DIPLOMASI EKONOMI INDONESIA TERHADAP WORLD …repository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789... · Keterkaitan Pengertian Politik Luar Negeri, Kebijakan Luar Negeri, dan ... B.
Post on 28-Dec-2019
13 Views
Preview:
Transcript
DIPLOMASI EKONOMI INDONESIA TERHADAP WORLD
ECONOMIC FORUM (WEF) PADA MASA PEMERINTAHAN
PRESIDEN SBY PERIODE TAHUN 2009-2014
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Ilmu Sosial (S. Sos)
Oleh:
Qobul Imron Rosada
NIM: 1110113000074
JURUSAN HUBUNGAN INTERNASIONAL
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2015
i
ii
iii
iv
Abstrak
Penelitian ini berusaha menjelaskan kepentingan diplomasi ekonomi Indonesia
terhadap World Economic Forum (WEF) pada periode tahun 2009-2014, terutama dalam
forum pertemuan WEF yang diadakan di Davos maupun di kawasan Asia Timur. Penulis
melihat bahwa ada usaha diplomasi yang ingin dicapai Indonesia dari peningkatan
partisipasinya dalam forum pertemuan internasional tersebut. Diplomasi ekonomi Indonesia
pada periode ini juga menarik, karena politik luar negeri “bebas aktif” dilaksanakan dengan
mempromosikan doktrin “million friends zero enemy”. Sehingga doktrin tersebut menjadi
bagian pembahasan yang penting untuk menjelaskan performance politik luar negeri dan
diplomasi Indonesia, khususnya diplomasi ekonomi.
Penulis menggunakan pendekatan Pluralisme Liberal dalam melihat hal ini.
Pendekatan dari grand theory Liberalisme ini memfokuskan perhatian pada semakin
pentingnya aktor non-negara dalam hubungan internasional. Untuk mengetahui kapabilitas
dan pengaruh WEF dalam hubungan internasional, penulis menjelaskan profil WEF secara
komprehensif. Hal ini dimaksudkan untuk memperlihatkan bahwa usaha Indonesia dalam
forum untuk mencapai kepentingannya menjadi relevan dengan kondisi saat ini, yaitu NGO
semakin diperhitungkan dalam politik global.
Metode penelitian yang digunakan adalah kualitatif, dimana penulis meneliti
permasalahan berdasarkan dari data-data yang diperoleh dari berbagai sumber. Dengan
menggunakan konsep „tujuan kebijakan luar negeri‟, penulis mengumpulkan beberapa hal
yang ingin dicapai oleh Indonesia dari diplomasinya dalam forum WEF. Ketika tujuan
kebijakan luar negeri adalah penjabaran dari kepentingan nasional, maka poin-poin tujuan
kebijakan nasional dapat dianalisis dan digeneralisasikan menjadi sebuah kepentingan
nasional. Sehingga dari analisis yang telah dilakukan, penulis membuat kesimpulan bahwa
kepentingan diplomasi ekonomi Indonesia terhadap WEF pada periode tahun 2009-2014
adalah kepentingan ekonomi.
Kata kunci: diplomasi ekonomi Indonesia, World Economic Forum, kepentingan nasional,
tujuan kebijakan luar negeri.
v
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan atas segala nikmat yang senantiasa
mengalir dari Allah SWT. Rabb Semesta Alam, sehingga penulis dapat menyelesaikan tulisan
ini sebagaimana mestinya. Skripsi ini disusun guna memenuhi salah satu syarat dalam
menyelesaikan studi pada Jurusan Ilmu Hubungan Internasional pada Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik Universitas Hasanuddin Makassar. Shalawat dan Salam semoga senantiasa
tercurah kepada Suri Tauladan dan Guru Moralitas yang terbaik, Rasululllah SAW. beserta
keluarga beliau..
Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan banyak terima kasih dan
penghargaan kepada:
1. Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, beserta seluruh staf dan karyawan.
2. Bapak Badrus Sholeh, MA selaku Pebimbing serta Ketua Jurusan Hubungan
Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Sekretaris Jurusan Ilmu Hubungan Intenasional, Ibu Eva Mushoffa, MHSPSS.
4. Bapak dan Ibu dosen Jurusan Ilmu Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan
Ilmu Politik UIN Syarif Hidayatullah yang telah memberikan sebagian ilmu dan
pengetahuannya kepada penulis sejak awal hingga menjelang penyelesaian studi di
Jurusan Ilmu Hubungan Internasional.
5. Keluarga yang baik hati; Bapak Ahmad Suparman, Ibu Samiyem, Mba Ika, dan Mba
Atun, yang senantiasa memotivasi, mendo‟akan, dan menanti selesainya skripsi ini
dengan penuh kesabaran.
6. Segenap staf akademik dan staf kemahasiswaan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
UIN Syarif Hidayatullah, yang telah membantu penulis dalam pengurusan berkas.
vi
7. Teman-teman Satu Rumah; Hilman, Husni, Taufik, Kevin, Mulki. Juga teman satu
angkatan; Takdir, Feri, Dimas.
Penulis sangat menyadari bahwa skripsi ini tentu tidak lepas dari banyak kesalahan
dan kekurangan. Untuk itu, dengan kerendahan hati penulis mengharapkan saran dan kritik
dari para pembaca sebagai bahan masukan sehingga dapat berguna baik bagi penulis maupun
bagi pembaca pada umumnya. Semoga laporan ini dapat memberikan manfaat bagi penulis
pada khususnya dan pembaca pada umumnya.
Jakarta, 23 Desember 2015
Penulis
vii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................................... i
HALAMAN PENGESAHAN ..................................................................... i
KATA PENGANTAR ................................................................................. ii
ABSTRAKSI ............................................................................................... iv
DAFTAR ISI ................................................................................................ v
DAFTAR SINGKATAN ............................................................................. vii
DAFTAR GAMBAR DAN TABEL .......................................................... viii
DAFTAR TABEL ....................................................................................... ix
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ...................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................. 8
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ............................................. 9
D. Tinjauan Pustaka ................................................................... 10
E. Kerangka Pemikiran .............................................................. 13
F. Metode Penelitian .................................................................. 22
G. Sistematika Penulisan ............................................................ 23
BAB II. WORLD ECONOMIC FORUM (WEF)
A. Profil World Economic Forum (WEF) .................................. 24
B. Pertemuan Tahunan WEF 2009-2014 ................................... 40
C. World Economic Forum on East Asia (WEF-EA)
Tahun 2009-2014 .................................................................. 41
BAB III. PELAKSANAAN DIPLOMASI EKONOMI INDONESIA PERIODE
TAHUN 2009-2014 DAN DIPLOMASI EKONOMI INDONESIA TERHADAP WEF
A. Pelaksanaan Politik Luar Negeri “Bebas Aktif” dalam Diplomasi Ekonomi
Indonesia ................................................................................ 47
A. 1. Keterkaitan Pengertian Politik Luar Negeri, Kebijakan Luar Negeri, dan
Diplomasi ............................................................................... 47
viii
A. 2. Politik Luar Negeri dan Diplomasi Ekonomi Indonesia Periode Tahun
2009-2014 .............................................................................. 50
B. Diplomasi Ekonomi Indonesia terhadap WEF ..................... 59
B. 1. Diplomasi Ekonomi Indonesia terhadap WEF sebelum Periode 2009-
2014 ....................................................................................... 59
B. 2. Diplomasi Ekonomi Indonesia terhadap WEF pada Periode Tahun 2009-
2014 ....................................................................................... 62
BAB IV DIPLOMASI EKONOMI INDONESIA TERHADAP WEF PADA
PERIODE TAHUN 2009-2014
A. Poin – Poin Tujuan Kebijakan Luar Negeri Diplomasi Ekonomi Indonesia
terhadap WEF pada Periode Tahun 2009-2014 .................... 71
B. Analisis Kepentingan Ekonomi dalam Diplomasi Ekonomi Indonesia terhadap
WEF pada Periode Tahun 2009-2014 .................................... 92
B. 1. Pelaksanaan Politik Luar Negeri Indonesia Presiden SBY Neoliberal
Institusionalis: Sebuah Jalan bagi Analisis Pluralisme Liberal 92
B. 2. Kepentingan Ekonomi dalam Diplomasi Ekonomi Indonesia tehadap
WEF periode 2009-2014 ........................................................ 99
BAB V. KESIMPULAN .............................................................................. 105
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 108
ix
DAFTAR SINGKATAN
ACFTA : ASEAN-China Free Trade Area
ASEAN : Association of Southeast Asian Nation
BDF : Bali Democracy Forum
BKPM : Badan Koordinasi Penanaman Modal
CSR : Corporate Social Responsibility
DDA : Doha Development Agenda
EMF : European Management Forum
EMS : European Management Symposium
GCR : Global Competitiveness Report
GHI : Global Health Initiative
HAM : Hak Asasi Manusia
KKN : Korupsi Kolusi Nepotisme
MEA : Masyarakat Ekonomi ASEAN
NAMA : Non-Agricultural Market Access
PISAgro : Partnership Indonesia‟s Sustainable Agriculture
WEF : World Economic Forum
WTO : World Trade Organization
WWF : World Wildlife Fund
x
DAFTAR GAMBAR DAN TABEL
Gambar
1. 1. Kerangka Berfikir .................................................................................. i
2. 1. European Management Symposium pada tahun 1971 .......................... i
2. 2. Logo World Economic Forum ............................................................... ii
2. 3. Sebuah diskusi panel dalam WEF-EA 2011 .......................................... ii
Tabel
2. 1. Tema Pertemuan Tahunan WEF 2009-2014 ......................................... iii
4. 1. Kunci Indikator negara – negara berdasar GDP .................................... iii
xi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Daftar Nama Elit Politik yang Terlibat dalam Diskusi Forum Pertemuan
WEF Periode 2009-2014
Lampiran 2 : Tabel Global Competitiveness Index (GCI) Indonesia
Lampiran 3 : Transkip Wawancara
1
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sejak menjadi negara merdeka pada tahun 1945, Indonesia sangat
memfokuskan politik luar negerinya untuk melakukan diplomasi di bidang
politik dan keamanan. Namun di sisi lain, Indonesia masih sangat minim dalam
melaksanakan diplomasi ekonomi untuk mendapatkan keuntungan dari
globalisasi dan free trade. Indonesia pada masa pemerintahan Presiden Soekarno
melakukan diplomasi ekonominya dengan cara menonjolkan sikap anti-Barat
untuk mendapatkan bantuan ekonomi dari Uni Soviet dan negara – negara Eropa
Timur. Pada masa pemerintahan Presiden Soeharto, Indonesia menggunakan
diplomasi ekonomi hanya sebagai sarana untuk mendapatkan pinjaman luar
negeri dari negara – negara donor dan organisasi internasional.1
Selanjutnya, pasca reformasi pada masa pemerintahan Presiden Habibie,
Indonesia fokus melakukan diplomasi ekonomi terhadap IMF dan World untuk
membantu pemulihan ekonomi dari krisis moneter 1998. Pada masa
pemerintahan Presiden Abdurrahaman Wahid, Indonesia melakukan diplomasi
ekonomi dengan sejumlah kunjungan kenegaraan ke luar negeri dengan intensif.
Namun, diplomasi ekonomi tidak mendatangkan hasil salah satunya adalah
faktor kondisi sosial politik domestik tidak stabil. Sedangkan pada masa
pemerintahan Presiden Megawati, diplomasi Indonesia dilaksanakan melalui
1 Aleksius Jemadu, Politik Global dalam Teori dan Praktek, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2008), 269.
2
2
pendekatan politik luar negeri intermestik, yaitu pembauran politik domestik dan
internasional.2
Di bawah pemerintahan Presiden SBY pada periode pertama (2004-
2009), baru Indonesia mulai memberikan perhatian serius atas diplomasi
ekonominya untuk diserukan ke dunia internasional. Selain itu, Pemerintah
Indonesia juga membuat sejumlah kebijakan perdagangan, investasi, industri,
dan pariwisata untuk mendapatkan manfaat dari pertumbuhan ekonomi yang
terjadi di dunia. Pada periode kedua pemerintahan Presiden SBY (2009-2014),
Indonesia juga memiliki perhatian yang sama dalam pelaksanaan diplomasi
ekonominya. Bahkan, Presiden SBY ikut mempromosikan kepada para
pemimpin negara dan pebisnis, termasuk para CEO perusahaan-perusahaan
multinasional dalam beberapa kunjungan ke luar negeri, agar mereka membuka
kontak bisnis dan investasi di Indonesia.3
Presiden SBY menekankan pentingnya diplomasi ekonomi bagi
Indonesia kepada sejumlah jajaran kementerian terkait, seperti Kementerian Luar
Negeri, Kementerian Perdagangan, Kementerian Keuangan, BKPM,
Kementerian Keuangan, Kementerian Pariwisata dan Industri Kreatif, dan
2 Yanyan Mochamad Yani, Dinamika Hubungan Internasional dan Indonesia, tersedia di;
http://pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2010/01/change_and_continuity_in_indonesia_foreign_policy.pdf; internet, diunduh pada 29 November 2014. 3 Dr. Darmansjah Djumala, M.A., Membumikan Diplomasi Ekonomi: Tantangan Kebijakan Luar
Negeri Era Jokowi-JK, tersedia di; http://www.kemlu.go.id/pusdiklat/Documents/02%20Ekonomi/Membumikan%20Diplomasi%20Ekonomi%20Tantangan%20Kebijakan%20Luar%20Negeri%20Era%20Jokowi%20dan%20JK%20(Ekonomi).pdf; internet, diakses pada 14 Desember 2015.
3
3
kementerian teknis lainnya.4 Presiden SBY juga menyerukan pelaksanaan politik
luar negeri “bebas aktif” dengan menggunakan doktrin “million friends zero
enemy” dan “all direction foreign policy” kepada seluruh jajaran kabinet
kementerian di bawahnya. Sehingga, pelaksanaan politik luar negeri tidak secara
kaku menjadi tanggung jawab Kementerian Luar Negeri, para Diplomat dan
Duta Besar RI saja, namun dilaksanakan secara fleksibel oleh kementerian
strategis yang sesuai dengan bidang cakupan isu dan konteks.
Dalam diplomasi ekonominya, Indonesia sering mempromosikan dirinya
dengan menggunakan sejumlah citra positif yang telah dimilikinya, yaitu;
sebagai negara demokrasi terbesar ketiga di dunia, negara muslim demokrasi
terbesar di dunia, negara anggota terbesar Association of Southeast Asian Nations
(ASEAN), dan anggota G20. Citra positif tersebut mendukung strategi politik
luar negeri “bebas aktif” dan doktrin “million friends zero enemy” yang
dilaksanakan dengan gaya high profile. Dengan memiliki doktrin “million
friends zero enemy”, Indonesia memamerkan dirinya tidak hanya sebagai pasar
yang besar namun juga memiliki kondisi politik dan sosial yang stabil serta
terbuka untuk bekerja sama dengan semua pihak.
