PEMANFAATAN LIMBAH AMPAS TEBU SEBAGAI SUMBER ZAT ARANG AKTIF UNTUK MENURUNKAN KADAR MERKURI PADA AIR DI SUNGAI BATANG HARI, JAMBI Disusun Oleh : Sarinah Pakpahan (F1C313026) Mega Handayani (F1C313029) FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI UNIVERSITAS JAMBI 2015
31
Embed
PEMANFAATAN LIMBAH AMPAS TEBU SEBAGAI SUMBER ZAT ARANG AKTIF UNTUK MENURUNKAN KADAR MERKURI PADA AIR DI SUNGAI BATANG HARI, JAMBI
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
PEMANFAATAN LIMBAH AMPAS TEBU SEBAGAI SUMBER ZAT
ARANG AKTIF UNTUK MENURUNKAN KADAR MERKURI PADA AIR DI
SUNGAI BATANG HARI, JAMBI
Disusun Oleh :
Sarinah Pakpahan (F1C313026)
Mega Handayani (F1C313029)
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS JAMBI
2015
Abstrak
Merkuri merupakan salah satu jenis logam berat yang biasa terkandung dalam air.
Adanya kadar merkuri ini pada air mengakibatkan gangguan kesehatan karena, zat
ini memiliki sifat yang sangat berbahaya bagi kesehatan. Hal ini disebabkan
karena merkuri memiliki sifat toksik dan karsinogenik pada tubuh manusia. Salah
satu cara yang digunakan manusia untuk menyerap kadar merkuri ini adalah
dengan menggunakan zeolit. Namun, kurangnya tingkat keefisienan bahan ini,
memotivasi peneliti untuk mencari alternative. Dan cara yang dapat digunakan
adalah dengan membuat zat arang aktif dari ampas tebu. Pembuatan arang aktif ini
menggunakan activator AgNO3 dan KOH. Dimana, pada pengkarbonisasian
divariasikan pada suhu 3000C, 4000C dan 5000C. Dan waktu pengaktivasian
dilakukan variasi yaitu 24 jam dan 48 jam.
Dan dari hasil penelitian, dapat ditentukan bahwa zat arang aktif yang paliung
bagus digunakan sebagai adsorben adalah pada suhu karbonisasi 3000C dan
aktivasi 24 jam.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pertumbuhan ekonomi Provinsi Jambi sebagian besar ditopang oleh sektor
perkebunan dan pertambangan. Sektor pertambangan merupakan sektor dengan
pangsa kedua terbesar di Jambi (17,55%). Salah satu daerah pertambangan yang
sampai saat ini masih sangat diminati oleh warga Jambi adalah daerah sepanjang
sungai Batang Hari. Dimana masyarakat di sekitar pesisir sungai Batang Hari
menggunakannya sebagai tempat untuk pertambangan emas, pasir, kerikil dan
masih banyak lagi. Namun, banyaknya area pertambangan di sungai ini membuat
sungai ini menjadi tercemar oleh logam- logam berat seperti Fe, Cu, Cd, Hg, dan
lain-lain. Banyaknya logam berat yang terkandung dalam air, tentu memiliki
dampak yang sangat buruk pada lingkungan maupun pada masyarakat di
sekitarnya.
Merkuri (Hg ) mempunyai sifat yang sangat beracun, maka U.S. Food and
Administrasion (FDA) menentukan pembakuan atau Nilai Ambang Batas (NAB)
kadar merkuri yang ada dalam jaringan tubuh badan air, yaitu sebesar 0,005 ppm.
Nilai ambang batas yaitu suatu keadaan dimana suatu larutan kimia, dalam hal ini
merkuri dianggap belum membahayakan bagi kesehatan manusia. Kadar merkuri
jika sudah melampaui NAB dalam air atau makanan, maka air maupun makanan
yang diperoleh dari tempat tertentu harus dinyatakan berbahaya. NAB air yang
mengandung merkuri total 0,002 ppm baik digunakan untuk perikanan (Budiono,
2003). Pedoman buku mutu lingkungan menjelaskan bahwa, kadar merkuri pada
makanan yang dikonsumsi langsung maksimum sebesar 0,001 ppm. Kadar
merkuri yang aman dalam darah maksimal 0,04 ppm. Kadar merkuri sebesar 0,1-1
ppm dalam jaringan sudah dapat menyebabkan munculnya gangguan fungsi tubuh
(Anonymous:2008).
