OMBUSDMAN DALAM MELINDUNGI PELAYANAN PUBLIK
Post on 30-Mar-2023
0 Views
Preview:
Transcript
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pelayanan publik adalah kegiatan atau rangkaian
kegiatan dalam rangka pemenuhan kebutuhan pelayanan
sesuai dengan peraturan perundang-undangan bagi setiap
warga negara dan penduduk atas barang, jasa, dan/atau
pelayanan administratif yang disediakan oleh
penyelenggarab pelayanan publik.1 Undang-Undang
mengenai pelayan publik yang dihasilkan oleh lembaga
legislatif yaitu Dewan Perwakilan Rakyat (DPR),
dibentuk atas dasar kewajiban negara untuk melayani
setiap warga negara dan penduduk untuk memenuhi hak
dan kebutuhan dasarnya dalam kerangka pelayanan publik
yang merupakan amanat Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun 1945.
Dalam rangka membangun kepercayaan masyarakat atas
pelayanan publik yang dilakukan berbagai organ
pelayanan publik, berbagai kegiatan harus selalu
ditingkatkan seiring dengan harapan dan tuntutan warga
negara mengenai peningkatan pelayan publik. Namun,
bukan hanya peningkatan pelayanan, pemerintah sebagai
1 Indonesia, Undang-Undang Pelayanan Publik, UU No. 25 Tahun 2009,LN No. 112 Tahun 2009, TLN. No. 5038., Psl. 1 Nomor 1
penyedia pelayanan publik juga harus berupaya untuk
menjamin penyediaan pelayanan publik serta memberikan
perlindungan kepada warga negara dari segala
penyalahgunaan wewenang di dalam penyelenggaraan
publik.
Upaya perlindungan terhadap pelayanan publik
merupakan suatu hal yang wajib untuk dilakukan demi
mensejahterakan rakyat. Selain dilakukan oleh
pemerintah sebagai organ penyelenggaran pelayanan
publik, perlindungan terhadap pelayanan publik juga
dilakukan oleh lembaga di luar pemerintah, salah
satunya adalah ombudsman. Kehadiran ombudsman masih
diharapkan karena masyarakat menghendaki perlindungan
hukum secara mudah dan dapat dipercaya.2
Awal pembentukan ombudsman di Indonesia adalah
pada saat Pemerintahan B.J. Habibie yang dilanjutkan
oleh K.H. Abdurrachman Wahid. Urgensi dari pembentukan
ombudsman ini termaktud di dalam konsideran Keputusan
Presiden Nomor 55 tahun 1999, yaitu untuk lebih
meningkatkan pemberian perlindungan terhadap hak-hak
anggota masyarakat dari perilaku penyelenggara negara
yang tidak sesuai dengan kewajiban hukumnya, dengan
memberikan kesempatan kepada anggota masyarakat yang
dirugikan untuk mengadu kepada suatu lembaga
2 Kustadi, Peran Ombudsman dalam Perlindungan Pelayanan Publik, “Jurnal1/mu Hukum Refleksi Hukum (April 2009) hal.2.
independen yaitu lembaga yang dikenal dengan nama
ombudsman. Selain itu, dalam konsideran Keputusan
Presiden Nomor 44 Tahun 2000, latar belakang dari
pembentukan lembaga ombudsman ini didasarkan atas tiga
pemikiran dasar, yang salah satunya adalah untuk
memberikan pelayanan dan perlindungan terhadap hak-hak
anggota masyarakat oleh aparatur pemerintah termasuk
lembaga peradilan merupakan bagian yang tidak
terpisahkan dari upaya untuk menciptakan keadilan dan
kesejahteraan.
Keberadaan ombudsman di Indonesia, diharapakan
dapat memberikan perlindungan kepada warga negara
dalam hal pelaksanaan pelayanan publik. Dalam makalah
ini, penulis akan memahas mengenai peran ombudsman
dalam memberikan pelayan publik beserta segala
implementasinya. Penulis berharap makalah ini akan
memberikan manfaat bagi khasanah ilmu pengetahuan.