Selanjutnya, doktrin “million friends zero enemy” juga memberikan
pedoman penting bagi Indonesia dalam diplomasi ekonominya mengenai jumlah
teman. Makna “million friends” memberikan domain teman Indonesia tidak
hanya negara yang berjumlah ratusan saja. Terdapat banyak teman dalam
hubungan internasional yang dapat dijadikan Indonesia sebagai sasaran
4 Ibid.
4
4
diplomasi ekonominya, seperti perusahaan multinasional, NGO internasional,
dan masyarakat dunia secara luas. Misalnya ketika masyarakat dunia ditetapkan
sebagai sasaran diplomasi, sesungguhnya Indonesia telah melaksanakan
diplomasi ekonomi bersamaan dengan diplomasi publik sebagai bentuk total
diplomacy atau multi-track diplomacy. Sehingga dalam strategi diplomasi
ekonomi, istilah “million friends” dari doktrin “million friends zero enemy”
dapat diterjemahkan secara pragmatis dengan “million markets”. Sasaran
diplomasi ekonomi lain yang juga penting bagi Indonesia adalah World
Economic Forum (WEF), yang mana pada periode ke-2 pemerintahan SBY,
Indonesia meningkatkan diplomasinya terhadap WEF.
WEF adalah sebuah NGO yang didirikan pertama kali oleh Klaus
Schwab, seorang profesor pengajar kebijakan bisnis di Universitas Jenewa
dengan nama European Management Forum (EMF) pada tahun 1971 di Jenewa,
Swiss. Dengan demikian, WEF dapat dikatakan sebagai NGO yang muncul dan
berkembang pada awal periode dimana terjadi peningkatan arus modal, barang,
dan jasa lintas batas negara yang didorong oleh kemajuan teknologi komunikasi
dan transportasi, sebuah fenomena yang sekarang dikenal dengan istilah
globalisasi. Pada awalnya, WEF hadir sebagai NGO yang bertujuan untuk
meningkatkan daya saing anggotanya, perusahaan – perusahaan Eropa di pasar
internasional. Untuk saat ini, WEF telah berkembang menjadi NGO yang
beranggotakan perusahaan besar dunia yang berkomitmen untuk memajukan
kondisi ekonomi global.
5
5
WEF terkenal dengan forum pertemuan informalnya yang rutin diadakan
di setiap awal bulan Januari di sebuah resor Davos, dikenal dengan Pertemuan
Tahunan WEF. Pertemuan Tahunan WEF tidak hanya forum pertemuan bagi
anggotanya, namun juga forum diskusi mereka dengan sejumlah elit pemerintah,
akademisi, dan organisasi internasional lainnya untuk menentukan permasalahan
masyarakat global saat ini dan solusinya Mereka tidak hanya membicarakan
mengenai permasalahan ekonomi dan bisnis, namun juga isu-isu sosial, politik,
kemiskinan, dan pembangunan manusia.
WEF telah membuat sejumlah kontribusi untuk mengatasi permasalahan
yang terjadi di dunia dengan meningkatkan peran dan kontribusi perusahaan.
Misalnya pada Pertemuan Tahunan WEF 2009, WEF bekerja sama dengan PBB
mengembangkan UN Global Compact untuk meningkatkan komitmen
perusahaan transnasional terhadap masyarakat dan lingkungannya. Pada
Pertemuan Tahunan WEF 2001, WEF juga membentuk sebuah badan bernama
Global Health Initiative (GHI) yang berperan melibatkan perusahaan untuk
bersama dengan pemerintah negara dan organisasi internasional, menangani
penyakit menular di Asia dan Afrika, khususnya penyakit HIV/AIDS, TBC, dan
malaria.
Pada Pertemuan Tahunan WEF 2009, WEF mengeluarkan sebuah proyek
kemitraan publik-swasta di bidang pertanian, yaitu New Vision in Agriculture.
WEF melibatkan peran Corporate Social Responsibility (CSR) perusahaan dunia
dan lokal untuk terdepan berkontribusi dalam pelaksanaan proyek ini, serta
dengan bekerja sama dengan pemerintah negara, NGOs, akademisi, masyarakat,
6
6
dan khususnya petani. WEF telah berhasil melibatkan 250 organisasi di seluruh
dunia untuk membantu visinya meningkatkan kondisi pangan global dengan
berbasis pada environmental sustainability dan economic opportunity. WEF
menargetkan peningkatan sebesar 20% dalam produksi pangan di wilayah proyek
kerjanya untuk memenuhi kebutuhan pangan masyarakat dunia pada tahun
2050.5
Dalam Pertemuan Tahunan WEF, WEF juga berperan menjadi mediator
yang penting dalam kegiatan diplomasi untuk sejumlah tujuan. Misalnya, untuk
mencapai resolusi konflik, WEF mengundang para pemimpin dari masing-
masing pihak yang sedang berkonflik, seperti konflik Turki-Yunani pada tahun
1988. WEF juga berperan menjadi media promosi bagi potensi domestik negara
– negara berkembang kepada investor internasional. Yaitu dengan cara WEF
mempertemukan elit pemerintah negara dengan para investor untuk mendapatkan
investasi dan kerja sama bisnis. WEF juga mengklaim telah menjadi media
penting dalam mempromosikan emerging economies seperti Cina dan India
kepada perusahaan dunia di periode awal kebijakan liberalisasi yang dilakukan
keduanya.6
Dengan demikian, forum informal WEF tersebut menjadi forum yang
populer mengintegrasikan para pemimpin politik, pebisnis, dan ilmuwan untuk
membentuk agenda regional dan global, serta mengembangkan industri yang
5 Pusat Kerja Sama Luar Negeri Kementerian Pertanian, Profil Kerja Sama Kementerian Pertanian
Republik Indonesia dengan G-20, OECD, dan WEF, (Jakarta: Pusat Kerja Sama Luar Negeri Kementerian Pertanian, 2013), 66. 6 World Economic Forum, History; tersedia di; http://www.weforum.org/history; internet, diakses
23 November 2014.
7
7
dinamis dan berkelanjutan. Peran WEF dalam hubungan internasional juga telah
membuatnya menjadi sebuah partner yang penting bagi negara – negara untuk
memakmurkan dan menyejahterakan rakyat mereka. Selain itu, WEF membuat
jaringan kerja sama melalui kemitraan publik-swasta yang melibatkan berbagai
aktor dalam hubungan internasional untuk melaksanakan misinya, yaitu:
“Committed to improving the state of the world through public-private
cooperation”.
Dengan demikian, pertemuan WEF merupakan salah satu sasaran
diplomasi ekonomi Indonesia yang penting. Dalam sejumlah pertemuan WEF,
baik Pertemuan Tahunan WEF ataupun World Economic Forum on East Asia
(WEF-EA), diplomasi ekonomi Indonesia lebih sering dilaksanakan oleh
kementerian non-Kementerian Luar Negeri yang strategis terkait dengan isu
ekonomi, seperti Kementerian Perdagangan, Kementerian Koordinator
Perekonomian, dan BKPM. Dalam hal ini, delegasi dari Kementerian Luar
Negeri tidak terlibat langsung, karena tidak memiliki wewenang berkaitan
dengan kebijakan domestik maupun internasional yang berkaitan dengan
ekonomi. Indonesia melakukan diplomasi ekonominya melalui keterlibatan elit
politiknya dalam diskusi WEF. Dalam periode 2009-2014, elit politik Pemerintah
Indonesia yang terlibat misalnya; Mari Elka Pangestu baik saat menjadi Menteri
Perdagangan maupun Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, Gita Wirjawan
saat menjadi Menteri BKPM maupun Manteri Perdagangan, serta Menteri
Perdagangan Muhammad Lutfi. Pemerintah Indonesia juga melakukan kerja
8
8
sama kemitraan publik-swasta dengan WEF melalui Partnership for Indonesia‟s
Sustainable Agriculture (PISAgro).
B. Rumusan Masalah
Menurut Christian Reus-Smit, paham neoliberal memandang negara
sebagai yang aktor atomistik dan rasional. Sehingga negara diasumsikan sebagai
aktor yang senantiasa berusaha untuk mendapatkan keuntungan dan manfaat
dalam kerja sama Internasional. Dengan kata lain, bagaimanapun, ketika negara
bekerja sama, maka ia membawa kepentingan yang telah ditentukan untuk
dicapainya dari kerja sama tersebut.7 Di sisi lain, Hadi Soesastro mendefinisikan
diplomasi ekonomi dengan dua asumsi utama. Yang pertama, diplomasi dengan
penggunaaan instrumen politik. Kedua, diplomasi dengan tujuan ekonomi. Dari
asumsi tersebut, penulis melihat hal yang sama, bahwa diplomasi ekonomi
Indonesia yang dilakukan di dalam forum pertemuan WEF memiliki kepentingan
yang telah ditentukan untuk dicapai, yaitu tujuan – tujuan ekonomi. Sehingga,
penulis berusaha menganalisis kepentingan diplomasi ekonomi Indonesia
terhadap WEF periode 2009-2014 adalah kepentingan ekonomi.
Untuk menjelaskan kepentingan diplomasi ekonomi Indonesia tersebut,
penulis merumuskan masalah dengan mengajukan sebuah pertanyaan, yaitu:
Bagaimana diplomasi ekonomi Indonesia terhadap World Economic Forum
(WEF) periode tahun 2009-2014 memiliki kepentingan ekonomi?
7 Scott Burchill, ed., Theories of International Relations (Third edition), (New York: Palgrave
Macmillan, 2005), 192-193
9
9
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dalam penelitian ini antara lain;
1. Memperoleh informasi mengenai diplomasi ekonomi Indonesia terhadap
WEF dalam sejumlah pertemuan yang diadakan oleh WEF.
2. Memahami kepentingan diplomasi ekonomi Indonesia terhadap WEF pada
periode tahun 2009-2014.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat dalam penelitian ini antara lain;
1. Menambah referensi keilmuan di bidang Hubungan Internasional
mengenai diplomasi ekonomi Indonesia terhadap NGO, dalam
penelitian ini adalah WEF.
2. Memberikan referensi bagi peneliti selanjutnya untuk mengembangkan
penelitian mengenai forum diskusi yang diadakan oleh WEF, baik
Pertemuan Tahunan WEF di Davos dan maupun WEF-EA yang
diadakan di negara-negara Asia Timur.
E. Tinjauan Pustaka
Penelitian yang membahas mengenai diplomasi Indonesia kepada negara
lain, IGOs, dan NGOs dalam lingkup regional maupun internasional telah banyak
ditulis. Penelitian mengenai WEF pun semakin banyak ditulis oleh para
akademisi karena perannya yang penting dalam hubungan internasional. Namun,
penelitian mengenai diplomasi ekonomi Indonesia terhadap WEF dapat
dikatakan belum pernah dilakukan secara akademis. Dalam penelitian ini,
10
10
Penulis membahas mengenai partisipasi Indonesia sebagai diplomasi
ekonominya dalam forum yang diadakan oleh sebuah NGO, yaitu WEF.
Penulis melakukan kajian penelitian mengenai diplomasi ekonomi
Indonesia dalam forum kerja sama ekonomi internasional yang diadakan oleh
WEF, mengacu pada buku berjudul “Politik Global dalam Teori dan Praktik”
tulisan Aleksius Jemadu. Penulis menggunakan tulisan ini sebagai referensi
utama dalam teori, asumsi ekonomi politik internasional terutama dalam
pemikiran liberal, dan performance diplomasi ekonomi Indonesia terhadap aktor
eksternal dari Presiden Soeharto sampai pada periode awal pemerintahan
Presiden SBY.
Artikel yang relevan dengan penelitian Greta Nabbs-Keller yang berjudul
“Reforming Indonesia‟s Foreign Ministry: Ideas, Organization and Leadership”
“Indonesia‟s New Foreign Policy-Thousand friends-zero enemy.” Nabbs-Keller
dalam artikel ini menjelaskan kebijakan luar negeri setelah Orde Baru telah
mengalami banyak perubahan. Nabbs-Keller menguraikan secara rinci bagaimana
kontestasi politik domestik masa reformasi mampu mengubah kebijakan luar
negeri Indonesia menjadi lebih terintegrasi dan inklusif.
Dalam meneliti WEF baik sebagai NGO maupun sebagai forum, penulis
mengumpulkan buku, laporan, dan artikel yang relevan atas permasalahan yang
diangkat. Penulis menggunakan laporan-laporan yang dipublikasikan oleh WEF
melalui situs resminya. Salah satunya adalah “The World Economic Forum - A
Partner in Shaping History.” Laporan ini secara komprehensif memuat sejarah
11
11
dan perkembangan WEF dari awal pendirian pada tahun 1971 sampai rentang
waktu tahun 2010. Sebagaimana pernyataan Schawb berikut;
“What is clear from this compilation of impressions, insights and
memories is that the Forum has evolved from a modest yet
groundbreaking attempt to bring European corporate managers and their
stakeholders together to discuss business strategies into an organization
that today is widely regarded as the world‟s foremost multistakeholder
platform for addressing the most pressing issues on the global agenda.”8
Penulis menggunakan salah satu referensi mengenai WEF, yaitu “The
World Economic Forum: A Multi-Stakeholder Approach to Global Governance”
tulisan Geofrey Allen Pigman. Dalam buku ini, Pigman menjelaskan banyak hal
mengenai WEF, seperti bagaimana sejarah, perkembangan, profil kelembagaan,
kinerja, prospek masa depan dan kritik terhadap WEF. Selain itu, penulis
menggunakan artikel tulisan Jean-Christophe Graz yang mengobservasi WEF
sebagai agen globalisasi dan pengaruhnya dalam membuat agenda ekonomi
politik dunia saat ini dalam “How Powerful are Transnational Elite Clubs? The
Social Myth of World Economic Forum.” Graz menjelaskan bahwa peningkatan
kapabilitas WEF telah meningkat dalam hubungan internasional. Graz
mengobservasi apa yang membuat WEF menjadi sebuah lembaga yang populer
dan memiliki power dalam hubungan internasional, yaitu keberhasilan
menyatukan faktor tempat, waktu, dan tindakan kelompok elit di Davos.
Selain itu, penulis juga menggunakan tesis berjudul “Diplomasi
Indonesia dalam Perundingan Doha Development Agenda-WTO, Studi Kasus:
8 World Economic Forum, The World Economic Forum - A Partner in Shaping History, (Jenewa:
World Economic Forum, 2010), 1.
12
12
Liberalisasi Sektor Pangan” tulisan Muhammad Navan Aji Gusta Utama. Utama
meneliti tujuan diplomasi Indonesia dalam kerja sama multilateral untuk
meningkatkan perdagangan bebas antar negara anggota. Namun diplomasinya
tersebut dihadapkan pada masalah kebijakan proteksi oleh negara-negara maju,
termasuk proteksi di bidang pertanian yang mempersulit masuknya produk
pertanian dari negara berkembang. Dengan menggunakan perspektif
nasionalis/realis (merkantilisme) dari Robert Gilpin, dia menjelaskan bahwa
diplomasi Indonesia juga ditujukan untuk melindungi kepentingan nasionalnya.
Dia juga menggunakan teori negosiasi dari Fred Charles Ikle dan Bernard M.
Hoekman untuk menganalisa bagaimana perundingan dan mekanisme diplomasi
dalam perundingan World Trade Organization (WTO).
Selanjutnya terkait dengan penelitian mengenai WEF, penulis
menggunakan tesis Dimpho Motsamai yang berjudul “Epistemic Communities
and Development: The Davos Process and Knowledge Production”. Dalam
tesisnya, Motsamai berusaha meneliti peran WEF dalam menentukan agenda
pembangunan global, terutama yang terjadi di Afrika. Ia mencoba menjawab
pertanyaan mengapa dan bagaimana para aktor menyatu di sekitar WEF dan
membantunya menyusun agenda yang menghasilkan solusi dalam isu-isu
kontemporer. Motsamai mengobservasi peran WEF yang membantu negara –
negara Afrika dalam pembentukan ide di tingkat Southern Africa Development
Community (SADC) dan Uni Afrika (AU) melalui konferensi yang dimilikinya.
