lapak toksik (1)
Post on 24-Apr-2015
52 Views
Preview:
DESCRIPTION
Transcript
SUMBER DAN JENIS BAHAN PENCEMAR YANG MEMASUKI SUNGAI CITARIK
Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah
Toksikologi Lingkungan dan Produk Pertanian
Kelompok 3
Bobby Clinton Siregar 150510100096
Azka Milla Tina 150510100109
Ramly fredy Ckriswanto 150510100136
Laras Sitta F 150510110183
PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
JATINANGOR, 2013
| Sumber dan Jenis Pencemar yang Memasuki Sungai Citarik
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena kasih dan kuasa-NYA
kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Makalah ini kami susun agar para
pembaca dapat memperluas ilmunya mengenai Pencemaran dan untuk memenuhi tugas dari mata
kuliah Toksikologi Lingkungan Pertanian. Kami mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya
kepada dosen mata kuliah kami, karena ilmu ibu sangat berguna bagi kami dalam penyusunan
makalah ini. Kami juga mengucapkan terima kasih banyak kepada dosen kami karena bimbingan
dari beliau kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan lancar. Tidak lupa untuk teman-teman
sekalian kami mengucapkan terima kasih karena dukungan dari kalian kami bisa bekerja sama
dengan baik dalam kelompok.
Semoga makalah dapat berguna bagi siapa saja yang memerlukannya terutama bagi
penilaian tugas mata kuliah Toksikologi Lingkungan Pertanian. Kami juga tidak lupa
mengharapkan kritik dan saran guna untuk perbaikan agar kami dapat menyusun karya yang
lebih baik lagi dan lebih bermanfaat.
Jatinangor, 27 April 2013
Penulis
| Sumber dan Jenis Pencemar yang Memasuki Sungai Citarik
2
DAFTAR PUSTAKA
KATA PENGANTAR…………………………………………………………………………..2
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………………………...3
DAFTAR GAMBAR………………………….…………………………………………….…..4
DAFTAR TABEL………………………………………….……………………………….…...5
BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………………...…….6
I.1 Latar Belakang……………………………………………………………………....6
I.2 Rumusan Masalah………………………………………………………………...…7
I.3 Tujuan Penulisan…………………………………………………………………….8
BAB II METODE PENULISAN……………………………………………………………….9
BAB III TINJAUAN PUSTAKA……………………………………………………………...10
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN……………………………………………………....12
IV.1 Sumber Pencemar Sungai Citarik………………………………………………12
IV.2 Bahan Pencemar yang Masuk ke Sungai Citarik……………………………….12
IV.2.1 Logam Berat……………………………………………………………13
IV.2.2 Kation dan Anion………………………………………………………15
IV.2.2.1 Nitrat………………………………………………………....16
IV.2.2.2 Amonium……………………………………………………..17
IV.2.2.3 Sulfat…………………………………………………………18
IV.2.3 Penanggulangan……………………………………………………………..19
BAB V KESIMPULAN…………………………………………………………………...….20
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………..….21
| Sumber dan Jenis Pencemar yang Memasuki Sungai Citarik
3
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Sungai Citarik………………………………………………………………………..6
Gambar 2. Limbah pada salah satu bak penjernihan air………………………………….……...8
Gambar 3. Kondisi aliran sungai citarik.....................................................................................12
| Sumber dan Jenis Pencemar yang Memasuki Sungai Citarik
4
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Unsur logam berat dan kandungannya dalam limbah pabrik tekstil dan sungai……..13
Tabel 2. Rata-rata logam berat pada beberapa contoh tanah di daerah survey………………..14
Tabel 3. Kisaran kadar logam berat pada jerami padi dan beras yang berasal dari sawah di
sekitar pabrik tekstil Rancaekek, Kabupaten Bandung, Jawa Barat…………………14
Tabel 4. kation dan anion yang terkandung dalam air limbah pabrik tekstil……………….…15
Tabel 5. Kadar nitrat, amonium, dan sulfat air dari berbagai sumber air di Sub DAS Citarik.16
| Sumber dan Jenis Pencemar yang Memasuki Sungai Citarik
5
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Sungai adalah salah satu ekosistem perairan yang dipengaruhi oleh banyak faktor, baik
oleh aktivitas alam maupun aktivitas manusia di Daerah Aliran Sungai (DAS). Sungai adalah
adalah jaringan alur-alur pada permukaan bumi yang terbentuk secara alamiah, mulai dari bentuk
kecil di bagian hulu sampai besar di bagian hilir.
