EKONOMI REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA: Sektor …
Post on 16-Oct-2021
3 Views
Preview:
Transcript
Jurnal Ekonomi dan Studi Pembangunan
Volume 10, Nomor 1, April 2009: 13 ‐ 33
EKONOMI REGIONAL PROVINSI SULAWESI TENGGARA:
Pendekatan Sektor Basis dan Analisis Input‐Output
Sri Subanti 1 dan Arif Rahman Hakim 2
1 Fakultas Ekonomi Universitas Sebelas Maret Surakarta
Jalan Ir. Sutami 36 A Surakarta 57126 Telp. (0271) 646994 Fax. (0271) 646655. E‐mail: subanti@uns.ac.id
2 Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia
Kampus Depok 16424 – Indonesia. Telp: 021‐786 7222. E‐mail: arif_rhakeem@yahoo.co.id
Abstrak: Ikhtisar penelitian ini mengkaji ekonomi regional di Provinsi Sulawesi Tenggara. Analisis dalam makalah ini menggunakan pendekatan export based dan analisis input-output. Hasil penelitian ini yaitu (1) sektor pertanian, konstruksi, transportasi & komunikasi, dan sektor jasa menjadi sektor basis di Sulawesi Tenggara. (2) Sektor listrik, gas, air dan pem-biayaan sektor memiliki nilai positif dalam industry mix & regional shift. Sedangkan sektor pertanian dan sektor jasa dapat dikategorikan dalam sektor pertumbuhan lambat dan sektor berkompetensi tinggi. (3) Sektor pertambangan mempunyai pengganda output tertinggi. (4) Sektor pertanian dan sektor perdagangan, hotel, restoran memiliki indeks keterkaitan ke depan lebih dari satu. (5) Sektor pertambangan, sektor pertanian, sektor perdagangan hotel dan restoran memiliki indeks keterkaitan ke belakang lebih dari satu juga. (6) Sektor pertanian dan sektor perdagangan, hotel, restoran menjadi sektor utama di Provinsi Sulawesi Tenggara. Sek-tor ini perlu dikembangkan karena dengan memperluas sektor ini diharapkan dapat men-dorong sektor ekonomi lain.
Kata kunci: sektor berbasis ekspor, LQ, shift-share, analisis input-output
Abstract: This paper aims to study regional economic in Southeast Sulawesi Province. Ana-lyse in this paper used export based approach and input-output analysis. This study found that (1) agriculture sector, construction, transport & communication, and service sector be-come base sectors in Southeast Sulawesi. (2) Sector electricity, gas, water and sector finance have positive value in industry mix & regional shift. Otherwise, sector agriculture and sector services can categorize in slow growth sector and high competence sector. (3) Sector mining have highest output multiplier. (4) Sector agriculture and sector trade, hotel, restaurant have forward linkage indeks more than one. (5) Sector mining, sector agriculture, and sector trade hotel restaurant have backward linkage indeks more than one too. (6) Sector agriculture and sector trade hotel restaurant become key sectors in Southeast Sulawesi Province. This sectors which need to be developed because by expanding this sector expected to push another eco-nomic sector.
Keywords: export based sector, LQ, shift-share, input output analysis
PENDAHULUAN
Pembangunan nasional mempunyai dampak
atas pembangunan daerah, sebab daerah me‐
rupakan bagian integral dari suatu negara.
Indonesia adalah negara kesatuan, dimana
rencana rencana pembangunan meliputi ren‐
cana pembangunan nasional dan rencana
pembangunan regional. Pembangunan eko‐
nomi nasional mempunyai dampak atas
struktur ekonomi nasional dan struktur eko‐
nomi daerah. Pembangunan yang berorien‐
Jurnal Ekonomi dan Studi Pembangunan Volume 10, Nomor 1, April 2009: 13 ‐ 33 14
tasi pada suatu sektor tertentu, biasanya me‐
nyebabkan prestasi sektor tersebut mening‐
kat baik di tingkat nasional maupun di ting‐
kat daerah selama kurun waktu tertentu
(Soepono; 1993). Meski demikian, kegiatan
pembangunan seyogyanya lebih ditujukan
pada urusan peningkatan kualitas masyara‐
kat, pertumbuhan ekonomi dan pemerataan
ekonomi yang optimal, perluasan tenaga
kerja, dan peningkatan taraf hidup masya‐
rakat.
Salah satu ukuran untuk melihat kinerja
pembangunan ekonomi dapat dilihat melalui
Produk Domestik Bruto. Bila konteksnya
daerah bernama Produk Domestik Regional
Bruto. Produk Domestik Regional Bruto
(PDRB) di Sulawesi Tenggara pada dasarnya
terdiri dari sembilan sektor, yaitu sektor
pertanian, pertambangan dan penggalian,
industri pengolahan, listrik dan air minum,
bangunan, perdagangan, hotel dan restoran,
pengangkutan dan komunikasi, keuangan,
persewaan dan jasa persahaan serta jasa‐jasa.
Dalam rangka melihat fluktuasi perkem‐
bangan kinerja ekonomi tersebut akan terlihat
melalui Produk Domestik Regional Bruto
(PDRB) secara berkala yaitu pertumbuhan
yang positif akan menunjukkan adanya pe‐
ningkatan perekonomian, sebaliknya apabila
negatif menunjukkan penurunan perekono‐
mian (Azhar, dkk; 2001). Sulawesi Tenggara
sendiri merupakan bagian dari region yang
notabene merupakan salah satu provinsi dari
33 provinsi yang terdapat di Indonesia.
Menurut data dari Badan Pusat Statistik
(BPS), Sulawesi Tenggara mencatat pertum‐
buhan PDRB Atas Dasar Harga Konstan se‐
besar Rp8.643.330 Juta setara 7,68 persen di
tahun 2006 atau meningkat dari sebelumnya
sebesar Rp8.026.856 Juta setara 7,31 persen di
tahun 2005. PDRB Atas Dasar Harga Berlaku
secara nominal meningkat namun secara
pertumbuhannya mengalami penurunan,
dimana tahun 2006 sebesar Rp15.270.350 juta
setara 17,64 persen atau meningkat secara
nominal dari tahun sebelumnya sebesar
Rp.12.683.406.798,‐ setara 26,42 persen di ta‐
hun 2005. Pertumbuhan PDRB Sulawesi
Tenggara Tahun 2001‐2006 atas Dasar Harga
Berlaku & atas Dasar Harga Konstan, dapat
dilihat pertumbuhannya pada Gambar 1.
Bagi provinsi Sulawesi Tenggara, terda‐
pat tiga sektor yang dapat menyumbangkan
PDRB dalam jumlah besar yaitu sektor perta‐
nian, sektor perdagangan hotel dan restoran,
dan sektor jasa. Kontribusi masing‐masing
0.00%
5.00%
10.00%
15.00%
20.00%
25.00%
30.00%
2001 2002 2003 2004 2005 2006
PDRB ADHB PDRB ADHK 2000
Sumber: BPS Provinsi Sulawesi Tenggara 2008, Hasil Pengolahan Data
Gambar 1. Pertumbuhan PDRB Provinsi Sulawesi Tenggara Tahun 2001‐2006
Atas Dasar Harga Berlaku & Atas Dasar Harga Konstan
Studi Ekonomi Regional ... (Sri Subanti dan Arif Rahman H.) 15
sektor berfluktuasi tiap tahunnya, namun
ketiga sektor tersebut menyumbang hampir
lebih dari separuh struktur PDRB di Sulawesi
Tenggara. Dalam Tabel 1 dapat dilihat kon‐
tribusi sektor ekonomi di Sulawesi Tenggara
tahun 1995 & 2002‐2006.
Kontribusi sektor ekonomi yang besar ini
tentu diharapkan mampu menjadi penggerak
roda ekonomi lokal provinsi Sulawesi Teng‐
gara sehingga kegiatan ekonomi yang dila‐
kukan menjadi lebih nyata dan signifikan.
Sektor ini kemudian ditopang sektor pendu‐
kung yang menjadi fungsi total dari pereko‐
nomian. Jika perekonomian makin besar
maka perlu banyak sektor pendukung dalam
perekonomian tersebut. Idealnya sektor pen‐
dukung ini dapat dipenuhi oleh masyarakat
lokal.
Oleh karenanya, ketika pertumbuhan
suatu daerah ditentukan oleh eksploitasi
kemanfaatan alamiah dan pertumbuhan
sektor ekonomi daerah yang bersangkutan.
Idealnya suatu daerah seyogyanya mampu
menyediakan permintaan akan sumberdaya
lokal untuk menggerakkan ekonomi daerah,
termasuk tenaga kerja dan bahan baku se‐
hingga tidak mengimpor dari luar. Upaya ini
diharapkan dapat menghasilkan kekayaan
daerah utamanya bergeraknya perekonomian
lokal yang lebih baik. Terlebih lagi dengan
diberlakukannya otonomi yang memberi
kewenangan yang luas kepada daerah untuk
lebih bertanggung jawab terhadap perkemba‐
ngan daerahnya. Upaya ini menjadi peluang
sekaligus tantangan untuk memacu perkem‐
bangan ekonomi regional Sulawesi Tenggara
memperhatikan keserasian dan keterpaduan
perkembangan ekonomi lokal agar tidak
terjadi ketimpangan wilayah.
Berdasarkan uraian di atas, perlu kiranya
dilakukan studi ekonomi regional dalam
perekonomian di Sulawesi Tenggara sekali‐
gus pemetaan sektor ekonomi ekonomi baik
melalui pendekatan sektor basis maupun
analisis input output.
