Lapres Produk Susu Fermentasi_Dayvelin Samantha_13.70.0062_D5
Post on 05-Jul-2018
230 Views
Preview:
Transcript
8/15/2019 Lapres Produk Susu Fermentasi_Dayvelin Samantha_13.70.0062_D5
1/22
Acara I
PRODUK SUSU FERMENTASI
LAPORAN RESMI PRAKTIKUM
TEKNOLOGI PENGOLAHAN SUSU
Disusun oleh :
Dayvelin Samantha
13.70.0062
Kelompok D5
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIANUNIVERSITAS KATOLIK SOEGIJAPRANATA
SEMARANG
2016
8/15/2019 Lapres Produk Susu Fermentasi_Dayvelin Samantha_13.70.0062_D5
2/22
1. PENDAHULUAN
1.1. Topik
Praktikum Teknologi Pengolahan Susu mengenai bab Produk Susu Fermentasi
dilakukan oleh kloter D pada hari Senin, 30 Mei 2016 pukul 15.00 di Laboratorium
Rekayasa Pangan bersamaan dengan praktikum bab Susu Pasteurisasi. Selama
praktikum, praktikan didampingi oleh dua orang asisten dosen praktikum Teknologi
Pengolahan Susu yaitu Tjan, Ivana Chandra dan Beatrix Restiani serta laboran yaitu
Hedrianus Supriyana. Praktikan harus memakai jas lab, sepatu tertutup, dan bagi
praktikan yang memiliki rambut panjang wajib mengikat rambutnya. Setelah memasuki
laboratorium dan semua kelompok sudah lengkap, asisten dosen memberikan instruksi
langkah kerja yang harus dilakukan. Setelah itu, praktikan dapat langsung memulai
praktikum. Pada praktikum ini, susu sapi segar difermentasi menjadi tiga produk
turunan susu yaitu yoghurt, kefir, dan acidophilus milk yang kemudian dianalisa
kekentalan dan diukur derajat keasamannya. Kuis mengenai susu pasteurisasi diberikan
pada hari yang sama di bagian akhir praktikum. Sebelum pulang, praktikan diharuskan
membersihkan alat-alat yang digunakan dan mengembalikannya ke tempat semula.
Praktikum berakhir sekitar pukul 17.00. Pengamatan susu pasteurisasi dilakukan
keesokan harinya pada Selasa, 31 Mei 2016 pukul 15.00. Praktikan juga melengkapi
hasil pengamatan di modul dan diacc oleh asisten dosen yang bersangkutan.
1.2. Tujuan Praktikum
Tujuan dilakukannya praktikum ini adalah untuk mengetahui prinsip membuat yoghurt
dan kefir dengan tipe inokulum berbeda yakni menggunakan kultur segar ( fresh culture
bacteria) dan menggunakan “ plain yoghurt ” komersial, serta mengetahui cara kerja
pembuatan acidophilus milk .
8/15/2019 Lapres Produk Susu Fermentasi_Dayvelin Samantha_13.70.0062_D5
3/22
2. HASIL PENGAMATAN
2.1. Foto Produk Susu Fermentasi
Foto mengenai produk susu fermentasi yoghurt, kefir, dan acidophilus milk dapat dilihat
pada gambar 1.
(a) (b) (c) (d) (e)
Gambar 1. (a) yoghurt dengan inokulum “ fresh culture”, (b) yoghurt dengan inokulum
“ plain yoghurt ” komersial, (c) kefir dengan inokulum “ fresh culture”, (d) kefir dengan
inokulum “ plain yoghurt ” komersial, (e) acidophilus milk dengan inokulum “ fresh
culture”
2.2.
Produk Susu FermentasiHasil pengamatan mengenai karakteristik produk susu fermentasi dapat dilihat pada
tabel 1.
Tabel 1. Karakteristik Produk Susu Fermentasi
Kel Jenis yoghurt KekentalanDerajat
keasamanHasil
D1Yoghurt dengan inokulum “ fresh
culture” ++ 4,5
D2 Yoghurt dengan inokulum “ plain yoghurt ” komersial +++ 4
D3Kefir dengan inokulum “ fresh
culture” +++ 4,5
D4Kefir dengan inokulum “ plain
yoghurt ” komersial ++ 4
D5 Acidophilus milk dengan
inokulum “ fresh culture” ++ 6 x
Keterangan :
Kekentalan :
+ = encer
++ = kurang kental
+++ = kental
8/15/2019 Lapres Produk Susu Fermentasi_Dayvelin Samantha_13.70.0062_D5
4/22
++++ = sangat kental
Berdasarkan tabel 1 di atas dapat diketahui bahwa produk fermentasi susu yang dibuat
adalah yoghurt untuk kelompok D1 dan D2, kefir untuk kelompok D3 dan D4, serta
acidophilus milk untuk kelompok D5. Masing-masing produk tersebut diukur derajat
keasamannya dengan menggunakan kertas lakmus dan dianalisa kekentalannya secara
sensoris. Tingkat kekentalan yoghurt dengan inokulum “ fresh culture” pada kelompok
D1 dan yoghurt dengan inokulum “ plain yoghurt ” komersial kelompok D2 masing-
masing adalah kurang kental dan kental, serta derajat keasaman masing-masing sebesar
4,5 dan 4. Tingkat kekentalan kefir dengan inokulum “ fresh culture” pada kelompok
D3 dan kefir dengan inokulum “ plain yoghurt ” komer sial kelompok D4 masing-masing
adalah kental dan kurang kental, serta derajat keasaman masing-masing sebesar 4,5 dan
4. Tingkat kekentalan acidophilus milk dengan inokulum “ fresh culture” pada kelompok
D5 adalah kurang kental, serta derajat keasamannya sebesar 6.
8/15/2019 Lapres Produk Susu Fermentasi_Dayvelin Samantha_13.70.0062_D5
5/22
3. PEMBAHASAN
Kesehatan manusia mempengaruhi atau mengambil peran dalam pengembangan produk
susu khususnya susu fermentasi yang berkembang di dunia. Produk susu yangdifermentasi memiliki beberapa manfaat, salah satunya yaitu mengurangi lactose
intolerance yang merupakan gangguan pencernaan seperti diare, kram perut, dan
kembung setelah mengkonsumsi susu. Hal tersebut terjadi karena sedikitnya jumlah
enzim laktase dalam susu segar sehingga sisa laktosa dalam susu tersebut tidak
difermentasi oleh mikroba dalam usus halus manusia, sedangkan karena tingginya
jumlah enzim laktase dari kultur starter dalam susu fermentasi maka kandungan laktosa
dalam susu fermentasi lebih rendah daripada susu segar. Aktivitas enzim laktase
tersebut menyebabkan laktosa dalam susu fermentasi mengalami hidrolisis menjadi
glukosa dan galaktosa sehingga lebih mudah dicerna oleh tubuh dan diserap.
