FUNGSI LAPO TUAK DALAM KEHIDUPAN MASYARAKAT BATAK …digilib.unila.ac.id/62288/3/SKRIPSI TANPA BAB PEMBAHASAN.pdf · 2 ABSTRAK FUNGSI LAPO TUAK DALAM KEHIDUPAN MASYARAKAT BATAK DI
Post on 27-Oct-2020
5 Views
Preview:
Transcript
1
FUNGSI LAPO TUAK DALAM KEHIDUPAN MASYARAKAT
BATAK DI BANDAR LAMPUNG
(Skripsi)
Oleh
BANUAREA HOSEA JUNIVAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2019
2
ABSTRAK
FUNGSI LAPO TUAK DALAM KEHIDUPAN MASYARAKAT
BATAK DI BANDAR LAMPUNG
Oleh
BANUAREA HOSEA
Lapo adalah kata dalam bahasa Batak Toba yang berasal dari kata lepau yang
berarti kedai tempat berjualan. Meskipun lapo tuak dewasa ini identik dengan
tempat berjualan tuak beserta tempat untuk bermabuk-mabukan, namun
kenyataannya tidak seperti itu. Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah
apakah fungsi lapo tuak dalam kehidupan masyarakat Batak di Kota Bandar
Lampung. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui fungsi lapo tuak
dalam kehidupan masyarakat Batak di Bandar Lampung. Metode yang
digunakan dalam penelitian ini adalah adalah metode deskriptif dengan teknik
pengumpulan data melalui wawancara, observasi, dokumentasi dan studi
pustaka, sedangkan untuk teknik analisis data menggunakan teknik analisis data
kualitatif.
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa lapo tuak memiliki fungsi
dalam hal menjalin interaksi antar masyarakat, khususnya masyarakat Batak
perantau. Selain itu lapo tuak juga memiliki fungsi dalam hal ekonomi dimana
adanya permintaan akan makanan dan minuman khas yang tersedia disana baik
sebagai konsumsi pribadi atau konsumsi untuk khalayak ramai seperti dalam
acara-acara tertentu. Adanya interaksi antar masyarakat, terutama masyarakat
Batak yang terjadi menandakan bahwa lapo tuak telah mendapatkan tempatnya
sendiri bagi di dalam Masyarakat Batak di Kota Bandar Lampung.
Key word: Lapo, Tuak, Masyarakat Batak
3
FUNGSI LAPO TUAK DALAM KEHIDUPAN MASYARAKAT
BATAK DI BANDAR LAMPUNG
Oleh
Banuarea Hosea Junivan
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar
SARJANA PENDIDIKAN
Pada
Program Studi Pendidikan Sejarah
Jurusan Ilmu Pengetahuan Sosial
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung
FALKUTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2019
4
5
6
7
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Samarinda pada tanggal 23 Juni
1993. Penulis merupakan anak ketiga dari lima bersaudara,
buah hati dari pasangan Bapak M. Banuarea dan Ibu R.
Panggabean. Penulis mengawali Pendidikan formalnya di
SD Kristen Paulus DOK V Jayapura pada tahun 2000 dan menyelesaikan
pendidikan SD pada tahun 2006 di SD Franksiskus 2 Bandar Lampung. Tahun
2006 penulis di terima di Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 1 Bandar
Lampung dan menyelesaikan pendidikan Sekolah Menengah Pertama di SMP
Katolik Garuda Makassar pada tahun 2009. Pada tahun 2009 penulis diterima di
Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 16 Makassar dan menyelesaikan
pendidikan SMA di SMA Negeri 10 Bandar Lampung pada tahun 2012.
Pada tahun 2012 penulis diterima di Universitas Lampung Fakultas Keguruan
Dan Ilmu Pendidikan Jurusan Ilmu Pengetahuan Sosial (IPS) Pogram Studi
Pendidikan Sejarah melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi
Negeri (SNMPTN) Universitas Lampung. Penulis melaksanakan Kuliah Kerja
Nyata di Lingkungan Pekon Kuripan Kecamatan Limau Kabupaten Tanggamus
dan Praktik Pengalaman Lapangan di SMPN 2 Limau.
8
Perjalanan Sejauh Seribu Li
Dimulai Dengan
Satu Langkah
Kecil
(Lao Tzu)
9
PERSEMBAHAN
Ku persembahkan karya ini kepada semua yang pernah berkata:
“kapan kamu nyelesaiin skripsi?”
Ini apa???!!!!!
Terlambat lulus atau lulus tidak tepat waktu bukan sebuah kejahatan, bukan
sebuah aib. Alangkah kerdilnya jika mengukur kepintaran seseorang hanya
dari siapa yang paling cepat lulus. Bukankah sebaik-baik skripsi adalah skripsi
yang selesai? Baik itu selesai tepat waktu maupun tidak tepat waktu.
10
SANWACANA
Salam Sejahtera.
Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberi kesehatan,
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul ”Fungsi Lapo
Tuak Dalam Kehidupan Masyarakat Batak di Kota Bandar Lampung”
pada Program Studi Pendidikan Sejarah Jurusan Ilmu Pengetahuan Sosial
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.
Dalam penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan, motivasi, bimbingan,
dan saran dari berbagai pihak.Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima
kasih kepada :
1. Bapak Prof. Dr. Patuan Raja, M.Pd, Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Universitas Lampung.
2. Bapak Dr. Sunyono, M.Si, Wakil Dekan I Bidang Akademik Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.
3. Bapak Drs. Supriyadi, M.Pd, Wakil Dekan II Bidang Keuangan Fakultas
Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.
4. Ibu Dr. Riswanti Rini, M.Si, Wakil Dekan III Bidang Kemahasiswaan
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung.
11
5. Bapak Drs. Tedi Rusman, M.Si, Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu
Pengetahuan Sosial Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas
Lampung.
6. Bapak Henry Susanto, S.S, M.Hum, Ketua Program Studi Pendidikan
Sejarah Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung
dan Pembimbing II yang telah membimbing dan memberi masukan serta
saran yang sangat bermanfaat sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi ini dengan baik.
7. Ibu Dr. Risma Margaretha Sinaga, M.Hum, Pembimbing Akademik dan
Pembimbing I yang telah membimbing dan memberi masukan serta
saran sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.
8. Bapak Drs. Maskun, M.H, Pembahas yang telah bersedia meluangkan
waktu, memberikan bimbingan, kritik, saran, serta nasihat dalam proses
kuliah dan proses penyelesaian skripsi.
9. Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Pendidikan Sejarah FKIP
Universitas Lampung.
10. Terima kasih untuk kedua orangtuaku, M. Banuarea dan R.Panggabean
atas segala bantuannya, yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu
dikarenakan terlalu banyak kebaikan yang telah kau berikan sehingga tak
sanggup lagi anakmu ini untuk menjabarkannya.
11. Kakak dan adikku, Hanna, Beatrixc, Martin dan Agnes atas dukungan
kepadaku untuk menyelesaikan skripsiku.
12. Seluruh nara narasumber yang telah bersedia meluangkan waktunya
untuk membantu kelancaran penelitian ini.
12
13. Seluruh rekan-rekan Mahasiswa Progam Studi Pendidikan Sejarah 2012.
14. Kakak-Kakak dan adik-adik Pendidikan Sejarah yang telah memberi
bantuan berupa pengarahan dan motivasi.
15. Semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan skripsi ini yang
tidak dapat disebutkan satu persatu.
Terima kasih atas bantuan kalian semua semoga bermanfaat. Penulis menyadari
bahwa skripsi ini masih sangat jauh dari kesempurnaan, namun penulis
berharap skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua.