Tinjauan literatur dalam penelitian ini
sebagai berikut:
Sektor Basis. Suatu perencanaan pem‐
Tabel 1. Kontribusi PDRB Provinsi Sulawesi Tenggara Menurut Sektor Ekonomi (Persen)
1995* PDRB Harga Berlaku PDRB Harga Konstan Sektor Ekonomi Struktur
Ouput
Nilai
Tambah 2002 2004 2006 2002 2004 2006
1 Pertanian 45.69% 43.58% 41.48% 41.13% 40.73% 38.09% 37.41% 36.19%
2 Pertambangan &
Penggalian 5.62% 4.35% 3.70% 5.01% 4.05% 3.54% 5.65% 5.01%
3 Industri 0.88% 0.69% 7.03% 6.20% 6.85% 8.47% 7.52% 8.75%
4 Listrik, gas, dan air
bersih 0.87% 0.69% 0.75% 1.12% 1.01% 0.54% 0.64% 0.70%
5 Bangunan/Konstruksi 8.23% 8.09% 7.67% 7.00% 6.72% 8.04% 7.70% 7.77%
6 Perdagangan, Hotel, &
Restoran 19.95% 20.34% 14.90% 14.95% 14.40% 16.11% 15.30% 15.11%
7 Pengangkutan &
Komunikasi 4.09% 5.41% 6.19% 6.57% 7.61% 6.78% 7.35% 7.59%
8 Keuangan, sewa, & Js
Pershn 12.55% 14.94% 3.71% 4.61% 5.31% 3.86% 4.85% 5.55%
9 Jasa‐Jasa 2.12% 1.89% 14.58% 13.41% 13.33% 14.56% 13.60% 13.32%
Sumber: BPS Sulawesi Tenggara Tahun 2008
* Tabel Input Output 1995
Jurnal Ekonomi dan Studi Pembangunan Volume 10, Nomor 1, April 2009: 13 ‐ 33 16
bangunan ekonomi diperlukan penentuan
kegiatan kegiatan di antara sektor‐sektor
perekonomian. Pada dasarnya, masing‐ma‐
sing sektor tidak berdiri sendiri melainkan
saling berkaitan. Kemajuan suatu sektor tidak
akan terlepas dari dukungan yang diberikan
oleh sektor lainnya sehingga sebenarnya
keterkaitan antarsektor ini dapat dimanfaat‐
kan untuk memajukan seluruh sektor yang
terdapat dalam perekonomian. Dengan meli‐
hat keterkaitan antarsektor dan memperhati‐
kan efisiensi serta efektivitas yang hendak
dicapai dalam pembangunan, maka sektor
yang mempunyai keterkaitan tinggi dengan
banyak sektor pada dasarnya merupakan
sektor yang perlu mendapatkan perhatian
lebih (Nazara; 2009).
Teori ekonomi basis mengklarifikasikan
seluruh kegiatan ekonomi ke dalam dua sek‐
tor yaitu sektor basis dan sektor non basis.
Deliniasi wilayah dilakukan berdasarkan
konsep perwilayahan yaitu konsep homoge‐
nitas, nodalitas, dan administrasi (Hendayana;
2003). Dijelaskan oleh Rusastra, dkk bahwa
yang dimaksud kegiatan basis merupakan
kegiatan suatu masyarakat yang hasilnya
baik berupa barang maupun jasa ditujukan
untuk ekspor keluar dari lingkungan masya‐
rakat atau yang berorientasi keluar, regional,
nasional, dan internasional (Hendayana; 2003).
Konsep efisiensi teknis maupun efisiensi
ekonomis sangat menentukan dalam pertum‐
buhan basis suatu wilayah. Sedangkan kegia‐
tan non‐basis merupakan kegiatan masyara‐
kat yang hasilnya baik berupa barang atau
jasa diperuntukkan bagi masyarakat itu sen‐
diri dalam kawasan kehidupan ekonomi
masyarakat tersebut. Konsep swasembada,
mandiri, kesejahteraan, dan kualitas hidup
sangat menentukan dalam kegiatan non basis
ini.
Soepono (1993) juga menjelaskan bahwa
studi basis ekonomi regional umumnya beru‐
paya untuk mengenali aktivitas ekonomi
wilayah, kemudian meramalkan pertumbu‐
han dan mengevaluasi dampak aktivitas eko‐
nominya. Basis ekonomi dari sebuah komu‐
nitas terdiri atas aktivitas‐aktivitas yang
menciptakan pendapatan dan kesempatan
kerja utama pada sektor yang menjadi tum‐
puan perekonomian. Studi basis ekonomi
menemukenali sumber utama dari penda‐
patan dan kesempatan kerja sebagai basis
ekonomi dari suatu wilayah. Semua pertum‐
buhan ekonomi ditentukan oleh sektor dasar.
Sebaliknya pendapatan dan kesempatan kerja
non basis ditentukan oleh pendapatan dan
kesempatan kerja sektor basis.
Meski perkembangan tiap sektor ekono‐
mi terus terjadi sehingga berakumulasi pada
peningkatan output, tidak serta merta men‐
cerminkan pemerataan pendapatan masyara‐
kat dan penciptaan lapangan kerja. Maka
sektor ekonomi basis perlu didorong untuk
meningkatkan pemerataan pendapatan dan
penyediaan kesempatan kerja. Oleh karena‐
nya sektor ini mesti mendapatkan perhatian
pemerintah karena memiliki dasar yang kuat
sebagai penopang kegiatan perekonomian.
Melalui upaya ini, pemerintah diharapkan
mampu menurunkan jumlah pengangguran,
meningkatkan distribusi pendapatan, dan
mengurangi angka kemiskinan (Yamin; 2005).
Pengertian sektor basis pada dasarnya
harus dikaitkan dengan suatu bentuk perban‐
dingan, baik itu perbandingan berskala inter‐
nasional, regional, maupun nasional. Dalam
kaitannya dengan lingkup internasional,
suatu sektor dikatakan unggul jika sektor
tersebut mampu bersaing dengan sektor yang
sama dengan negara lain. Sedangkan lingkup
nasional, suatu sektor dapat dikategorikan
sebagai sektor unggulan apabila sektor di
wilayah tertentu mampu bersaing dengan
sektor yang sama yang dihasilkan oleh
wilayah lain di pasar nasional atau pasar
Studi Ekonomi Regional ... (Sri Subanti dan Arif Rahman H.) 17
domestik. Apabila sektor tersebut menjadi
sektor basis maka sektor tersebut harus
mengekspor produknya ke daerah lain,
sebaliknya apabila sektor tersebut menjadi
sektor non basis maka sektor tersebut harus
mengimpor produk sektor tersebut ke daerah
lain (Azhar, dkk; 2001 dan Antara; 2005).
Prospek pertumbuhan output di sektor
basis sangatlah penting, selain dapat berpe‐
ngaruh kepada proyeksi kesempatan kerja
untuk satu periode di masa yang akan datang
pada sektor itu sendiri maupun yang lain.
Kondisi ini menyebabkan perlunya campur
tangan pemerintah guna menitikberatkan
program pembangunan pada sektor yang
berpotensi untuk dapat menyerap tenaga
kerja lebih banyak. Prioritas tersebut diha‐
rapkan dapat memperluas kesempatan kerja
untuk mengurangi jumlah pengangguran
yang cederung semakin meningkat seiring
dengan peningkatan jumlah angkatan kerja,
serta meningkatkan kesejahteraan masya‐
rakat.
Analisis Input‐Output. Untuk mengi‐
dentifikasi sumber pertumbuhan output,
maka dilakukan analisis input‐output. Analisis
input‐output pertama kali diperkenalkan oleh
W. Leontief pada tahun 1930‐an. Baumol (1972)
dalam Nazara (2005) menyatakan bahwa ana‐
lisis input‐output sebagai usaha untuk mema‐
sukkan fenomena keseimbangan umum da‐
lam analisis empiris sisi produksi. Analisis ini
melihat keterkaitan antarsektor dalam suatu
perekonomian. Dalam analisis input‐output
kegiatan produksi suatu sektor akan meng‐
hasilkan dampak ekonomi pada sektor‐sektor
lainnya di dalam perekonomian tersebut. Di
satu sisi jika suatu sektor tertentu melakukan
kegiatan produksi, hal ini berarti sektor
tersebut meningkatkan permintaannya terha‐
dap hasil produksi sektor lainnya. Di sisi lain,
peningkatan output di sektor tersebut juga
menciptakan penawaran bagi sektor‐sektor
lain yang membutuhkan dari sektor tersebut.
Informasi mengenai transaksi barang dan
jasa yang terjadi antarsektor produksi di
dalam suatu ekonomi untuk analisis input
output disajikan dalam bentuk matriks (Re‐
sudarmo et.al, 2002). Data yang terdapat dalam
tabel I‐O menunjukkan hubungan dagang
antarsektor yang berada dalam perekono‐
mian suatu negara. Setiap baris menunjukkan
jumlah penjualan dari sebuah sektor. Karena
sebuah sektor tidak menjual barangnya kepa‐
da sektor yang ada, maka umum dijumpai
angka nol dalam sebuah baris di dalam tabel
I‐O. Kolom dalam tabel I‐O mencatat pembe‐
lian yang dilakukan sebuah sektor terhadap
barang dan jasa yang dihasilkan oleh berba‐
gai sektor yang ada dalam wilayah tersebut.
Jika angka yang berada dalam kolom suatu
sektor banyak dijumpai angka nol, hal ini
karena sebuah sektor tidak selalu membeli
barang dan jasa dari seluruh sektor yang ada
di perekonomian negara yang bersangkutan
(Sahara & Resudarmo, 2002).
Keterkaitan antarsektor ini, selain mem‐
pengaruhi jumlah produksi secara keseluru‐
han di dalam perekonomian, juga dapat
mempengaruhi jumlah tenaga kerja yang
dibutuhkan serta pendapatan. Hal ini terjadi
karena untuk memproduksi output di sektor
tersebut dibutuhkan tenaga kerja, dan tenaga
kerja tersebut akan mendapatkan tambahan
pendapatannya dari kegiatannya tersebut.