Konsistensi susu fermentasi lebih kental jika dibandingkan dengan susu sapi segar
sehingga penyerapan nutrisi dalam tubuh juga lebih banyak karena kecepatan melewati
saluran pencernaan menjadi lebih lambat. Selain mengandung enzim laktase, susu
fermentasi juga mengandung asam laktat di mana secara fisiologis asam tersebut mudah
dicerna dalam tubuh dan memiliki rasa yang digemari oleh konsumen (Usmiati &
Abubakar, 2009).
Klasifikasi susu fermentasi berdasarkan metabolit utama atau primer dapat dibedakan
menjadi produk fermentasi asam laktat dan fermentasi asam laktat dan alkohol. Produk
fermentasi asam laktat dapat ditemukan pada produk turunan susu seperti yoghurt, susu
casei dan acidophilus milk . Contoh produk fermentasi asam laktat dan alkohol adalah
kefir dan koumiss, sedangkan di Indonesia contohnya adalah dali dan dadih (Usmiati &
Abubakar, 2009). Pada praktikum mengenai bab produk susu fermentasi ini dilakukan pembuatan yoghurt, kefir, dan acidophilus milk .
Dalam pembuatan yoghurt oleh kelompok D1 dan D2 dan kefir oleh kelompok D3 dan
D4 dibedakan menjadi 2 jenis inokulum yaitu dengan menggunakan fresh culture dan
plain yoghurt komersial. Pembuatan susu fermentasi diawali dengan persiapan
inokulum kultur segar. Diawali dengan cara mengaktifkan masing-masing kultur
menggunakan media MRS Broth cair yang diinkubasi selama 48 jam. Kemudian
dihasilkan endapan pada media dan media dibuang sehingga yang tertinggal hanya
8/15/2019 Lapres Produk Susu Fermentasi_Dayvelin Samantha_13.70.0062_D5
6/22
endapan kultur. Endapan tersebut dicuci dengan garam fisiologis 0,85%/ aquades steril
dan dihomogenkan dilanjut dengan sentrifugasi hingga benar-benar terpisah dengan
filtratnya. Endapan tersebut dicuci kembali sampai 2x pencucian dan endapan atau
kultur bakteri tersebut digunakan sebagai inokulum. Kemudian sebanyak 100 ml susu
cair dipanaskan di dalam erlenmeyer hingga suhunya mencapai 85oC dan ditunggu
hingga suhunya turun menjadi 45°C (terasa hangat di tangan). Susu dituang ke dalam
tabung sentrifuge yang berisi kultur dan dituang kembali ke dalam erlenmeyer yang
berisi susu cair yang telah dipasteurisasi. Larutan tersebut dihomogenkan dengan cara
digoyangkan perlahan dan dilakukan secara aseptis. Kemudian diinkubasi pada suhu 42-
44°C hingga terbentuk curd (± 1 hari) dan diaduk dengan batang kaca steril sebagai
inokulum untuk membuat yoghurt .
Menurut Kosikowski (1977), yoghurt adalah salah satu produk fermentasi susu yang
dibuat dengan menggunakan mikroorganisme Lactobacillus bulgaricus dan
Streptococcus thermophilus dalam susu hangat yang mempunyai karakteristik lembut
dan aroma yang harum. Igoe (1989) menambahkan bahwa yoghurt berbentuk gel lunak
( soft gel ) yang dibuat dengan memfermentasikan susu segar menggunakan kultur
bakteri, yaitu Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermophilus sampai pH
mencapai 4-4,5. Produk ini dapat digunakan sebagai makanan ringan maupun makanan
penutup atau dalam produk roti. Berdasarkan pernyataan dari Sharma & Caralli (1998)
perbedaan nilai gizi yoghurt dengan susu segar adalah yoghurt mempunyai kadar gula
yang lebih rendah dan rasa yang lebih asam, sumber protein dan kalsium yang baik,
serta rendah kalori sehingga baik untuk diet, mempunyai kandungan karbohidrat,
vitamin B2 dan B3 yang tinggi. Banyak produsen yoghurt yang menambahkan vitamin
A, C dan D.
Kata “ yoghurt ” sendiri berasal dari bahasa Turki yaitu ” jugurt ” yang memiliki arti susu
asam. Umumnya yoghurt dibuat dari susu sapi, susu kambing, susu kerbau, dan susu
kuda. Saat ini telah diketahui bahwa yoghurt juga dapat dibuat dari susu skim,
fullcream, atau bahkan dari kacang kedelai yang disebut ” soyghurt ” (Astawan &
Astawan, 1988). Yoghurt merupakan fermentasi susu oleh bakteri asam laktat yang
mempunyai flavor khas, tekstur semi padat, halus, dan kompak serta rasa asam yang
segar. Berdasarkan metode produksinya, yoghurt dapat dibedakan menjadi :
8/15/2019 Lapres Produk Susu Fermentasi_Dayvelin Samantha_13.70.0062_D5
7/22
Set yoghurt : diproduksi dalam tempat-tempat kecil khusus dengan sifat produk
berupa cairan kental dan setengah padat.
Stirred yoghurt : diproses pada tempat yang besar dan selanjutnya gumpalan yang
terbentuk didinginkan pada tempat-tempat yang lebih kecil.
Fluid yoghurt : hampir sama dengan stirred yoghurt hanya berbeda pada tingkat
kekentalannya yaitu fluid yoghurt lebih cair.
Langkah awal yang dilakukan untuk membuat yoghurt adalah dengan memanaskan susu
skim dan susu cair segar secara terpisah di panci enamel secara perlahan hingga suhu
mencapai 85°C selama 2 menit dan diatur jangan sampai mendidih. Pemanasan susu
berfungsi untuk membunuh organisme kontaminan, mendenaturasi enzim yangmenghambat proses fermentasi yoghurt selanjutnya, menurunkan potensi redoks
campuran tersebut, dan menghasilkan faktor-faktor atau kondisi yang menguntungkan
bagi perkembangan bakteri yang diinokulasikan. Selain itu pemanasan juga dapat
menyebabkan denaturasi protein whey dan merubah kasein menghasilkan konsisitensi
yang lebih baik dan lebih seragam pada produk akhir (Buckle et al ., 1987).
