Transcript
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia memiliki daratan yang sangat luas dan pulau Jawa merupakan pulau terpadat di
dunia dengan kepadatan penduduk sekitar 979 jiwa per km2. Karena itu, pulau Jawa
membutuhkan transportasi darat yang lancar karena transportasi merupakan sektor yang penting
dalam majunya sebuah negara. Salah satu alat transportasi darat yang paling sering digunakan di
Indonesia adalah bus.
Bus adalah alat transportasi jalan aspal dengan empat roda yang dirancang untuk
mengangkut banyak penumpang. Bus memiliki peranan penting dalam transportasi di Indonesia
mengingat banyak daerah–daerah yang tidak bisa dijangkau dengan alat transportasi lain selain
transportasi melalui jalan aspal. Di Indonesia, terdapat banyak karoseri bus yang sudah
mempunyai reputasi yang bagus. Karoseri bus adalah perusahaan yang memproduksi body,
chasis elektrik, interior dan kursi bus untuk melengkapi rangkaian yang dibuat perusahaan
otomotif luar negeri. Biasanya, perusahaan produsen mobil hanya membuat basement bus yang
sudah termasuk rem, sistem suspensi, roda, dan chasis bagian bawah. PT Rahayu Santosa adalah
salah satu karoseri bus yang sudah terkenal reputasinya karena sudah mulai beroperasi sejak
tahun 1972.
Struktur rangka bus buatan PT Rahayu Santosa inilah yang akan diuji kekuatannya di
dalam tugas akhir ini, karena di dunia ini kecelakaan bus yang paling banyak terjadi adalah
kecelakaan bus terguling. Untuk melakukan analisis tentang kekuatan struktur rangka bus
terhadap kecelakaan bus terguling ini dibutuhkan waktu yang lama serta biaya yang tidak sedikit.
Maka dari itu, penulis menggunakan metode elemen hingga (finite element method) karena
metode ini mempunyai kehandalan untuk menganalisis elemen–elemen dengan geometri yang
rumit dengan cepat dan cukup akurat.
1
Gambar 1.1 Struktur rangka bus Produksi PT Rahayu Santosa
Perangkat lunak ANSYS 11 yang digunakan dalam tugas akhir ini merupakan salah satu
program aplikasi berbasis metode elemen hingga. Program ini sudah cukup luas pemakaiannya,
terutama digunakan untuk pemodelan dan analisis kekuatan. Oleh karena itu, rancangan bus dari
PT Rahayu Santosa ini akan dianalisis dengan perangkat lunak ANSYS 11 ini untuk menentukan
kekuatan sambungan plastis (plastic hinge) pada struktur rangka bus ini.
1.2 Tujuan Penulisan
Tujuan yang hendak dicapai dalam penulisan tugas akhir ini antara lain:
1. Untuk mengetahui kekuatan struktur rangka bus dengan menggunakan simulasi
perangkat lunak.
2. Untuk mengetahui kekuatan dan sifat–sifat sambungan plastik pada struktur rangka bus.
3. Memberikan rekomendasi teknis atas analisis kekuatan struktur bus yang dilakukan
kepada PT Rahayu Santosa.
2
1.3 Ruang Lingkup
Pada tugas akhir ini, struktur rangka bus yang dianalisis adalah struktur rangka bus yang
diproduksi oleh PT Rahayu Santosa yang berada di Bogor, Provinsi Jawa Barat. Analisis
tegangan yang dilakukan hanya pada sambungan plastik di salah satu lokasi struktur rangka bus.
Beban tegangan yang diberikan hanya berupa tegangan yang berasal dari beban statik. Tidak ada
pengaruh perubahan waktu terhadap pembebanan yang ada pada struktur rangka bus.
Analisis tegangan pada struktur rangka bus dilakukan dengan perhitungan menggunakan
perangkat lunak FEM ANSYS 11 dan pemodelan struktur rangka bus dilakukan dengan
perangkat lunak Autodesk Inventor 2010. Semua data-data mengenai keadaan struktur bus
diperoleh dari data–data yang diberikan oleh PT Rahayu Santosa.
