Transcript
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Pada umumnya, nefropati diabetik didefnisikan sebagai sindrom klinis pada pasien
diabetes melitus yang ditandai dengan albuminuria (adanya alumin dalam urin) menetap (lebih
dari 300 mg/24 jam atau leih dari 200 ig/menit) pada minimal dua kali pemeriksaan dalam kurun
waktu 3 sampai 6 bulan, di sertai adanya penurunan progresif laju filtrasi glomerulus (GFR) dan
peningkatan tekanan darah arteri Nefropati Diabetika merupakan komplikasi Diabetes mellitus
pada ginjal yang dapat berakhir sebagai gagal ginjal. Keadaan ini akan dijumpai pada 35-45%
penderita diabetes militus terutama pada DM tipe I.1
Di Amerika dan Eropa, nefropati diabetik merupakan penyebab utama gagal ginjal
terminal. Angka kejadian nefropati diabetik pada diabetes melitus tipe 1 dan 2 sebanding, tetapi
insidens pada tipe 2 sering lebih besar daripada tipe I karena jumlah pasien diabetes melitus tipe
2 lebih banyak daripada tipe 1. Di Amerika, nefropati diabetik merupakan salah satu penyebab
kematian tertinggi di antara semua komplikasi diabetes melitus, dan penyebab kematian tersering
adalah karena komplikasi kardiovaskular. Secara epidemiologis, ditemukan perbedaan terhadap
kerentanan untuk timbulnya nefropati daibetik, yang antara lain dipengaruhi oleh etnis, jenis
kelamin serta umur saat diabetes timbul.2
Diabetes Melitus (DM) jika tidak ditangani dengan baik akan mengakibatkan timbulnya
komplikasi pada berbagai organ tubuh seperti mata, ginjal, jantung, pembuluh darah kaki, syaraf,
dll. Nefropati Diabetik merupakan komplikasi mikrovaskular dari diabetes mellitus.3
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Fisiologi Nefron
Nefron merupakan bagian terkecil dari ginjal yang terdiri dari glomerulus, tubulus
proksimal, lengkung hendle, tubulus distal, dan tubulus urinarius (papilla vateri). Pada setiap
ginjal diperkirakan ada 1.000.000 nefron, selama 24 jam dapat menyaring darah 170 liter, arteri
renalis membawa darah murni dari aorta ke ginjal. Lubang-lubang yang terdapat pada pyramid
renal masing-masing membentuk simpul dan kapiler suatu badan malphigi yang disebut
glomerulus. Pembuluh afferent bercabang membentuk kapiler menjadi vena renalis yang
membawa darah dari ginjal ke vena kava inferior.4
2
Nefron berfungsi sebagai : Regurator air dan zat terlarut (terutama elektrolit ) dalam tubuh
dengan cara menyaring darah , kemudian mereabsorpsi cairan dan molekul yang masih di
butuhkkan oleh tubuh.molekul dan sisa cairan lainnya akan di buang . reabsorpsi dan
pembuangan di lakukan dengan menggunakan mekanisme pertukaran lawan arus dan
kontranspor . hasil akhir yang kemudian di ekskresikan di sebut urin
Tiga proses dasar ginjal :4
a) Filtrasi Glomerulus: Darah mengalir ke melalui glomerulus terjadi filtrasi plasma
bebas protein menembus kapiler glomerulus ke dalam kapsul bowman.
Setiap hari terbentuk 180 liter (47,5 galom) filtrasi glomerulus (cairan yang difiltrasi).
Dengan menganggap vol plasma orang dewasa 2,75 liter, berarti seluruh vol plasma
difiltrasi sekitar 65 x oleh ginjal setiap harinya.
b.) Reabsorbsi Tubulus : Pada saat filtrat mengalir melalui tubulus, zat-zat yg
bermanfaat bagi tubuh (glukosa, sodium, klorida, fosfat dan beberapa ion karbonat)
dikembalikan ke plasma kapiler peritubulus. Perpindahan bahan2 yg bersifat selektif dari
bagian dlm tubulus (lumen tubulus) ke dlm darah ini disebut sebagai reabsorpsi tubulus.
