis sepanjang aliran sungai, telah berdampak
terhadap berubahnya alur sungai, erosi di tepian sungai, pendangkalan atau
sedimentasi yang tinggi di sepanjang aliran DAS Batang Hari terutama sebelah
hilir. Perubahan alur dan arah arus Batang Hari ini mengakibatkan air sungai
dengan cepat naik pada saat musim hujan datang, sebaliknya cepat surut saat
musim kemarau. Hal ini juga diperburuk dengan meningkatnya populasi
penduduk terutama pada daerah transmigrasi sedikit banyaknya akan membebani
wilah DAS Batang Hari itu sendiri.
Aktivitas diatas mengakibatkan teremarnya sungai Batang hari tersebut
oleh logam-lagam berat seperti Ferrum (Fe), Cadmium (Cd), Publum (Pb),
Merkuri (Hg), Posfat (PO4) dan lain-lain. Banyaknya kandungan logam berat di
air tersebut tentu akan mengakibatkan terganggunya ekosistem di sungai dan juga
di sekitar sungai.
2.3 Merkuri
Merkuri (air raksa, Hg) adalah salah satu jenis logam yang banyak
ditemukan di alam dan tersebar dalam batu - batuan, biji tambang, tanah, air dan
udara sebagai senyawa anorganik dan organik. Merkuri merupakan logam yang
dalam keadaan normal berbentuk cairan berwarna abu-abu, tidak berbau dengan
berat molekul 200,59 g/mol, titik lebur -38,9oC, dan titik didih 356,6oC. Merkuri
tidak larut dalam air, alkohol, eter, asam hidroklorida, hydrogen bromida dan
hidrogen iodide, tetapi Merkuri dapat larut dalam asam sulfat atau asam nitrit,
tetapi tahan terhadap basa.
Kelimpahan merkuri di bumi menempati urutan ke-67 di antara elemen
lainnya pada kerak bumi. Merkuri jarang didapatkan dalam bentuk bebas di alam,
tetapi berupa bijih cinnabar (HgS). Untuk mendapatkan merkuri dari cinnabar,
dilakukan pemanasan bijih cinnabar di udara sehingga menghasilkan logam
merkuri (Widowati,dkk,2008).
Kebanyakan logam dan metaloid terdapat di alam, tersebar dalam batu-
batuan, bijih tambang, tanah, air, dan udara. Tetapi, didistribusinya nyata sekali
tidak rata. Umumnya, kadar dalam tanah, air, dan udara relatif rendah. Kadar ini
dapat meningkat bila ada aktivitas geologi, misalnya pendegasan yang
melepaskan 25.000-125.000 ton merkuri setahun. Aktivitas manusia, misalnya
penambangan merkuri penyumbang sekitar 10.000 ton setahun. (Frank,2006)
Merkuri merupakan elemen alami, oleh karena itu sering mencemari
lingkungan. Sifat-sifat merkuri membuat logam tersebut banyak digunakan untuk
keperluan ilmiah dan industri. Beberapa sifat tersebut adalah sebagai berikut :
1. Merkuri merupakan satu-satunya logam yang bebentuk cair pada suhu
kamar yaitu 25oC dan mempunyai titik beku terendah dari semua
logam,yaitu -38,9oC.
2. Kisaran suhu dimana merkuri terdapat dalam bentuk cair sangat lebar,
yaitu 396oC, dan pada kisaran suhu ini merkuri mengembang secara
merata.
3. Merkuri mempunyai volatilitas yang tertinggi dari semua logam.
4. Ketahanan listrik merkuri sangat rendah sehingga merupakan konduktor
yang baik dari semua logam.
5. Merkuri dan komponen-komponennya bersifat racun terhadap semua
makhluk hidup.
6. Sifat penting merkuri lainnya adalah kemampuannya untuk melarutkan
logam dan membentuk logam paduan yang dikenal sebagai amalgam.
Emas dan perak adalah logam yang dapat terlarut dengan merkuri.
2.4 Bahaya merkuri
2.4.1. Bahaya Merkuri terhadap Tubuh Manusia
Semua bentuk merkuri baik dalam bentuk metil maupun dalam bentuk
alkil yang masuk ke dalam tubuh manusia secara terus-menerus akan
menyebabkan kerusakan permanen pada otak, hati dan ginjal (Roger, et al dalam
Alfian, 2006).