1.4 Metode Penulisan
Tahap–tahap yang dilakukan dalam menyelesaikan tugas akhir ini dapar diuraikan
sebagai berikut, yaitu:
a) Identifikasi Masalah
Sebelum melakukan penelitian, ditentukan terlebih dahulu topik permasalahan yang
akan dibahas sehingga penelitian yang dilakukan dapat lebih terarah. Topik yang
dipilih akan diteliti lebih jauh untuk mengetahui hal–hal yang melatarbelakangi
masalah tersebut.
b) Studi Literatur
Setelah masalah diidentifikasi, dilakukan studi pustaka dengan mencari referensi–
referensi yang dapat mendukung proses perancangan maupun analisis yang
dilakukan. Referensi dapat berasal dari buku pustaka, situs web, dan codes /
standards. Teori–teori pendukung yang berasal dari referensi–referensi tersebut
digunakan untuk membantu menentukan proses penyelesaian masalah yang tepat
khususnya dalam menentukan metode dan langkah–langkah proses analisis.
3
c) Pemodelan Elemen Hingga
Perancangan dilakukan dengan menggambar bentuk superstruktur bus di piranti lunak
ANSYS 11 dan melakukan simulasi beberapa jenis pembebanan.
d) Analisis Kekuatan
Analisis kekuatan struktur dilakukan dengan melihat hasil simulasi berbagai jenis
pembebanan untuk mendapatkan karakeristik kekuatan struktur saat menerima beban.
1.5 Sistematika Penulisan
Pembahasan dalam tugas akhir ini dibagi dalam beberapa bab dengan sistematika sebagai
berikut.
Bab I Pendahuluan, meliputi latar belakang masalah, tujuan penelitian, ruang lingkup masalah
dan metodologi penulisan laporan yang dilakukan.
Bab II Dasar Teori, berisi landasan teori yang didapatkan dari studi literature tentang plastic
hinge, supersrtuktur bus, dan penjelasan mengenai metode elemen hingga.
Bab III Pemodelan Geometri dan Elemen Hingga Plastic hinge pada superstruktur bus,
membahas pemodelan elemen hingga dengan perangkat lunak ANSYS 11, serta membahas
tentang material yang digunakan.
Bab IV Analisis Kekuatan Struktur Plastic Hinge, menyajikan analisis tegangan pada plastic
hinge dari data program ANSYS 11 serta grafik karakteristik dan pengaruh dalam berbagai
kondisi pembebanan terhadap tegangan yang terjadi pada struktur.
Bab V Kesimpulan dan Saran, merupakan rangkuman semua hasil yang didapat dalam tugas
akhir ini dan disertai saran–saran yang dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam
membuat struktur rangka bus di PT Rahayu Santosa.
4
BAB II
DASAR TEORI
2.1 Sekilas tentang Rollover Test pada Bus
Bus termasuk salah satu transportasi yang paling banyak digunakan untuk transportasi
komersial. Dengan bertambahnya penumpang bus, maka bertambah banyak pula orang yang
terkena kecelakaan bus. Salah satu kecelakaan bus yang paling sering terjadi adalah bus
terguling. Pada tahun 2003, dalam 8 bulan, ditemukan 40 kecelakaan bus terguling di Hungaria,
Eropa. Itulah mengapa publik Eropa menganggap serius masalah ini.
Gambar 2.1 Kecelakaan bus terguling
Pada tahun 1986, ECE (Economic Comission of Europe) membuat suatu standar
keamanan terhadap bus yang disebut ECE R66. ECE R66 adalah standar yang dibuat untuk
melindungi penumpang bus dari kecelakaan bus terguling. Standar ECE R66 ini mulai
5
diimplementasikan pada publik Eropa pada tahun 1990 dan hanya bisa diaplikasikan pada bus
single deck (lantai satu) yang minimal mengangkut 16 penumpang. Untuk memenuhi standar ini
dilakukanlah Rollover test, yaitu simulasi bus terguling yang dilakukan oleh manusia agar
korban kecelakaan dalam bus terguling dapat diminimalisir.