1.2 Rumusan Masalah
Makalah ini akan membahas permasalahan berikut ini:
a. Bagaimana upaya ombudsman dalam memberikan
perlindungan pelayanan publik?
b. Bagaimana implementasi upaya ombudsman dalam
memberikan perlindungan pelayanan publik?
1.3 Tujuan Penulisan
Makalah ini bertujuan untuk:
a. Mengetahui upaya ombudsman dalam memberikan
perlindungan pelayanan publik.
b. Mengetahui implementasi upaya ombudsman dalam
memberikan perlindungan pelayanan publik.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Peran Ombudsman Dalam Perlindungan Pelayanan Publik
Permasalahan pelayanan publik menjadi aspek utama
sebagai prioritas dalam kinerja lembaga ombudsman guna
mengawal pengaduan masyarakat untuk segera
ditindaklanjuti agar mendapat solusi yang efektif.
Dalam hal ini masalah yang menjadi lingkup
tanggungjawab adalah terkait Maladministrasi.3
Ombudsman RI pada tahun 2013 telah menerima
laporan/pengaduan masyarakat atas dugaan
maladministrasi dalam pelayanan publik sebanyak 5173
laporan, yang disampaikan melalui berbagai cara yaitu
datang langsung ke Ombudsman RI sebanyak 2524 laporan
(48,79%), melalui surat sebanyak 1367 laporan
(26,43%), melalui media sebanyak 736 laporan (14,23%),
dan selebihnya melalui faksimili, website, email,
telepon dan form pengaduan.4
3 Undang-undang Ombudsman, UU NO.37 tahun 2008, Ps.1 angka 3:Perilaku atau perbuatan melawan hukum, melampaui wewenang,menggunakan wewenanguntuk tujuan lain dari yang menjadi tujuanwewenang tersebut, termasuk kelalaian atau pengabaian kewajibanhukum dalam penyelenggaraan pelayanan publik yang dilakukan olehpenyelenggara Negara dan pemerintahan yang menimbulkan kerugianmateriil dan/atau immateriil bagi masyarakat dan orang perseorangan.
4 Ombudsman RI, Laporan Ombudsman Republik Indonesia 2013. hlm.14.
Jika sekilas menengok kebelakang, sebelum
reformasi, penyelenggara Negara dan pemerintahan
diwarnai dengan praktik maladministrasi antara lain
terjadi korupsi, kolusi, dan nepotisme. Hal
tersebutlah yang mendorong dilakukannya reformasi
birokrasi penyelenggaraan negara dan pemerintahan agar
efektif dan efisien, jujur,bersih, terbuka serta bebas
dari KKN. Upaya untuk menciptakan hal diatas bertujuan
untuk peningkatan kesejahteraan masyarakat, keadilan
dan kepastian hukum warga Negara. Oleh karena itu
pelayanan masyarakat dan penegakan hukum harus
dilakukan dengan tidak terpisahkan. Sehubungan dengan
hal itu, dalam rangka memerhatikan aspirasi yang
berkembang dalam masyarakat, agar terwujud aparatur
penyelenggaraan Negara dan pemerintahan yang baik,
efisien, jujur bersih dan terbuka, lembaga Ombdusman
dibentuk.5
Ombudsman sendiri adalah Lembaga Negara yang
mempunyai kewenangan mengawasi penyelenggaraan
pelayanan publik baik yang diselenggarakan oleh
penyelengara Negara dan pemerintah termasuk yang
diselenggarakan oleh BUMN, BUMD dan Badan Hukum Milik
Negara serta badan swasta atau perseorangan yang
5 Prof.Dr.H.Muchsin, SH dalam tulisannya yang berjudul “OmbudsmanMendorong Pelayanan Publik yang Bertanggungjawab”. 2011. MemahamiHukum.Jakarta; Rajawali Pers. hlm. 131-132.
diberi tugas menyelenggarakan pelayanan publik
tertentu yang sebagian atau seluruh dananya bersumber
dari anggaran pendapatan dan belanja Negara dan/atau
anggaran pendapatan dan belanja daerah.6 Dari segi
tanggungjawab, yang menjadi prioritas lembaga
Ombudsman jelas terkait dengan perlindungan yang
secara pasif dalam menampung aspirasi pengaduan
masalah pelayanan publik di masyarakat.