Bandar Lampung, Desember 2019
Penulis,
Banuarea Hosea Junivan
13
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI .......................................................................................... xiii
DAFTAR TABEL................................................................................... xv
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ............................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .......................................................................... 5
1.3 Tujuan Penelitian ........................................................................... 5
1.4 Kegunaan Penelitian....................................................................... 6
1.5 Ruang Lingkup Penelitian .............................................................. 6
REFERENSI
II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR, DAN PARADIGMA
2.1 Tinjauan Pustaka ............................................................................ 8
2.1.1 Konsep Lapo Tuak ................................................................ 8
2.1.2 Pengertian Tuak .................................................................... 9
2.1.3 Konsep Masyarakat ............................................................... 11
2.2 Kerangka Pikir ............................................................................... 15
2.3 Paradigma ....................................................................................... 17
REFERENSI
III. METODE PENELITIAN
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ........................................................... 20
3.2 Metode Penelitian ............................................................................ 20
3.3 Variabel Penelitian .......................................................................... 21
3.3.1 Definisi Operasional ............................................................... 22
3.3.2. Teknik Penentuan Informan .................................................. 22
3.4 Teknik Pengumpulan Data .............................................................. 24
3.4.1 Wawancara ............................................................................. 24
3.4.2 Observasi ................................................................................ 27
3.4.3 Dokumetasi ............................................................................. 27
3.4.4 Kepustakaan............................................................................ 28
3.5 Teknik Analisis Data ....................................................................... 28
3.5.1. Reduksi Data.......................................................................... 29
14
3.5.2.Penyajian Data .......................................................................... 30
3.5.3.Verifikasi dan Penarikan Kesimpulan ...................................... 30
REFERENSI
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Penelitian ............................................................................34
4.1.1. Kota Bandar Lampung .......................................................34
a. Letak dan Batas Administrasi Kota Bandar Lampung ..34
b. Keadaan Geografis Kota Bandar Lampung ..................36
c. Keadaan Penduduk Kota Bandar Lampung ..................38
d. Keadaan Penduduk Berdasarkan Agama ......................40
e. Keadaan Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan...41
f. Keadaan Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian ......42
4.1.2. Hasil Penelitian ................................................................42
4.1.2.1.Deskripsi Hasil Penelitian ...................................42
a. Lapo Tuak sebagai Ruang Publik Bagi
Masyarakat ........................................................43
b. Lapo Tuak Sebagai Tempat Alternatif
Berkumpul Masyarakat .................................44
c. Lapo Tuak Sebagai Sumber Informasi ............45
d. Lapo Tuak dalam Pandangan Masyarakat
Batak ................................................................46
e. Lapo Tuak dalam Pandangan Pemilik .............48
f. Lapo Tuak di Bandar Lampung .......................53
4.1.2.2. Fungsi Lapo Tuak dalam Kehidupan Masyarakat
Batak di Kota Bandar Lampung……………………..57
4.2. Pembahasan .......................................................................................61
REFERENSI
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan .....................................................................................67
5.2. Saran ................................................................................................68
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
15
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
Tabel 1.1 Luas Wilayah Kecamatan di Kota Bandar Lampung ........................ 35
Tabel 1.2 Jumlah Penduduk di Kota Bandar Lampung .................................... 38
Tabel 1.3 Jumlah Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin ................................. 40
Tabel 1.4 Jumlah Penduduk Berdasarkan Agama yang Dianut ........................ 41
Tabel 1.5 Jumlah Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan ......................... 41
1
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Masyarakat etnis Batak, terutama Batak Toba, pada umumnya senang
berkumpul sambil makan bersama, dan kemudian menjadi acara diskusi.
Kondisi ini juga ditemui pada lapo dikalangan masyarakat etnis Batak Toba
(Holong, 2016 : 18). Lapo atau kode (kedai) pada umumnya sama dengan
warung makan seperti halnya rumah makan Minang, warung Tegal, dan
warung-warung makanan lainnya.
Perbedaannya, di lapo ini disediakan makanan tradisional dan minuman
tradisional etnis Batak yaitu tuak. Lapo tuak merupakan kode atau pun kedai
yang menjual makanan khas Batak serta menyediakan minuman khas Batak
yang disebut dengan tuak, dan juga lapo tuak menjadi ruang publik bagi
masyarakat etnis Batak Toba selain acara upara adat kelahiran, kematian dan
pernikahan.
Masyarakat Batak toba yang berada di lapo tuak sering melakukan aktivitas
berupa, bermain catur, bermain gitar sambil bernyayi, bermain kartu dan lapo
juga dijadikan bagi orang Batak sebagai wadah berdiskusi, dan bukan hanya
etnis Batak Toba saja yang menjadi konsumen, ada etnis Batak Karo, Jawa
2
dan lainnya. Masyarakat Batak Toba yang berada di lapo senang berdebat,
berargumen, serta acap kali dengan diskusi politik.
Lapo tuak dimana tempat penjual menyediakan makanan dan minuman khas
Batak layaknya sebuah rumah makan. Namun ada sedikit perbedaan
dibanding warung-warung makan lainnya, biasanya dan hampir semua lapo
menyediakan tuak (minuman tradisional yang dibuat dari kelapa atau aren).
Itulah mengapa kata lapo selalu disandingkan dengan tuak.
Pada pokoknya, minuman adalah setiap cairan yang dapat diminum, kecuali
obat-obatan. Secara garis besarnya, minuman dapat dikelompokkan dalam
dua kelompok besar, yaitu;
1. Minuman beralkohol
2. Minuman tidak beralkohol
Minuman beralkohol adalah minuman yang digunakan sebagai sarana untuk
menghangatkan tubuh, tetapi selain itu dapat juga dipakai sebagai minuman
kebersamaan dan banyak fungsi lainnya. Meminum minuman beralkohol bagi
beberapa bangsa sudah menjadi kebiasaan dan kebudayaan, contohnya Jepang
dengan sake-nya dan Indonesia pada masyarakat suku Batak dengan tuak-
nya.
Kebudayaan merupakan hasil karya, rasa dan cipta masyarakat (Selo
Soemardjan dan Soelaiman Soemardi, 1964:42). Sehubungan dengan itu, E.B.
Taylor (dalam Soejono Soekanto, 2012 : 150) mengatakan bahwa kebudayaan
merupakan jalinan secara keseluruhan yang meliputi pengetahuan,
3
kepercayaan, kesenian, moral, keagamaan, hukum, adat-istiadat serta
kebiasaan yang dilakukan manusia sebagai anggota masyarakat.
Lapo tuak identik dengan orang Batak. Artinya di setiap ada lapo tuak,
asosiasi orang dan memang kenyataannya di sana pasti ada orang Batak,
sebagai pengunjung tetap ataupun tidak. Demikian pula boleh dikatakan di
mana terdapat pemukiman orang Batak di sana biasanya ada lapo tuak
sebagai tempat untuk pertemuan di antara penghuni perkampungan tersebut.
Hampir di setiap kampung (selanjutnya disebut huta), di tanah asal orang
Batak, ada lapo tuak. Sekalipun orang Batak di perantauan tidak mendirikan
perkampungan seperti di huta tanah Batak, tetapi nampaknya kebutuhan akan
adanya tempat-tempat pertemuan tidak resmi seperti lapo tuak tetap
dirasakan. Walaupun di perantauan nampak semakin tajam perbedaan kelas,
adanya lapo tuak tetap dirasakan oleh seluruh lapisan tidak melihat apakah
status sosial tergolong rendah.
Bahkan orang-orang Batak yang tergolong mampupun tidak segan-segan
berkunjung untuk sekedar menghabiskan waktu. Bagi kebanyakan orang
Batak di perantauan, lapo tuak benar-benar merupakan tempat
berkomunikasi, melepaskan rindu, tempat membuat janji, serta bisa juga
untuk menyelesaikan masalah tanpa memandang dari lapisan sosial mana
mereka terbilang. Sedangkan bagi golongan mampu, lapo tuak merupakan
sarana untuk memuaskan raga.
4
Tuak merupakan minuman beralkohol yang telah menjadi budaya masyarakat
Sumatera Utara, khususnya masyarakat Batak. Minuman beralkohol tersebut
telah ada semenjak nenek moyang Batak Toba, terbukti dari asal mula tuak
yang menjadi sebuah cerita legenda. Berasal dari fermentasi nira pohon aren
(arenga pinnata). Tuak digunakan dalam upacara adat dan dikonsumsi dalam
acara perayaan maupun dalam aktivitas sehari-hari. Saat ini, tuak telah
diproduksi tidak hanya di daerah Sumatera Utara, namun hingga Jawa Barat,
Jawa Tengah, dan Bali (Ikegami, 1997:11).
Bandar Lampung merupakan ibu Kota Provinsi Lampung, yang mana di
dalamnya banyak suku masyarakat yang tinggal di dalamnya. Secara
geografis, kota ini menjadi pintu gerbang utama pulau Sumatra, tepatnya
kurang lebih 165 km sebelah barat laut Jakarta, memiliki andil penting dalam
jalur transportasi darat dan aktivitas pendistribusian logistik dari Jawa menuju
Sumatra maupun sebaliknya. Kota Bandar Lampung memiliki luas wilayah
daratan 169,21 km² yang terbagi ke dalam 20 Kecamatan dan 126 Kelurahan
dengan populasi penduduk 1.015.910jiwa (berdasarkan data tahun 2019).Saat
ini kota Bandar Lampung merupakan pusat jasa, perdagangan, dan
perekonomian di provinsi Lampung.
