Makalah Agama Islam - Penyimpangan Salafi Wahabi
Post on 23-Oct-2015
562 Views
Preview:
DESCRIPTION
Transcript
Makalah Pendidikan Agama Islam Penyimpangan dan Kebohongan Salafi Wahabi 1
,
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Adagium yang mengatakan bahwa, buku adalah pengikat ilmu, tidak ada
yang mengingkarinya. Lebih dari itu, buku merupakan salah satu media utama
dalam mencari kebenaran. Telah berabad-abad lamanya para ulama terdahulu
mewarisi ilmu mereka kepada generasi berikutnya melalui buku yang mereka
tulis. Buku-buku warisan para ulama tersebut menjadi amat berharga dan sangat
penting bagi umat dalam rangka mencari kebenaran dan petunjuk Allah. Lalu apa
jadinya jika buku-buku para ulama yang mewarisi ilmu dan petunjuk itu dikotori,
diselewengkan dan bahkan dipalsukan?
Sering terjadinya kasus-kasus penyelewengan dan kebohongan publik
seperti ini dibenarkan oleh para ulama kawakan di Timur Tengah, semisal: Mufti
Mesir, Syaikh Prof. Dr. Ali Jum’ah; toloh ulama Syria, al-Muhaddist asy-Syaikh
Abdullah al-Harari al-Habasyi; tokoh ulama Maroko, al-Muhaddist as-Sayyid
Ahmad al-Ghimari; tokoh ulama tasawuf di Makkah, al-Muhaddist as-Syaikh
Muhammad ibnu Alawi al-Maliki, dan ulama-ulama lainnya.
Salafi Wahabi sangat menyadari bahwa buku merupakan salah satu media
paling efektif untuk ‘mengarahkan’ umat kepada paham yang mereka inginkan.
Karenanya tidak aneh jika mereka sangat menaruh perhatian besar dalam ranah
perbukuan, penerbitan, dan penerjemahan. Beragam jenis buku—baik buku
Makalah Pendidikan Agama Islam Penyimpangan dan Kebohongan Salafi Wahabi 2
,
kertas maupun buku digital (e-book)—mereka cetak untuk dibagikan secara
gratis maupun dijual dengan harga murah.
1.2 Tujuan Penulisan
Makalah ini dibuat dengan tujuan:
1. Untuk memenuhi tugas membuat makalah mata kuliah Pendidikan Agama
Islam yang diberikan kepada kami dengan mengambil tema yang telah
disebut di awal.
2. Secara gamblang dan ringkas makalah ini dimaksudkan untuk menyampaikan
informasi ilmiah tentang Wahabisme, didukung oleh fakta-fakta yang ada,
yang selama ini cenderung tertutup dan ditutup-tutupi dengan harapan kita
dapat mengambil pelajaran darinya.
3. Memberikan tambahan pengetahuan tentang aliran pemahaman yang
menyimpang dalam Islam sehingga saudara-saudara kaum muslimin dapat
mewaspadai segala bentuk pemikiran yang dapat menjerumuskan akidah
keislamannya, dan
4. Semoga makalah ini dapat menjadi amal saleh di sisi-Nya dan dapat
memperberat timbangan amal kebajikan kelak di akhirat. Amin.
1.3 Batasan Masalah
Mengingat luasnya masalah yang bisa dibahas dalam makalah ini baik
dari segi sejarah, ideologi, maupun perkembangannya sampai Salafi Wahabi
melakukan banyak penyelewengan, penyimpangan dan kebohongan utamanya
Makalah Pendidikan Agama Islam Penyimpangan dan Kebohongan Salafi Wahabi 3
,
melalui propaganda buku dan pemalsuan kitab-kitab klasik karya ulama Islam,
maka kami membatasi pembahasan pada seputar sejarah dan sepak terjang
singkat Salafi Wahabi, beberapa poin penting penyelewengan dan penyimpangan
paham ini, serta beberapa bukti autentik dan ilmiah tentang pemalsuan kitab-kitab
karya ulama Islam, penyelewengan teks yang ada, serta komentar para ulama
terhadap paham ini.
1.4 Rumusan Masalah
Untuk memperjelas ulasan tentang tema makalah maka kami mengangkat
dua permasalahan pokok dalam bahasan makalah ini, yaitu:
1. Sejak berdiri dan dalam perkembangannya, apa saja bentuk penyelewengan
dan penyimpangan yang telah dilakukan oleh Salafi Wahabi?
2. Bukti-bukti autentik apa saja yang berkaitan dengan pemalsuan dan
penyelewengan teks kitab-kitab klasik karya ulama-ulama Islam?
Makalah Pendidikan Agama Islam Penyimpangan dan Kebohongan Salafi Wahabi 4
,
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Sekilas tentang Salafi Wahabi
Kata salafi merupakan sebuah bentuk penisbatan kepada as-salaf yang
mana secara bahasa bermakna ‘orang-orang yang hidup sebelum zaman kita’.1
Adapun secara terminologi as-salaf dapat dimaknai sebagai generasi tiga abad
pertama sepeninggal Rasulullah, yakni para sahabat Nabi Saw., kemudian para
tabi’in (pengikut Nabi setelah masa sahabat), dan tabi’ at-tabi’in (pengikut Nabi
setelah masa tabi’in). Hal ini berdasarkan pada sebuah hadist muttafaqun ‘alaih
yang berbunyi: “Sebaik-baik manusia adalah (yang hidup) di masaku, kemudian
yang mengikuti mereka (tabi’in), kemudian yang mengikuti mereka (tabi’ at-
tabi’in).” (HR. Bukhari dan Muslim). Oleh karena itu, seorang Salafi berarti
seseorang yang mengikuti jalan para sahabat Nabi Saw., tabi’in dan tabi’ at-
tabi’in dalam seluruh sisi ajaran dan pemahaman mereka.2
Sampai di sini sebenarnya tidak ada masalah dengan klaim salafi ini,
karena pada dasarnya setiap muslim akan mengakui legalitas kedudukan para
sahabat Nabi Saw. dan dua generasi terbaik umat Islam sesudahnya. Seorang
muslim mana pun sedikit banyak memiliki kadar ke‘salafi’an dalam dirinya,
meskipun tidak menggembar-gemborkan bahwa ia seorang Salafi. Sebab, dari
definisi ini, maksud dari kata salafi sebenarnya adalah Islam itu sendiri.
1 Abu al-Fadhl Muhammad ibnu Manzhur: Qamus Lisan al-Arab, Dar as-Shadir, Beirut, Lebanon 1410 H.
Cetakan ke-1, entri Sa-La-Fa, jilid 6, h. 330 2 Dari kata ini kemudian sering didengar kata bentukan lainnya, seperti Salafiyah (yang berarti ajaran atau
paham Salaf) atau Salafiyun/Salafiyin yang merupakan bentuk jamak dari Salafi
Makalah Pendidikan Agama Islam Penyimpangan dan Kebohongan Salafi Wahabi 5
,
Namun demikian, saat ini penggunaan kata salafi menjadi tercemari. Kata
salafi—karena propaganda dan klaim yang gencar—saat ini secara khusus
mengarah kepada kelompok gerakan Islam tertentu. Lebih dari itu, kelompok
tersebut mengaku-aku sebagai satu-satunya kelompok salaf yang merasa paling
benar. Dan yang lebih berbahaya, kelompok ini cenderung menyimpang dari
ajaran Islam yang benar yang dianut oleh mayoritas umat Islam sejak zaman
Rasulullah Saw. hingga saat ini.