Gambar 2.2 Rollover Test pada bus
Gambar 2.3 Area aman pada penumpang bus terguling pada standar ECE R66 ditunjukkan oleh batas
zona biru
6
Rollover test secara fisik pada bus memerlukan biaya yang besar. Ada beberapa cara
untuk memperoleh standar ECE R66 yaitu:
1. Rollover test dengan skala sesungguhnya pada seluruh bus.
2. Rollover test hanya pada segmen struktur rangka.
3. Rollover test dengan tes Pendulum
4. Rollover test dengan menggunakan analisis simulasi numeric dan pengetesan
komponen.
Cara yang paling lazim digunakan pada negara berkembang adalah cara nomor 4 yaitu
Rollover test dengan menggunakan analisis simulasi numerik. Salah satu cara yang digunakan
dalam cara nomor 4 adalah analisis simulasi numerik dengan menggunakan metode elemen
hingga. Metode ini digunakan karena merupakan metode yang paling ekonomis untuk mencapai
standar keamanan ECE R66 tetapi tetap sesuai dengan prosedur yang ada karena analisis
tegangan bisa diperkirakan dengan perangkat lunak yang ada.
2.2 Metode Elemen Hingga
Metode elemen hingga adalah salah satu metode prosedur numerik yang digunakan untuk
memecahkan masalah mekanika kontinum dengan ketelitian yang cukup akurat. Daerah yang
dianalisis dapat mempunyai bentuk, beban, dan kondisi batas yang sembarang. Untuk struktur
yang sederhana, seperti batang aksial, analisis dapat dilakukan dengan menggunakan perhitungan
statika struktur tetapi pada struktur yang kompleks, sebaiknya dilakukan dengan menggunakan
metode numerik. Tujuannya adalah untuk memperoleh hasil secara cepat dan mendekati keadaan
sebenarnya.
Prinsip dasar dari metode ini adalah membagi–bagi benda kontinum menjadi bagian yang
lebih kecil yang mempunyai bentuk yang sederhana. Pada bagian–bagian tersebut kemudian
dianalisis tegangan dan regangan yang terjadi. Dengan metode ini persoalan yang rumit dapat
dianalisis dengan hasil yang mendekati keadaan sebenarnya. Metode ini disebut dengan analisis
pendekatan karena hasil analisis merupakan pendekatan dari hasil perhitungan keadaan
7
sebenarnya. Besarnya nilai pendekatan bergantung pada jumlah elemen atau tingkat pendekatan
yang diambil. Metode elemen hingga merupakan perluasan dari metode matriks perpindahan ke
analisis kontinum struktural. Kontinum elastik suatu struktur dapat dibagi menjadi elemen–
elemen diskrit yang saling berhubungan pada titik nodalnya. Kontinuitas tegangan dan
perpindahan pada struktur dapat dicari dari perpindahan titik nodal tersebut.
Struktur diidealisasikan sebagai kontinum asli yang dibagi menjadi elemen–elemen.
Elemen ini dibatasi oleh garis–garis pertemuan dari titik–titik nodal, sehingga diperoleh
kesamaan antar pola perpindahan struktur sebenarnya dengan struktur elemen hingga. Dengan
idealisasi ini, maka apabila ukuran elemen–elemen diskrit diperkecil dan jumlahnya
diperbanyak, maka akan memberikan hasil yang semakin mendekati keadaan sebenarnya.
Pemanfaatan metode elemen hingga dalam dunia teknik adalah untuk menyelesaikan
berbagai masalah dalam bidang struktur antara lain seperti analisis tegangan, analisis regangan,
frekuensi pribadi struktur dan lain sebagainya. Elemen hingga didasarkan pada pemodelan
elemen yang tidak berhingga sehingga elemen dari struktur secara keseluruhan dapat dianalisis.
Dapat dilihat pada Gambar 2. hasil analisis elemen hingga dengan pita warna yang menunjukkan
nilai tegangan atau defleksi yang terjadi pada sebuah struktur.