Menurut Fellows (1990) susu hangat yang digunakan dalam fermentasi akan
berpengaruh pada komposisi nutrisi serta kualitas sensorik produk akhir. Terdapatnya
perubahan yang kompleks pada protein dan karbohidrat akan memperhalus tekstur dari
produk yang difermentasi. Beberapa perubahan pada flavor yaitu berkurangnya rasa
manis dan rasa pahit pada beberapa pangan yang disebabkan oleh perlakukan enzim
penghilang rasa pahit, tetapi tingkat keasaman meningkat yang disebabkan oleh adanya
fermentasi gula menjadi asam organik, rasa asin juga meningkat pada beberapa bahan
pangan (acar, kecap, produk ikan, dan daging) karenak penambahan garam. Hal ini
sesuai dengan pernyataan dari Hadioetomo (1993) bahwa susu yang akan digunakanuntuk membuat yoghurt harus dipasteurisasi tetapi bukan disterilisasi. Hal ini
dikarenakan sterilisasi akan mematikan semua organisme yang terdapat pada susu
tersebut, merusak kualitas nutrisi yang ada di dalam susu, mempengaruhi serum protein
(whey protein) yang dapat membuat tekstur susu menjadi terlalu kental lebih dahulu
(age thickening ).
Setelah dilakukan proses pemanasan, susu skim diambil sebanyak 110 ml dan susu cair
segar sebanyak 115 ml lalu dicampur dan dimasukkan ke dalam wadah kaca yang telah
8/15/2019 Lapres Produk Susu Fermentasi_Dayvelin Samantha_13.70.0062_D5
8/22
disterilkan sebelumnya dan segera ditutup. Kemudian didinginkan di dalam baksom
yang berisi air dingin sampai terasa hangat ketika dipegang dengan tangan. Sebanyak
10% kultur starter (±25 ml) ditambahkan ke dalam susu secara steril dengan
menggunakan api bunsen dan alkohol. Yoghurt dengan inokulum kultur segar
ditambahkan kultur starter yang terdiri dari Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus
thermophilus, sedangkan yoghurt dengan inokulum plain yoghurt komersial
ditambahkan dengan 25ml plain yoghurt komersial (biokul). Hal ini sesuai dengan
pernyataan dari Fellows (1990) bahwa pada proses fermentasi yoghurt digunakan
mikroorganisme Streptococcus thermophilus dan Lactobacillus bulgaricus.
Streptococcus thermophilus akan berkembang biak lebih cepat untuk menghasilkan
senyawa diasetil, asam laktat, asam asetat, dan asam formiat, sedangkan Lactobacillus
bulgaricus akan mengalami pertumbuhan yang lebih lambat. Selain itu Lactobacillus
bulgaricus memiliki aktivitas protease sehingga dapat melepaskan peptida dari protein
susu di mana hal ini akan merangsang pertumbuhan bakteri Streptococcus thermophilus.
Jika yoghurt semakin asam maka pertumbuhan Streptococcus thermophilus akan
melambat, tetapi mempercepat pertumbuhan Lactobacillus bulgaricus. Lactobacillus
bulgaricus lebih banyak berperan dalam produksi asam laktat dan asetaldehid yang akan
bereaksi dengan diasetil akan menghasilkan rasa dan flavor yang khas dari yoghurt .
Flavor khas yoghurt ini disebabkan oleh senyawa asam laktat, sisa-sisa asetaldehida,
diasetil, asam asetat, dan bahan-bahan mudah menguap lainnya yang dihasilkan oleh
fermentasi bakteri.
Lalu ditutup dengan aluminium foil atau plastik untuk meminimalkan kontaminasi.
Setelah itu dilakukan inkubasi pada suhu sekitar 42-44oC selama 1 hari tanpa dibuka
maupun diaduk sampai dapat konsistensi custard yang diinginkan dapat tercapai. Jika
gumpalan sudah terbentuk maka diaduk perlahan hingga kental merata. Yoghurt yang
telah jadi tersebut diambil sebagian untuk dianalisa dan dibandingkan dengan yoghurt
hasil percobaan dengan yoghurt komersial. Astawan & Astawan (1988) menyatakan
bahwa susu dapat mengalami penggumpalan karena adanya perubahan laktase menjadi
asam laktat sehingga protein susu mengalami koagulasi, rasa susu menjadi asam, dan
kekentalannya meningkat. Suhu inkubasi yang dilakukan sesuai dengan pernyataan dari
Fardiaz (1987) yang menyatakan bahwa suhu optimum untuk inkubasi pada susu
fermentasi adalah sekitar 40-44oC.
8/15/2019 Lapres Produk Susu Fermentasi_Dayvelin Samantha_13.70.0062_D5
9/22
Berdasarkan hasil pengamatan mengenai pembuatan yoghurt yang dibuat oleh
kelompok D1 dan D2 didapatkan hasil bahwa tingkat kekentalan yoghurt yang dibuat
dengan menggunakan inokulum fresh culture lebih rendah atau lebih encer daripada
yoghurt yang dibuat dengan inokulum plain yoghurt komersial, sedangkan jika dilihat
dari derajat keasamannya, yoghurt yang dibuat dengan inokulum plain yoghurt
komersial memiliki pH yang lebih rendah daripada fresh culture yaitu 4. Hal ini sudah
sesuai dengan pernyataan dari Eskin (1990) yang menyatakan bahwa yoghurt dengan
menggunakan inokulum kultur segar memiliki tingkat kekentalan yang lebih rendah
atau lebih encer dibandingkan dengan yoghurt yang dibuat menggunakan plain yoghurt
komersial. Kekentalan yoghurt ini terjadi karena adanya asam laktat yang terbentuk dan
dapat mengakibatkan membran kasein menjadi tidak stabil sehingga terjadi koagulasi
protein susu dan pembentukan gel yoghurt . Jika dibandingkan antara yoghurt yang
dibuat dengan fresh culture dan plain yoghurt komersial maka karakteristik yoghurt
yang dihasilkan dengan inokulum plain yoghurt komersial lebih baik karena lebih
kental dan memiliki tingkat keasaman yang lebih tinggi, sedangkan yang menggunakan
inokulum kultur segar karakteristiknya lebih encer dan pHnya lebih tinggi. Kegagalan
ini disebabkan karena kemungkinan kultur bakteri yang ditambahkan tidak berada
dalam kondisi yang sangat aktif. Selain itu proses penuangan inokulum ke dalam susu
dilakukan dengan tidak aspetis. Yoghurt dengan menggunakan plain yoghurt komersial
dapat dikatakan berhasil karena memiliki karakteristik produk akhir yang sesuai dengan
produk yoghurt komersial yang dijual pada umumnya. Hal ini menunjukkan bahwa
plain yoghurt yang digunakan masih mengandung kultur aktif sehingga proses
fermentasi dapat berjalan dengan baik (Yunita, 2011).