Dengan demikian adanya keterkaitan antar‐
sektor dalam perekonomian, tidak hanya
akan mempengaruhi hasil produksi di dalam
sektor‐sektor perekonomian secara keseluru‐
han, tetapi juga akan mempengaruhi jumlah
tenaga kerja dan pendapatan di dalam pere‐
konomian secara keseluruhan.
Di Indonesia, tabel input output dirilis
oleh Badan Pusat Statistik pertama kali tahun
1971 dan kemudian secara berkala disusun
tabel I‐O untuk tahun 1975, 1980, 1985, 1990,
Jurnal Ekonomi dan Studi Pembangunan Volume 10, Nomor 1, April 2009: 13 ‐ 33 18
1995, 2000, 2003, dan 2005. Kerangka dasar
yang digunakan pada setiap tabel input out‐
put diusahakan untuk konsisten satu sama
lain. Namun demikian karena jenis dan mutu
data yang digunakan sebagai bahan dalam
penyusunan tabel input output juga berkem‐
bang, maka penyusunan tabel input output
pun pada prakteknya mengalami berbagai
pengembangan dan penyempurnaan, khu‐
susnya dalam hal klasifikasi, metode penyu‐
sunan dan cara penyajian.
Tabel input output ini sering digunakan
untuk memberikan gambaran secara menye‐
luruh mengenai struktur perekonomian yang
mencakup struktur nilai tambah masing‐
masing sektor, struktur input antara, struktur
penyediaan barang dan jasa, struktur ekspor
dan impor, struktur permintaan dan struktur
keterkaitan antarsektor (Virgowansyah &
Nazara, 2007). Selain analisis struktur pereko‐
nomian sebagaimana telah disebutkan di
atas, juga dilakukan analisis lain yang meli‐
puti pengganda output (output multiplier),
pengganda pendapatan (income multiplier),
pengganda tenaga kerja (employment multi‐
plier) dan analisis keterkaitan (linkage analy‐
sis).
METODE
Jenis Data dan Sumber Data
Studi ini menggunakan data runtun waktu
(2001–2006) yang diperoleh dari Badan Pusat
Statistik Sulawesi Tenggara serta data lain
yang relevan dengan studi yang tengah dila‐
kukan. Data tersebut selanjutnya dianalisis
dengan melakukan pendekatan deskriptif
dan kuantitatif. Pendekatan deskriptif adalah
penyajian dan penyusunan data ke dalam
tabel dan grafik, sedangkan pendekatan
kuantitatif adalah data yang diperoleh kemu‐
dian dianalisis dengan menggunakan metode
Location Quotient dan Metode Shift‐Share.
Berikutnya, untuk analisis input output,
data yang digunakan adalah data Input‐Out‐
put Sulawesi Tenggara tahun 1995. Tabel in‐
put‐output (I‐O) tersebut menggunakan tran‐
saksi total pada harga produsen. Tabel I‐O
yang dipublikasikan oleh badan pusat statis‐
tik (BPS) mempunyai klasifikasi 54 sektor.
Penggunaan tabel analisis input‐output yang
dilakukan pada studi ini berdasarkan I‐O
klasifikasi 9 sektor. Instrumen yang dipakai
untuk mengolah dan menganalisis data
dalam studi ini adalah Microsoft Excel.
Metode Analisis Basis Ekspor
Metode basis ekspor menekankan bahwa
kegiatan ekspor merupakan mesin pertumbu‐
han. Tumbuh atau tidaknya suatu wilayah
ditentukan kinerja wilayah itu sebagai
eksportir ke daerah lain atau tidak. Maka,
ketika sektor pengekspor merupakan sektor
basis maka sektor lain harusnya mampu
menopang sektor basis sehingga saat total
perekonomian makin besar maka pendukung
di dalamnya makin banyak. Seyogyanya,
pendukung sektor basis ini mampu disedia‐
kan oleh perekonomian lokal sehingga rupiah
yang diciptakan tidak lari dari wilayah yang
bersangkutan. Secara matematis dapat ditu‐
liskan sebagai berikut (Nazara, 2009):
Total Perekonomian = Base+Non Base atau
T=B+N dimana N=nT.
Jadi T=B+nT sehingga T=n1
1B, dimana
n1
1
merupakan multiplier export based sector.
Untuk menghitung B terlebih dahulu dilaku‐
kan identifikasi sektor basis melalui metode
Location Quotient.
Metode Location Quotient
Metode Location Quotient adalah metode
Studi Ekonomi Regional ... (Sri Subanti dan Arif Rahman H.) 19
digunakan untuk mengetahui sektor basis
dan sektor nonbasis dengan membandingkan
persentase sumbangan masing‐masing sektor
dalam PDRB Sulawesi Tenggara dengan per‐
sentase sumbangan sektor yang sama pada
PDRB Jawa Tengah. Menurut Kadariah (1987),
metode ini memiliki bentuk persamaan seba‐
gai berikut:
t
i
t
i
VV
vv
LQ (1 )
dimana; LQ adalah Location Quotient, vi adalah
output sektor i di suatu daerah, Vi adalah out‐
put sektor i nasional, vt adalah output total
daerah tersebut, Vt adalah output total nasio‐
nal
Hasil perhitungan LQ menghasilkan tiga
kriteria yaitu (1) LQ>1; artinya komoditas itu
menjadi basis atau menjadi sumber pertum‐
buhan. Komoditas memiliki keunggulan
komparatif, hasilnya tidak saja dapat meme‐
nuhi kebutuhan wilayah bersangkutan akan
tetapi juga dapat diekspor keluar wilayah, (2)
LQ=1; artinya komoditas itu tergolong non
basis, tidak memiliki keunggulan komparatif.
Produksinya hanya cukup untuk memenuhi
kebutuhan wilayah sendiri dan tidak mampu
untuk diekspor, (3) LQ<1; artinya komoditas
juga termasuk non basis. Produksi komoditas
di suatu wilayah tidak dapat memenuhi ke‐
butuhan sendiri sehingga perlu pasokan dari
luar.
Metode Dekomposisi Shift‐Share
Shift‐share adalah suatu metode dekomposisi
sehingga kemudian dikenal dengan shift‐share
decomposition. Dekomposisi itu melakukan
pemilahan suatu elemen kedalam beberapa
elemen sehingga ketika disatukan lagi akan
kembali ke angka awal. Dekomposisi yang
dilakukan adalah angka pertumbuhan eko‐
nomi maka dekomposisi harus mempunyai
nilai ekonomi, perbandingan wilayah studi
dan wilayah referensi, serta logika ekonomi.
Oleh karenanya, metode shift‐share ini kemu‐
dian dikenal dengan shift‐share analysis
(Nazara, 2009). Formula metode ini sebagai
berikut:
gi = G + (Gi – G) + (gi ‐ Gi ) (2)
Keterangan; gi adalah pertumbuhan ekonomi
regional sektor i, Gi adalah pertumbuhan eko‐
nomi nasional sektor i, G adalah pertumbu‐
han ekonomi nasional, G adalah pertum‐
buhan ekonomi regional
Analisis ini memberikan data tentang
kinerja perekonomian regional dalam 3 (tiga)
bagian yang berhubungan satu sama lain
yaitu National Share (G), diukur dengan cara
menganalisis perubahan pengerjaan agregat
perekonomian secara keseluruhan, Industry
Mix (Gi–G), mengukur perubahan relatif, per‐
tumbuhan atau penurunan pada daerah di‐
bandingkan dengan perekonomian yang le‐
bih besar yang dijadikan acuan. Pengukuran
ini memungkinkan kita untuk mengetahui
apakah perekonomian daerah terkonsentrasi
pada industri‐industri yang tumbuh lebih
cepat ketimbang perekonomian yang dijadi‐
kan acuan, Regional Shift (gi‐Gi), menentukan
seberapa jauh daya saing industri daerah (lo‐
kal) dengan perekonomian yang dijadikan
acuan. Oleh karena itu, jika pergeseran dife‐
rensial dari suatu industri adalah positif,
maka industri tersebut lebih tinggi daya
saingnya ketimbang industri yang sama pada
perekonomian yang dijadikan acuan.
Metode Input‐Output
Kerangka Dasar Model Input Output
Kerangka dasar model I‐O terdiri atas empat
kuadran seperti disajikan pada Gambar 2.
Kuadran pertama menunjukkan arus barang
Jurnal Ekonomi dan Studi Pembangunan Volume 10, Nomor 1, April 2009: 13 ‐ 33 20
dan jasa yang dihasilkan dan digunakan oleh
sektor‐sektor dalam suatu perekonomian.
Kuadran ini menunjukkan distribusi penggu‐
naan barang dan jasa untuk suatu proses
produksi sehingga disebut juga sebagai tran‐
saksi antara (intermediate transaction). Kua‐
dran kedua menunjukkan permintaan akhir
(final demand), yaitu penggunaan barang dan
jasa bukan untuk proses produksi yang
biasanya terdiri atas konsumsi rumah tangga,
pengeluaran pemerintah, persediaan (stock),
investasi dan ekspor. Kuadran ketiga mem‐
perlihatkan input primer sektor‐sektor pro‐
duksi, yaitu semua balas jasa faktor produksi
yang biasanya meliputi upah dan gaji, sur‐
plus usaha, penyusutan dan pajak tidak lang‐
sung. Kuadran keempat memperlihatkan in‐
put primer yang langsung didistribusikan ke
sektor‐sektor permintaan akhir (BPS, 1995).