Siapakah sebenarnya kelompok yang mengklaim sebagai “Salafi” yang
akhir-akhir ini mulai marak tersebut? Ketahuilah, kelompok yang sekarang
mengaku-aku sebagai Salafi ini, dahulu dikenal dengan nama Wahabi. Tidak ada
perbedaan antara Salafi yang ini dengan Wahabi. Sewaktu di Jazirah Arab,
mereka lebih dikenal dengan Wahhabiyah Hanbaliyah. Namun, ketika di ekspor
ke luar Saudi, mereka mengatasnamakan dirinya dengan “Salafi”.3
Prof. Dr. Sa’id Ramadhan al-Buthi dalam bukunya, as-Salafiyah
Marhalah Zamaniyah Mubarakah La Madzhab Islami,4 mengungkapkan bahwa
Wahabi berganti baju menjadi Salafi atau terkadang Ahlussunnah—yang
seringnya tanpa didikuti dengan kata wal Jama’ah—karena mereka merasa risih
dengan penisbatan tersebut dan mengalami banyak kegagalan dalam dakwahya.
Pada hakikatnya, mereka bukanlah Salafi atau para pengikut Salaf.
Mereka lebih tepat jika disebut dengan ‘Salafi Wahabi’ seperti yang tertulis
dalam judul makalah ini. Sebutan Salafi Wahabi lebih tepat karena mereka adalah
3 Hasan bin Ali as-Segaf: as-Salafiyah al-Wahhabiyah, Dar al-Imam ar-Rawwas, Beirut, Lebanon, h. 20. 4 Dr. Sa’id Ramadhan al-Buthi: as-Salafiyah Marhalah Zamaniyah Mubarakah La Madzhab Islami, Dar al-Fikr,
Damaskus, Syria 1996, h. 236.
Makalah Pendidikan Agama Islam Penyimpangan dan Kebohongan Salafi Wahabi 6
,
pengikut Muhammad ibnu Abdul Wahab yang lahir di Uyainah, Najd,5 Saudi
Arabia pada tahun 1115 H (1701 M) dan wafat tahun 1206 H (1792 M). Pendiri
Wahabi ini sangat mengagumi Ibnu Taimiyah, seorang ulama kontroversial yang
hidup di abad ke-8 Hijriah dan banyak mempengaruhi cara berpikirnya.6
Salafi Wahabi sangat erat kaitannya dengan dinasti Saud di Saudi Arabia.
Sampai akhir abad ke-17, Jazirah Arab masih terbagi empat wilayah, bagian utara
berpusat di Syam (Syria), timur di Najd, barat di Hijaz, dan selatan di Yaman.
Tapi awal abad ke-18, Gubernur Najd, Muhammad Ibnu Saud, yang didukung
oleh Muhammad bin Abdul Wahab, memisahkan diri dari Khalifah Utsmani.
Pertama kali muncul, gerakan ini langsung dihabisi oleh Khalifah Utsmani yang
memerintahkan Gubernur Mesir, Raja Fuad, untuk memerangi mereka. Dalam
pertempuran ini Muhammad Ibnu Saud bisa dikalahkan dan salah satu anaknya,
Faisal, terbunuh.
Akan tetapi, Abdul Aziz bin Abdurrahman bin Muhammad Saud, cucu
Muhammad Saud, melarikan diri ke luar negeri untuk menghimpun kekuatan.
Begitu ada kesempatan dengan dukungan pasukan yang sangat militan, Abdul
Aziz menyerang Mekah. Begitu masuk Mekah, mereka langsung meratakan
semua kuburan, termasuk kuburannya Siti Khadijah, Abdullah bin Zubaer, Asma
binti Abu Bakar, kuburan para sahabat, dan kuburan ulama.
Situs-situs sejarah perkembangan Islam juga dibongkar: rumah paman
Nabi Muhammad Saw. dijadikan toilet, rumah Siti Khadijah difungsikan sebagai
tempat pembuangan, rumah Sayyidina Ali dijadikan kandang keledai, rumah
5 Najd sekarang masku ke dalam kawasan Kota Riyadh, Saudi Arabia. 6 Muhammad Abu Zahrah: Tarikh al-Mazhabib al-Islamiyah al-Fiqhiyah, Dar al-Fikr al-Arabi, Cairo, h. 187.
Makalah Pendidikan Agama Islam Penyimpangan dan Kebohongan Salafi Wahabi 7
,
kelahiran Nabi Saw. dibongkar, Bab Bani Syaibah (tempat bersejarah untuk
menentukan siapa yang berhak meletakkan Hajar Aswad) dihilangkan jejaknya,
Baitul Arqam dibongkar, Dar an-Nadwah diratakan dan tempat mengajar Imam
Syafi’i juga dibongkar.
2.2 Penyimpangan Salafi Wahabi
Salah satu propaganda Salafi Wahabi yang cukup mempedaya kaum
awam adalah ajakan mereka agar umat kembali kepada ‘pemahaman salaf’. Akan
tetapi, ajakan itu tidak semanis bunyinya. Sebab, jika kita cermati secara teliti,
kita akan melihat bahwa orang-orang yang mengajak kepada ‘pemahaman salaf’
itu justru melarang umat Islam untuk mengikuti pemahaman salaf semisal imam-
imam mazhab yang empat (Hanafi, Maliki, Syafi’i, Hanbali). Sebaliknya, mereka
malah menganjurkan untuk mengikuti atau bertaklid kepada pemahaman mereka,
atau jika tidak, kepada pemahaman orang-orang yang hidup setelah tiga abad
pertama utamanya kepada tiga tokoh utama Salafi Wahabi: Ibnu Abdul Wahab,
Ibnu Taimiyah, dan Muhammad Nashiruddin al-Albani. Oleh karena itu, pada
hakikatnya mereka bukanlah Salafi atau pengikut salaf sehingga seperti telah
disebut di awal mereka lebih tepat jika disebut sebagai Salafi Wahabi.
Lalu, dari manakah munculnya istilah Salafi untuk menggelari orang yang
mengklaim dirinya sebagai satu-satunya penerus ajaran as-Salafus as-Shalih
(yakni para sahabat, tabi’in dan tabi’ at-tabi’in)? Yang jelas, bukan dari para
sahabat Nabi Saw., bukan dari para ulama salaf terdahulu, dan bukan pula dari
para imam ahli hadist. Nashiruddin al-Albanilah (salah seorang tokoh sentral
Makalah Pendidikan Agama Islam Penyimpangan dan Kebohongan Salafi Wahabi 8
,
Salafi Wahabi) yang pertama kali mempopulerkan istilah ini, sebagaimana
terekam dalam sebuah dialognya dengan salah satu pengikutnya, yaitu Abdul
Halim Abu Syuqqah, pada bulan Juli 1999 M (Rabiul Akhir 1420 H).7
Salafi Wahabi mengklaim bahwa—dalam memahami Al-Quran dan
Sunnah—umat Islam harus berdasarkan ‘pemahaman salaf’ dan wajib mengikuti
‘mazhab salaf’. Klaim ini disadari atau tidak telah mengandung dua kekeliruan
besar.
Kekeliruan pertama, sesungguhnya para salaf tidak pernah sama dalam
memahami berbagai masalah agama yang begitu komplek. Mereka tidak pernah
berada dalam satu mazhab hingga sah untuk mengatakan ‘mazhab salaf’, atau
‘pemahaman salaf’. Dalam kitab-kitab hadist dan atsar, semisal kitab al-
Mushannaf karya al-Hafizh Abdurrazzaq dan Ibnu Abi Syaibah, terdapat contoh-
contoh yang begitu banyak tentang perbedaan salaf dalam memahami masalah
keislaman.
