Transcript
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Pelayanan gawat darurat merupakan bentuk pelayanan
yang bertujuan untuk menyelamatkan kehidupan
penderita, mencegah kerusakan sebelum
tindakan/perawatan selanjutnya dan menyembuhkan
penderita pada kondisi yang berguna bagi kehidupan.
Karena sifat pelayanan gawat daruarat yang cepat dan
tepat, maka sering dimanfaatkan untuk memperoleh
pelayanan pertolongan pertama dan bahkan pelayanan
rawat jalan bagi penderita dan keluarga yang
menginginkan pelayanan secara cepat. Oleh karena itu
diperlukan perawat yang mempunyai kemampuan yang bagus
dalam mengaplikasikan asuhan keperawatan gawat darurat
untuk mengatasi berbagai permasalahan kesehatan baik
aktual atau potensial mengancam kehidupan tanpa atau
terjadinya secara mendadak atau tidak di perkirakan
tanpa atau disertai kondisi lingkungan yang tidak dapat
dikendalikan.
Asuhan keperawatan gawat darurat adalah rangkaian
kegiatan praktek keperawatan gawat darurat yang
diberikan kepada klien oleh perawat yang berkompeten di
ruang gawat darurat. Asuhan keperawatan yang diberikan
meliputi biologis, psikologis, dan sosial klien baik
aktual yang timbul secara bertahap maupun mendadak,
maupun resiko tinggi. Ada beberapa faktor yang
mempengaruhi asuhan keperawatan gawat darurat, yaitu :
kondisi kegawatan seringkali tidak terprediksi baik
kondisi klien maupun jumlah klien yang datang ke ruang
gawat darurat, keterbatasan sumber daya dan waktu,
adanya saling ketergantungan yang sangat tinggi
diantara profesi kesehatan yang bekerja di ruang gawat
darurat, keperawatan diberikan untuk semua usia dan
sering dengan data dasar yang sangat mendasar, tindakan
yang diberikan harus cepat dan dengan ketepatan yang
tinggi (Maryuani, 2009).
Mengingat sangat pentingnya pengumpulan data atau
informasi yang mendasar pada kasus gawat darurat, maka
setiap perawat gawat darurat harus berkompeten dalam
melakukan pengkajian gawat darurat. Keberhasilan
pertolongan terhadap penderita gawat darurat sangat
tergantung dari kecepatan dan ketepatan dalam melakukan
pengkajian awal yang akan menentukan bentuk
pertolongan yang akan diberikan kepada pasien. Semakin
cepat pasien ditemukan maka semakin cepat pula dapat
dilakukan pengkajian awal sehingga pasien tersebut
dapat segera mendapat pertolongan sehingga terhindar
dari kecacatan atau kematian.
Pengkajian pada kasus gawat darurat dibedakan
menjadi dua, yaitu : pengkajian primer dan pengkajian
sekunder. Pertolongan kepada pasien gawat darurat
dilakukan dengan terlebih dahulu melakukan survei
primer untuk mengidentifikasi masalah-masalah yang
mengancam hidup pasien, barulah selanjutnya dilakukan
survei sekunder. Tahapan pengkajian primer meliputi :
A: Airway, mengecek jalan nafas dengan tujuan menjaga
jalan nafas disertai kontrol servikal; B: Breathing,
mengecek pernafasan dengan tujuan mengelola pernafasan
agar oksigenasi adekuat; C: Circulation, mengecek
sistem sirkulasi disertai kontrol perdarahan; D:
Disability, mengecek status neurologis; E: Exposure,
enviromental control, buka baju penderita tapi cegah
hipotermia (Holder, 2002).
Pengkajian primer bertujuan mengetahui dengan
segera kondisi yang mengancam nyawa pasien. Pengkajian
primer dilakukan secara sekuensial sesuai dengan
prioritas. Tetapi dalam prakteknya dilakukan secara
bersamaan dalam tempo waktu yang singkat (kurang dari
10 detik) difokuskan pada Airway Breathing Circulation
(ABC). Karena kondisi kekurangan oksigen merupakan
penyebab kematian yang cepat. Kondisi ini dapat
diakibatkan karena masalah sistem pernafasan ataupun
bersifat sekunder akibat dari gangguan sistem tubuh
yang lain. Pasien dengan kekurangan oksigen dapat jatuh
dengan cepat ke dalam kondisi gawat darurat sehingga
memerlukan pertolongan segera. Apabila terjadi
kekurangan oksigen 6-8 menit akan menyebabkan kerusakan
otak permanen, lebih dari 10 menit akan menyebabkan
kematian. Oleh karena itu pengkajian primer pada
penderita gawat darurat penting dilakukan secara
efektif dan efisien (Mancini, 2011).
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Setelah selesai mempelajari bab ini peserta
diharapkan mengetahui serta dapat mendemonstrasikan
cara-cara menjaga jalan nafas (Airway) dan
mempertahankan pernafasan (Breathing) penderita tanpa
menggunakan alat yang invasive.
1.2.2 Tujuan Khusus
1. Dapat menjelaskan Anatomi dan Fisiologi Airway dan
Breathing.
2. Dapat mengenali tanda-tanda gangguan Airway dan
Breathing pada penderita gawat darurat.
3. Dapat melakukan teknik-teknik menjaga jalan napas.
4. Dapat memberikan bantuan pernafasan.
5. Dapat memberikan oksigen pada penderita gawat
darurat.