Tiap kuadran dinyatakan dalam bentuk
matriks. Bentuk seluruh matriks menunjuk‐
kan kerangka model I‐O yang berisi uraian
statistik mengenai transaksi barang dan jasa
antarberbagai kegiatan ekonomi dalam suatu
periode tertentu. Kumpulan sektor produksi
pada kuadran pertama, yang berisi kelompok
produsen, memanfaatkan berbagai sumber‐
daya dalam menghasilkan barang dan jasa
yang secara makro disebut sebagai sistem
produksi. Sektor di dalam sistem produksi ini
dinamakan sektor endogen. Sektor di luar
sistem produksi, yaitu yang berada di kua‐
dran kedua, ketiga, dan keempat dinamakan
sektor eksogen. Maka, terlihat bahwa model
I‐O membedakan antara sektor endogen de‐
ngan sektor eksogen. Output, selain diguna‐
kan dalam sistem produksi dalam bentuk
permintaan antara, juga digunakan di luar
sistem produksi dalam bentuk permintaan
akhir. Input yang digunakan dalam sistem
produksi ada yang berasal dari dalam sistem
produksi berupa input antara dan juga ada
yang berasal dari luar sistem produksi yang
disebut input primer. Gambar 2 menyajikan
kerangka dasar model input output.
Selain transaksi antarsektor, juga tercatat
transaksi lain. Perusahaan dalam suatu sektor
menjual hasil produknya ke konsumen
rumah tangga, pemerintah, dan perusahaan
luar negeri. Penjualan ini dapat dikelompok‐
kan ke dalam suatu neraca yang disebut kon‐
sumsi akhir (Resudarmo et.al, 2002; Sahara &
Resudarmo, 2002). Perusahaan juga membu‐
tuhkan jasa tenaga kerja dan memberikan
kompensasi kepada pemilik modal. Pem‐
bayaran jasa kepada tenaga kerja dan pemilik
modal disebut pembayaran untuk nilai tam‐
bah. Selain itu perusahaan membeli barang
dan jasa dari luar negri atau dengan kata lain
melakukan impor. Untuk memudahkan ilus‐
trasinya, Tabel 2 menyajikan simplifikasi dari
tabel I‐O.
Dari Tabel 2 dapat dibuat dua persamaan
neraca berimbang:
Baris:
nixfx ii
n
jij ,...,3,2,1;
1
(3)
Kuadran I :
Transaksi antarkegiatan Kuadran II: Permintaan akhir
(nxn) (nxm)
Kuadran III:
Input primer sektor produksi
Kuadran IV:
Input primer permintaan akhir
(pxn) (pxm)
Sumber: BPS (1995)
Gambar 2. Kerangka Dasar Model Input‐Output
Studi Ekonomi Regional ... (Sri Subanti dan Arif Rahman H.) 21
Kolom:
n
ijjjij nixmvx
1
,...,3,2,1; (4)
dimana xij adalah aliran nilai barang dan jasa
dari sektor i ke sektor j; fi adalah total kon‐
sumsi akhir; Vj adalah nilai tambah; dan Mj
adalah impor.
Definisi neraca berimbang adalah jumlah
produksi sama dengan jumlah masukan.
Aliran dapat ditransformasikan menjadi koe‐
fisien‐koefisien dengan mengasumsikan bah‐
wa jumlah berbagai pembelian adalah tetap
untuk sebuah tingkat total keluaran dan tidak
ada kemungkinan subtitusi antara sebuah
bahan baku masukan dengan bahan baku
masukan lainnya. Koefisien‐koefisien ini ada‐
lah:
aij = xij / xj (5)
atau
xij = aij xj (6)
dengan mensubtitusikan persamaan (6) ke (3)
diperoleh:
n
jiijij nixfxa
1
,...,3,2,1; (7)
Dalam notasi matriks persamaan (7)
dapat ditulis sebagai berikut:
Ax + f = x (8)
dimana aij Anxn ; fif ; dan xixnx1
Dengan melakukan parameterisasi lanjut
persamaan (8) didapat hubungan dasar tabel
I‐O:
xfAI 1 (9)
Notasi xfAI 1 dinamakan seba‐
gai matriks kebalikan Leontief (matriks mul‐
tiplier masukan). Matriks ini mengandung
informasi penting tentang bagaimana kenai‐
kan produksi dari suatu sektor akan menye‐
babkan berkembangnya sektor lain. Karena
setiap sektor memiliki pola yang berbeda,
maka dampak perubahan produksi suatu
sektor terhadap total produksi sektor lain
berbeda pula. Matriks kebalikan Leontief
merangkum seluruh dampak dari perubahan
produksi suatu sektor terhadap total produk‐
si sektor lain ke dalam koefisien yang disebut
multiplier.
Efek Pengganda dan Analisis Keterkaitan
AntarSektor
1. Efek Pengganda Ouput. Analisis penggan‐
da Output (Output Multiplier) bertujuan untuk
melihat dampak perubahan permintaan akhir
suatu sektor terhadap semua sektor yang ada
Tabel 2. Simplifikasi Tabel I‐O
Sektor Pembeli Sektor Penjual
1 2 … n
Permintaan
Akhir
Total
Produksi
1 X11 X12 … X1n f1 X1
2 X21 X22 … X2n f2 X2
.. … … … … … …
N Xn1 Xn2 … Xnn Fn Xn
Nilai Tambah V1 V2 … Vn
Impor M1 M2 … Mn
Total Masukan X1 X2 … Xn
Sumber: Resudarmo et.al (2002); Nazara (2005)
Jurnal Ekonomi dan Studi Pembangunan Volume 10, Nomor 1, April 2009: 13 ‐ 33 22
tiap satuan perubahan jenis pengganda.
Peningkatan permintaan akhir di suatu sektor
j, tidak hanya akan meningkatkan output
produksi sektor j, tapi juga akan meningkat‐
kan output sektor‐sektor lain dalam pereko‐
nomian. Peningkatan output sektor‐sektor
lain tercipta akibat adanya efek langsung dan
efek tidak langsung dari peningkatan per‐
mintaan akhir sektor j (Miller and Blair, 1985).
Prosedur pengukuran dimulai dengan me‐
rumuskan dampak pendapatan yakni sebagai
berikut:
Oj = n
iij (10)
dimana Oj adalah pengganda output sektor j,
ij adalah elemen matriks kebalikan Leontief.
2. Efek Pengganda Pendapatan. Metode ini
digunakan untuk melihat besarnya kenaikan
total pendapatan masyarakat untuk setiap
kenaikan satu satuan output yang dihasilkan
suatu sektor. Sebuah sektor dikatakan mem‐
punyai peranan yang tinggi dalam menarik
pendapatan masyarakat jika pengukuran
indeksnya lebih besar dari satu. Prosedur
pengukuran dimulai dengan merumuskan
dampak pendapatan yakni sebagai berikut:
M = ^
V 1)1( dA (11)
dimana; M adalah matriks dampak pendapa‐
tan berukuran nxn; V̂ adalah matriks koefisi‐
en pendapatan berukuran nxn; 1)1( dA adalah
matriks pengganda output total.
Matriks V̂ merupakan matriks diagonal.
Dengan demikian, dampak pendapatan ada‐
lah perkalian matriks diagonal koefisien pen‐
dapatan dengan pengganda output. Dampak
perubahan permintaan akhir terhadap peru‐
bahan pendapatan menjadi:
FAVM 1^
)1( (12)
Angka pengganda pendapatan untuk
sektor j ditentukan oleh rumus:
j
n
iij
j v
my
1 (13)
dimana yj adalah pengganda pendapatan, mij
adalah unsur dari matriks dampak pendapa‐
tan baris i kolom j, vj adalah koefisien penda‐
patan sektor j
Angka yj mengandung arti berapa pe‐
nambahan (pengurangan) pendapatan bagi
perekonomian secara keseluruhan jika pen‐
dapatan para pekerja di sektor j meningkat
(berkurang ) sebesar satu satuan uang.
3. Efek Pengganda Kesempatan Kerja. Meto‐
de ini digunakan melihat peran suatu sektor
dalam hal meningkatnya besarnya jumlah
tenaga kerja yang dapat diserap oleh suatu
perekonomian. Suatu sektor dikatakan memi‐
liki peran yang tinggi jika pengukuran in‐
deksnya lebih besar dari satu. Dampak ke‐
sempatan kerja dapat dirumuskan sebagai
berikut:
1^
)1( dALE (14)
dimana; E adalah matriks dampak kesempa‐
tan kerja, L̂ adalah matriks koefisien tenaga
kerja yaitu berisi rasio tenaga kerja terhadap
total input tiap sektor.
Matriks ini adalah matriks diagonal
dengan komponennya diperoleh dengan
lj = j
j
X
TK (15)
dimana TKj adalah jumlah tenaga kerja sektor
j, Xj adalah total input sektor j
Perubahan jumlah tenaga kerja yang
dibutuhkan karena perubahan permintaan
akhir domestik tiap sektor dirumuskan
dengan:
dd FALE )1(^
(16)
Studi Ekonomi Regional ... (Sri Subanti dan Arif Rahman H.) 23
Angka pengganda kesempatan kerja
sektor j ditentukan oleh rumus:
j
n
iij
j l
ez
1 (17)
dimana zj adalah pengganda kesempatan kerja
(employment multiplier sektor j), eij adalah
elemen matriks dampak kesempatan kerja (E)
baris i kolom j, lj adalah koefisien tenaga kerja
j.
Angka zj mengandung arti berapa pe‐
nambahan (pengurangan) kesempatan kerja
bagi perekonomian secara keseluruhan jika
kesempatan kerja di sektor j meningkat (ber‐
kurang) sebesar satu orang.