Rasa asam pada produk akhir yoghurt disebabkan karena adanya asam laktat yang
berasal dari laktosa susu yang dipecah atau difermentasi oleh bakteri-bakteri dalam
yoghurt, seperti Streptococcus thermophilus dan Lactobacillus bulgaricus. Dalam
produksi secara komersial susu yang tanpa lemak ataupun yang rendah lemak
dipasteurisasi, didinginkan, dan diinokulasikan dengan Lactobacillus bulgaricus dan
Streptococcus thermophilus (Sharma & Caralli, 1998). Produk akhir biasanya berisi 107
sel/ml dari masing-masing jenis bakteri. Flavor khas yoghurt disebabkan karena asam
laktat dan sisa-sisa asetaldehida, diasetil, asam asetat, dan bahan-bahan mudah menguap
lainnya yang dihasilkan oleh fermentasi bakteri. Lactobacillus bulgaricus adalah bakteri
8/15/2019 Lapres Produk Susu Fermentasi_Dayvelin Samantha_13.70.0062_D5
10/22
utama yang membentuk senyawa asetaldehida. Aroma yang ditimbulkan pada pangan
hasil fermentasi, biasanya dipengaruhi oleh komponen kimia volatile (amina, asam
lemak, aldehid, ester, dan keton). Di samping itu, juga terdapat perubahan warna yang
disebabkan oleh perlakuan panas minimalis atau terdapatnya daerah pH yang cocok
bagi kestabilan pigmen (Fellows, 1990). Rasa asam pada yoghurt yang dihasilkan
disebabkan karena adanya senyawa asam laktat yang dihasilkan dari bakteri asam laktat
dari pemecahan laktosa. Hal ini sesuai dengan pernyataan dari Adnan (1984) dalam
Gianti & Evanuarini (2011) menyatakan bahwa asam laktat ini selanjutnya dapat
meningkatkan keasaman karena semakin banyak ion hidrogen (H+) dari hasil
dekomposisi laktosa dan fosfat sehingga menghasilkan senyawa asam yang mudah
menguap dan pertambahan ion hidrogen bebas menyebabkan keasaman semakin
meningkat.
Selain membuat yoghurt , pada praktikum ini juga dilakukan pembuatan kefir oleh
kelompok D3 dan D4. Kefir merupakan campuran dari fermentasi asam laktat dan
fermentasi alkohol. Bakteri memproduksi asam yaitu asam laktat sebesar 0,6 – 1% dan
yeast memproduksi alkohol sebanyak 0,5-1%. Mikroorganisme tersebut bergabung
membentuk granula-granula kecil yang disebut kefir grains di mana granula-granula
tersebut berfungsi sebagai starter kultur. Di Balkan proses fermentasi dilakukan di tas
kulit yang terbuat dari kulit kambing. Proses fermentasi dapat dibuat secara terus-
menerus dengan penambahan susu segar saat produk hasil proses fermentasi
dipindahkan. Kefir dapat dibuat dari susu sapi, susu kambing, dan susu domba.
Mikroorganisme utama untuk fermentasi kefir adalah Streptococcus lactis,
Lactobacillus bulgaricus, dan yeast untuk fermentasi laktosa (Pelczar & Reid, 1958).
Berdasarkan pernyataan dari Fardiaz (1989) dalam Yusriah dan Agustini (2014)menyatakan bahwa kefir termasuk salah satu produk olahan hasil fermentasi susu. Kefir
memiliki karakteristik rasa yang khas yaitu rasanya asam dan beralkohol. Kefir ini
belum banyak dikenal di masyarakat padahal kefir bermanfaat sebagai probiotik yang
dapat meminimalisasi pertumbuhan bakteri penyebab penyakit saluran pencernaan. Hal
ini disebabkan karena bakteri asam laktat memproduksi senyawa antimikroba, seperti
bakteriosin, hidrogen peroksida, dan berbagai antibiotik.
8/15/2019 Lapres Produk Susu Fermentasi_Dayvelin Samantha_13.70.0062_D5
11/22
Menurut Usmiati & Abubakar (2009) kefir dibuat melalui proses fermentasi susu yang
telah mengalami proses pasteurisasi terlebih dahulu dan fermentasi dilakukan dengan
menggunakan starter yang berupa butir atau biji kefir (kefir grain/kefir granule). Biji
kefir merupakan butiran-butiran putih atau krem berbentuk koloni mikrobia yang terdiri
dari beberapa jenis bakteri antara lain Streptococcus sp, Lactobacilli, dan beberapa jenis
yeast non-patogen. Bakteri berperan untuk menghasilkan asam laktat dan komponen
flavor , sedangkan yeast berperan untuk menghasilkan gas asam arang (CO2) dan sedikit
alkohol. Adanya gas CO2 dan alkohol tersebut menyebabkan kefir mempunyai rasa
lebih segar dan terbentuknya buih yang mendesis karena adanya tekanan pada produk.
K efir mengandung asam laktat sebanyak 0,8-1,1%, alkohol sebanyak 0,5-2,5%, sedikit
gas CO2, kelompok vitamin B, diasetil, dan asetaldehid. Komposisi kefir adalah 89,5%
air, 1,5% lemak, 3,5% protein, 0,6% abu, 4,5% laktosa dan memiliki pH sekitar 4,6
(Hadiwiyoto, 1983).
Langkah kerja yang dilakukan dalam pembuatan kefir adalah susu cair segar dipanaskan
dengan panci enamel hingga suhunya mencapai 85-95°C (tidak sampai mendidih)
selama dua menit. Hal ini sesuai dengan pernyataan dari Kosikowski (1982) yang
menyatakan bahwa tujuan pasteurisasi ini adalah untuk mematikan bakteri kontaminan,
memecah kasein susu, dan mendenaturasi enzim yang dapat menghambat proses
fermentasi selanjutnya. Setelah itu, sebanyak 230 ml susu yang sudah dipanaskan tadi
dituang ke dalam toples kaca steril dan segera ditutup. Toples kaca yang berisi susu
tersebut kemudian didinginkan di dalam baskom berisi air dingin hingga terasa hangat.
Selanjutnya 8% kultur starter (20 ml) ditambahkan ke dalam susu tersebut secara steril
(menggunakan api bunsen dan alkohol). Lalu ditutup segera untuk meminimalkan
kontaminasi. Inkubasi dilakukan pada suhu 20-25°C selama 1 hari tanpa gangguan
(tidak boleh dibuka dan diaduk-aduk) sampai konsistensi custard yang diinginkan
tercapai. Setelah diinkubasi dimasukkan ke dalam suhu 4°C. Selanjutnya, apabila sudah
terbentuk gumpalan, diaduk perlahan hingga kental merata. Kefir yang telah jadi
tersebut dianalisa kekentalan dan derajat keasamannya.