Ion merkuri menyebabkan pengaruh toksik, karena terjadinya proses
presipitasi protein menghambat aktivitas enzim dan bertindak sebagai bahan yang
korosif. Merkuri juga terikat oleh gugus sulfhidril, fosforil, karboksil, amida dan
amina, di mana dalam gugus tersebut merkuri dapat menghabat fungsi enzim.
Bentuk organik seperti metil-merkuri, sekitar 90% diabsorpsi oleh dinding
us, hal ini jauh lebih besar daripada bentuk anorganik (HgCl2¬) yang hanya
sekitar 10%. Akan tetapi bentuk merkuri anorganik ini kurang bersifat korosif
daripada bentuk organik. Bentuk organik tersebut juga dapat menembus barrier
darah dan plasenta sehingga dapat menimbulkan pengaruh teratogenik dan
gangguan syaraf (Darmono dalam Alfian, 2006).
Diagnosis toksisitas Hg tidak dapat dilakukan dengan tes biokimiawi.
Indikator toksisitas Hg hanya dapat didiagnosis dengan analisis kadar Hg dalam
darah atau urine dan rambut (Alfian, 2006). Kadar threshold value metil merkuri
untuk dapat menimbulkan gejala klinis bagi orang dewasa yang peka adalah:
1. Konsentrasi merkuri total dalam darah sebesar 20 – 50 mikrogram/100mL.
2. Konsentrasi pada rambut sebesar 50 – 125 mikrogram/g2 (Ramade F dalam
Martono, 2005).
Semua bentuk merkuri, baik dalam bentuk unsur, gas maupun dalam
bentuk garam organik adalah beracun.Alkil merkuri merupakan komponen yang
paling beracun karena mempunyai sifat-sifat sebagai berikut:
1. Alkil merkuri dengan mudah melakukan penetrasi dan terkumpul di dalam
tenunan otak karena komponen ini mudah menembus membran biologi.
2. Alkil merkuri mempunyai waktu retensi yang lama di dalam tubuh
sehingga konsentrasi di dalam tubuh semakin lama semakin tinggi,
meskipun dosis yang masuk ke dalam tubuh makin rendah. Komponen ini
diperkirakan mempunyai waktu paruh di dalam tubuh selama 70 hari.
3. Alkil merkuri dapat dibentuk dari merkuri anorganik oleh aktifitas
mikroorganisme anaerobik tertentu. Transformasi ini dibuktikan terjadi
dengan mudah di dalam lumpur pada dasar sungai dan danau. Proses
transformasi ini belum dibuktikan terjadi di dalam tubuh, tetapi beberapa
mikroorganisme yang ditemukan di dalam saluran us hewan yang
ditemukan dapat melakukan proses transformasi tersebut.
Dalam lingkungan perairan, merkuri anorganik dikonversi oleh
mikroorganisme menjadi metil merkuri yang sangat beracun dan sangat mudah
terserap ke dalam jaringa. Sekitar 90% kandungan merkuri dalam ikan berupa
metil merkuri (Ramade F dalam Martono, 2005).
Selanjutnya dapat dikemukakan bahwa sekitar 95% metil merkuri yang
masuk ke dalam tubuh diserap oleh us yang sebagian besar tertahan dalam
jaringan tubuh, dan kurang dari 1% yang dikeluarkan lagi dari dalam tubuh
(Mason CF dalam Martono, 2005).
Perairan yang telah tercemar logam berat merkuri bukan hanya
membahayakan komunitas biota yang hidup dalam perairan tersebut, tetapi juga
akan membahayakan kesehatan manusia. Hal ini karena sifat logam berat yang
persisten pada lingkungan, bersifat toksik pada konsentrasi tinggi dan cenderung
terakumulasi pada biota (Kennish dalam Masriani, 2003).
Senyawa metil merkuri yang merupakan hasil dari limbah penambangan
emas masuk ke dalam rantai makanan, terakumulais pada ikan dan biota sungai.
Oleh karena itu manusia akan mengalami keracunan jika memakan ikan dan biota
perairan yang tercemar logam tersebut.
Penyakit minamata adalah penyakit gangguan sistem syaraf pusat yang
disebabkan oleh keracunan metil merkuri. Tidak ditemukan kerusakan pada organ
lain kecuali pada sistem syaraf pusat (Martono, 2005).