Zat-zat yang tidak keluar (sodium dan ion bikarbonat) dari tubuh melalui urin, tetapi
diangkut oleh kapiler peritubulus ke sistem vena & kemudian ke Jantung untuk kembali
diedarkan
c.) Sekresi Tubulus : Perpindahan selektif zat2 dari darah kapiler peritubulus ke dalam
lumen tubulus, merupakan rute kedua bagi zat dari darah untuk masuk ke dalam tubulus
ginjal.Cara pertama zat pindah dari plasma ke dalam lumen tubulus adalah melalui filtrasi
glomerulus, namun hy sekitar 20% dr plasma yg mengalir melalui kapiler glomerulus
3
disaring ke dalam kapsul bowman, 80% sisanya terus mengalir melalui arteriol eferen ke
dalam kapiler peritubulus.
2.2 Definisi
Pada umumnya, nefropati diabetik didefinisikan sebagai sindrom klinis pada pasien DM
yang ditandai dengan albuminuria menetap (> 300 mg/24 jam atau > 200 ig/menit) pada minimal
dua kali pemeriksaan dalam kurun waktu 3 – 6 bulan. Di Amerika dan Eropa, nefropati diabetik
merupakan penyebab utama gagal ginjal terminal. Di Amerika, nefropati diabetik merupakan
salah satu penyebab kematian tertinggi di antara semua komplikasi DM.1
2.3 Etiologi
Faktor-faktor etiologis timbulnya nefropati diabetik antara lain :4
1. Kurang terkendalinya kadar gula darah (gula darah puasa > 140 – 160 mg/dl [7.7 – 8.8
mmol/l]); dimana A1C > 7 – 8 %
2. Faktor-faktor genetis
3. Kelainan hemodinamik (peningkatan aliran darah ginjal dan LFG, peningkatan tekanan
intraglomerulus)
4. Hipertensi sistemik
5. Sindrom resistensi insulin (sindroma metabolik)
6. Inflamasi
7. Perubahan permeabilitas pembuluh darah
8. Asupan protein berlebih
9. Gangguan metabolik (kelainan metabolisme polyol, pembentukan advanced glycation
end products, peningkatan produksi sitokin)
10. Pelepasan growth factors
4
11. Kelainan metabolisme karbohidrat / lemak / protein
12. Kelainan struktural (hipertrofi glomerulus, ekspansi mesangium, penebalan membrana
basalis glomerulus)
13. Gangguan ion pump (peningkatan Na+ - H+ pump dan penurunan Ca2+ - ATPase pump)
14. Hiperlipidemia (hiperkolesterolemia dan hipertrigliseridemia)
15. Aktivasi protein kinase C
2.4 Epidemiologi
Penelitian di luar negeri pada penderita diabetes mellitus tipe 1 menyatakan bahwa 30-
40% dari penderita ini akan berlanjut menjadi nefropati diabetikum dini dalam waktu 5-15 tahun
setelah diketahui menderita diabetes. Apabila telah berlanjut menjadi nefropati diabetikum, maka
perjalanan penyakit tidak dapat dihambat lagi. Dengan demikian setelah 20-30 tahun menderita
diabetes maka sekitar 40-50% akan mengalami gagal ginjal yang membutuhkan cuci darah dan
transplantasi ginjal 5.
Pada penderita diabetes melitus tipe 2 diperkirakan sekitar 5-10% dari penderita akan
menjadi gagal ginjal terminal. Secara persentasi tidak terlalu besar, tetapi mengingat jumlah
penderita diabetes melitus tipe 2 lebih banyak maka secara keseluruhan jumlah penderita
penderita gagal ginjal terminal pada penderita diabetes melitus tipe 2 akan lebih banyak 6.
