Transcript
LAPORAN PRAKTIKUM
GELOMBANG DAN OPTIK
Deviasi Minimum Prisma
Oleh Kelompok VII:
1. Novi Nurfiyanti (13030654002)
2. Widya Dwi Ningtyas (13030654010)
3. Yuniar Dwi Setyaning (13030654022)
4. Risyalatul Fariska (13030654033)
Prodi Pendidikan IPA A 2013
S1 PRODI PENDIDIKAN IPA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA
2015
DEVIASI MINIMUM PRISMA
ABSTRAK
Pada hari Selasa, 22 Oktober 2015, kami telah melakukan percobaan tentang “Deviasi Minimum Prisma” di laboratorium Prodi Pendidikan IPA FMIPA Universitas Negeri Surabaya. Tujuan dari parktikum kami adalah untuk menentukan sudut deviasi minimum prisma dan mendeskripsikan hubungan sudut sinar datang (i1) dengan sudut sinar bias (r2). Dalam menentukan nilai deviasi minimum prisma, diperlukan adanya sudut sinar datang (i1) dan sudut sinar bias (r2) yang mana perpanjangan dari sinar datang dan sinar bias akan membentuk sudut deviasi pada perpotongannya. Jika nilai sudut sinar datang (i1) dan sudut sinar bias (r2) sama, maka akan membentuk sudut deviasi minimum. Hasil percobaan menunjukkan bahwa pada β = 45o, diperoleh nilai δpengamatan berturut-turut yaitu 27o, 23o, 28o, 27o, 26o, dengan nilai rata – rata δpengamatan (26.5±0.86)o dan taraf ketelitian 94.2%. Sedangkan pada β = 60o, diperoleh nilai δpengamatan berturut-turut yaitu 36o, 43o, 33o, 38o, 33o, dengan nilai rata – rata δpengamatan (36.6±1.86)o dan taraf ketelitian 97.3%. Data hasil percobaan juga menghitung nilai δm pada β = 45o
berturut-turut yaitu 148.06o, 63.26o, 50.94o, 28.96o, 8.72o. Sedangkapan pada β = 60o berturut turut yaitu error, error, 133.8o, 87.2o, 54.72o. Beberapa kesalahan tersebut disebabkan karena kesalahan dalam mengamati posisi jarum pentul yang berimpit dan mengukur sudut sinar bias yang meninggalkan prisma.
Kata kunci: sudut sinar datang, sudut sinar bias, dan sudut deviasi minimum
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam kehidupan sehari-hari, kita sering menjumpai berbagai fenomena
yang berhubungan dengan IPA. Salah satu fenomena tersebut adalah ketika
kita mencelupkan pensil ke dalam gelas bening yang berisi air, maka pensil
tersebut ketika diamati akan terlihat patah. Hal tersebut menunjukkan bahwa
telah terjadi pembiasan.
Pembiasan atau biasa disebut dengan pembelokan adalah suatu proses
terjadinya pembelokan cahaya yang terjadi diantara medium yang memiliki
perbedaan kerapatan, misalnya pada contoh di atas adalah pada medium udara
dan air. Ketika sinar datang membentuk sudut terhadap garis normal
(mendekati garis normal) dan kemudian dibiaskan melewati air, maka sudut
bias yang terbentuk akan menjauhi garis normal dan menyebakan pensil
terlihat patah.
Berdasarkan contoh fenomena di atas, maka dalam pembiasan dikenal
istilah sianr datang, sinar bias, sudut deviasi, dan sudut deviasi minimum.
Dalam memahami istilah-istilah tersebut, maka kita melakukan tentang sudut
deviasi minimum pada prisma.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka didapat rumusan masalah
sebagai berikut:
1. Bagaimana menentukan pembentukan sudut deviasi minimum pada prisma?
2. Bagaimana hubungan nilai sudut sinar datang (i1) dan nilai sudut sinar bias
(r2) pada prisma?
C. Tujuan Percobaan
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan percobaannya adalah
sebagai berikut:
1. Menentukan sudut deviasi minimum pada prisma.
2. Mendeskripsikan hubungan nilai sudut sinar datang (i1) dan nilai sudut sinar
bias (r2) pada prisma.
D. Hipotesis
1. Jika semakin kecil nilai sudut sinar datang, maka sudut deviasi prisma yang
dihasilkan juga kecil.
2. Jika nilai sudut sinar datang (i1) dan nilai sudut sinar bias (r2) sama, maka
sudut deviasi prisma yang dihasilkan adalah minimum.