Sistem syaraf pusat merupakan target organ dari toksisitas metil merkuri
tersebut, sehingga gejala yang terlihat erat hubungannya dengan kerusakan sistem
syaraf pusat. Gejala yang timbul adalah sebagai berikut:
1. Gangguan syaraf sensori: paraesthesia, kepekaan menurun dan sulit
menggerakkan jari tangan dan kaki, penglihatan menyempit, daya
pendengaran menurun, serta rasa nyeri pada lengan dan paha.
2. Gangguan syaraf motorik: lemah, sulit berdiri, mudah jatuh, ataksia,
tremor, gerakan lambat dan sulit bicara.
3. Gangguan lain: gangguan mental, sakit kepala dan hipersalivasi (Alfian,
2006).
Merkuri mempunyai efek yang buruk bagi tubuh. Beberapa efek tersebut adalah
sebagai berikut :
1. Efek merkuri pada kesehatan tubuh terutama berkaitan dengan sistem
syaraf, yang sangat sensitif pada semua bentuk merkuri .
2. Metil merkuri dan uap merkuri logam lebih berbahaya dari bentuk-bentuk
merkuri yang lain, sebab merkuri dalam kedua bentuk tersebut dapat lebih
banyak mencapai otak.
3. Pemaparan kadar tinggi merkuri, baik yang berbentuk logam, garam,
maupun metil merkuri dapat merusak secara permanen otak, ginjal,
maupun janin.
4. Pengaruh pada fungsi otak dapat mengakibatkan tremor, pengurangan
pendengaran atau penglihatan, dan pengurangan daya ingat.
5. Pemaparan dalam waktu singkat pada kadar merkuri yang tinggi dapat
mengakibatkan kerusakan paru-paru, muntah-muntah, peningkatan
tekanan darah (hipertensi) atau denyut jantung, kerusakan kulit dan iritasi
mata.
Selain mempunyai efek yang buruk bagi tubuh, merkuri juga memiliki manfaat
yang biasa digunakan dalam berbagai peralatan ilmiah. Yaitu sebagai berikut:
1. Merkuri banyak digunakan dalam thermometer karena memiliki koefisien
yang konstan, yaitu tidak terjadi perubahan volume pada suhu tinggi
maupun rendah.
2. Merkuri juga digunakan sebagai peralatan pompa vacum, barometer,
lampu asap merkuri sebagai sumber sinar ultraviolet (UV), dan
3. Merkuri juga dapat digunakan sebagai insektisida
Merkuri atau air raksa (Hg) merupakan golongan logam berat dengan
nomor atom 80 dan berat atom 200,6. Merkuri merupakan unsur yang sangat
jarang dalam kerak bumi, dan relatif terkonsentrasi pada beberapa daerah vulkanik
dan endapan-endapan mineral biji dari logam-logam berat. Merkuri digunakan
pada berbagai aplikasi seperti amalgam gigi, sebagai fungisida, dan beberapa
penggunaan industri termasuk untuk proses penambangan emas. Dari kegiatan
penambangan tersebut menyebabkan tingginya konsentrasi merkuri dalam air
tanah dan air permukaan pada daerah pertambangan. Elemen air raksa relatif tidak
berbahaya kecuali kalau menguap dan terhirup secara langsung pada paru-paru.
Bentuk racun dari air raksa pada proses masuk pada tubuh manusia adalah
methyl mercury (CH3Hg+ dan CH3-Hg-CH3) dan garam organik, partikel
mercuric khlor (HgCl2). Methyl mercury dapat dibentuk oleh bakteri pada
endapan dan air yang bersifat asam. Ion merkuri anorganik adalah bersifat racun
akut. Elemen merkuri mempunyai waktu tinggal yang relatif pendek pada tubuh
manusia tetapi persenyawaan methyl mercury tinggal pada tubuh manusia 10 kali
lebih lama merkuri berbentuk metal (logam) dan menyebabkan tidak berfungsinya
otak, gelisah/gugup, ginjal, dan kerusakan liver pada kelahiran (cacat lahir).