2.5 Klasifikasi
5
Perjalanan penyakit serta kelainan ginjal pada diabetes mellitus lebih banyak
dipelajari pada diabetes mellitus tipe 1 daripada tipe 2, dan oleh Mogensen dibagi menjadi 5
tahapan 4.
Tahap I (Stadium Hiperfiltrasi)
Terjadi hiperfiltrasi dan hipertrofi glomerulotubulus pada saat diagnosis
ditegakkan. Laju filtrasi glomerulus dan laju ekskresi albumin dalam urin meningkat 4.
Pada tahap ini LFG meningkat sampai 40% diatas normal dan disertai pembesaran
ukuran ginjal. Albuminuria belum nyata dan tekanan darah biasanya normal. Tahap ini
reversible dan berlangsung 0-5 tahun sejak awal didiagnosis diabetes mellitus. Dengan
pengendalian glukosa darah yang ketat, kelainan fungsi maupun struktur ginjal kembali
normal.
Tahap II (Stadium Silent)
Secara klinis belum tampak kelainan yang berarti, LFG tetap meningkat, eksresi
albumin dalam urin dan tekanan darah normal. Albuminuria akan meningkat apabila
setelah latihan jasmani, keadaan stress atau kendali metabolik yang memburuk. Terdapat
perubahan histologis awal berupa penebalan membrane basalis yang tidak spesifik.
Terdapat pula peningkatan volume mesangium fraksional (dengan peningkatan matriks
mesangium) 4. Terjadi 5-10 tahun setelah didiagnosis diabetes mellitus. Keadaan ini dapat
berlangsung lama dan hanya sedikit yang akan berlanjut ke tahap berikutnya.
Progresivitas biasanya berlanjut terkait keadaan metabolik yang memburuk .
Tahap III (Stadium Mikroalbuminuria / Nefropati Insipient)
Merupakan tahap awal dari nefropati. Pada tahap ini ditemukan mikroalbuminuria
atau nefropati insipient. Laju filtrasi glomerulus meningkat atau dapat menurun sampai
6
derajat normal. Laju ekskresi albumin dalam urin adalah 20-200 lg/menit (30-300 mg/24
jam). Tekanan darah mulai meningkat. Secara histologis, didapatkan peningkatan
ketebalan membrane basalis dan volume mesangium fraksional dalam glomerulus 4.
Tahap ini biasanya terjadi setelah 10-15 tahun didiagnosis diabetes mellitus. Keadaan ini
dapat bertahan bertahun-tahun dan progresivitas masih mungkin dapat dicegah dengan
kendali glukosa dan tekanan darah yang ketat.
Tahap IV (Stadium Makroalbuminuria / Nefropati Lanjut)
Merupakan tahap nefropati yang sudah lanjut (overt nefropati), nefropati
diabetikum bermanifestasi klinis dengan proteinuria yang nyata dengan pemeriksaan
biasa, tekanan darah sering meningkat serta LFG yang sudah menurun dibawah normal
sekitar 10ml/menit/tahun dan kecepatan penurunan ini berhubungan dengan tingginya
tekanan darah 4. Laju ekskresi albumin dalam urin adalah di atas 300 mg/24 jam (200
μg/menit). Perubahan histologis lebih jelas, juga timbul hipertensi pada sebagian besar
pasien. Sindroma nefrotik dan retinopati sering ditemukan pada tahap ini. Terjadi setelah
15-20 tahun didiagnosis diabetes mellitus. Progresivitas mengarah ke gagal ginjal hanya
dapat diperlambat dengan pengendalian glukosa darah, lemak darah, dan tekanan darah.
Tahap V (Stadium Uremia / Gagal Ginjal Terminal)
Merupakan tahapan dimana terjadi gagal ginjal terminal 4. Laju Filtrasi
Glomerulus sudah demikian rendah sehingga pasien menunjukkan tanda-tanda sindrom
uremik dan memerlukan tindakan khusus yaitu terapi pengganti, dialisis, maupun
cangkok ginjal. Rata-rata dibutuhkan waktu 15-17 tahun untuk sampai pada stadium IV
dan 5-7 tahun kemudian akan sampai stadium V.