Ia berpendapat bahwa WEF fokus berperan di bidang pengembangan dan
13
13
menjadi bagian yang dominan, terutama karena masih adanya ketimpangan
global dalam produksi pengetahuan dan ide.
Berbeda dengan Muhammad Navan yang membahas diplomasi ekonomi
Indonesia di forum multilateral IGO, penulis membahas kepentingan diplomasi
ekonomi Indonesia di dalam forum yang diadakan oleh NGO. Berbeda dengan
penelitian yang dilakukan oleh Motsamai yang mengobservasi peran WEF di
Afrika, penulis akan menjelaskan kepentingan Indonesia melakukan diplomasi
ekonomi terhadap WEF.
F. Kerangka Pemikiran
Dari permasalahan yang dikaji, penulis melihat adanya kecenderungan
negara bekerja sama dengan lembaga – lembaga internasional, termasuk NGO,
untuk berperan mengatasi permasalahan yang mereka hadapi. Sehingga penulis
memutuskan untuk menggunakan teori Pluralisme Liberal sebagai teori yang
relevan dengan permasalahan yang diangkat. Selain itu, penulis menggunakan
konsep aktor non-negara, diplomasi ekonomi, kepentingan nasional, dan tujuan
kebijakan luar negeri.
Pluralisme Liberal merupakan teori yang memandang bahwa negara tidak
lagi menjadi satu-satunya aktor yang signifikan dalam hubungan internasional.
Pluralisme Liberal percaya bahwa aktor non-negara memiliki kekuasaan dan
pengaruh dalam politik dunia saat ini. Pluralisme Liberal memandang bahwa
kenyataan dunia saat ini memperlihatkan peningkatan peran penting aktor non-
14
14
negara, seperti; IGOs, NGOs, perusahaan-perusahaan multinasional (MNCs), dan
kelompok penekan.9
Pluralisme Liberal merupakan teori yang muncul dari pemikiran liberalis
John Stuart Mill bahwa negara adalah sebuah „necessary evil‟. Yaitu sebuah
entitas yang dibutuhkan untuk melindungi kebebasan rakyatnya, namun dapat
menindas jika kekuasaannya tidak dikendalikan. Ide dasar pluralisme politik ini
menekankan bahwa harus ada distribusi kekuasaan di berbagai
lembaga atau antara sejumlah aktor, sebagai check and balance terhadap negara.
Negara diharapkan bertindak hanya sebagai wasit netral yang menjamin
kebebasan masyarakatnya yang beragam dan terbuka untuk mencapai kepentingan
masyarakat tersebut.10
Selanjutnya, kaum liberal dengan tegas membedakan antara negara yang
terdiri dari sejumlah bagian perangkatnya dengan masyarakat sipil yang tergabung
dalam asosiasi atau kelompok sosial. Negara berkuasa untuk mengatur dan
melindungi asosiasi dan kelompok sosial tersebut. Di sisi lain, mereka sebagai
aktor yang juga berperan aktif mempengaruhi aktivitas dan kebijakan pemerintah
yang menjadi kekuatan pusat dari entitas negara. Dengan demikian, kaum liberal
berpendapat bahwa negara adalah entitas yang berdaulat, namun aktor non-negara
juga penting. Dari uraian tersebut, Pluralisme memiliki argumen yang kuat, yaitu:
ketika aktor negara merupakan aktor penting dalam hubungan internasional, aktor
9 Jill Steans, dkk., An Introduction to International Relations Theory: Perspectives and Themes,
(London: Pearson Education Limited, 2010), 24. 10
Ibid., 31.
15
15
non-negara memiliki peran untuk mempengaruhi tindakan negara, baik dalam
hubungan domestik maupun hubungan internasional.11
Seperti halnya tindakan negara dalam politik domestik yang berdaulat
namun tidak benar-benar mutlak, begitu pula dengan tindakan negara dalam
hubungan internasional. Bahkan kaum Liberal kontemporer berpendapat bahwa
untuk tujuan tertentu, negara dapat menyerahkan sebagian unsur kedaulatan
mereka kepada badan-badan lain, seperti PBB atau Uni Eropa. Dalam kasus
tertentu, tindakan negara ini juga dilakukan kepada aktor-aktor non-negara
lainnya, seperti; IGOs, MNCs, dan NGO.12
Pluralisme Liberal sebagai sebuah pendekatan yang mengakui adanya
peningkatan peran aktor non-negara di dalam hubungan internasional dan
mendukung pelestarian global governance. Dalam pemerintahan global, NGOs
juga terlibat aktif bersama dengan aktor negara, IGOs, dan rezim dalam proses
pengambilan keputusan, pelaksanaan, pemantauan, dan kepatuhan kebijakan di
tingkat internasional sampai tingkat domestik. Sehingga, pemerintahan global
bukan hanya bersandar kepada IGOs dan negara yang memiliki otoritas formal,
tetapi juga termasuk NGOs yang memiliki otoritas informal.13
Konsep yang digunakan penulis adalah sebagai berikut;
1. Non-State Actor (Aktor Non-Negara)
11
Ibid., 36. 12
Ibid., 39. 13
Ibid., 43. Lihat juga concept box berjudul “Gender in Governance” pada halaman 171.
16
16
Menurut Margaret P. Karns dan Karen A. Mingst, peningkatan agenda
pembahasan mengenai perkembangan permasalahan internasional membuat
IGOs semakin memiliki peran dalam diplomasi internasional. Yaitu dimana
diplomasi internasional oleh negara-negara semakin intens diadakan di dalam
forum IGOs. Hal ini karena masing-masing IGO memiliki fungsi spesifik
yang memadai untuk mendukung kerja sama antar negara dalam menangani
trend permasalahan dunia yang semakin beragam. Selain itu, peningkatan
mekanisme pemerintahan global juga membuat IGOs, NGOs, dan MNCs
memiliki tempat dalam jaringan diplomasi internasional.14
Sebagai aktor non-negara, NGO merupakan organisasi independen yang
terdiri dari individu-individu yang bekerja bersama – sama untuk mencapai
tujuan mereka bersama. NGO seringkali mendasarkan kegiatan mereka untuk
kepedulian dalam masalah HAM, perdamaian, penyaluran bantuan
kemanusiaan untuk masyarakat terdampak perang, pembangunan sosial
ekonomi suatu masyarakat, hingga pelestarian lingkungan. NGO biasanya
mengkhususkan diri mereka pada suatu fokus perhatian, seperti Transparency
International, Human Right Watch, dan World Wildlife Fund (WWF).15
Seperti halnya IGOs, NGOs dapat menjadi media yang penting bagi
negara-negara untuk saling bekerja sama didalamnya. Bahkan NGOs dapat
mempengaruhi tindakan negara, IGOs, MNCs, masyarakat, dan individu untuk
berkontribusi dan mendukung usaha mereka dalam agenda sosial dan ekonomi
14
Ibid., 143-144. 15
Margaret P. Karns dan Karen A. Mingst, International Organizations: The Politics and Processes of Global Governance (Edisi kedua), (Boulder: Lynne Rienner Publisher, 2010), 8.
17
17
mereka di tingkat lokal maupun global. Dengan adanya keberadaan NGOs,
memungkinkan individu dan komunitas dilibatkan untuk berperan di dalam
hubungan internasional.16
Sejak tahun 1980-an, NGOs semakin berkembang pesat untuk berperan
dalam skala internasional maupun lokal suatu negara. NGOs tidak hanya
memiliki jaringan formal di tingkat elit, namun juga jaringan informal di
tingkat masyarakat bawah. Dengan teknologi, infomasi, dan jaringan yang
dimilikinya, NGO memiliki kemampuan untuk segera menjangkau dan
beroperasi di masyarakat terisolasi yang pemerintah dan IGOs sendiri lambat
dalam penanganan.17
2. Diplomasi Ekonomi
Dalam the Random House Dictionary yang dimiliki oleh Encyclopedia
Britannica Online, diplomasi dijelaskan sebagai metode yang telah ditetapkan
untuk mempengaruhi keputusan dan perilaku pemerintahan dan masyarakat
dari negara lain melalui dialog dan negosiasi, dan selanjutnya, maknanya
diperluas mencakup diantaranya; pertemuan puncak dan konferensi
internasional lainnya, diplomasi parlemen, aktivitas internasional dari badan
supranasional maupun subnasional, serta diplomasi tidak resmi dari elemen
non-pemerintah.18
16
Ibid., 9. 17
Ibid., 18. 18
Freeman, Jr., Chas. W., Diplomacy, tersedia di; http://www.britannica.com/topic/diplomacy; internet, diakses pada 16 November 2015.
18
18
Sedangkan istilah diplomasi Ekonomi menurut G. R. Berridge dan Lorna
Llyod memiliki beberapa definisi, antara lain; (1) Diplomasi yang
bersangkutan dengan pertanyaan kebijakan ekonomi, termasuk kegiatan
delegasi ke konferensi yang dilaksanakan oleh IGO seperti WTO. Sementara
berbeda dari misi diplomatik diplomasi komersial, diplomasi ekonomi juga
melibatkan pekerjaan yang bersangkutan dengan pemantauan dan pelaporan
mengenai kebijakan dan perkembangan ekonomi di negara – negara lain dan
memberi nasihat kepada pengambil kebijakan negaranya tentang bagaimana
cara terbaik untuk mempengaruhi mereka, (2) pengertian pertama ditambah
diplomasi komersial, yang sebenarnya meliputi segala hal yang bersangkutan
dengan pemajuan kepentingan ekonomi negara, (3) Diplomasi yang
menggunakan sumber daya ekonomi, baik sebagai imbalan atau sanksi untuk
mengejar tujuan kebijakan luar negeri tertentu. Ini kadang-kadang dikenal
sebagai kepandaian negarawan dalam bidang ekonomi.19
Menurut Sukawarsini, kegiatan diplomasi ekonomi suatu negara meliputi
empat hal yang utama, diantaranya; promosi perdagangan, promosi peluang
investasi domestik, menarik masuknya teknologi yang memadai, serta
peningkatan dan pengelolaan bantuan ekonomi. Lebih lanjut, promosi
perdagangan juga tidak terbatas pada kegiatan untuk meningkatkan ekspor,
namun juga telah dikombinasikan dengan usaha membangun citra, seperti
halnya kegiatan promosi pariwisata domestik.20
3. National Interest (Kepentingan Nasional) 19
G. R. Berridge, dan Lorne Llyod, The Palgrave Macmillan Dictionary of Diplomacy (3rd Eddition), (Hampshire: Palgrave Macmillan, 2012), 132. 20
Sukawarsini Djelantik, Diplomasi antara Teori dan Praktik, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2008), 230.
19
19
Sejarahwan Charles A. Beard menguraikan bahwa kepentingan nasional
pada awalnya merupakan refleksi dari kepentingan penguasa. Ini merujuk
pada fenomena politik pada awal abad keenam belas di Italia dan abad ketujuh
belas di Inggris, yaitu dimana penguasa mendefinisikan kepentingannya
sebagai sebuah kebenaran kepentingan nasional. Namun, pemikiran dan
praktek mengenai kepentingan nasional tersebut tidak relevan dengan kondisi
dunia modern. Seiring berjalan waktu, kepentingan nasional mengalami
perluasan makna menjadi konsep yang memiliki makna lain seperti
“kehormatan nasional”, “kepentingan publik”, dan “kehendak umum”. Makna
seperti demikian lebih mungkin menjelaskan loyalitas tindakan aktor atas
keberadaan negara bangsa dan organisasi.21
G. R. Berridge dan Lorna Llyod memberikan definisi kepentingan
nasional adalah sesuatu yang dianggap oleh negara untuk sebagai tujuan yang
penting atau diinginkan dari hubungan internasional.22
Menurut Morgenthau,
kepentingan nasional merupakan hal yang sangat mempengaruhi kebijakan
luar negeri suatu negara. Maka, tujuan kebijakan luar negeri harus dilihat dari
kepentingan nasional suatu negara dimana tindakan aktor memiliki keterkaitan
dengan suatu konteks politik dan budaya.23
Menurut Christian Reus-Smit
bahwa Neoliberal konsisten dengan kenyataan bahwa sifat dasar sistem
internasional anarki dan negara selalu memiliki kepentingan nasional.
Neoliberal meyakini bahwa negara akan senantiasa bertindak rasional dengan
21
James N. Rosenau, The Study of World Politics, (New York: Routledge, 2006), 246-247. 22
G. R. Berridge, dan Lorne Llyod, The Palgrave Macmillan Dictionary of Diplomacy, 255. 23
Ibid., 247-248.
20
20
sesuatu yang mungkin dilakukan untuk menjawab tuntutan sistem dan untuk
memenuhi kepentingannya. Rasionalitas tindakan ini menurut Neoliberalisme
yaitu dimana usaha negara untuk mengejar kepentingan nasional menjadi
insentif dan komitmen mereka untuk bekerja sama satu sama lain.24
4. Foreign Policy Objectives (Tujuan Kebijakan Luar Negeri)
Tujuan kebijakan luar negeri merupakan penjabaran dari konsep
kepentingan nasional yang masih sangat luas. Poin-poin tujuan kebijakan luar
negeri selanjutnya diimplementasikan menjadi kebijakan luar negerinya.
Dibandingkan kepentingan nasional, keberhasilan pencapaian dari tujuan
kebijakan luar negeri lebih dapat diukur secara kuantitatif dan kualitatif.
Pencapaian tujuan kebijakan luar negeri juga dapat dilihat dari feedback
kebijakan tersebut, termasuk pernyataan negara lain atau media asing.25
Dari
asumsi tersebut dapat dikatakan bahwa keberhasilan pencapaian kepentingan
nasional suatu negara dapat dilihat dari keberhasilan pencapaian poin-poin
tujuan kebijakan luar negerinya.
Viotti dan Kauppi berpendapat bahwa pencapaian tujuan kebijakan luar
negeri suatu negara sangat ditentukan oleh peluang (opportunity) dan kendala
(constraints) yang ada di lingkungan internal dan eksternal, serta kapabilitas
nasionalnya untuk mewujudkan pencapaian tujuan tersebut. Menurut
keduanya, setidaknya terdapat empat kategori kapabilitas nasional suatu
negara. Keempat kapabilitas nasional tersebut antara lain; kapabilitas politik,
24
Scott Burchill, ed., Theories of International Relations (Third edition), 192. 25
Aleksius Jemadu, Politik Global dalam Teori dan Praktek, 69-71.
21
21
kapabilitas sosial dan budaya, kapabilitas geografi, ekonomi, dan teknologi,
serta kapabilitas militer.26
Gambar 1. 1. Kerangka Berfikir
G. Metode Penelitian
Dalam penulisan penelitian ini, penulis menggunakan jenis penelitian
deskriptif analitis, yang menggambarkan serta menganalisa kepentingan diplomasi
Indonesia dalam partisipasinya dalam KTT WEF pada periode tahun 2009-2014.
Pendekatan yang digunakan penulis adalah pendekatan kualitatif dengan
menggunakan metode content analysis, yaitu dengan menjelaskan dan menganalisis
dari sumber-sumber yang ada dan saling berhubungan satu sama lain dengan
permasalahan yang diteliti.27
26
Ibid., 75-77. 27
Sholeh, Persiapan Indonesia dalam Menghadapi AEC (ASEAN Economic Community) 2015, eJournal Ilmu Hubungan Internasional, 2013, 1 (2): 509-522, ISSN 0000-0000, ejournal.hi.fisip-unmul.org.