Methyl mercury terakumulasi pada rantai makanan, sebagai contoh adalah
merkuri bisa masuk ke dalam tubuh manusia dengan mengkonsumsi ikan yang
hidup pada perairan yang tercemar merkuri. Senyawa phenyl mercury (C6H5Hg+
dan C6H5-Hg-C6H5) bersifat racun moderat dengan waktu tinggal yang pendek
pada tubuh tetapi senyawa ini berubah bentuk secara cepat pada lingkungan
menjadi bentuk merkuri anorganik. Dari survei efek bahaya, merkuri ini adalah
bersifat racun bagi semua bentuk kehidupan, dan bersifat lambat untuk
dikeluarkan dari tubuh manusia. Methyl mercury beracun 50 kali lebih kuat
daripada merkuri anorganik.
2.4.2. Bahaya Merkuri terhadap Lingkungan Ekosistem
Kandungan merkuri dalam cat bukan hanya membahayakan kesehatan.
Logam ini juga berpengaruh buruk bagi lingkungan. Bahaya merkuri bagi
lingkungan bisa berakibat pada ketidakseimbangan ekosistem. Toksiksitas
merkuri bukan hanya berpengaruh pada kehidupan manusia. Logam berat ini
dapat masuk ke dalam siklus ekosistem dan menyebabkan gangguan pada banyak
organisme yang terlibat dalam rantai makan-memakan. Bahaya merkuri bagi
lingkungan ditunjukkan dengan penumpukan logam berat ini pada organisme
dengan tingkat trofik tertentu. Bila hal ini terus dibiarkan, kerusakan alam akan
terjadi dan berimbas negatif pada kehidupan manusia.
Dalam kehidupannya, organisme memerlukan energi untuk terus tumbuh
dan berkembang. Untuk mendapatkan energi, organisme menggunakan cara yang
variatif. Tumbuhan mendapatkan energi dengan berfotosintesis sedangkan hewan
mendapatkan energi dengan mengkonsumsi tumbuhan atau hewan lain. Perbedaan
cara mendapatkan energi ini menciptakan suatu rangkaian makan-memakan pada
suatu wilayah tertentu. Spesies-spesies dapat diurutkan berdasarkan posisinya
pada rantai makan-memakan (tingkat trofik). Materi dan energi mengalir pada
sebuah ekosistem dan mendukung sebuah sistem yang seimbang. Sayangnya,
keseimbangan ekosistem tersebut dapat terganggu oleh adanya polutan seperti
merkuri.
Logam berat merkuri bersifat toksik untuk makhluk hidup. Akumulasi
merkuri dapat menyebabkan gangguan sistem pernafasan, gagal ginjal, hingga
kematian. Logam ini dapat berakumulasi pada organisme tertentu, seperti ikan.
Akumulasi lebih lanjut akan terjadi pada tubuh pemakan ikan. Bila hal ini
diteruskan, organisme yang berada di puncak rantai makanan akan terancam
hidupnya sehingga akan mengganggu jalannya aliran energi suatu ekosistem.
Ketidakseimbangan ekosistem ini juga dapat berimbas negatif bagi
kehidupan manusia. Konsumsi hewan-hewan seperti ikan yang hidup di perairan
dengan kadar merkuri yang tidak sehat juga akan mengancam keselamatan
manusia. Nutrisi ikan yang tinggi tidak akan begitu berguna bila harus
dikompensasi dengan keracunan logam berat merkuri.
Fungisida dan pestisida adalah dua dari beberapa jenis sumber pencemaran
logam merkuri. Selain itu, berbagai jenis cat yang biasa digunakan untuk kayu dan
tembok juga bisa menjadi sumber pencemaran merkuri. Jenis cat dengan kadar
merkuri tinggi biasanya ditemukan pada cat-cat berbasis minyak. Pada jenis cat
tersebut, merkuri umumnya dijadikan campuran anti jamur atau pigmen. Cat-cat
tersebut bila tumpah ke lingkungan atau residunya dibiarkan begitu saja
mencemari alam, jelas akan menganggu keseimbangan ekosistem. Bahaya
merkuri bagi lingkungan sebaiknya dihindari dengan menjauhi sumber pencemar
merkuri ini.
2.5 Adsorpsi
Adsorpsi merupakan salah satu sifat-sifat sistem koloid. Adsorpsi adalah
suatu proses penyerapan partikel suatu fluida (cairan maupun gas) oleh suatu
padatan hingga terbentuk suatu film (lapisan tipis) pada permukaan adsorben.