7
2.6 Faktor Resiko
Tidak semua pasien diabetes mellitus tipe I dan II berakhir dengan nefropati diabetik. Dari studi
perjalanan penyakit alamiah ditemukan beberapa factor risiko antara lain:
1. Hipertensi
Hipertensi dapat menjadi penyebab dan akibat dari nefropati diabetik. Dalam
glomerulus, efek awal dari hipertensi sistemik adalah dilatasi arteriola afferentia, yang
berkontribusi kepada hipertensi intraglomerular, hiperfiltrasi, dan kerusakan
hemodinamik. Respon ginjal terhadap system rennin-angiotensin menjadi abnormal pada
ginjal diabetes. Untuk alas an ini, agen yang dapat mengkoreksi kelainan tekanan
intraglomerular dipilih dalam terapi diabetes 7. ACE inhibitor secara spesifik menurunkan
tekanan arteriola efferentia, karena dengan menurunkan tekanan intraglomerular dapat
membantu melindungi glomerulus dari kerusakan lebih lanjut, yang terlihat dari efeknya
pada mikroalbuminuria 7.
2. Predisposisi genetika barupa riwayat keluarga mengalami nefropati diabetik dan
hipertensi 7.
3. Kepekaan (susceptibility) nefropati diabetik
a. Antigen HLA (Human Leukosit Antigen)
Beberapa penelitian menemukan hubungan factor genetic tipe antigen HLA
dengan kejadian nefropati diabetik. Kelompok penderita diabetes dengan
nefropati lebih sering mempunyai Ag tipe HLA-B9
b. Glukosa Transporter (GLUT)
8
Setiap penderita diabetes mellitus yang mempunya GLUT 1-5 mempunyai potensi
untuk mendapat nefropati diabetik 7.
4. Hiperglikemia
Kontrol metabolic yang buruk dapat menjadi memicu terjadinya nefropati diabetik.
Nefropati diabetik jarang terjadi pada orang dengan HbA <7,5-8,0^ Pada akhirnya
glukosa memiliki arti dan pertanda klinis untuk kelainan metabolic yang memicu
nefropati diabetik 8.
5. Kelainan metabolic lain yang berhubungan dengan keadaan hiperglikemia juga berperan
dalam perkembangan nefropati diabetik termasuk AGEs dan polyols. AGEs ialah hasil
pengikatan nonenzimatik, yang tidak hanya mengubah struktur tersier protein, tapi juga
menghasilkan intra dan intermolecular silang. Berbagai macam protein dipengaruhi oleh
proses ini. Kadar AGEs di sirkulasi dan jaringan diketahui berhubungan dengan
mikroalbuminuria pada pasien diabetes. Kadar AGEs pada dinding kolagen arteri lebih
besar 4 kali pada orang dengan diabetes .Pasien diabetes dengan ESRD memiliki AGEs
di jaringan dua kali lipat lebih banyak daripada pasien diabetes tanpa gangguan ginjal 7.
6. Merokok
Merokok meningkatkan progresi nefropati diabetik Analisis mengenai factor resiko
menunjukan bahwa merokok meningkatkan kejadian nefropati diabetik sebesar 1,6 kali
lipat lebih besar 8.
2.7 Patofisiologi
Hiperfiltrasi dianggap sebagai awal dari mekanisme patogenik dalam laju kerusakan
ginjal, dimana saat jumlah nefron mengalami pengurangan progresif, glomerulus akan
melakukan kompensasi dengan meningkatkan filtrasi nefron yang masih sehat dan pada akhirnya
9
nefron yang sehat menjadi sklerosis. Peningkatan laju filtrasi glomerulus pada nefropati
diabetikum kemungkinan disebabkan oleh dilatasi arteriol aferen oleh efek yang tergantung
glukosa, yang diperantarai hormon vasoaktif, IGF-1, Nitric Oxide, prostaglandin, dan glukagon.