Salah satu prinsip Ombudsman yang bersifat
universal adalah ketidakberpihakan (impartiality), oleh
karena itu sebenarnya Ombudsman berfungsi
menghubungkan pelapor (masyarakat) dengan terlapor
(penyelenggara pelayanan publik) agar permasalahan yang
terjadi dapat dikomunikasikan, diketahui secara lebih
jelas dan kemudian ditindaklanjuti untuk diselesaikan.
Ombudsman berupaya memulihkan serta
menyeimbangkan (amicus curie) hubungan antara pihak yang
melaporkan dengan pihak yang dilaporkan. Dalam
keseimbangan tersebut terdapat rasa keadilan (fairness)
dan keadilan (justice) sehingga dalam masyarakat akan
tercipta suasana kedamaian serta ketertiban sebagai
wujud dari adanya kesejahteraan sosial.7
6 Indonesia, Undang-undang Ombudsman, UU No. 37 tahun 2008, PS.1 angka 1
7 Sujata Antonius, RM Surachman, Efektivitas Ombudsman Indonesia, ( Jakarta: Mitra Alembana Grafika pt,2003), hlm. vii
Melihat lebih dalam terkait profil lembaga
ombudsman sebagai organ pengawal pelayanan publik
masyarakat, memiliki visi yang jelas yaitu “Mewujudkan
Pelayanan Publik Prima yang Menyejahterakan dan
Berkeadilan bagi Seluruh Rakyat Indonesia“. Dan Untuk
mewujudkan visi tersebut , Ombudsman RI melaksanakan
misi sebagai berikut:
1. Melakukan tindakan pengawasan, menyampaikan saran
dan rekomendasi serta mencegah maladministrasi dalam
pelaksanaan pelayanan publik.
2. Mendorong penyelenggara negara dan pemerintahan agar
lebih efektif dan efisien, jujur, terbuka, bersih
serta bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme.
3. Meningkatkan budaya hukum nasional, kesadaran hukum
masyarakat dan supremasi hukum yang berintikan
pelayanan, kebenaran serta keadilan, dan
4. Mendorong terwujudnya sistem pengaduan masyarakat
yang terintegrasi berbasis teknologi informasi.
Ombudsman sendiri dalam menangani pengaduan
masyarakat terkait dugaan maladministrasi, sesuai
dengan Undang-undang diberi beberapa kewenangan antara
lain :
1. Meminta keterangan secara lisan dan/atau tertulis
dari Pelapor, Terlapor, atau pihak lain yang terkait
mengenai Laporan yang disampaikan kepada Ombudsman.
2. Memeriksa keputusan, surat-menyurat, atau dokumen
lain yang ada pada Pelapor ataupun Terlapor untuk
mendapatkan kebenaran suatu Laporan.
3. Meminta klarifikasi dan/atau salinan atau fotokopi
dokumen yang diperlukan dari instansi mana pun untuk
pemeriksaan Laporan dari instansi Terlapor.
4. Melakukan pemanggilan terhadap Pelapor, Terlapor,
dan pihak lain yang terkait dengan Laporan.
5. Menyelesaikan laporan melalui mediasi dan konsiliasi
atas permintaan para pihak.
6. Membuat Rekomendasi mengenai penyelesaian Laporan,
termasuk Rekomendasi untuk membayar ganti rugi
dan/atau rehabilitasi kepada pihak yang dirugikan.
7. Demi kepentingan umum mengumumkan hasil temuan,
kesimpulan, dan Rekomendasi.
8. Menyampaikan saran kepada Presiden, kepala daerah,
atau pimpinan Penyelenggara Negara lainnya guna
perbaikan dan penyempurnaan organisasi dan/atau
prosedur pelayanan publik.
9. Menyampaikan saran kepada Dewan Perwakilan Rakyat
dan/atau Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
dan/atau kepala daerah agar terhadap undang-undang
dan peraturan perundang-undangan lainnya diadakan
perubahan dalam rangka mencegah Maladministrasi.