Padatan yang dapat menyerap partikel fluida disebut bahan pengadsorpsi atau
adsorben. Sedangkan zat yang terserap disebut adsorbat. Secara umum Adsorpsi
didefinisikan sebagai suatu proses penggumpalan substansi terlarut (soluble) yang
ada dalam larutan, oleh permukaan zat atau benda penyerap, dimana terjadi suatu
ikatan kimia fisika antara substansi dengan penyerapnya. Penyerapan partikel atau
ion oleh permukaan koloid atau yang disebut peristiwa adsorpsi ini dapat
menyebabkan koloid menjadi bermuatan listrik. Adsorpsi dibedakan menjadi dua
jenis, yaitu:
1. Adsorpsi fisika adalah proses interaksi antara adsorben dengan adsorbat
yang disebabkan oleh gaya Van Der Waals. Adsorpsi fisika terjadi jika
daya tarik menarik antara zat terlarut dengan adsorben lebih besar dari
daya tarik menarik antara zat terlarut dengan pelarutnya. Kerena gaya tarik
menarik yang lemah tersebut maka zat yang terlarut akan diadsorpsi pada
permukaan adsorben. Adsorpsi fisika biasanya terjadi pada temperatur
rendah sehingga keseimbangan antara permukaan solid dengan molekul
fluida biasanya cepat tercapai dan bersifat reversibel.
2. Adsorpsi kimia adalah reaksi yang terjadi antara zat padat dengan zat
terlarut yang teradsorpsi. Adsorpsi ini bersifat spesifik dan melibatkan
gaya dan kalor yang sama dengan panas reaksi kimia. Menurut Langmuir,
molekul teradsorpsi ditahan pada permukaan oleh ikatan valensi yang
tipenya sama dengan yang terjadi antara atom-atom dalam molekul. Ikatan
kimia tersebut menyebabkan pada permukaan adsorbent akan terbentuk
suatu lapisan film.
Adsorpsi memiliki kecepatan. Kecepatan adsorpsi adalah banyaknya zat
yang teradsorpsi per satuan waktu. Kecepatan adsorpsi mempengaruhi kinetika
adsorpsi. Kinetika adsorpsi adalah laju penyerapan suatu fluida oleh adsorben
dalam jangka waktu tertentu. Banyak sedikitnya zat yang teradsorpsi di pengaruhi
oleh beberapa factor yaitu :
1. Macam adsorben
2. Macam zat yang diadsorpsi (adsorbate)
3. Luas permukaan adsorben
4. Konsentrasi zat yang diadsorpsi (adsorbate)
5. Temperatur
Adsorpsi memegang peranan penting dalam berbagai industri. Manfaat
dan kegunaan adsorpsi telah di kenal manusia sejak zaman dahulu kala dan telah
di manfaatkan untuk meningkatkan kesejahteraan hidupnya. Berikut ini adalah
beberapa contoh manfaat dan kegunaan adsorpsi dalam industri dan kehidupan
manusia yaitu:
1. Untuk menjernihkan air yang keruh
2. Pemutihan Gula pasir pada industri gula
3. Pemurnian minyak kelapa sawit
4. Pewarnaan serat wol, kapas atau sutera
5. Penggunaan Norit untuk mengobati sakit perut
6. Pembersihan dengan sabun
7. Penyerapan Humus oleh Tanah liat
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Alat dan Bahan
Adapun bahan yang digunakan adalah: Ampas tebu, KOH, AgNO3,
Amilum, Natrium tiosulfat, HCl, Air, SEM, XRD, Spectrofotometer.
3.2. Skema Kerja
3.2.1. Pembuatan karbon
Preparasi sampel
Sampel dianalisis
Disaring
Sampel dioven 1150C, 2 jam
Sampel diaktivasi dengan AgNO3 + KOH selama 24 jam dan 48 jam
Sampel digiling dengan kurs porselin
Sampel difurnace dengan suhu 3000C, 4000C dan 5000C(15 menit)
Sampel dinetralkan pHnya dengan HCl/aquades
Sampel disaring
Sampel dioven dengan suhu 1150C selama 2 jam
3.2.2. Analisis sampel
a. Uji kadar air
b. Uji daya serap terhadap iodine
Tiap 100 mg sampel dimasukkan dalam kurs porselin
Tiap sampel dioven dengan suhu 1150C selama 3 jam
Didinginkan dalam desikator
Sampel ditimbang
Kadar air=a−b
ax 100%
Tiap 100 mg sampel dilarutkan dengan 10ml iodin
Dititrasi kembali dengan natrium iosulfat sampai warnanya bening
Sampel dititrasi dengan Natrium tiosulfat sampai warnanya
kuning.