Efek langsung dari hiperglikemia adalah perangsangan hipertrofi sel, sintesis matriks
ekstraseluler, serta produksi Transforming growth factor-beta (TGF-β) yang diperantarai oleh
aktivasi protein kinase-C (PKC) yang termasuk dalam serine-threonin kinase yang memiliki
fungsi pada vaskuler seperti kontraktilitas, aliran darah, proliferasi sel dan permeabilitas kapiler
4. TGF-beta menyebabkan peregangan mesangial dan fibrosis melalui stimulasi kolagen dan
fibronectin.
Hiperglikemia kronik menyebabkan terjadinya glikasi nonenzimatik asam amino dan
protein (reaksi mallard dan Browning). Pada awalnya, glukosa akan mengikat residu amino
secara nonenzimatik menjadi basa Schiff glikasi, lalu terjadi penyusunan ulang untuk mencapai
bentuk yang lebih stabil tetapi masih reversible dan disebut sebagai produk amadori. Jika proses
ini berlanjut terus, akan terbentuk Advanced Glycation End-Products (AGEs) yang irreversible.
AGEs diperkirakan menjadi perantara bagi beberapa kegiatan seluler seperti ekspresi molecule
adhesi yang berperan dalam penarikan sel-sel mononuklear, juga pada terjadinya hipertrofi sel,
sintesa matriks ekstraseluler serta inhibisi sintesis Nitric Oxide. Proses ini akan terus berlanjut
sampai terjadi ekspansi mesangium dan pembentukan nodul serta fibrosis tubulointerstitialis
sesuai dengan tahap-tahap dari Mogensen. Akibat kelainan rennin-angiotensin system,
Angiotensin II (ATII) meningkat pada nefropati diabetikum, sehingga menyebabkan konstriksi
arteriola efferentia di glomerulus, menyebabkan peningkatan tekanan kapiler glomerulus dan
hipertensi, serta menstimulasi fibrosis dan inflamasi pada glomerulus 4.
10
Patogenesis dari nefropati diabetikum sejalan dengan patogenesis diabetes melitus pada
umumnya, dan mikroangiopati pada khususnya. Progresivitas nefropati diabetikum ditandai
dengan adanya proteinuria yang merupakan penanda penurunan fungsi ginjal, peningkatan
creatinine clearance (crcl), glomerulosklerosis, dan fibrosis interstitial.
Saat ini diketahui bahwa connective tissue growth factor (CTGF) merupakan faktor
penting pada nefropati diabetikum. Pada sel ginjal, CTGF diinduksi oleh kadar glukosa darah
yang tinggi dan berkaitan dengan perubahan sintesis matriks ekstraselular, migrasi sel, serta
transisi epitel menjadi mesenkim. CTGF merupakan protein yang disekresi dan dapat dideteksi
di cairan biologis. CTGF plasma pada pasien dengan nefropati diabetikum lebih tinggi daripada
pasien dengan normoalbuminuria. Pada pasien dengan nefropati diabetikum, peningkatan CTGF
di atas nilai batas 413 pmol/l plasma merupakan prediktor independen terhadap ESRD dan
berkaitan dengan penurunan LFG. Selain itu hal tersebut juga dikaitkan dengan penurunan LFG
yang lebih tinggi pada pasien dengan nefropati diabetikum dibandingkan normoalbuminuria,
yaitu berturut-turut 5,4 dan 3,3ml/menit/1,73 m2 per tahun. Pada pasien dengan nefrotik
albuminuria >3 g/hari, CTGF plasma hanya sebagai prediktor ESRD. Kadar CTGF plasma juga
merupakan prediktor independen terhadap mortalitas secara keseluruhan. Namun, CTGF plasma
pada pasien normoalbuminuria tidak berkorelasi dengan parameter klinis serta tidak
memprediksi hasil 9.
