Hemoptisis Print Galuh
Post on 17-Feb-2016
265 Views
Preview:
DESCRIPTION
Transcript
Presentasi Kasus
HEMOPTISIS
Diajukan untuk Melengkapi Tugas Kepaniteraan Klinik
Departemen Penyakit Dalam
Disusun oleh :
Galuh Ajeng Firsty
14.10221064
Pembimbing :
Dr. Dwi Hartanto, Sp.P
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL ”VETERAN” JAKARTA
2015
1
LEMBAR PENGESAHAN
PRESENTASI KASUS
HEMOPTISIS
Disusun untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik
Departemen Ilmu Penyakit Dalam
Rumah Sakit Tentara dr. Soedjono Magelang
Disusun Oleh:
Galuh Ajeng Firsty 14.10221064
Telah disetujui oleh Pembimbing:
Nama pembimbing Tanda Tangan Tanggal
dr. Dwi Hartanto, Sp.P ....................... .............................
2
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah SWT,
karena atas rahmat dan karunia-NYA penulis dapat menyelesaikan pembuatan
presentasi kasus dengan judul “HEMOPTISIS”, yang merupakan salah satu syarat
dalam melaksanakan kepaniteraan klinik Pendidikan Profesi Dokter di Bagian Ilmu
Penyakit Dalam Rumah Sakit Tentara dr Soedjono Magelang.
Dalam menyelesaikan tugas ini penulis mengucapkan terima kasih kepada
dr Dwi Hartanto, Sp.P selaku pembimbing dalam pembuatan presentasi kasus ini dan
berbagai pihak yang telah membantu pembuatan laporan kasus ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan presentasi kasus ini banyak
terdapat kekurangan dan juga masih jauh dari kesempurnaan sehingga penulis
mengharapkan kritik dan saran dari pembaca.
Magelang, 26 Juni 2015
Penulis
3
DAFTAR ISI
Halaman
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................. 1
BAB II STATUS PASIEN .............................................................................................. 3
BAB III TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................... 17
1. Hemoptisis.......................................................................................... 17
a. Definisi .......................................................................................... 18
b. Klasifikasi ..................................................................................... 18
c. Patofisiologi ................................................................................... 19
d. Diagnosis ....................................................................................... 20
e. Penatalaksanaan ............................................................................. 39
f. Prognosis......................................................................................... 41
g. Pencegahan..................................................................................... 42
DAFTAR PUSTAKA
4
BAB I
PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Batuk darah adalah salah satu gejala penting pada penyakit paru. Batuk darah
mempunyai potensi untuk terjadi kegawatan akibat perdarahan yang terjadi, bila tidak
segera ditangani secara tepat dan intensif, batuk darah yang masif akan menyebabkan
angka kematian yang tinggi (Pitoyo, 2006).
Batuk darah terkadang sulit didiagnosis, salah satu faktor penyebabnya adalah
akibat ketakutan pasien mengenai gejala ini hingga terkadang pasien akan menahan
batuknya, hal ini akan memperburuk keadaan karena akan timbul penyulit seperti
penyumbatan saluran nafas, asfiksi dan eksanguinasi (PAPDI, 2006).
Pada umumnnya, pasien dengan batuk darah telah mempunyai penyakit yang
mendasari dengan gejala lain sebelumnya, seperti batuk atau sesak. Tetapi gejala ini
tidak sampai mendorong pasien untuk datang berobat. Hingga muncul gejala batuk
darah, yang merupakan keadaan yang menakutkan bagi pasien dan keluarga, hingga
akan mendorong pasien untuk datang berobat (PAPDI, 2006).
Batuk darah ini harus segera ditangani dan dicari penyakit yang mendasarinya
dengan cepat dan tepat. Penegakan diagnosis dapat dilakukan dengan anamnesis yang
cermat, pemeriksaan fisik serta pemeriksaan penunjang (PAPDI, 2006).
I.2. Tujuan Penulisan
Tujuan umum penulisan presentasi kasus ini adalah untuk memberikan
informasi mengenai definisi, etiologi, patofisiologi, diagnosis dari hemoptisis
Tujuan khusus penulisan kasus ini adalah untuk memenuhi tugas di
Kepaniteraan klinik Ilmu Penyakit Dalam.
5
I.3. Manfaat Penulisan
Penulisan presentasi kasus ini diharapkan dapat dijadikan bahan kepustakaan
dan menambah pengetahuan serta wawasan mengenai hemoptisis
6
BAB II
LAPORAN KASUS
II.1. Identitas Pasien
Nomor RM : 085847
Nama : Ny. Mj
Umur : 75 tahun / 05-05-1940
Jenis kelamin : Perempuan
Status perkawinan : Sudah menikah
Suku bangsa : Jawa
Agama : Islam
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Dusun Sambung Letis 018/009
Tanggal masuk : 7 Juni 2015 jam 00.01 WIB (IGD RST dr. Soedjono)
Tanggal periksa : 7 Juni 2015 jam 06.00 WIB (Bangsal Seruni RST dr.
Soedjono)
II.2 Anamnesa (Autoanamnesis)
1. Keluhan Utama : Batuk darah
2. Onset : tiba-tiba (1/2 jam SMRS)
3. Keluhan Tambahan : Demam (+), menggigil (+), keringat di malam
hari (+), suara serak (+), nafas terasa lebih sesak.
4. Riwayat penyakit sekarang :
Pasien mengaku sudah batuk kering sejak hari kamis (3 hari SMRS). Mulai berdarah
sejak ½ jam SMRS. Keluhan tambahan dirasakan sejak 1 hari SMRS. BAB dan BAK
lancar. Tidak dirasakan mual, muntah.