Setiap sampel ditetesi amilum 1% sampai larutan berwarna
biru pekat
Daya serap : Vx N x 126,9 x 5
W
c. Kadar abu
3.3. Prosedur Pembuatan Karbon (Karbonisasi)
1) Pada tahap pertama dilakukan preparasi bahan baku. Bahan baku jika
basah maka kita keringkan, kita oven.
2) Bahan baku dalam keadaan kering dikarbonisasi di dalam furnace selama
15 menit dengan suhu pembakaran 300oC, 400oC, 500oC.
3) Arang yang dihasilkan digiling di krus porselin, sampai dihasilkan ukuran
yang homogen.
4) Kemudian arang diaktifasi di dalam larutan aktifator, KOH dan AgNO3 0,3
M dengan waktu aktifasi 24 jam dan 48 jam.
5) Sampel kemudian disaring dengan kertas saring, dan dicuci dengan
aquadest/HCl hingga pH 7.
6) Sampel dikeringkan dalam oven dari suhu kamar sampai suhu 120oC
selama 2 jam.
7) Sampel hasil kemudian di uji mutunya dengan metode pengujian yang
tertera pada prosedur analisa.
3.3. Prosedur Analisa Pengujian Mutu Karbon Aktif
Ada tiga macam pengujian yang dilakukan pada pembuatan karbon aktif
500 mg sampel difunace dengan suhu 8800C selama 2 jam
Ditimbang
Kadar abu = berat abu
berat sampelx100
ini yaituuji kadar air, uji kadar abu dan uji daya serap terhadap iodium.
a. Uji Kadar Air (SII)
Karbon aktif ditimbang seberat 100 mg dan dimasukkan ke dalam krus
porselin yang telah dikeringkan, kemudian dimasukkan ke dalam oven pada
suhu 115oC selama 3 jam, selanjutnya sampel karbon aktif didinginkan dalam
desikator dan ditimbang. Kadar air dapat dihitung dengan persamaan berikut:
Kadar air = a−b
a x100%
dengan:
a = berat karbon aktif mula-mula (gram)
b = berat karbon aktif setelah dikeringkan (gram)
b. Uji Daya Serap terhadap Iodium (SII)
Pengujian terhadap daya serap iodium dilakukan melalui tahapan sebagai
berikut:
a. Karbon aktif ditimbang sebanyak 100 milligram dan dicampurkan dengan
10 ml larutan Iodium 0,1 N, kemudian dikocok dengan alat pengocok
selama 15 menit.
b. Setelah itu sampel disentrifuge sampai karbonnya turun.
c. Kemudian dititrasi dengan larutan Natrium Tiosulfat 0,1 N.
d. Jika warna kuning pada larutan mulai samar, ke dalam larutan tersebut
ditambahkan larutan amilum 1% sebagai indikator sehingga berwarna biru
tua.
e. Larutan dititrasi kembali sampai warna biru tua berubah menjadi warna
bening.
Iod yang diadsorbsi mg/g = Vx N x 126,9 x 5
W
Dimana :
V = Larutan natrium tio-sulfat yang diperlukan, ml.
N = Normalitas Larutan natrium tio-sulfat.
12,69 = Jumlah Iod sesuai dengan 1 ml larutan natrium tio-sulfat 0,1 N
W = Contoh, gram.
c. Uji Kadar Abu
Karbon aktif yang ditimbang seberat 100 mg dimasukkan ke dalam kurs
porselin yang telah diketahui beratnya. Lalu diabukan dalam furnace secara
perlahan setelah semua karbon hilang. Nyala diperbesar pada suhu 880oC
selama 2 jam. Bila seluruh karbon telah menjadi abu, dinginkan dalam
desikator lalu ditimbang hingga diperoleh bobot tetapnya.