Kesalahan kedua, dalam Al-Quran dan Sunnah tidak ada satu dalil pun
yang mewajibkan kita untuk memahami sesuatu dengan ‘pemahaman salaf’ atau
‘mazhab salaf’ seperti klaim Salafi Wahabi. Al-Quran dan Sunnah tidak
menganjurkan kita untuk menanggalkan akal, juga tidak mewajibkan kita untuk
memahami Al-Quran dan Sunnah dengan pemahaman orang lain. Karena ilmu
atau pemahaman ahli istinbat (yakni para mujtahid) pada setiap masa dan tempat
diakui syar’i dan tidak khusus kepada Salafi. Begitu pula, ijma’ para mujtahid di
setiap masa, baik salaf maupun khalaf, juga diakui secara syari’i dan termasuk
7 Majalah As-Sunnah edisi 06/IV/1420, h. 20-25
Makalah Pendidikan Agama Islam Penyimpangan dan Kebohongan Salafi Wahabi 9
,
salah satu dalil hukum. Selagi seseorang bisa sampai pada derajat pemahaman
yang benar, dan menguasai berbagai disiplin ilmu yang diperlukan untuk
memahami Al-Quran dan Sunnah, ia tidak wajib mengikuti ‘pemahaman salaf’.
2.2.1 Penyimpangan Ibnu Taimiyah
Nama lengkapnya adalah Ahmad ibnu Abdul Halim ibnu Taimiyah, cucu
dari seorang ulama terkemuka bermazhab Hanbali, al-Majdu ibnu Taimiyah al-
Hanbali. Ia dilahirkan pada 661 H di Jazirah Ibnu Amr yang terletak di antara
sungai Tigris (Daljah) dan Efrat, di Harran. Ayahnya, Syaikh Abdul Halim,
pindah bersama keluarganya dari Harran ke Damaskus untuk menghindari
serangan tentara Tartar pada 667 H.
Sangat banyak bid’ah-bid’ah yang dilakukan oleh Ibnu Taimiyah,
beberapa di antaranya adalah pernyataannya tentang kekalnya alam semesta ini,
wujud Allah seperti wujud manusia—punya mata, wajah, tangan, kaki, duduk,
naik-turun yang naik turunnya seperti manusia—seperti wujud lahir manusia
yang tampak di mata makhluk. Azab neraka hanya sementara bagi orang kafir,
larangan ziarah kubur, menyakan kemurnian Taurat dan Injil, wanita haid boleh
thawaf tanpa membayar kifarat,8 talak kepada istri tidak jatuh asalkan dia digauli.
Oleh karena itu, tidak mengherankan ketika ratusan, bahkan ribuan ulama—baik
yang sezaman dengannya maupun yang hidup setelahnya—menentang fahamnya
yang aneh itu. Di antara para ulama yang gigih membantah Ibnu Taimiyah adalah
8 Shahih bukhari no. 1540 dan 294; Shahih Muslim no. 1328 dan 2115; Musnad Imam Ahmad no. 35139;
Shahih Ibnu Hibban no. 3908; Musnad Imam Syafi’i no. 1371; Serta riwayat-riwayat lain seperti Abu Daud, Nasii, dan Ibnu Majah.
Makalah Pendidikan Agama Islam Penyimpangan dan Kebohongan Salafi Wahabi 10
,
al-Hafidz Abu Said al-Alla’i, al-Hafidz al-Iraqi, al-Hafidz Syamsuddin ibnu
Tholon.
Beberapa penyimpangan Ibnu Taimiyah adalah sebagai berikut:
1. Ibnu Taimiyah mentasybih dan mentajsim Allah dengan makhluk-Nya.
Di antara bukti-bukti yang tak terbantahkan tentang masalah ini adalah
ungkapannya sendiri yang benar-benar menyatakan Allah memiliki anggota
tubuh seperti manusia, seperti yang tertulis dalam karyanya Bayan Talbis al-
Jahmiyah atau yang dikenal sebagai Naqdh Asas at-Taqdis jilid pertama
halaman 100-101.
“Yang disifati dengan sifat-sifat seperti ini pasti berupa jisim (benda). Maka, Allah adalah benda tetapi tidak seperti benda-benda kebanyakan. Tidak ada dalam Al-Qur’an dan Sunah Rasulnya, tidak juga pendapat Salaf dan ulamanya, yang mengatakan bahwa Allah bukan jisim dan sifat-sifat-Nya yang juga bukan jisim dan bendawi. Maka menolak makna yang datang dari syari’at dan itu sesuai akal dengan cara menolak lafazh-lafazh yang itu tidak ditolak oleh
syaria’at dan akal adalah suatu kebodohan dan kesesatan.”9
2. Ibnu Taimiyah meyakini kemurnian Injil dan Taurat, bahkan menjadikannya
referensi.
Sungguh aneh bin ajaib, Ibnu Taimiyah—sumber utama Salafi Wahabi—
sangat menyakini kebenaran Injil dan mengambil rujukan dari kitab tersebut
sebagai dalil untuk mempertahankan akidah tajsimnya yang sangat aneh itu.
Lihatlah pernyataannya dalam kitab Fatawa pada jilid 5 halaman 406.
“Dalam kitab Injil, Isa al-Masih a.sa mengatakan, ‘Janganlah kalian bersumpah dengan langit karena ia adalah kursi Allah.’ Isa berkata kepada pada muridnya, ‘Jika kalian memaafkan orang lain, maka tuhan bapak kalian—yang dilangit—akan memaafkan kalian semuanya. Lihatlah kepada burung-burung di langit, sesungguhnya burung-burung itu tidak menanam, tidak memanen, dan tidak pula berkumpul di udara. Bapak kalian yang di langitlah
9 Ibnu Taimiyah: at-Ta’sis fi Raddi Asasi at-Taqdis, jilid 1 h. 100-101
Makalah Pendidikan Agama Islam Penyimpangan dan Kebohongan Salafi Wahabi 11
,
yang memberikan rejeki mereka. Bukankah kalian lebih utama dari burung-
burung itu?’ Hal-hal seperti ini banyak terdapat dalam Alkitab.”10
3. Menyatakan bahwa alam dunia dan makhluk kekal abadi.
Keanehan yang lain dari Ibnu Taimiyah tertulis dalam bukunya, Minhaj
as-Sunnah, dia mengatakan:
“(Ali k.w. adalah) orang yang sial. Dia berperang hanya untuk kekuasaan, bukan karena membela agama.. Kita tidak boleh membaiat orang yang lemah dalam berbuat adil, yaitu Ali, dan orang yang meninggalkan keadilan. Para ulama sunnah mengakui bahwa sesungguhnya peperangan (menumpas para bughat yang dilakukan Ali) itu tidak diperintahkan, tidak wajib, tidak juga sunnah. Tidak ada pendapat yang paling tercela daripada menumpahkan darah ribuan umat Islam yang lemah. Dalam menumpas mereka, tidak ada kemaslahatan bagi agamanya dan urusan dunianya, melainkan hanya mengurangi kebaikan yang telah ada dan memperburuk keadaan
sebelumnya.”11
4. Membenci keluarga Nabi Muhammad Saw. (Ahlul Bait).
Ibnu Taimiyah telah menuduh Ahlul Bait semisal Imam Ali k.w. sebagai
orang yang rakus kekuasaan, namun selalu sial dalam menggapainya,
sebagaimana ia ungkapkan dalam Minhaj as-Sunnah an-Nabawiyah:
“Jika kalian bertanya kepada kami, ‘Kalau begitu kalian meyakini makhluk itu kekal bersama Tuhan?’, maka kami menjawab, ‘Ya, inilah keyakinan kami yang ditopang oleh syari’at dan akal.’”