Sementara itu berdasarkan data yang diperoleh, kadar merkuri di
permukaan Mesumai mencapai 0,0008 mg/l, arsenik 0,002 mg/l, dan besi 2,73
mg/l. Konsentrasi merkuri dan arsenik itu nyaris mendekati batas aman. Kadar
besi sudah sembilan kali lipat ambang itu. Berdasarkan Peraturan Pemerintah
Nomor 82 Tahun 2001 soal bahan baku air minum, batas aman merkuri 0,001
mg/l, arsenik 0,005 mg/l, dan besi 0,3 mg/l.
Kadar merkuri air permukaan Sungai Tembesi yang menjadi sumber air PDAM
Tirta Sako Batuah, Kota Sarolangun, tepat di garis kritis. Di saluran intake
PDAM, kadar logam berat itu mencapai 0,001 mg/l, besi 1,39 mg/l, dan arsenik
0,001 mg/l. Kadar merkuri dalam sampel saluran intake PDAM Merangin, yang
airnya bersumber dari Sungai Merangin, sama seperti Sungai Mesumai (0,0008
mg/l), arsenik 0,002 mg/l, tetapi kadar besinya empat kali di atas batas aman (1,31
mg/l). Sementara itu (Etty Riany:2014) mengatakan bahwa Cukup 0,01 miligram
per liter (mg/l), logam berat itu sudah menyebabkan kematian.
(IrmaTambunan :2014)
Melihat dampak negative yang akan ditimbulkan oleh merkuri tersebut,
harus dilakukan pengolahan untuk menurunkan kadar limbah ini agar tidak
mengganggu ekosistem di sekitar sungai batang hari.
Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk pengolahan limbah ini
yaitu filtrasi, flokulasi, penghilangan warna, dan adsorpsi. Proses adsorbsi
dilakukan untuk proses penyerapan senyawa yang mengganggu. Adapun langkah
awal untuk proses adsorbs yang efektif adalah dengan memilih adsorben yang
memiliki selektivitas tinggi serta dapat digunakan berulang-ulang. Adsorben
komersial yang dijual di pasaran yaitu : zeolit, alumina aktif, silica gel, dan
karbon aktif (Farid F, 2009).
Karbon aktif merupakan salah satu adsorben yang dapat diunakan dalam
pengolahan limbah cair. Karbon aktif merupakan senyawa karbon amorf dan
dapat dihasilkan dari bahan yang mengandung karbon atau arang yang
diperlakukan dengan cara khusus untuk mendapatkan permukaan yang lebih luas.
Luas karbon aktif berkisar 300 – 3500 m2/gram. Besarnya tingkat luas permukaan
dari karbon aktif ini menandakan bahwa karbon aktif memiliki daya serap yang
tinggi.
Pada umumnya karbon aktif yang digunakan untuk menyerap merkuri dan
logam berat lainnya dari air adalah zeolit. Namun, hal ini tidak cukup efisien
untuk dilanjutkan. Dimana, zeolit merupakan suatu bahan yang sangat sulit
didapatkan dan harga relatif mahal. Jadi, dibutuhkan suatu alternatif baru yang
dapat digunakan sebagai zat arang aktif, yang lebih efisien lagi dimana dia mudah
didapatkan, ekonomis, dan mudah diproduksi.
Dalam beberapa tahun terakhir, banyak penelitian telah berfokus pada
proses adsorbsi dengan karbon aktif karena dinilai lebih efektif, preparasi mudah
dan pembiayaan yang relatif murah dibanding metode lainnya. Salah satu material
yang dapat dipertimbangkan sebagai adsorben adalah ampas tebu. Dengan
memanfaatkan kandungan ligno-cellulose pada ampas tebu,maka bahan ini
sangatlah berpotensi sebagai alternatif baru pengganti zeolit.