BAB II
TINJAUAN TEORI
2.1 Anatomi
Sistem Respiratorik terdiri dari jalan nafas atas,
jalan nafas bawah dan paru. Setiap bagian dari sistem
ini memainkan peranan yang penting dalam menjamin
terjadinya pertukaran gas, yaitu suatu proses dimana
oksigen dapat masuk kealiran darah dan karbon dioksida
dapat dilepaskan.
a. Jalan nafas atas
Jalan nafas atas merupakan suatu saluran terbuka
yang memingkinkan udara atmosfer masuk melalui hidung,
mulut, dan bronkus hingga ke alveoli. Jalan nafas atas
terdiri dari rongga hidung, mulut, laring, trachea,
sampai percabangan bronkus. Udara yang masuk melalui
rongga hidung akan mengalami proses penghangatan,
pelembapan, dan penyaringan dari segala kotoran.
Setelah rongga hidung, dapat dijumpai daerah faring
mulai dari bagian belakang palatum mole sampai ujung
bagian atas dari esofagus faring terbagi menjadi tiga
yaitu :
1. Nasofaring (bagian atas), di belakang hidung.
2. Orofaring (bagian tengah ), dapat dilihat saat
membuka mulut.
3. Hipofaring (bagian akhir), sebelum menjadi laring.
Dibawa faring terletak eosefagus dan laring yang
merupakan permulaan jalan nafas bawah. Di dalam laring
ada pita suara dan otot-otot yang dapat membuatnya
bekerja, serta tersusun atas tulang rawan yang kuat.
Pita suara merupakan suatu lipat yang jaringan yang
terdekat di garis tengah. Tepat di laring, terdapat
struktur yang berbentuk daun yang disebut Epiglotis.
Epiglotis ini berfungsi sebagai pintu gerbang yang akan
menghantarkan udara yang menuju trakea, sedangkan benda
padat dan cairan akan dihantarkan menuju eosefagus.
Dibawah laring, jalan nafas akan menjadi trakea, yang
terdiri dari cincin-cincin tulang rawan.
b. Jalan nafas bagian bawah
Jalan nafas bawah terdiri dari bronkus dan
percabangannya serta paru-paru. Pada saat inspirasi,
udara berjalan melalui jalan nafas atas menuju jalan
nafas bawah sebelum mencapai paru-paru. Trakea terbagi
dua cabang, yaitu bronkus utama kanan dan bronkus utama
kiri. Masing-masing bronkus utama terbagi lagi menjadi
beberapa bronkus primer dan kemudian terbagi lagi
menjadi bronkiolus.
2.2 Fisiologi
Ketika udara atmosfer mencapai alveoli, oksigen
akan bergerak dari alveoli melintasi membran alveolar-
kapiler dan menuju sel darah merah. Sistem sirkulasi
kemudian akan membawa okisgen yang telah berikatan
dengan sel darah merah ini menuju jaringan tubuh,
dimana oksigen akan digunakan sebagai bahan bakar dalam
proses metabolisme.
Pertukaran gas dan karbon dioksida pada membran
alveolar-kapiler dikenal dengan istilah difusi
pulmonal. Setelah proses pertukaran gas selesai, maka
sel darah merah yang telah teroksigenasi dengan kadar
karbon dioksida yang rendah ini akan menuju sisi
kiri jantung, dan akan dipompakan ke seluruh tubuh sel
dalam tubuh. Saat mencapai jaringan, sel darah merah
yang teroksigenasi ini akan melepaskan ikatannya dengan
oksigen dan oksigen tersebut akan digunakan untuk bahan
bakar metabolisme. Juga karbon dioksida akan masuk sel
darah merah. Sel darah merah yang rendah oksigen dan
tinggi karbon dioksida ini akan menuju sisi kanan
jantung untuk kemudian dipompakan ke paru-paru.
Hal yang sangat penting dalam proses ini adalah
alveoli harus terus menerus mengalami pengisian dengan
udara segar yang mengandung oksigen dalam jumlah
adekuat.
Proses pernafasan sendiri ada 2 : inspirasi (menghirup)
dan ekspirasi (mengeluarkan nafas). Inspirasi dilakukan
oleh 2 jenis otot :
1. Otot interkostal, antara iga-iga. Pernafasan ini
dikenal sebagai perrnafasan torakal. Tentu saja
otot harus dipersyaraf, dan ini dilakukan melalui
nervus interkostalis (Th 1-12).
2. Otot diafragma, bila konstraksi diafragma akan
turun. Ini dikenal sebagai pernafasan abdominal,
dan persyaratan adalah melalui N. Frenikus yang
berasal dari C3-4-5. Pusat pernafasan ada di
batang otak, yang mendapatkan rangsangan melalui
baroreseptor yang terdapat di aorta dan a.karotis
melalui N.frenikus dan nn.interkostalis akan
terjadi pernafasan abdor ino torakal (pada bayi
torakal abdominal).
Dalam keadaan normal, maka ada volume tertentu
yang kita hirup saat benafas. Ini dikenal sebagai
tidal volume. Bila membutuhkan oksigen lebih banyak,
maka akan dilakukan penambahan volume pernafasan
melalui pemakaian otot-otot.
Jika tidal volume adalah 6-8 cc/kg BB, maka pada
penderita dengan berat 70 kg, tidal volume akan 450-500
cc. Dengan frekuensi nafas per menit 12-20 kali, maka
volume per menit 500 x 14 = 7000 cc/menit.
Bila pernafasan lebih dari 40x/menit, maka
penderita harus dianggap mengalami hiperventilasi
(nafas dangkal). Bila frekuensi nafas maupun kedalaman
nafas harus dipertimbangkan saat mengevaluasi
pernafasan.
Kesalahan yang sering terjadi adalah anggapan
bahwa penderita dengan frekuensi nafas yang cepat
berarti mengalami hiperventilasi.