Gambar 1. Sungai Citarik
Daerah sungai ini merupakan kawasan Sub DAS Citarik yang bermuara ke S. Citarum.
Anak-anak sungai yang mengalir ke sungai ini dari arah Utara (Sumedang) yaitu: S. Citarik
Hulu, S. Cikijing, S. Citaraju, S. Cimande, S. Ciburaleng, S. Cibodas, dan S. Cibedah. Sungai
Cikijing, S. Cimande dan S. Cibodas merupakan sungai-sungai utama saluran pembuangan
limbah cair pabrik. Dari arah Timur-Selatan, sungai-sungai yang bermuara ke S. Citarik yaitu S.
Cijalupang, S. Ciwirama, S. Cikopo, S. Cigentur, dan S. Ciburial. Sungai-sungai yang mengalir
dari arah ini umumnya sedikit digunakan sebagai saluran pembuangan limbah kecuali S.
Cijalupang.
| Sumber dan Jenis Pencemar yang Memasuki Sungai Citarik
6
Sungai terkadang digunakan sebagai tempat pembuangan limbah, namun sering
dimanfaatkan sebagai air irigasi bagi persawahan di bagian hilirnya. Selain sungai-sungai
tersebut, di daerah ini terdapat jaringan irigasi yang dikelola oleh Cabang Dinas Kecamatan
Cicalengka dan Kecamatan Majalaya yaitu daerah irigasi (DI) Cikopo dan Majalaya. Adanya
jaringan irigasi ini cukup membantu meningkatkan produktivitas lahan sawah. Namun, seperti
terjadi di Sub DAS Citarik, pihak industri atau pabrik di wilayah Kabupaten Sumedang
membuang limbahnya ke S. Cihideung dan S. Cikijing yang merupakan sumber air irigasi bagi
persawahan di Kabupaten Bandung. Para petani di kawasan tersebut melaporkan beberapa kali
menanam padi dalam setahun tanpa mendapatkan hasil atau hasilnya sangat minim (Suganda,
2002).
I.2 Rumusan Masalah
Sejumlah petani di kawasan Kecamatan Rancaekek dan Kecamatan Solokanjeruk,
Kabupaten Bandung, mengaku selama lebih dari 20 tahun harus menghadapi pencemaran limbah
cair Sungai Citarik, anak Sungai Citarum. Akibat pencemaran tersebut, produksi pertanian tidak
menentu. Bahkan ada sejumlah lahan yang ditanami padi dan mentimun diduga ikut terkena
racun limbah cair. Menurut seorang petani setempat, banyak tanaman padi yang tidak kuat
bertahan setelah dipasok air yang berasal dari Sungai Citarik. Selain itu, menurutnya padi yang
masih berusia di bawah satu bulan dikhawatirkan mendapat ancaman paling mengkhawatirkan
akibat pencemaran tersebut. Sedangkan padi yang usianya di atas satu bulan, bisa dikatakan
aman. Untuk mengantisipasi ancaman limbah cair, harus ada proses pengendapan dan
penyaringan dengan gulma. Jika limbah cair tersebut sudah mengendap di dasar sungai, airnya
aman untuk tanaman. Tapi kalau begitu saja dialirkan maka dapat berakibat kematian pada padi
dan mentimun. Sebelumnya juga dikatakan bahwa beberapa hektar lahan pertanian di Desa
Sukamanah, Kecamatan Rancaekek mati akibat limbah cair.