22
22
Adapun teknik pengumpulan data dalam penelitian ini berupa studi
pustaka, dimana penulis mengumpulkan data dari buku, jurnal, laporan resmi,
artikel, skripsi, dan sumber internet. Kemudian untuk menguatkan penelitian ini,
penulis melakukan wawancara sebagai data sekunder dalam penelitian, yaitu
dengan Pusat Kerja Sama Luar Negeri (PKLN) Kementerian Pertanian terkait
kemitraan Indonesia dan WEF melalui pembentukan PISAgro. Dari sumber-
sumber data di atas, diharapkan dapat membantu penulis untuk meneliti
kepentingan diplomasi ekonomi Indonesia terhadap WEF periode tahun 2009-
2014.
H. Sistematika Penulisan
Bab I. Pendahuluan.
A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penelitian
D. Manfaat Penelitian
E. Tinjauan Pustaka
F. Kerangka Pemikiran
G. Metode Penelitian
H. Sistematika Penulisan
Bab II. World Economic Forum (WEF)
A. Profil World Economic Forum (WEF)
A. 1. Sejarah dan perkembangan
23
23
A. 2. Keanggotaan
A. 3. Organisasi Kelembagaan
A. 4. Pengelolaan Konferensi
B. Pertemuan Tahunan WEF Tahun 2009-2014
C. World Economic Forum on East Asia (WEF EA) Tahun 2009-
2014
Bab III. Diplomasi Ekonomi Indonesia terhadap WEF
A. Politik Luar Negeri dan Diplomasi Indonesia
A. 1. Politik Luar Negeri, Kebijakan Luar Negeri, dan
Diplomasi
B. 2. Politik Luar Negeri, Kebijakan Luar Negeri, dan
Diplomasi Ekonomi Indonesia pada Periode 2009-2014
B. Diplomasi Indonesia terhadap WEF
B. 1. Diplomasi Ekonomi Indonesia terhadap WEF sebelum
Periode Tahun 2009-2014
B. 2. Diplomasi Ekonomi Indonesia terhadap WEF pada
Periode Tahun 2009-2014
Bab IV. Pembahasan
A. Poin – Poin Tujuan Kebijakan Luar Negeri Diplomasi Ekonomi
Indonesia terhadap WEF pada Periode Tahun 2009-2014
24
24
A. 1. Meningkatkan Citra dan Mempromosikan Potensi
Indonesia terhadap dunia
A. 2. Meningkatkan Daya Saing dan Produktivitas Masyarakat
A. 3. Menguatkan Regionalisme ASEAN dan Asia Timur
A. 4. Meningkatkan dukungan posisi Indonesia di dalam Kerja
Sama Multilateral dan Organisasi Internasional
B. Kepentingan Diplomasi Ekonomi Indonesia terhadap WEF
pada Periode Tahun 2009-2014
A. 1. Pelaksanaan Politik Luar Negeri Indonesia Presiden SBY
Neoliberal Institusionalis: Sebuah Jalan bagi Analisis
Pluralisme Liberal
A. 2. Analisis Kepentingan Ekonomi dalam Diplomasi
Ekonomi Indonesia terhadap WEF pada Periode Tahun 2009-
2014
Bab V. Kesimpulan
25
25
BAB II
WORLD ECONOMIC FORUM
A. Profil World Economic Forum
A. 1. Sejarah dan Perkembangan
Pada awalnya, Schawb mengadakan sebuah forum pertemuan bisnis
Eropa yang sebut dengan European Management Symposium (EMS) pada
tanggal 24 Januari-7 Febuari 1971 di Davos, Swiss, dibawah perlindungan
Komisi Eropa dan asosiasi industri Eropa.28
Dari pertemuan tersebut, Schawb
berusaha agar para senior manajer perusahaan Eropa saling berdiskusi mengenai
segala hal yang dapat mempengaruhi bisnis mereka. Schawb mempromosikan
cara memanajemen perusahaan dengan menggunakan pendekatan “pemangku
kepentingan” untuk meningkatkan daya saing perusahaan Eropa di pasar
internasional.29
Acara EMS mendapatkan kesuksesan yang besar. Pertemuan ini dihadiri
450 peserta dari 31 negara dari kalangan bisnis Eropa dan akademisi lulusan
Amerika untuk saling berbagi pengetahuan dan ide. Dalam pertemuan tersebut,
peserta berbagi dan menerima gagasan visioner yang sangat berguna bagi mereka
28
World Economic Forum, The World Economic Forum - A Partner in Shaping History, 8. 29 Geoffrey Allen Pigman, The World Economic Forum: A multi-stakeholder approach to global
governance, (New York: Routledge, 2006), 6-8. Pendekatan ‘pemangku kepentingan’ merupakan pendekatan yang menekankan kepada perusahaan agar tidak hanya mempertimbangkan pemegang saham tetapi juga konsumen, klien, pekerja, kepentingan masyarakat di sekitar perusahaan beroperasi, pemerintah, dan sesama pengguna sumber daya dan lingkungan di mana perusahaan beroperasi. Pendekatan ini menggantikan pendekatan klasik, seperti pendekatan untung rugi atau pendekatan berorientasi pada pasar konsumen semata. Upaya ini untuk meningkatkan daya saing perusahaan Eropa di pasar Internasional, khususnya terhadap perusahaan AS yang telah menerapkan pendekatan ini. Pendekatan ini juga yang menjadi visi Schawb dalam kolaborasi publik-swasta dalam WEF.
26
26
untuk masa selanjutnya, seperti definisi Timur-Barat dan Utara-Selatan. Para
peserta antusias untuk mengikuti acara forum, bahkan mereka mengharapkan
dapat mengikuti acara serupa di tahun-tahun berikutnya. Dari acara tersebut,
terkumpul sumbangan awal dari para peserta sebanyak 25.000 swiss franc.30
Gambar 2. 1. European Management Symposium pada tahun 1971
Dari keberhasilan pertemuan EMS, Schawb mendirikan European
Management Forum (EMF) sebagai yayasan non-profit berpusat di Chur, ibukota
Kanton Graubunden, dibawah pengawasan Konfederasi Swiss pada tanggal 8
Februari 1971.31
Pendirian EMF merupakan usaha Schawb untuk membuat
payung kelembagaan bagi pertemuan EMS. Komisi Eropa juga memberikan
dukungan terhadap pendirian EMF dalam kerangka sebagai lembaga non-profit
yang mengadakan semua pertemuannya di kawasan Masyarakat Eropa.32
EMF
30
Ibid., 5-9. 31
Ibid., 10. Pada tahun 1973, WEF memindahkan kantor pusatnya ke Cologny, Jenewa. 32
Baik Schawb maupun Komisi Eropa mengharapkan Swiss bergabung dengan Masyarakat Eropa dalam waktu dekat. Pada tahun 1972, Swiss telah melakukan perjanjian perdagangan bebas dengan Uni Eropa. Sekalipun Swiss telah banyak melakukan perjanjian bilateral Swiss-UE, namun bukan merupakan anggota Uni Eropa atau European Economic Area (EEA). Meski demikian, Swiss memiliki hak yang sama dengan negara Uni Eropa lainnya. Lihat selengkapnya di
27
27
juga dimaksudkan Schawb sebagai sarana untuk mengintegrasikan para senior
manajer perusahaan Eropa dalam serangkaian diskusi yang lebih intens dan
berkesinambungan. Selain itu, EMF juga menempatkan pemimpin politik sebagai
bagian yang penting dalam platform kerja sama dengan para pebisnis tersebut
nantinya.33
Pada tahun-tahun awal forum pertemuannya, EMF telah menerima
pemimpin politik dari negara-negara Eropa. Misalnya, EMF menerima Presiden
Luksemburg Pierre Werner dan Wakil Presiden Komisi Eropa Raymond Barre di
pertemuan tahunannya pada tahun 1972. Pertemuan ini juga lebih fokus
mendiskusikan mengenai perluasan dan peningkatan kerja sama Uni Eropa.
Tentunya, diskusi tersebut berhubungan dengan penentuan konsep dan tujuan
manajemen bisnis perusahaan Eropa dalam peningkatan kerja sama tersebut.34
Selanjutnya, EMF memperluas kegiatan acaranya dengan mengadakan
serangkaian pertemuan di kantor Komisi Eropa yang berada di setiap ibukota
negara antara lain; Inggris, Perancis, Jerman, Italia, Spanyol, dan Swedia.35
Dalam perkembangannya, EMF semakin berusaha untuk melakukan
internasionalisasi pertemuannya. Schawb mengirimkan undangan kepada para
pebisnis dan pemerintah resmi negara-negara di dunia untuk hadir dalam acara
EMF. Selanjutnya, mereka menghadiri pertemuan EMF sebagai peserta forum.
http://ec.europa.eu/trade/policy/countries-and-regions/countries/switzerland/ dan http://www.swissinfo.ch/eng/switzerland-and-the-eu/5764106 33
Geoffrey Allen Pigman, The World Economic Forum, 8-9. 34
World Economic Forum, The World Economic Forum - A Partner in Shaping History, 14 35
Ibid., 20.
28
28
Pada tahun 1975, EMF mengundang delegasi pemerintah dari Meksiko sebagai
peserta forum yang pertama kali dari negara non-Eropa.36
Proses internasionalisasi EMF tidak hanya usaha untuk memperluas
jaringan internasionalnya, namun juga untuk mempromosikan potensi domestik
negara-negara berkembang kepada investor bisnis di tingkat internasional. Pada
tahun 1978, Schawb mengundang delegasi resmi dari Cina untuk memulai
hubungan dan kerja sama antara EMF dengan Pemerintah Cina. EMF
menemukan momentum yang tepat dimana pada saat itu, Cina dibawah
pemerintahan Deng Xiaoping yang sedang menerapkan kebijakan „Pintu
Terbuka‟.37
Pertemuan EMF tersebut membuka hubungan dan kerja sama antara
Pemerintah Cina dengan para pebisnis Eropa. Pada tahun 1984, Schawb bertemu
dengan Sekertaris Jenderal dari Partai Kongres yang berkuasa di India Rajiv
Gandhi di Jenewa. Pertemuan tersebut pun menjadi awal peningkatan hubungan
kerja sama antara pebisnis Eropa dan pebisnis lokal India.38
Pada tahun 1987, EMF berganti nama menjadi World Economic Forum
(WEF). Nama WEF menggambarkan keanggotaan forum yang telah bersifat
internasional dan isu ekonomi merupakan domain diskusi dan aktivitas
utamanya. Pertemuan WEF juga cenderung mengindikasikan bahwa ekonomi
dunia memiliki korelasi saling mempengaruhi dengan kondisi sosial, politik,
industri, dan ekologi yang mana mereka berkepentingan untuk ikut andil di
36
Ibid., 21. 37
World Economic Forum, The World Economic Forum - A Partner in Shaping History, 29. 38
Ibid., 53. Lihat juga Geoffrey Allen Pigman, The World Economic Forum, 14.
29
29
dalamnya.39
Bahkan evolusi WEF menjadikan aspek-aspek tersebut menjadi
kepentingan yang diperluas dalam forum diskusi dan aktivitas lembaganya. Ini
bermaksud bahwa WEF juga berkepentingan dalam peningkatan kondisi
ekonomi, sosial, politik, industri, dan ekologi dunia.
Gambar 2. 2. Logo World Economic Forum
Setahun setelah berganti nama, WEF semakin mengintensifkan perannya
sebagai mediator dalam diplomasi internasional untuk memajukan kondisi dunia
yang stabil dan dinamis. Dalam Pertemuan Tahunan WEF 1988, WEF
berinisiatif untuk menjadi mediator untuk yang kedua kalinya untuk meredakan
konflik antara Turki dan Yunani terkait sengketa Cyprus. Di dalam pertemuan
tersebut, PM Turgut Ozal dari Turki dan PM Andreas Papandreou dari Yunani
bersedia untuk berdiskusi dan menyepakati resolusi untuk berdamai dengan
menandatangani Deklarasi Davos.40
Dalam Pertemuan Tahunan WEF 1990,
WEF berperan dalam proses reunifikasi Jerman Barat dan Jerman Timur. Kedua
pemimpin negara dalam pertemuan tersebut saling berdiskusi dan bernegosiasi
39
Ibid., 71. Lihat juga Geoffrey Allen Pigman, The World Economic Forum, 14. 40
Ibid., 81.
30
30
untuk terbentuknya negara uni-Jerman dengan politik dan ekonomi yang stabil.
Setelah proses mediasi WEF selama delapan bulan, akhirnya kedua Jerman resmi
bersatu menjadi Republik Demokratis Jerman pada tanggal 3 Oktober 1990.41
Pada Pertemuan Tahunan WEF 1992, WEF juga berusaha menjadi
mediator diskusi diantara pemimpin gerakan anti-apharteid Nelson Mandela,
Presiden Afrika Selatan FW de Klerk, dan Ketua Menteri KwaZulu Mangosuthu
Buthelezi untuk membangun masa depan Afrika Selatan yang lebih baik.42
WEF
pun beberapa kali berusaha mendukung resolusi konflik Palestina-Israel melalui
forum diskusinya. Misalnya pada Pertemuan Tahunan WEF 1994, WEF
mempertemukan Menteri Luar Negeri Israel Shimon Peres and pemimpin
Palestine Liberation Organization (PLO) Yasser Arafat sebagai bagian dari
proses damai Oslo.43
Para sarjana menandai bahwa berakhirnya Perang Dingin dengan
keruntuhan Uni Soviet di dalam hubungan internasional menjadi salah satu fase
kemajuan bagi globalisasi.44
Pada saat Perang Dingin berlangsung, WEF
berusaha menghindarkan keterlibatan langsung diskusinya dalam perseteruan
politik global antara Barat dan Timur. Setelah kebijakan Glasnost Perestroika
oleh Gorbachev, WEF berperan sebagai media bagi Uni Soviet yang berusaha
meningkatkan kerja sama ekonomi dan bisnis dengan perusahaan-perusahaan
Barat. Pada kenyataannya, WEF memang dikenal sebagai agen globalisasi, yang
41
Ibid., 93. 42
Ibid., 109. 43
Ibid., 121, 140, 181. Lihat juga Geoffrey Allen Pigman, The World Economic Forum, 15. 44
Yulius P. Hermawan, Transformasi dalam Studi Hubungan Internasional: Aktor, Isu, dan Metodologi, (Yogyakarta, Graha Ilmu, 2007), 100-101.
31
31
dalam Pertemuan Tahunan WEF, para peserta saling berbagi untuk menguatkan
nilai mereka bersama, yaitu; liberalisme, demokrasi, dan ekonomi pasar.
Namun, performance WEF sebagai bagian dari agen globalisasi juga
tidak mengecualikan timbulnya reaksi penentangan dari beberapa kelompok
masyarakat sipil dunia. Karena mempromosikan globalisasi dan free trade, WEF
diklaim bertanggung jawab atas kemiskinan di negara-negara Dunia Ketiga
bersama dengan WTO dan IMF. WEF bahkan dijuluki sebagai “serigala berbulu
domba” oleh para penentangnya yang menamakan diri mereka sebagai Gerakan
Anti-Globalisasi.