Bagasse atau ampas tebu adalah zat padat yang didapatkan dari sisa
pengolahan tebu pada industri pengolahan gula pasir. Sebagian besar digunakan
sebagai bahan bakar ketel (boiler) yang menghasilkan limbah hasil pembakaran
berupa abu ampas tebu. Abu ampas tebu yang dihasilkan dari ketel dibedakan
menjadi dua macam, antara lain abu terbang yaitu abu ampas tebuyang keluar
lewat bagian atas cerobong dan abu dasar yaitu abu ampas tebu yang keluar lewat
bagian bawah ketel (Srivastava et al., 2005).
Pemanfaatan abu dasar ampas tebu yang kurang optimal, sedangkan
ketersediaan yang melimpah dan potensi yang dimiliki sebagai adsorben sangat
baik sesuai dengan penelitian (Suksabye, 2011) yang menunjukkan efisiensi
dekolorasi lebih besar dari adsorben dengan bahan baku lainnya, hal ini menjadi
pertimbangan untuk memanfaatkan abu dasar ampas tebu ini menjadi karbon
aktif. Karbon aktif adalah senyawa karbon yang telah diproses dengan cara
aktivasi sehingga senyawa tersebut memiliki pori dan luas permukaan yang sangat
besar dengan tujuan untuk meningkatkan daya adsorpsinya. Karbon aktif
merupakan material yang unik karena memiliki pori dengan ukuran skala molekul
(nanometer). Pori tersebut memiliki gaya Van der Waals yang kuat (Arfan, 2006).
Umumnya karbon aktif dapat dibuat melalui proses aktivasi fisika
maupun kimia. Penggunaan jenis bahan aktivasi pada proses aktivasi kimia dapat
memberikan pengaruh yang berbeda-beda terhadap luas permukaan maupun
volume pori-pori karbon aktif yang dihasilkan. Proses aktivasi menggunakan
bahan aktivasi kalium hidrosida (KOH) menghasilkan karbon aktif dengan luas
permukaan 3000 m2 g-1 (Teng, 1999).
Dari hasil penelitian tersebut maka KOH merupakan salah satu bahan
aktivasi kimia yang baik pada proses aktivasi pembuatan karbon aktif.
Penggunaan bahan aktivasi yang baik diharapkan dapat menghasilkan daya
adsorpsi besar pada pemanfaatan abu dasar ampas tebu (Baggase Botom Ash)
menjadi karbon aktif. Tujuan penelitian ini adalah mengetahui pengaruh
penambahan konsentrasi KOH terhadap karakterisasi karbon aktif dari abu dasar
ampas tebu (Bagasse Bottom Ash) yang meliputi daya serap iodin dan methylene
blue, berat jenis, kadar air, kadar abu. Mengetahui hasil perlakuan terbaik yang
dilakukan dalam penelitian ini.
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dalam melakukan penelitian ini adalah:
a. Membuat arang aktif dari ampas tebu sebagai alternatif untuk mengurangi
kadar merkuri di sungai Batang hari.
1.3 Rumusan Masalah
a. Kandungan apa yang dimilki oleh ampas tebu sehingga dia dapat diolah
menjadi zat arang
aktif?
b. Mengapa air di sungai batang hari sangat penting untuk diadsorpsi?
c. Bagaimana karakteristik zat arang aktif yang dihasilkan dari bagasse (ampas
tebu)?
d. Apa pengaruh dari waktu aktivasi terhadap keakifan karbon?
e. Dan apa pengaruh suhu pembakaran ampas terhadap keaktifan karbon?
1.4 Manfaat
a. Dengan melakukan penelitian menggunakan ampas tebu sebagai bahan
karbon aktif diharapkan dapat menyadarkan para masyarakat sekitar
sungai Batang hari terutama para penambang liar dan serta para
homeindustri di sekitar sungai Batang Hari agar ikut andil dalam
pengurangan kadar merkuri di sungai tersebut.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Ampas Tebu
Ampas tebu atau bagasse adalah hasil samping dari proses ekstraksi
tanaman tebu. Berdasarkan analisis kimia, ampas tebu memiliki komposisi kimia
yaitu, abu 3,28 %, lignin 22,09 %, selulosa 37,65 %, sari 1,81 %, pentosan 27,97
% dan SiO2 3,01 %. Ampas tebu ini dihasilkan sebanyak 32 % dari berat tebu
giling (Mirwan, 2005).
Pada umumnya, pabrik gula di Indonesia memanfaatkan ampas tebu
sebagai bahan bakar bagi pabrik yang bersangkutan, setelah ampas tebu tersebut
mengalami proses pengeringan.