Riwayat penyakit dahulu
a. Riwayat dengan keluhan sama : diakui
Riwayat TB paru (tahun 2013) dan sudah dinyatakan sembuh
7
b. Riwayat penyakit tiroid : disangkal
c. Riwayat penyakit hipertensi : disangkal
d. Riwayat penyakit jantung : disangkal
e. Riwayat penyakit DM : disangkal
f. Riwayat alergi : disangkal
g. Riwayat asma : disangkal
h. Riwayat trauma : disangkal
5. Riwayat penyakit keluarga
a. Riwayat keluhan yang sama : disangkal
b. Riwayat penyakit tiroid : disangkal
c. Riwayat penyakit hipertensi : disangkal
d. Riwayat penyakit jantung : disangkal
e. Riwayat penyakit DM : disangkal
f. Riwayat penyakit asma : disangkal
g. Riwayat alergi : disangkal
6. Status sosial dan ekonomi
a. Keluarga : Pasien sudah menikah dan mempunyai 4 orang anak,
pasien
Hubungan pasien dan keluarganya tergolong baik.
b. Lingkungan : Hubungan pasien dengan tetangga dan lingkungan
sekitar adalah baik.
c. Tempat tinggal : Pasien tinggal di suatu pedesaaan. Di rumah yang
sederhana.
d. Personal : Pasien sudah tidak aktif bekerja.
Sehari-hari pasien hanya melakukan aktivitas ringan dan selebihnya
pasien hanya beristirahat di tempat tidur
e. Ekonomi : Karena pasien sudah tidak aktif bekerja, serta suami
sudah meninggal. Maka penghasilan pasien hanya didapat dari
penghasilan anak-anaknya.
8
II.3. Pemeriksaan Fisik (Tanggal 7 Juni 2015 – Seruni)
Keadaan Umum/kesadaran : Sakit sedang / compos mentis
GCS : E4V5M6
Vital sign : Tekanan darah : 150/80 mmHg
Nadi : 82 x/menit reguler-reguler, isi
dan tekanan cukup
Respirasi : 25 x/menit
Suhu : 36,50 C
Status Generalis :
1. Kepala : Simetris, normocephal, venektasi temporal (-),
rambut hitam bercampur putih, tidak mudah dicabut, distribusi
merata.
2. Mata : Conjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil
bulat isokor 3 mm/3 mm, reflek cahaya (+/+)
3. Hidung : Discharge/sekret (-), deviasi septum nasi (-), napas
cuping hidung (-)
4. Telinga : Simetris kanan kiri, discharge (-)
5. Mulut : mukosa kering (-), bibir sianosis (-), lidah sianosis
(-), lidah kotor (-)
Status Lokalis
1. Leher :
Inspeksi : Dev. Trachea (-), JVP 5 + 2 cm H2O
Palpasi : Tidak teraba membesar pada KGB sekitar dan kelenjar tiroid
2. Thorax
9
Paru
Inspeksi : Dada simetris
Bentuk normochest
Retraksi (-)
Pelebaran sela iga (-)
Palpasi : Vokal fremitus tidak simetris
(Kiri lebih redup)
Nafas tertinggal (-)
Perkusi : Sonor pada seluruh lapang paru kiri. Redup pada lapang paru
kanan
Auskultasi : Suara dasar vesikuler +/+ melemah , ronkhi +/+, wheezing
-/-
Jantung
Inspeksi : Ictus Cordis terlihat di SIC V LMCS
Palpasi : Ictus Cordis teraba SIC V LMCS
Pulsasi epigastrik (-), pulsasi parasternal (-).
Perkusi : Batas kanan atas SIC II LPSD
Batas kanan bawah SIC IV LPSD
Batas kiri atas SIC II LPSS
Batas kiri bawah SIC V LMCS
Auskultasi : S1 > S2 di apeks reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
Inspeksi : Datar, venektasi (-) , sikatrik (-), spider navy (-),
distensi (-), striae (-)
Auskultasi : Bising usus (+) 3x
Perkusi : Timpani, pekak sisi (-), pekak alih (-)
Palpasi : Supel (+), nyeri tekan (-), undulasi (-)
Hepar : tidak teraba
Lien : tidak teraba
10
Massa : tidak teraba
Nyeri ketok : (-)
3. Ekstremitas
Superior Inferior
Dekstra :
Edema(-), sianosis (-),hematom (-),
tremor (-), perubahan warna kuku
(-), ulkus (-), nyeri (-), hangat (+),
turgor (+), Clubbing finger (-)
Dekstra :
Edema(-), sianosis (-),
hematom (-),tremor (-),
perubahan warna kuku (-),
ulkus (-),nyeri (-), hangat
(+),turgor (+), Clubbing
finger (-)
Sinistra :
Edema(-),sianosis (-),hematom (-),
tremor (-), perubahan warna kuku
(-), ulkus (-), nyeri (-), hangat (+),
terpasang infus , turgor (+),
Clubbing finger (-)
Sinistra :
Edema(-),sianosis (-),
hematom (-), tremor (-),
ulkus (-), nyeri (+),hangat
(+), turgor (+), Clubbing
finger (-)
II.4 Pemeriksaan Penunjang
Hasil laboratorium tanggal 06 Juni 2015
PEMERIKSAAN HASIL NILAI RUJUKANDARAH LENGKAPHemoglobin 10,0 g/dl 12,0-16,0Leukosit 7600/ul 4800-10800Hematokrit 28,1% 37-47Eritrosit 4,69jt/ul 4,2-5,4TrombositLED
213000/ul74
150.000-450.000
11