4. Analisis Keterkaitan. Melalui tabel input
output dapat juga dilihat atau dianalisis keter‐
kaitan total antarsektor (total sektor linkage
effect) yakni pertama, efek berantai kepada
sektor lain yang menggunakan output dari
sektor pertama sebagai inputnya, yang dise‐
but indeks keterkaitan langsung ke depan.
baik Kedua, efek berantai kepada sektor yang
memberi input kepada sektor tertentu, yang
disebut indeks keterkaitan ke belakang
(Hartono, 2009).
Analisis Keterkaitan Langsung Ke depan.
Konsep ini diartikan sebagai kemampuan
suatu sektor untuk mendorong pertumbuhan
produksi sektor lain yang memakai input dari
sektor ini. Tingkat keterkaitan langsung ke
depan dapat dilihat dari jumlah nilai
koefisien input yang sebaris dengan sektor i
atau jumlah elemen matriks A pada baris i.
Semakin besar angka ini ketika bernilai lebih
besar dari satu menunjukkan semakin besar
tingkat keterkaitan langsung kedepan sektor
i. Penghitungannya sebagai berikut:
n
i
n
jij
n
jij
i
a
an
IKDL
1 1
1 (18)
dimana IKDLi adalah indeks keterkaitan lang‐
sung ke depan sektor i, aij adalah koefisien
input antara sektor j yang berasal dari sektor i
Analisis Keterkaitan Langsung Ke bela‐
kang. Konsep ini diartikan sebagai kemam‐
puan suatu sektor untuk meningkatkan per‐
tumbuhan industri hulunya. Tingkat keter‐
kaitan langsung kebelakang dapat dilihat
dari jumlah nilai koefisien input antara dari
sektor j atau jumlah elemen matriks A pada
kolom j. Semakin besar angka ini ketika
bernilai lebih besar dari satu menunjukkan
semakin besar keterkaitan langsung ke bela‐
kang. Pengukuran indeks ini adalah sebagai
berikut:
n
i
n
jij
n
iij
j
a
anIKBL
1 1
1 (19)
dimana IKBLj adalah indeks keterkaitan lang‐
sung ke belakang sektor j, aij adalah koefisien
input antara sektor j yang berasal dari sektor
i.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada bagian ini akan ditampilkan hasil esti‐
masi dengan menggunakan metode yang te‐
lah diuraikan di atas. Berikut penyajian hasil
pengolahan serta pembahasannya.
Metode Analisis Basis Ekspor
1. Metode Location Quotient. Metode ini
digunakan untuk mengetahui apakah ada
keunggulan komparatif dalam perekonomian
daerah yang dianalisis sehingga dapat dike‐
tahui sektor basis ekonomi wilayah Sulawesi
Tenggara. Hasil analisis dapat dilihat pada
Lampiran Tabel L1.
Berdasarkan analisis maka yang terma‐
suk sektor basis di Sulawesi Tenggara adalah
sektor pertanian, sektor bangunan, sektor
Jurnal Ekonomi dan Studi Pembangunan Volume 10, Nomor 1, April 2009: 13 ‐ 33 24
pengangkutan & komunikasi, dan sektor jasa.
Selain itu dengan menggunakan koefi‐
sien LQ dapat juga diketahui pengganda
sektor basis. Hasilnya dapat dilihat pada
Lampiran Tabel L2 tampak nilai pengganda
cukup besar. Nilai ini mengandung makna
bahwa sektor basis perlu ditopang oleh
sektor non basis atau sektor pendukung
sehingga keduanya dapat berkontribusi pada
total perekonomian Sulawesi Tenggara. Jika
perekonomian makin besar maka perlu
banyak sektor pendukung dalam perekono‐
mian tersebut yang harusnya mampu
disediakan oleh perekonomian lokal.
Meski demikian masih ada peluang bagi
Sulawesi Tenggara untuk mengembangkan
sektor lain seperti sektor perdagangan, hotel,
dan restoran karena potensi wisata belum
digarap secara optimal meski memiliki po‐
tensi yang besar dan beragam seperti Pulau
Wakatobi. Padahal sektor ini memiliki kon‐
tribusi cukup besar dalam pembentukan
PDRB di Sulawesi Tenggara seperti terlihat
pada Tabel 1.
2. Metode Dekomposisi Shift‐Share. Metode
ini digunakan untuk mengetahui perubahan
struktur ekonomi daerah studi bila diban‐
dingkan dengan daerah referensi sehingga
dapat ditentukan kinerja atau produktivitas
ekonomi daerah dibanding dengan daerah
yang lebih besar. Hasil analisis disajikan
dalam Lampiran Tabel L3.
Berdasarkan estimasi dapat dijelaskan
pertumbuhan tiap sektor ekonomi di
Sulawesi Tenggara dari tahun 2002 hingga
tahun 2006 yang dipengaruhi komponen‐
komponen: Pertama, Tahun 2003 pertumbu‐
han tiap sektor ekonomi di Sulawesi Tengga‐
ra disumbang oleh pertumbuhan ekonomi
nasional (national share) sebesar 4,63 persen.
Industry mix bernilai positif yang dimiliki
oleh sektor pertanian, pertambangan dan ga‐
lian, listrik, gas, dan air bersih, pengangkutan
dan komunikasi, serta keuangan, sewa, dan
jasa perusahaan menunjukkan bahwa per‐
tumbuhan sektor ekonomi tersebut lebih
tinggi daripada pertumbuhan ekonomi di
tingkat nasional. Sebaliknya industry mix
bernilai negatif yang dimiliki oleh sektor in‐
dustri, bangunan, perdagangan, hotel, dan
restoran serta jasa menunjukkan bahwa per‐
tumbuhan sektor tersebut lebih kecil dari
pertumbuhan ekonomi nasional. Regional shift
bernilai positif pada sektor pertanian, per‐
tambangan dan galian, listrik, gas, dan air
bersih, pengangkutan dan komunikasi, keua‐
ngan, sewa, dan jasa perusahaan serta jasa‐
jasa menunjukkan bahwa pertumbuhan sek‐
tor ekonomi tersebut lebih tinggi daripada
pertumbuhan sektor ekonomi sejenis di ting‐
kat nasional. Ini juga menunjukkan bahwa
kontribusi sektor ekonomi tersebut cukup
besar dibanding kontribusi sektor sejenis di
wilayah Sulawesi. Begitu juga sebaliknya
untuk regional shift yang bernilai negatif.
Kedua, pada tahun 2006 pertumbuhan
tiap sektor ekonomi di Sulawesi Tenggara
disumbang oleh pertumbuhan ekonomi
nasional (national share) sebesar 5,35 persen.
Industry mix bernilai positif yang dimiliki
oleh sektor industri, listrik, gas, dan air ber‐
sih, konstruksi, pengangkutan dan komuni‐
kasi, keuangan, sewa, dan jasa perusahaan
serta jasa‐jasa. Ini menunjukkan bahwa per‐
tumbuhan sektor ekonomi tersebut lebih
tinggi daripada pertumbuhan ekonomi di
tingkat nasional. Sebaliknya industry mix
bernilai negatif yang dimiliki oleh sektor
pertanian, pertambangan dan galian, bangu‐
nan, perdagangan, hotel, dan restoran serta
pengangkutan dan komunikasi menunjukkan
bahwa pertumbuhan sektor tersebut lebih
kecil dari pertumbuhan ekonomi secara kese‐
luruhan di tingkat nasional. Regional shift
bernilai positif pada sektor pertanian, indus‐
tri, listrik, gas, dan air bersih, keuangan,
sewa, dan jasa perusahaan serta jasa‐jasa me‐
Studi Ekonomi Regional ... (Sri Subanti dan Arif Rahman H.) 25
nunjukkan bahwa pertumbuhan sektor eko‐
nomi tersebut lebih tinggi daripada pertum‐
buhan sektor ekonomi sejenis di tingkat
nasional Ini juga menunjukkan bahwa kon‐
tribusi sektor ekonomi tersebut cukup besar
dibanding kontribusi sektor sejenis di wila‐
yah Sulawesi. Begitu juga sebaliknya untuk
regional shift yang bernilai negatif.
Selain itu, dalam rentang periode ini
sektor yang mempunyai industry mix dan
regional shift yang positif adalah sektor listrik
gas dan air, serta keuangan, sewa, dan jasa
perusahaan. Kedua sektor ini dapat dikate‐
gorikan sebagai sektor tumbuh cepat serta
mempunyai daya saing tinggi.
Sektor dengan industry mix bernilai posi‐
tif dan regional shift bernilai negatif adalah
sektor pengangkutan dan komunikasi. Maka
sektor ini dapat dikategorikan sebagai sektor
yang mampu tumbuh cepat namun memiliki
daya saing rendah. Kemudian, sektor yang
lain masuk kategori sektor yang tumbuh
lambat namun punya daya saing tinggi
seperti sektor pertanian dan sektor jasa.
Sisanya berupa sektor yang masuk kategori
tumbuh lambat dan daya saing rendah yakni
sektor pertambangan & galian, bangunan,
serta perdagangan, hotel, & restoran.
Metode Analisis Input‐Output
1. Struktur Pendapatan Nasional. Melalui
analisis input‐output tahun 1995 akan diurai‐
kan struktur pendapatan nasional di provinsi
Sulawesi Tenggara baik dari sisi pengeluaran.
Struktur pendapatan nasional berdasar
pengeluaran, menunjukkan struktur penda‐
patan nasional sebagai penjumlahan dari se‐
luruh pengeluaran agregat yang dilakukan
oleh pelaku ekonomi dalam suatu perekono‐
mian. Komponen pengeluaran agregat yaitu
konsumsi rumah tangga, investasi perusaha‐
an, pengeluaran pemerintah, ekspor, dan im‐
por.