Beberapa petani lainnya menambahkan bahwa pencemaran Sungai Citarik terjadi karena
limbah cair yang dibuang langsung oleh perusahaan di kawasan Rancaekek. Padahal Sungai
Citarik dimanfaatkan para petani untuk mengairi lahan pertanian yang mencapai ratusan hektare,
di Kec. Solokanjeruk dan Rancaekek. Seharusnya, pengusaha mengolah dan menyaring terlebih
dahulu limbah cairnya sebelum dibuang ke sungai. Terlebih lagi, memasuki musim kemarau ini,
| Sumber dan Jenis Pencemar yang Memasuki Sungai Citarik
7
air sisa yang mengalir di sungai tersebut disedot dengan mesin diesel untuk disalurkan ke ratusan
hektare lahan pertanian dengan usia padi rata-rata 1-2 bulan lebih.
Berdasarkan pemantauan, terdapat puluhan mesin diesel yang digunakan para petani
untuk mengalirkan air dari Sungai Citarik ke sawahnya masing-masing. Air yang disedot dari
sungai dan dialirkan ke lahan pertanian itu memanfaatkan sisa air limbah yang menggenang dan
mengalir di aliran sungai tersebut. Bahkan untuk mengairi lahan pertanian di dua kecamatan itu,
petani juga membendung Sungai Citarum untuk mendapatkan genangan air di Sungai Citarik.
Sebab aliran Sungai Citarik sudah sangat minim, selain hanya menyisakan air limbah saja. Kini
para petani hanya bisa memanfaatkan limbah cair untuk mengairi lahan pertaniannya. Sementara
sejumlah anak sungai di Rancaeek, di antaranya Sungai Cikijing, Cikeruh, dan Cimande kini
airnya hitam pekat karena hanya diairi limbah cair pabrik. Biasanya, pada musim kemarau ini
limbah cair yang mengalir di sejumlah sungai sangat kelihatan. Terlihat juga kondisi Sungai
Cikijing yang kini hitam pekat (Riyadi, 2008).
I.3 Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui sumber-sumber dan jenis-jenis
bahan pencemar yang memasuki dan mencemari Sungai Citarik yang notabene digunakan
sebagai sumber irigasi persawahan di daerah sekitarnya.
| Sumber dan Jenis Pencemar yang Memasuki Sungai Citarik
8
Gambar 2.
BAB II
METODE PENULISAN
Metode penulisan yang kami gunakan adalah metode pustaka, yaitu metode yang kami
lakukan dengan mempelajari dan mengumpulkan data dari pustaka yang berhubungan dengan
alat, seperti jurnal, buku, maupun informasi di internet. Sumber pustaka kami merupakan hasil
penelitian dari pihak-pihak terkait yang peduli terhadap kondisi Sungai Citarik dan Areal
Persawahan di sekitarnya. Dalam tulisan ini, kami menggunakan dua sumber jurnal penelitian,
dimana masing-masing memiliki metode yang berbeda dalam pelaksanaannya. Jurnal yang
pertama adalah jurnal hasil penelitian Husein Suganda yang mengambil contoh air baik air
sungai maupun air limbah dari industri di sekitar lokasi dan juga tanah di sekitar lokasi sebagai
sampel pengamatan yang akan diteliti. Sedangkan jurnal yang kedua adalah jurnal hasil
penelitian Dedi Nursyamsi yang hanya mengambil sampel air dari Sungai Citarik untuk diteliti.
Setelah memperoleh referensi dari jurnal, kami menganalisa kembali mengenai aspek-aspek
yang menjadi tema tulisan ini, yaitu mengenai sumber dan jenis bahan pencemar yang memasuki
Sungai Citarik. Penulisan makalah ini juga didukung dari berbagai sumber atau literature lain
sebagai penambah informasi terkait.
| Sumber dan Jenis Pencemar yang Memasuki Sungai Citarik
9
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
Kebijakan pemerintah dalam menempatkan kawasan industri di daerah persawahan yang
subur merupakan langkah yang kurang tepat, karena terjadi pengalihan fungsi lahan sawah ke
penggunaan lain. Hasil penelitian menunjukkan bahwa telah terjadi penyusutan lahan sawah
seluas 787 ha dalam beberapa tahun terakhir ini.