5. Menghina para sahabat utama Nabi Muhammad Saw. dan para ulama.
Al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqalani yang bergelar Amirul Mukminin dalam
bidang Hadist dan seorang ulama yang amanah menyatakan, “Ibnu Taimiyah
dihukumi dengan munafik karena sikapnya kepada Sayyidina Ali,12 dan
10 Ibnu Taimiyah: Majmu’ Fatawa, Op.cit., jilid 5 h. 406. Atau dapat Anda jumpai pada jilid 1 h. 470 versi
Maktabah Syamilah yang bersumber dari www.al-islam.com 11 Ibnu Taimiyah: Minhaj as-Sunnah,Op.cit., jilid 2 h. 203-204, jilid 3 h. 156 12 Ibnu Hajar al-Asqalani: ad-Durar al-Kaminah, op.cit., jilid 1, h. 154-155
Makalah Pendidikan Agama Islam Penyimpangan dan Kebohongan Salafi Wahabi 12
,
dihukumi zindiq karena berpendapat tidak boleh istighasah dengan kebenaran
Nabi Saw.13
“Dia merasa dirinya sebagai mujtahid. Sehingga dia membantah pendapat para ulama, baik yang kecil maupun yang besar, yang terdahulu maupun yang belakangan, sampai berujung kepada menyalahkan Umar r.a., dia juga menuduh Ali k.w. telah melakukan tujuh belas kesalahan yang menyalahi teks Al-Quran.” Dalam kitab Fath al-Bari, al-Hafizh Ibnu Hajar al-Asqalani menegaskan,
“Kesimpulannya, mereka telah berpegang dengan pendapat Ibnu Taymiyah
tentang haramnya melakukan perjalanan untuk ziarah ke makam Rasulullah
Saw. dan kami mengingkarinya. Inilah perkara paling buruk yang dinukil dari
Ibnu Taimiyah.14
6. Berbohong dan menipu untuk meyakinkan orang lain.
Tokoh ulama Ahlussunnah, Syihabuddin ibnu Jahbal al-Halabi asy-
Syafi’i, yang hidup sezaman dengan Ibnu Taimiyah mengatakan:
“Kelompok ini, telah berdusta kepada para as-Sabiqun al-Awwalun (para pendahulu) dari kalangan Sahabat Anshar dan Muhajirin. Mereka mengaku-aku telah berucap dengan ucapannya. Seandainya emas seluas bumi ini diinfakkah, niscaya satu kata pun tidak akan dapat membenarkan klaim mereka itu. Kelompok ini berlindung di balik kedok Salaf untuk melestarikan kekuasaannya. Tameng yang mereka gunakan adalah ‘Mereka ingin supaya merekan aman darimu dan aman pula dari kaumnya.’ (QS. 4:91). Orang-orang itu berhias denan riya dan kedok kesalehan, sehingga kotoran tinja mereka anggap perak, toilet sebagai tempat suci, dan jagung sebagai permata.”15
7. Melemahkan setiap Hadist yang bertentangan dengan pahamnya.
Ibnu Taimiyah kerap kali melemahkan Hadist yang bertentangan dengan
manhaj dan pemikirannya. Oleh karena itu, Imam adz-Dzahabi—yang di
13 Ibid 14 Ibnu Hajar al-Asqalani: Fathu al-Bari, jilid 3, h.66 15 Syihabuddin ibnu Jahbal al-Halabi asy-Syafi’i: al-Haqa’iq al-Jaliyah fi ar-Raddi ‘ala Ibni Taimiyah fi Ma
Auradahu fi al-Fatwa al-Himawiyah, h.32
Makalah Pendidikan Agama Islam Penyimpangan dan Kebohongan Salafi Wahabi 13
,
masa mudanya sangat simpatik kepada Ibnu Taimiyah, tetapi kemudian
bertaubat—mengkritisinya dengan berkata:
“Alangkah indahnya jika semua Hadist shahih engkau (Ibnu Taimiyah) terima. Namun dalam setiap kesempatan, Hadist-hadist itu engkau katakan dha’if dan
engkau rusak, atau engkau takwil lain dan engkau ingkari.”16
8. Gampang mencaci, menghina, dan kurang santun
Kebanyakan kaum Salafi Wahabi, demikian pula Ibnu Taimiyah,
memiliki tabiat buruk dengan menghina dan mencaci-maki pihak lain jika
tersudut atau disalahkan. Dalam kitab kitab al-Faqih al-Mu’adzdzab Ibnu
Taimiyah pada halaman 152 disebutkan bahwa suatu ketika Ibnu Taimiyah
pernah berfatwa tentang suatu masalah, namun difatwakan berbeda oleh
ulama lain, lalu Ibnu Taimiyah mengomentarinya dengan kalimat:
“Orang yang mengatakan hal ini, maka ia seperti keledai yang ada dirumahnya.”
2.2.2 Penyimpangan Ibnu Abdul Wahab
Muhammad Ibnu Abdul Wahab (1701-1792 M) adalah pendiri paham
Salafi Wahabi sebagaimana telah disebut di awal. Secara garis besar, beberapa
penyimpangannya adalah: dengan mudah mengkafirkan orang lain, melakukan
persekongkolah demi kekuasaan,17 memerangi umat muslim dan menyebutnya
jihad,18 merampas harta umat Islam dan mengklaimnya sebagai ghanimah, dan
banyak lagi penyimpangan lainnya. Begitu banyaknya, maka makalah ini akan
16 Kautsari: Takmilatu as-Saif ash-Shaqil, h. 192. 17 Persekongkolan ini dimuat di koran harian al-Jazirah as-Suudiyah terbitan hari Senin tanggal 12 Rabiul
Awal 1422 H/4 Juni 2001 M; Utsman ibnu Abdullah Ibnu Bisyr an-Najdi (w. 1288 H): Unwan al-Majd fi Tarikh Najd, Maktabah Riyad al-Haditsah, t.t., jilid 1, h. 15.
18 Ibnu Bisyr: Unwan al-Majd fi Tarikh Najd, jilid 1, h. 12.
Makalah Pendidikan Agama Islam Penyimpangan dan Kebohongan Salafi Wahabi 14
,
menjadi sangat tebal jika dipaparkan semuanya. Namun penulis akan
menyampaikan sebagian kecil penyimpangan-penyimpangan tersebut sebagai
berikut:
1. Mewajibkan hijarah ke Najd.
Muhammad ibnu Abdul Wahab mengharuskan setiap orang yang
mengikuti mazhabnya untuk berhijrah ke Najd, suatu amalan yang tidak
pernah dilakukan oleh Rasulullah Saw. dan para sahabatnya. Orang yang
pertama kali membongkar kerancuan pahamnya dalam masalah hijrah ini
adalah saudara kandungnya sendiri Sulaiman ibnu Abdul Wahab dalam
kitabnya as-Shawa’iq al-Muhriqah. Saat mensyarah hadis Nabi Saw. ‘La
Hijrata ba’da al-Fathi (tidak ada hijrah setelah penaklukan Mekah. Syaikh
Sulaiman membongkar kerancuan adiknya dalam mengharuskan pengikutnya
untuk tinggal di Najd dan larangannya untuk meninggalkan kota tersebut.19
2. Mengharamkan Shalawat kepada Nabi Muhammad Saw.
Mufti Mekah, Syaikh Ahmad Zaini Dahlan, dalam kitabnya ad-Durar as-
Sanniyyah mengatakan:
“Muhammad ibnu Abdul Wahab melarang shalawat kepada Nabi Saw. dia merasa tersiksa jika mendengar seorang bershalawat kepada Rasulullah. Dia juga melarang orang bershalawat Nabi pada malam jumat dan mengeraskan bacaan shalawatnya di atas menara. Bahkan, dia tidak segan untuk menyiksa orang yang melakukan itu dengan siksaan yang berat. Sampai-sampai dia tega untuk membunuh lelaki buta, seorang tukan adzan saleh yang memilikisuara merdu, hanya kerna dia bershalawat kepada Rasulullah selepas mengumandangkan adzannya. Dia telah mengelabui pengikutnya dengan alasan menjaga tauhid. Sungguh perkataannya itu sangat tidak bermoral dan perilakunya sangat rendah.”20
3. Menafsirkan Al-Qur’an dan berijtihad semaunya.
19 Sulaiman Ibnu Abdul Wahab: ash-Shawa’iq al-Ilahiyah fi ar-Radd ‘ala al-Wahhabiyah, tahkik Ibrahim
Muhammad al-Bathawi, Dar al-Ihsan, Cairo, Mesir, h. 123-124 20 Ahmad ibnu Zaini Dahlah: ad-Durar as-Saniyyah fi ar-Radd ‘ala al-Wahhabiyyah, Dar Jawami al-Kalim, cet.