Kadar abu = berat abu
berat sampelx100
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil analisis karbon aktif ampas tebu dengan memvariasikan suhu dan waktu
aktivasi dapat kita lihat seperti berikut:
No Uraian Sampel Prasyarat
(%)
Kualitas
(%)
1 Kadar air 3000 C 24 jam Maks 15 11.7
4000 C 24 Jam 8.7
5000 C 24 jam 89.7
3000 C 48 jam 7.8
4000 C 48 Jam 2.5
5000 C 48 jam 8.3
2 Kadar abu 3000 C 24 jam Maks 10 1.2
4000 C 24 Jam 22.1
5000 C 24 jam 76.5
3000 C 48 jam 31.4
4000 C 48 Jam 49.2
5000 C 48 jam 41
3 Daya serap 3000 C 24 jam Min. 20 25.38
4000 C 24 Jam 6.35
5000 C 24 jam 3.17
3000 C 48 jam 9.51
4000 C 48 Jam 9.5
5000 C 48 jam 9.5
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 130
200
400
600
800
1000
1200
Crystallite Size only [Å]Micro Strain only [%]
2 132 262 392 522 652 782 912 1042117213021432156216921822195220820
100
200
300
400
500
600
Ampas tebu
Gambar 1. Pola XRD suhu 300 C dan 24 Jam
Dimana sumbu y= 2 theta
Sumbu x = Peak/puncak
Gambar 2. Pola SEM saat suhu 300 C dan waktu 24 jam
Dari hasil analisis data di atas, maka dapat kita lihat bahwa zat arang akan lebih
aktif pada pemanasan 3000 C dan waktu 24 jam. Dimana, pada suhu ini dihasilkan
struktur karbon yang berbentuk Kristal yang tidak beraturan dan tidak memiliki
tegangan sama sekali. Sehingga akan menyebabkan karbon lebih menyerap kadar
logam berat yang mengenainya. Struktur kristal amorf pada zat arang akan lebih
memudahkan zat arang aktif untuk berikatan dengan senyawa logam yang
bereaksi dengannya. Berdasarkan hasil pencitraan diatas dapat kita perhatikan
bahwa struktur karbon yang didapatkan adalah struktur kristal amorf yang dimana
memiliki ukuran sebesar < 2000 amstrong. Dari hasil karakteristik dihasilkan
bahwa ukuran pori-pori terbesar dari karbon adalah 1,57 µm dan pori-pori
terkecilnya adalah 0,418 µm. dimana, kecilnya besar pori-pori dari arang aktif ini
akan mengakibatkan daya serap karbon terhadap logam akan lebih kuat.
4.2. Pengaruh Waktu Aktivasi Terhadap Mutu Arang Aktif
Berdasarkan tabel diatas tampak bahwa peningkatan waktu aktivasi menyebabkan
penurunan kualitas zat arang. Semakin lama waktu aktivasi, maka kadar karbon
juga akan menurun dan keaktivannya pun akan berkurang.
Sementara itu, bila kita lihat pengaruh aktivasi terhadap kadar abu, maka dapat
kita saksikan bersama bahwa semakin lama waktu aktivasi maka akan terjadi
peningkatan kadar abu pada sampel. Dan berdasarkan hasil penelitian, kadar abu
yang memenuhi syarat Standar Indonesia (SNI) terdapat pada suhu 3000 C dan
pada waktu aktivasi 24 jam yaitu sebesar 1.2%. Adapun pengaruh dari kadar abu
adalah tingginya kadar abu pada karbon dapat mengurangi daya serap arang aktif
terhadap gas dan larutan, karena mineral seperti kalsium, kalium, magnesium, dan
natrium menyebar dalam kisi arang aktif, dan mempengaruhi pembentukan lebar
lapisan kristalit (Manivannan, et al 1999).
Dan pengaruh waktu aktivasi terhadap penyerapan iodine memenuhi standart pada
suhu 3000 C dan waktu aktivasi selama 24 jam yaitu dimana mencapai 25,38%.
Dan dari data di atas dapat kita lihat bahwa waktu aktivasi paling baik untuk
karbon aktif dari bagasse adalah dengan waktu 24 jam.
4.3. Pengaruh Temperatur Terhadap Mutu arang Aktif
Dari hasil data pada tabel 1. Juga menunjukkan bahwa karbon aktif yang paling
bagus dihasilkan oleh suhu paling rendah yaitu 3000 C. Rata-rata daya serap
karbon aktif tidak memenuhi standar Indonesia (SNI) kecuali pada suhu
karbonisasi 3000 C. Dan daya serap paling tinggi juga dihasilkan oleh suhu
karbonisasi paling rendah. Hal ini disebabkan karena pada suhu yang rendah pori-
pori dari karbon aktif tidak akan menyusut, sehingga tingkat penyerapan semakin
tinggi.