Mayoritas penduduk kota Bandar Lampung berasal dari etnis Jawa (79,12%).
Etnis berikutnya yang cukup mudah ditemui di kota Bandar Lampung yaitu
etnis Sunda (10,72%) Lampung dan Bali (2,42%). Orang Jawa di Bandar
Lampung tersebar di hampir semua kawasan kota dan umumnya telah
membaur dengan orang dari etnis lain, sedangkan orang Bali lebih
5
mengelompok dengan mendiami beberapa kantong pemukiman Bali di
Bandar Lampung. Selain itu terdapat pula etnis Tionghoa, Padang,
Palembang, Bugis, Batak dan lain-lain.
Di kota Bandar Lampung terdapat 370 Kepala Keluarga orang Batak Toba
dengan jumlah perkumpulan kekerabatan sebanyak 22 perkumpulan marga.
Perkumpulan-perkumpulan tersebut bernaung pada sebuah paguyuban yang
bernama Kerabat (Kerukunan Masyarakat Batak) yang dibentuk pada tahun
2005.
Untuk lebih memahami bagaimana pandangan pandangan dan pemikiran
masyarakat Batak di Kota Bandar Lampung mengenai lapo tuak, maka
penulis tertarik untuk membahasnya, dengan mengangkat penelitian dengan
judul “Fungsi LapoTuak Dalam Kehidupan Masyarakat Batak di Kota Bandar
Lampung”.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka rumusan masalah pada
penelitian ini adalah
1. Apakah fungsi lapo tuakdalam kehidupan Masyarakat Batak di Kota
Bandar Lampung ?
2. Bagaimanakah peran lapo tuak dalam membangun interaksi dalam
kehidupan Masyarakat Batak di Kota Bandar Lampung ?
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk :
6
1. Untuk mengetahui fungsi lapo tuak, dalam kehidupan Masyarakat Batak.
2. Untuk menggambarkan lebih jelas tentang peranan lapo tuak dalam
kehidupan masyarakat adat Batak.
1.4. Kegunaan Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah:
a) Dapat memberikan sumbangan pengetahuan yang bermanfaat bagi
pembacayang tertarik pada topik yang diteliti oleh penulis.
b) Dapat memberikan gambaran mengenai fungsi lapo tuak dalam
kehidupan masyarakat Batak.
c) Menghapus stereotype tentang Tuak yang selama ini berkembang
dalam masyarakat.
1.5. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup dalam penelitian ini dibagi menjadi beberapa bagian yaitu :
a) Subjek Penelitian : Masyarakat Adat Batak di Kota Bandar
Lampung
b) Objek Penelitian : Lapo Tuak
c) Tempat Penelitian : Kota BandarLampung
d) Waktu Penelitian : Tahun 2019
e) Bidang Ilmu : Antropologi Budaya
7
REFERENSI
A.T.I.S,2016.Holong. Peluang Lapo Tuak Sebagai Wadah Membangun Gerakan
Sosial di Masyarakat. Universitas Sumatera Utara. Medan. Halaman 18
Soemardjan Selo dan Soemardi Soelaiman, 1964. Setangkai Bunga Sosiologi,
Universitas Indonesia, Fakultas Ekonomi, Jakarta. Hlm. 42
Soekanto, Soejono. 1990. Sosiologi Suatu Pengantar.Jakarta.PT Raja Grafindo
Persada. Hlm. 150
Sumber Lain :
Ikegami Shigerio Annual Report of the University of Shizuoka Tuak in the Toba
Batak Society: A Preliminary Report on the Socio-cultural Aspect of Palm
Wine Consumption , Hamamatsu College No.11-3, 1997, Part 5.
8
II. TINJAUAN PUSTAKA, KERANGKA PIKIR, DAN
PARADIGMA
2.1. Tinjauan Pustaka
2.1.1. Konsep Lapo Tuak
Lapo tuak sementara itu adalah tempat di mana para penjual menjajakan tuak
hasil sadapan paragat. Lapo tuak sebagai suatu arena, merupakan wadah di
mana setiap anggota masyarakat dapat datang dan berkumpul sesuai dengan
pengetahuan dan kebudayaan setiap anggota masyarakat dan dalam
perkembangan selanjutnya terasa bahwa tempat-tempat berkumpul orang
Batak sudah tidak ideal lagi, serta lingkungan sudah tidak lagi mendukung
untuk memberikan tuak secara gratis kepada masyarakat, maka timbullah
istilah lapo yang berasal dari kata lepau yang berarti kedai tempat berjualan
dan yang mana kedai ini lebih terkenal dengan istilah lapo tuak (wawancara
dengan bapak D.H. Sihotang tanggal 17 Oktober 2019).
Kemudian di lapo inilah orang Batak biasanya bertemu selepas pulang
bekerja untuk bersantai sambil bercerita, bernyanyi dan sambil menikmati
tuak dan tambul diantaranya daging babi, anjing, biawak dan ular. Tambul ini
disajikan oleh pemilik lapo atau dibawa sendiri oleh peminum yang datang ke
lapo tersebut.Seperti yang disampaikan oleh D.H.Sihotang:
“Lapo tuak pada umumnya bagi komunitas orang batak, baik di wilayah
perkotaan maupun di wilayah desa atau pelosok pedesaan, fungsinya sama
9
yakni tempat berkumpulnya terutama kaum bapak dan juga anak-anak
muda untuk melakukan berbagai aktivitas. Fungsi utama adalah sebagai
media informasi dan komunikasi, atau dengan kata lain lapo juga menjadi
partungkoan yang fungsinya lebih luas di bandingkan terminologi
partungkoan dalam konteks budaya.” (Wawancara dengan Bapak D.H.
Sihotang tanggal 17 Oktober 2019).
Partungkoan dalam pengertian budaya adalah tempat musyawarah tua-tua
adat di zaman dahulu yang berlokasi disekitar pintu masuk kampung.
Partungkoan dalam konteks musyawarah bersifat formal, sedangkan lapo
dalam terminologi partungkoan terkait pembicaraan adat bersifat non formal,
dengan kata lain lapo tuak berfungsi sebagai media informasi dan komunikasi
yang bersifat konvesional. (Wawancara dengan Bapak W. Simamora tanggal
25 Januari 2020).
Lapo tuak pada umumnya dapat dikunjungi oleh para konsumen mulai dari
pukul 17.00 wib sampai dengan pada pukul 00.00 wib. Konsumen lapo tuak
biasanya dari usia yang dewasa hingga yang tua dan lelaki pada umumnya,
sangat jarang ditemui perempuan selain istri atau anak perempuan dari
pemilik lapo tuak tersebut (Wawancara dengan Bapak Pakpahan tanggal 16
September 2019). Lapo tuak juga memberilayanan berupa tempat berinteraksi
sosial, lapo tuak memberikan kesempatan bagi para pengunjungnya
(konsumen) berkumpul, menghibur satu sama lain, atau membuang waktu
baik secara individu atau dalam kelompok kecil.
2.1.2. Pengertian Tuak
Tuak adalah minuman beralkohol khas masyarakat Batak, yang erbuat dari
batang kelapa atau batang aren yang diambil airnya kemudian dicampurkan
dengan raru, dan ada juga tuak yang tidak dicampur dengan raru atau yang
10
disebut dengan tuak tangkasan dan tuak ini dahulu dipakai untuk upacara adat
(Ikegami, 1997:5).
Menurut Siahaan (1982:49), tuak tangkasan berasal dari mayang bagot yang
mana pohon bagot ini dulunya menurut seorang tokoh yang berasal dari
Balige, berasal dari seorang puteri yang bernama Putri si boru Sorbajati, yang
dipaksa orang tuanya kawin dengan seorang laki-laki cacat yang tidak
disukainya. Tetapi karena tekanan orang tua yang sudah menerima uang
mahar (sinamot), si boru Sorbajati meminta agar dibunyikan gendang di
mana dia menari dan akan menentukan sikap.