Beberapa kejadian memegang peranan penting, yaitu kelainan pada endotel, membrane basalis
glomerulus dan mesangium, serta meningkatnya kompleks imun pada penderita diabetes mellitus
10.
2.8 Diagnosis
11
Diagnosis nefropati diabetikum dapat dibuat apabila dipenuhi persyaratan seperti di
bawah ini:5
1. Diabetes Mellitus
2. Retinopati Diabetika
3. Albuminuria menetap (>300 mg/24 jam atau >200 lg/menit) pada minimal dua kali
pemeriksaan dalam kurun waktu 3 sampai 6 bulan tanpa penyebab proteinuria yang lain.
Data yang didapatkan pada pasien antara lain pada:
1. Anamnesis
Dari anamnesis kita dapatkan gejala-gejala khas maupun keluhan tidak khas dari
gejala penyakit diabetes. Keluhan khas berupa poliuri, polidipsi, polifagi, penurunan
berat badan. Keluhan tidak khas berupa: kesemutan, luka sukar sembuh, gatal-gatal pada
kulit, ginekomastia, impotensi.
2. Pemeriksaan Fisik
a. Pemeriksaan Mata
Pada nefropati diabetikum didapatkan kelainan pada retina yang merupakan tanda
retinopati yang spesifik dengan pemeriksaan Funduskopi, berupa :
i. Obstruksi kapiler, yang menyebabkan berkurangnya aliran darah dalam kapiler
retina
ii. Mikroaneurisma, berupa tonjolan dinding kapiler, terutama daerah kapiler vena
iii. Eksudat berupa :
Hard exudates : Berwarna kuning, karena eksudasi plasma yang lama.
Cotton wool patches : Berwarna putih, tak berbatas tegas, dihubungkan
dengan iskhemia retina.
12
iv. Shunt arteri-vena, akibat pengurangan aliran darah arteri karena obstruksi
kapiler.
v. Perdarahan bintik atau perdarahan bercak, akibat gangguan permeabilitas
mikroaneurisma atau pecahnya kapiler.
vi. Neovaskularisasi
b. Bila penderita jatuh pada stadium end stage (stadium IV-V) atau CRF end stage,
didapatkan perubahan pada :
i. Cardiomegali
ii. Edema pulmo
3. Pemeriksaan Laboratorium
Albuminuria menetap (>300 mg/24 jam atau >200 lg/menit) pada minimal dua kali
pemeriksaan dalam kurun waktu 3 sampai 6 bulan, penurunan kecepatan filtrasi glomerulus yang
tidak fleksibel dan peningkatan tekanan darah arterial tetapi tanpa penyakit ginjal lainnya atau
penyakit kardiovaskuler. Mikroalbuminuria dianggap sebagai prediktor penting untuk timbulnya
nefropati diabetikum.
Diagnosis ditegakkan jika 2 dari 3 pemeriksan berturut-turut dalam 3 bulan menunjukkan
adanya mikroalbuminuria 4.
2.9 Penatalaksanaan
Tujuan pengelolaan nefropati diabetik adalah mencegah atau menunda progresifitas
penyakit ginjal dan memperbaiki kualitas hidup pasien sebelum menjadi gagal ginjal terminal.
1. Evaluasi
13
apakah masih normoalbuminuria, sudah terjadi mikroalbuminuria atau
makroalbuminuria.
2. Terapi
Pada prinsipnya pendekatan utama tatalaksana nefropati diabetik adalah dengan:
1) Pengendalian gula darah (olahraga, diet, obat anti diabetes);
2) Pengendalian tekanan darah (diet rendah garam, obat anti hipertensi);
3) Perbaikan fungsi ginjal (diet rendah protein, pemberian ACE inhibitor dan atau
ARB);
4) Pengendalian faktor-faktor komorbiditas lain (pengendalian kadar lemak, mengurangi
obesitas, dll).