ke-2, Cairo, Mesir, h. 142
Makalah Pendidikan Agama Islam Penyimpangan dan Kebohongan Salafi Wahabi 15
,
Ia juga melarang dan mengingkari keberadaan ilmu nahwu dan ilmu
sharraf dan mengatakannya sebagai ilmu bid’ah. Bahkan dia mengajak para
pengikutnya untuk menafsirkan Al-Quran sesuai dengan pemahaman mereka
masing-masing tanpa perlu melihat kaidah ilmu nahwu, sharraf, ilmu bayan
dan ilmu mantiq. Dia berkata kepada para pengikutnya:
“Berijtihadlah sesuai pemahaman dan pendapat kalian. Hukumilah dengan apa yang kalian lihat cocok untuk agama ini, jangan kalian menoleh kepada buku-buku ini yang di dalamnya ada kebenaran dan kebatilan,”21
4. Sombong dan merasa lebih baik dari Rasulullah.
Ini terlihat dari ucapannya dalam masalah perdamaian Hudaibiyah. Dalam
kitab ad-Durar as-Sanniyyah disebutkan:
Muhammad Ibnu Abdul Wahab berkata, “Aku berpendapat, dalam perdamaian Hudaibiyah seharusnya Nabi begini dan begini.” Sikap seperti ini tidak jarang diikuti oleh para muridnya dengan
mencontoh sikap dan ucapannya itu, bahkan lebih buruk dari sikap gurunya.
Para muridnya memberitahukan kesamaan sikap mereka itu kepada
syaikhnya, dan sang syaikh pun mendukungnya. Sepertinya, itu dilakukan
dihadapan syaikhnya langsung. “Cukup masuk akal jika ada orang
mengatakan bahwa syaikhnya pernah mengklaim mendapat wahyu kenabian,
meski dia tidak mengikrarkannya.”22
5. Menyamakan orang-orang kafir dengan orang Islam, sementara umat Islam
diperangi.
21 Al-Mansuri: at-Taj al-Jami li al-Ushul, h. 52 22 Ahmad ibnu Zaini Dahlah: ad-Durar as-Saniyyah fi ar-Radd ‘ala al-Wahhabiyyah, Dar Jawami al-Kalim, cet.
ke-2, Cairo, Mesir, h. 144
Makalah Pendidikan Agama Islam Penyimpangan dan Kebohongan Salafi Wahabi 16
,
Dalam kitab Kasyfu asy-Syubuhat halaman 9, ketika menyinggung kafir
Quraisy, Ibnu Abdul Wahab memuji habis-habisan kelebihan mereka dalam
beribadah kepada Allah dengan mengatakan:
“Mereka (kafir Quraisy) beribadah memohon kepada Allah siang dan malam. Di antara mereka ada yang memohon kepada malaikat untuk kemaslahatan dan kedekatan mereka kepada Allah agar mereka (para malaikat) memohonkan ampun kepada Allah untuknya. Atau memohon kepada orang saleh seperti Lata, atau kepada Nabi Isa. Dan aku paham betul bahwa Rasulullah memerangi mereka disebabkan kemusyriakan ini, karena Nabi Saw. mengajak mereka untuk ikhlas dalam beribadah...Rasulullah memerangi mereka agar semua doa hanya untuk Allah...”23 Lihatlah betapa Ibnu Abdul Wahab tersesat dalam membuat kesimpulan.
Kalau sudah menyembah Allah siang dan malam, lalu mengapa Nabi Saw.
masih mengajak mereka untuk menyembah Allah? Ini adalah sebuah ironi
bahwa pendiri Wahabi ini terlalu gegabah dan berkomentar sembarangan.
Ibnu Abdul Wahab memerangi umat Islam dikarenakan umat Islam itu
musyrik kepada Allah akibat tawassul, sebagaimana klaimnya. Dengan dalil
yang sangat rapuh ini di mencari-cari alasan bagi dirinya untuk menghalalkan
umat Islam yang bertawassul kepada Allah.
6. Mengkafirkan para ulama di zamannya secara terang-terangan.
Salah satu contoh, dalam sebuah surat yang dilayangkan kepada Syaikh
Sulaiman ibnu Suhaim, salah seorang tokoh mazhab Hanbali di zamannya,
Ibnu Abdul Wahab mengkafirkan ulama ini dan orangtuanya sebagaimana
terangkum dalam kumpulan makalah dan nasihatnya, ad-Durar as-Sanniyyah
jilid 10 halaman 31:
“Kuingatkan padamu, sesungguhnya engkau dan ayahmu telah jelas melakukan kekafiran, kemusyrikan dan kemunafikan! Engkau dan ayahmu bersungguh-
23 Muhammad Ibnu Abdul Wahab: Kasyfu asy-Syubuhat, h. 9
Makalah Pendidikan Agama Islam Penyimpangan dan Kebohongan Salafi Wahabi 17
,
sungguh dalam menentang agama ini, siang dan malam! Engkau adalah seorang pembangkang, seorang yang sesat padahal itu kau sadari, dan kalian lebih memilih kekafiran daripada Islam! Ini kitab sucimu sendiri telah mengkafirkanmu!”24
Dalam buku yang sama pendiri Wahabi ini telah mengakafirkan ulama-
ulama lain seperti Ibnu Fairuz, Shalih ibnu Abdullah, Ibnu Abdul Lathif, Ibnu
Afaliq, dan Ibnu Mathlaq dengan menunjuk orang per orang. Lalu bagaimana
dengan orang awam muslim dalam pandangan Ibnu Abdul Wahab jika
ulamanya saja dikafirkan dan disesatkan sesesat-sesatnya?
2.2.3 Penyimpangan Nashiruddin al-Albani
Nama lengkapnya adalah Muhammad Nashiruddin ibnu Haji Nuh al-
Albani. Lahir pada tahun 1333 H (1914 M) di kota Ashkodera, ibu kota negara
Albania saat itu. Oleh kaum Wahabi ia dianggap sebagai Ahli Hadist kebanggaan
mereka. Beberapa penyimpangannya adalah:
1. Merasa lebih baik dari Imam Bukhari, Imam Muslim, dan Ulama Hadist lain.
Mari kita lihat perkataan Albani dalam kitabnya, Shahih al-Kalam ath-
Thayyib li Ibni Taimiyah, pada halaman 4, cetakan ke-4 tahun 1400 H:
“Aku nasehatkan kepada setiap orang yang membaca buku ini atau buku lainnya, untuk tidak cepat-cepat mengamalkan hadist-hadist yang ada di dalam buku-buku tersebut, kecuali setelah benar-benar menelitinya. Aku telah memudahkan jalan tersebut kepada kalian dengan komentar-komentar yang aku berikan. Jika komentar itu ada, barulah dia mengamalkan hadist itu dan menggigit gerahamnya. Jika tidak ada, maka tinggalkanlah hadist-hadist itu.”