Sewaktu menari di rumah, tiba-tiba dia melompat ke halaman sehingga
terbenam ke dalam tanah. Kemudian dia menjelma tumbuh sebagai pohon
bagot, sehingga Tuak itu disebut aek (air) Sorbajati. Karena perbuatan yang
membunuh diri itu dianggap sebagai perbuatan terlarang, maka tuak tidak
dimasukkan pada sajian untuk dewata. Tuak hanya menjadi sajian untuk roh-
roh nenek moyang.
Dahulu tuak bukanlah sebuah minuman yang dapat diperdagangkan tetapi
hanya untuk diminum sendiri dan sesudah zaman Nommensen, maka
perubahan terjadi dimana tuak sudah mulai diperdagangkan. Laki-laki Batak
pada masa lampau sesudah bekerja di sawah ataupun di ladang mereka
kemudian berkumpul melepaskan lelah sembari bercertita. Saat itu dari pihak
keluarga ada saja yang menyuguhkan Tuak. Percakapan mereka dapat
melingkupi hal-hal yang berhubungan dengan adat-istidat, politik, keluarga,
11
agama, masalah pertanian, maupun masalah-masalah lainnya, serta sekaligus
tempat untuk menanamkan pengetahuan terhadap budaya Batak.
2.1.3. Konsep Masyarakat
Masyarakat merupakan wadah untuk membentuk kepribadian diri setiap
kelompok manusia atau suku yang berbeda satu dengan yang lainnya. Selain
itu masyarakat adalah kelompok manusia yang tinggal menetap dalam suatu
wilayah yang tidak terlalu jelas batas-batasnya, berinteraksi menurut
kesamaan pola tertentu, diikat oleh suatu harapan dan kepentingan yang
sama, keberadaannya berlangsung terus-menerus, dengan suatu rasa identitas
yang sama.
Dalam bahasa Inggris masyarakat disebut society, yang berasal dari kata Latin
“socius” yang berarti: teman atau kawan. Kata masyarakat berasal dari bahasa
Arab “syirk” sama-sama menunjuk pada apa yang kita maksud dengan kata
masyarakat, yakni sekelompok orang yang saling mempengaruhi satu sama
lain dalam suatu proses pergaulan, yang berlangsung secara
berkesinambungan.
Pergaulan ini terjadi karena adanya nilai-nilai, norma-norma, cara-cara dan
prosedur serta harapan dan keinginan yang merupakan kebutuhan
bersama.Hal-hal yang disebut terakhir inilah merupakan tali pengikat bagi
sekelompok orang yang disebut masyarakat (Antonius Atosokhi Gea dkk,
2003 : 30-31).
12
Masyarakat (sebagai terjemahan istilah society) adalah sekelompok orang
yang membentuk sebuah system semi tertutup (atau semi terbuka), di mana
sebagian besar interaksi adalah antara individu-individu yang berada dalam
kelompok tersebut.Kata “masyarakat” sendiri berakar dari kata dalam bahasa
Arab, musyarak. Berikut beberapa pendapat dari para ahli mengenai konsep
masyarakat adalah sebagai berikut :
Menurut Horton dalam M. Zaini Hasan dkk, (1996 : 12-13) mengatakan
masyarakat adalah sekumpulan manusia yang relatif mandiri, yang hidup
bersama-sama dalam waktu relatif lama mendiami kawasan tertentu, memiliki
kebudayaan relatif lama, serta melakukan aktivitas yang cukup lama pada
kelompok tersebut.
Lebih lanjut Horton dalam M. Zaini Hasan dkk, (1996 : 247) mengatakan
bahwa masyarakat adalah sekelompok orang yang hidup dalam suatu wilayah
tertentu, yang memiliki pembagian kerja yang berfungsi khusus dan saling
tergantung (interdependent), dan memiliki sistem sosial budaya yang
mengatur kegiatan para anggota, yang memiliki kesadaran akan kesatuan dan
perasaan memiliki, serta mampu untuk bertindak dengan cara yang teratur.
Menurut Koentjaraningrat dalam Usman Pelly dkk, (1994 : 29)
mengemukakan masyarakat adalah kesatuan hidup manusia yang berinteraksi
menurut suatu sistem adat istiadat tertentu yang bersifat kontinu, dan yang
terikat oleh rasa identitas bersama. Lebih lanjut Koentjaraningrat (2002 : 144)
mendefinisikan masyarakat adalah memang sekumpulan manusia yang saling
“bergaul”, atau dengan istilah ilmiah, saling “berinteraksi”.
13
Menurut Mayor Polak dalam Abu Ahmadi (2003:96), menyebutkan bahwa
masyarakat adalah wadah segenap antar hubungan sosial terdiri atas banyak
sekali kolektiva-kolektiva serta kelompok dalam tiap-tiap kelompok terdiri
atas kelompok-kelompok lebih baik atau sub kelompok.Sedangkan menurut
Djojodiguno tentang masyarakat adalah suatu kebulatan dari pada segala
perkembangan dalam hidup bersama antar manusia dengan manusia (dalam
Abu Ahmadi 2003:97).
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) menuliskan bahwa masyarakat
merupakan sejumlah manusia dalam arti seluas-luasnya dan terikat oleh suatu
kebudayaan yang mereka anggap sama. Richard T. Schaefer dan Robert P.
Lamm mengatakan pendapatnya bahwa pengertian masyarakat adalah
sejumlah besar orang yang tinggal dalam wilayah yang sama, relative
independen dari orang-orang di luar itu dan memiliki budaya yang relatif
sama.
Selain itu, menurut Soerjono Soekanto (1993; 105), masyarakat pada
umumnya memiliki ciri-ciri antara lain sebagai berikut:
a. Manusia yang hidup bersama; sekurang-kurangnya terdiri atas
dua orang
b. Bercampur atau bergaul dalam jangka waktu yang cukup lama
c. Berkumpulnya manusia akan menimbulkan manusia baru.
Sebagai akibat dari hidup bersama, timbul system komunikasi
dan peraturan yang mengatur hubungan antar manusia
d. Sadar bahwa mereka merupakan suatu kesatuan
e. Merupakan suatu system hidup bersama. Sistem kehidupan
bersama menimbulkan kebudayaan karena mereka merasa
dirinya terikat satu sama lain
14
Masyarakat sebagai sekumpulan manusia didalamnya ada beberapa unsur
yang mencakup. Adapun unsur-unsur tersebut adalah:
1) Masyarakat merupakan manusia yang hidup bersama;
2) Bercampur untuk waktu yang cukup lama;
3) Mereka sadar bahwa mereka merupakan suatu kesatuan;
4) Mereka merupakan suatu sistem hidup bersama.
Menurut konvensi International Labour Organization (ILO ; 1989)
masyarakat adat adalah masyarakat yang berdiam di Negara-negara merdeka
di mana kondisi sosial, kultural dan ekonominya membedakan mereka dari
bagian-bagian masyarakat lain di negara tersebut dan statusnya diatur baik
seluruh maupun sebagian oleh masyarakat adat dan tradisis masyarakat
tersebut atau dengan paying hukum dan atau pengaturan khusus.
Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN ; 1982) dalam dokumen,
disebutkan bahwa masyarakat adat adalah komunitas yang memiliki asal-usul
leluhur yang hidup di wilayah geografis tertentu, serta memiliki sistem nilai,
ideologi, ekonomi, politik, budaya, dan sosial yang khas.
Selain itu juga peraturan Menteri Agraria/Kepala BPN No. 5 (1999),
menyebutkan bahwa masyarakat adat adalah sekelompok orang yang terikat
oleh tatanan hukum adatnya sebagai warga bersama suatu persekutuan hukum
karena kesamaan tempat tinggal maupun atas dasar keturunan.
Definisi yang diberikan oleh United Nations Economic and Social Council
(dalam Keraf, 2010:361) “Masyarakat adat adalah suku-suku dan bangsa
15
yang karena mempunyai kelanjutan historis dengan masyarakat sebelum
masuknya penjajah di wilayahnya, menganggap dirinya berbeda dari
kelompok masyarakat lain yang hidup di wilayah mereka”.
Masyarakat hukum adat menurut UU No.32/2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup, BAB I Pasal 1 butir 31 adalah: Masyarakat
Adat adalah sekelompok orang yang hidup secara turun temurun di wilayah
geografis tertentu, memiliki asal usul leluhur dan/atau kesamaan tempat
tinggal, identitas budaya, hukum adat, hubungan yang kuat dengan tanah dan
lingkungan hidup, serta sistem nilai yang menentukan pranata ekonomi,
politik, sosial, budaya, dan hukum.