Berdasarkan Lampiran Tabel L4, terlihat
bahwa konsumsi rumah tangga memiliki
kontribusi paling besar yakni Rp1.213.500
juta setara 46,72 persen kemudian diikuti
oleh pos ekspor barang, investasi, pengelua‐
ran pemerintah, dan impor. Tingginya kontri‐
busi nilai ekspor dan investasi menunjukkan
bahwa potensi lokal daerah ini mampu
menarik minat investor selain produksinya
cukup baik sehingga gerak ekonomi lokal
tidak begitu didominasi oleh pemerintah
daerah sebagaimana yang jamak terjadi pada
beberapa daerah di Indonesia. Kondisi ini
juga ditunjukkan oleh rendahnya impor yang
berarti bahwa ekonomi lokal mampu menye‐
diakan barang atau jasa yang dibutuhkan
oleh perekonomian. Bandingkan dengan
menggunakan tabel input‐output tahun 1995
tingkat nasional sebagaimana dalam Lampi‐
ran Tabel L5.
Tabel L5 memperlihatkan dominasi sek‐
tor konsumsi cukup tinggi baik untuk tingkat
region di Sulawesi Tenggara maupun nasio‐
nal. Berikutnya sama, diikuti oleh pos inves‐
tasi dan konsumsi yang persentase kontribu‐
sinya mencapai lebih dari dua puluh persen.
Perbedaan terlihat pada pos impor dimana
kontribusi impor di Sulawesi Tenggara lebih
kecil daripada tingkat nasional. Sebaliknya
pada pos pengeluaran pemerintah dimana
kontribusi pengeluaran pemerintah di Sula‐
wesi Tenggara lebih besar daripada nasional.
2. Efek Pengganda. Analisis input‐output
tahun 1995 dibahas dengan efek pengganda
baik efek pengganda output, efek pengganda
pendapatan, maupun efek pengganda tenaga
kerja.
Efek Pengganda Output. Pengganda Out‐
put (Output Multiplier) bertujuan untuk meli‐
hat dampak perubahan permintaan akhir
suatu sektor terhadap semua sektor yang ada
tiap satuan perubahan jenis pengganda. Tabel
L6 menyajikan analisis efek pengganda out‐
put.
Jurnal Ekonomi dan Studi Pembangunan Volume 10, Nomor 1, April 2009: 13 ‐ 33 26
Sektor pertambangan & penggalian me‐
miliki pengganda output tertinggi (3,01425),
kemudian diikuti sektor pertanian dan sektor
industri pengolahan yang masing‐masing
bernilai 2,36691 dan 2,01438. Hal ini berarti
setiap kenaikan permintaan output sektor ini
sebesar Rp1, berdampak meningkatkan out‐
put perekonomian secara keseluruhan ma‐
sing‐masing sebesar Rp 3,01425; Rp 2,36691;
dan Rp 2,01438. Tiap sektor ini berkekuatan
besar dalam menstimulir pertumbuhan dan
dibutuhkan oleh sektor lain. Sedangkan, sek‐
tor yang memiliki pengganda bernilai rendah
yakni sektor transportasi dan sektor keua‐
ngan, sewa, dan jasa perusahaan menunjuk‐
kan sektor ini tidak banyak membutuhkan
input dari sektor lain.
Efek Pengganda Pendapatan. Metode ini
digunakan untuk melihat besarnya kenaikan
total pendapatan masyarakat untuk setiap
kenaikan satu satuan output yang dihasilkan
suatu sektor. Tabel L7 menyajikan data efek
pengganda pendapatan.
Hasil dari dampak dan pengganda pen‐
dapatan sektor‐sektor perekonomian di Sula‐
wesi Tenggara menunjukkan bahwa sektor
keuangan, sewa, dan jasa perusahaan mem‐
beri nilai terbesar jika dibanding sektor lain.
Adapun sektor berikutnya adalah sektor per‐
tambangan dan penggalian; perdagangan,
hotel, dan restoran; jasa‐jasa; bangunan; per‐
tanian; transportasi, dan komunikasi; listrik,
gas, & air serta industri.
Nilai pengganda pendapatan di sektor
keuangan, sewa, dan jasa perusahaan sebesar
0,75565. Nilai tersebut mengandung arti
bahwa untuk setiap kenaikan satu satuan
output yang dihasilkan sektor jasa‐jasa, total
pendapatan masyarakat Sulawesi Tenggara
akan meningkat sebesar Rp 0,75565 milyar.
Begitu juga untuk sektor industri dengan
nilai sebesar 0,30322 mengandung arti bahwa
untuk setiap kenaikan satu satuan output
yang dihasilkan oleh sektor pertambangan
dan penggalian, total pendapatan masyarakat
di Sulawesi Tenggara akan meningkat
sebesar Rp0,30322 milyar. Nilai ini termasuk
paling kecil jika dibandingkan dengan nilai
pengganda sektor lain.
Efek Pengganda Kesempatan Kerja.
Metode ini digunakan melihat peran suatu
sektor dalam hal meningkatnya besarnya
jumlah tenaga kerja yang dapat diserap oleh
suatu perekonomian. Suatu sektor dikatakan
memiliki peran yang tinggi jika pengukuran
indeksnya lebih besar dari satu.
Hasil pengganda kesempatan kerja sek‐
tor‐sektor perekonomian di Sulawesi Tengga‐
ra disajikan pada Lampiran Tabel L8 menun‐
jukkan bahwa sektor industri pengolahan
memberi nilai terbesar jika dibanding sektor
lain. Adapun sektor berikutnya yang menyu‐
sul adalah sektor jasa‐jasa; pertanian; pertam‐
bangan & penggalian; listrik, gas, & air
minum; perdagangan, hotel, & restoran;
bangunan; transportasi & komunikasi; serta
keuangan, sewa, dan jasa perusahaan.
Nilai pengganda kesempatan kerja di
sektor industri pengolahan sebesar 0,97147.
Dengan asumsi ada keterkaitan antarsektor
maka jika terjadi peningkatan output sektor
industri pengolahan sebesar 1 milyar, ber‐
dampak pada penambahan kesempatan kerja
bagi perekonomian secara keseluruhan sebe‐
sar 971 orang. Dampak kesempatan kerja ter‐
hadap sektor industri pengolahan sendiri
adalah naik sebesar 761 orang sesuai dengan
koefisien teknisnya.
Begitu juga untuk sektor keuangan,
sewa, dan jasa perusahaan dengan nilai
sebesar 0,10195. Dengan asumsi yang sama,
jika terjadi peningkatan output sektor keua‐
ngan, sewa, dan jasa perusahaan sebesar 1
milyar, berdampak pada penambahan ke‐
sempatan kerja bagi perekonomian secara
keseluruhan sebesar 9 orang. Dampak kesem‐
Studi Ekonomi Regional ... (Sri Subanti dan Arif Rahman H.) 27
patan kerja terhadap sektor keuangan, sewa,
dan jasa perusahaan sendiri begitu kecil. Ini
menunjukkan bahwa sektor ini kurang sensi‐
tif dalam menciptakan lapangan kerja. Nilai
ini termasuk paling kecil jika dibandingkan
dengan nilai pengganda sektor lain.
3. Analisis Keterkaitan. Analisis tabel input
output dapat juga dilihat atau dianalisis keter‐
kaitan total antarsektor (total sektor linkage
effect) yakni indeks keterkaitan langsung ke
depan, indeks keterkaitan kebelakang, serta
analisis keterkaitan antarsektor.
Analisis Keterkaitan Langsung Ke depan.
Hasil analisis keterkaitan langsung ke depan
menunjukkan bahwa sektor pertanian dan
perdagangan hotel & restoran memiliki nilai
yang tinggi dibandingkan sektor lainnya. Hal
tersebut dapat dilihat dalam Lampiran Tabel
L9.
Sektor pertanian dan perdagangan hotel
& restoran memiliki nilai keterkaitan lang‐
sung kedepan masing‐masing sebesar 2,83369
dan 1,27585. Nilai ini yang dihasilkan oleh
kedua sektor menunjukkan bahwa sektor
pertanian dan perdagangan hotel & restoran
mempunyai kemampuan kuat untuk mendo‐
rong pertumbuhan output industri hilirnya.
Selain itu, output yang dihasilkan dari kedua
sektor di atas merupakan komoditas interme‐
dier, dalam artian menjadi komponen bahan
baku bagi industri dan sektor perekonomian
lainnya.
Analisis Keterkaitan Langsung Ke bela‐
kang. Hasil analisis keterkaitan langsung ke
depan menunjukkan bahwa sektor pertam‐
bangan & penggalian dan sektor pertanian
memiliki nilai yang tinggi dibandingkan
sektor lainnya. Hal tersebut dapat dilihat
dalam Tabel L10.
Selain sektor pertambangan & pengga‐
lian, sektor pertanian, serta sektor perdaga‐
ngan hotel & restoran juga memiliki nilai
yang lebih besar dari satu. Nilai tersebut
mengandung arti bahwa sektor pertamba‐
ngan & penggalian, sektor pertanian, serta
sektor perdagangan, hotel & restoran mem‐
punyai kemampuan yang kuat untuk mena‐
rik pertumbuhan sektor hulunya karena
setiap satu satuan peningkatan permintaan
akhir pada setiap lima sektor tersebut akan
mendorong peningkatan output pada sektor‐
sektor yang menggunakannya sebagai input
dimana peningkatannya sektor hulunya
masing‐masing sebesar 1,57147 untuk sektor
pertambangan & penggalian; 1,23398 untuk
sektor pertanian; serta 1,0233 untuk sektor
perdagangan, hotel & restoran.