Melihat beberapa hal diatas dapat disimpulkan bahwa
konsep perlindungan yang dilakukan oleh lembaga
Ombudsman dalam melayani pengaduan masyarakat,
terintegrasi dalam sistem yang tepat. Namun demikian
yang masih dianggap menjadi kelemahan Ombudsman adalah
banyak yang mengatakan bahwa dalam konteks Indonesia
rekomendasi Ombudsman yang tidak mengikat merupakan
salah satu kelemahan. Namun sebenarnya dalam jangka
panjang rekomendasi Ombudsman yang tidak mengikat
tersebut justru merupakan kekuatan sebab di dalamnya
mengandung nilai-nilai moral serta kesadaran untuk
memberi pelayanan dengan sebaik- baiknya kepada
masyarakat.8 Sehingga dalam hal ini sifat perlindungan
Ombudsman terhadap pelayanan publik juga dengan
melibatkan unsur partisipatif masyarakat serta
penyelenggara dalam menumbuhkan semangat kesadara
berpelayanan publik. Unsur sanksi atau paksaaan dalam
semangat penyelenggaraan Negara tidak harus selalu
dimaknai secara represif, melainkan juga melalui
pendekatan yang partisipatif.
8 Ibid., hlm.6.
Ombudsman memahami bahwa mewujudkan pelayanan publik
berkualitas memerlukan kerja sama dengan institusi
lain: “bersama mengawal pelayanan publik”. Untuk itu,
pada tahun 2013 dilakukan penandatanganan naskah kerja
sama dengan beberapa pemerintah maupun swasta. Sebagai
contoh, kerja sama dengan Kementerian Dalam Negeri
menghasilkan komitmen Pemerintah Daerah untuk
meningkatkan kepatuhan terhadap Undang-Undang Nomor 25
Tahun 2009. Kegiatan ini dilaksanakan untuk mewujudkan
kepatuhan Pemerintah Daerah di 23 provinsi. Guna
meningkatkan komitmen penyelenggara negara dalam
mewujudkan pelayanan publik prima, pada akhir tahun
dilaksanakan Rapat Koordinasi Nasional dengan
mengundang Pimpinan Kementerian, Lembaga, dan
Pemerintah Daerah. Sebagai bagian masyarakat Ombudsman
dunia, Ombudsman RI juga aktif berpartisipasi dalam
forum internasional baik bilateral maupun
multilateral. Ombudsman RI aktif dalam konferensi
International Ombudsman Institute (IOI), dan Asian Ombudsman
Association (AOA). Ombudsman RI secara bilateral bermitra
dengan Commonwealth Ombudsman Australia, United Nation
Development Program, Anti-Corruption and Civil Rights Commission,
AusAid, USAID, dan lain-lain.9
9 Ombudsman RI, op. cit., hlm. ix.
Berdasarkan hal diatas, menjadi sangat penting
untuk memaknai Lembaga Ombudsman tidak hanya dalam
konteks perlindungan pelayanan publik, melainkan juga
instrumen untuk bisa mewujudkan kesejahteraan
masyarakat secara menyeluruh dengan berfokus pada
pelayanan publik prima tanpa mengurangi asas kesatuan
koordinasi dengan lembaga atau institusi lain yang
bergerak sejalan dalam penyelenggaraan pelayanan
publik. Dengan menekankan pada lingkup dugaan
maladministrasi yang kerapkali dilakukan oleh pejabat
penyelenggara, maka peran masyarakat juga sangat
penting tidak hanya secara aktif dalam melakukan
pengaduan tetapi juga aktif secara berkualitas dari
segi procedural. Telah disampaikan sebelumnya bahwa
rekomendasi Ombudsman bersifat tidak mengikat, untuk
itu agar memperoleh perhatian tentu kualitas serta
daya persuasi rekomendasi harus dijaga. Dengan
demikian untuk menghasilkan rekomendasi (sebagai
output) maka laporan yang disampaikan masyarakat
(sebagai input) menjadi dasar pokok rekomendasi harus
jelas, konkrit, dilengkapi bukti serta masuk dalam
lingkup tugas dan fungsi Ombudsman (kompetensi).