Salah satu dampak negatif alih fungsi lahan sawah untuk kawasan industri adalah
terjadinya pencemaran lingkungan yang diakibatkan oleh buangan limbah industri tersebut.
Menurut ketentuan, limbah yang akan dibuang ke lingkungan harus aman bagi lingkungan
biofisik lahan, badan air maupun kesehatan manusia atau hewan. Limbah tersebut harus diolah
terlebih dahulu dalam instalasi pengolah air limbah (IPAL) dan mengalami pemrosesan fisik,
kimia, dan biologi sebelum dibuang ke lingkungan atau badan air/sungai. Namun kenyataannya
limbah buangan tersebut masih sering dikeluhkan masyarakat, karena dampak negatif yang
ditimbulkannya seperti bau, warna, dan gangguan kesehatan.
Tanah yang terkena limbah zat kimia dalam konsentrasi di atas ambang batas, mungkin
tidak sakit meskipun mengandung unsur/senyawa kimia atau logam berat yang berbahaya.
Namun bila tanah tersebut ditanami, maka tanaman tersebut akan mengakumulasi unsur/senyawa
yang berbahaya, sehingga dapat menimbulkan dampak negatif bagi kesehatan manusia dan
hewan yang mengkonsumsi produk tersebut. Penelitian tentang dampak dan pergerakan jenis-
jenis unsur/senyawa yang terkandung dalam limbah dan kadar unsur/senyawa kimia dalam
limbah tersebut perlu diketahui mulai dari pusat industri sampai ke bagian hilirnya, karena
pengaruh limbahnya akan mempengaruhi luas tanam dan kualitas hasil tanaman, sehingga pada
akhirnya akan menurunkan ketahanan pangan di suatu daerah. Ketahanan pangan bertujuan
untuk meningkatkan ketersediaan komoditas pokok karbohidrat dalam jumlah yang cukup,
terdistribusi dengan harga terjangkau dan aman dikonsumsi oleh masyarakat sepanjang waktu
(Suganda, 2002)
| Sumber dan Jenis Pencemar yang Memasuki Sungai Citarik
10
Masalah seperti ini terjadi sebagai akibat perilaku pelaku industri dan penduduk, yang
pada umumnya menjadikan sungai sebagai tempat untuk membuang limbah tanpa melakukan
pengolahan yang tepat. Selain itu, industrialisasi dan urbanisasi yang pesat di daerah aliran
sungai telah menyebabkan pencemaran semakin intens mengotori badan air. Studi-studi yang
disebutkan di atas menunjukkan bahwa air limbah industri menjadi penyebab utama pencemaran
sungai. Penelitian untuk mengidentifikasi sumber-sumber pencemaran serta untuk menemukan
solusi yang tepat untuk meningkatkan kualitas air sungai-sungai yang berada di Indonesia perlu
dilakukan, disamping berupaya meningkatkan peran berbagai pemangku kepentingan yang tidak
dapat dipandang sebelah mata dan tidak dapat diabaikan.
| Sumber dan Jenis Pencemar yang Memasuki Sungai Citarik
11
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
IV.1 Sumber Pencemar yang Masuk ke Sungai Citarik
Pabrik tekstil terletak di sepanjang jalan Rancaekek-Cicalengka dan antara Cicalengka-
Majalaya, yaitu di bagian daerah persawahan Rancaekek, Cicalengka, dan Majalaya. Jumlah
pabrik antara Rancaekek-Cicalengka dan Cicalengka-Majalaya adalah 42 buah. Hampir semua
pabrik memiliki IPAL dimana limbah sebelum dilalirkan ke saluran pembuangan melalui
pemrosesan dulu, agar memenuhi baku mutu kualitas air yang dipantau oleh Badan Pengendali
Lingkungan Hidup Daerah (BAPEDALDA). Baku mutu limbah industri tekstil setelah proses
IPAL sesuai dengan kriteria yang dikeluarkan oleh BAPEDALDA harus memenuhi antara lain:
pH (6-9), air tidak berwarna dan tidak berbau, suhu air < 30 oC, dan kadar BOD dan COD
berturut-turut 85 dan 250 mg/l.