Analisis Keterkaitan Total AntarSektor
dan Penentuan Sektor Prioritas. Melalui Ta‐
bel L11 terlihat bahwa sektor pertanian dan
sektor perdagangan hotel & restoran menjadi
sektor prioritas dalam perekonomian Pro‐
vinsi Sulawesi Tenggara karena kedua sektor
ini memiliki nilai keterkaitan kedepan dan
nilai keterkaitan ke belakang yang lebih besar
dari satu. Sektor ini dalam jangka panjang
dapat mendorong tumbuhnya sektor lain
dalam perekonomian, strategi jangka panjang
umumnya ditujukan untuk menciptakan
pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Dalam kuadran keterkaitan antarsektor pere‐
Kuadran II : Kuadran I :
Pertanian, Perdagangan, Hotel, & Restoran
Kuadran III : Kuadran IV :
Listrik & Air Bersih, Angkutan & Komunikasi Pertambangan
Bangunan, Jasa, Bank, Lemb. Keuangan, dan lainnya Industri Pengolahan
Gambar 3. Kuadran Keterkaitan AntarSektor Ekonomi di Sulawesi Tenggara
Jurnal Ekonomi dan Studi Pembangunan Volume 10, Nomor 1, April 2009: 13 ‐ 33 28
konomian Sulawesi Tenggara terlihat jelas
bahwa kedua sektor memegang peran
penting (Gambar 3).
KESIMPULAN
Melalui analisis yang dilakukan dengan
menggunakan metode LQ, SS, dan analisis
input‐output untuk Sulawesi Tenggara dipero‐
leh temuan sebagai berikut: Pertama, Sektor
pertanian, sektor bangunan/konstruksi, sek‐
tor pengangkutan & telekomunikasi, serta
sektor jasa menjadi sektor basis di Sulawesi
Tenggara,
Kedua, Pengganda sektor basis yang ber‐
nilai besar ada pada sektor pengangkutan
dan komunikasi serta sektor jasa‐jasa,
Ketiga, Sektor yang mengalami industry
mix dan regional shift positif adalah sektor lis‐
trik gas dan air, serta keuangan, sewa, dan
jasa perusahaan. Kedua sektor ini dapat di‐
kategorikan sebagai sektor tumbuh cepat
serta mempunyai daya saing tinggi.
Keempat, Sektor dengan industry mix
bernilai positif dan regional shift bernilai nega‐
tif adalah sektor pengangkutan dan komu‐
nikasi. Maka sektor ini dapat dikategorikan
sebagai sektor yang mampu tumbuh cepat
namun memiliki daya saing rendah.
Kelima, Sektor yang lain masuk kategori
sektor yang tumbuh lambat namun punya
daya saing tinggi seperti sektor pertanian dan
sektor jasa.
Keenam, Sektor yang masuk kategori sek‐
tor yang tumbuh lambat dan daya daing ren‐
dah yakni sektor pertambangan dan galian,
bangunan, serta perdagangan, hotel, dan
restoran.sektor industri, listrik gas dan air,
bangunan dan konstruksi, perdagangan hotel
dan restoran, angkutan dan komunikasi, ke‐
mudian jasa‐jasa. Selain itu, hampir semua
sektor mempunyai daya saing tinggi kecuali
sektor bangunan/konstruksi.
Ketujuh, Sektor pertambangan dan peng‐
galian memiliki pengganda output tertinggi,
sedangkan sektor keuangan, sewa, dan jasa
perusahaan mempunyai pengganda output
terendah.
Kedelapan, Sektor pertanian dan perda‐
gangan hotel & restoran memiliki nilai keter‐
kaitan langsung ke depan lebih besar dari
satu.
Kesembilan, Sektor pertambangan &
penggalian, sektor pertanian, serta sektor per‐
dagangan hotel & restoran juga memiliki nilai
keterkaitan langsung ke belakang yang lebih
besar dari satu.
Terakhir, Sektor pertanian dan sektor per‐
dagangan, hotel, dan restoran menjadi sektor
kunci dalam perekonomian di Sulawesi
Tenggara.
Pemprov tetap perlu memperhatikan
sektor lain seperti sektor pengangkutan &
komunikasi serta sektor jasa meski sektor
pertanian dan perdagangan hotel & restoran
menjadi sektor unggulan. Karena ketergan‐
tungan antarsektor ada sehingga jika tidak
diperhatikan dapat mengganggu kegiatan
ekonomi lokal di Sulawesi Tenggara.
Pemerintah provinsi Sulawesi Tenggara
haruslah menciptakan kebijakan yang dapat
mendorong tumbuhnya sektor basis di
samping memberdayakan potensi sektor
pendukung dalam hal ini sektor non basis.
Pengganda sektor nonbasis cukup besar
bahkan lebih tinggi daripada sektor basis, jika
mampu dikelola dengan baik dimana ketika
perekonomian berkembang dan memerlukan
sektor pendukung dalam hal ini sektor non
basis. Upaya ini harusnya dapat dipenuhi
oleh ekonomi lokal sehingga dapat membe‐
rikan manfaat bagi warga Provinsi Sulawesi
Tenggara.
Pemerintah provinsi Sulawesi Tenggara
Studi Ekonomi Regional ... (Sri Subanti dan Arif Rahman H.) 29
perlu memperhatikan kabupaten yang masuk
dalam kategori kabupaten potensial seperti
Kabupaten Wakatobi dan Kota Bau‐Bau yang
masuk dalam kategori kabupaten berkem‐
bang cepat yang pada akhirnya berkontribusi
dalam peningkatan pendapatan di Sulawesi
Tenggara pada umumnya.
Pemerintah perlu melakukan perenca‐
naan menyeluruh bila alan mengembangkan
sektor prioritas. Karena strategi yang dipilih
akan menimbulkan perdebatan dimana sek‐
tor prioritas yang dipilih tidak membahaya‐
kan lingkungan atau sebaliknya. Alternatif
perencanaan dapat dengan menerapkan tek‐
nologi yang sesuai sehingga dapat menghe‐
mat sumberdaya alam dan mengurangi inten‐
sitas polusi sehingga tidak merusak lingku‐
ngan dan keberlangsungan dapat lebih ter‐
jaga.
Pemerintah perlu meningkatkan daya
saing produk domestik terhadap komoditi
yang akan diperdagangkan jangan hanya
melakukan kegiatan perdagangan yang ko‐
moditinya tidak memberikan nilai tambah.
Salah satunya melalui perbaikan infrastruk‐
tur setidaknya mendekati dengan yang di‐
miliki oleh Provinsi Sulawesi Selatan.
Keterbatasan dalam studi adalah data
input‐output yang digunakan tahun 1995.
Studi ke depan, diharapkan menggunakan
data yang lebih baru selain menambah
metode yang sering digunakan maupun yang
tengah dikembangkan dalam analisis regio‐
nal.
DAFTAR PUSTAKA
Antara, Made. 2005. Kebutuhan Investasi
Sektor Basis dan Non Basis dalam Pere‐
konomian Regional Bali. Makalah.
Azhar, Syarifah, Lies, Fuaidah dan M Nassir
Abdussamad. 2001. Analisis Sektor Basis
dan Non Basis di Provinsi Nangroe Aceh
Darussalam. Makalah.
Badan Pusat Statistik. 1995. Kerangka Teori dan
Analisis Tabel Input Output. Jakarta:
Badan Pusat Statistik.
BPS Sulawesi Tenggara. 2007. Produk Domes‐
tik Regional Bruto Sulawesi Tenggara Ta‐
hun 2000‐2006. Sulawesi Tenggara.
BPS Sulawesi Tenggara. 2008, Sulawesi Teng‐
gara dalam Angka 2008. Sulawesi Teng‐
gara: Badan Pusat Statistik.
Hartono, Djoni. 2009. Bahan Kuliah Model Eko‐
nomi. Bahan Ajar Kuliah Model Eko‐
nomi PPIE Fakultas Ekonomi Universi‐
tas Indonesia.
Hendayana, Rachmat. 2003, Aplikasi Metode
Location Quotient (LQ) dalam Penentuan
Komoditas Unggulan Nasional. Informa‐
tika Pertanian, Vol 13, Desember.
Kadariah. 1987. Perhitungan Pendapatan Nasio‐
nal. Jakarta: LP3ES.
Miller, Ronald E. & Peter D Blair. 1985. Input‐
Output Analysis: Foundations and Exten‐
sions. New Jersey: Prentice Hall.
Nazara, Suahazil. 2005. Analisis Input‐Output
Edisi Kedua. Jakarta: Lembaga Penerbit
Fakultas Ekonomi Universitas Indone‐
sia.
Nazara, Suahazil. 2009. Bahan Kuliah Ekonomi
Regional. Bahan Ajar Kuliah Ekonomi
Regional PPIE Fakultas Ekonomi Uni‐
versitas Indonesia.
Resudarmo, Budi P, Djoni Hartono, Tauhid
A, Nina I.L.S, Olivia, dan Anang N.
2002. Analisis Penentuan Sektor Prioritas
di Kelautan dan Perikanan Indonesia. Pe‐
sisir dan Lautan, Vol 4 No 3.
Sahara, dan Budi P Resudarmo. 2002. Peran
Industri Pengolahan terhadap Perekono‐
mian DKI: Analisis Input Output. Work‐
ing Paper.
Jurnal Ekonomi dan Studi Pembangunan Volume 10, Nomor 1, April 2009: 13 ‐ 33 30
Soepono, Prasetyo. 1993. “Analisis Shift
Share: Perkembangan dan Penerapan”.
Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia, Sep‐
tember.
Virgowansyah, Cheka dan Suahazil Nazara.
2007. “Analisis Sumber Perubahan Out‐
put Sektoral Perekonomian Indonesia
1975–2003”. Jurnal Kebijakan Ekonomi,
Vol 2 No 3, April.
Yamin, Muhammad. 2005. “Analisis Penga‐
ruh Pembangunan Sektor Pertanian ter‐
hadap Distribusi Pendapatan dan Pe‐
ningkatan Lapangan Kerja di Provinsi
Sumatera Selatan”. Jurnal Pembangunan
Manusia.