Demikian halnya dalam menjalankan tugas dan
wewenangnya, Ombudsman juga harus memerhatikan asas-
asas yang telah diatur dalam Undang-undang, anatara
lain : Kepatutan, keadilan, non-diskriminasi, tidak
memihak, akuntabilitas, keseimbangan, keterbukaan, dan
kerahasiaan.10 Jika diperhatikan denga seksama, melihat
konsep asas-asas tersebut juga sejalan dengan Asas-
asas Umum Penyelenggaraan Negara yaitu : asas
kepastian Hukum, asas tertib penyelnggara Negara, asas
kepentingan umum, asas keterbukaan, asas
proporsionalitas, asas profesionalitas, dan
akuntabilitas.11 Dalam hal ini, keterkaitan tersebut
diatas menunjukkan bahwa konsep pelaksanaan kewenangan
kerja ombudsman tidak lepas dari upaya untuk tetap
menjaga nilai-nilai positif dan mendasar dalam suatu
tindakan penyelenggaraan Negara.
Sehingga, berdasar atas keseluruhan argumen
diatas, kesimpulan yang dapat diambil bahwa Ombudsman
dalam melakukan perlindungan terhadap Pelayanan publik
di masyarakat dilakukan secara sistematis tidak hanya
memeperhatikan aspek hukum yang diatur dalam Undang-
undang, tetapi juga melihat saling keterkaitan dengan
aspek-aspek lain yang menjadi faktro penyebab
timbulnya hambatan dalam pelayanan publik. Tentunya
untuk mewujudkannya, partisipasi masyarakat secara
aktif berkualitas dan keikutsertaan institusi
10 Indonesia, Undang-undang Ombudsman., op. cit. psl. 3
11 Prof.Dr.H.Muchsin., op. cit. hlm.317
penyelenggara Negara yang lain menjadi sanagat penting
untuk bisa mengoptimalisasikan kinerja dan kewenangan
Ombudsman.
2.2 Analisis Contoh Penerapan Peran Ombudsman RI dalam
Pelaksanaan
Program e-KTP
Pada tanggal 15-26 September 2014 yang lalu,
Ombudsman RI mengadakan pemantauan penyelenggaraan e-
KTP di wilayah Jabodetabek. Dalam pemantauan tersebut,
ditemukan adanya beberapa permasalahan seperti
persoalan infrastruktur, ketidakpastian layanan
terkait jangka waktu pencetakan, serta prosedur
perbaikan data pada e-KTP. Atas dasar temuan itulah
maka Ombudsman RI selaku lembaga negara yang bertidak
untuk mengawasi pelaksanaan pelayanan publik,
mendorong Kementerian Dalam Negeri agar segera
memberikan kepastian layanan pemerolehan e-KTP bagi
masyarakat di wilayah Jabodetabek pada khususnya.
Tentu sudah enjadi kewenangan dari Ombudsman RI untuk
melakukan tindakan lanjut terkait dengan pelayanan
yang dilakukan oleh Kementerian Dalam Negeri tersebut.
Hal itu sesuai dengan ketentuan Pasal 1 angka 1 UU
Nomor 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman RI, yaitu:
“Ombudsman Republik Indonesia yang selanjutnya
disebut Ombudsman adalah lembaga negara yang
mempunyai kewenangan mengawasi perlindungan
pelayanan publik baik yang diselenggarakan oleh
penyelenggara negara dan pemerintahan termasuk yang
diselenggarakan oleh Badan Usaha Milik Negara,
Badan Usaha Milik Daerah, dan Badan Hukum Milik
Negara serta badan swasta atau perseorangan yang
diberi tugas menyelenggarakan pelayanan publik
tertentu yang sebagian atau seluruh dananya
bersumber dari anggaran pendapatan dan belanja
negara dan/atau anggaran pendapatan dan belanja
daerah.”
Berdasarkan ketentuan pada pasal 1 angka 2 UU
tersebut, yang dimaksud dengan penyelenggara negara
yaitu:
“Penyelenggara Negara adalah pejabat yang
menjalankan fungsi pelayanan publik yang tugas
pokoknya berkaitan dengan penyelenggaraan negara
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan.”