Jika dilihat dari hasil pengamatan yang telah dilakukan, kefir yang menggunakan
inokulum fresh culture oleh kelompok D3 memiliki karakteristik yang lebih kental
daripada kefir yang dibuat dengan menggunakan inokulum plain yoghurt komersial
8/15/2019 Lapres Produk Susu Fermentasi_Dayvelin Samantha_13.70.0062_D5
12/22
oleh kelompok D4, sedangkan jika dilihat dari derajat keasamannya kefir yang
menggunakan inokulum plain yoghurt komersial memiliki pH yang lebih rendah yaitu
4. Oleh sebab itu dapat dikatakan kefir yang menggunakan inokulum fresh culture lebih
berhasil dan sesuai dengan yang dijual pada umumnya karena lebih kental. Bakteri yang
digunakan pada kefir menghasilkan bau asam dan rasa yang khas pada kefir, serta warna
kekuningan pada kefir. Hal ini disebabkan karena adanya fermentasi yang dilakukan
oleh Streptococcus thermophilus dan Saccharomyses cereviseae. Hal ini sesuai dengan
pernyataan dari Yusriah dan Agustini (2014) yang menyatakan bahwa rasa asam yang
ada pada kefir ditimbulkan karena adanya bakteri asam laktat yang digunakan untuk
memecah laktosa menjadi asam laktat dan asam piruvat sehingga derajat keasaman atau
pH kefir menjadi rendah dan rasanya asam. Selain itu asam piruvat yang dihasilkan oleh
bakteri asam laktat dari hasil pemecahan laktosa membuat kefir sedikit mengandung
alkohol. Hasil analisa pH yang dilakukan pada praktikum ini sudah sesuai dengan
pernyataan dari Oberman (1985) dalam Agustina, dkk (2013) yang menyatakan bahwa
nilai pH kefir berkisar antara 3,8-4,6.
Produk susu fermentasi lain yang juga dibuat dalam praktikum ini adalah acidophilus
milk yang dibuat oleh kelompok D5. Acidophilus milk merupakan salah satu produk
fermentasi susu yang dihasilkan dengan menambahkan bakteri Lactobacillus
acidophilus ke dalam susu sehingga terjadi hidrolisis laktosa pada susu atau produk
susu. Oleh karena itulah produk tersebut dapat dikonsumsi oleh individu yang memiliki
gangguan lactose intolerance (Siswanti, 2002). L. acidophilus menghasilkan senyawa
lactocidin (Friend et al ., 1985) dan acidolin (Robinson, 1981). L. acidophilus yang
ditambahkan ke dalam susu akan menghasilkan keasaman yang tidak khas dan
ketidakseimbangan flavor (Vedamuthu, 1982). Bakteri ini mampu memfermentasi
amygdalin, cellobiosa, laktosa, salisin dan sukrosa, tetapi tidak dapat memfermentasi
mannitol (Robinson, 1981).
Langkah kerja yang dilakukan untuk membuat acidophilus milk adalah susu skim
dipanaskan di dalam panci enamel hingga suhunya mencapai 85°C (tidak sampai
mendidih) selama 2 menit. Hal ini sesuai dengan pernyataan dari Kosikowski (1982)
yang menyatakan bahwa tujuan pasteurisasi ini adalah untuk mematikan bakteri
kontaminan, memecah kasein susu, dan mendenaturasi enzim yang dapat menghambat
8/15/2019 Lapres Produk Susu Fermentasi_Dayvelin Samantha_13.70.0062_D5
13/22
proses fermentasi selanjutnya. Setelah itu susu yang sudah dipanaskan tadi dituang ke
dalam toples kaca steril sebanyak 245 ml dan segera ditutup. Toples kaca yang berisi
susu tersebut kemudian didinginkan di dalam baskom berisi air hingga terasa hangat.
Lalu sebanyak 1% kultur starter (5 ml) ditambahkan ke dalam susu tersebut secara steril
(menggunakan api bunsen dan alkohol). Setelah itu segera ditutup untuk meminimalkan
kontaminasi. Kemudian diinkubasi pada suhu 37°C selama 1 hari tanpa gangguan (tidak
boleh dibuka dan diaduk-aduk) sampai terbentuk smooth curd . Selanjutnya apabila
sudah terbentuk gumpalan diaduk perlahan hingga kental merata. Acidophilus milk yang
telah jadi tersebut dianalisa kekentalan dan derajat keasamannya.
Jika dilihat dari hasil pengamatan yang telah dilakukan oleh kelompok D5 mengenai
produk acidophilus milk dengan inokulum fresh culture dapat diketahui bahwa memiliki
tingkat kekentalan yang rendah atau encer dan derajat keasaman yang tinggi yaitu 6. Hal
ini kurang sesuai dengan pernyataan dari Oberman (1985) yang menyatakan bahwa
Lactobacillus acidophilus merupakan bagian dari mikroflora normal usus yang mampu
bertahan pada kondisi berat di saluran usus. Jadi dapat disimpulkan bahwa kultur
bakteri L. acidophilus tersebut seharusnya dapat bertahan dalam kondisi asam yang
tinggi dan dapat menghasilkan asam yang mengakibatkan pH yang rendah. Akan tetapi
pada hasil praktikum ini pH produk sangat tinggi yaitu 6. Ketidaksesuaian ini dapat
disebabkan karena saat memasukkan kultur dilakukan saat susu masih dalam kondisi
yang panas atau belum begitu hangat sehingga bakteri tersebut tidak dapat bertahan
lama, tidak tumbuh, dan akhirnya mati. Selain itu karena bakteri tersebut mati maka
koagulasi atau penggumpalan protein juga tidak dapat terjadi sehingga dihasilkan
tekstur produk yang tidak kental. Oleh karena alasan itulah produk acidophilus milk
yang dihasilkan memiliki tekstur yang encer dan tidak asam.
Inokulum yang digunakan untuk pembuatan kefir adalah Lactobacillus delbrueckii
subsp bulgaricus, L. Lactis, dan Saccharomyces cerevisiae yang kemudian diinkubasi
pada suhu 20-25oC, sedangkan pada pembuatan acidophilus milk , mikroorganisme yang
digunakan adalah L.acidophilus yang diinkubasi pada suhu 37oC. Penggunaan suhu
yang berbeda ini disebabkan karena mikroorganisme yang digunakan dalam fermentasi
kefir dan acidophilus milk berbeda. Hal ini sesuai dengan pernyataan dari Rehmet al .