LAMPIRAN
Tabel L1. Hasil Perhitungan dengan Metode LQ di Provinsi Sulawesi Tenggara
Tahun Sektor Ekonomi
2002 2003 2004 2005 2006 Rerata Keterangan
1 Pertanian 2.3624 2.3320 2.3851 2.4438 2.4277 2.3902 Basis
2 Pertambangan & Penggalian 0.2997 0.5411 0.5560 0.5769 0.5208 0.4989 Non Basis
3 Industri 0.2900 0.2704 0.2521 0.2444 0.2984 0.2711 Non Basis
4 Listrik, gas, dan air bersih 0.7918 0.8032 0.9240 1.0079 1.0023 0.9058 Non Basis
5 Bangunan/Konstruksi 1.3681 1.2981 1.2591 1.2367 1.2084 1.2741 Basis
6 Perdagangan, Hotel, &
Restoran 0.9516 0.8841 0.8893 0.8797 0.8489 0.8907 Non Basis
7 Pengangkutan & Komunikasi 1.2793 1.2233 1.1948 1.1383 1.0697 1.1811 Basis
8 Keuangan, sewa, & Js Pershn 0.4215 0.4721 0.5056 0.5068 0.5701 0.4952 Non Basis
9 Jasa‐Jasa 2.9684 2.9547 2.9628 3.0364 3.0463 2.9937 Basis
Sumber: BPS Sulawesi Tenggara Tahun 2008, Hasil Pengolahan Data
Tabel L2. Hasil Perhitungan Pengganda
Tahun Multiplier n
2002 4.49846 0.77770
2003 3.97851 0.74865
2004 3.91541 0.74460
2005 3.87265 0.74178
2006 3.85706 0.74073
Rerata 4.02442 0.75069
Sumber: BPS Sulawesi Tenggara Tahun 2008, Hasil Pengolahan Data
Studi Ekonomi Regional ... (Sri Subanti dan Arif Rahman H.) 31
Tabel L3. Hasil Perhitungan dengan Metode Shift‐Share di Provinsi Sulawesi Tenggara
Tahun
2003 2006 Sektor Ekonomi
G (Gi‐G) (gi‐Gi) G (Gi‐G) (gi‐Gi)
1 Pertanian 4.63% 1.52% 2.36% 5.35% ‐0.77% 1.59%
2 Pertambangan & Penggalian 4.63% 79.90% 85.90% 5.35% ‐11.04% ‐7.90%
3 Industri 4.63% ‐2.86% ‐3.57% 5.35% 25.24% 25.95%
4 Listrik, gas, dan air bersih 4.63% 5.60% 5.35% 5.35% 2.26% 1.74%
5 Bangunan/Konstruksi 4.63% ‐0.33% ‐1.80% 5.35% 3.49% ‐0.13%
6 Perdagangan, Hotel, & Restoran 4.63% ‐3.12% ‐3.94% 5.35% ‐0.65% ‐1.44%
7 Pengangkutan & Komunikasi 4.63% 6.52% ‐1.04% 5.35% 3.82% ‐4.48%
8 Keuangan, sewa, & Js Pershn 4.63% 19.21% 17.11% 5.35% 16.13% 15.83%
9 Jasa‐Jasa 4.63% ‐0.52% 3.16% 5.35% 1.27% 2.65%
Sumber: BPS Sulawesi Tenggara Tahun 2008, Hasil Pengolahan Data
Tabel L4. Struktur PDB Provinsi Sulawesi Tenggara Berdasar Pengeluaran
Pos Nilai % terhadap Total PDB
1. Konsumsi Rumah Tangga 1,213,500 46.72%
2. Pengeluaran Pemerintah 441,643 17.00%
3. Investasi 570,694 21.97%
4. Ekspor 593,594 22.85%
5. Impor 222,006 8.55%
Total PDB 2,597,425 100.00%
Sumber: Tabel I‐O Sulawesi Tenggara Tahun 1995, Hasil Pengolahan Data
Tabel L5. Struktur PDB Negara Indonesia Berdasar Pengeluaran
Pos Nilai % terhadap Total PDB
1. Konsumsi Rumah Tangga 322,968,977 60.30%
2. Pengeluaran Pemerintah 34,783,511 6.49%
3. Investasi 124,230,288 23.20%
4. Ekspor Barang dan Jasa 122,359,619 22.85%
5. Impor 68,777,578 12.84%
Total PDB 535,564,816 100.00%
Sumber: Tabel I‐O Indonesia Tahun 1995, Hasil Pengolahan Data
Tabel L6. Pengganda Output Provinsi Sulawesi Tenggara
Kode dan Kelompok Sektor Multiplier Output
1 Pertanian 2.36691
2 Pertambangan & Penggalian 3.01425
3 Industri Pengolahan 2.01438
4 Listrik, Gas, dan Air Minum 1.66479
5 Bangunan 1.79399
6 Perdagangan, Hotel, & Restoran 1.96280
7 Transportasi & Komunikasi 1.24959
8 Keuangan, Sewa, & J. Perusahaan 1.45038
9 Jasa‐Jasa 1.74588
Sumber: Tabel I‐O Sulawesi Tenggara Tahun 1995, Hasil Pengolahan Data
Jurnal Ekonomi dan Studi Pembangunan Volume 10, Nomor 1, April 2009: 13 ‐ 33 32
Tabel L7. Pengganda Pendapatan Provinsi Sulawesi Tenggara
Kode dan Kelompok Sektor Pengganda
Pendapatan
Koefisien
Pendapatan
Rasio
1 Pertanian 0.32830 0.12864 2.55209
2 Pertambangan & Penggalian 0.46901 0.15204 3.08487
3 Industri Pengolahan 0.30322 0.13237 2.29075
4 Listrik, Gas, dan Air Minum 0.30869 0.17608 1.75315
5 Bangunan 0.33283 0.19223 1.73147
6 Perdagangan, Hotel, & Restoran 0.40015 0.24249 1.65013
7 Transportasi & Komunikasi 0.32721 0.27177 1.20400
8 Keuangan, Sewa, & J. Perusahaan 0.75565 0.66638 1.13398
9 Jasa‐Jasa 0.34342 0.18600 1.84639
Sumber: Tabel I‐O Sulawesi Tenggara Tahun 1995, Hasil Pengolahan Data
Tabel L8. Pengganda Kesempatan Kerja Provinsi Sulawesi Tenggara
Kode dan Kelompok Sektor Pengganda
Kesempatan Kerja
Koefisien
Kesempatan Kerja
Rasio
1 Pertanian 0.40389 0.17403 2.32080
2 Pertambangan & Penggalian 0.32046 0.00836 38.32566
3 Industri Pengolahan 0.97147 0.76126 1.27613
4 Listrik, Gas, dan Air Minum 0.25819 0.16263 1.58757
5 Bangunan 0.22514 0.05898 3.81712
6 Perdagangan, Hotel, & Restoran 0.25097 0.09458 2.65358
7 Transportasi & Komunikasi 0.21240 0.16722 1.27023
8 Keuangan, Sewa, & J. Perusahaan 0.08739 0.00476 18.37795
9 Jasa‐Jasa 0.95694 0.80135 1.19416
Sumber: Tabel I‐O Sulawesi Tenggara Tahun 1995, Hasil Pengolahan Data
Tabel L9. Indeks Keterkaitan Langsung Kedepan
Kode dan Kelompok Sektor Indeks Keterkaitan Depan
1 Pertanian 2.83369
2 Pertambangan & Penggalian 0.69621
3 Industri Pengolahan 0.63790
4 Listrik, Gas, dan Air Minum 0.69256
5 Bangunan 0.79685
6 Perdagangan, Hotel, & Restoran 1.27585
7 Transportasi & Komunikasi 0.89615
8 Keuangan, Sewa, & J. Perusahaan 0.54081
9 Jasa‐Jasa 0.62998
Sumber: Tabel I‐O Sulawesi Tenggara Tahun 1995, Hasil Pengolahan Data
Studi Ekonomi Regional ... (Sri Subanti dan Arif Rahman H.) 33
Tabel L10. Indeks Keterkaitan Langsung Ke belakang
Kode dan Kelompok Sektor Indeks Keterkaitan Belakang
1 Pertanian 1.23398
2 Pertambangan & Penggalian 1.57147
3 Industri Pengolahan 1.05019
4 Listrik, Gas, dan Air Minum 0.86793
5 Bangunan 0.93529
6 Perdagangan, Hotel, & Restoran 1.02330
7 Transportasi & Komunikasi 0.65147
8 Keuangan, Sewa, & J. Perusahaan 0.75615
9 Jasa‐Jasa 0.91021
Sumber: Tabel I‐O Sulawesi Tenggara Tahun 1995, Hasil Pengolahan Data
Tabel L11. Total Keterkaitan AntarSektor dan Penentuan Sektor Prioritas
Kode dan Kelompok Sektor Indeks
Keterkaitan
Belakang
Indeks
Keterkaitan
Depan
Kuadran Keterangan
1 Pertanian 1.23398 2.83369 1 Key Sector
2 Pertambangan & Penggalian 1.57147 0.69621 4 Orientasi
Kebelakang
3 Industri Pengolahan 1.05019 0.63790 4 Less Important
4 Listrik, Gas, dan Air Minum 0.86793 0.69256 3 Less Important
5 Bangunan 0.93529 0.79685 3 Less Important
6 Perdagangan, Hotel, & Restoran 1.02330 1.27585 1 Key Sector
7 Transportasi & Komunikasi 0.65147 0.89615 3 Less Important
8 Keuangan, Sewa, & J. Perusahaan 0.75615 0.54081 3 Less Important
9 Jasa‐Jasa 0.91021 0.62998 3 Less Important
Sumber: Tabel I‐O Sulawesi Tenggara Tahun 1995, Hasil Pengolahan Data
top related