2.3 Airway + C-Spine Control
Patofisiologi
Pada penderita trauma kemampuan sistem
respiratorik dalam menyediakan oksigen yang adekuat
dan pelepasan karbon dioksida akan terganggu
kemungkinan karena :
a. Hipoventilasi akibat hilangnya penggerak usaha
bernafas, yang biasanya disebabkan oleh penurunan
fungsi neurologis.
b. Hipoventilasi akibat adanya obstruksi aliran udara
pada jalan nafas atas dan bawah.
c. Hipoventilasi akibat penurunan kemampuan paru
untuk mengambang.
d. Hipoksia akibat penurunan absorpsi oksigen melalui
membran alveolar-kapiler.
e. Hipoksia akibat penurunan aliran darah ke alveoli.
f. Hipoksia akibat ketidakmampuan udara untuk
mencapai alveolus, biasanya karena terisi oleh air
atau debris.
g. Hipoksia pada tingkat seluler akibat penurunan
aliran darah ke sel jaringan.
Tiga komponen pertama diatas merupakan keadaan
hipoventilasi akibat penurunan volume per menit.
Jika tidak ditangani, maka hipoventilasi akan
mengakibatkan penumpukan karbon dioksida,
asidosis, metabolisme anaerobic, dan kemudian
kerusakan sel, dan dapat berakhir dengan kematian.
Pengelolaan yang harus diberikan meliputi usaha
memperbaiki frekuensi dan kedalaman pernafasan
penderita, yaitu dengan mengoreksi semua masalah
yang ada pada jalan nafas dan pemberian bantuan
nafas.
2.4 Pengkajian Airway
2.4.1 Pengenalan gangguan jalan nafas
Terganggunya jalan nafas dapat secara tiba-tiba
dan komplit, atau perlahan, parsial dan progresif
atau rekuen. Tachypnea walaupun dapat disebabkan
nyeri atau ketakutan, namun harus selalu diingat
kemungkinan gangguan jalan nafas yang dini. Karena
itu penilaian jalan nafas serta pernafasan sangat
penting. Penderita dengan kesadaran menurun
mempunyai resiko tinggi untuk gangguan jalan nafas
karena :
Selalu akan timbul cairan dan refleks menelan
menghilang.
Refleks batuk hilang dengan akibat aspirasi
dan obstruksi airway.
Keadaan ini kerap kali memerlukan jalan nafas
definitif. Penderita tidak sadar, intoksikasi
alkhohol atau perlukan intra toraks kemungkinan
terganggu breathing (pernafasan). Pada penderita
seperti ini jalan nafas definitif ditujukan
untuk :
a. Memberi jalan nafas.
b. Dapat memberikan oksigen tambahan.
c. Membantu ventilasi.
d. Mencegah aspirasi.
Mencegah oksigenasi serta mencegah hiperkarbia
sangat penting pada trauma kapitis.
Petugas harus antisipasi kemungkinan muntah pada
semua penderita trauma. Adanya cairan gaster di
orofaring menandakan kemungkinan aspirasi yang dapat
terjadi secara mendadak. Trauma pada wajah merupakan
keadaan lain yang memerlukan perhatian segera.
Mekanisme perlukan biasanya adalah penumpang mobil yang
tanpa sabuk pengaman dan kemudian terlempar ke kaca
depan saat tubrukan. Trauma pada bagian tengah wajah
(mid face) dapat menyebabkan fraktur dislokasi yang
dapat mengganggu oro atau naso faring.
Fraktur tulang wajah dapat menyebabkan perdarahan,
sekresi yang meningkat serta ovulasi gigi yang menambah
masalah pada jalan masalah. Fraktur ramus mandibula,
terutama bilateral, dapat menyebabkan lidah jatuh ke
belakang dan gangguan jalan nafas pada posisi
terlentang.
Penderita yang menolak untuk berbaring mungkin ada
gangguan jalan nafas. Perlukaan daerah leher mungkin
ada gangguan jalan nafas karena rusaknya laring atau
trakea atau karena perdarahan dalam jaringan lunak yang
menekan jalan nafas.
Pada saat penilaian awal, ini untuk sementara
menjamin adanya airway yang baik. Karena itu, tindakan
paling utama adalah berusaha berbicara dengan
penderita. Jawaban yang adekuat menjamin airway yang
baik, pernafasan yang baik serta perfusi ke otak yang
baik. Gangguan dalam menjawab pertanyaan menunjukkan
gangguan kesadaran, gangguan pada pernafasan.
2.4.2 Tanda objektif :obstruksi jalan nafas
a. Look
Lihat apakah penderita kesadaran berubah. Bila
penderita gelisah, kemungkinan paling besar adalah
hipoksia.
Pada trauma kapitis maka penderita gelisah
disebabkan :
a) Hipoksia.
b) Buli-buli penuh
c) Nyeri dari tempat lain (fraktur dsb).
d) Trauma kapitisnya sendiri
Sianosis dapat dilihat pada buku dan sekitar
mulut. Perhatikan adanya penggunaan otot
pernafasan tambahan.
b. Listen
Pernafasan yang berbunyi adalah pernafasan yang
ter-obstruksi :
a) Mengorok (snoring) : lidah jatuh ke
belakang.
b) Bunyi cairan (gurgling) : darah atau cairan.
c) Stridor/crowing disebabkan obstruksi parsial
faring atau laring.
c. Feel
Rasakan pergerakan udara ekspirasi, dan tentukan
apakah trakea terletak di garis tengah.
2.4.3 Teknik penjaga jalan nafas
Pada penderita, tidak sadar jatuh ke belakang dan
kemudian menyebabkan obstruksi jalan nafas. Hal ini
dapat diatasi dengan chin lift atau jaw thrust,
untuk kemudian dipasang oro-pharingeal atau naso-
pharingeal airway.
Cara membersihkan jalan nafas tanpa alat :
a. Head tilt
Cara : letakkan 1 telapak tangan di dahi pasien
dan tekan ke bawah, sehingga kepala menjadi
tengadah dan penyangga lidah tegang akhirnya lidah
terangkat ke depan.
b. Chin lift
Cara : memakai jari-jari dua tangan yang
diletakkan dibawah mandibula untuk kemudian
mendorong dagu anterior. Ibu jari tangan yang sama
sedikit menekan bibir bawah untuk menekan mulut.