Dengan kandungan ligno-cellulose serta memiliki panjang seratnya antara 1,7
sampai 2 mm dengan diameter sekitar 20 mikro, sehingga ampas tebu ini secara
ekonomis pemanfaatannya tidak hanya sebagai sumber energi bahan bakar
semata. Namun ampas tebu ini bisa dimanfaatkan juga sebagai bahan baku untuk
industri kertas, industri kanvas rem, industri jamur dan sebagainya.
Bahkan ampas tebu juga bisa dimanfaatkan sebagai bahan pakan ternak.
Namun demikian, ampas tebu yang akan digunakan sebagai bahan pakan ternak
masih harus melalui proses fermentasi menggunakan probiotik yang dimaksudkan
untuk meningkatkan kualitas dan kecernaannya, serta dilakukan penambahan
beberapa bahan untuk melengkapi kebutuhan mineral yang diperlukan dalam
bahan pakan tersebut.
Dengan nilai ekonomis yang ada pada ampas tebu, tidaklah tepat istilah
“habis manis sepah dibuang” diterapkan pada industri gula. Karena pada
kenyataannya sepahnya pun masih memiliki nilai ekonomis.
2.2. Sungai Batang Hari
Sungai terpanjang di Pulau Sumatera adalah Batang Hari. Kata batang
artinya sungai. Namun, orang sudah biasa mengatakan Sungai Batang Hari.
Bagian terpanjang Sungai Batang Hari dan muaranya memang terletak di Provinsi
Jambi, sebagian kecil bagian hulunya di Provinsi Sumatera Barat.
Batang Hari (atau Sungai Hari) adalah sungai terpanjang di pulau
Sumatera sekitar 800 km. Mata airnya berasal dari Gunung Rasan (2585 m), dan
yang menjadi hulu dari Batang Hari ini adalah sampai kepada Danau Diatas, yang
sekarang masuk kepada wilayah Kabupaten Solok, provinsi Sumatera Barat, dan
mengalir ke selatan sampai ke daerah Sungai Pagu, sebelum berbelok ke arah
timur. Aliran dari sungai ini melalui beberapa daerah yang ada di provinsi
Sumatera Barat dan provinsi Jambi, seperti Kabupaten Solok Selatan, Kabupaten
Dharmasraya, Kabupaten Bungo, Kabupaten Tebo, Kabupaten Batang Hari, Kota
Jambi, Kabupaten Muaro Jambi dan Kabupaten Tanjung Jabung Timur, sebelum
lepas ke perairan timur sumatera dekat Muara Sabak.
Pada Batang Hari ini ada banyak sungai lain yang bermuara padanya
diantaranya Batang Sangir, Batang Merangin, Batang Tebo, Batang Tembesi, dan
lain sebagainya. Sistem aliran sungai ini membawa banyak deposit emas,
sehingga muncul nama legendaris Swarnadwipa ("pulau emas") yang diberikan
dalam bahasa Sanskerta bagi Pulau Sumatera.
Daerah Aliran Sungai (DAS) Batang Hari merupakan DAS terbesar
kedua di Indonesia, mencakup luas areal tangkapan (catchment area) ± 4.9 juta
Ha. Sekitar 76 % DAS Batang Hari berada pada provinsi Jambi, sisanya berada
pada provinsi Sumatera Barat.
Adanya aktivitas pertambangan dan kegiatan pengusahaan (eksploitasi)
hutan yang dilakukan secara mekanis sepanjang aliran sungai, telah berdampak
terhadap berubahnya alur sungai, erosi di tepian sungai, pendangkalan atau
sedimentasi yang tinggi di sepanjang aliran DAS Batang Hari terutama sebelah
hilir. Perubahan alur dan arah arus Batang Hari ini mengakibatkan air sungai
dengan cepat naik pada saat musim hujan datang, sebaliknya cepat surut saat
musim kemarau. Hal ini juga diperburuk dengan meningkatnya populasi
penduduk terutama pada daerah transmigrasi sedikit banyaknya akan membebani
wilah DAS Batang Hari itu sendiri.
Aktivitas diatas mengakibatkan teremarnya sungai Batang hari tersebut