Pada saat pelaksanaan Pertemuan Tahunan WEF 2000, sebanyak lebih
dari 2000 demonstran yang dipimpin oleh beberapa ormas global seperti
Confédération Paysanne Française dan Anti-WTO Coordination, melakukan
demonstrasi besar-besaran di Pusat Kongres. Mereka menentang keberadaan
WEF sebagai kelompok bisnis informal pendukung free trade dan WTO. Tiga
ormas lain, Berne Declaration, Friends of the Earth, dan the Globalization
Challenge Initiative, membuat sebuah proyek bernama Public Eye on Davos
untuk mengawasi dan menantang pertemuan WEF. 45
Selanjutnya pada tahun 2001, ormas-ormas tersebut membentuk World
Social Forum (WSF) sebagai tandingan dari WEF. WSF mengadakan pertemuan
tahunannya pada saat yang bersamaan dengan pelaksanaan Pertemuan Tahunan
WEF. Pertemuan ini dihadiri ratusan ormas dari seluruh dunia yang mana mereka
45
Geoffrey Allen Pigman, The World Economic Forum, 125-128.
32
32
merupakan kelompok anti-WEF. Mereka mendiskusikan dan mempublikasikan
ide mereka tentang pengembangan sosial masyarakat dunia dibandingkan
pengembangan ekonomi.46
WSF berusaha mempromosikan perlawanan terhadap
globalisasi neo-liberal dan hegemoni dari global governance yang selama ini
dipromosikan oleh WEF.47
A. 2. Keanggotaan
Keanggotaannya WEF pada awalnya terdiri dari pebisnis dari industri
Eropa, dan berkembang secara global melibatkan perusahaan-perusahaan dari
seluruh dunia. Pada tahun 1980, WEF telah memiliki 300 anggota perusahaan.
Jumlah anggota bertambah menjadi 500 pada tahun 1985, menjadi 710 pada
tahun 1990, dan mencapai 1.000 pada tahun 1994. Pada tahun 1996, WEF
memutuskan untuk membatasi keanggotaannya tidak melebihi 1000 anggota
perusahaan. Pada tahun 2005, WEF telah memiliki 1.000 anggota perusahaan
yang mana mereka berusaha untuk mengatasi permasalahan dunia dan
memberikan masukan untuk topik dan isu-isu yang penting di dalam diskusinya
tersebut.48
WEF juga memiliki kriteria keanggotaan yang tinggi, yaitu menetapkan
anggota perusahaan harus memiliki penjualan tahunan minimal US$ 1 miliar dan
pengelolaan modal di bank minimal US$ 1 miliar. Kriteria ini pada akhirnya juga
menentukan proporsi keanggotaan WEF yang kompetitif berdasar pendapatan
46
Ibid., xii. 47
Ibid., 128-129. Lihat juga Boaventura de Sousa Santos, The rise of the global left: the World Social Forum and beyond, (London: Zed Books Ltd, 2006), 123. 48
Geoffrey Allen Pigman, The World Economic Forum, 24-25.
33
33
tahunan. Sebanyak 60 persen dari mereka merupakan kelompok perusahaan
besar dunia dengan pendapatan tahunan lebih dari US$ 4 miliar. Hanya 40 persen
anggota perusahaan yang memiliki pendapatan tahunan satu sampai empat miliar
dolar AS. Yaitu, sebanyak 30 persen merupakan perusahaan-perusahaan kecil
yang mendominasi wilayah mereka, seperti perusahaan India Bajaj Auto.
Sebanyak 10 persen merupakan perusahaan yang lebih kecil lagi, namun
berpengaruh signifikan terhadap ekonomi dunia karena telah mendominasi
inovasi dan teknologi pasar, seperti Google dan eBay.49
WEF melakukan kegiatan kelembagaannya dengan menggunakan dana
dari anggotanya. Sejak WEF menjadi organisasi keanggotaan pada tahun 1976,
perusahaan-perusahaan anggota telah menanggung biaya kegiatan WEF melalui
biaya keanggotaan tahunan. Pada tahun 2005, setiap anggota membayar 30.000
swiss franc/tahun, tidak termasuk biaya kehadiran anggota dalam forum
pertemuan yang diadakan WEF. WEF menyediakan tujuh kategori keanggotaan
dengan biaya dan hak istimewa yang berbeda. Anggota dapat menentukan
kategori keanggotaan mereka menurut kebutuhan mereka dalam lembaga.
Beberapa anggota memiliki jenis keanggotaan yang lebih dari satu dengan
kepentingan mereka yang semakin besar di WEF.50
49
Ibid., 24-25. 50
Ibid., 24.
34
34
A. 3. Organisasi Kelembagaan
WEF memiliki organisasi kelembagaan yang sedikit berbeda dengan
NGO lainnya. Schawb menempatkan dirinya sebagai pendiri dan ketua pelaksana
WEF sehingga membuatnya memiliki peran yang besar dalam kebijakan dan
pengelolaan lembaga. Selain itu, terdapat Dewan Yayasan, Direktur Pelaksana,
dan beberapa Pusat khusus yang memiliki tugas kelembagaan menurut harapan
Schawb.
Pengelolaan tertinggi WEF oleh Dewan Yayasan dengan masa jabatan
tiga tahun. Mereka dipilih dari anggota perusahaan, elit politik, dan organisasi
lembaga internasional. Keanggotaan Dewan Yayasan ini dimaksudkan untuk
mencerminkan pengelolaan lembaga tersebut yang menggunakan pendekatan
multi-stakeholder dan menjadi figur bagi kegiatan WEF lainnya. Dalam setahun,
mereka setidaknya bertemu sebanyak tiga kali dan ditambah „pertemuan‟ melalui
telepon jika diperlukan.51
Dewan Yayasan hanya berwenang dalam pengelolaan
di dalam kelembagaan WEF, namun tidak memiliki hak untuk ikut dalam
pengaturan program WEF. Hal ini dipertimbangkan oleh Schawb untuk menjaga
independensi misi WEF dari intervensi dari dalam maupun luar anggotanya yang
dianggap dapat mengganggu integritas dan kapabilitas intelektual WEF.52
Direktur Pelaksana bertindak sebagai seorang pemimpin tambahan
setelah Schawb, yang membantunya dalam pengorganisasian WEF. Direktur
Pelaksana mengatur semua urusan dan staf WEF setiap hari dengan selalu
51
Ibid., 32-33. 52
Ibid., 33.
35
35
berkoordinasi dengan Schawb. Selanjutnya pada tahun 2000, WEF melakukan
reorganisasi dengan menjadikan direktur pelaksana berjumlah lima untuk
mengelola masalah global WEF yang semakin meningkat. Selain itu dibentuk
tiga pusat untuk mengawasi kegiatan organisasi WEF, yaitu; Pusat Industri
Global untuk memimpin hubungan staf dengan anggota dan mitra WEF; Pusat
Strategi Regional untuk bertanggung jawab terhadap kegiatan-kegiatan di
kawasan; dan Pusat Agenda global untuk bertanggung jawab dalam pembuatan
konten acara WEF, inisiatif publik-swasta, dan program daya saing global.53
A. 4. Pengelolaan Konferensi
Penyelenggaraan Pertemuan Tahunan Davos dan di beberapa kawasan
merupakan acara yang berlangsung sepanjang tahun. WEF merencanakan dan
mengelola seluruh kegiatan dalam forum pertemuannya dengan sangat baik. Para
CEO WEF bekerja sama dengan para anggota senior manajer untuk
mengidentifikasi isu-isu penting dan pertanyaan yang akan didiskusikan di forum
pertemuan. Sampai sekarang, WEF tetap mempertahankan kepemilikan agenda
forum pertemuannya secara keseluruhan, serta Schwab sebagai pemegang peran
utama dalam proses pengembangan agenda forum pertemuan tersebut.54
53
Ibid., 33-34. Saat ini, WEF juga telah membentuk Pusat Strategi Global yang bertugas sebagai think tank bagi para pemangku kepentingan dunia serta berperan membangun jaringan komunitas yang terdiri dari para pakar dan pengambil keputusan yang sangat relevan dan memiliki pengetahuan. Lihat selengkapnya di World Economi Forum, World Economi Forum (brosur kelembagaan), tersedia di; http://www3.weforum.org/docs/WEF_InstitutionalBrochure_2014.pdf; internet, diakses pada 8 November 2014.Hal. 7-8. 54
Ibid., 45-47.
36
36
WEF memberikan kesempatan kepada para anggotanya untuk menghadiri
forum pertemuan dengan membayar biaya kehadiran. WEF juga mengundang
tamu dari akademisi maupun tokoh masyarakat untuk berdiskusi dengan para
anggota. Mereka diharapkan akan memberikan kontribusi yang sangat bermanfaat
dalam acara diskusi.55
Para elit politik pemerintah termasuk sebagai tamu yang
penting untuk dapat bersosialisasi dengan para anggotanya dalam acara diskusi.
Hal ini dilakukan sebagai usaha untuk mempromosikan pertukaran informasi dan
memberikan ide yang sangat bermanfaat bagi anggota perusahaannya. 56
Para pemimpin politik tersebut bukanlah anggota WEF, karena WEF
bukanlah lembaga internasional publik seperti IMF dan WTO. Forum pertemuan
digunakan WEF lebih sebagai media untuk mengintegrasikan para pemimpin
politik, pebisnis dan ilmuwan untuk tercapainya kerja sama dalam bentuk
kemitraan publik-swasta. Dari kerja sama tersebut diharapkan dapat memajukan
ekonomi, politik, dan sosial dunia, sebagaimana misinya, “committed to
improving the state of the world through public-private cooperation.”57
Dalam forum pertemuan yang dimilikinya, WEF mengatur agar terjadi
interaksi dan berbagi gagasan antar peserta secara langsung. WEF memberi
kesempatan kepada peserta untuk menyampaikan pendapat mereka sendiri secara
langsung kepada peserta lainnya. Dengan format diskusi yang demikian, peserta
diarahkan untuk mengevaluasi dan merekonstruksi persepsi dan kepentingan
55
Ibid., 45 56
Ibid., 24. 57
Ibid., 58-59. Lihat juga Our Mission di di World Economi Forum, World Economi Forum (brosur kelembagaan), 3.
37
37
mereka. Selanjutnya mereka diharapkan memiliki pemahaman yang lebih luas
mengenai isu-isu yang sedang mereka eksplorasi bersama. Selain itu, peserta juga
diharapkan mengenal dan akrab satu sama lain sebagai individu. Teknik diskusi
ini digunakan WEF untuk mendorong tercapainya kesepakatan dan resolusi
konflik yang sukses.58
WEF merancang diskusi yang matang dan terencana agar senantiasa
berjalan dengan tertib dalam suasana yang etis dan domain nilai. Nilai yang paling
diutamakan adalah integritas, keadilan, toleransi, kasih sayang, pelayanan, dan
tidak egois. Untuk beberapa kesempatan, WEF mengadakan sesi debat pendapat
antara peserta terpilih mengenai isu global tertentu. Sebelum berdebat, WEF
mengundang mereka untuk membahas ide dan nilai-nilai yang akan mereka
nyatakan dalam sesi debat. Dengan demikian, acara perdebatan menjadi terarah
dan terkendali dengan mengedepankan nilai kesopanan dan saling menghormati.59
WEF memiliki tiga acara forum pertemuan tahunan utama yang
dilaksanakan secara rutin. The World Economic Forum Annual Meeting
merupakan forum pertemuan WEF yang diadakan setiap bulan Januari di Davos,
Swiss. Pertemuan Tahunan WEF merupakan pertemuan yang mempertemukan
sekitar 2500 peserta dari kalangan bisnis, pemerintah, organisasi internasional,
akademisi dan masyarakat sipil. Mereka berdiskusi untuk membentuk agenda
global, regional, dan industri selama setahun berjalan. Kedua pertemuan tahunan
lainnya adalah the Annual Meeting of the New Champions dan the Summit on the
58
Ibid., 47-48. 59
Ibid., 67.
38
38
Global Agenda yang masing-masing diadakan di Cina dan Uni Emirat Arab.
Forum pertemuan yang diadakan setiap September di Cina adalah forum diskusi
global mengenai inovasi, kewirausahaan, ilmu pengetahuan, dan teknologi yang
bermanfaat bagi masa depan. Forum pertemuan yang diadakan pada bulan
November di Uni Emirat Arab merupakan forum pertemuan yang mendiskusikan
hal-hal yang penting untuk memberikan input untuk agenda Pertemuan Tahunan
WEF.60
Selain itu, WEF juga mengadakan forum pertemuannya di enam kawasan
kunci dimana pertemuan regional WEF dilaksanakan, yaitu; Eropa, Amerika
Latin, Afrika, Timur Tengah, India, dan Asia Timur. Forum pertemuan WEF
regional berfungsi sebagai forum diskusi yang lebih intens dan akrab antara
pemimpin dan elit politik, pebisnis sosial, dan masyarakat dalam lingkup
kawasan. Diskusi-diskusi ini biasanya lebih dikhususkan untuk mendefinisikan
peluang dan tantangan, serta untuk menentukan solusi permasalahan bersama
dalam cakupan regional. Mereka saling mengutarakan pendapat mereka kepada
peserta lain dalam forum sebagai sebuah afirmasi bersama untuk menghasilkan
kolaborasi yang lebih kuat dan kompak. 61
60
World Economic Forum, World Economic Forum (brosur kelembagaan), 15. 61
World Economic Forum, Annual Report 2010-2011, (Jenewa; World Economic Forum, 2011), 36.
39
39
B. Pertemuan Tahunan WEF 2009-2014
Pertemuan Tahunan WEF memiliki tema yang seringkali meluas ke fokus
permasalahan non-ekonomi dan non-keuangan.62
Namun, tema WEF merupakan
isu ekonomi yang inklusif, dalam arti melibatkan segala sesuatu yang
berhubungan dan berdampak terhadap ekonomi dunia. Tema yang populer dalam
pertemuan Tahunan WEF antara lain; ekonomi global dan krisis, konflik,
perubahan iklim, kesetaraan gender, ketimpangan perekonomian global,
kemiskinan, dan pengangguran. WEF memberikan tema besar dalam setiap
pertemuannya untuk membentuk serangkaian diskusi yang relevan. Berikut adalah
tema diskusi Pertemuan Tahunan WEF 2009-2014.
Tabel 2. 1. Tema Pertemuan Tahunan WEF 2009-2014
No. Tahun Tema
1. 2009 Shaping the Post-Crisis World.
2. 2010 Improve the State of the World
3. 2011 Shared Norms for the New Reality
4. 2012 The Great Transformation: Shaping New Models
5. 2013 Resilient Dynamism
6. 2014 The Reshaping of the World: Consequences for Society,
Politics and Business
Sumber: http://www3.weforum.org/
62
Dani Rodrik, The Globalization Paradox: Democracy and the Future of the World Economy, (New York: W. W. Norton & Company Ltd, 2011), 89.