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Pembiasaan Pada Prisma
Prisma adalah zat bening yang dibatasi oleh dua bidang datar. Apabila
seberkas sinar datang pada salah satu bidang prisma yang kemudian disebut
sebagai bidang pembias I, akan dibiaskan mendekati garis normal. Sampai
pada bidang pembias II, berkas sinar tersebut akan dibiaskan menjauhi garis
normal. Pada bidang pembias I, sinar dibiaskan mendekati garis normal, sebab
sinar datang dari zat optik kurang rapat ke zat optik lebih rapat yaitu dari udara
ke kaca. Sebaliknya pada bidang pembias II, sinar dibiaskan menjahui garis
normal, sebab sinar datang dari zat optik rapat ke zat optik kurang rapat yaitu
dari kaca ke udara. Sehingga seberkas sinar yang melewati sebuah prisma akan
mengalami pembelokan arah dari arah semula.
Gambar 2.1. Pembiasan cahaya pada prisma
Dari gambar di atas dapat dilihat bahwa 1 berkas cahaya lurus melintas
masuk kedalam dua jenis medium yang berbatasan akan mengalami proses
pembiasan di bidang batas kedua medium tersebut. Hal ini menyebabkan
antara sinar datang dan sinar bias tidak lagi sejajar. Perpanjangan sinar datang
dan perpanjangan sinar bias akan ditemukan titik perpotongan, dimana pada
titik perpotongan ini membentuk sudut yang dinamakan sudut deviasi.
Besaranya suatu sudut deviasi tergantung pada sudut sinar datangnya. Jika
semakin kecil sudut sinar datang, maka sudut deviasi yang dibentuk akan kecil.
B. Penurunan Rumus Deviasi dan Deviasi Minimum Prisma
Perhatikan gambar 2.1. untuk segiempat AFBE, maka = β + ∠AFB =
180o. Kemudian pada segitiga AFB, r1 + i2 + ∠AFB = 180o, sehingga
diperoleh:
β + ∠AFB = r1 + i2 + ∠ AFB
β = r1 + i2
Pada segitiga ABC, terdapat hubungan ∠ABC + ∠BCA +∠CAB = 180o, di
mana ∠ABC = r2 – i2 dan ∠CAB = i1 – r1, sehingga: ∠BCA + (r2 – i2) + (i1 – r1) = 180o
∠BCA = 180o + (r1 + i2) – (i1 + r2)
Sehingga besarnya sudut deviasi dapat dicari sebagai berikut:
δ = 180o – ∠BCA
= 180o – {(180o + (r1 + i2) – (i1 + r2)}
= (i1 + r2) – (i2 + r1)
δ =( i1 + r2) – β (Pers.2.1)
keterangan : δ = sudut deviasi
i1 = sudut datang pada prisma
r2 = sudut bias sinar meninggalkan prisma
β = sudut pembias prisma
Besarnya sudut deviasi sinar bergantung pada sudut datangnya cahaya ke
prisma. Apabila sudut datangnya sinar diperkecil, maka sudut deviasinya pun
akan semakin kecil. Sudut deviasi akan mencapai minimum (δm) jika sudut
datang cahaya ke prisma sama dengan sudut bias cahaya meninggalkan prisma
atau pada saat itu berkas cahaya yang masuk ke prisma akan memotong prisma
itu menjadi segitiga sama kaki, sehingga berlaku:
i1 = r2 = i dan i2 = r1 = r
Karena β = i2 + r1 = 2r atau r = β dengan demikian besarnya sudut
deviasi minimum dapat dinyatakan:
δm= i1 + r2 – β = 2i – β atau i = (δm + β) (Pers.2.2)
Hukum Snellius adalah rumus matematika yang memberikan hubungan
antara sudut datang dan sudut bias pada cahaya atau gelombang lainnya yang
melalui batas antara dua medium isotropik berbeda, seperti udara dan kaca.