Bila diperlukan ibu jari dapat diletakkan dalam
mulut di belakang gigi seri untuk mengangkat dagu.
Tindakan chin lift ini tidak boleh mengakibatkan
hiperextensi leher. Tindakan chin lift ini
bermanfaat pada penderita trauma karena tidak
mengakibatkan kelumpuhan bila ada fraktur
servikal.
c. Jaw thrust
Cara : tindakan ini dilakukan memakai dua tangan
masing-masing satu tangan di belakang angulus
mandibula dan menarik rahang ke depan. Bila
tindakan ini dilakukan memakai face-mask akan
dicapai penutupan sempurna dari mulut sehingga
dapat dilakukann ventilasi yang baik.
d. Orofaringeal airway (“guedel”/mayo tube)
Orofaringeal airway dimasukkan ke dalam mulut dan
diletakkan di belakang lidah. Cara terbaik adalah
dengan menekan lidah
memakai tong spatel
dan masukkan alat ke
arah posterior.
Alat tidak boleh
mendorong lidah ke
belakang dan malah
menyumbat faring. Alat ini tidak boleh dipakai
pada penderita sadar karena akan menyebabkan
muntah dan kemudian aspirasi.
Cara lain adalah dengan memasukkan alat secara
terbaik sampai menyentuh palatum mole, lalu
diputar 180 derajat dan diletakkan di belakang
lidah. Teknik ini tidak boleh dipakai pada anak
kecil karena mungkin mematahkan gigi.
e. Naso-faringeal airway
Alat ini dimasukkan salah satu lubang hidung lalu
secara perlahan dimasukkan sehingga ujungnya
terletak di faring.
Alat ini lebih baik dari
pada oro-faringeal airway
pada penderita sadar karena
tidak akan menyebabkan
muntah dan lebih ditolerir
penderita. Alat ini harus
dilunasi dengan baik dan dimasukkan ke dalam
lubang hidung yang tampak tidak tersumbat. Bila
pada saat pemasangan ditemukan hambatan, berhenti
dan pindah ke lubang hidung yang lain. Bila ujung
alat ini tampak di orofaring, mungkin akan dapat
dipasang Nasogastric Tube (NGT) pada penderita
dengan fraktur tulang wajah.
f. Jalan nafas definitif
Jalan nafas definitif adalah suatu pipa dalam
trachea dengan balon yang berkembang dan biasanya
memerlukan suatu bentuk ventilasi bantuan dengan
juga memakai oksigen. Ada tiga jenis airway
definitif yakni naso-trachea, oro-tracheal atau
surgical (Crico-Throidomi Atau Tracheostomy).
Indikasi untuk pemasangan jalan nafas definitif
adalah :
a) Apnoe.
b) Kegagalan menjaga jalan nafas dengan cara lain.
c) Proteksi jalan nafas terhadap aspirasi darah
atau muntahan.
d) Kemungkinan terganggunya jalan nafas karena
perlukaannya sendiri seperti luka bakar
inhalasi, fraktur tulang atau kejang-kejang.
e) Trauma kapitis yang memerlukan hiperventilasi.
f) Kegagalan memberikan cukup oksigen melalui
face-mask.
Urgensi dan keadaan saat itu menentukan pilihan
airway. Ventilasi assisted dapat dibantu sedasi,
analgesia atau muscle relaxant. Pemakaian pulse
oxymeter dapat membantu dalam menentukan indikasi jalan
nafas definitif yang tersering dipakai adalah naso-
tracheal dan oro-tracheal. Kemungkinan adanya fraktur
servikal merupakan perhatian utama.
g. Intubasi oro tracheal
Pada setiap penderita tidak sadar dengan trauma
kapitis tentukanlah perlunya intubasi.
Ingat : kontrol servikal dulu baru trauma ...!!!!!
Bila penderita dalam keadaan apnue, intubasi
dilakukan oleh dua orang, dengan satu petugas melakukan
imobilisasi segaris.
Setelah pemasangan oro-tracheal tube, balon
dikembangkan dan dimulai ventilasi assisted. Penempatan
ETT yang tepat dapat diperiksa dengan auskultasi kedua
paru. Bila terdengar bunyi pernafasan ETT sudah benar.
Terdengarnya suara dalam daerah lambung terutama pada
inspirasi, memperkuat dengan bahwa ETT terpasang dalam
esofagus dan menuntut intubasi.
h. Intubasi naso-tracheal
Intubasi naso-tracheal bermanfaat pada fraktur
servikal,
Catatan : disini dimaksudkan “blind naso-tracheal
intubations” apnoe adalah kontra indikasi yang lain
adalah fraktur tulang wajah yang berat atau fraktur
basis cranii anterior. Perhatian akan adanya fraktur
servikal adalah sama seperti pada intubasi oro-
tracheal. Pemilihan jenis intubasi terutama tergantung
pada pengalaman dokter. Kedua cara di atas aman bila
dilaksanakan dengan benar. Penutupan kartilago krikoid
oleh seorang asisten bermanfaat untuk mencegah
terjadinya aspirasi dan visualisasi jalan nafas yang
lebih jelas (disebut sebagai Sellick Maneuver)
Malposisi ETT harus dipertimbangkan pada semua
penderita yang datang dengan sudah terpasang ETT.
Malposisi dapat dengan ETT terdorong lebih jauh masuk
ke bronchus, atau tercabut selama transportasi.
Kembungnya daerah epigastrium harus diwaspadai
akan kemungkinan malposisi ETT. Foto toraks dapat
membantu diagnosis letak ETT yang benar, namun tidak
menyingkirkan kemungkinan intubasi esofagus.