3. Rujukan
Tatalaksana nonfarmakologis nefropati diabetik berupa gaya hidup yang sehat yang
meliputi olahraga rutin, diet, menghentikan kebiasaan merokok serta membatasi konsumsi
alkohol. Olahraga rutin yang dianjurkan ADA adalah dengan berjalan 3 – 5 km/hari dengan
kecepatan sekitar 10 – 12 menit/km, 4 sampai 5 kali seminggu. Pembatasan asupan garam
dianjurkan sebanyak 4 – 5 g/hari (atau 68 – 85 meq/hari) serta asupan protein hingga 0,8
g/kg/berat badan ideal/hari
Target tekanan darah pada nefropati diabetik adalah < 130/80 mmHg. Obat anti
hipertensi yang dianjurkan antara lain ACE inhibitor atau ARB, sedangkan pilihan lain adalah
diuretik, kemudian beta blocker atau calcium channel blocker
Pada pasien dengan penurunan fungsi ginjal yang berjalan terus, saat LFG mencapai 10 –
12 ml/menit (setara dengan klirens kreatinin < 15 ml/menit atau serum kreatinin > 6 mg/dl),
dianjurkan untuk memulai dialisis (hemodialisis atau peritoneal dialisis), walaupun masih ada
14
perbedaan pendapat mengenai kapan sebaiknya dialisis dimulai. Pilihan pengobatan lain untuk
gagal ginjal terminal adalah cangkok ginjal, dan di negara-negara maju sudah sering dilakukan
cangkok ginjal dan pankreas sekaligus 11.
2.10 Prognosis
Secara keseluruhan prevalensi dari mikroalbuminuria dan makroalbuminuria pada kedua
tipe diabetes melitus diperkirakan 30-35%. Nefropati diabetik jarang berkembang sebelum
sekurang-kurangnya 10 tahun pada pasien IDDM, dimana diperkirakan 3% dari pasien dengan
NIDDM yang baru didiagnosa menderita nefropati. Puncak rata-rata insidens (3%/th) biasanya
ditemukan pada orang yang menderita diabetes selama 10-20 tahun.
Mikroalbuminuria sendiri memperkirakan morbiditas kardiovaskular, dan
mikroalbuminuria dan makroalbuminuria meningkatkan mortalitas dari bermacam-macam
penyebab dalam diabetes melitus. Mikroalbuminuria juga memperkirakan coronary and
peripheral vascular disease dan kematian dari penyakit kardiovaskular pada populasi umum
nondiabetik. Pasien dengan proteinuria yang tidak berkembang memiliki tingkat mortalitas yang
relatif rendah dan stabil, dimana pasien dengan proteinuria memiliki 40 kali lipat lebih tinggi
tingkat relatif mortalitasnya. Pasien dengan IDDM dan proteinuria memiliki karakteristik
hubungan antara lamanya diabetes /umur dan mortalitas relatif, dengan mortalitas relatif
maksimal pada interval umur 34-38 tahun (dilaporkan pada 110 wanita dan 80 pria).
ESRD adalah penyebab utama kematian, 59-66% kematian pada pasien dengan IDDM
dan nefropati. Tingkat insidens kumulatif dari ESRD pada pasien dengan proteinuria dan IDDM
adalah 50%, 10 tahun setelah onset proteinuria, dibandingkan dengan 3-11%, 10 tahun setelah
onset proteinuria pada pasien Eropa dengan NIDDM. Penyakit kardiovaskular juga penyebab
15
utama kematian (15-25%) pada pasien dengan nefropati dan IDDM, meskipun terjadi pada usia
yang relatif muda.12
BAB III
16
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Diabetes Melitus (DM) merupakan penyakit metabolik yang berlangsung kronik dimana
penderita diabetes tidak bisa memproduksi insulin dalam jumlah yang cukup atau tubuh tidak
mampu menggunakan insulin secara efektif sehingga terjadilah kelebihan gula di dalam darah
dan baru dirasakan setelah terjadinya keomplikasi lanjut pada organ tubuh. Nefropati diabetik
merupakan komplikasi mikrovaskular diabetes melitus. Pada sebagian penderita komplikasi ini
berlanjut menjadi gagal ginjal terminal yang memerlukan pengobatan cuci darah atau
transplantasi ginjal.