Hukum Snellius menyatakan bahwa jika cahaya datang dari medium yang
kurang rapat menuju medium yang lebih rapat dibiaskan mendekati garis
normal (udara ke air). Sebaliknya, jika cahaya datang dari medium yang lebih
rapat menuju medium yang kurang rapat dibiaskan menjauhi garis normal
(kaca ke air). Dituliskan secara matematis sebagai berikut:
n1 . sini = n2 . sinr atau
dengan: i = sudut datang
r = sudut bias
n1 = indeks bias medium 1
n2 = indeks bias medium 2
Kemudian jika persamaan r1= dan persamaan i1 =
disubstitusikan ke persamaaan n1,2 = sin i1/ sin r1 maka diperoleh:
(Pers.2.3)
BAB III
METODE PERCOBAAN
A. Rancangan Percobaan
B. Alat dan Bahan
No. Nama Spesifikasi Jumlah
1. Prisma Kaca 1 buah
2. Jarum
Pentul
- 10 buah
3. Penggaris 30 cm, mika 1 buah
4. Kertas Putih HVS A4 10 lembar
5. Busur
Derajat
180° 1 buah
6. Ball-Point Warna 2 buah
C. Variabel dan Identifikasi Variabel
1. Variabel manipulasi : sudut sinar datang (i1)
Identifikasi variabel : sudut sinar datang yang digunakan adalah 20o,
25o, 30o, 35o, 40o
2. Variabel kontrol : nprisma, jumlah jarum pentul
Identifikasi variabel : nprisma adalah indeks bias prisma yang besarnya
1.5, sedangkan jumlah jarum pentul yang
β
i1 r2
r1 i2
δ
Gambar 3.1 Rancangan Percobaan Deviasi Minimum Prisma
Jarum pentul kaca prisma
Jarum pentul Jarum pentul
Jarum pentuldigambar
digunakan yaitu 4 buah yang diletakkan sebagai
penanda sinar datang dan sinar bias.
3. Variabel respon : sudut sinar bias, sudut
deviasi, dan sudut deviasi minimum pada prisma
Identifikasi variabel : sudut sinar bias dibentuk terhdapa garis normal
pada bidang kedua. Sudut deviasi dibentuk oleh
perpanjangan sinar datang dan sinar bias yang
saling berpotongan. Sudut deviasi minimum
dibentuk ketika sudut sinar datang (i1) nilainya
sama besar dengan sudut sinar bias (r2).
B. Langkah Percobaan
1. Menyiapkan semua alat dan bahan yang dibutuhkan terlebih dahulu.
2. Meletakkan kertas HVS A4 di atas sterofom, kemudian prisma (β = 45o)
diletakkan di atas kertas HVS A4 dan digambar.
3. Setelah menggambar, membuat garis normal pada sisi bidang pertama
prisma. Lalu, membuat sudut sinar datang yang telah ditentukan pada
identifikasi variabel manipulasi terhadap garis normal.
4. Menancapkan 2 jarum pentul di ujung sinar datang tersebut.
5. Mengamati pembiasan yang terjadi.
6. Jika 2 jarum pentul yang ditancapkan pada sinar datang tersebut telah
berimpit, maka meletakkan 2 jarum pentul sebagai penanda sinar bias.
Membuat garis normal pada sisi bidang kedua.
7. Mengukur besar sudut sinar bias dengan busur.
8. Membuat perpanjangan sinar datang dan sinar bias untuk mendapatkan
perpotongan yang disebut sebagai sudut deviasi.
9. Mengulangi langkah 1-8 dengan sudut yang berbeda sebanyak 5 kali.
Melanjutkan percobaan dengan menggunakan β = 60o, dengan sudut datang
yang berbeda sebanyak 5 kali.
C. Alur Percobaan
Prisma
Digambar pada kertas HVS
Prisma dan gambar prisma
pada kertas
Buat garis normal N1
Jarum pentul 1 dan 2 diletakkan pada sisi ujung prisma
Jarum pentul
Lihat bayangan jarum pentul pada sisi prisma yang lain
Bayangan jarum pentul
Diberi tanda dengan jarum pentul 3 dan 4
Digambar garis normal N2
Tarik garis norma N2 terhadap garis bias untuk memperoleh sudut bias (r)
Tarik garis datang terhadap garis bias sehingga diperoleh sudut deviasi prisma
Hasil
BAB IV
DATA DAN ANALISIS
A. Data
Berdasarkan percobaan didapatkan data sebagai berikut:
1. Percobaan I
βprisma = 45o
nprisma = 1,5
Tabel 4.1 Data hasil percobaan I
No. ( i1 ± 1 )o ( r2 ± 1 )oδ
Perhitungan
δ
Pengamatanδm
1. 20 53 28 27 148,06
2. 25 42 22 23 63,26
3. 30 45 30 28 50,94
4. 35 39 29 27 28,96
5. 40 31 26 26 8,72
2. Percobaan II
βprisma = 60o
nprisma = 1,5
Tabel 4.2 Data hasil percobaan II
No. ( i1 ± 1 )o ( r2 ± 1 )oδ
Perhitungan
δ
Pengamatanδm
1. 20 82 42 36 error
2. 25 76 41 43 error
3. 30 67 37 33 133,8
4. 35 65 40 38 87,2
5. 40 55 35 33 54,72
B. Analisis Data
Pada percobaan “Deviasi Minimum Prisma” dengan menggunakan 2
nilai β yaitu 45o dan 60o serta nilai nprisma = 1,5 dilakukan pengulangan
sebanyak 5 kali untuk masing-masing nilai β dengan sudut sinar datang yang
bervariasi. Dengan demikian, akan dihasilkan nilai sudut sinar bias yang
berbeda-beda.