Maka, Kementerian Dalam Negeri selaku salah satu
penyelenggara negara yang diberi kewenangan untuk
mengatur persoalan terkait kependudukan, khususnya
yaitu mengenai e-KTP, merupakan salah satu subyek yang
dapat diawasi kewenangannya dalam penyelenggaraan
pelayanan publik oleh Ombudsman RI.
Terkait dengan konsep perlindungan kepentingan
masyarakat, keberadaan Ombudsman RI ini sangatlah
penting. Ombudsman RI selaku lembaga yang
berwenanglah, yang memiliki semacam kekuatan yang
dapat bersifat memaksa, bagi para penyelenggara
pelayanan publik. Dalam kasus ini, kalaupun memang
Kementerian Dalam Negeri memiliki persoalan-persoalan
yang timbul terkait pelayanan e-KTP, hal itu jangan
sampai meniadakan kepastian bagi masyarakat. Artinya,
persoalan-persoalan yang timbul tadi memang mungkin
tidak dapat dihindari, namun dengan adanya persoalan-
persoalan tersebut, masyarakat tetap berhak atas
kepastian layanan publik. Kepastian tersebut
seharusnya tetap dapat diberikan oleh Kementerian
Dalam Negeri selaku penyelenggara pelayanan e-KTP,
melalui penyampaian informasi mengenai persoalan yang
terjadi, hingga ke tingkat kelurahan sehingga
masyarakat secara luas dapat mengetahuinya. Itu baru
meliputi perlindungan kepastian layanan yang
menyangkut teknisnya, semisal jangka waktu pencetakan
e-KTP dan waktu pemerolehan e-KTP bagi masyarakat.
Belum lagi terkait dengan kepentingan-kepentingan lain
yang melekat pada kehadiran e-KTP tersebut. Contohnya
saja terkait fungsi e-KTP sebagai kartu identitas,
yaitu dalam kasus jual-beli tiket kereta api. E-KTP
sebagai kartu identitas menjadi syarat dalam transaksi
tersebut. Hal ini akan terasa apabila seorang warga
yang hanya memiliki kartu identitas berupa KTP saja.
Jangan melihat pada kondisi lain dimana masih
dimungkinkan untuk menggunakan kartu identitas lain
sebagai pengganti KTP, seperti misalnya surat izin
mengemudi (SIM), kartu tanda mahasiswa (KTM), atau
passport. Kita harus melihat dari segi yang dapat
menimbulkan kemungkinan terburuk. Tentu keberadaan e-
KTP sebagai pengganti dari KTP merupakan hal yang
krusial. Oleh karena itu, karena bukan hanya
menyangkut masalah perlindungan kepastian secara
teknis atau formiil, tapi juga secara materiil, maka
sudah sepatutnya pelayanan e-KTP ini diawasi oleh
lembaga yang berkapasitas.
Bedasarkan UU Nomor 24 Tahun 2013 tentang
Administrasi Kependudukan, mulai Januari 2014,
Kementerian Dalam Negeri sudah tidak berwenang lagi
untuk mencetak e-KTP. Kewenangan pencetakan tersebut
ada di tingkat kabupaten/kota dengan menggunakan APBN-
P. Hal itu sesuai dengan ketentuan Pasal 13 ayat (1)
huruf l dan Pasal 14 ayat (1) huruf l UU Nomor 32
Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, masalah
kependudukan dan catatan sipil menjadi salah satu
urusan wajib Pemerintah Daerah Provinsi maupun
Pemerintah Daerah Kabupaten/Kota. Artinya, Pemerintah
Daerah tersebut telah memiliki kewenangan terhadap
masalah kependudukan dan catatan sipil, dengan tetap
memperhatikan ketentuan Pasal 11 ayat (4) UU
Pemerintahan Daerah, yaitu setiap penyelenggaraan
urusan yang bersifat wajib yang berpedoman pada
standar pelayanan minimal12 dilaksanakan secara
bertahap dan ditetapkan oleh Pemerintah Pusat. Standar
pelayanan minimal yang dimaksud berdasarkan ketentuan
dalam UU Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik
(lihat Pasal 20 UU Pelayanan Publik, dan Pasal 25 PP
Nomor 96 Tahun 2012 tentang Pelaksanaan UU Nomor 25
Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik). Kemudian jika
kita melihat ketentuan Pasal 12 ayat (1) UU12 Standar Pelayanan Minimal (SPM) adalah ketentuan mengenai
jenis dan mutu pelayanan dasar yang merupakan urusan wajib daerahyang berhak diperoleh setiap warga secara minimal. SPM merupakanpetunjuk yang dipahami untuk diterapkan dalam pemberian pelayanan.Sedangkan bagi Pemerintah Daerah, SPM yang telah ditetapkanPemerintah menjadi salah satu acuan bagi Pemerintah Daerah untukmenyusun perencanaan dan penganggaran penyelenggaraan PemerintahDaerah. Proses pemenuhan SPM ini sebagaimana diatur dalam peraturanperundang-undangan membutuhkan sumber daya, baik pada tingkatmanajerial, hingga pelaksana lapangan. Dikutip dariinfoduk.babelprov.go.id yang diakses pada 14 Oktober 2014.Bandingkan dengan isi Pasal 1 angka 1 Peraturan Menteri Dalam NegeriNomor 62 Tahun 2008 tentang Standar Pelayanan Minimal BidangPemerintahan Dalam Negeri di Kabupaten/Kota.