Dari beberapa penjelasan para ahli di atas, penulis mengambil sebuah
kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan masyarakat adalah sekelompok
manusia yang telah cukup lama hidup dalam suatu wilayah tertentu dan saling
bekerja sama, memiliki pembagian kerja sehingg amereka dapat berorganisasi
serta mempunyai kebiasaan-kebiasaan, tradisi, sikap dan perasaan persatuan
yang sama untuk mencapai suatutujuan tertentu
2.2. Kerangka Pikir
Pada kehidupan manusia, biasanya melakukan interaksi, baik dengan dengan
keluarga ataupun dengan masyarakat luas. Seorang manusia berinteraksi
dengan manusia lainnya, baik secara individu ataupun kelompok di ruang
terbuka ataupun tertutup. Provinsi Lampung memiliki penduduk yang terdiri
dari berbagai macam suku yang ada di masing-masing daerah, contohnya
16
adalah masyarakat Batak. Masyarakat Batak juga terdapat di Kota Bandar
Lampung.
Masyarakat Batak, baik yang sudah lama bermukim di Bandar Lampung atau
perantau yang baru datang ke Kota Bandar Lampung, ada yang melakukan
sosialisasi dengan sesama masyarakat Batak, baik di ruang terbuka ataupun
ruang tertutup sehingga menjadikan keberadaan Lapo Tuak menjadi salah
satu alternatif ruang publik atau tempat berkumpul bagi masyarakat Batak di
Kota Bandar Lampung.
Berdasarkan pengertian di atas, ingin dilihat bagaimana fungsi lapo tuak
terhadap kehidupan masyarakat, dalam hal ini adalah masyarakat Batak. Hal
tersebut membuat penulis tertarik untuk membahas masalah tersebut dan
mengangkat fungsi lapo tuak dalam kehidupan masyarakat Batak di kota
Bandar Lampung.
17
MASYARAKAT BATAK
BERMUKIM DI
BANDAR LAMPUNG
LAPO TUAK
KEHIDUPAN MASYARAKAT
BATAK
PERANTAU
FUNGSI
2.3. Paradigma
Keterangan :
Garis Pengaruh
18
REFERENSI
Ikegami, Shigerio. 1997. Annual Report of the University of Shizuoka Tuak in the
Toba Batak Society:A Preliminary Report on the Socio-cultural Aspect
of Palm Wine Consumption , Hamamatsu CollegeNo.11-3, Part 5.
Siahaan, Nalom. 1982. Adat Dahilan Natolu : Prinsip dan Pelaksanaanya. Jakarta
: Grafina Hlm. 49.
Antonius, Atosokhi , Gea. dkk. 2003. Character Building II Relasi Dengan
Sesama. Jakarta: Gramedia. Hlm. 30-31
M. Zaini Hasan d.k.k. 1996. Pengantar Ilmu Sosial. Jakarta. Proyek Pendidikan
Tenaga Akademik. Hl.12-13
Ibid. Hlm.247
Pelly, Usman, 1994, Teori – Teori Sosial Budaya, Proyek Pembinaan Dan
Peningkatan Mutu Tenaga Kependidikan, Direktorat Jenderal Pendidikan
Tinggi Dan Kebudayaan. Hlm. 29
Koentjaraningrat. 2002. Pengantar Ilmu Antropologi. PT. Rineka Cipta, Jakarta.
Hlm. 144
Ahmadi, Abu. 2003. Ilmu Pendidikan. Rineka Cipta. Jakarta. Hlm. 96
Ibid. Hlm. 97
Soekanto, Soerjono. 1993. Kamus Sosiologi. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Hlm. 105
Keraf, A. Sonny. 2010. Etika Lingkungan Hidup. Jakarta: PT Kompas Media
Nusantara. Hlm. 361
Sumber Lain :
Undang-Undang No.32/2009 Tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup
19
Konvensi Ilo No. Konvensi Ilo No. 169 Tahun 1989 Mengenai Masyarakat
Hukum Adat
Peraturan Menteri Agraria/Kepala BPN No. 5 (1999)
20
III. METODE PENELITIAN
3.1.Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi yang menjadi fokus penelitian adalah Kota Bandar Lampung meliputi
beberapa Kecamatan di Kota Bandar Lampung. Waktu penelitian yang
dilakukan pada bulan September hingga bulan Oktober 2019.
3.2.Metode Penelitian
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif, yaitu
merupakan suatu metode yang berusaha menggambarkan suatu masalah yang
menjadi objek dalam penelitian. Penelitian deskriptif tertuju pada pemecahan
masalah yang ada pada masa sekarang, karena banyak penelitian maka
metode deskriptif merupakan istilah umum yang mencakup berbagai teknik
deskriptif antara lain metode dengan teknik wawancara, teknik dokumentasi
dan teknik observasi (Nawawi, 1995 : 53). Metode deskriptif ini merupakan
suatu deskriptif dan analisa tentang suatu masyarakat yang didasarkan pada
penelitian lapangan.
Metode merupakan suatu hal yang menjadi sangat penting untuk keberhasilan
dalam suatu penelitian. Metode merupakan prosedur atau cara untuk
mengetahui sesuatuyang mempunyai langkah-langkah sistematis (Hunaini
Usman, Purnomo, 2008:41). Sedangkan menurut pendapat lain, metode
21
merupakan cara utama yang digunakan untuk mencapai suatu tujuan,
misalnya dengan menggunakan dan menguji serangkaian hipotesa dengan
dengan teknik serta alat-alat tertentu (Winarno Surachmad, 1998:32).
Berdasarkan dan pendapat di atas, maka dapat diartikan bahwa metode
deskriptif adalah metode yang memaparkan secara keseluruhan rangkaian
tentang objek yang akan diteliti. Dalam penelitian ini objek yang akan diteliti
adalah Fungsi Lapo Tuak dalam Kehidupan Masyarakat Batak di Kota
Bandar Lampung.
3.3.Variabel Penelitian
Variabel adalah konsep yang mempunyai variasi nilai. Variabel juga dapat
diartikan sebagai pengelompokan yang logis dari dua atau lebih atribut (S.
Margono, 2007:133). Variabel menunjukkan pada gejala, karakteristik, atau
keadaan yang kemunculannya berbeda-beda pada setiap subjek (Mohammad
Ali, 1992 : 91). Menurut pendapat Mohammad Natzir, variabel sendiri
diartikan sebagai konsep yang mempunyai bermacam-macam nilai.
Variabel-variabel ilmu-ilmu sosial berasal dari suatu konsep yang perlu
diperlukan dan diubah bentuknya sehingga dapat diukur dan dipergunakan
secara operasional (Mohammad Natzir, 2005 : 122). Berdasarkan pengertian
variabel di atas maka variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Lapo Tuak dalam Kehidupan Masyarakat Batak di Kota Bandar Lampung.
22
3.3.1. Definisi Operasional
Definisi operasional adalah salah satu bagian dalam penelitian yang
mendefinisikan sebuah konsep atau variabel agar dapat diukur secara ilmiah,
dengan cara melihat pada indikator dari suatu konsep atau variabel. Indikator
dapat berupa: perilaku, aspek, sifat atau karakteristik (Juliansyah, 2011 : 97).
Definisi operasional variabel menurut Sumadi adalah definisi yang
didasarkan atas sifat-sifat hal yang dapat diamati (Sumadi, 2012 : 29),
sedangkan menurut Walizer dan Wienir Pengertian operasional adalah
seperangkat petunjuk yang lengkap tentang apa yang harus diamati
(observasi) dan bagaimana juga mengukur suatu variabel ataupun konsep
definisi operasional tersebut dan dapat membantu kita untuk mengklarifikasi
gejal di sekitar ke dalam kategori khusus dari suatu variabel (Walizer dan
Wienir : 1986 :69). Penelitian ini, penulis merumuskan definisi operasional
variabel Lapo Tuak bagi kehidupan sosial masyarakat adat Batak di Kota
Bandar Lampung.