Gambar 2.4 Hasil analisis elemen hingga
8
Metode elemen hingga menggunakan beberapa jenis elemen seperti: beam, pelat, solid
dan lainnya. Penggunaan elemen dalam elemen hingga bergantung pada struktur yang akan di-
analisis. Semakin banyak elemen yang dapat didefenisikan dalam model maka semakin
mendekati kenyataan struktur yang akan dianalisis. Pemilihan elemen pada elemen hingga juga
tergantung kebutuhan dan keterbatasan software yang digunakan misalnya suatu pelat yang
berprofil dapat didefenisikan sebagai elemen pelat atau beam.
Persamaan-persamaan yang menyatakan hubungan antara gaya dan perpindahan dalam
metoda ini disusun dalam bentuk matriks, dan langkah penyelesaiannya dilakukan dengan
perkalian matriks, eliminasi Gauss dan reduksi matriks. Untuk langkah pertama diturunkan
hubungan antara gaya dan perpindahan pada tiap elemen, hingga diperoleh persamaan-
persamaan yang dalam bentuk matriks dapat dinyatakan sebagai
dengan [K ε] menyatakan matriks kekakuan dari elemen, disebut sebagai matriks kekakuan lokal,
sedangkan {F} menyatakan vektor beban dalam koordinat local dan {δ}menyatakan vektor
perpindahan dalam koordinat lokal.
Selanjutnya perlu dilakukan trasformasi terhadap matriks tersebut agar diperoleh
hubungan matriks dalam koordinat global. Dengan menurunkan hubungan antara perpindahan
lokal dengan perpindahan global ataupun beban lokal dan beban global akan diperoleh suatu
hubungan yang dalam bentuk matriks disebut matriks transformasi,
dengan{F*} dan {δ*} dalam koordinat global.
Dengan demikian hubungan antara vektor perpindahan dan vektor gaya dalam sistem
koordinat global dapat ditulis sebagai:
9
(2.1)
(2.2)
(2.3)
Dengan mengetahui hubungan matriks secara global maka persamaan tersebut dapat
diselesaikan, dengan terlebih dahulu menentukan kondisi batasnya. Persamaan tersebut dapat
diselesaikan dengan metode eliminasi gauss maupun dengan cara mereduksi matriks sehingga
diperoleh solusi yang diinginkan.
Prosedur sederhana penyelesaian dengan metode elemen hingga dilakukan menggunakan
matriks yang menyatakan fungsi tegangan, regangan, dan kekakuan dari suatu elemen. Contoh
prosedur penyelesaian suatu masalah statis tak tentu dengan metode elemen hingga dapat
dijelaskan seperti penyelesaian kasus untuk elemen dengan beban gaya aksial (Gambar 2.5
Elemen dengan beban gaya aksial dan elemen beam 2 derajat kebebasan (Gambar 2. seperti
penjelasan berikut.
Gambar 2.5 Elemen dengan beban gaya aksial
Pada elemen dengan beban gaya aksial ditentukan matriks kekakuan dari elemen tersebut.
Berdasarkan matriks kekakuan tersebut maka disusun persamaan antara gaya dengan
displacement yang terjadi.
10
(2.4)
Gambar 2.6 Elemen beam 2 derajat kebebasan
Untuk elemen beam dengan 2 derajat kebebasan, hubungan antara beban dan defleksi yang
terjadi disajikan dalam Persamaan (2.7).
11
(2.5)
(2.6)
(2.7)
2.3 Teori Tegangan
Pengetahuan mengenai sifat-sifat mekanik material sangat penting dalam merancang
suatu sistem perpipaan. Melalui pengetahuan ini dapat diperkirakan tegangan-tegangan yang
terjadi pada sistem perpipaan, dan ditetapkan aturan-aturan dalam kode supaya tidak terjadi
tegangan yang berlebih sehingga dapat terhindar dari kegagalan. Secara umum teori tegangan
pada sistem perpipaan merupakan pengembangan dari teori tegangan dalam mekanika. Oleh
sebab itu, dapat digunakan dalam perhitungan dan analisis tegangan pada sistem perpipaan.