(1995) yang menyatakan bahwa suhu dan waktu inkubasi yang paling baik dalam
8/15/2019 Lapres Produk Susu Fermentasi_Dayvelin Samantha_13.70.0062_D5
14/22
pembuatan kefir adalah pada suhu 15-22°C selama 24-36 jam, sedangkan untuk
membuat acidophilus milk , paling baik pada suhu 37°C selama 2,5 jam.
Intestinal implantable adalah mikroorganisme yang dapat diimplan dalam usus dan berfungsi untuk membantu proses pencernaan di usus. Contoh bakteri yang termasuk
intestinal implantable adalah Lactobacillus acidophilus. Lactobacillus acidophilus
merupakan bagian dari mikroflora normal usus yang mampu bertahan pada kondisi
berat di saluran usus (Oberman, 1985). Bakteri ini dapat mengontrol kadar kolesterol
darah, menghambat bakteri patogen di saluran pencernaan, dan mengurangi resiko
kanker usus besar (Gilliland, 1985; Gilliland & Speck, 1977). Kailasapathy (2000)
menambahkan bahwa tidak semua bakteri termasuk dalam golongan intestinal
implantable, contohnya seperti Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus
thermophilus. Kedua bakteri tersebut merupakan bakteri asam laktat (BAL) dan
termasuk bakteri probiotik tetapi kedua bakteri ini tidak tahan terhadap asam empedu,
sehingga tidak dapat dikategorikan sebagai intestinal implantable.
Acidophilus milk merupakan produk fermentasi susu oleh bakteri strain Lactobacillus
acidophilus. Bakteri ini termasuk bakteri intestinal implantable yaitu bakteri yang
sangat aktif saat berada dalam pencernaan manusia dan memberikan keuntungan pada proses pencernaan manusia (Rettger, et al , 1935). Berdasarkan definisi tersebut dapat
disimpulkan bahwa bakteri intestinal implantable adalah bakteri yang dapat bertahan di
dalam saluran pencernaan manusia atau bakteri ini harus tahan terhadap kondisi ekstrim
di dalam sistem pencernaan manusia termasuk pH yang rendah di dalam lambung.
Tidak semua bakteri termasuk dalam human intestinal implantable karena tidak semua
bakteri dapat bertahan dalam sistem pencernaan manusia. Bakteri yang tergolong
intestinal implantable harus memberikan keuntungan pada sistem pencernaan manusia,sedangkan bakteri E.coli dapat bertahan dalam saluran pencernaan manusia tetapi
memberikan efek negatif. Oleh sebab itu hanya bakteri-bakteri tertentu yang termasuk
dalam kelompok bakteri intestinal implantable.
Kefir dan acidophilus milk memiliki karakteristik yang berbeda. Perbedaannya terletak
pada jenis mikroorganisme yang digunakan dalam proses fermentasi. Selain itu flavor
kefir dan acidophilus milk juga berbeda. Kefir mengandung gas CO2 dan alkohol
sehingga memberikan rasa yang lebih segar (Usmiati & Abubakar, 2009). Acidophilus
8/15/2019 Lapres Produk Susu Fermentasi_Dayvelin Samantha_13.70.0062_D5
15/22
milk yang memiliki rasa asam tanpa ada flavor alkohol. Pengukuran derajat keasaman
dilakukan dengan menggunakan kertas lakmus dan jika dibandingkan antara ketiga jenis
produk susu fermentasi yang dibuat di dalam praktikum didapatkan hasil bahwa
acidophilus milk memiliki tingkat keasaman yang paling rendah daripada yoghurt dan
kefir dengan penggunaan inokulum fresh culture maupun plain yoghurt komersial. Hal
ini disebabkan karena jumlah takaran atau dosis kultur yang diberikan pada masing-
masing produk berbeda, yaitu 10% untuk yoghurt , 8% untuk kefir, dan 1% untuk
acidophilus milk . Oleh sebab itulah acidophilus milk memiliki tingkat keasaman yang
paling rendah karena dosis kultur yang diberikan juga paling seikit. Hal ini sesuai
dengan pernyataan dari Lengkey, dkk (2013) yang menyatakan bahwa jika dosis kultur
starter yang diberikan semakin tinggi maka produk susu fermentasi juga akan semakin
asam, dan sebaliknya jika dosis kultur yang diberikan semakin sedikit maka tingkat
keasamannya juga semakin rendah.
Waktu dan temperatur termasuk dua faktor utama yang sangat menentukan tingkat
kekentalan dan rasa yoghurt yang terbentuk. Di bulan yang lebih panas yoghurt siap
diminum dalam 18 jam, tetapi jika didiamkan lebih lama lagi maka tingkat kekentalan
akan meningkat dan mulai berubah menjadi keju dan whey. Pada suhu ruang tekstur
yoghurt berbentuk gumpalan di permukaan dan bersifat kental, sedangkan jika
diletakkan dalam refrigerator tekstur yoghurt berbentuk cair dan hanya ada sedikit
gumpalan. Pada kontrol dan biang yoghurt yang terbentuk sangat kental dan terpisah
menjadi 3 bagian yaitu gumpalan putih di bagian atas permukaan, cairan bening di
bagian tengah, dan endapan putih di bagian bawah. Suhu ruang membuat produk
yoghurt memiliki kualitas yang lebih baik karena aktivitas mikroorganisme optimum
pada suhu ruang. Penambahan kultur sebagai starter , kondisi sewaktu inkubasi, serta
tahapan pemrosesan selanjutnya juga akan mempengaruhi ukuran dan tekstur dari
koagulasi protein. Oleh karena itu, produk akhir yang dihasilkan akan memiliki tekstur
yang bervariasi. Pengawetan produk susu dapat dilakukan melalui proses pendinginan
dan peningkatan kadar asam (khususnya pada yoghurt ), atau dengan menurunkan
aktivitas air (Fellows, 1990).