KIMIA KLINIKUreaKreatinin
11 mg/dl0,9 mg/dl
8-50 0-1,3
PEMERIKSAAN HASIL NILAI RUJUKANKIMIIA KLINIKSGOTSGPT
16 mg/dl12 mg,dl
3-35 mg/dL8-41 mg/dL
II.5. Rontgen thorax :
Cor : Bentuk dan jantung normal
Pulmo : corakan meningkat
Tampak perselubungan homogen pada pulmo dextra
II.6. Bronkoskopi :
(Pemeriksan tanggal 09 juni 2015)
Plika vokalis: Intak, tampak darah mengental
Trakea : dalam batas normal
Karina : Tajam, tampak darah mengental
Buka, Trunkus : dalam batas normal
LAKA : Banyak sputum putih setelah dibilas tampak normal
LMKA : Ada perdarahan aktif setelah dibilas mudah berhenti
LBKA : Banyak perdarahan aktif setelah dibilas masih tampak produktif
BUKI, LAKI, LINGULA, LBKI : dalam batas normal
Kesimpulan :
Proses perdarahan aktif di lobus medius dan bawah paru kanan serta proses
keradangan di lobus atas kanan
12
II.7. Daftar Masalah
1. Hemoptisis
2. Keringat di malam hari
3. Demam
4. Ronkhi +/+
5. Hipertensi
6. Vokal fremitus tidak simetris
7. Hb : 10 gr/dL
8. LED : 74
9. Rontgen : Corakan meningkat, perselubungan homogen pulmo dextra
10. Bronkoskopi : proses perdarahan aktif di lobus median dan bawah paru
kanan serta proses keradangan
II.8. Assesment :
1. TB paru relaps
2. Bronkitis kronik
3. Neoplasma paru
4. Hipertensi grade I
5. Anemia
II.9. Penatalaksanaan
a. Planning diagnostik
1) Pemeriksaan Laboratorium
13
2) Pemeriksaan radiologis : foto thorax
3) Sputum BTA
4) Pemeriksaan penunjang : elektrokardiogram (EKG)
5) Bronkoskopy
6) Patologi Anatomi
b. Terapi
1) Assering 16 tpm
2) Inj Transamin 3x1
3) Inj Omeprazol
4) Codein 3x10 mg
5) Viliron 2x1
c. Monitoring
1) Keadaan umum
2) Vital sign
d. Edukasi
1. Menjelaskan kepada keluarga pasien tentang penyakit, prognosa, dan
pengobatan.
2. Masker jika berpergian
3. Jangan berada disekita orang yang merokok
4. Saat batuk di tutup menggunakan sapu tangan
e. Prognosis
Dubia ad Bonam
Ruang/ Tanggal Perkembangan Terapi yang
diberikan Assessment Masalah
IGD
07-6-15
Pkl 00.00
S: Batuk darah ± 200 cc, nyeri dada sebelah kiri bawah
Kesadaran : Compos mentis
E : 4
- Infus RL
- Inj Kalnex dan Vit K
- Konsul dr sp
Hemoptisis
Susp TB paru
Batuk mengeluarkan darah
14
06.00 WIB
M : 6
V : 5
TD : 150/80 mmHg
N: 82 x/mnt
S : 36,5 0C
RR : 25 x/menit
Mata : Ca -/- , Si -/-
Leher : tidak teraba membesar, JVP 5+2 cm H2O.
Pulmo : SD Ves+/+ melemah, Rbh -/-, Rbk +/+, Wh -/-
Cor: teraba SIC V LMCS, S1>S2, regular, murmur(-), gallop (-), Pul. Parasternal (-), Pul. Epigastrik (-).
Abd: datar, BU (+), nyeri tekan (-)
Ekstremitas : edema (-), sian (-), hangat (+), pucat (-)
Keluhan : Batuk darah, nyeri dada kiri bawah
KU : Sakit sedang
Kesadaran : CM
TD : 130/70 mmhg
HR : 80x/mnt
RR : 24x
Mata : Ca -/- , Si -/-
Leher : tidak teraba membesar, JVP 5+2 cm H2O.
Pulmo : SD Ves+/+ melemah,
Monitor KU, kes, dan VS
Transamin 3x1
OMZ 1x1
Codein 3x10 mg
Hemoptisis
15
Rbh -/-, Rbk +/+, Wh -/-
Cor: teraba SIC V LMCS, S1>S2, regular, murmur(-), gallop (-), Pul. Parasternal (-), Pul. Epigastrik (-).
Abd: datar, BU (+), nyeri tekan (-)
Ekstremitas : edema (-)sian (-), hangat (+), pucat (-)
08-06-15
Pkl 06.00
Ku/ Kes: Sedang, CM
TD : 110/70 mmHg
N : 90 x/menit
RR : 20 x/ menit
Suhu : 36 0C
Mata : Ca -/- , Si -/-
Leher : tidak teraba membesar, JVP 5+2 cm H2O.
Pulmo : SD Ves+/+ melemah, Rbh -/-, Rbk +/+, Wh -/-
Cor: teraba SIC V LMCS, S1>S2, regular, murmur(-), gallop (-), Pul. Parasternal (-), Pul. Epigastrik (-).
Abd: datar, BU (+), nyeri tekan (-)
Ekstremitas : edema (-), sian (-), hangat (+), pucat (-)
Monitoring KU, Kes, TTV
Puasa karena rencana bronkoskopy
Hemoptisis recurrent ec TB lama reaktif
Bangsal
09-06-2015
S: Batuk darah berkurang, dada sudah tidak terasa berat
KU/Kes: sakit sedang/ CM
Monitor KU
TTV
Puasa 2 jam
Hemoptisis reccurent dd infeksi, maligna
16
10-05-15
TD : 150/90 mmHg
N : 84x/menit
RR : 20 x/ menit
Suhu : 36,5 0C
Mata : Ca -/-, Si -/-
Hidung: NCH (-)
Mulut: bibir sian (-), lidah sian (-)
Leher : Deviasi trakea (-), JVP 5+2 cm H2O.
Pulmo : SD Ves+/+, Rbh -/-, Rbk -/-, Wh -/-
Cor: terab SIC V LMCS, S1>S2, regular, murmur(-), Gallop (-).