40
40
C. World Economic Forum on East Asia (WEF-EA) 2009-2014
Pada tahun 1992, WEF memperluas jaringannya dengan mengadakan
pertemuan di beberapa negara dan kawasan di seluruh dunia sebanyak 17
pertemuan selama setahun. Di kawasan Asia Timur, WEF mulai membuat
pertemuan terdiri dari beberapa negara, kecuali Cina dan India. WEF bekerja
sama dengan Dewan Pengembangan Perdagangan Hong Kong untuk
mengadakan Europe/East Asia Economic Forum di Hongkong pada bulan
Oktober 1992. Pertemuan tersebut merupakan awal WEF mengadakan forum
pertemuan sebagai pertemuan tahunan di kawasan Asia Timur.63
WEF mengadakan KTT Asia Timur ke-6 dengan berlokasi di Hongkong
pada bulan September 1997. Acara ini diadakan juga sebagai dukungan terhadap
penyerahan otoritas atas Hongkong kepada Pemerintah Cina oleh Inggris pada
bulan Juli pada tahun yang sama.64
Pada tahun 1998, KTT Asia Timur diadakan
di Singapura. Pertemuan tersebut terutama membahas bagaimana cara Asia untuk
mencapai pertumbuhan berkelanjutan dan daya saing global sebagai respon
terhadap krisis keuangan Asia yang terjadi pada saat itu.65
WEF mulai berinisiatif memberikan judul pertemuan sebagai tema utama
di setiap pertemuan regionalnya sebagai konteks utama untuk menghasilkan
pembicaraan diskusi yang terarah pada isu. Pada tahun 2006, KTT WEF di Asia
Timur yang ke-15 dengan nama World Economic Forum on East Asia (WEF-EA)
63
World Economic Forum, The World Economic Forum - A Partner in Shaping History, 114. 64
Ibid., 147. 65
Ibid.,159.
41
41
diadakan di Jepang. Pada tahun tersebut, WEF mengangkat tema utama “Creating
a New Agenda for Asian Integration”. Pada tahun 2007, WEF-EA dengan tema
utama “The Leaderhip Imperative for An Asian Century” diadakan di Singapura.
Pada tahun 2008, WEF-EA dengan tema “Responding to New Uncertainties”
diadakan di Malaysia.
Pada tahun 2009, WEF-EA dengan tema “Implications of the Global
Economic Crisis for East Asia” diadakan di Korea Selatan. Para peserta dari
pemimpin politik, bisnis, dan tokoh masyarakat berdiskusi mengenai dampak
krisis ekonomi ekonomi global 2008. Mereka berkesimpulan bahwa krisis
semakin memperburuk masalah sosial di suatu negara yang telah menderita beban
pengangguran dalam skala besar dengan memperdalam kemiskinan mereka dalam
waktu singkat. Mereka mengidentifikasi penyebab permasalahan yang dialami
oleh negara berkembang, yaitu sebagian besar disebabkan oleh tenaga kerja yang
tidak terampil. Sehingga mereka menekankan kepada para pemerintah untuk lebih
memfokuskan anggaran belanja negara ke investasi SDM dibandingkan
infrastruktur. 66
Para peserta juga membicarakan mengenai signifikansi Asia Timur untuk
berperan dalam proses dinamisasi perekonomian dunia dan restrukturisasi
kelembagaan ekonomi global. Sesi-sesi diskusi dan perdebatan membahas
pertanyaan utama bagaimana menyikapi kesenjangan ekonomi global. Sesi
tersebut tersebut merupakan bagian dari platform WEF, the Global Redesign
66
World Economic Forum, World Economic Forum on East Asia: Implication of the Global Economic Crisis for East Asia, (Jenewa: World Economic Forum, 2009), 11.
42
42
Initiative (GRI). Melalui platform ini, WEF mengumpulkan ide dan usulan dari
beberapa KTT regional dan diskusi WEF lainnya untuk direview kembali dalam
Pertemuan Tahunan WEF 2010 untuk bicarakan lebih lanjut.67
Pada tahun 2010, WEF-EA dengan tema “Rethinking Asia‟s Leadership
Agenda” dilaksanakan di Vietnam. Pertemuan diadakan dengan empat sub-tema
diskusi; “Asia‟s Leadership Agenda”, “Global Risks”, “Asia‟s Green Growth
Agenda”, dan “Asia‟s Future Growth Agenda”. Tema sentral dari beberapa sesi
mengacu pada upaya integrasi ekonomi kawasan di Asia Timur yang stabil dan
berkelanjutan serta ide mengenai pentingnya kekompakan bersama untuk
meningkatkan peran Asia Timur dalam tata pemerintahan global.68
Pada
pertemuan ini, WEF dan Pemerintah Vietnam bersama-sama membentuk
kemitraan publik-swasta di bidang pertanian, The Public Private Task Force on
Sustainable Agricultural Growth in Vietnam.69
Pada bulan Juni 2011, WEF-EA dengan tema “Responding to the New
Globalism” dilaksanakan di Indonesia untuk pertama kalinya. Dari tema besar
tersebut, diskusi dijabarkan pada empat sub-tema, antara lain; “Managing Global
Disruptions”, “Ensuring Employment and Inclusive Growth”, “Leading through
Sustainability”, dan “Exploring New Norms in Asia”. Baik tema maupun sub-
tema utama dikusi, merupakan intisari yang dibuat oleh WEF dari pidato Presiden
SBY sebelumnya di Pertemuan Tahunan WEF pada bulan Januari di tahun yang
67
Ibid., 4-5. 68
World Economic Forum, World Economic Forum on East Asia: Rethingking Asia’s Leadership Agenda, (Jenewa: World Economic Forum, 2010), 6-8. 69 World Economic Forum, Achieving the New Vision for Agriculture: New Models for Action,
(Jenewa: World Economic Forum, 2013), 24.
43
43
sama.70
Pada pertemuan tersebut, dibentuk kemitraan publik-swasta di bidang
pertanian, the Partnership for Indonesia‟s Sustainable Agriculture (PISAgro) dan
kemitraan yang memfasilitasi mekanisme untuk merespon bencana yang lebih
baik, Disaster Resource Partnership (DRP) National Network.71
Gambar 2. 3. Sebuah diskusi panel dalam WEF-EA 2011
Pada tahun 2012, WEF-EA dengan tema “Shaping the Region‟s Future
through Connectivity” dilaksanakan di Thailand. Berhubungan dengan tema
meningkatkan konektivitas kawasan, WEF mengumumkan sebuah inisiatif
barunya, Partnering for Cyber Resilience sebagai platform kerja sama antara
pemerintah dan perusahaan swasta untuk melakukan transformasi di bidang
teknologi informasi dan komunikasi (ICT). WEF juga mengadakan KTT
Perjalanan dan Pariwisata selama satu hari dengan mengundang beberapa
kementerian terkait dari beberapa negara Asia Timur. Selanjutnya, WEF dengan
sebuah inisiatifnya, New Energy Architecture, melakukan kemitraan dengan
70
Sekretariat Kabinet Republik Indonesia, WEFEA 2011 : "Responding to The New Globalism", tersedia di; http://old.setkab.go.id/berita-1913-wefea-2011-responding-to-the-new-globalism.html; internet; diakses pada 10 Desember 2014. 71
World Economic Forum, World Economic Forum on East Asia: Responding to the New Globalism, (Jenewa: World Economic Forum, 2011), 3-4.
44
44
Kementerian Energi Thailand sebagai sebuah penelitian untuk merekomendasikan
bagaimana sebaiknya energi Thailand nantinya.72
Pada tahun 2013, WEF-EA dengan tema “Courageous Transformation for
Inclusion and Integration” dilaksanakan di Myanmar. Tema diangkat untuk
mengarahkan diskusi pada beberapa hal yang penting sebagaimana yang
dinyatakan oleh Sushant Palakurthi Rao, Kepala Direktur Senior WEF untuk Asia,
yaitu bahwa:
“..., participants focused on opportunities to accelerate
Myanmar‟s growth balanced with a significant social and inclusive
development agenda to benefit all stakeholders through responsible
investments. They also explored the ramifications of ASEAN‟s planned
integration in 2015. Achieving this target will require a solid commitment
to improving the region‟s connectivity, investing in an integrated energy
agenda, securing an efficient food supply chain and building a skilled
workforce. ...”73
Pada tahun 2014, WEF-EA dengan tema “Leveraging Growth for
Equitable Progress” dilaksanakan di Filipina. Para peserta berdiskusi dan
berbagi pendapat mereka mengenai bagaimana untuk meningkatkan
pertumbuhan perekonomian kawasan untuk kemajuan kawasan di berbagai
bidang. Forum diskusi berlangsung selama tiga hari sejak tanggal 21 Mei 2014
dan terdiri dari beberapa sesi diskusi mengenai berbagai isu yang
memperlihatkan kepentingan multistakeholders, tidak hanya pebisnis, namun
juga pemerintah dan masyarakat. Sebagai contohnya, dalam sesi “Accelerating
72
World Economic Forum, World Economic Forum on East Asia: Shaping the Region’s Future through Connectivity, (Jenewa: World Economic Forum, 2012), 8-9. 73
World Economic Forum, World Economic Forum on East Asia: Courageous Transformation for Inclusion and Integration, (Jenewa: World Economic Forum, 2013) , 3.
45
45
ASEAN Strategic Infrastructure”, diskusi membahas apa saja prioritas
infrastruktur yang dinilai penting bagi ASEAN dan bagaimana cara pemerintah
untuk meningkatkan integrasi kawasan ASEAN.74
Dalam WEF-EA secara keseluruhan, para pemimpin politik dan bisnis
kawasan Asia Timur lebih sering membicarakan bagaimana mereka bersama-
sama berusaha menyeimbangkan dan meningkatkan perekonomian kawasan
yang terdampak oleh krisis ekonomi global 2008. Pengalaman krisis ekonomi
Asia tahun 1998 menjadikan negara-negara Asia Timur menjadi sangat peka,
tidak hanya meningkatkan kerja sama ekonomi dalam forum IGOs, tetapi juga
terhadap peluang yang ditawarkan dari forum kerja sama ekonomi yang diadakan
oleh NGO, seperti dalam WEF-EA. Ini adalah upaya proaktif para pemimpin
politik dan bisnis kawasan Asia Timur untuk menentukan peluang dan tantangan
serta bagaimana agar mereka senantiasa mencapai kemajuan dari globalisasi.
WEF-EA menjadi fasilitas bagi mereka untuk terlibat dalam serangkaian diskusi
interaktif yang berkesinambungan untuk mencapai hubungan, kerja sama, dan
kolaborasi yang intens.
74
World Economic Forum, World Economic Forum on East Asia, tersedia di; http://www.weforum.org/events/world-economic-forum-east-asia-0; internet, diakses pada 22 April 2015.
46
46
BAB III
PELAKSANAAN POLITIK LUAR NEGERI “BEBAS AKTIF” DALAM
DIPLOMASI EKONOMI INDONESIA PERIODE TAHUN 2009-2014
DAN DIPLOMASI EKONOMI INDONESIA TERHADAP WEF
A. Pelaksanaan Politik Luar Negeri “Bebas Aktif” dalam Diplomasi Ekonomi
Indonesia
A. 1. Keterkaitan Istilah antara Politik Luar Negeri, Kebijakan Luar
Negeri, dan Diplomasi Indonesia
Menurut Ari Margiono, politik luar negeri dan kebijakan luar negeri
adalah dua istilah yang berbeda maksud. Meskipun istilah “politik luar negeri”
atau “foreign politics” tidak ditemukan dalam referensi studi HI, namun
memiliki arti tersendiri dalam penggunaan istilah di Indonesia. Politik luar negeri
merupakan paradigma dasar yang dianut oleh suatu negara terhadap dunia secara
keseluruhan, dan cenderung menjadi identitas yang penting untuk
mengidentifikasi persepsi negara tersebut terhadap aktor eksternal. Meskipun
politik luar negeri cenderung bersifat konstan, namun memiliki sifat dinamis
untuk dapat beradaptasi dengan kondisi internal dan eksternal. Sedangkan
kebijakan luar negeri adalah praktek strategi yang disesuaikan pada pendekatan,
gaya, dan keinginan pemerintah yang sedang berkuasa. Meskipun kebijakan luar
negeri mengacu pada politik luar negeri, namun pilihan-pilihan tindakan
47
47
ditentukan dengan mempertimbangkan finansial dan sumber daya lain yang
dimiliki.75
Sedangkan, Yanyan Mochamad Yani mendefinisikan politik luar negeri
sebagai sebuah kesatuan formula nilai, sikap, arah, dan sasaran untuk
mempertahankan, mengamankan, dan memajukan kepentingan nasional di dalam
pergaulan dunia internasional. Secara sederhana, politik luar negeri merupakan
sebuah pedoman dasar tindakan pemerintah di dalam hubungan internasional
untuk mencapai tujuan tertentu. Selanjutnya, ia menemukan korelasi pengertian
politik luar negeri tersebut dengan pengertian foreign policy „kebijakan luar
negeri‟ menurut Jack C. Plano dan Roy Olton, yaitu sebagai sebuah strategi atau
rencana tindakan yang dibuat oleh para pembuat keputusan negara terhadap
negara lain atau unit politik internasional lainnya untuk mencapai kepentingan
nasional. Ketika politik luar negeri lebih berisi pedoman bagi tindakan negara,
kebijakan luar negeri lebih bermaksud pada tindakan riil yang dilakukan oleh
negara.76
Sedangkan Undang-undang No. 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar
Negeri tanggal 14 September 1999, dalam bab I pasal 1 butir kedua menyatakan
bahwa:
“Politik Luar Negeri adalah kebijakan, sikap, dan langkah
Pemerintah Republik Indonesia yang diambil dalam melakukan
hubungan dengan negara lain, organisasi internasional, dan subyek
75
Ari Margiono, Adakah Politik Luar Negeri Indonesia?, tersedia di; http://perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/blob/F10451/Adakah%20Politik%20Luar%20Negeri%20Indonesia.htm; internet, diakses tanggal 27 April 2015. Artikel ini telah dimuat dalam Koran Kompas pada 19 September 2005. 76
Yanyan Mochamad Yani, Politik Luar Negeri, tersedia di; http://pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2010/06/politik_luar_negeri.pdf; internet, diakses pada 26 April 2015.
48
48
hukum internasional lainnya dalam rangka menghadapi masalah
internasional guna mencapai tujuan nasional.”77
Sedangkan diplomasi menurut Holsti, adalah salah satu sarana
pelaksanaan kebijakan luar negeri untuk mencapai tujuan nasionalnya, disamping
propaganda, militer, dan ekonomi. Negara dalam menentukan tujuan dan sarana
kebijakan luar negerinya senantiasa disesuaikan dengan kapabilitas yang
dimilikinya. Menurut Hans Morgenthau, diplomasi dalam arti yang luas
merupakan sinonim dengan kebijakan luar negeri. Sedangkan dalam arti yang
lebih khusus, merupakan cara atau medium dimana negara melakukan hubungan
yang resmi. Sehingga, diplomasi memiliki ruang lingkup spesifik pada teknik
operasional, cara-cara, dan mekanisme dalam melaksanakan kebijakan luar
negeri.78
Diplomasi tidak lain merupakan pelaksanaan kebijakan luar negeri yang
dilakukan oleh pejabat resmi terlatih. Keduanya dijelaskan oleh Robert Jervis
sebagai sebuah kesatuan dalam sistem, yang mana perubahan kebijakan luar
negeri akan merubah pelaksanaan diplomasi.79
Dengan demikian, baik politik
luar negeri, kebijakan luar negeri, maupun diplomasi terdapat hubungan yang
erat satu sama lain. Pelaksanaan diplomasi sama seperti pelaksanaan kebijakan
luar negeri, yaitu dilaksanakan dengan mempertimbangkan tujuan nasional serta
77
Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia, Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri, tersedia di; http://www.kemlu.go.id/sydney/Documents/UU%20RI%20No%2037%20Tahun%201999%20Tentang%20Hubungan%20Luar%20Negeri.pdf; internet, diakses 27 April 2015. 78
Muhammad Nafan Aji Gusta Utama, Diplomasi Indonesia dalam Perundingan Doha Development Agenda - WTO; Studi Kasus: Liberalisasi Sektor Pertanian, (Depok: FISIP Universitas Indonesia, 2010), 15-16. 79
Sukawarsini Djelantik, Diplomasi antara Teori dan Praktik, 13.