2. Albani berani melemahkan ratusan Hadist Shahih Imam Bukhari dan Muslim.
24 Muhammad Ibnu Abdul Wahab: ad-Durar as-Saniyyah, op.cit, jilid 10, h. 31
Makalah Pendidikan Agama Islam Penyimpangan dan Kebohongan Salafi Wahabi 18
,
Terlalu banyak hadist-hadist shahih yang ia dha’ifkan, begitu juga hadist
dha’if yang ia shahihkan, mencapai ratusan jumlahnya. Namun di sini penulis
mencantumkan sedikit saja, di antaranya:
a. Dalam buku Dha’if al-Jami wa Ziyadatuh 4/208, nomor hadist 4489,
Albani berkata bahwa hadist berikut adalah dha’if. Padahal perawi hadist
ini adalah Imam Bukhari dari Sahl ibnu Sa’ad r.a.
Hadist: “Rasulullah Saw. mempunyai seekor kuda bernama al-Lahif.”25 (HR. Bukhari)
b. Dalam buku yang sama, 2/14 nomor 1425, Albani menyatakan bahwa
hadist berikut juga dha’if walaupun diriwayatkan oleh Imam Muslim dari
Abu Hurairah.
Nabi Saw. bersabda, “Engkau akan naik ke atas di hari kiamat dengan cahaya di muka, cahaya di tangan dan kaki dari bekas wudhu’ yang sempurna.” (HR. Muslim no. 246)
c. Dalam buku lain, Irwa al-Ghalil 4/408 nomor hadist 1178, al-Albani
melemahkan hadist Imam Bukhari dan Imam Muslim di bawah ini. Tapi
anehnya, hadist ini ia shahihkan pada buku lain as-Silsilah ash-Shahihah
3/33, nomor hadist 1040.
“Nama-nama yang paling dicintai Allah adalah Abdullah dan Abdurrahman, dan yang paling disetujui semisal Harits dan Himam, dan yang paling buruknya adalah Harb dan Murrah.” (HR. Bukhari)
3. Gemar mencaci-maki dan menyumpahi para ulama.
Tentang hal ini, sampai-sampai ahli hadist Yordania, Syaikh Hasan ibnu
Ali as-Segaf merangkum cercaan dan makian yang dilakukan Albani dalam
sebuah buku yang berjudul Qamus Syat’im al-Albani (Kamus caci-maki
25 Shahih Bukhari: Hadist no 2114 dalam versi Bahasa Arab dan versi Bahasa Inggris 3/430, h. 236
Makalah Pendidikan Agama Islam Penyimpangan dan Kebohongan Salafi Wahabi 19
,
Albani) setebal 206 halaman yang isinya adalah tentang cacian al-Albani
terhadap ulama terdahulu maupun ulama kontemporer. Jika ia adalah pakar
ulama hadist—seperti klaim para pengikutnya—maka apakah layak dirinya
dipercaya dalam menshahihkan atau mendha’ifkan hadist-hadist Nabi Saw.
Seorang perawi hadist yang gemar mencaci-maki (apalagi sudah terbukti
kecerobohan dan kebohongannya), apakah pantas ulama hadist dengan akhlak
demikian diterima hadist-hadistnya? Tidakkah dia mengamalkan hadist-hadist
yang diriwayatkannya sendiri?
4. Kerap mengeluarkan fatwa-fatwa menyimpang. Berikut adalah beberapa dari
ratusan fatwa menyimpangnya:
a. Dalam kitab Mukhtasar al-‘Ulum, Albani menyatakan bahwa Allah
berbicara dengan suara dan huruf sebagaimana tercantum pada halaman 7,
156, dan 258
b. Mengkafirkan orang-orang yang bertawasul dan beristighasah dan para
Nabi dan orang saleh sebagaimana disebut dalam kitabnya at-Tawassul
dan Fatawa al-Albani
c. Dalam Fatawa al-Albani dia juga menyerukan umat Islam di Palestina
untuk menyerahkan Palestina kepada orang-orang Yahudi
d. Mengharamkan perempuan dari segala perhiasan, sebagaimana dalam
kitabnya Adab az-Zifaf
e. Mengharamkan umat Islam untuk membawa shibah (tasbih) untuk
dzikrullah, tersebut dalam kitabnya Silsilah al-Ahadist adh-Dha’ifah
Makalah Pendidikan Agama Islam Penyimpangan dan Kebohongan Salafi Wahabi 20
,
f. Mengharamkan umat Islam tarawih dua puluh rakaat di bulan Ramadan,
sebagaimana disebut dalam kitabnya Qiyam Ramadhan
g. Dia juga mengharamkan umat Islam untuk melakukan salat sunnah
Qabliyah Jumat, sebagaimana disebut dalam kitanya al-Ajwibah an-
Nafi’ah
h. Ia menyatakan bahwa Allah ada di dalam ciptaan-Nya, disebut dalam
kitabnya Shahih at-Targhib wa at-Tharib
5. Albani bukan Ahli Hadist apalagi seorang Muhaddist.
Setelah kita menyimak berbagai contoh kesalahan dan penyimpangan
yang dilakukan dengan sengaja atau tidak oleh Albani, kita bisa menarik
kesimpulan bahwa ia bukanlah seorang ahli hadist. Untuk menjadi seorang
ahli hadist para ulama telah menetapkan kriteria yang sangat ketat, agar hanya
orang-orang yang benar-benar memenuhi kriteria sajalah yang layak
menyandang gelar ini.
Bidang ini tidak dapat digeluti oleh sembarang orang, apalagi orang yang
tidak memenuhi standar kualifikasi untuk menyandang gelar al-Muhaddist
(ulama perawi hadist) sebagaimana dirinya, dia juga tidak memperoleh
pendidikan formal dalam ilmu hadist dari universitas-universitas Islam yang
terkemuka, atau pernah berguru kepada para syaikh ulama hadist, melainkan
hanya sebatas membaca dari buku-buku di perpustakaan.
2.3 Bukti-Bukti Autentik Pemalsuan dan Penyelewengan Kitab
Makalah Pendidikan Agama Islam Penyimpangan dan Kebohongan Salafi Wahabi 21
,
Salafi Wahabi menggunakan segala usaha untuk menghadapi orang-orang
yang tidak sesuai dengan akidah mereka. Lebih parah dari itu, para pendukung
kelompok Salafi Wahabi—yang didukung dana begitu besar—bahkan berani
melakukan perubahan dan pemalsuan pada kitab-kitab ulama terdahulu maupun
ulama saat ini, yang mana kitab-kitab tersebut menjadi rujukan dan tumpuan
umat dalam mengklarifikasi kebenaran.
Bentuk penyelewengan Salafi Wahabi dalam amanah keilmuan sangatlah
banyak dan beragam, di antaranya:
1. Pemusnahan dan pembakaran puluhan ribu buku yang tidak sejalan dengan
paham mereka.
Pada tahun 1224 H misalnya, mereka membumihanguskan Perpustakaan
al-Aidrusiyah dan Perpustakaan al-Handawaniyah di Hadhramaut Yaman di
mana puluhan ribu turats dan manuskrip sangat berharga yang tersimpan di
kedua perpustakaan tersebut habis tanpa sisa.26 Begitu juga dengan
pembakaran sekitar 60.000 buku-buku langka yang ada diperpustakaan
Maktabah Arabiyah, Mekah al-Mukarromah.27
2. Sengaja mentahkik, mentakhrij dan meringkas kitab-kitab hadist yang jumlah
halamannya besar untuk menyembunyikan hadist-hadist yang tidak mereka
sukai.
Sebagai contoh, kasus hilangnya beberapa hadist dari kitab Shahih
Bukhari, Shahih Muslim, Musnad Ahmad dan lainnya, yang diringkas dengan
alasan untuk memudahkan dalam membacanya. Padahal, dalam buku-buku
26 Muhammad bin Ahmad bin Umar asy-Syathiri, al-Allamah: Adwar at-Tarikh al-Hadhrami, cet. ke-3, Alam al-
Ma’rifah, Jeddah, Saudi Arabia, 1983, www.alsufia.org\ta3toshdam6.html 27 Muhammad Awadh al-Khatib, Dr.: Shafahat min Tarikh al-Jazirah, h. 189
Makalah Pendidikan Agama Islam Penyimpangan dan Kebohongan Salafi Wahabi 22
,
ringkasan dan takhrij tersebut, banyak hadist-hadist penting yang mereka
buang karena tidak sesuai dengan faham mereka. Kasus ini diakui oleh tokoh-
tokoh ulama Timur tengah.28
3. Memotong-motong dan mencuplik pendapat ulama terkenal sehingga menjadi
tidak sempurna, untuk kemudian diselewengkan maksud dan tujuannya.