Pada percobaan pertama dengan βprisma = 45o, pada perlakuan pertama
dengan sudut sinar datang (i1) 20o dihasilkan sudut sinar bias (r2) 53o dan sudut
deviasi prisma hasil pengamatan sebesar 27o. Pada perlakuan kedua dengan
sudut sinar datang (i1) 25o dihasilkan sudut sinar bias (r2) 42o dan sudut deviasi
prisma hasil pengamatan sebesar 23o. Pada perlakuan ketiga dengan sudut sinar
datang (i1) 30o dihasilkan sudut sinar bias (r2) 45o dan sudut deviasi prisma
hasil pengamatan sebesar 28o. Pada perlakuan keempat dengan sudut sinar
datang (i1) 35o dihasilkan sudut sinar bias (r2) 39o dan sudut deviasi prisma
hasil pengamatan sebesar 27o. Pada perlakuan kelima dengan sudut sinar
datang (i1) 40o dan dihasilkan sudut sinar bias (r2) 31o dan sudut deviasi prisma
hasil pengamatan sebesar 26o. Hasil sudut deviasi dan sudut sinar bias tersebut
terlihat naik turun. Hasil rata - rata δpengamatan (26.2±0.86)o dan taraf ketelitian
94.2%.
Dari kelima perlakuan pada percobaan pertama, maka dapat
dibandingkan antara nilai sudut deviasi pengamatan dengan nilai sudut deviasi
hasil perhitungan. Rumus untuk menghitung nilai sudut deviasi secara
perhitungan dengan rumus:
δ = (i2+r2) – β (Pers.4.1)
Dengan demikian nilainya berturut-turut yaitu 28o, 22o, 30o, 29o,dan 26o.
Pada nilai tersebut terdapat selisih antara nilai sudut deviasi prisma melalui
pengamatan dan nilai sudut deviasi prisma melalui perhitungan. Dengan
demikian, dapat dibuatkan sebuah grafik hubungan antara sudut sinar datang
(i1) dengan δperhitungan:
Pada grafik tersebut, hubungan antara sudut sinar datang (i1) dan δperhitungan
terjadi kenaikan dan penurunan. Hal tersebut disebabkan nilai sudut sinar bias
(r2) naik turun. Pada sudut sinar datang (i1) 20o deviasi perhitungan yang
dihasilkan lebih besar daripada sudut sinar datang (i1) 40o. Pada sudut sinar
datang (i1) 30o, 35o, 40o, nilai deviasi perhitungan menurun tetapi pada sudut
sinar datang (i1) 30o, terjadi peningkatan nilai deviasi pehitungannya dari sudut
sinar datang (i1) 25o. Dengan demikian, nilai deviasi perhitungan paling kecil
adalah ketika sudut sinar datangnya (i1) 25o pada β = 45o.
Selanjutnya yaitu menghitung nilai sudut deviasi minimum prisma pada
setiap perlakuan dengan menggunakan rumus:
sin ½ (β+δm) = (np/nm) sin ½ β (Pers.4.2)
Dimana nilai sudut deviasi minimum prisma berturut-turut yaitu 148.06o,
63.26o, 50.94o, 28.96o,dan 8.72o. Dengan demikian, nilai deviasi minimum
prisma yaitu ketika sudut sinar datang (i1) sebesar 40o.