Bila keadaan penderita memungkinkan dapat dipakai
teknik Endoskopi fiberoptik dalam pemasangan ETT. Ini
terutama di-indikasikan pada fraktur maksilofasial dan
fraktur servikal dan penderita dengan leher pendek.
Bila keadaan-keadaan di atas menghambat intubasi oro
atau naso-tracheal dapat langsung ke surgical erico-
thyroidotomy.
i. Airway surgical
Ketidakmampuan intubasi trachea adalah indikasi
jelas untuk surgical airway. Bila edema glottis,
fraktur laring atau perdarahan oro pharingeal airway
yang berat menghambat intubasi trachea dapat
dipertimbangkan surgical airway.
Pemasangan jarum (Needle Cricothyroidotomy) merupakan
cara sementara untuk dalam keadaan emergency memberikan
oksigen sampai dapat dipasang surgical airway.
Jet insufflation
Jet insufflation dapat meberikan 45 menit
tambahan menunggu intubasi dilakukan. Jet insufflation
dilakukan memakai jarum ukuran 12-14 (anak no.16/18)
melalui membrana cricothyroid. Jarum kemudian
dihubungkan dengan oksigen pada flow 15 liter/menit
(40-50 psi) dengan suatu y-connector, atau dengan tube
yang dilubangi pada sisinya. Kemudian dilakukan
insufflation,1 detik tutup 4 detik buka dengan memakai
ibu jari. Penderita hanya dapat dilakukan oksigenisasi
cukup dengan cara ini untuk hanya 30-45 menit, karena
CO2 akan terakumulasi secara perlahan (yang akan
berbahaya, terutama pada penderita trauma kapitis). Jet
insufflation harus berhati-hati bila ada obstruksi
total glottis oleh benda asing. Walaupun ada
kemungkinan benda asing terdorong keluar oleh tekanan
oksigen, namun ada kemungkinan lain yakni rupture paru
dengan pneumotoraks. Dalam keadaan ini flow oksigen
hanya 5-7 liter/menit.
Surgical Cricothyroidotomy
Surgical Needle Cricothyroidotomy dilakukan
oleh dokter.
2.5 Pengkajian Breathing
2.5.1 Breathing + cegah terjadinya tension
pneumotoraks
Kecepatan pernafasan. Wanita bernafas lebih cepat
daripada pria. Kalau bernafas secara normal maka
ekspirasi akan menyusul inspirasi, dan kemudian ada
istirahat sebentar. Inspirasi-ekspirasi istirahat, pada
bayi yang sakit urutan ini ada kalanya terbalik dan
urutannya menjadi : inspirasi istirahat-ekspirasi. Hal
ini disebut pernafasan terbalik.
Kecepatan pernafasan normal setiap menit
Bayi baru lahir ...................... 30-40
x/menit
12 bulan ...................... 30 x/menit
Dari 2-5 tahun ...................... 24 x/menit
Orang dewasa ...................... 12-20
x/menit
a. Pengenalan masalah ventilasi
Penentuan adanya jalan nafas yang baik barulah
langkah yang pertama yang penting, langkah kedua adalah
memastikan bahwa ventilasi yang cukup. Ventilasi dapat
terganggu karena sumbatan jalan nafas, tetapi juga
dapat terganggu oleh mekanika pernafasan atau depresi
Susunan Saraf Pusat (SSP). Bila pernafasan tidak
bertambah baik dengan perbaikan jalan nafas, penyebab
lain dari gangguan ventilasi harus dicari. Trauma
langsung ke thoraks dapat menjadi dangkal dan
selanjutnya, hipoksemia. cedera servikal rendah dapat
menyebabkan penafasan diafragma sehingga dibutuhkan
bantuan ventilasi.
b. Tanda objektif masalah ventilasi
1. Look : perhatikan peranjakan thorax simetris atau
tidak. Bila asimetris pikirkan kelainan intra-
torakal atau flail chest. Setiap pernafasan yang
sesak harus dianggap sebagai ancaman terhadap
oksigenisasi.
2. Listen : auskultasi kedua paru. Bising nafas yang
berkurang atau menghilang pada satu atau kedua
hemi thorax menunjukkan kelainan intra torakal.
Berhati-hatilah terhadap tachypneu karena mungkin
disebabkan hipoksia.
3. Feel : lakukan perkusi, seharusnya sonor dan sama
ke-2 lapang paru. Bila hipersonor berarti ada
pneumotoraks, bila pekak ada darah (hematoraks).
c. Pengelolaan
Penilaian patensi jalan nafas serta cukupnya
ventilasi harus dilakukan dengan cepat dan tepat. Bila
ditemukan atau dicurigai gangguan jalan nafas atau
ventilasi harus segera diambil tindakan ini memperbaiki
oksigenisasi dan mengurangi resiko penurunan keadaan.
Tindakan ini meliputi teknik menjaga jalan nafas, jalan
nafas definitif (termasuk surgical airway) dan cara
untuk membantu ventilasi. Karena semua tindakan diatas
akan menyebabkan gerakan pada leher, harus diberikan
proteksi servikal, terutama bila dicurigai atau
diketahui adanya fraktur servikal.
Pemberian oksigen harus memberikan sebelum dan
setelah tindakan mengatasi masalah airway. Suction
selalu harus tersedia, dan sebaiknya dengan ujung
penghisap yang kaku.
d. Ventilasi dan oksigenasi
Tujuan utama dari ventilasi adalah mendapatkan
oksigenisasi sel yang cukup dengan cara memberikan
oksigen dan ventilasi yang cukup.
1.Oksigenisasi
Oksigenisasi sebaiknya diberikan melalui suatu
masker yang terpasang baik dengan flow 10-12
liter/menit.