49
49
disesuaikan dengan kapabilitas sumber daya yang ada. Selain itu, diplomasi juga
memiliki sifat yang fleksibel yang memungkinkan untuk dilaksanakan menurut
keinginan pemerintah serta para pejabat resmi sebagai pelaksananya, namun
tetap berpedoman pada politik luar negerinya yang konstan tapi tidak kaku.
A. 2. Politik Luar Negeri dan Diplomasi Indonesia pada Periode 2009-2014
Pada periode 2009-2014, Indonesia dalam pelaksanaan politik luar
negerinya semakin berusaha meningkatkan diplomasi bilateral, multilateral, dan
regional untuk mempererat hubungan dan kerja sama dengan negara di seluruh
dunia. Selain itu, pelaksanaan diplomasi Indonesia juga menjadi lebih memadai
dibandingkan pemerintahan sebelumnya karena kondisi ekonomi, sosial, dan
politik dalam negeri yang telah cukup stabil. Dalam diplomasinya, Indonesia
selalu berusaha untuk mencerminkan kesuksesan transformasi demokrasi dalam
negeri dan mulai meningkatkan strategi diplomasi dengan melibatkan berbagai
pemangku kepentingan.80
Pada periode ini, Indonesia berhasil membangun citra yang baik dalam
diplomasinya dengan mendefinisikan kembali politik luar negeri “bebas aktif”
pada konteks saat ini, yaitu melalui pemaknaan metafora “berlayar di samudera
yang bergejolak” atau “navigating a turbulent ocean”. Pemaknaan politik luar
negeri “bebas aktif” tersebut menggantikan metafora “mendayung di antara dua
karang” atau “rowing between two reef” yang tidak lagi relevan dengan kondisi,
80
Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia, Landasan, Visi, dan Misi Polugri; tersedia di http://www.kemlu.go.id/Pages/Polugri.aspx?IDP=1&l=id; internet; diakses 22 Maret 2015.
50
50
peluang, dan ancaman modern di dalam hubungan internasional masa saat ini.
Pelaksanaan politik luar negeri “bebas aktif” dengan metafora baru tersebut
menjadi pedoman bagi Pemerintah agar menggunakan strategi kontemporer yang
lebih sesuai dengan dunia saat ini seperti; contructive engagement, penggunaan
soft power diplomacy, total diplomacy, prinsip intermestik, serta pendekatan
berbasis dialog. Selanjutnya, pelaksanaan politik luar negeri diperkuat dengan
semboyan “million friends zero enemy” dan “all direction foreign policy” untuk
sedapat mungkin merangkul semua pihak.81
“Million friends zero enemy” telah menjadi doktrin dan menjadi
pedoman dasar kebijakan luar negeri Indonesia sejak awal periode pertama
pemerintahan Presiden SBY, meskipun baru diperkenalkannya di awal periode
ke-2 pemerintahannya.82
“Million Friends Zero Enemy” menurut Presiden SBY
adalah sebagai sebuah doktrin atau ajaran. Doktrin ini menjadi pedoman dan
selanjutnya banyak mempengaruhi kebijakan luar negeri Indonesia pada masa
Pemerintahan Presiden SBY. Berdasarkan pada pengertian istilah politik luar
negeri dan kebijakan luar negeri sebelumnya, doktrin ini bukanlah politik luar
negeri dan masih termasuk dalam kebijakan luar negeri. Doktrin ini dapat
dipahami sebagai visi misi atau kebijakan dasar yang ditentukan oleh Presiden
SBY untuk menetapkan pedoman kebijakan luar negerinya. Hal ini merupakan
salah satu dampak reformasi, yaitu tidak adanya GBHN sebagai pedoman
presiden dalam menjalankan tugas kenegaraannya. Namun, kebijakan dasar
81
Kementerian luar negeri Republik Indonesia, Indonesia dan Kerjasama Selatan-Selatan, (Jakarta: 2011, Kementerian Luar Negeri), Hal 43. 82
Susilo Bambang Yudhoyono, SBY, Selalu Ada Jalan: Untuk Pecinta Demokrasi dan Para Pemimpin Indonesia Mendatang, (Jakarta: Penerbit Buku Kompas, 2014), 708.
51
51
tersebut juga harus sesuai dengan Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP)
25 tahun yang diatur dalam undang-undang.83
Dapat dikatakan metafora “navigating turbulence ocean” menjadi
penghubung antara pelaksanaan politik luar negeri “bebas aktif” dengan doktrin
kebijakan luar negeri “million friends zero enemy” dan “all direction foreign
policy”. Politik luar negeri “bebas aktif” yang diserukan oleh Wakil Presiden
Mohammad Hatta senantiasa memberikan mandat agar politik luar negeri
Indonesia tidak memiliki kecenderungan ke salah satu blok negara – negara
Barat maupun Timur. Sedangkan menurut Presiden SBY, pelaksanaan politik
luar negeri dengan doktrin “million friends zero enemy” memberikan intruksi
kepada Pemerintah agar senantiasa berdiplomasi secara aktif untuk melakukan
hubungan kerja sama dengan siapa pun (all direction foreign policy) dan
menjaga diri dari kecenderungan pada salah satu pihak manapun.84
Presiden SBY menjelaskan bahwa pendekatan konstruktif dalam
metafora “navigating a turbulent ocean” berperan dalam mengarahkan politik
luar negeri bebas aktif untuk mencerminkan sifat open-minded, percaya diri,
moderat, toleran, dan outward looking. Bahkan lebih jauh lagi, pendekatan
konstruktif ini menekankan politik luar negeri Indonesia untuk mengubah musuh
menjadi teman serta mengubah teman menjadi mitra.85
Kemampuan
83
Ibid., 534-535. 84
Ibid., 708. 85
Susilo Bambang Yudhoyono, Speech by H. E. Dr. Susilo Bambang Yudhoyono, President of Republic of Indonesia before the Indonesian Council on World Affairs (ICWA), tersedia di; http://portal.kemlu.go.id/en/pidato/presiden/Pages/Speech-by-H.E.-Dr.-Susilo-Bambang-Yudhoyono-President-of-the-Republic-of-Indonesia-before-the-Indone.aspx, internet, diakses pada 19 September 2015.
52
52
melaksanakan politik luar negeri Indonesia dengan pendekatan konstruktif
tersebut dibuktikan dengan beberapa kerja samanya. Kerja sama tersebut
diantaranya; (1) Kemitraan strategis dengan AS sedangkan sebelumnya adalah
musuh dan ancaman bagi Indonesia ketika terjadi masalah PRRI/Permesta. (2)
Kemitraan strategis dengan Cina, sedangkan sebelumnya adalah musuh
Indonesia setelah terjadi pemberontakan G30S/PKI. (3) Menjalin hubungan kerja
sama dan persahabatan dengan Malaysia dan Singapura dalam semangat
Masyarakat ASEAN, sedangkan sebelumnya menjadi musuh Indonesia ketika
terjadi konfrontasi terkait pembentukan Federasi Malaysia. (4) Membuat
hubungan yang baik dengan Portugal, sedangkan sebelumnya musuh ketika
terjadi konflik di Timor Timur.86
Pelaksanaaan politik luar negeri tersebut tidak dapat dilepaskan dari
faktor persepsi Indonesia bahwa tidak ada negara lain yang menganggapnya
sebagai musuh dan tidak ada negara yang dipertimbangkannya sebagai musuh.
Pemahaman strategis yang berasal dari penjelasan doktrin “million friends zero
enemy”.87
Dalam politik luar negerinya, Indonesia juga aktif mempromosikan soft
power diplomacy dalam forum-forum internasional untuk meningkatkan
persahabatan antar bangsa.88
Soft power diplomacy merupakan pendekatan
86
Mohammad Shoelhi, Diplomasi Damai, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya Bandung, 2009), 20. 87
The Jakarta Globe, SBY: Indonesia Has ‘A Million Friends and Zero Enemies’, tersedia di; http://thejakartaglobe.beritasatu.com/archive/sby-indonesia-has-a-million-friends-and-zero-enemies/; internet, diakses pada 26 Mei 2015. 88
Soft power diplomacy diperkenalkan pertama kali oleh Joseph Nye. Presiden SBY terinspirasi oleh tokoh tersebut mengenai soft power dan merupakan kepala pemerintahan yang pertama
53
53
diplomasi yang menghindari kebencian, kecurigaan, dan agitasi serta
mengedepankan kesetaraan dan ajakan untuk bekerja sama dan bersinergi.89
Dalam hal ini, soft power diplomacy berperan sebagai bentuk diplomasi
Indonesia yang kreatif dan cekatan yang sesuai dengan doktrin “million friends
zero enemy” untuk mencapai kepentingan nasional dengan efektif.90
Indonesia
mempromosikan soft power diplomacy sebagai alternatif dalam politik global
yang telah banyak terjadi ketegangan karena sering dilakukannya hard power
diplomacy. Sebagai contohnya, hard power diplomacy yang dilakukan AS di
Vietnam, Afganistan, dan Irak telah gagal dalam menyebarkan demokrasi dan
perdamaian di dunia, namun justru menimbulkan suasana perang dan
permusuhan.91
Indonesia memiliki aset-aset strategis soft power diplomacy untuk
memantapkan politik luar negerinya dengan doktrin “million friends zero
enemy” yang dianut. Aset-aset strategis yang potensial dalam soft power
diplomacy menurut Shoelhi antara lain; (1) Posisi Indonesia sebagai negara
demokrasi terbesar di dunia setelah India dan AS; (2) Posisi Indonesia sebagai
negara berpenduduk muslim terbesar di dunia; (3) Lingkungan hidup, sumber
daya alam, dan sumber daya manusia yang potensial untuk mendukung
kemandirian bangsa.92
Aset-aset ini bermanfaat sebagai modal bargaining
kali mempromosikan soft power diplomacy dalam kebijakan luar negeri secara riil kepada negara-negara dunia. 89
Mohammad Shoelhi, Diplomasi Damai, 4. 90
Susilo Bambang Yudhoyono, SBY, Selalu Ada Jalan: Untuk Pecinta Demokrasi dan Para Pemimpin Indonesia Mendatang,708. 91
Mohammad Shoelhi, Diplomasi Damai, 7. 92
Mohammad Shoelhi, Diplomasi Damai, 8-10.
54
54
position serta pembangun trust building diplomasinya dalam hubungan
inernasional.
Salah satu soft power diplomacy Indonesia yang dilakukan Indonesia
adalah dengan berinisiatif mengadakan sebuah forum diskusi tahunan Bali
Democracy Forum (BDF) pada tahun 2008. Dalam BDF, Indonesia berusaha
meningkatkan perannya untuk merangkul negara-negara non-demokratis dan
mendorong mereka agar segera melakukan demokratisasi politik tanpa adanya
tekanan, tetapi melalui dialog, persuasi, pertukaran gagasan, dan saran best
practices. Kesuksesan BDF sebagai soft power diplomacy adalah negara-negara
peserta BDF memiliki satu pendapat yang sama bahwa perlunya bagi negara-
negara di kawasan Asia-Pasifik untuk terus melakukan konsolidasi demokrasi
dengan cara yang adaptif, terutama untuk kedamaian dan stabilitas di kawasan itu
sendiri.93
Pelaksanaan politik luar negeri Indonesia dengan menggunakan doktrin
“million friends zero enemy” tidak hanya mempengaruhi diplomasi yang bersifat
politik strategis saja, namun juga diplomasi ekonomi yang bersifat pragmatis.
Apresiasi positif yang telah dari dunia internasional karena pemajuan citra politik
luar negeri yang baik pada masa pemerintahan ini, selanjutnya menjadi modal
penting untuk memajukan diplomasi ekonominya. Selain itu, pada masa ini,
peningkatan kondisi ekonomi, politik, sosial domestik juga menjadi modal yang
sangat penting Indonesia untuk memaksimalkan diplomasi ekonominya. Dengan
berprinsip pada pencapaian kepentingan nasional, Indonesia melaksanakan
93
UIN Syarif Hidayatullah, Soft Diplomacy Indonesia, tersedia di; http://uinjkt.ac.id/?p=2120; internet, diakses pada 13 Juni 2015.
55
55
diplomasi ekonomi melalui berbagai macam kerja sama, baik multilateral,
regional, maupun bilateral.
Diplomasi ekonomi Indonesia melalui forum multilateral dilakukan
dalam WTO, yang mana Indonesia berkepentingan untuk tercapainya
kesepakatan keterbukaan perdagangan yang adil. Indonesia dalam Konferensi
Tingkat Menteri (KTM) WTO berusaha mendukung tercapainya tercapainya
kesepakatan Doha Development Agenda (DDA) yang digulirkan sejak tahun
2001. DDA mencakup isu utama pertanian yang bagi negara berkembang sangat
vital karena terkait dengan permasalahan sosial ekonomi (antara lain: food
security, livelihood security, dan rural development), Non-Agricultural Market
Access (NAMA), perdagangan bidang jasa, dan Rules. Indonesia memiliki
kepentingan dari tercapainya kesepakatan dari proses DDA, yaitu untuk
mendorong pertumbuhan ekonomi, mengentaskan kemiskinan, serta
mendapatkan dana untuk mendukung pembangunan nasionalnya. Untuk
memperkuat diplomasinya, Indonesia bergabung dengan beberapa koalisi, seperti
G-33, G-20, dan NAMA-11. Indonesia juga terus terlibat aktif berdiplomasi
dalam isu-isu yang menjadi kepentingan utamanya, seperti pembangunan,
kekayaan intelektual, lingkungan hidup, dan pembentukan aturan yang mengatur
perdagangan multilateral.94
Diplomasi ekonomi multilateral lain yang juga penting bagi Indonesia
adalah keanggotaan dan partisipasi aktifnya dalam G20. Pada 25 September
2009, para Kepala Pemerintahan dalam KTT G20 Pitsburgh menetapkan 94
Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia, World Trade Organization (WTO), tersedia di; http://www.kemlu.go.id/Pages/IFPDisplay.aspx?Name=MultilateralCooperation&IDP=13&P=Multilateral&l=id; internet, diakses pada 22 Desember 2015.