Pada percobaan kedua dengan βprisma = 60o, perlakuan pertama dengan
sudut sinar datang (i1) 20o dihasilkan sudut sinar bias (r2) 82o dan sudut deviasi
prisma hasil pengamatan sebesar 36o. Pada perlakuan kedua dengan sudut sinar
datang (i1) 25o dihasilkan sudut sinar bias (r2) 76o dan sudut deviasi prisma
hasil pengamatan sebesar 43o. Pada perlakuan ketiga dengan sudut sinar datang
(i1) 30o dihasilkan sudut sinar bias (r2) 67o dan sudut deviasi prisma hasil
pengamatan sebesar 33o. Pada perlakuan keempat dengan sudut sinar datang
(i1) 35o dihasilkan sudut sinar bias (r2) 65o dan sudut deviasi prisma hasil
pengamatan sebesar 38o. Pada perlakuan kelima dengan sudut sinar datang (i1)
40o dan dihasilkan sudut sinar bias (r2) 55o dan sudut deviasi prisma hasil
pengamatan sebesar 33o. Hasil dari sudut deviasi perhitungan tersebut terlihat
naik turun, tetapi nilai sudut sinar bias (r2) menurun dengan bertambahnya nilai
sinar datang (i1). Hasil rata - rata δpengamatan (36.6±1.86)o dan taraf ketelitian
97.3%.
Dari kelima perlakuan pada percobaan kedua, dihitung nilai sudut deviasi
(δperhitungan) dengan menggunakan (pers.4.1). Nilai sinar sudut datang dan sinar
sudut bias, disubsitusikan ke dalam (pers.4.1), sehingga diperoleh nilai
δperhitungan berturut-turut yaitu 42o, 41o, 37o, 40o, dan 35o. Terdapat selisih pada
data nilai sudut deviasi prisma melalui pengamatan dan nilai sudut deviasi
prisma melalui perhitungan. Dengan demikian, dapat dibuatkan sebuah grafik
hubungan antara sudut sinar datang (i1) dengan δperhitungan:
Pada grafik tersebut, hubungan antara sudut sinar datang (i1) dan δperhitungan
terjadi kenaikan dan penurunan. Pada sudut sinar datang (i1) 20o, 25o, dan 30o
sudut deviasi perhitungan yang dihasilkan terjadi penurunan. Tetapi pada sudut
sinar datang (i1) 30o ke 35o, terjadi peningkatan nilai sudut deviasi
perhitungannya. Kemudian pada sudut sinar datang (i1) 35o dan 40o terjadi
penurunan nilai sudut deviasi perhitungannya. Dengan demikian, nilai sudut
deviasi perhitungan paling kecil pada β = 60o adalah ketika sudut sinar datang
(i1) sebesar 40o.
Dari data pengamatan dapat dicari nilai sudut deviasi minimum prisma
pada setiap perlakuan yang dihitung menggunakan (pers.4.2) didapatkan data
berturut-turut yaitu error, error, 133.8o, 87.2o, 54.72o. Dari data tersebut,
terdapat dua data yang error, dikarenakan nilai arc sin melebihi 1, sehingga
tidak dapat dideteksi nilainya.
C. Pembahasan
Pada percobaan “Deviasi Minimum Prisma”, diperoleh hasil percobaan
berupa sudut sinar bias (r2), sudut deviasi hasil perhitungan (δperhitungan), sudut
deviasi hasil pengamatan (δpengamatan), dan sudut deviasi minimum (δm).
Nilai sudut sinar bias (r2) pada β = 45o, mengalami kenaikan dan
penurunan. Secara teori, seharusnya nilai sudut sinar bias (r2) harus lebih besar
dengan nilai sudut sinar datang (i1). Hal tersebut dikarenakan sinar merambat
dari medium rapat menuju medium kurang rapat ketika sinar meninggalkan
prisma. Sehingga, pada sudut sinar datang (i1) 40o, seharusnya nilai sudut sinar
bias (r2) tidak 31o. Sehingga dapat diketahui bahwa semakin besar nilai sudut
sinar datang (i1), maka sudut sinar bias (r2) yang dihasilkan juga semakin besar.
Pada prisma dengan β = 60o, diperoleh data bahwa nilai sudut sinar bias (r2),
semakin kecil dengan meningkatnya nilai sudut sinar datang (i1). Dengan
demikian, pada percobaan kami mungkin terdapat kesalahan dalam mengamati
ketepatan jarum pentul ketika berimpit dan mengukur sudut sinar bias (r2) yang
dihasilkan.
Setelah mendapatkan nilai sudut sinar bias (r2), maka dapat dihitung nilai
sudut deviasi (δperhitungan) dengan (pers.4.1). Selain itu, dapat pula diukur sudut
deviasi dengan busur derajat (δpengamatan). Secara teori, seharusnya nilai dari
δperhitungan dan δpengamatan adalah sama, karena penurunan (pers.4.1) berasal dari
segitiga-segitiga yang dibentuk oleh perpanjangan sinar datang, sinar bias, dan
garis normal. Tetapi pada hasil percobaan kami, masih terdapat selisih antara
nilai δperhitungan dan δpengamatan. Meskipun hanya 1 nilai yang sama yaitu pada β =
45o dengan sudut sinar datang (i1) sebesar 40o. Pada β = 60o, semua δperhitungan
dan δpengamatan terdapat selisih (berbeda). Hal tersebut, dikarenakan kesalahan
dalam mengukur sudut sinar bias (r2) dan sudut deviasi yang terbentuk.