Hal ini seperti yang terjadi pada pendapat Imam Syatibi dan Ibnu Hazm.
Salafi Wahabi mengklaim bahwa Ibnu Hazm mengatakan, “Taklid (mengikuti
dan mencontoh ulamga dalam beragama) itu haram.” Padahal, kalimat Ibnu
Hazm itu sengaja mereka potong dan belum sampai titik. Adalah benar Ibnu
Hazm mengharamkan taklid, akan tetapi keharamannya itu hanya bagi umat
Islam yang mampu berijtihad dalam hukum, bukan bagi setiap orang Islam
seperti yang diklaim oleh Salafi Wahabi.
Sering terjadinya kasus ‘pemotongan pendapat ulama’ seperti ini
dibenarkan oleh Syaikh Prof. Dr. Ali Jum’ah (mufti Mesir), Syaikh Abdullah
al-Harari al-Habasyi, al-Muhaddist as-Sayyid al-Ghimari,29 Prof. Dr.
Muhammad Sa’id Ramadhan al-Buthi, Syaikh Muhammad ibnu Alawi al-
Maliki, dan ulama-ulama lainnya.
4. Mengarang-ngarang hadist dan perkataan ulama.
Sayyid al-Milani mengatakan bahwa dia banyak menemukan kejanggalan
dan penyelewengan dalam kitab al-Murtadha karangan Abu Hasan an-Nadwi,
seorang ulama Salafi India. Sebagai contoh, dalam kitabnya itu an-Nadwi
menuliskan:
28 As-Sayyid Muhammad al-Kautsari: as-Salafiyyah baina Ahli as-Sunnah wa al-Imamiyah, h. 488-508. 29 Ahmad ibnu Muhammad ash-Shiddiq al-Ghimari menuis beberapa buku yang mengkritik pedas paham Ibnu
Taimiyah, di antaranya adalah kitab al-Burhan al-Jaliy, Mathba’ah as-Sa’adah, Cairo, Mesir, 1389 H
Makalah Pendidikan Agama Islam Penyimpangan dan Kebohongan Salafi Wahabi 23
,
Ibnu Katsir berkata, “Nabi Saw. mempersaudarakan Sahl ibnu Hanif.” Setelah dicek di kitab Ibnu Katsir, dengan jilid dan halaman sesuai
petunjuk yang tertera di buku an-Nadwi, ternyata hadist itu tidak ditemukan.
5. Mencuri buku-buku induk dan manuskrip untuk dihilangkan sebagian isinya
atau dimusnahkan seluruhnya.
Contohnya adalah apa yang mereka lakukan terhadap kitab Sair A’lam
an-Nubala karya al-Hafizh adz-Dzahabi. Penerbit-penerbit Salafi Wahabi
hanya mencetak 23 jilid dari kitab tersebut, sedangkan jilid yang berisi
tentang kritikan-kritikan terhadap Ibnu Taimiyah tidak mereka cetak, dengan
alasan jilid kitab tersebut hilang.
6. Membuang hadist-hadist yang tidak mereka sukai dalam buku-buku yang
mereka terbitkan sehingga tidak sesuai dengan buku asli yang diterbitkan
penerbit lain.
Hal ini terjadi pada kitab Syarh Shahih Muslim di mana mereka
membuang hadist-hadist tentang sifat Allah. Sebagaimana hilangnya 49
kalimat dalam kitab Shahih Bukhari, dan raibnya beberapa hadist tentang
keutamaan Sayyidina Ali k.w. dalam kitab ash-Shawa’iq al-Muhriqah fi ar-
Rad’ala Ahli al-Bid’a wa az-Zindiqah.
Kasus ini juga dialami oleh Imam al-Kautsari ketika dia mentahkik kita
al-Asma wa ash-Shifat karya Imam Baihaqi. Dia mengatakan bahwa hadist
yang disebutkan oleh Abu Bakr ash-Shamit al-Hanbali yang diriwayatkan
Abudullah ibnu Ahmad ibnu Hanbal dalam kitab as-Sunnah telah menghilang
dari buku terbitan mereka. Al-Buthi berkata, “Aku tidak menemukan hadist
Makalah Pendidikan Agama Islam Penyimpangan dan Kebohongan Salafi Wahabi 24
,
itu dalam buku yang mereka terbitkan, sepertinya dewan editornya sengaja
menghapusnya sebagai bentuk penyelewengan.”30
7. Membajak buku, membeli manuskrip dan menyogok penerbit.
Yang mengkhawtirkan adalah bahwa modal besar yang dimiliki Salafi
Wahabi sebagian dipergunakan untuk menyogok penerbit lain dengan uang,
sehingga si penerbit diam, bungkam seribu bahasa dan mengamini segala
penyelewengan yang mereka inginkan. Oleh karena itu tidak aneh jika Hadist
Shahih ad-Dar 31 yang begitu terkenal dan banyak diriwayatkan oleh ulama-
ulama Hadist, menghilang dari kitab Hayat Muhammad (Kehidupan Nabi
Muhammad) karya Muhammad Husein Haikal pada cetakan kedua dari buku
tersebut. Padahal pada cetakan pertamanya, Hadist-hadist ad-Dar tersebut ada
dalam kitab itu, dan kabarnya, Salafi Wahabi menyogok penerbit dan pemilik
buku itu dengan jumlah besar.32
8. Memerintahkan ulama mereka untuk mengarang suatu buku, lalu
mengatasnamakan buku itu dengan nama orang lain.
Terkadang mereka juga mengarang suatu kitab yang mereka anggap
penting sebagai upaya membentengi paham mereka, namun kitab tersebut
mereka nisbatkan kepada tokoh ulama mereka, seperti Ibnu Taimiyah,
padahal tokoh tersebut tidak pernah menulis kitab itu. Adalah kitab al-Asma
wa ash-Shifat yang mereka nisbatkan kepada Ibnu Taimiyah untuk
menandingi ktab al-Asma wa ash-Shifat karya Imam Baihaqi. Mereka juga
30 Muhammad al-Kautsari: al-Asma wa ash-Shifat li al-Baihaqi, pada hamisy, h. 356 31 Ibnu Katsir: al-Bidayah wa an-Nihayah, jilid 3, h. 40 32 Sayed Ja’far Murthadha al-Amili: I’raf al-Kutub al-Muharrafah, www.alhuda5.com/malakat/tahrif.htm
Makalah Pendidikan Agama Islam Penyimpangan dan Kebohongan Salafi Wahabi 25
,
mengarang kitab lain yaitu Daqa’ia at-Tafsir yang dinisbatkan kepada Ibnu
Taimiyah padahal Ibnu Taimiyah tidak pernah mengarang kitab tersebut
9. Melakukan tindakan provokasi, kekerasan, dan intimidasi terhadap para
penulis yang isi karangannya berseberangan dengan paham mereka.
Kasus jenis ini, misalnya, sebagaimana aksi penculikan yang dilakukan
Salafi Wahabi terhadap Nashir as-Sa’id dari Lebanon, penulis buku Tarikh
Ali Saud yang di dalamnya membongkar asal-usul keluarga Saud dari bangsa
Yahudi dan membuktikan bahwa keluarga Saud masih memiliki keterikatan
emosional yang kuat dengan mereka.