Cara memberikan oksigen lain (nasal kateter, kanul
dsb) dapat memperbaiki oksigenisasi. Karena perubahan
kadar oksigen darah dapat berubah cepat, dan tidak
mungkin dikenali secara klinis, maka harus
dipertimbangkan pulse oksimeter bila di duga ada
masalah intubasi atau ventilasi. Ini termasuk pada saat
transport penderita luka parah. Nilai normal saturasi
O2 adalah lebih dari 95%.
2.Ventilasi
Ventilasi yang cukup dapat tercapai dengan teknik
mouth to face atau bag-valve-face-mask. Seringkali
hanya satu petugas tersedia,Namun hanya lebih efektif
bila ada petugas kedua yang memegang face mask.
Intubasi mungkin memerlukan beberapakali usaha dan
tidak boleh menggangu oksigenisasi. Dengan demikian
lebih baik pada saat mulai intubasi petugas menarik
nafas dalam dan menghentikan usaha pada saat petugas
harus inspirasi.
Bila sudah intubasi, ventilasi dapat dibantu
dengan bagging, atau lebih baik memakai respirator.
Dokter harus selalu waspada terhadap baro trauma
(akibat positive pressure ventilation) yang dapat
mengakibatkan pneumotorax atau malah tension
pneumotorax akibat “bagging” yang terlalu bersemangat.
2.6 Pengkajian circulation
2.6.1 Anatomy dan fisiologi jantung
Jantung terletak pada bagian bawah kiri region
tengah diantara dinding dada dan paru-paru. Dilindungi
oleh costae dan sternum, pada bagian belakang
dilindungi oleh columna spinalis. Jantung terbagi atas
4 ruang, yaitu ruang bagian kiri yaitu atrium dan dua
ruang bagian kanan yaitu ventrikel. Fungsi dari atrium
adalah mengakumulasi darah sehingga ventrikel dapat
terisi dengan cepat, meminimalkan penundaan dalam
siklus pemompaan. Atrium kanan menerima darah dari vena
seluruh tubuh kemudian memompakan ke ventrikel kanan.
Dengan tiap kontraksi dari ventrikel kanan, darah
dipompakana ke paru-paru untuk dioksigenisasi. Darah
dari paru-paru kembali ke atrium kiri. Dari atrium
tersebut kemudian dialirkan ke seluruh tubuh melalui
arteri. Darah tetap dibawah tekanan dan dalam kegiatan
sirkulasi yang konstan. Pada orang dewasa saat
beristirahat jantung berkontraksi antara 60-80 x/menit.
Denyut nadi adalah tanda dari tekanan yang diberikan
setiap kontraksi. Setiap kali jantung memompa,
gelombang darah akan dikirimkan melalui arteri.
Gelombang tersebut dirasakan sebagai denyut nadi. Dapat
dirasakan pada arteri besar yang terletak diatas
tulang.
Jantung, paru-paru, dan otak bekerjasama untuk
mempertahankan kehidupan. Fungsi dari ketiga saling
ketergantungan. Bila salah satu mengalami gangguan dua
organ lainnya akan mengalami gangguan pula. Bila salah
satu organ tersebut mengalami kegagalan fungsi, maka
kedua organ lainnya akan mengalami hal yang sama
segera.
Saat jantung berhenti berdenyut
Kematian klinis terjadi pada penderita dalam henti
nafas dan henti jantung.
RJP segera dilakukan untuk mengembalikan keadaan
penderita tanpa kerusakan. Kematian klinis terjadi
selama 4-6 menit, sel otak mulai mengalami kematian.
Setelah 8-10 menit tanpa denyut nadi, kerusakan yang
irreversible terjadi pada otak.
Ingat : bila penderita henti nafas belum tentu
henti jantung
Bila penderita henti jantung secara otomatis
penderita mengalami henti nafas lakukan RJP
segera...... !!!!
Banyak alasan kenapa jantung dapat berhenti, dapat
disebabkan oleh penyakit jantung, kejang, stroke,
reaksi alergi, diabetes dan penyakit lainnya. Jantung
juga dapat berhenti karena cedera yang berat. Pada bayi
masalah pernafasan yang berat dapat menyebabkan henti
nafas-henti jantung. Kesemuanya berakhir pada satu
hasil akhir yakni kegagalan oksigenisasi sel, terutama
otak dan jantung.
1. Umum
Sirkulasi terdiri dari jantung dan pembuluh darah,
dan darah.
a. Frekuensi denyut jantung
Frekuensi denyut jantung pada orang dewasa
adalah 60-80 menit. Bila kurang dari 50 per
menit disebut bradikardi, bila lebih dari 100
per menit disebut takhikardi bradikardi sering
ditemukan pada atlit terlatih. Pada bayi
frekuensi denyut jantung adalah 85-200 per
menit,sedangkan pada anak-anak (2-10 tahun) 60-
140 per menit. Pada syok bila ditemukan
bradikardi merupakan tanda prognostik yang
buruk.
b. Tekanan darah
Tekanan darah sistolik dewasa adalah 90-140
mmHg. Pada anak-anak dapat dipakai rumus :
Tekanan sistolik minimal =70 + (2 x usia dalam
tahun)
Tekanan darah tidak dapat dipercaya sebagai
indikator dini pada syok karena : (1) tekanan
darah sistolik dapat tidak turun, sampai
kehilangan darah lebih dari 30% volume darah
baru akan turun. (2) pada penderita hipertensi,
tekanan darah mungkin turun, tetapi masih
dianggap normal.
c. Penentuan denyut jantung
Pada orang dewasa dan anak-anak denyut nadi
diraba pada a.karotis, arteri m.sterno-
kleidomastoideus.
Pada bayi meraba denyut nadi adalah pada
a.brachialis, yakni pada sisi medial lengan
atas.