Abd: datar, BU (+) ,pekak sisi (-), pekak alih (-), supel, nyeri tekan (-), hepar ttb, lien ttb
Ekstremitas : edema (-), sian (-), hangat (+), pucat (-)
S: Batuk darah berkurang, dada sudah tidak terasa berat dan panas
KU/Kes: sakit sedang/ CM
TD : 130/90 mmHg
N : 82x/menit
RR : 20 x/ menit
Suhu : 36,2 0C
Mata : Ca -/-, Si -/-
Hidung: NCH (-)
post
broncoscopy
Monitoring KU,
Kes, TTVAss 16 tpm
Inj Transamin 3x1
Inj omz 1x1
Codein 3x10 mg
Viliron 2x1
Inj Vit K 3x1
17
Mulut: bibir sian (-), lidah sian (-)
Leher : Deviasi trakea (-), JVP 5+2 cm H2O.
Pulmo : SD Ves+/+, Rbh -/-, Rbk -/-, Wh -/-
Cor: terab SIC V LMCS, S1>S2, regular, murmur(-), Gallop (-).
Abd: datar, BU (+) ,pekak sisi (-), pekak alih (-), supel, nyeri tekan (-), hepar ttb, lien ttb
Ekstremitas : edema (-), sian (-), hangat (+), pucat (-)
18
19
Hasil pemeriksaan patologi anatomi :
BAB II
20
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Batuk darah atau hemoptisis adalah mendahakkan darah yang berasal dari
bronkus atau paru. Hemoptisis berasal dari bahasa Yunani, yaitu haima yang berarti
darah, dan ptysis yang berarti meludah. Hemoptisis bisa banyak, atau pula bisa sedikit
sehingga hanya berupa garis merah cerah di dahak. Hemoptisis masif adalah
ekspektorasi 600 ml darah dalam 24 sampai 48 jam. Hemoptisis dinyatakan sebagai
nyata atau jelas bila lebih dari sekedar garis di sputum namun kurang dari kriteria
masif. Hemoptisis juga bisa berupabekuan darah hitam bila darah sudah terdapat
dalam saluran napas berhari-hari sebelum dapat didahakkan (Pitoyo, 2006).
Pseudohemoptosis adalah membatukkan darah yang bukan berasal dari
saluran napas bagian bawah. Hemoptisis palsu seperti ini dapat berasal dari rongga
mulut, hidung, farings, lidah atau bahkan hematemesis yang masuk ke tenggorokan
dan memancing refleks batuk (Pitoyo, 2006).
B. Etiologi
Etiologi hemoptisis paling banyak disebabkan oleh bronkitis akut dan kronis,
pneumonia dan kanker paru (Bidwell, 2005). Upaya menduga etiologi hemoptisis
dapat dilakukan dari pendekatan masif atau tidak masifnya hemoptisis. Pada dasarnya
semua penyebab hemoptisis dapat menyebabkan hemoptisis masif, akan tetapi
penyebab terseringnya adalah infeksi (terutama tuberkolusis), bronkiektasis dan
keganasan. Pada aspergiloma, fibrosis kistik serta berbagai penyakit parenkimal paru
difus umumnya terjadi hemoptisis masif bila terinfeksi (PAPDI, 2006).
Kelainan immunologi juga dapat menyebabkan perdarahan intrapulmonar
difus yang harus dipertimbangkan pada hemoptisis masif tanpa etiologi lain yang
jelas. Fistula arteri trakheal sering terjadi sebagai komplikasi dari trakeostomi.
Sementara itu ruptur arteri pulmonalis bisa terjadi pada kateterisasi dengan
pengembangan balon. Harus diingat bahwa 2 hingga 32% kasus hemoptisis tidak
21
dikethaui penyebabnya atau idiopatik. Hemoptosis idiopatik disebut juga hemoptisis
esensial. Hemoptisis esensial umumnya menyebabkan hemoptisis tidak masif,
walaupun pada hemoptisis masif <5% adalah idiopatik. Prognosis untuk hemoptisis
idiopatik adalah bagus dan sebagian besar pasien akan mengalami perbaikan dan
penyembuhan dalam 6 bulan (Pitoyo, 2006).
Pada keganasan yang bermetasatis ke paru, biasanya jarang sekali ditemukan
hemoptisis. Pada keadaan tertentu penyakit jantung pembeuluh darah yang terdapat
hipertensi vena pulmonal dapat menyebabkan hemoptisis. Untuk mencari etiologi
hemoptisis, secara rutin perlu dilakukan evaluasi anamnesis, pemeriksaan fisik,
hemogram darah perifer lengkap, urinalisis, tes koagulasi, elektrokardiografi, dan foto
thoraks. Kecuali pada kasus atau diduga kasus emboli paru, fistula aortapulmonar dan
gagal jantung, bronkoskopi perlu dilakukan pada kasus-kasus hemoptisis, bila sarana
memungkinkan (PAPDI, 2006).
Beberapa etiologi dari batuk darah (PAPDI, 2006):
1. Batuk darah idiopatik.
Yaitu batuk darah yang tidak diketahui penyebabnya, dengan insiden
0,5 sampai 58% . dimana perbandingan antara pria dan wanita adalah 2:1.
Biasanya terjadi pada umur 30- 50 tahun kebanyakan 40-60 tahun Yang
berhenti spontan dengan suportif terapi.
2. Batuk darah sekunder.
Yaitu batuk darah yang diketahui penyebabnya :
a. Oleh karena peradangan , ditandai vascularisasi arteri bronkiale >
4% (normal 1%)
1) TB : batuk sedikit-sedikit , masif perdarahannya, bergumpal.