Gambar 3. Kondisi aliran sungai citarik
| Sumber dan Jenis Pencemar yang Memasuki Sungai Citarik
12
IV.2 Jenis-Jenis Bahan Pencemar yang Masuk ke Sungai Citarik
IV.2.1 Logam Berat-
Tabel 1. Unsur logam berat dan kandungannya dalam limbah pabrik tekstil dan sungai
Tabel hasil pengamatan di atas diambil dari contoh limbah pabrik dalam tiga bentuk yaitu
cair, lumpur, dan tanah, sedangkan letak pengambilannya sebelum masuk IPAL dan sesudah di
proses di IPAL.
Hasil penelitian menunjukkan kandungan bahan pencemar dan logam berat dalam limbah
terdapat dalam padatan/lumpur. Hal ini ditunjukkan bila lumpurnya dipisahkan dulu, maka kadar
logam berat dalam air limbah hampir tak terdeteksi (Pb, Cd dan Cr). Jika pabrik membuang
limbah setelah melalui proses IPAL yang baik, maka yang akan terkandung dalam limbah adalah
Cu, Zn, Co dan Ni, itupun dalam konsentrasi < 0,04 mg/l. Pada Tabel 5, terlihat kandungan anion
SO4 agak tinggi dibanding lainnya (742-1339 mg/l). Hal ini berkaitan dengan bahan yang
digunakan dalam proses pengolahan limbah yakni senyawa sulfur yang berlebihan (sodium
hydrophosphate).
| Sumber dan Jenis Pencemar yang Memasuki Sungai Citarik
13
Sedangkan untuk hasil penelitian terhadap tanah di sekitarnya, semua contoh tanah yang
dianalisis mengandung Cu, Zn, Pb, Cd, Co, Cr, dan Ni. Berdasarkan batas kritis logam berat
dalam tanah menurut Alloway (1993) terdapat tanah sawah yang mengandung logam berat
melampaui batas bawah dari kriteria batas kritis yaitu Cu, Zn, dan Co.
Tabel
2. Rata-rata logam berat pada beberapa contoh tanah di daerah survey
Laporan penelitian Adimihardja (2000, tidak dupublikasikan) menyatakan bahwa telah
terjadi peningkatan kadar logam berat pada lajhan sepanjang sungai citarik yang disekitarnya
terdapat banyak pabrik. Berdasarkan laporan tersebut, Suganda et al (2003) meneliti luas sawah
yang sudah tercemar, kadar logam berat di dalam tanah dan didalam jaringan tanaman.
Kandungan logam berat dalam jerami dan beras umumnya masih di bawah batas kritis, kecuali
Cr tergolong berbahaya (>5 ppm).
| Sumber dan Jenis Pencemar yang Memasuki Sungai Citarik
14
Tabel 3. Kisaran kadar logam berat pada jerami padi dan beras yang berasal dari sawah di sekitar pabrik tekstil Rancaekek, Kabupaten Bandung, Jawa Barat
Kandungan logam berat dalam jerami dan beras umumnya masih di bawah batas kritis,
kecuali Cr tergolong berbahaya (>5 ppm). Kadar Ni dalam jerami dan beras cukup tinggi
dibandingkan dengan logam lainnya tetapi belum ada kriteria kecukupan/nilai batas kritis dalam
tanaman, sehingga tidak dapat disimpulkan. Batas maksimum residu dalam pangan yang
ditetapkan oleh WHO adalah 0,24 ppm untuk Cd, dan 2,0 ppm untuk Pb. Meskipun kadar kedua
unsur logam berat tersebut di dalam beras dari daerah survei masih di bawah batas maksimum
yang disarankan, namun perlu diwaspadai oleh konsumen karena bila dikonsumsi secara
kontinyu akan bersifat akumulatif dan dapat membahayakan kesehatan.