3.3.2. Teknik Penentuan Informan
Menurut Imam Suprayogo dan Tobroni memberikan penjelasan bahwa :
Syarat seorang informan harus jujur, taat pada janji, patuh dalam
peraturan, suka berbicara, tidak masuk dalam kelompok yang bertentangan
dengan luar penelitian dan mempunyai pandangan tertentu tentang suatu
hal/peristiwa yang terjadi. Dalam penelitian kualitatif posisi narasumber
sangat penting, bukan sekadar memberi respons, melainkan juga sebagai
pemilik informasi. Karena itu, ia disebut informan (orang yang
memberikan informasi, sumber informasi, sumber data) atau disebut juga
subyek yang diteliti, karena ia bukan saja sebagai sumber data, melainkan
juga aktor atau pelaku yang ikut menentukan berhasil tidaknya sebuah
penelitian berdasarkan informasi yang diberikan (Imam Suprayogo dan
Tobroni, 2001: 163).
23
Penentuan untuk menjadi informan suatu penelitian harus memiliki kriteria
agar data dapat diperoleh dengan lebih valid. Kriteria-kriteria tersebut
meliputi : subjek telah lama dan intensif menyatu dengan lokasi penelitian,
ditandai oleh kemampuan memberikan informasi di luar kepala tentang
sesuatu yang ditanyakan.
1. Subjek masih terikat secara penuh dan masih aktif pada lingkungan
dan kegiatan yang menjadi sasaran penelitian.
2. Subjek mempunyai cukup informasi yang dibutuhkan oleh sang
peneliti, serta memiliki banyak waktu atau kesempatannya untuk
dimintai informasi (Spradley, 1990 : 57).
Berdasarkan kriteria yang telah disebutkan di atas, penentuan informan dalam
penelitian ini dilakukan secara purposive, dimana pemilihan informan dipilih
secara sengaja berdasarkan kriteria tersebut. Dalam penelitian ini kriteria
informan yang diambil adalah orang yang terlibat dalam kegiatan
perekonomian, dalam hal ini adalah penjualan tuak. Selain untuk
diwawancarai adalah Ketua Paguyuban yang dalam Bahasa Batak disebut
dengan Punguan. Berdasarkan keriteria yang telah disebutkan para ahli di
atas, maka yang digunakan untuk memilih informan adalah :
1 Ketua Punguan atau sesepuh adat yang bertugas untuk memberikan
informasi tentang bagaimana pengaruh Tuak dalam kehidupan sosial
masyarakat, khususnya masyarakat adat Batak.
2 Pemilik lapo Tuak yang mampu memberi informasi tentang fungsi Lapo
Tuak sebagai sarana untuk berkumpul masyarakat, dalam hal ini adalah
masyarakat Batak.
3 Masyarakat adat Batak sebagai obyek penelitian.
24
3.4. Teknik Pengumupulan Data
Pada penelitian kebudayaan ini teknik pengumpulan data menggunakan
teknik wawancara, observasi, dokumentasi, dan kepustakaan. Informasi-
informasi yang dibutuhkan memaparkan tentang sesuatu hal maupun
peristiwa yang termuat dalam data. Jelas bahwa dalam pengumpulan data
memerlukan teknik-teknik pengumpulan data, sehubungan dengan informasi
yang diperlukan pastinya nanti akan lebih mudah untuk kita mendapatkan.
Teknik-teknik tersebut adalah :
3.4.1. Wawancara
Wawancara adalah salah satu teknik pengumpulan data. Ini merupakan suatu
cara yang digunakan seseorang untuk tujuan suatu tugas tertentu untuk
mendapatkan keterangan atau pendirian secara lisan dari seorang responden,
dengan bercakap-cakap berhadapan maka dengan orang lain atau responden
(Koentjaraningrat, 1997 : 162).
Menurut Mohammad Ali, wawancara merupakan salah satu teknik
pengumpulan data yang dilakukan dengan cara mengadakan tanya jawab baik
secara langsung maupun tidak langsung dengan sumber data (Ali, 1985 : 83).
Wawancara harus dilakukan dengan efektif dengan mempertimbangkan
waktu yang singkat untuk memperoleh data yang maksimal. Teknik
wawancara dalam penelitian kualitatif adalah wawancara mendalam.
Menurut Sulistyo-Basuki, dalam teknik pengumpulan menggunakan
wawancara pada dasarnya hampir sama dengan teknik kuesioner. Wawancara
itu sendiri dibagi menjadi 3 kelompok yaitu wawancara terstruktur,
25
wawancara semi-terstruktur, dan wawancara mendalam (in-depth interview).
Namun disini peneliti memilih melakukan wawancara mendalam, ini
bertujuan untuk mengumpulkan informasi yang kompleks, yang sebagian
besar berisi pendapat, sikap, dan pengalaman pribadi. Untuk menghindari
kehilangan informasi, maka peneliti meminta izin kepada informan untuk
menggunakan alat perekam.
Sebelum dilangsungkan wawancara mendalam, peneliti menjelaskan atau
memberikan sekilas gambaran dan latar belakang secara ringkas dan jelas
mengenai topik penelitian. Peneliti harus memperhatikan cara-cara yang
benar dalam melakukan wawancara, diantaranya adalah sebagai berikut :
a) Pewawancara hendaknya menghindari kata yang memiliki arti
ganda, taksa, atau pun yang bersifat ambiguitas.
b) Pewawancara menghindari pertanyaan panjang yang mengandung
banyak pertanyaan khusus. Pertanyaan yang panjang hendaknya
dipecah menjadi beberapa pertanyaan baru.
c) Pewawancara hendaknya mengajukan pertanyaan yang konkrit
dengan acuan waktu dan tempat yang jelas.
d) Pewawancara seyogyanya mengajukan pertanyaan dalam rangka
pengalaman konkrit si responden.
e) Pewawancara sebaiknya menyebutkan semua alternatif yang ada
atau sama sekali tidak menyebutkan alternatif.
f) Dalam wawancara mengenai hal yang dapat membuat responden
marah, malu atau canggung, gunakan kata atau kalimat yang dapat
memperhalus. (Sulistyo-Basuki 2006 :82)
Wawancara mendalam adalah proses mencari keterangan untuk tujuan
penelitian dan tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara dengan
informan (Juliansyah Noor, 2012 : 139).
i. Wawancara Terstruktur
Dalam wawancara terstruktur pewawancara menyampaikan beberapa
pertanyaan yang telah disampaikan pewawancara sebelumnya (Nawawi
26
1993 : 185). Wawancara terstruktur adalah proses pencarian data dengan
mempersiapkan pertanyaan yang tersusun dan diajukan kepada informan
guna mendapatkan informasi yang dijadikan sumber penelitian. Dalam
wawancara ini peneliti mewawancarai Ketua Punguan dan masyarakat
Batak yang memahami fungsi lapo tuak dalam kehidupan masyarakat
Batak di Kota Bandar Lampung.
Menyusun daftar pertanyaan agar mempermudah penulisan dalam
mengingat hal-hal yang akan ditanyakan kepada informan. Sehingga
melalui wawancara terstruktur informasi yang hendak dicari dapat tersusun
dengan baik dan kemungkinan pertanyaan yang terlewat akan sedikit.
ii. Wawancara tidak Terstruktur
Wawancara tidak terstruktur dilakukan pada awal penelitian, karena
terkadang informan memberikan keterangan terkadang muncul jawaban
yang tidak terduga yang tidak akan muncul saat wawancara terstruktur
dilakukan, dan hal ini dapat menambah informasi yang akan penulis teliti.
Berdasarkan hal tersebut wawancara tidak terstruktur dilakukan penulis
untuk mendapatkan informasi secara langsung melalui tanya jawab dengan
informan, sehingga mendapatkan informasi yang lebih mendalam
mengenai persepsi masyarakat Batak tentang fungsi lapo dalam kehidupan
masyarakat Batak di Kota Bandar Lampung dan dalam wawancara ini
penulis akan mewawancarai ketua Punguan, pemilik lapo tuak dan
masyarakat Batak yang memahami tentang tuak dan lapo tuak.
27
3.4.2. Observasi
Menurut Banister, observasi berasal dari bahasa Latin yang berarti
memperhatikan dan mengikuti. Memperhatikan dan mengikuti berarti
mengamati dengan teliti dan sistematis sasaran perilaku yang dituju. Sasaran
yang tampak itulah yang disebut data atau informasi yang harus diamati dan
dicatat secara langsung keadaanya di lapangan sehingga diperoleh data atau
fakta yang berhubungan dengan masalah yang dikaji (Haris Hardiansyah,
2012 : 132).