2) Bronkiektasis : campur purulen
3) Apses paru : campur purulen
4) Pneumonia : warna merah bata encer berbuih
5) Bronkitis : sedikit-sedikit campur darah atau lendir
b. Neoplasma
1) Karsinoma paru: 23% hemoptisis di Amerika serikat
22
2) Adenoma
c. Lain-lain:
1) Trombo emboli paru – infark paru
2) Mitral stenosis
3) Kelainan kongenital aliran darah paru meningkat (ASD / VSD)
4) Trauma dada
C. Patogenesis
Arteri-arteri bronkialis adalah sumber darah utama bagi saluran nafas (dari
bronkus utama hingga bronkiulus terminalis),pleura, jaringan limfoid intra pulmonar,
serta persarafan di daerah hilus. Arteripulmonalis yang pada dasarnya adalah
membawa darah dari vena sistemik, memperdarahi jaringan parenkim paru, termasuk
bronkiulus respiratorius. Anastomosis arteri dan vena bronkopulmonar yang
merupakan hubungan antara kedua sumber perdarahandi atas, terjadi di dekat
persambungan antara bronkiulus respiratorius dan terminalis. Anastomosis ini
memungkinkan kedua sumber untuk saling mengimbangi (Pitoyo, 2006).
Apabila aliran dari salah satu sistem meningkat maka pada sistem yang lain
akan menurun. Studi arteriografi menunjukkan bahwa 92% hemoptisis berasal dari
arteri-arteri bronkialis.Patogenenesis hemoptisis bergantung dari tipe dan lokasi dari
kelainan. Secara umum bila perdarahan berasal dari lesi endobronkial, maka
perdarahan adalah sirkulasi pulmoner. Pada keadaan kronik dimana terjadi
perdarahan berulang maka perdarahan sering kali berhubungan dengan peningkatan
vaskularitas di lokasi yang terlibat.
Pada karsinoma bronkogenik perdarahan berasal dari nekrosis tumor serta
terjadinya hipervaskularisasi pada tumor, atau juga bisa berhubungan dengan invasi
tumor ke pembuluh darah besar. Pada adenoma bronkial, perdarahan sering terjadi
dari ruptur pembuluh-pembuluh darah permukaan yang menonjol. Pada bronkiektasis
perdarahan terjadi akibat iritasi oleh infeksi dari jaringan granulasi yang
menggantikan dinding bronkus yang normal (Pitoyo, 2006).
23
Walaupun masih diperdebatkan, tetapu mekanisme hemoptisis pada stenosis
mitral dan gagal jantung diduga berasal dari pecahnya varises dari vena bronkialis di
submukosa bronkus besar akibat dari hipertensi vena pulmonais. Hal ini tampak dari
pelebaran pembuluh-pembuluh darah yang beranastomosis anatara arteri bronkialis
dan pulmonalis (Wihastuti, 1999)
Pada emboli paru hemoptisis tampaknya timbul dari infark jaringan paru. Bisa
juga perdarahan akibat aliran darah berlebihan pada anastomosis bronkopolmunar
pada sebelah distal dari tempat sumbatan (Wihastuti, 1999).
Pada tuberkulosis penyebab perdarahan bisa sangat beragam.pada lesi
parenkim akut, perdarahan bisa akibat nekrosis percabangan arteri/vena. Pada lesi
kronik, lesi fibroulseratif parenkim paru dengan kavitas bisa memiliki tonjlan
aneurisma arteri ke rongga kavitas yang mudah berdarah. Pada tuberkolusis
endobronkial, hemoptosis disebabkan ileh ulserasi granulasi dari mukosa bronkus.
Pada trakeostomi,perdarahan bisa terjadi akibat fistula trakeoarteri terutama dari
arteri inominata. Perdarahan difus intra pulmonal yang berasal dari pecahnya kapiler
bisa terjadi pada berbagai penyakit autoimun (Pitoyo, 2006).
D. Gejala Klinis
Untuk mengetahui penyebab batuk darah kita harus memastikan bahwa
perdarahan tersebut berasal dari saluran pernafasan bawah, dan bukan berasal dari
nasofaring atau gastrointestinal. Dengan perkataan lain bahwa penderita tersebut
benar-benar batuk darah dan bukan muntah darah (Alsagaff, 2009)
Kriteria batuk darah (PAPDI):
1. Batuk darah ringan (<25cc/24 jam)
2. Batuk darah berat (25-250cc/ 24 jam)
3. Batuk darah masif (batuk darah masif adalah batuk yang mengeluarkan darah
sedikitnya 600 ml dalam 24 jam).
4. Kriteria yang paling banyak dipakai untuk hemoptisis masif (Amirullah,
2004) :
24
a. Apabila pasien mengalami batuk darah lebih dari 600 cc / 24 jam dan
dalam pengamatannya perdarahan tidak berhenti.
b. Apabila pasien mengalami batuk darah kurang dari 600 cc / 24 jam dan
tetapi lebih dari 250 cc / 24 jam jam dengan kadar Hb kurang dari 10 g%,
sedangkan batuk darahnya masih terus berlangsung.
c. Apabila pasien mengalami batuk darah kurang dari 600 cc / 24 jam dan
tetapi lebih dari 250 cc / 24 jam dengan kadar Hb kurang dari 10 g%,
tetapi selama pengamatan 48 jam yang disertai dengan perawatan
konservatif batuk darah tersebut tidak berhenti.
Tabel 1.Tabel membedakan batuk darah dengan muntah darah
No Keadaan BATUK DARAH MUNTAH DARAH
1 Prodromal Darah dibatukkan dengan
rasa panas di tenggorokan
Darah dimuntahkan
dengan rasa mual (Mual
Stomach Distress)
2 Onset Darah dibatukkan, dapat
disertai dengan muntah
Darah dimuntahkan, dapat
disertai dengan batuk
3 Tampilan Darah berbuih Darah tidak berbuih
4 Warna Merah segar Merah tua
5 Isi Lekosit, mikroorganisme,
hemosiderin, makrofag
Sisa makanan
6 Ph Alkalis Asam
7 Riwayat
penyakit dahulu
Penyakit paru Peminum alkohol, ulcus
pepticum, kelainan hepar
25
(RPD)
8 Anemis Kadang tidak dijumpai Sering disertai anemis
9 Tinja Blood test (-) /
Benzidine Test (-)
Blood Test (+) /
Benzidine Test (+)
(Gaude, 2010)
E. Diagnosis
Diagnosis biasanya ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik
dan gambaran radiologis. Untuk menegakkan diagnosis, seperti halnya pada
penyakit lain perlu dilakukan urutan- urutan dari anamnesis yang teliti hingga
pemeriksaan fisik maupun penunjang sehingga penanganannya dapat disesuaikan
(Wihastuti, 1999).