1V.2.2 Kation dan Anion
Untuk kation dan anion, hasil pengamatan Suganda et al (2003) juga diperoleh dari
contoh limbah pabrik yang diambil dalam tiga bentuk yaitu cair, lumpur, dan tanah, sedangkan
letak pengambilannya sebelum masuk IPAL dan sesudah di proses di IPAL.
Tabel 5 mengindikasikan bahwa di dalam air bebas lumpur masih terlarut unsur-unsur
kimia dalam jumlah besar dan berbahaya bagi kesehatan. Bila terakumulasi dalam tanah,
menyebabkan penurunan kualitas tanah akibat berubahnya sifat fisik tanah dan terganggunya
pertukaran kation dalam tanah. Natrium adalah kation dengan kadar tertinggi dalam air bebas
lumpur berkisar antara 217- 830 mg/l. Kadar sulfat (SO4) dalam limbah dapat mencapai 101-
1251 mg/l.
| Sumber dan Jenis Pencemar yang Memasuki Sungai Citarik
15
Tabel 4. kation dan anion yang terkandung dalam air limbah pabrik tekstil
Selain itu, hasil pengamatan juga dilaporkan berdasarkan hasil penelitian Nursyamsi et al
(2001) yang mengambil contoh air dari Sub DAS Citarik. Hasil pengamatannya dapat dilihat di
tabel di bawah ini.
Tabel 5. Kadar nitrat, amonium, dan sulfat air dari berbagai sumber air di Sub DAS Citarik
IV.2.2.1 Nitrat
Kadar nitrat dari sumber air di lahan sawah Sub DAS Citarik hanya 4,61 mg/L, lebih
rendah daripada yang di lahan kering (tegalan dan kebun campuran masing-masing 10,61 dan
7,79 mg/L). Sawah mempunyai lapisan kedap air sehingga tingkat pencucian hara rendah atau
bahkan nihil. Selain itu kondisi sawah yang tergenang air mengakibatkan nilai Eh turun sehingga
nitrat berubah menjadi gas N2O dan N2 melalui proses denitrifikasi. Sistem hutan mempunyai
kadar nitrat dalam air paling rendah di Sub DAS Citarik. Sumber pencemar N di hutan relatif
rendah sehingga kadar nitrat pada sumber-sumber air di hutan juga rendah. Rata-rata kadar nitrat
di tegalan DAS Citarik tergolong cukup tinggi (Tabel 6). Nilai tersebut sedikit melewati nilai
ambang batas kadar nitrat air minum yaitu 10 mg/L. Dengan demikian maka sebagian sumur di
lahan kering DAS Citarik tidak layak untuk konsumsi manusia. Bahkan contoh air yang diambil
dari daerah pemukiman dekat pabrik bumbu masak di Namun demikian standar deviasi data ini
tinggi yang menunjukkan variasi konsentrasi nitrat dalam air sumur juga tinggi. Selain itu jumlah
contoh air yang diambil hanya empat contoh sehingga belum dapat disimpulkan.
| Sumber dan Jenis Pencemar yang Memasuki Sungai Citarik
16
Tingginya kadar nitrat dalam sumber air atau perairan dapat membahayakan kehidupan
manusia, hewan, dan ikan. Kadar nitrat yang tinggi di dalam air minum dapat menyebabkan
terganggunya sistem pencernaan manusia. Apabila kadarnya melebihi 1,0 mg/L di dalam
makanan bayi maka hal ini dapat menyebabkan gejala blue baby yang dapat menyebabkan
kematian. Untuk keperluan konsumsi sehari-hari kadar nitrat dalam air tidak boleh lebih dari 10
mg/L. Sumber air untuk perikanan akan turun kualitasnya apabila kadar nitrat lebih dari 0,5
mg/L. Nitrat yang terdapat di dalam sumber air seperti air sumur dan sungai umumnya berasal
dari pencemaran bahan-bahan kimia (pupuk urea, ZA, dan lain-lain) di bagian hulu. Pencemaran
ini disebabkan oleh tingkat kehilangan pupuk N yang tinggi, diantaranya melalui proses
pencucian dan aliran permukaan. Besarnya kehilangan dari pupuk N yang diberikan,
diperkirakan sekitar 20-40 % di India, 37 % di California, 68 % di Lousiana, 25 % di Filipina,
dan 52-71 % di Indonesia.