Sudut deviasi (δ) yang terbentuk, dapat pula ditentukan sudut deviasi
minimum prisma (δm). Sudut deviasi minimum prisma terbentuk ketika nilai
sudut sinar datang (i1) dan sudut sinar bias (r2) sama. Dengan demikian, jika
disubsitusikan dalam (pers.4.1) hasilnya akan 0o. Seharusnya dalam percobaan
ini, dapat menemukan sudut deviasi minimum tersebut. Tetapi, kami tidak
menemukan sudut deviasi minimum tersebut (δm).
(Pers.4.2) merupakan salah satu persamaan yang digunakan untuk
menghitung nilai sudut deviasi minimum jika diketahui nilai sudut sinar datang
dengan sudut sinar bias. Pada β = 45o, sudut deviasi minimum yaitu 8.72o
ketika δperhitungan dan δpengamatan bernilai sama dengan sudut sinar datang (i1) adalah
40o. Tetapi, pada sudut datang (i1) 20o, diperoleh nilai deviasi minimum δm
148.06o. Hal tersebut juga berlaku untuk β = 60o dengan sudut datang (i1) 30o,
diperoleh nilai δm 133.8o, yang mana nilai tersebut tidak mungkin. Karena
pembentukan sudut deviasi berasal dari perpotongan sinar datang dan sinar
bias, sehingga nilai sudut deviasi tidak akan melebihi dari 90o atau membentuk
sudut lancip.
Keanehan terjadi pada nilai sudut deviasi minimum (δm) pada β = 60o
dengan sinar datang 20o dan 25o terjadi error. Hal tersebut dikarenakan dalam
perhitungan nilai dari sin ½ δm melebihi 1, sehingga ketika di arc sin pada
kalkulator tidak menunjukkan nilainya karena nilai sin maksimal adalah 1. Hal
tersebut, dikarenakan nilai sudut sinar bias (r2) yang dihasilkan cukup besar
hampi mendekati 1.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil percobaan “Deviasi Minimum Prisma” didapatkan
beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1. Sudut deviasi minimum (δm) prisma terbentuk ketika nilai sudut sinar datang
(i1) sama besar nilainya dengan sudut sinar bias (r2). Selain itu, nilai sudut
deviasi minimum (δm) tidak akan bernilai melebihi 90o, karena δm terbentuk
ketika dalam sudut lancip.
2. Sudut sinar datang (i1) dan sudut sinar bias (r2) saling berhubungan dan
berpengaruh dalam menentukan sudut deviasi minimum. Sudut sinar datang
(i1) dibentuk ketika sinar datang akan mendekati garis normal karena berasal
dari udara ke kaca, sedangkan sudut sinar bias (r2) dibentuk ketika sinar bias
meninggalkan prisma (menjauhi garis normal) karena berasal dari medium
kaca ke udara.
B. Saran
1. Sebaiknya dalam menggambar hasil pembiasan mnggunakan kertas
milimeter block, agar dalam mengkur sudutnya lebih teliti.
2. Sebaiknya dalam percobaan diberikan batasan minimal atau maksimal sudut
sinar datang, agar data yang dihasilkan sesuai teori dan terdapat nilai sudut
deviasi minimum (0o).
3. Pastikan mata pada posisi yang tepat pada saat pengamatan, karena hasil
praktikum ini sangat ditentukan dari cara kita mengamati, kesalahan sedikit
sangat mempengaruhi hasil praktikum.
DAFTAR PUSTAKA
Fosfer, Bob. 1997. Fisika Umum. Erlangga : Jakarta
Giancoli, D. C. 2004. Physics, Principles with Application. New Jersey : Prentice-
Hall.
Tippler, Paul. 2004. Physics For Scientists and Engineers:Mechanics,
Oscillations and Waves, Thermodynamics (5thed.ed). W.H. Freeman.