Pernyataan di atas juga didukung oleh Sudono & Usmiati (2004) dalam Yusriah &
Agustini (2014) yang menyatakan bahwa komponen dan komposisi kimia kefir sangat
8/15/2019 Lapres Produk Susu Fermentasi_Dayvelin Samantha_13.70.0062_D5
16/22
bervariasi karena dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor-faktor tersebut adalah jenis
mikroba starter, suhu dan lama fermentasi, serta bahan baku yang digunakan. Helferich
et al . (1980) dalam Hafsah dan Astriana (2012) menambahkan bahwa kualitas yoghurt
dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti kualitas susu, lama penyimpanan, suhu
inkubasi, dan jenis starter yang digunakan. Umumnya dalam pembuatan yoghurt
menggunakan bantuan dari bakteri asam laktat. Contoh bakteri yang termasuk golongan
bakteri asam laktat adalah Streptococcus salivarius, S. Thermophillus, Lactobacillus
delbrueckii, L. Bulgaricus, L. Acidophilus, L. Casei dan L. Bifidus. Marshall dan Farrow
(1984) dalam Agustina, dkk (2013) menyatakan bahwa dalam pembuatan kefir faktor-
faktor yang mempengaruhi adalah starter biji kefir atau biakan starter yang merupakan
campuran dari bakteri asam laktat dan ragi. Selain itu produk fermentasi juga
dipengaruhi oleh kemampuan starter dalam membentuk asam laktat yang ditentukan
oleh jumlah dan jenis starter yang digunakan (Albaarri dan Murti, 2003 dalam Agustina,
dkk (2013)). Wijaningsih (2008) dalam Agustina, dkk (2013) menambahkan bahwa
konsentrasi starter juga berpengaruh terhadap pH kefir dan aktivitas antibakteri.
Konsentrasi starter yang digunakan menunjukkan kekuatan bakteri yang terlibat dalam
perombakan laktosa. Pemberian konsentrasi starter yang tinggi akan menghasilkan
kadar asam laktat dan alkohol yang tinggi pula akibat kerja dari mikroorganisme
(Abubakar dkk., 2000 dalam Agustina, dkk (2013).
8/15/2019 Lapres Produk Susu Fermentasi_Dayvelin Samantha_13.70.0062_D5
17/22
4. KESIMPULAN
Pembuatan produk susu fermentasi diawali dengan persiapan inokulum dan
mengaktifkan kulur yang akan digunakan.
Prinsip pembuatan yoghurt adalah susu segar dan susu skim dipasteurisasi,
pendinginan, penambahan kultur starter yang dilakukan secara aseptis, inkubasi
selama 1 hari, dan penggumpalan protein susu pada yoghurt .
Prinsip pembuatan kefir adalah susu segar dipasteurisasi, pendinginan, penambahan
kultur starter yang dilakukan secara aseptis, inkubasi selama 1 hari, dan
pendinginan kembali pada suhu 4oC penggumpalan protein susu pada kefir.
Prinsip pembuatan acidophilus milk adalah susu skim dipasteurisasi, pendinginan,
penambahan kultur starter yang dilakukan secara aseptis, inkubasi selama 1 hari,
dan penggumpalan protein susu pada acidophilus milk .
Bakteri yang digunakan dalam pembuatan yoghurt adalah Streptococcus
thermophilus dan Lactobacillus bulgaricus.
Kultur yang digunakan untuk pembuatan kefir adalah Streptococcus sp,
Lactobacilli, dan beberapa jenis yeast non-patogen.
Bakteri yang digunakan untuk pembuatan acidophilus milk adalah Lactobacillus
acidophilus.
Acidophilus milk memiliki tingkat keasaman yang paling rendah daripada yoghurt
dan kefir.
Semarang, 8 Juni 2016
Praktikan, Asisten Dosen,
Kelompok D5 - Tjan, Ivana Chandra
- Beatrix Restiani
Dayvelin Samantha
13.70.0062
8/15/2019 Lapres Produk Susu Fermentasi_Dayvelin Samantha_13.70.0062_D5
18/22
5. DAFTAR PUSTAKA
Abubakar, E. Dyah, Haw Lengkey dan D. S. Soetardjo. 2000. Kajian tentang Dosis
Starter dan Lama Fermentasi terhadap Mutu Kefir. Seminar Nasional Peternakan
dan Veteriner. Balai Penelitian Ternak. Bogor.
dalam Agustina, dkk. 2013.Penggunaan Starter Biji Kefir Dengan Konsentrasi Yang Berbeda Pada Susu Sapi
Terhadap pH Dan Kadar Asam Laktat. Jurnal Ilmiah Peternakan. 254-259.
Uiversitas Jenderal Soedirman. Purwokerto.
Adnan, M., 1984. Kimia dan Teknologi Pengolahan Air Susu. Fakultas Teknologi
Pertanian Universitas Gadja Mada. Yogyakarta. dalam Gianti, Ice, Herly
Evanuarini. 2011. Pengaruh Penambahan Gula dan Lama Penyimpanan Terhadap
Kualitas Fisik Susu Fermentasi. Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil Ternak Vol 6
No 1. 28-33. Universitas Brawijaya Malang. Malang.
Albaarri, A. N., dan Murti, T. W. 2003. Analisa pH, Keasaman dan Kadar Laktosa pada
Yakult, Yoghurt, Kefir. Proceeding Simposium Nasional Hasil-hasil Penelitian di
Unika Soegijapranata, Semarang 22 Maret 2003. dalam Agustina, dkk. 2013.
Penggunaan Starter Biji Kefir Dengan Konsentrasi Yang Berbeda Pada Susu Sapi
Terhadap pH Dan Kadar Asam Laktat. Jurnal Ilmiah Peternakan. 254-259.
Uiversitas Jenderal Soedirman. Purwokerto.
Astawan, M.W. & M. Astawan. (1988). Teknologi Pengolahan Pangan Hewani Tepat
Guna. CV Akademika Pressindo. Jakarta.
Buckle, K.A, R.A. Edwards, G.H. Fleet dan M. Wootton. (1987). Ilmu Pangan.
Universitas Indonesia Press. Jakarta.
Eskin, N. A. M. (1990). Biochemistry of Foods Second Edition. Academic Press, Inc.
California.
Fardiaz, D. (1987). Fisiologi Fermentasi. Pusat Antar Universitas. Institut Pertanian
Bogor.
Fardiaz, S. 1989. Mikrobiologi Pangan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi.
IPB. dalam Yusriah, Nuril Hafidzoh. Agustini, Rudiana. 2014. Pengaruh Waktu
Fermentasi dan Konsentrasi Bibit Kefir Terhadap Mutu Kefir Susu Sapi. UNESA
Journal of Chemistry Vol 3 No 2. Universitas Surabaya. Surabaya.
Fellows, P. (1990). Food Processing Technology : Principles and Practice. Ellis
Horwood Limited. New York.
8/15/2019 Lapres Produk Susu Fermentasi_Dayvelin Samantha_13.70.0062_D5
19/22
Friend, B. A. & K. M. Shahani. (1985). Fermented dairy products. In : The Practice of
Biotechnology : Current Comodity Products. Pergamon Press. New York.