Kadar nitrat dalam mata air tergantung aktivitas sumber pencemar di bagian hulu,
aktivitas penggunaan air sumur itu sendiri, dan tingkat pencucian serta aliran permukaan. Selain
itu, kadar nitrat tersebut juga tergantung potensial redok (Eh). Apabila nilai Eh turun (reduktif),
nitrat akan cepat hilang menjadi gas N2O dan atau N2 melalui proses denitrifikasi. Pada kondisi
reduktif, N-amonium lebih dominan daripada N-nitrat, namun sebaliknya dalam kondisi oksidatif
N-amonium bisa berubah menjadi N-nitrat melalui proses nitrifikasi. Dengan demikian maka
pencucian N dalam sistem yang reduktif akan menghasilkan NH4+, sedangkan dalam sistem yang
oksidatif akan menghasilkan NO3-. Kehilangan N dari lahan pertanian dapat dikurangi dengan
cara mengurangi pencucian, aliran permukaan, dan jumlah N yang diberikan (pupuk dan
pestisida). Aplikasi di lapang biasanya dengan cara: penanaman cover crops, penggunaan green
manures sebagai catch crops (Muller et al., 1989), perbaikan pengelolaan tanah dan air, dan
mengurangi takaran pupuk atau meningkatkan efisiensi pemupukan N. Selain itu perubahan
sistem usaha tani seperti dari sistem lahan kering ke sawah juga dapat mengurangi kehilangan N
terutama kehilangan N dalam bentuk nitrat.
IV.2.2.2 Amonium
| Sumber dan Jenis Pencemar yang Memasuki Sungai Citarik
17
Kadar amonium dari sumber air di lahan sawah Sub DAS Citarik yakni 3,18 mg/L, lebih
tinggi daripada di lahan kering (tegalan, kebun campuran, dan hutan masing-masing 0,20, 0,02
dan 0,18 mg/L). Kondisi sawah yang selalu tergenang air dan relatif statis mengakibatkan nilai
Eh turun atau kondisi lingkungan reduktif. Pada kondisi ini amonium relatif stabil dan proses
nitrifikasi yang menghasilkan nitrat juga tertekan karena ketersediaan oksigen yang rendah.
Sumber pencemar N di hutan relatif sedikit sehingga polusi amonium pada sumber-sumber air di
hutan juga rendah. Kadar amonium dalam air sungai di Sub DAS Citarik juga termasuk rendah.
Hal ini menunjukkan bahwa polusi amonium di sumber-sumber air baik di kedua DAS tergolong
tidak serius.
IV.2.2.3 Sulfat
Kadar sulfat dari sumber air di lahan sawah Sub DAS Citarik (17,6 mg/L) lebih tinggi
daripada di lahan kering (tegalan, kebun campuran, dan hutan masing-masing 8,37, 1,54, dan
0,96 mg/L). Data tersebut menunjukkan bahwa polusi sulfat lebih banyak terjadi di lahan sawah
daripada di lahan kering. Sumber pencemar sulfat di lahan pertanian umumnya berasal dari
pupuk ZA. Dengan demikian maka dapat diduga bahwa penggunaan pupuk ZA di lahan sawah
lebih intensif daripada di lahan kering. Namun demikian secara keseluruhan, polusi sulfat pada
lahan pertanian tergolong tidak termasuk serius. Seperti halnya nitrat dan amonium sistem hutan
di Sub DAS Citarik mempunyai kadar sulfat dalam air paling rendah (Tabel 2). Sumber
pencemar S di hutan relatif sedikit sehingga polusi sulfat pada sumber-sumber air di hutan juga
rendah. Kadar sulfat dalam air sungai di Sub DAS Citarik termasuk tinggi (sebesar 42,9 mg/L).