Dalam penelitian ini, peneliti akan melakukan pengamatan atau observasi
yang terjadi di lingkungan Kota Bandar Lampung terhadap fungsi lapo tuak
dalam kehidupan masyarakat Batak di Kota Bandar Lampung.
3.4.3. Dokumentasi
Teknik dokumenter atau studi dokumenter adalah suatu teknik pengumpulan
data melalui peninggalan tertulis seperti arsip-arsip termasuk buku-buku,
pendapat dan lain-lain yang berhubungan dengan masalah penelitian
(Margono 2007 : 181). Sedangkan dokumentasi menurut Sugiyono (2015:
329) adalah suatu cara yang digunakan untuk memperoleh data dan informasi
dalam bentuk buku, arsip, dokumen, tulisan angka dan gambar yang berupa
laporan serta keterangan yang dapat mendukung penelitian.
Berdasarkan beberapa pendapat tersebut dapat diambil intisari bahwa cara
pengumpulan data melalui peninggalan tertulis seperti arsip-arsip disebut
teknik dokumentasi. Dokumentasi yang akan dilakukan yaitu teknik
28
pengumpulan data dari catatan, surat kabar, buku-buku pendapat teori, serta
buku-buku yang berhubungan dengan penelitian ini.
3.4.4. Kepustakaan
Teknik kepustakaan merupakan cara pengumpulan data dan informan dengan
bantuan bermacam-macam material yang terdapat di ruangan perpustakaan
seperti buku, majalah, naskah, dan sebagainya yang relevan dengan penelitian
(Koentjaraningrat, 1983 :420).
Sedangkan menurut Nazir (2013 :93) teknik pengumpulan data dengan
mengadakan studi penelaah terhadap buku-buku, literatur- literatur, catatan-
catatan, dan laporan-laporan yang ada hubungannya dengan masalah yang
dipecahkan. Teknik ini digunakan untuk memperoleh dasar-dasar dan
pendapat secara tertulis yang dilakukan dengan cara mempelajari berbagai
literatur yang berhubungan dengan masalah yang diteliti.
Hal ini juga dilakukan untuk mendapatkan data sekunder yang akan
digunakan sebagai landasan perbandingan antara teori dengan prakteknya di
lapangan. Data sekunder melalui metode ini diperoleh dengan browsing di
internet, membaca berbagai literatur, hasil kajian dari peneliti terdahulu,
catatan perkuliahan, serta sumber-sumber lain yang relevan.
3.5.Teknik Analisis Data
Pada penelitian ini penulis menggunakan teknik analisis data kualitatif karena
berupa catatan serta pemaknaan terhadap dokumen dan berupa keterangan-
keterangan. Selain itu analisis dengan pendekatan metode kualitatif yang
29
dapat memberika penjelasan yang nyata dalam kehidupan kita sesuai dengan
hal yang diteliti. Analisis data adalah kegatan analisis mengkategorikan data
untuk mendapatkan pola hubungan, tema, menafsirkan appa yang bermakna,
serta menyampaikan atau melaporkan (Husaini, 2009 : 84). Untuk
menganalisis data menurut Husaini adalah sebagai berikut.
3.5.1 Reduksi Data
Menurut Sugiyono (2015:249) reduksi data merupakan proses berfikir
sensitif yang memerlukan kecerdasan dan keluasan dan kedalaman wawasan
yang tinggi. Bagi peneliti yang masih baru, dalam melakukan reduksi data
dapat mendiskusikan pada teman atau orang lain yang dipandang ahli. Dalam
mereduksi data, setiap peneliti akan dipandu oleh tujuan yang akan dicapai.
Tujuan utama dari penelitian kualitatif adalah pada temuan. Oleh karena itu,
kalau peneliti dalam melakukan penelitian, menemukan segala sesuatu yang
dipandang asing, tidak dikenal, belum memiliki pola, justru itulah yang harus
dijadikan perhatian peneliti dalam melakukan reduksi data.
Data dari lapangan kemudian ditulis dalam bentuk laporan, selanjutnya
direduksi, dirangkum, difokuskan kepada hal penting, selanjutya dicari tema
dan polanya atau disusun secara sistematis. Data yang direduksi akan
memberikan gambaran yang tajam tetang hasil pengamatan juga
mempermudah penelitian dalam mencari kembali data yang dibutuhkan.
Pada tahap reduksi data ini, peneliti akan memilah secara teliti data yang
dapat dan tidak dapat dijadikan sebagai landasan utama sebelum disajikan
30
dalam penelitian ini. Langkah-langkah yang digunakan pada tahap ini sebagai
berikut :
1. Mengumpulkan data jumlah lapo tuak di Kota Bandar Lampung.
2. Mengumpulkan jumlah penduduk masyarakat, khususya
masyarakat Batak di Kota Bandar Lampung.
3. Mengumpulkan data tentang fungsi lapo tuak sebagai tempat
interaksi masyarakat Batak di Kota Bandar Lampung.
3.5.2. Penyajian Data
Untuk penyajian data dibatasi sebagai sekumpulan formasi tersusun yang
memberikan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan.
Secara teknis, data yang telah dipilih kemulian diorganisir ke dalam
matriks yang akan disajikan dalam bentuk teks naratif. Penyajian data
dilakukan dengan mendeskripsikan hasil temuan dari kegiatan wawancara
terhadap informan sebagai penunjang data. Langkah-langkah yang
digunakan pada tahap ini sebagai berikut :
1. Mencari informasi fungsi lapo dalam kehidupan masyarakat
Batak di kota Bandar Lampung.
2. Mendeskripsikan fungsi lapo tuak dalam kehidupan masyarakat
Batak di kota Bandar Lampung.
3.5.3. Verifikasi dan Penarikan Kesimpulan
Pada tahapan ini penarikan kesimpulan dilakuka secara cermat dengan
melakukan verifikasi berupa tinjauan ulang pada catatan-catatan lapangan
sehingga data yang ada dapat teruji kebenarannya. Hasil wawancara (data)
31
dari informan kemudian ditarik kesimpulannya (sesuai dengan masalah
dan tujuan penelitian) sehingga jelas maknanya. Langkah-langkah yang
digunakan pada tahap ini sebagai berikut :
1. Menggabungkan hasil wawancara dengan data yang diperoleh di
lapangan mengenai bagaimana fungsi lapo tuak dalam kehidupan
masyarakat Batak di Kota Bandar Lampung
2. Menarik kesimpulan tentang fungsi lapo tuak dalam kehidupan
masyarakat Batak di Kota Bandar Lampung.
32
REFERENSI
Nawawi Hadari. 1993. Penelitian Terapan. Yogyakarta: Gajah Mada University
Press. Hlm. 53
Margono, S. 2007. Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.
Hlm.133
Ali, Mohammad. 1992. Penelitian Prosedur dan Strategi. Bandung: Angkasa.
Hlm.91
Natzir, Mohammad. 2005. Metode Penelitian. Bogor: Ghalia Indonesia. Hlm. 122
Noor, Juliansyah. 2011. Metodologi Penelitian. Jakarta: Kencana. Hlm. 97
Suryabrata, Sumadi. 2012. Metode Penelitian Ilmiah (Dasar Metode Teknik).
Jakarta: Tarsito. Hlm. 29
Walizer, Michael H. dan Paul L. Wienir. 1986. Metode dan Analisis Penelitian:
Mencari Hubungan. Jakarta: Erlangga. Hlm.69
Suprayogo, Imam dan Tobroni. 2001. Metode Penelitian Sosial-Agama. Bandung
: Remaja Rosdakarya. Hlm. 163
Spradley, James P. 1990. Format-Format Penelitian Sosial. Jakarta: Raja
Press.Hlm. 57
Koentjaraningrat. 1997. Metode Penelitian Masyarakat. Gramedia. Jakarta.
Ali, Mohammad. op.cit. Hlm. 83
Basuki, Sulistyo. 2006. Metode Penelitian. Jakarta: Wedatama Widya Sastra.
hlm. 82
Juliansyah Noor.(2012). Metodologi Penelitian Skripsi, Tesis dan Disertasi Karya
Ilmiah. Cetakan Kedua. Jakarta:Kencana Prenada Media. Hlm. 139
Nawawi, Hadari. op. cit. Hlm 185
Hardiansyah, Haris. 2009. Metode Penelitian Kualitatif untuk Ilmu-Ilmu Sosial.