2.3.1 Tegangan dan Regangan
Tegangan terjadi akibat adanya gaya yang bekerja dalam sebuah elemen yang diuraikan
sejajar atau tegak lurus terhadap bidang irisan elemen tersebut. Gaya yang tegak lurus bidang
disebut gaya normal yang menghasilkan tegangan normal. Sementara itu, gaya yang sejajar
bidang disebut gaya geser yang menghasilkan tegangan geser. Keduanya ditunjukkan pada
persamaan berikut:
dan
dengan
= tegangan normal
= tegangan geser
P = gaya normal
V = gaya geser
A = luas penampang.
Gaya luar yang diberikan pada sebuah elemen akan menimbulkan gaya reaksi internal
yang disebut deformasi. Deformasi dapat berupa perubahan geometri maupun dimensi.
12
(2.8)
Deformasi yang terjadi terhadap satuan panjangnya disebut regangan, yang ditunjukkan pada
persamaan berikut:
.
dengan
= regangan
= panjang sebelum deformasi
= panjang setelah deformasi.
2.3.2 Tegangan Normal Akibat Gaya Aksial
Tegangan normal yang bekerja pada batang lurus akibat gaya aksial akan bernilai
maksimum pada potongan yang tegak lurus terhadap sumbu batang karena potongan ini memiliki
luas permukaan yang lebih kecil daripada potongan-potongan arah lain. Gambar 2. menunjukkan
gaya aksial tarik dan tekan pada suatu batang lurus.
(a) (b)
Gambar 2.7 Tegangan normal akibat gaya aksial; (a) tarik, (b) tekan
2.3.3 Tegangan Geser Akibat Gaya Geser
Berbeda dengan tegangan normal akibat gaya aksial, besarnya tegangan geser akibat gaya
geser tidak sama untuk setiap bagian batang. Besarnya bergantung pada jarak dari sumbu netral.
13
(2.9)
Tegangan geser terbesar terjadi pada daerah dekat dengan sumbu netral, sebaliknya terkecil
terjadi pada daerah yang berada pada permukaan batang. Gambar 2.8 menunjukkan gaya geser
pada suatu batang lurus.
Gambar 2.8 Tegangan geser akibat gaya geser
Tegangan geser akibat gaya geser dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut:
dengan keterangan
V = tegangan geser
Q = momen statis pada area
= momen inersia penampang
t = lebar penampang
y = jarak elemen terhadap elemen.
2.3.4 Tegangan Normal Akibat Momen Bending
Tegangan normal pada suatu batang lurus yang mendapat momen bending ditunjukkan
pada Gambar 2.. Berbeda dengan tegangan geser akibat gaya geser, besarnya tegangan normal
akibat momen bending ini akan maksimum pada daerah yang paling jauh dari sumbu netral.
14
(2.10)
Gambar 2.9 Tegangan normal akibat momen bending
Tegangan normal akibat momen bending (M) dapat dihitung dengan menggunakan
persamaan berikut:
σ=−MyI
.
2.3.5 Tegangan Geser Akibat Momen Puntir
Tegangan geser pada suatu batang lurus akibat momen puntir ditunjukkan pada Gambar
2. Tegangan ini akan maksimum pada permukaan yang paling jauh dengan sumbu puntir.
Gambar 2.10 Tegangan normal akibat momen puntir
Tegangan geser akibat momen torsi (T) dapat dihitung dengan menggunakan persamaan berikut:
dengan keterangan:
T = momen torsi
c = jarak elemen terhadap sumbu pusat
15
(2.12)
(2.11)
Ip = momen inersia polar.
2.4 Komponen Tegangan
Dalam tiga dimensi, elemen-elemen tegangan utama dapat digambarkan seperti pada
Gambar 2. dimana diperlihatkan tiga tegangan normal σx, σy, dan σz dan enam tegangan geser
τxy, τyx, τyz, τzy, τzx, dan τxz dalam arah positif. Keadaan tegangan biaksial atau tegangan
bidang ditunjukkan pada Gambar 2. yang seluruhnya ditunjukkan dalam arah positif. Tegangan
tersebut digambarkan dalam bidang xy.