Evaluasi terhadapt respiratori dan kardiovaskuler adalah elemen penting
dalam penilaian hemoptisis. Pasien dengan perdarahan yang menyebabkan
gangguan pertukaran gas, gangguan ventilasi atau ketidakstabilan kardiovaskuler
membutuhkan penatalaksanaan yang segera.meskipun berguna dalam menilai
penyebab dan keparahan dari perdarahan, pemeriksaan fisik dapat tidak terlalu
berguna dalam menentukan lokasi dari perdarahan. Inpeksi thoraks dapat berguna
pada pasien dengan perdarahan akibat dari trauma. Menemukan memar dan
trauma tajam yang menembus rongga thoraks penting dan dapat menunjukkan
lokasi dari perdarahan. Auskultasi, terdengan stridor, wheezingm ronki dan suada
dasar paru yang berkurang kemungkinan dicurigai terdapat obstruksi oleh benda
asing, bronkiektasis akibat penyakit paru obstruktif kronik (PPOK), congestif
heart failure (CHF) atau terdapat konsolodasi darah. Pemeriksaan jantung dapat
ditemukan suara murmur diastolik atau S4 yang berasal dari CHF dengan etiologi
stenosis mitral dan hipertensi yang tidak terkontrol. Selain itu, dokter harus
waspada juga karena pada hemoptisis juga dapat ditemukan hasil pemeriksaan
fisik paru yang normal (Corder, 2003).
26
1. Anamnesis
Hal-hal yang perlu ditanyakan dalam hal batuk darah adalah:
a. Jumlah dan warna darah yang dibatukkan
b. Lamanya perdarahan
c. Batuk yang diderita bersifat produktif atau tidak
d. Batuk terjadi sebelum atau sesudah perdarahan
e. Ada merasakan nyeri dada, nyeri substernal atau nyeri pleuritik
f. Hubungannya perdarahan dengan gerakan fisik, istirahat, posisi badan
dan batuk
g. Riwayat penyakit paru atau jantung terdahulu
2. Pemeriksaan fisik
Untuk mengetahui perkiraan penyebab.
a. Panas merupakan tanda adanya peradangan.
b. Auskultasi : Rales
- Kemungkinan menonjolkan lokasi
- Ada aspirasi
- Ronchi menetap , whezing lokal, kemungkinan penyumbatan
oleh : Ca, bekuan darah
c. Friction Rub : emboli paru atau infark paru
27
d. Clubbing : bronkiektasis, neoplasma
Gambar 1. Diagnosis Hemoptisis berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik
(Bidwell, 2005)
F. Pemeriksaan penunjang
Foto toraks dalam posisi PA dan lateral hendaklah dibuat pada setiap
penderita hemoptisis masif. Gambaran opasitas dapat menunjukkan tempat
perdarahannya. Pemeriksaan bronkografi untuk mengetahui adanya bronkiektasis,
sebab sebagian penderita bronkiektasis sukar terlihat pada pemeriksaan X-foto toraks.
Pemeriksaan dahak baik secara bakteriologi maupun sitologi (bahan dapat diambil
dari dahak dengan pemeriksaan bronkoskopi atau dahak langsung) (Arief, 2009).
28
Bronkoskopi dilakukan untuk menentukan sumber perdarahan dan sekaligus
untuk penghisapan darah yang keluar, supaya tidak terjadi penyumbatan. Sebaiknya
dilakukan sebelum perdarahan berhenti, karena dengan demikian sumber perdarahan
dapat diketahui (Arief, 2009).
Adapun indikasi bronkoskopi pada batuk darah adalah :
Bila radiologik tidak didapatkan kelainan
Batuk darah yang berulang
Batuk darah masif : sebagai tindakan terapeutik
Tindakan bronkoskopi merupakan sarana untuk menentukan diagnosis, lokasi
perdarahan, maupun persiapan operasi, namun waktu yang tepat untuk melakukannya
merupakan pendapat yang masih kontroversial, mengingat bahwa selama masa
perdarahan, bronkoskopi akan menimbulkan batuk yang lebih impulsif, sehingga
dapat memperhebat perdarahan disamping memperburuk fungsi pernapasan. Lavase
dengan bronkoskop fiberoptik dapat menilai bronkoskopi merupakan hal yang mutlak
untuk menentukan lokasi perdarahan (Pitoyo, 2006).
Dalam mencari sumber perdarahan pada lobus superior, bronkoskop serat
optik jauh lebih bagus, sedangkan bronkoskop metal sangat bermanfaat dalam
membersihkan jalan napas dari bekuan darah serta mengambil benda asing,
disamping itu dapat melakukan penamponan dengan balon khusus di tempat
terjadinya perdarahan .
Pemeriksaan sputum adalah pemeriksaan tambahan untuk menyingkirkan
beberapa diagnosis banding. Apabila etiologi dari hemoptisis dicurigai ke aras
infeksi, maka sebaiknya mengambil sputum untuk dilakukan pewarnaan gram dan
BTA. Kultur bakteri, jamur dan mikobakterium dapat dilakukan apabila dibutuhkan
lebih lanjut. Sitologi sputum dapat dilakukan apabila dicurigai adanya kanker,
riwayat merokok, usia diatas 40 tahun dan penemuan abnormal pada foto thoraks.