Pemerintahan Daerah, maka segala urusan pemerintahan
yang diserahkan kepada Pemerintah Daerah, disertai
dengan pendanaan, pengalihan sarana dan prasarana,
serta kepegawaian sesuai dengan urusan yang
didesentralisasikan.13 Hal tersebut diperjelas lagi
melalui Pasal 16 ayat (1) yang mengatur hubungan
antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah dalam
bidang pelayanan umum. Jadi, jika melihat berbagai
ketentuan tersebut, kami berpendapat bahwa kewenangan
dalam hal penyelenggaraan pelayanan pembuatan e-KTP
lebih mengarah kepada Pemerintah Daerah, jika melihat
dari segi teknis seperti proses pengambilan data
berupa sidik jari, pengalihan informasi pribadi dari
KTP lama ke format e-KTP, hingga penyerahan e-KTP
beserta tenggang waktunya. Namun dalam segi teori dan
kebijakan, Pemerintah Pusat yang memiliki kewenangan,
seperti dalam prosedur pembuatan e-KTP dan penentuan
tenggang waktu maksimal pembuatan e-KTP, yang tidak
boleh dilanggar oleh Pemerintah Daerah selaku
penyelenggara langsung. Terkait hal tersebut, maka
Kementerian Dalam Negeri kemudian melakukan koordinasi
13 Desentralisasi adalah penyerahan wewenang pemerintahan oleh Pemerintah kepada daerah otonom untuk mengatur dan mengurus urusan pemerintahan dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Lihat ketentuan Pasal 1 angka 7 UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah.
dan kerjasama dengan Ombudsman RI terkait dengan
pengawasan pelaksanaan pelayanan e-KTP di tingkat
daerah kabupaten/kota tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Prof.Dr.H.Muchsin, S.H. Ombudsman Mendorong Pelayanan Publik
yang Bertanggung jawab Memahami Hukum. Jakarta:
Rajawali Pers. 2011.
Sujata Antonius, RM Surachman. Efektivitas Ombudsman Indonesia.
Jakarta: Mitra Alembana Grafika. 2003
Jurnal
Kustadi. Peran Ombudsman dalam Perlindungan Pelayanan Publik.
“Jurnal 1/mu Hukum Refleksi Hukum (April 2009).
Ombudsman RI, Laporan Ombudsman Republik Indonesia 2013.
Peraturan
Indonesia, Undang-undang Ombudsman, UU NO.37 tahun 2008,
LN No. 139 Tahun 2008, TLN No. 4899.
Indonesia, Undang-Undang Pelayanan Publik, UU No. 25 Tahun
2009, LN No. 112, TLN No. 5038.
Indonesia, Undang-undang Pemerintahan Daerah, UU No. 32
tahun 2004, LN No.125 Tahun 2009.
Indonesia, Peraturan Permerintah tentang Pelaksanaan UU No. 25 Tahun
2009, PP No. 96 Tahun 2012.
top related