LAMPIRAN PERHITUNGAN
1. Menghitung sudut deviasi (δ) menggunakan rumus: δ = (i1 + r2) – β
a. βprisma = 45o
1. δ = (i1 + r2) – β
δ = (20o + 53o) – 45o
δ = 73o – 45o
δ = 32o
2. δ = (i1 + r2) – β
δ = (25o + 42o) – 45o
δ = 67o – 45o
δ = 22o
3. δ = (i1 + r2) – β
δ = (30o + 45o) – 45o
δ = 75o – 45o
δ = 35o
4. δ = (i1 + r2) – β
δ = (35o + 39o) – 45o
δ = 74o – 45o
δ = 31o
5. δ = (i1 + r2) – β
δ = (40o + 31o) – 45o
δ = 71o – 45o
δ = 26o
b. βprisma = 60o
1. δ = (i1 + r2) – β
δ = (20o + 82o) – 60o
δ = 102o – 60o
δ = 42o
2. δ = (i1 + r2) – β
δ = (25o + 76o) – 60o
δ = 101o – 60o
δ = 41o
3. δ = (i1 + r2) – β
δ = (30o + 67o) – 60o
δ = 97o – 60o
δ = 37o
4. δ = (i1 + r2) – β
δ = (35o + 65o) – 60o
δ = 100o – 60o
δ = 40o
5. δ = (i1 + r2) – β
δ = (40o + 55o) – 60o
δ = 95o – 60o
δ = 35o
2. Menghitung nilai nmedium (nm) menggunakan rumus: nm = sini / sinr
a. βprisma = 45o
1. nm = sini / sinr
nm = sin 20o / sin 53o
nm = 0,34 / 0.8
nm = 0.42
2. nm = sini / sinr
b. βprisma = 60o
1. nm = sini / sinr
nm = sin 20o / sin 82o
nm = 0,34 / 0.99
nm = 0.34
2. nm = sini / sinr
nm = sin 25o / sin 42o
nm = 0,42 / 0.67
nm = 0.63
3. nm = sini / sinr
nm = sin 30o / sin 45o
nm = 0,5 / 0.71
nm = 0.7
4. nm = sini / sinr
nm = sin 35o / sin 39o
nm = 0.57 / 0.63
nm = 0.9
5. nm = sini / sinr
nm = sin 40o / sin 31o
nm = 0.64 / 0.52
nm = 1.23
nm = sin 25o / sin 76o
nm = 0,42 / 0.99
nm = 0.42
3. nm = sini / sinr
nm = sin 30o / sin 67o
nm = 0,5 / 0.92
nm = 0.54
4. nm = sini / sinr
nm = sin 35o / sin 65o
nm = 0.57 / 0.91
nm = 0.63
5. nm = sini / sinr
nm = sin 40o / sin 55o
nm = 0.64 / 0.82
nm = 0.78
3. Menghitung nilai (δm) menggunakan rumus: sin ½ (β + δm) = np / nm sin ½ β
nprisma = 1.5
a. βprisma = 45o
1. sin ½ (β + δm) = np / nm sin ½ β
sin ½ (45o + δm) = 1.5 / 0.42 sin ½ β
sin ½ (45o) + sin ½ δm = 3.57 sin ½ (45o)
0.38 + sin ½ δm = 3.57 . 0.38
sin ½ δm = 1.36 – 0.38
sin ½ δm = 0.98
½ δm = arc sin 0.98
½ δm = 78.5o
δm = 78.5o . 2
δm = 157o
2. sin ½ (β + δm) = np / nm sin ½ β
sin ½ (45o + δm) = 1.5 / 0.63 sin ½ β
sin ½ (45o) + sin ½ δm = 2.38 sin ½ (45o)
0.38 + sin ½ δm = 2.38 . 0.38
sin ½ δm = 0.9 – 0.38
sin ½ δm = 0.52
½ δm = arc sin 0.52
½ δm = 31.3o
δm = 31.3o . 2
δm = 62.6o
3. sin ½ (β + δm) = np / nm sin ½ β
sin ½ (45o + δm) = 1.5 / 0.7 sin ½ β
sin ½ (45o) + sin ½ δm = 2.14 sin ½ (45o)
0.38 + sin ½ δm = 2.14 . 0.38
sin ½ δm = 0.81 – 0.38
sin ½ δm = 0.43
½ δm = arc sin 0.43
½ δm = 25.47o
δm = 25.47o . 2
δm = 50.94o
4. sin ½ (β + δm) = np / nm sin ½ β
sin ½ (45o + δm) = 1.5 / 0.9 sin ½ β
sin ½ (45o) + sin ½ δm = 1.67 sin ½ (45o)