Hal ini menunjukkan bahwa polusi sulfat dalam air sungai di Sub DAS Citarik perlu mendapat
perhatian. Sumber pencemar sulfat di sungai bukan hanya berasal dari lahan pertanian,
melainkan juga berasal dari limbah industri.
Polusi sulfat di perairan diantaranya berasal dari bahan-bahan kimia yang mengandung
sulfat seperti pupuk ZA, pestisida, dan lain-lain. Seperti halnya nitrat, sulfat juga sangat mudah
larut dalam air sehingga akan mudah pula terbawa air cucian dan aliran permukaan. Untuk
keperluan air minum, sumber air harus mempunyai kadar sulfat tidak lebih dari 200 mg/L.
| Sumber dan Jenis Pencemar yang Memasuki Sungai Citarik
18
IV.2.3 Penanggulangan
Teknologi remediasi lahan sawah tercemar logam berat di daerah ini diperlukan agar
produk pertanian yang dihasilkan memenuhi kriteria keamanan pangan.
Air limbah yang keluar dari pabrik setelah melalui IPAL diusahakan tidak langsung
dialirkan ke saluran irigasi atau sungai, tetapi perlu dialirkan dulu ke dalam kolam-kolam
yang ditanami tanaman yang mampu menyerap senyawa logam berat.
Pola tanam pada lahan sawah yang terkena limbah, saat ini perlu dikaji ulang dengan
mengganti komoditas yang tidak berorientasi pangan namun bernilai ekonomis.
| Sumber dan Jenis Pencemar yang Memasuki Sungai Citarik
19
BAB V
KESIMPULAN
Sungai Citarik merupakan sungai yang bermuara ke Sungai Citarum. Kondisi Sungai
Citarik ini bisa dibilang mengkhawatirkan karena telah tercemar oleh limbah. Terlebih lagi, air
sungai ini digunakan petani sekitar sebagai sumber irigasi untuk persawahannya, sehingga
akhirnya mengakibatkan kematian pada tanaman-tanaman persawahan tersebut. Berdasarkan
pengamatan, sumber bahan pencemar yang masuk ke Sungai Citarik berasal dari limbah industri
tekstil yang berjumlah sekitar 42 buah di sepanjang jalan dekat aliran sungai tersebut. Selain itu,
sumber pencemarnya juga berasal dari hasil kegiatan pertanian seperti penggunaan pupuk,
pestisida kimia, dan sebagainya. Sehingga saat diteliti, bahan-bahan pencemar yang ada di
Sungai Citarik antara lain adalah dari jenis logam berat dan beberapa kation serta anion. Jenis
logam beratnya antara lain Cu, Zn, Co dan Ni. Sedangkan untuk kation dan anion yang paling
dominan adalah Nitrat, Amonium, dan Sulfat. Bahan-bahan pencemar ini sudah jelas merugikan
bagi hasil pertanian warga setempat. Bahkan bahan tercemar ini sampai terserap ke dalam jerami
dan beras. Terkait dengan ini sebaiknya dilakukan penanggulangan dengan cara terbaik, agar
masalah yang ada dapat segera teratasi.
| Sumber dan Jenis Pencemar yang Memasuki Sungai Citarik
20
DAFTAR PUSTAKA
Nursyamsi, D. 2001. Kandungan Beberapa Ion Di Dalam Sumber Air di Sub Das Citarik dan
Das Kaligarang. Dikutip dari balittanah.litbang.deptan.go.id Pada tanggal 27 April 2013
Riyadi, S. 2008. 20 Tahun Limbah Mencemari Sungai Citarik. Dikutip dari
dishut.jabarprov.go.id Pada tanggal 27 April 2013
Suganda, H. 2002. Evaluasi Pencemaran Limbah Industri Tekstil untuk Kelestarian Lahan
Sawah. Dikutip dari balittanah.litbang.deptan.go.id Pada tanggal 27 April 2013
| Sumber dan Jenis Pencemar yang Memasuki Sungai Citarik
21
top related