Gambar 2.11 Elemen-elemen tegangan utama
16
(a) (b)
Gambar 2.12 (a) tegangan biaksial, (b) tegangan pada potongan miring
Jika Gambar 2. (b) dipotong oleh bidang miring dengan sudut Ø terhadap sumbu x seperti
ditunjukkan pada gambar maka dengan menjumlahkan gaya-gaya yang disebabkan oleh semua
komponen tegangan sama dengan nol akan diperoleh persamaan sebagai berikut:
Dengan menurunkan Persamaan 2.14 terhadap Ø dan membuat hasilnya sama dengan nol
akan diperoleh persamaan sebagai berikut:
Tegangan utama dapat diperoleh dengan mensubstitusikan sudut 2Ø pada persamaan 2.13
ke persamaan 2.14 sehingga akan diperoleh persamaan berikut ini:
17
(2.15)
(2.14)
(2.13)
Notasi
menunjukkan tegangan normal maksimum dan menunjukkan tegangan
normal minimum. Sementara itu, menunjukkan tegangan geser maksimum dan
menunjukkan tegangan geser minimum. Dari persamaan 2.17 dapat dibuat lingkaran Mohr yang
ditunjukkan pada Gambar 2..
Gambar 2.13 Lingkaran Mohr
2.5 Berbagai Teori Kegagalan Statik
Kegagalan pada suatu elemen mesin dapat terjadi dalam berbagai wujud seperti misalnya
yielding, retak, patah, scoring, pitting, korosi, aus, dan lain–lain. Agen penyebab kegagalan juga
bermacam–macam seperti misalnya salah design, beban operasional, kesalahan maintenance,
cacat material, temperatur, lingkungan, waktu, dan lain – lain.
18
(2.17)
(2.16)
Salah satu faktor yang dapat menyebabkan kegagalan pada suatu elemen mesin adalah
beban mekanis. Beban mekanis yang dimaksud adalah beban dalam bentuk gaya, momen,
tekanan, dan beban mekanis lainnya. Kegagalan akibat beban mekanis dapat ditentukan dengan
kondisi dan jenis tegangan yang terjadi pada komposisi mesin.
2.5.1 Teori Energi Distorsi Maksimum (Von Misses – Hencky)
Teori energi distorsi maksimum atau kriteria Von Misses menyatakan bahwa “Kegagalan
diprediksi terjadi pada keadaan tegangan multiaksial bilamana energi distorsi per unit volume
sama atau lebih besar dari energi distorsi per unit volume pada saat terjadinya kegagalan dalam
pengujian tegangan uniaksial sederhana terhadap spesimen dari material yang sama”. Dengan
kata lain suatu titik akan mengalami kegagalan bila energi distorsi yang terjadi melebihi energi
distorsi pada keadaan tegangan uniaksial, teori ini didasarkan pada konsep energi. Dalam
pendekatan energi elastis total dibagi dalam dua bagian yaitu energi elastis yang berhubungan
dengan perubahan volumetrik bahan dan energi elastis yang menyebabkan distorsi (gangguan)
geser.
Perubahan energi regangan ketika balok diberi beban adalah sebanding dengan perubahan
panjang (regangan yang terjadi). Besarnya perubahan energi regangan yang terjadi adalah :
dW =P . d ( ∆ L )……………………..P=k .(∆ L)
W =∫ dW =∫P .d . (∆ L ) ¿∫P/k . dP=¿ 12
P1(∆ L)¿ (2.18)
Besarnya energi regangan per satuan volume dapat dinyatakan :
wAoLo
=12
P1
Ao∆ LLo
E=12
σ ε (2.19)
Dengan keterangan
19
E = energi regangan persatuan volume
σ = tegangan (N/m2)
ε = regangan.
Dalam criteria Von Misses, energi regangan merupakan gabungan dari energi distorsi dan
energi volume. Energi distorsi menyebabkan deformasi yang berupa distorsi sedangkan energi
volume adalah energi yang menyebabkan perubahan volume. Bila suatu titik mengalami keadaan
tegangan utama σ 1, σ2 ,dan σ 3 maka hubungan energy regangan, energi distorsi, dan energi
volume adalah:
Energi regangan = energi distorsi + energi volume.