Selain itu juga dapat dilakukan pemeriksaan kimiawi pada sputum. Apabila pH darah
basa, kemungkinan darah berasal dari traktus respiratorius. Apabila pH darah asam,
kemungkinan berasal dari sumber lain (traktus digestifus). Jika terdapat makrofag
alveolar kemungkinan darah tersebut adalah hemoptisis, namun jika terdapat sisa
29
makanan bercampur dengan sputum, kemungkinan besar adalah hematemesis
(Corder, 2003).
G. Penatalaksanaan
Tujuan pokok terapi ialah:
1. Mencegah asfiksia
2. Menghentikan perdarahan
3. Mengobati penyebab utama perdarahan
Langkah-langkah penatalaksanaan hemoptisis (Pitoyo, 2006)
Pemantauan menunjang fungsi vital
Pemantauan dan tatalaksana hipotensi, anemia dan kolaps
kardiovaskuler
Pemberian oksigen, cairan plasma expander dan darah
dipertimbangkan sejak awal
Pasien dibimbing untuk batuk yang benar
Mencegah obstruksi saluran napas
Kepala pasien diarahkan ke bawah untuk cegah aspirasi
Kadang memerlukan pengisapan darah, intubasi atau bahkan
bronkoskopi
Menghentikan perdarahan
Pemasangan kateter balon oklusi forgarty untuk tamponade
perdarahan
Teknik lain dengan embolisasi arteri bronkialis dan pembedahan
Sasaran-sasaran terapi yang utama adalah memberikan support
kardiopulmaner dan mengendalikan perdarahan sambil mencegah asfiksia yang
merupakan penyebab utama kematian pada para pasien dengan hemoptisis massif
(Amirullah, 2004).
Masalah utama dalam hemoptosis adalah terjadinya pembekuan dalam saluran
napas yang menyebabkan asfiksia. Bila terjadi afsiksi, tingkat kegawatan hemoptisis
paling tinggi dan menyebabkan kegagalan organ yang multipel. Hemoptosis dalam
30
jumlah kecil dengan refleks batuk yang buruk dapat menyebabkan kematian. Dalam
jumlah banyak dapat menimbukan renjatan hipovolemik (Amirullah, 2004).
Pada prinsipnya, terapi yang dapat dilakukan adalah :
1. Terapi konservatif
Penatalaksanaan batuk darah masif di Biro Pulmologi Rumkital
dr.Mintohardjo dengan cara Konservatif. Dasar-dasar pengobatanYang
diberikan sebagai berikut (Osaki, 2000).
- Mencegah penyumbatan saluran nafas.
- Memperbaiki keadaan umum penderita.
- Menghentikan perdarahan.
- Mengobati penyakit yang mendasarinya (underlying disease).
Mencegah penyumbatan saluran nafas.
Penderita yang masih mempunyai refleks batuk baik dapat diletakkan dalam
posisi duduk, atau setengah duduk dan disuruh membatukkan darah yang terasa
menyumbat saluran nafas. Dapat dibantu dengan pengisapan darah dari jalan nafas
dengan alat pengisap. Jangan sekali-kali disuruh menahan batuk (Osaki, 2006).
Penderita yang tidak mempunyai refleks batuk yang baik, diletakkan dalam
posisi tidur miring kesebelah dari mana diduga asal perdarahan, dan sedikit
trendelenburg untuk mencegah aspirasi darah ke paru yang sehat. Kalau masih dapat
penderita disuruh batuk bila terasa ada darah di saluran nafas yang menyumbat,
sambil dilakukan pengisapan darah dengan alat pengisap. Kalau perlu dapat dipasang
tube endotrakeal (Osaki, 2006).
Batuk-batuk yang terlalu banyak dapat mengakibatkan perda- rahan sukar
berhenti. Untuk mengurangi batuk dapat diberikan Codein10 - 20 mg. Penderita
batuk darah masif biasanya gelisah dan ketakutan, sehingga kadang-kadang berusaha
menahan batuk. Untuk menenangkan penderita dapat diberikan sedatif ringan
(Valium) supaya penderita lebih kooperatif (Osaki, 2006)
Memperbaiki Keadaan Umum Penderita.
31
Bila perlu dapat dilakukan :
- Pemberian oksigen.
- Pemberian cairan untuk hidrasi.
- Tranfusi darah.
- Memperbaiki keseimbangan asam dan basa (Osaki, 2006).
Menghentikan Perdarahan.
Pada umumnya hemoptisis akan berhenti secara spontan. Di dalam
kepustakaan dikatakan hemoptisis rata-rata berhenti dalam 7 hari. Pemberian
kantongan es diatas dada, hemostatiks, vasopresim (Pitrissin)., ascorbic acid
dikatakan khasiatnya belum jelas. Apabila ada kelainan didalam faktor-faktor
pembekuan darah, lebih baik memberikan faktor tersebut dengan infus (Osaki, 2006)
Mengobati penyakit-penyakit yang mendasarinya (Underlying disease).
Pada penderita tuberkulosis, disamping pengobatan tersebut diatas selalu
diberikan secara bersama tuberkulostatika. Kalau perlu diberikan juga antibiotika
yang sesuai.
a. Terapi pembedahan
Pembedahan merupakan terapi definitif pada penderita batuk darah masif
yang sumber perdarahannya telah diketahui dengan pasti, fungsi paru adekuat,
tidak ada kontra indikasi bedah.
Reseksi bedah segera pada tempat perdarahan merupakan pilihan.
Tindakan operasi ini dilakukan atas pertimbangan:
- Terjadinya hemoptisis masif yang mengancam kehidupan pasien.
- Pengalaman berbagai penyelidik menunjukkan bahwa angka kematian pada
perdarahan yang masif menurun dari 70% menjadi 18% dengan tindakan
operasi.