Kasus lain seperti yang dialami oleh penertbit Dar al-Bidayah di Kairo
Mesin. Salafi Wahabi menyebarkan brosur-brosur provokatif kepada umat
Islam untuk tidak membeli buku-buku penerbit Dar al-Bidayah, merobek dan
mencopot semua iklan dan brosurnya, dan mengancam para pegawainya,33
10. Mencetak suatu kitab induk dengan menghilangkan syarah (komentar) ulama
atas kitab tersebut, padahal buku induk tersebut sangat terkait erat dengan
syarahnya.
Hal ini seperti yang mereka lakukan terhadap kitab al-Asma wa ash-Shifat
karya al-Hafizh al-Baihaqi, yang mana mereka melakukan penghapusan
terhadap bab Furqan Al-Quran dari kitab induk tersebut. Selain itu mereka
membuang mukaddimah Imam al-Kautsari dari kitab tersebut, bahkan
33 As-Sayyid Shalih al-Wardani: Asy-Syi’ah fi Misr min al-Imam Ali hatta al-Imam Ali Khumaini, cet. ke-1,
Madbuli ash-Shaghir, Cairo, Mesir 1414 H, h. 145-148
Makalah Pendidikan Agama Islam Penyimpangan dan Kebohongan Salafi Wahabi 26
,
menghapus semua komentar dan penjelasan-penjelasan yang diberikan oleh
Imam al-Kautsari yang ada di dalamnya.34
11. Memalsukan buku-buku ulama yang mereka pandang strategis bagi umat
dengan cara mencetak ulang buku tersebut. Namun, hal itu dilakukan setelah
tangan-tangan terampil mereka mengedit, mengubah dan memalsukannya
sesuai keinginan, pesanan, paham, dan cara berpikir mereka.
34 Hassan as-Seggaf: at-Tandid bi Man ‘Addada at-Tauhid, op.ct., h.45
Makalah Pendidikan Agama Islam Penyimpangan dan Kebohongan Salafi Wahabi 27
,
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Wahabisme digambarkan sebagai aliran pemikiran, mazhab, dan gerakan
paling tidak toleran dalam Islam, yang berusahan dengan cara apa pun—termasuk
kekerasan—untuk pengembangan dan penerapan ‘Islam Murni’ yang mereka
pandang sebagai Islam yang paling benar, namun pada hakikatnya mereka
bukanlah salafi atau para pengikut salaf, mereka lebih tepat jika disebut Salafi
Wahabi. Ini bisa terlihat dari pemikiran dan kiprah Muhammad Ibnu Abdul
Wahhab (pendiri aliran Wahhabiyah) yang sejak abad ke-18 menguasai lanskap
keagamaan di Arabia, setelah mereka menduduki Mekah dan Madinah dengan
kekerasan. Ia sangat menekankan pentingnya bagi kaum muslimin untuk kembali
kepada Islam yang ‘murni’ yang bersih dari bid’ah, khurafat, dan takhayul;
semua harus dibasi dengan cara apa pun termasuk dengan kekerasan.
Meskipun banyak gambaran yang serba negatif tentang pemikiran dan
gerakan Wahabiyyah, sampai kini ia merupakan paham atau aliran keagamaan
yang di anut dan diterapkan pemerintahan Kerajaan Arab Saudi. Oleh karena itu
pemerintah dan lembaga-lembaga Arab Saudi berusaha melakukan penyebaran
Wahabisme lewat pemberian dana dan bantuan lainnya kepada institusi,
organisasi, dan kelompok muslim di berbagai wilayah dunia. Mereka juga
membagi-bagikan Al-Qur’an dan literatur Islam, khususnya buku-buku karya
Makalah Pendidikan Agama Islam Penyimpangan dan Kebohongan Salafi Wahabi 28
,
Syaikh Muhammad Ibnu Abdul Wahhab (1701-1792 M) dan Ibnu Taimiyah
(1263-1328 M), yang merupakan sumber pokok Wahabisme dan Salafisme.
Dalam perjalanan dan perkembangannya Salafi Wahabi ini banyaka sekali
memalsukan atau mengubah sebagian kitab-kitab karya ulama Islam sesuai
dengan selera mereka, bahkan sampai pada perusakan serta melenyapkan buku-
buku karya ulama Islam. Mereka melakukan hal-hal tidak terpuji di atas karena
karena penyelewengan, pemalsuan dan bahkan perusakan serta pemusnahan buku
adalah doktrin utama mereka, sebagai bagian dari upaya memperjuangkan akidah
Salafi Wahabi yang mereka yakini paling benar. Para pembaca mungkin tidak
percaya, tetapi inilah makalah ini telah memaparkan beberapa bukti yang
menunjukkan bahwa, sekte Salafi Wahabi mendoktrinkan para pengikutnya untuk
membakar dan melenyapkan buku-buku karya ulama Islam.
Ulama-ulama Salafi Wahabi, yang tentu saja bekerja sama dengan
penerbit-penerbit buku mereka, banyak sekali melakukan pemalsuan terhadap
kitab-kitab klasik karya ulama Islam. Mereka sengaja meringkas, mentahkik, dan
mentakhrij kitab-kitab hadist yang jumlah halamannya besar untuk
menyembunyikan hadist-hadist yang tidak mereka sukai; menghilangkan hadist-
hadist tertentu yang tidak mereka sukai dan tidak sesuai dengan faham mereka;
memotong-motong dan mencuplik pendapat ulama untuk kemudian
diselewengkan maksud dan tujuannya; mengarang hadist dan pendapat ulama;
memerintahkan ulama mereka untuk menulis suatu buku, lalu mengatasnamakan
buku itu dengan orang lain; melakukan intimidasi; menyogok penerbit; membeli
Makalah Pendidikan Agama Islam Penyimpangan dan Kebohongan Salafi Wahabi 29
,
manuskrip; sampai kepada pencurian buku-buku induk dan manuskrip untuk
dihilangkan sebagian isinya atau dimusnahkan semuanya.
Dari sinilah betapa penyelewengan dan kebohongan Salafi Wahabi yang
selama ini tertutup dan mungkin ditutup-tutupi harus diwaspadai kerena secara
tanpa sadar akan dapat menyesatkan umat Islam dengan harapan kebenaran
sampai kepada kita semua, dan dapat mengambil pelajaran darinya.
3.2 Saran
Sebagai pemuda, generasi penerus bangsa, utamanya sebagai generasi
muda Islam, ada beberapa hal yang harus diwaspadai dan dilakukan, di
antaranya:
1. Berdoa kepada Allah Swt. setiap saat agar kita, keluarga dan saudara-saudara
kaum muslimin diberikan perlindungan dan petunjuk dari segala hal yang
dapat menyesatkan akidah Islam kita.
2. Selektif dalam memilih buku atau kitab yang berisi paham Wahabisme, jika
perlu mintalah bimbingan kepada alim ulama yang ahli dalam bidangnya agar
kita tidak terjerumus ke dalam pemikiran yang ektreme.
3. Hendaknya dapat menilai suatu aliran pemikiran dalam Islam berdasarkan Al-
Qura’an dan Al-Hadist maupun pendapat para jumhur ulama, jika perlu
sertailah argumen dan bukti-bukti konkret tentang ajarannya sehingga kita
dapat menilai secara adil dan tidak pragmatis untuk menghindari salah
persepsi tentang suatu aliran pemikiran yang akhir-akhir marak berkembang
dan menjadi isu nasional. Nabi Muhammda Saw menjamin bahwa selama kita
Makalah Pendidikan Agama Islam Penyimpangan dan Kebohongan Salafi Wahabi 30
,
berpegang kepada Al-Qur’an dan Al-Hadist serta bimbingan dan pendapat
dan fatwa jumhur ulama, Insya Allah, kita selama-lamanya tidak akan pernah
tersesat.
top related