Teori energi distorsi memprediksi bahwa kegagalan akan terjadi ketika energi distorsi
dalam unit volume sama dengan energy distorsi dalam volume yang sama ketika terjadi
kegagalan uji tarik.
Teori kegagalan energi distorsi maksimum dalam dua dimensi dapat direpresentasikan
dalam grafik di bawah ini
.
20
(2.20)
Gambar 2.14 Grafik representasi energy distorsi dalam keadaan tegangan 2 dimensi
2.5.2 Teori Tegangan Normal Maksimum (TTNM)
Teori tegangan normal maksimum paling baik diterapkan pada material yang bersifat
getas. Teori ini menyatakan bahwa “Kegagalan diprediksi terjadi pada keadaan tegangan
multiaksial jika tegangan utama maksimum sama atau lebih besar dibandingkan tegangan normal
maksimum pada saat terjadinya kegagalan dalam pengujian tegangan uniaksial sederhana yang
menggunakan spesimen dengan material yang sama”.. Bila suatu titik mengalami pembebanan
dengan tegangan utama σ1, σ2, dan σ3 maka material akan luluh bila:
atau
atau
Untuk tegangan normal negatif atau tegangan tekan, kriteria luluh menurut teori tegangan normal maksimum adalah:
21
(2.24)
(2.23)
(2.21)
(2.22)
atau
atau
Kriteria luluh tersebut dapat ditampilkan dalam grafik representasi tegangan normal maksimum pada Gambar 2. di bawah ini.
Gambar 2.15 Grafik representasi teori tegangan normal maksimum
2.5.3 Teori Tegangan Geser Maksimum (TTGM)
Formula kriteria tegangan geser maksimum dipublikasikan oleh Tresca (1864) dan Guest
(1990), sehingga teori ini sering disebut teori Tresca atau Guest Law. Teori ini menyatakan
bahwa “Kegagalan diprediksi terjadi pada keadaan tegangan multi aksial jika nilai tegangan
geser maksimum sama atau lebih besar dibandingkan tegangan geser maksimum pada saat
terjadinya kegagalan dalam pengujian tegangan uniaksial sederhana yang menggunakan
spesimen dengan material yang sama”. Kriteria kegagalan ini digunakan pada material ulet.
Untuk kasus pembebeanan tarik, tegangan normal yang terjadi hanya pada satu arah. Menurut
teori tegangan geser maksimum elemen tersebut akan mengalami kegagalan pada:
Untuk kasus tegangan normal dua arah:
22(2.28)
(2.27)
(2.26)
(2.25)
Untuk kasus tegangan normal 3 dimensi, tegangan geser yang terjadi:
; ;
Persamaan di atas menunjukkan kegagalan akan terjadi ketika salah satu dari ketiga tegangan geser tersebut mencapai nilai maksimum.
Gambar 2.16 Grafik representasi teori tegangan geser maksimum
2.5.4 Pemilihan Teori Kegagalan
Untuk material ulet. Bahan chassis bus contohnya, kriteria kegagalan Tegangan Von
Misses lebih akurat dibandingkan TTGM. Oleh karena itu tegangan von misses cenderung
digunakan pada analisis tegangan untuk kepentingan komersial serta kode elemen hingga untuk
mendapatkan profil tegangan. Namun, TTGM sering digunakan karena lebih konservatif dalam
memprediksikan kegagalan pada beban yang lebih rendah dibandingkan teori energi distorsi atau
teori tegangan Von Misses.
23
(2.29)
2.6 Heat Affected Zone
Salah satu metode yang paling banyak digunakan dalam menyambung beberapa parts
suatu kendaraan adalah dengan metode pengelasan. Pengelasan adalah suatu proses
penyambungan dan fabrikasi yang menghubungkan beberapa barang, material barang yang dilas
biasanya adalah logam, atau thermoplastic. Pengelasan dapat dijelaskan secara sederhana yaitu
proses melelehkan benda hingga suatu titik leleh tertentu lalu menggabungkannya dengan filler
yang sudah dipanaskan dan menjadi cairan. Keduanya menjadi satu benda yang sama saat
didinginkan. Pengelasan dapat menggunakan api gas, busur listrik, laser, sinar elektron, gesekan,
dan USG sebagai sumber energi untuk membuat benda las.