2. Syok
Syok dapat disebabkan berbagai hal. Apapun
sebabnya penderita selalu dipasang infus. Gejala syok
adalah kulit pucat dan dingin (gangguan perfusi kulit),
tachycardia, berkurangnya urin (oliguria sampai anuria
karena gangguan perfusi ginjal), gangguan kesadaran
(gangguan perfusi otak) dan turunnya tekanan darah
(bukan gejala dini). Pengelolaan syok ditujukan
terhadap penyebabnya, bila syok karena perdarahan
misalnya maka perdarahan harus dihentikan.
3. Resusitasi jantung paru
American Heart Association menggunakan 4 akses
rantai penyelamatan untuk menggambarkan bahwa waktu
merupakan hal yang sangat penting dalam penyelamatan
penderita khususnya pada penderita dengan VF, SCA. Tiga
dari 4 rantai ini juga relevan untuk penderita dengan
henti nafas henti jantung. Rantai penyelamatan sebagai
berikut :
Cepat hubungi SPGDPT (hubungi 118)
Cepat melakukan RJP. RJP segera dapat memberikan
kesempatan dua atau tiga kali lipat penderita
dengan VF SCA selamat.
Cepat melakukan defibrilasi : RJP dan
defibrilasi pada penderita dapat meningkatkan
tingkat penyelamatan 45%-75%.
Cepat memberikan bantuan hidup lanjut.
Anda dapat mengetahui penderita membutuhkan
tindakan RJP dengan memastikan penderita tidak sadar,
tidak bernafas, dan nadi tidak berdenyut. Kompresi dada
berhasil karena menekan jantung diantara sternum dan
tulang belakang yang memaksa darah keluar. Bukti
terbaru mengindikasikan bahwa mereka menghasilkan
perubahan tekanan didalam rongga dada. Tekanan ini yang
bertanggung jawab untuk meningkatkan sirkulasi ke
seluruh tubuh.
RJP (CPR) harus dimulai segera mungkin dan
dilakukan terus menerus sampai :
Petugas kelelahan.
Penderita telah diserahterimakan pada petugas
kesehatan lain atau petugas rumah sakit.
Penderita sedang diresusitasi.
Penderita telah dinyatakan meninggal oleh pihak
yang berwenang (dokter).
2.6.2 Tahapan RJP
Langkah-langkah dari bantuan hidup dasar merupakan
serangkaian dari penilaian dan tindakan yang bertahap
yang digambarkan pada algoritme BHD. Tujuan dari
gambaran algoritme adalah untuk menghadirkan langkah-
langkah secara logika dan mudah untuk dilakukan.
Sebelum mendekati penderita, penolong harus memastikan
TKP aman.
1. Cek kesadaran
Setelah penolong memastikan tempat kejadian aman,
penolong harus memeriksa kesadaran penderita. Caranya
dengan memanggil sambil menepuk pundak penderita dan
tanyakan “apakah anda baik-baik saja?”. Jika penderita
masih respon tetapi terluka atau membutuhkan bantuan
medis segera hubungi 118? Atau SPGDT lokal, kemudian
kembali lagi segera dan periksa kembali penderita.
2. Aktifkan SPGDT (EMS)
Jika penolong menemukan penderita dalam keadaan
tidak sadar (contoh tidak ada pergerakan atau respon
saat dirangsang), penolong harus segera menghubungi
SPGDT (hubungi 118) dan kembali lagi kemudian lakukan
RJP dan defibrilasi bila perlu. Saat dua penolong atau
lebih datang, satu penolong harus memulai tahapan RJP
sementara satu penolong yang lain dapat menghubungi
SPGDT/minta bantuan.
3. Buka jalan nafas (airway) dan periksa pernafasan
(breathing)
Untuk persiapan RJP, letakkan penderita pada
posisi terlentang. Jika penderita dalam posisi
telungkup ubah posisi penderita pada posisi terlentang.
Buka jalan nafas dengan Manuver Head Tilt Chin Lift
bila tidak trauma kepala atau leher.
Bila petugas mencurigai adanya trauma servikal,
buka jalan nafas dengan Manuver Jaw Thrust tanpa
ekstensi kepala. Karena menjaga patensi jalan nafas dan
memberikan ventilasi yang adekuat merupakan prioritas
dalam RJP (CPR).
4. Periksa pernafasan (breathing)
Sambil pertahankan jalan nafas terbuka, lihat,
dengar, dan rasakan (raba) adanya nafas atau tidak.
Bila anda memeriksa penderita selama 10 detik dan
mendapati penderita tidak bernafas berikan nafas
bantuan 2 kali. Pemberian nafas bantuan (Rescue Breathing)
berikan 2 nafas bantuan, tiap satu kali nafas lebih
dari satu detik, dengan volume yang cukup sampai
terlihat dada mengembang (naik).
Selama tindakan RJP tujuan dari ventilasi adalah
mempertahankan oksigenisasi yang adekuat (cukup).
Berikut adalah rekomendasi umum yang dibuat :
a. Dalam menit pertama penderita dengan VF SCA,
bantuan nafas mungkin tidak begitu penting dibandingkan
dengan kompresi dada, karena level oksigen dalam darah
masih tinggi dalam beberapa menit setelah henti
jantung. Pada henti jantung awal, pemberian oksigen
myocardial dan cerebral (otak) lebih dibatasi oleh
aliran darah Cardiac Output daripada kurangnya oksigen
dalam darah. Selama RJP (CPR) aliran darah dibuat oleh
kompresi dada. Penolong harus melakukan kompresi dada
dengan efektif dan meminimalkan penghentian (interupsi)
pada kompresi dada.
b. Ventilasi dan kompresi, keduanya sangat penting
dengan VF SCA yang lama, (prolonged VF SCA ), saat
oksigen pada darah digunakan.