- Etiologi dapat dihilangkan sehingga faktor penyebab terjadinya hemoptisis
yang berulang dapat dicegah (Eddy, 2000).
32
H. Komplikasi
Komplikasi yang terjadi merupakan kegawatan dari hemoptosis,
yaitu ditentukan oleh tiga faktor (Bidwell, 2005):
1. Terjadinya asfiksia oleh karena terdapatnya bekuan darah dalam
saluran pernapasan.
2. Jumlah darah yang dikeluarkan selama terjadinya hemoptosis dapat
menimbulkan renjatan hipovolemik.
3. Aspirasi, yaitu keadaan masuknya bekuan darah maupun sisa makanan
ke dalam jaringan paru yang sehat bersama inspirasi.
Penyulit hemoptisis yang biasanya didapatkan :
1. Bahaya utama batuk darah ialah terjadi penyumbatan trakea dan
saluran napas, sehingga timbul sufokasi yang sering fatal. Penderita
tidak tampak anemis tetapi sianosis, hal ini sering terjadi pada batuk
darah masif (600-1000 cc/24 jam).
2. Pneumonia aspirasi merupakan salah satu penyulit yang terjadi karena
darah terhisap ke bagian paru yang sehat.
3. Karena saluran nafas tersumbat, maka paru bagian distal akan kolaps
dan terjadi atelektasis.
4. Bila perdarahan banyak, terjadi hipovolemia. Anemia timbul bila
perdarahan terjadi dalam waktu lama.
I. Prognosis
Pada hemoptosis idiopatik prognosisnya baik kecuali bila penderita mengalami
hemoptosis yang rekuren. Sedangkan pada hemoptisis sekunder ada beberapa faktor
yang menentukan prognosis (Eddy, 2000) :
Tingkatan hemoptisise : hemoptisis yang terjadi pertama kali mempunyai
prognosis yang lebih baik.
Macam penyakit dasar yang menyebabkan hemoptisis.
Cepatnya kita bertindak, misalnya bronkoskopi yang segera dilakukan untuk
menghisap darah yang beku di bronkus dapat menyelamatkan penderita.
33
Hemoptisis <200ml/24jam supportifve baik
- profuse massive >600cc/24jam: prognose jelek 85% meninggal
* dengan bilateral far advance
* faal paru kurang baik
* terdapat kelainan jantung
34
Bab III
Kesimpulan
1. Hemoptisis merupakan salah satu gejala pada penyakit paru saluran
pernapasan dan atau kardiovaskuler yang disebabkan oleh berbagai macam
etiologi.
2. Untuk mengetahui penyebab batuk darah kita harus memastikan bahwa
perdarahan tersebut berasal dari saluran pernafasan bawah, dan bukan berasal
dari nasofaring atau gastrointestinal.
3. Pada umumnya hemoptosis ringan tidak diperlukan perawatan khusus dan
biasanya berhenti sendiri. Yang perlu mendapat perhatian yaitu hemoptisis
yang masif.
4. Tujuan pokok terapi hemoptisis ialah mencegah asfiksia, menghentikan
perdarahan dan mengobati penyebab utama perdarahan
5. Batuk darah lebih sering merupakan tanda atau gejala dari penyakit dasar
sehingga etiologi harus dicari melalui pemeriksaan yang lebih teliti.
6. Pada prinsipnya penanganan hemoptisis ditujukan untuk memperbaiki kondisi
kardiopulmoner dan mencegah semua keadaan yang dapat menyebabkan
kematian. Penanganan tersebut dilakukan secara konservatif maupun dengan
operasi, tergantung indikasi serta berat ringannya hemoptisis yang terjadi.
7. Prognosis dari hemoptisis ditentukan oleh tingkatan hemoptisis, macam
penyakit dasar dan cepatnya tindakan yang dilakukan.
35
DAFTAR PUSTAKA
Wihastuti R, Maria, Situmeang T, Yunus F. 1999. Profil penderita batuk darah yang
berobat ke bagian paru RSUP Persahabatan Jakarta. Journal Respir Indo 19 :
54-9
Alsagaff, Hood. 2009. Dasar-dasar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya : Airlangga
University Press. pp. 301-5
Arief,Nirwan. 2009. Kegawatdaruratan paru. Jakarta: Departemen Pulmonologi dan
Ilmu Kedokteran Respirasi FK UI.
http://repository.ui.ac.id/contents/koleksi/11/27bdd48b1f564a5010f814f09f237
3c0d805736c.pdf.
Eddy, JB. Clinical assessment and management of massive hemoptysis. Crit Care
Med 2000; 28(5):1642-7
Pitoyo CW. 2006.Hemoptisis. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I,
Simadibrata M, Setiati S, penyunting. Buku ajar ilmu penyakit dalam, jilid II,
edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. hal.220-1
Osaki S, Nakanishi Y, Wataya H, Takayama K, Inoue K, Takaki Y, et al. 2000.
Prognosis of bronchial artery embolization in the management of hemoptysis.
Respiration 67:412-6
Amirullah, R. 2004. Gambaran dan Penatalaksanaan Batuk Darah di Biro
Pulmonologi RSMTH. Cermin Dunia Kedokteran No.33 : 30-32
PAPDI. 2006. Hemoptisis. Dalam: Rani Aziz, Sugondo Sidartawan, Nasir Anna U.Z.,
Wijaya Ika Prasetya, Nafrialdi, Mansyur Arif. Panduan pelayanan medik.
Jakarta: Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI
Bidwell, Jacob. 2005. Hemoptysis : diagnosis and treatment. American Family
Physician 72 (7):1253-1260
Corder, Robert. 2003. Hemoptysis. Emerg Med Clin N am. 21: 421-435
Gaude GS. 2010 Hemoptysis in Children. Indian Pediatrics. 47: 245-254
36
37
top related