Nefropati diabetik merupakan kelainan degeneratif vaskuler ginjal yang ditandai dengan
albuminuria menetap (> 300mg/24jam atau > 200 u g/menit) pada minimal 2 kali pemeriksaan
dalam kurun waktu 3 sampai 6 bulan. Apabila tanda-tanda tersebut dapat diketahui secara dini,
penderita bisa mendapat bantuan untuk mengubah atau menyesuaikan gaya hidup agar bisa lebih
memperlambat kegagalan tersebut, atau bahkan menghentikan kegagalan ginjal tersebut,
tergantung dari penyebabnya.
Tujuan pengelolaan nefropati diaetik adalah mencegah atau menunda progresifitas
penyakit ginjal dan memperbaiki kualitas hidup pasien sebelum menjadi gagal ginjal terminal.
DAFTAR PUSTAKA
17
1. Soman, S.S. (2009). Diabetic Nephropathy. eMedicine Specialties
2. Ayodele, O.E., Alebiosu, C.O., Salako, B.L. (2004). Diabetic nephropathy—a review
of the natural history, burden, risk factors and treatment . Dalam: Journal
National Medical Association: 1445–54.
3. Evans, T.C., Capell P. 2000. Diabetik Nephropathy. Clinical Diabetes. VOL. 18 NO.1
Winter 2000.
4.Hendromartono. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Edisi IV : Nefropati Diabetik .
Jakarta, Balai Penerbit FKUI.
5. Molitch, M. E., DeFronzo, R. A., Franz, M. J., Keane, W. F., Mogensen, C. E.,
Parving, H-H., Steffes, M. W. (2004). Nephropathy in Diabetes. Dalam : Diabetes Care
January, 27 (Supplemen I), 79-83
6. Evans, T. C and Capell, P. (2000). Diabetic Nephropathy. Clinical Diabetes, 18 (1)
7. Velasquez, M., Bhathena, S., Striffler, J., Thibault, N., dan Scalbert, E. 1998. Role
of angiotensin-converting enzyme inhibition in glucose metabolism and renal injury in
diabetes. Dalam : Metabolism, 47 (12 Suppl 1), 7-11
8. The DCCT Research Group. (1993). The effect of intensive treatment of diabetes on
the development and progression of long-term complications in insulin-dependent
diabetes mellitus. Dalam : New England Journal Medicine, 329, 977-86
18
9. Nguyen, T. Q., Tarnow, L., Jorsal, A., Oliver, N., Roestenberg, P., Ito, Y., et al.
(2008). Plasma Connective Tissue Growth Factor Is an Independent Predictor of ESRD
and Mortality in Type 1 Diabetic Nephropathy : Diabetes Care, 31, 1177-82
10. Bidaya, E dan Tjokroprawiro, A. (1997). Nefropati Diabetik. Dalam Cermin Dunia
Kedokteran, 43, 34-8.
11. Sudoyo, Aru W., Bambang Setiyohadi, Idrus Alwi, Marcelinus Simadibrata K, Siti
Setiati. 2006. Komplikasi Kronik Diabetes : Mekanisme Terjadinya, Diagnosis, dan
Strategi Pengelolaan dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. FK UI : Pusat Penerbitan
Ilmu Penyakit Dalam hal 1184-88.
12. Makita, Z., Radoff, S., Rayfield, E., Yang, Z., Skolnik, E., Delaney, V., Friedman,
E., Cerami, A., dan Vlassara, H. 1991. Advanced glycosylation end products in patients
with diabetik nephropathy. Dalam : New Englan Journal Medicine, 325, 836-42.
19
20
top related