0.38 + sin ½ δm = 1.67 . 0.38
sin ½ δm = 0.63 – 0.38
sin ½ δm = 0.25
½ δm = arc sin 0.25
½ δm = 14.5o
δm = 14.5o . 2
δm = 29o
5. sin ½ (β + δm) = np / nm sin ½ β
sin ½ (45o + δm) = 1.5 / 1.23 sin ½ β
sin ½ (45o) + sin ½ δm = 1.22 sin ½ (45o)
0.38 + sin ½ δm = 1.22 . 0.38
sin ½ δm = 0.46 – 0.38
sin ½ δm = 0.08
½ δm = arc sin 0.08
½ δm = 4.59o
δm = 4.59o . 2
δm = 9.18o
a. βprisma = 60o
1. sin ½ (β + δm) = np / nm sin ½ β
sin ½ (60o + δm) = 1.5 / 0.34 sin ½ β
sin ½ (60o) + sin ½ δm = 4.41 sin ½ (60o)
0.5 + sin ½ δm = 4.41 . 0.5
sin ½ δm = 2.21 – 0.5
sin ½ δm = 1.71
½ δm = arc sin 1.71
½ δm = error math
2. sin ½ (β + δm) = np / nm sin ½ β
sin ½ (60o + δm) = 1.5 / 0.42 sin ½ β
sin ½ (60o) + sin ½ δm = 3.57 sin ½ (60o)
0.5 + sin ½ δm = 3.57 . 0.5
sin ½ δm = 1.78 – 0.5
sin ½ δm = 1.28
½ δm = arc sin 1.28
½ δm = error math
3. sin ½ (β + δm) = np / nm sin ½ β
sin ½ (60o + δm) = 1.5 / 0.54 sin ½ β
sin ½ (60o) + sin ½ δm = 2.85 sin ½ (60o)
0.5 + sin ½ δm = 2.85. 0.5
sin ½ δm = 1.42– 0.5
sin ½ δm = 0.92
½ δm = arc sin 0.92
½ δm = 66.9o
δm = 66.9o . 2
δm = 133.8o
4. sin ½ (β + δm) = np / nm sin ½ β
sin ½ (60o + δm) = 1.5 / 0.63 sin ½ β
sin ½ (60o) + sin ½ δm = 2.38 sin ½ (60o)
0.5 + sin ½ δm = 2.38. 0.5
sin ½ δm = 1.19– 0.5
sin ½ δm = 0.69
½ δm = arc sin 0.69
½ δm = 43.6o
δm = 43.6o . 2
δm = 87.2o
5. sin ½ (β + δm) = np / nm sin ½ β
sin ½ (60o + δm) = 1.5 / 0.78 sin ½ β
sin ½ (60o) + sin ½ δm = 1.92 sin ½ (60o)
0.5 + sin ½ δm = 1.92. 0.5
sin ½ δm = 0.96 - 0.5
sin ½ δm = 0.46
½ δm = arc sin 0.46
½ δm = 27.39o
δm = 27.39o . 2
δm = 54.78o
4. Menghitung taraf ketelitian pada sudut deviasi (δ) hasil pengamatan
a. βprisma = 45o
δpengamatan D d2
27o 0.8 0.64
23o -3.2 10.24
28o 1.8 3.24
27o 0.8 0.64
26o -0.2 0.04
Rata-rata = 26.2 Σd2 =14.8
Δδ =
=
=
=
= 0.86
Ketidakpastian = ketelitian/rata-rata x 100%
= 0.86/14.8 x 100%
= 0.058 x 100%
= 5.8%
Taraf ketelitian = 100% - ketidakpastian
= 100% - 5.8%
= 94.2%
b. βprisma = 60o
δpengamatan D d2
36o -0.6 0.36
43o 6.4 40.96
33o -3.6 12.96
38o 1.4 1.96
33o -3.6 12.96
Rata-rata = 36.6 Σd2 = 69.2
Ketelitian =
=
=
=
= 1.86
Ketidakpastian = ketelitian/rata-rata x 100%
= 1.86/69.2 x 100%
= 0.027 x 100%
= 2.7%
Taraf ketelitian = 100% - ketidakpastian
= 100% - 2.7%
= 97.3%
LAMPIRAN FOTO
A) Praktikum 1
Dengan menggunakan β = 45o dan nprisma = 1,5
No Gambar Sudut datang
1
20o
2
25o
3
30o
No Gambar Sudut datang
4
35o
5
40o
B) Praktikum 2
Dengan menggunakan β = 60o dan nprisma = 1,5
No Gambar Sudut datang
1 20o
No Gambar Sudut datang
2 25o
3 30o
4 35o
5 40o
top related