Jakarta: Salemba Humanika. Hlm. 132
33
Margono. op.cit. hlm.181
Sugiyono (2015). Metode Penelitian Kombinasi (Mix Methods). Bandung:
Alfabeta. Hlm. 392
Koentjaraningrat.1983. Metode-Metode Penelitian Masyarakat. Gramedia.
Jakarta.Hlm. 420
Nazir, Moh. (2013). Metode Penelitian. Bogor: Ghalia Indonesia. Riduwan.
(2009)
Usman, Husaini. 2009. Metodologi Penelitian Sosial. Jakarta :Bumi Aksara. Hlm.
84
Sugiyono. op.cit. Hlm.249
67
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan maka dapat disimpulkan
sebagai berikut:
a. Fungsi Lapo Tuak dalam Kehidupan Masyarakat Batak
1. Lapo tuak menjadi salah satu ruang publik bagi masyarakat, teruntuk
masyarakat etnis Batak Toba perantauan di Bandar Lampung,
dikarenakan disekitar tempat tinggal etnis Batak Toba biasanya
banyak warung tuak atau yang lebih dikenal dengan lapo tuak. Bila
etnis Batak toba berkumpul terutama kaum laki-laki, mereka senang
meminum tuak, sebab kebiasaan meminum tuak merupakan salah
satu kebiasaan.
2. Lapo tuak bagi masyarakat umum dan khususnya masyarakat Batak
tidak selamanya lapo tuak hanya sebagai tempat mabuk-mabukan,
lapo tuak juga dapat menjadi sumber informasi yang dapat
dipercayai masyarakat.
b. Peran Lapo Tuak dalam membangun interaksi Masyarakat Batak
1. Lapo tuak dapat menjadi salah satu alternatif tempat interaksi
masyarakat Batak, khususnya perantau, di Kota Bandar Lampung
2. Pengunjung lapo tuak merupakan dari berbagai kalangan atau pun
profesi serta, di lapo tuak tidak ada pembedaan kelas antara yang
68
berekonomi rendah maupun berekonomi tinggi. Semua saling
berbaur tanpa memandang status sosial yang ada.
5.2. Saran
Setelah melewati penelitian dan pemaparan data pada penulisan ini, adapun
saran yang diberikan penulis terkait hasil penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Masyarakat haruslah lebih cerdas dalam menilai aktivitas yang
dilakukan oleh para pengunjung lapo tuak. Sehingga muncul
pandangan bahwa lapo tuak bukan sebagai tempat untuk membuang-
buang waktu saja atau juga sebagai tempat mabuk-mabukan saja,
namun lapo tuak dapat menjadi tempat dalam membangun interaksi
antara masyarakat, khususnya Masyarakat Batak.
2. Diharapkan agar masyarakat Batak khususnya di Bandar Lampung
untuk melakukan interaksi dengan masyarakat Batak lainnya, baik di
lapo tuak ataupun di tempat lainnya. Meskipun tidak di lapo, tetapi
interaksi antar masyarakat Batak tetap dilakukan.
3. Sebagai pelanggan lapo tuak yang telah melakukan penelitian
mengenai lapo tuak, diharapkan agar berkurangnya pandangan
negatif mengenai lapo tuak sebagai tempat yang hanya dijadikan
sebagai tempat mabuk-mabukan. Dengan adanya penelitian ini
diharapkan agar pembaca mau memaklumi bahwa hal tersebut
bukanlah hal yang utama melainkan interaksi antara perantau yang
merindukan suasana kampung halamanlah yang menjadi hal utama
mengenai lapo itu sendiri.
69
DAFTAR PUSTAKA
A.T.I.S, Holong. 2016. Peluang Lapo Tuak Sebagai Wadah Membangun Gerakan
Sosial di Masyarakat. Universitas Sumatera Utara. Medan.
Ahmadi, Abu. 2003. Ilmu Pendidikan. Rineka Cipta. Jakarta.
Ali, Mohammad. 1992. Penelitian Prosedur dan Strategi. Angkasa. Bandung.
Antonius, Atosokhi, Gea. dkk. 2003. Character Building II Relasi Dengan
Sesama. Gramedia. Jakarta.
Basuki, Sulistyo. 2006. Metode Penelitian. Wedatama Widya Sastra. Jakarta.
Hardiansyah, Haris. 2009. Metode Penelitian Kualitatif untuk Ilmu-Ilmu Sosial.
Salemba Humanika. Jakarta.
Juliansyah Noor.(2012). Metodologi Penelitian Skripsi, Tesis dan Disertasi Karya
Ilmiah. Cetakan Kedua. Kencana Prenada Media. Jakarta.
Keraf, A. Sonny. 2010. Etika Lingkungan Hidup. Kompas Media Nusantara.
Jakarta.
Koentjaraningrat. 1997. Metode Penelitian Masyarakat. Gramedia. Jakarta.
______________ 2002. Pengantar Ilmu Antropologi. Rineka Cipta. Jakarta.
______________.1983. Metode-Metode Penelitian Masyarakat. Jakarta.
Gramedia.
M. Zaini Hasan d.k.k. 1996. Pengantar Ilmu Sosial. Proyek Pendidikan Tenaga
Akademik. Jakarta.
Margono, S. 2007. Metodologi Penelitian Pendidikan. Rineka Cipta. Jakarta.
Natzir, Mohammad. 2005. Metode Penelitian. Ghalia Indonesia. Bogor.
Nawawi Hadari. 1993. Penelitian Terapan. Gajah Mada University Press.
Yogyakarta.
Noor, Juliansyah. 2011. Metodologi Penelitian. Kencana . Jakarta.
70
Pelly, Usman, 1994, Teori – Teori Sosial Budaya, Proyek Pembinaan Dan
Peningkatan Mutu Tenaga Kependidikan. Direktorat Jenderal Pendidikan
Tinggi Dan Kebudayaan.
Siahaan, Nalom. 1982. Adat Dahilan Natolu : Prinsip dan Pelaksanaanya.
Grafina. Jakarta
Soekanto, Soejono. 1990. Sosiologi Suatu Pengantar. Raja Grafindo Persada.
Jakarta..
Soekanto, Soerjono. 1993. Kamus Sosiologi. Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Soemardjan Selo dan Soemardi Soelaiman, 1964. Setangkai Bunga Sosiologi,
Universitas Indonesia, Fakultas Ekonomi. Jakarta.
Spradley, James P. 1990. Format-Format Penelitian Sosial. Raja Press. Jakarta.
Sugiyono (2015). Metode Penelitian Kombinasi (Mix Methods). Alfabeta.
Bandung.
Suprayogo, Imam dan Tobroni. 2001. Metode Penelitian Sosial-Agama. Remaja
Rosdakarya. Bandung
Suryabrata, Sumadi. 2012. Metode Penelitian Ilmiah (Dasar Metode Teknik).
Tarsito. Jakarta
Suryadi Culla, Adi. 2006. Rekonstruksi Civil Society: Wacana dan Aksi Ornop.
Pustaka LP3ES Indonesia 2006. Jakarta.
Usman, Husaini. 2009. Metodologi Penelitian Sosial. Bumi Aksara. Jakarta.
Walizer, Michael H. dan Paul L. Wienir. 1986. Metode dan Analisis Penelitian:
Mencari Hubungan. Erlangga. Jakarta.
Sumber Lain :
Ikegami, Shigerio. 1997. Annual Report of the University of Shizuoka Tuak in the
Toba Batak Society:A Preliminary Report on the Socio-cultural Aspect of
Palm Wine Consumption , Hamamatsu CollegeNo.11-3, Part 5.
Undang-Undang No.32/2009 Tentang Perlindungan Dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup
71
Konvensi ILO No. 169 Tahun 1989 Mengenai Masyarakat Hukum Adat
Peraturan Menteri Agraria/Kepala BPN No. 5 (1999)
Badan Pusat Statistik Kota Bandar Lampung 2017
Wawancara :
Wawancara dengan Bapak Pakpahan tanggal 16 Oktober 2019
Wawancara dengan D. Sitorus tanggal 17 Oktober 2019
Wawancara dengan D.H. Sitohang, tanggal 17 Oktober 2019
Wawancara dengan T. Situmorang pada tanggal 18 Oktober 2019
Wawancara dengan Bapak N. Nababan pada tanggal 20 Oktober 2019
Wawancara dengan Bapak Edison Nainggolan, tanggal 26 Januari 2020
Wawancara dengan Alex Indra Manurung, tanggal 30 Januari 2020
top related