Gilliland S.E. & M. L. Speck. (1977). Instability of Lactobacillus acidophilus in
Yogurt. J Dairy Sci. 60: 1394-1398.
Gilliland, S. E. (1985). Bacterial Starter Cultures for Foods. CRC-Press, Inc. Boca
Raton, Florida.
Hadiwiyoto, S. (1983). Teori dan prosedur pengujian mutu susu dan hasil olahannya.
Yogyakarta : Liberty.
Hadioetomo, R.S. (1993). Mikrobiologi Dasar Dalam Praktek Teknik dan Prosedur
Dasar Laboratorium. PT Gramedia. Jakarta.
Helferich, W. and D. Westhoff. 1980. All About Yoghurt. New Jersey: Prentice Hall,
Inc., Englewood Cliffs. dalam Hafsah & Astriana. 2012. Pengaruh Variasi Starter
Terhadap Kualitas Yoghurt Susu Sapi. Jurnal Bionature, Volume 13, Nomor 2
,Oktober 2012, hlm 96-10. Universitas Islam Negeri Alauddin. Makassar.
Igoe, R.S. (1989). Dictionary of Food Ingredients. Van Nonstrand Reinhold. New York.
Kailasapathy, Kaila dan James Chin. 2000. Survival and therapeutic potential of probiotic organisms with reference to Lactobacillus acidophilus and
Bifidobacterium spp. Immunology and Cell Biology(2000) 78, 80 – 88.New South
Wales, Australia.
Kosikowski, F. (1977). Cheese and Fermenteed milk Foods. Edwards Brothers, Inc.
Michigan.
Kosikowski, F.V. (1982). Cheese and Fermented Foods 3rd edition. FV Kosikowski &
Asc. New York.
Lengkey, Hendronoto A.W. Jan Alex Siwi. Roostita L. Balia. 2013. The Effect of
Various Starter Dosages on Kefir Quality. Lucrări Ştiinţifice-Seria Zootehnie, vol.
59. Universitas Padjadjaran. Bandung.
Marshall, V. M., and J. A. E. Farrow. 1984. A Note on the Heterofermentative
Lactobacillus Isolated from Kefir Grains. Journal Applied Bacteriology. dalam
Agustina, dkk. 2013. Penggunaan Starter Biji Kefir Dengan Konsentrasi Yang
Berbeda Pada Susu Sapi Terhadap pH Dan Kadar Asam Laktat. Jurnal Ilmiah Peternakan. 254-259. Uiversitas Jenderal Soedirman. Purwokerto.
8/15/2019 Lapres Produk Susu Fermentasi_Dayvelin Samantha_13.70.0062_D5
20/22
Oberman, H., (1985). Fermented Milks. In : Microbiology of Fermented Foods. Vol 2.
Elsevier Applied Science Publishers. England.
Oberman, H. 1985. Fermented Milk. In: Microbiology of Fermented Food. Elsevier
Applied Science Publishers Ltd. London. dalam Agustina, dkk. 2013. Penggunaan
Starter Biji Kefir Dengan Konsentrasi Yang Berbeda Pada Susu Sapi Terhadap
pH Dan Kadar Asam Laktat. Jurnal Ilmiah Peternakan. 254-259. Uiversitas
Jenderal Soedirman. Purwokerto.
Pelczar, M.J. & R.D. Reid. (1958). Micobiology. McGraw-Hill Book Company, Inc.
New York.
Rehm, H. J.; G. Reed; A. Puhler & P. Stadler. (1995). Biotechnology Second,
Completely Revised Edition. VCH Verlagsgesellschaft mbH, D-69451. NewYork.
Rettger, L.F., W.N. Levy, L. Weinstein, and J.E. Weiss. 1935. Lactobacillus
acidophilus and its therapeutic application. Yale University Press, New Haven.
Robinson, R. K. (1981). Dairy Microbiology : The Microbiology of Milk Product. Vol.
2. Applied Science Pub. London.
Sharma, J.L. & S. Caralli. (1998). A Dictionary of Food and Nutritition. CBS Publishers
& Distributors. New Delhi.
Siswanti, S. W. (2002). Karakteristik Fisik, Kimia dan Mikrobiologis Acidophilus
Milk plus : Susu Fermentasi dengan Lactobacillus acidophilus dan Kombinasinya
dengan Lactobacillus bulgaricus atau Streptococcus thermophilus. Skripsi.
Program Studi Teknologi Hasil Ternak. Jurusan Ilmu Produksi Ternak. Fakultas
Peternakan. Institut Pertanian Bogor.
Sudono dan Usmiati. 2004. Pengaruh Starter Kombinasi Bakteri dan Khamir Terhadap
Sifat Fisikokimia dan Sensori Kefir. J.Pascapanen I(I). 12-21. dalam Yusriah, Nuril Hafidzoh. Agustini, Rudiana. 2014. Pengaruh Waktu Fermentasi dan
Konsentrasi Bibit Kefir Terhadap Mutu Kefir Susu Sapi. UNESA Journal of
Chemistry Vol 3 No 2. Universitas Surabaya. Surabaya.
Usmiati & Abubakar. (2009). Teknologi Pengolahan Susu. Balai Besar Penelitian dan
Pengembangan Pascapanen Pertanian. Bogor
Vedamuthu, E. R. (1982). Fermented milks. In : Fermented Foods. Economic
Microbiology. Vol 7. Academic Press, New York.
8/15/2019 Lapres Produk Susu Fermentasi_Dayvelin Samantha_13.70.0062_D5
21/22
Wijaningsih, W. 2008. Aktivitas Antibakteri In Vitro dan Sifat Kimia Kefir Susu
Kacang Hijau (Vigna Radiata) Oleh Pengaruh Jumlah Starter dan Lama
Fermentasi. Tesis Program Pasca Sarjana UNDIP. Semarang. dalam Agustina,
dkk. 2013. Penggunaan Starter Biji Kefir Dengan Konsentrasi Yang Berbeda Pada
Susu Sapi Terhadap pH Dan Kadar Asam Laktat. Jurnal Ilmiah Peternakan. 254-259. Uiversitas Jenderal Soedirman. Purwokerto.
Yunita, Dewi. (2011). Pembuatan Ni yoghurt dengan Perbedaan Perbandingan
Streptococcus thermophilusdan Lactobacillus bulgaricus Serta Perubahan
Mutunya Selama Penyimpanan. Jurnal Teknologi Pertanian Vol. 12 No. 2
(Agustus 2011) 83-90.
8/15/2019 Lapres Produk Susu Fermentasi_Dayvelin Samantha_13.70.0062_D5
22/22
6. LAMPIRAN
6.1. Jurnal
6.2.
Laporan Sementara
top related