Saat mencairkan filler dan benda kerja, temperatur yang digunakan harus tinggi agar
benda kerja dan filler bisa menyatu. Temperatur yang digunakan harus mencapai titik leleh
keduanya agar hasil lasan bisa lebih kuat. Material filler akan membentuk sambungan perpaduan
dengan benda kerja. Karena peristiwa itu, daerah yang berdekatan dengan hasil lasan akan
mengalami perubahan struktur mikro dan perubahan sifat material. Daerah ini biasa disebut
dengan Heat Affected Zone atau biasa disingkat HAZ.
Gambar 2.17 Lokasi HAZ pada hasil lasan.
Jika benda kerja pada kondisi awal di temperatur rendah, HAZ akan mengalami
rekristalisasi dan pertumbuhan butir yang akan mengurangi kekuatan, kekerasan, dan
ketangguhannya. Persebaran material yang tinggi, serta bahan yang mempunyai laju pendinginan
besar akan menghasilkan HAZ yang relatif kecil. Sebaliknya, untuk memperoleh HAZ yang besar
adalah dengan material yang tidak gampang menyebar, akan menyebabkan pendinginan yang
ada menjadi lebih lambat dan HAZ yang lebih besar. Dengan kata lain, semakin jauh dari arus
panas dan semakin lama pendinginan maka daerah HAZ tersebut akan memiliki kekuatan yang
lebih lemah dibandingkan dengan benda kerja yang dilas.
24
Gambar 2.18 Semakin jauh dari arus panas (heat flow) maka HAZ akan memiliki kekuatan lebih kecil
2.7 Deformasi dan Plastic Hinge
2.7.1 Deformasi Elastis dan Deformasi Plastis
Deformasi adalah perubahan bentuk, dimensi, dan posisi dari suatu material. Ada dua
macam deformasi, yaitu deformasi elastis dan deformasi plastis. Deformasi elastis adalah
deformasi yang tidak permanen, setelah beban diberikan benda masih bisa kembali ke bentuk
semula. Sedangkan deformasi plastis adalah deformasi yang permanen, tidak bisa dikembalikan
ke bentuk semula setelah beban diberikan. Biasanya, deformasi plastis dibarengi dengan
perpindahan posisi (displacement) pada struktur atom benda.
Pada beberapa material logam, deformasi elastis hanya bisa dilakukan hingga peregangan
0.005. Setelah titik itu, maka tegangan tidak lagi proporsional terhadap regangan. Hal itu
tercantum dalam hukum Hooke pada persamaan hubungan tegangan dengan regangan berikut:
σ=E∈. (2.30)
Keterangan:
σ = Tegangan
E = Modulus elastisitas (Modulus Young)
∈ = Regangan.
25
Transisi dari deformasi elastis menuju deformasi plastis biasa dinamakan yield strength.
Setelah deformasi plastis, bila beban ditambah terus menerus maka benda akan mengalami patah
(fracture).
Gambar 2.19 Posisi deformasi elastis dan plastis pada grafik tegangan – regangan
2.7.2 Plastic Hinge
Apabila sebuah struktur diberikan beban impak pada jumlah tertentu, maka pada sebagian
area akan terjadi deformasi plastis yang terkonsentrasi pada skala besar. Pada area tersebut,
terjadi yang disebut local buckling, atau fenomena tertekuk, dan karena deformasi, bagian
tersebut menyerap energi kinetik. Bagian tersebut biasa disebut dengan Plastic Zone. Plastic
Zone yang ada pada sambungan struktur biasa disebut dengan plastic hinge. Pada perpindahan
tiba–tiba dari deformasi elastis ke deformasi plastis, akan muncul sebuah momen. Momen ini
dinamakan momen plastis (Mp). Setelah Mp tercapai, maka akan terbentuk plastic hinge, seperti
pada gambar 2.20.
26
Gambar 2.20 Terbentuknya Plastic Hinge
27
top related