5. Pemeriksaan nadi
Petugas harus memeriksa nadi tidak boleh lebih
dari 10 detik (10 detik) jika tidak teraba petugas
harus memulai dengan kompresi dada.
6. Bantuan pernafasan tanpa kompresi dada
Jika penderita orang dewasa dengan nadi teraba
membutuhkan ventilasi tambahan. Berikan bantuan nafas
pada tempo 10-12 kali per menit atau 1 tiupan tiap
5-6 detik. Tiap tiupan/satu kali nafas bantuan harus
diberikan lebih dari satu detik walaupun telah
terpasang airway definitive. Tiap tiupan atau bantuan
ventilasi harus dapat menyebabkan dada mengembang/naik.
Selama pemberian pernafasan bantuan, nilai kembali nadi
tiap 2 menit tetapi saat pengecekan ulang nadi tidak
boleh lebih dari 10 detik.
7. Kompresi dada
Kompresi dada terdiri dari tindakan penekanan dada
(kompresi dada) dibagian bawah pada pertengaan sternum
secara teratur (rhytmic). Kompresi ini menghasilkan
aliran darah dengan meningkatkan tekanan intra thoraks
dan langsung menekan jantung. Walaupun kompresi dada
yang dilakukan secara tepat dan baik dapat
memaksimalkan tekanan systolic arterial 60 – SOmmHg,
dan tekanan diastolic rendah dan tekanan rata-rata pada
artery carotis jarang melebihi 40 mmHg. Aliran darah
dialirkan oleh kompresi dada yang memberikan jumlah
oksigen yang sedikit dan dialirkan ke otak dan myocard.
Pada korban dengan VF SCA, kompresi dada meningkatkan
angka keberhasilan. (Sama seperti pemberian
defribilasi). Kompresi dada sangat penting jika kejut
listrik (Shock) pertama diberikan 4 menit setelah
penderita jatuh tidak sadar. Penelitian tentang
kompresi dada ini dihasilkan dari penelitian consensus
2010 yang menyimpulkan bahwa :
a. Kompresi dada yang “efektif” sangat penting
dalam menyediakan aliran darah selama RJP (CPR). Untuk
memberikan kompresi dada yang “efektif”, tekan dengan
keras dan cepat” tekan dada penderita pada kecepatan /
tempo 100 x/menit, dengan kedalaman 2 inci ( 4-5
cm), yang membuat dada kembali ekspirasi setelah
kompresi dada dilakukan, dan membuat waktu kompresi dan
relaksasi sama/ seimbang.
b. Meminimalkan penghentian (interupsi) pada
kompresi dada.
8. Tekhnik
Untuk memaksimalkan keefektifan kompresi dada
adalah :
a. Dengan meletakkan penderita pada posisi
terlentang pada alas yang keras, (contoh :
diletakkan diatas papan keras (back board) atau
lantai.
b. Penolong berlutut disamping penderita sejajar
dengan thoraks/dada penderita.
c. Penolong harus menekan pada petengahan bagian
bawah sternum penderita, diantara puting susu.
d. Letakkan tumit tangan diatas sternum pada
bagian tengah dan letakkan tangan kedua
diatasnya.
e. Tekan sternum 2 inci ( 4-5cm) dan kemudian
biarkan dada kembali pada posisi normal. Dada
yang kembali pada posisi semula membuat aliran
darah dari vena balik ke jantung, merupakan
hal yang penting untuk RJP (CPR) dan harus
ditekankan pada pelatihan.
Catatan :
Pada petugas kesehatan tidak boleh lagi
melakukan penghentian lebih lama dan sesering
mungkin dan cobalah untuk membatasi penghentian
tersebut tidak boleh lebih dari 10 detik kecuali
untuk tindakan khusus seperti pemasangan airway
definitive atau penggunaan defibrillator.
AHA merekomendasikan bahwa penderita tidak boleh
dipindahkan pada saat RJP sedang dilakukan
kecuali penderita tempat yang berbahaya atau
penderita sangat membutuhkan dilakukan tindakan
surgical. RJP (CPR) lebih baik dilakukan dengan
penghentian (dalam kompresi dada) lebih sedikit
saat dilakukan resusitasi dimana saat penderita
ditemukan.
Penelitian pada boneka dan binatang menunjukkan
bahwa pada saat kompresi yang merupakan bagian
dari siklus menunjukkan 20% - 50% meningkatkan
perfusi otak dan coranaria saat tempo /
kecepatan kompresi ditingkatkan menjadi 130-150
kompresi per menit.
Tempo (rate) kompresi mengacu pada kecepatan
kompresi bukan jumlah dari kompresi yang
dilakukan per menit.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pengelolaan Airway dan Breathing mempertahankan
oksigenasi otak dan bagian tubuh lainnya merupakan
bagian terpenting dalam penanganan penderita. Tanpa
ini, penderita akan meninggal dengan cepat.
Oleh karena itu diperlukan perawat yang mempunyai
kemampuan yang bagus dalam mengaplikasikan asuhan
keperawatan gawat darurat untuk mengatasi berbagai
permasalahan kesehatan baik aktual atau potensial
mengancam kehidupan tanpa atau terjadinya secara
mendadak atau tidak di perkirakan tanpa atau
disertai kondisi lingkungan yang tidak dapat
dikendalikan.
3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
Curtis, K., Murphy, M., Hoy, S., dan Lewis, M.J.(2009). The emergency nursing assessment process: astructured framedwork for a systematic approach.Australasian Emergency Nursing Journal, 12; 130-136
Djumhana, Ali. (2011). Perdarahan Akut Saluran CernaBagian Atas. FK. UNPAD. Diakses darihttp://pustaka.unpad.ac.id/ tanggal 20 april 2015.
top related