BAB V
KESIMPULAN
1. Arang aktif yang terbaik diperoleh pada aktivasi 24 jam dan pada suhu
3000 C.
2. Semakin tinggi waktu pengaktivasian, maka mutu dari karbon akan
semakin berkurang dan semakn tidak layak digunakan sebagai adsorben.
3. Semakin tinggi suhu pengkarbonisasian pada bagasse akan mengurangi
kualitas dari karbon aktif,karena pada suhu yang tinggi karbon akan
relative berubah menjadi abu, dan dengan adanya abu akan menurunkan
daya serap dari karbon tersebut.
4. Berdasarkan hasil peneltian dapat disimpulkan bahwa ampas tebu dapat
dipergunakan sebagai alternati untuk pembuatan arang aktif yang
berfungsi untuk menyerap logam-logam berat khususnya merkuri.
DAFTAR PUSTAKA
Alfian, Z. 2006. Merkuri: Antara Manfaat dan Efek Penggunaannya Bagi
Kesehatan Manusia dan Lingkungan. [Online]. Avaliable:
http://library.usu.ac.id/download/e-book/zul%20alfian.pdf.
Pari, Gustan.2012. Pengaruh Lama Aktivasi Terhadap Struktur Kimia Dan Mutu
Arang Aktif serbuk Gergaji Sengon. Forda.Mof
Nurdiansyah, Haniffudin. 2013. Pengaruh Temperatur Karbonisasi dan
temperature Aktivasi Fisika dari Elektroda Karbon Aktif Tempurung Kelapa dan
Tempurung Kluwak Terhadap Nilai Kapasitansi Eletric Double Capacitor
(EDLC). Jurnal Tekhnik Material dan Metalurgi POMITS Vol.2 No.1, Fakultas
Tekhnik Industri: ITSN.
S. Salamah.2001.” Pembuatan Karbon Aktif dari Tempurung Kelapa dengan
Perlakuan Karbonat”. In prosidingSeminar Nasional “Kejuangan Tekhnik kimia:
Yogyakarta.
SNI.1995. Arang Aktif Tekhnis. Standar Nasional Indonesia. SNI 06-3730-1995:
Badan Standardisasi Nasional, Jakarta.
Pari, Gustan.2012. Pengaruh Lama Aktivasi Terhadap Struktur Kimia Dan Mutu
Arang Aktif serbuk Gergaji Sengon. Forda.Mof
Nurdiansyah, Haniffudin. 2013. Pengaruh Temperatur Karbonisasi dan
temperature Aktivasi Fisika dari Elektroda Karbon Aktif Tempurung Kelapa dan
Tempurung Kluwak Terhadap Nilai Kapasitansi Eletric Double Capacitor
(EDLC). Jurnal Tekhnik Material dan Metalurgi POMITS Vol.2 No.1, Fakultas
Tekhnik Industri: ITSN.
S. Salamah.2001.” Pembuatan Karbon Aktif dari Tempurung Kelapa dengan
Perlakuan Karbonat”. In prosidingSeminar Nasional “Kejuangan Tekhnik kimia:
Yogyakarta.
SNI.1995. Arang Aktif Tekhnis. Standar Nasional Indonesia. SNI 06-3730-1995:
Badan Standardisasi Nasional, Jakarta.
Zahira. Bahaya Merkuri.http://zahirastore.blogspot.com/p/bahaya-merkuri.html
http://www.jejaringkimia.web.id/2010/03/dampak-merkuri-terhadap-manusia-
dan.html
Achmad, R. 2004. Kimia Lingkungan. Yogyakarta: ANDI
Fardiaz, S. 1992. Polusi Air dan Udara. Yogyakarta: Konisius.
Hutabarat, S dan Steward M E. 1985. Pengantar Oseanografi. Jakarta: UI-Press.
Martono, H. 2005. Penanganan Kasus Keracunan Metil Merkuri di Minamata.
Laporan Penelitian. Jakarta: Pusat Penelitian dan Pengembangan Ekologi
Kesehatan, Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Masriani dan Eny E. 2003. Usaha Pemanfaatan Kepah (Batissa Sp) Sebagai
Bioindikator Tingkat Cemaran Logam Berat Pb dan Cd di Perairan Sungai
Kapuas. Laporan Penelitian. Pontianak: FKIP UNTAN.
Anonim. 2010.http://id.wikipedia.org/ wiki/Arang.
Notoatmodjo, S. 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.
top related