56
56
pengambilalihan wewenang mengelola keuangan global yang semula dipegang
oleh G8. Ini merupakan momentum yang penting bagi Indonesia meningkatkan
diplomasi Indonesia di dalam kerja sama multilateral. Indonesia berusaha ikut
mewujudkan perekonomian global yang kuat, berimbang, dan berkelanjutan
dengan menjalankan visi diplomasi yang mencerminkan politik luar negeri yang
bebas, aktif, dan transformatif. Selain itu, melalui G20, Indonesia juga memiliki
peluang yang semakin besar untuk mempromosikan produk ekspor domestik,
investasi, kekayaan budayanya di tingkat global.95
Praktek diplomasi ekonomi Indonesia di tingkat regional dilakukan dalam
banyak kerja sama di kawasan sekitarnya, seperti; ASEAN, ASEAN-China Free
Trade Area (ACFTA), ASEAN+, KTT Asia Timur, dan Asia Pasific Economic
Cooperation (APEC). Kemajemukan kerja sama ekonomi tersebut telah menjadi
peluang bagi Indonesia dalam melakukan diplomasi ekonomi di tingkat regional
untuk memajukan kesejahteraan dan kemakmuran nasionalnya. Indonesia
memusatkan pada kawasan Asia Timur dengan menempatkan ASEAN sebagai
inti penggeraknya. Hal ini terutamanya, karena Indonesia telah menjadikan
ASEAN sebagai pilar utama politik luar negerinya.96
Perkembangan ASEAN yang paling signifikan terjadi di bidang ekonomi,
yang mana pada 13 Januari 2007, para Kepala Pemerintah dalam KTT ASEAN
menyepakati mempercepat pelaksanaan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA)
95
Yulius P Hermawan (koordinator), Proyek Riset G-20: Peran Indonesia dalam G-20: Latarbelakang, Peran, dan Tujuan Keanggotaan Indonesia, (Jakarta: Friedrich-Ebert-Stiftung Indonesia Office, 2011), 39. 96
Irfa Puspitasari, Indonesia’s New Foreign Policy- ‘Thousand Friends - Zero Enemy’, tersedia di; http://www.idsa.in/system/files/IB_IndonesiaForeignPolicy.pdf; internet, diakses pada 18 Mei 2015.
57
57
dari 2020 menjadi 2015.97
Tindakan Indonesia untuk membentuk MEA 2015
bersama dengan negara ASEAN lain berangkat dari ekspektasi manfaat akan
meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia dan kawasan ASEAN. Integrasi
ekonomi ASEAN dalam MEA akan meningkatkan kesejahteraan seluruh
masyarakat negara ASEAN melalui pembukaan dan pembentukan pasar yang
lebih besar, dorongan peningkatan efisiensi dan daya saing, pembukaaan peluang
penyerapan tenaga kerja di kawasan ASEAN. Ini dilakukan dengan melihat
peluang dan tantangan global yang semakin besar. Jumlah penduduk terbesar
besar se-ASEAN merupakan modal Indonesia untuk menjadi negara pemimpin
ekonomi kawasan dan tujuan utama investasi asing.98
Untuk memperkuat diplomasi ekonomi Indonesia dalam forum
multilateral maupun regional, Indonesia juga melakukan banyak diplomasi
dengan negara – negara lain melalui kerja sama bilateral. Sesuai dengan doktrin
“million friends zero enemy”, Indonesia terus mengembangkan hubungan baik
dengan seluruh negara di dunia dengan berprinsip pada prioritas kepentingan
nasional. Diplomasi bilateral ini dilakukan pada semua tingkatan, baik pada
tingkatan Kepala Negara/Presiden, Wakil Presiden, maupun tingkat Menteri Luar
Negeri dan pejabat tinggi lainnya. Pada tahun 2010 misalnya, Indonesia telah
melakukan diplomasi bilateral sebanyak 194 pertemuan dan telah menghasilkan
121 perjanjian dengan 44 negara. Selain itu, sebagai usaha peningkatan
97
ASEAN, Declaration on the ASEAN Economic Community Blueprint; tersedia di http://www.asean.org/news/item/declaration-on-the-asean-economic-community-blueprint; internet, diakses pada 21 Desember 2015. 98
Departemen Perdagangan Republik Indonesia, Menuju ASEAN Economic Community, 74, tersedia di; http://ditjenkpi.depdag.go.id/website_kpi/Umum/Setditjen/BukuMenujuASEANECONOMICCOMMUNITY 2015.pdf; internet, diakses pada 5 November 2013.
58
58
diplomasi ekonominya, Pemerintah Indonesia telah menandatangani sebanyak
139 perjanjian internasional sepanjang tahun 2010, yang lebih dari setengahnya
merupakan perjanjian di bidang ekonomi dan keuangan.99
B. Diplomasi Indonesia terhadap WEF
B. 1. Diplomasi Indonesia terhadap WEF sebelum tahun 2009
Dalam Pertemuan Tahunan WEF 1999, WEF mengangkat tema
“Responsible Globality: Managing the Impact of Globalization”. Pertemuan
tersebut mendiskusikan krisis keuangan yang sedang terjadi di Asia dan dunia
secara luas. Para peserta forum percaya dan sepakat bahwa sistem pasar bebas
adalah yang terbaik dan paling efisien. Meski demikian, mereka juga menyadari
pasar bebas dan globalisasi yang tanpa adanya kontrol dan koordinasi para
pemangku kepentingan didalamnya dapat menimbulkan dampak negatif yang
tidak diinginkan bagi masyarakat dunia secara luas. Sehingga, mereka berusaha
mendefinisikan dan mengatasi kekurangan yang terjadi di dalam kemitraan
antara pemerintah dengan sektor-sektor lain dari masyarakat.100
Dalam konferensi ini, Menteri Koordinator Ekonomi, Keuangan, dan
Industri Indonesia Prof. Dr. Ir. Ginandjar Kartasasmita menyampaikan pidatonya
kepada seluruh peserta pertemuan WEF mengenai krisis yang terjadi di Asia.
Dalam pidatonya, Ginanjar berusaha meyakinkan para peserta bahwa Indonesia
99
Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia, Diplomasi Indonesia 2010, (hal 3-4); tersedia di http://kemlu.go.id/Books/Buku%20Diplomasi%20Indonesia%202010.pdf; diakses pada 4 September 2015. 100
World Economic Forum, Annual Report 1998/1999, (Jenewa: World Economic Forum, 1999), 8.
59
59
akan segera berhasil memulihkan perekonomiannya dari krisis moneter 1998 dan
akan mencapai pertumbuhan ekonomi yang keberlanjutan dalam waktu dekat
dengan melakukan langkah-langkah strategis. Ginanjar juga menjanjikan bahwa
Indonesia akan segera melakukan demokratisasi dalam negeri untuk memastikan
kemajuan ekonominya.101
Diplomasi yang disampaikan Ginanjar di Davos pada tahun 1999 tersebut
disampaikan untuk meyakinkan masyarakat internasional agar mendukung
Indonesia dalam melakukan proses pemulihan dari krisis moneter 1998 dan
proses reformasi domestik Indonesia, baik secara moral maupun secara ekonomi.
Namun, Indonesia tidak memiliki trust building yang kuat karena banyaknya
permasalahan dan citra buruk di Indonesia. Krisis multidimensi yang terjadi di
Indonesia pada akhir dan pasca kejatuhan rezim Orde Baru membuat Pemerintah
Indonesia tidak dapat menjamin stabilitas dan keamanan masyarakat sendiri,
sehingga dunia internasional memprediksi Indonesia akan terancam menjadi
failed state. Meskipun Orde Baru telah berakhir, namun citra negatif akibat
konflik vertikal seperti yang terjadi di Timor Timur masih kuat, yaitu sebagai
negara yang otoriter dan represif yang melanggar Hak Asasi Manusia (HAM)
rakyatnya. Selain itu, praktek Korupsi Kolusi Nepotisme (KKN), inefisiensi
birokrasi, dan ketidakpastian hukum di Indonesia juga masih menjadi citra buruk
bagi investor dan pebisnis dunia.
101
Ginandjar Kartasasmita, Indonesia’s Road to Recovery, tersedia di; http://www.ginandjar.com/public/01IndRoadtoRecovery.pdf; internet, diakses pada 2 Mei 2015.
60
60
Pada Januari 2000, Presiden Abdurrahman Wahid menghadiri Pertemuan
Tahunan WEF sebagai bagian dari kunjungannya ke luar negeri untuk
mendapatkan dukungan ekonomi dan politik atas reformasi yang sedang
dilakukan Indonesia serta untuk meningkatkan pemasukan investasi asing.102
Dalam pertemuan tersebut, ia juga menyatakan komitmen untuk menyelesaikan
kasus pelanggaran HAM yang telah terjadi di wilayah Timor Leste ketika masih
menjadi bagian provinsi dari Indonesia. Ia berjanji kepada peserta forum bahwa
ia akan menjatuhkan hukuman bagi mereka yang bertanggung jawab atas kasus
pelanggaran HAM tersebut.
Pada masa ini, Indonesia memiliki orientasi ke luar negeri yang besar
dengan sering melakukan kunjungan kenegaraan ke luar negeri untuk
meningkatkan kerja sama ekonomi. Namun, profil politik luar negerinya menjadi
tidak menentu, efektif, dan efisien karena tidak adanya target kebijakan luar
negeri yang jelas mengenai tujuan kebijakan luar negeri serta aktor internasional
yang penting untuk mempromosikan kepentingan nasional dalam sumber daya
yang terbatas dan kondisi domestik yang belum stabil.103
Pada tahun 2004, Gubernur BI Miranda S. Goeltom menghadiri
konferensi WEF yang dilaksanakan di Amsterdam. Ia menyampaikan paper-nya
yang berjudul “Reassessing The IMF Programme in Indonesia” untuk ditujukan
pada tema konferensi WEF, “The IMF‟s Role in Emerging Markets”.104
102
Greg Barton, Biografi Gus Dur, (Yogyakarta: PT LKiS Pelangi Aksara, 2003), 387. 103
Yanyan Mochamad Yani, Dinamika Hubungan Internasional dan Indonesia. 104
Miranda S. Goeltom , Essays in Macroeconomic Policy: The Indonesian Experience, (Jakarta: PT Gramedia Utama, 2007), 177-193.
61
61
Meskipun ia menyampaikan penilaian pisitif terhadap IMF, ia menyebutkan
sejumlah kritik terhadap peran IMF di Indonesia. Selain itu, pada tahun 2005 dan
2008, Indonesia melakukan diplomasi terhadap WEF dengan mengirimkan
delegasinya dari Kementerian Luar Negeri untuk menghadiri Pertemuan Tahunan
WEF. Partisipasi Indonesia dalam pertemuan WEF juga dilakukan oleh
kementerian lain, seperti keterlibatan Kementerian Perdagangan Mari Elka
beberapa kali di pertemuan WEF-EA pada periode 2004-2009.
B. 2. Diplomasi Indonesia terhadap WEF pada Periode 2009-2014
Pada periode 2009-2014, Indonesia telah meningkatkan diplomasinya
terhadap WEF dengan bertambahnya partisipasi dan kerja samanya dengan WEF.
Pada periode ini, Indonesia tidak lagi hanya mengirimkan delegasi dan
perwakilan resmi yang menjadi panelis diskusi dari pertemuan tahunan WEF,
namun juga menjadi tuan rumah bagi pertemuan WEF-EA, menjadi anggota
organisasi yang mewakili unsur pemerintah, dan sejumlah acara yang bertema
Indonesia.
1. Pengiriman Delegasi RI
Diplomasi Indonesia terhadap WEF dilakukan oleh Indonesia
dengan mengirimkan rombongan delegasi RI ke sejumlah pertemuan
rutin tahunan WEF, baik untuk acara Pertemuan Tahunan WEF maupun
WEF-EA. Dibandingkan periode sebelumnya, pengiriman delegasi RI
pada periode ini tidak hanya lebih intensif dalam intensitasnya, namun
juga lebih besar dalam jumlah dan komposisinya. Untuk Pertemuan
62
62
Tahunan WEF 2011 misalnya, rombongan delegasi resmi Pemerintah
Indonesia dipimpin oleh Presiden SBY terdiri dari Menko Perekonomian,
Menteri Keuangan, Menteri Luar Negeri, Menteri Perdagangan, dan
Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). Selain itu,
rombongan juga terdiri dari pimpinan perusahaan Indonesia, yaitu Bank
Mandiri, Bank Negara Indonesia, Garuda Indonesia, Bumi Resources,
Lippo Group, Smart, Indorama, EMTEK, dan Gunung Sewu.105
2. Keterlibatan Elit Politik dan Masyarakat dalam Pertemuan WEF
Sejumlah elit politik Indonesia berpartisipasi aktif menjadi panelis
diskusi WEF untuk membicarakan permasalahan perekonomian global
dan regional yang bermanfaat bagi peserta forum. Keterlibatan tersebut
memiliki fungsi diplomasi yang penting untuk menyampaikan ide dan
mempromosikan kondisi ekonomi sosial Indonesia terhadap WEF.
Keterlibatan Indonesia melalui menteri – menterinya dalam sejumlah
diskusi pada pertemuan WEF juga lebih sering dibandingkan periode
sebelumnya. Terlebih lagi ketika Indonesia menjadi tuan rumah WEF-EA
2011, lebih banyak Menteri dapat terlibat di diskusi utama pertemuan.
(Lihat di Lampiran 1).
Selain itu, diplomasi Indonesia terhadap WEF pada periode ini
memiliki nilai tambah yang kuat karena keterlibatan pemimpin negara
yang intensif. Presiden SBY beberapa kali berpartisipasi memberikan
105
Liputan6, Presiden SBY Pimpin Delegasi ke WEF Davos; tersedia di; http://news.liputan6.com/read/316724/presiden-sby-pimpin-delegasi-ke-wef-davos; internet, diakses pada 20 Desember 2015.
63
63
pidatonya dalam pertemuan WEF, yaitu satu kali pada Pertemuan
Tahunan WEF 2011 dan tiga kali dalam sesi pembukaan pertemuan
WEF-EA tahun 2011, 2012, dan 2014. Dalam Pertemuan Tahunan WEF
2011, Presiden SBY menyampaikan pidatonya yang berjudul “The Big
Shift and the Imperative of 21st Century Globalism”. Pidatonya tersebut
secara garis besar merupakan pandangannya yang penting mengenai tema
Pertemuan Tahunan WEF 2011, yaitu “Shared Norms for the New
Reality”.
Realitas baru menurut Presiden SBY merupakan susunan dari tiga
lapisan pergeseran dalam dinamika hubungan internasional. Ketiga
pergeseran tersebut adalah; (1) munculnya negara-negara emerging
economy di berbagai belahan dunia, (2) pergeseran isu dalam arena
perdamaian dan keamanan internasional, dan (3) pergeseran mindset dan
gaya hidup yang didorong oleh perubahan iklim. Ia berargurmen bahwa
negara, perusahaan, maupun masyarakat membutuhkan globalisme abad
ke-21. Globalisme abad ke-21 dimana aktor-aktor memiliki pikiran yang
tidak dogmatisme, namun lebih open-minded, pragmatis, adaptif dan
inovatif.106
Selanjutnya dalam sesi pembukaan WEF-EA 2011, Presiden SBY
kembali menyampaikan pidatonya sebagai pengantar diskusi selama dua
hari dengan tema besar “Responding the New Globalism”. Ia membuka
pidato dengan menegaskan kembali definisi “globalisme baru” atau
106
World Economic Forum, Davos Annual Meeting 2011 - Susilo Bambang Yudhoyono, tersedia di; https://www.youtube.com/watch?v=L7MVIZgMdQE; internet, diakses pada 24 Juni2015.
64
64
“globalisme abad ke-21”, sebagai sebuah sikap yang lebih inklusif,
pragmatis, dan berpotensi ke arah kerja sama dibandingkan
internasionalisme abad ke-20. Kemudian ia menyerukan agar Asia
menjadi pusat globalisme baru saat ini dengan mengambil peluang yang
ada serta dengan meninggalkan stereotype dari pengalaman buruk di
masa lalu. Ia mencontohkan Indonesia sebagai salah satu bagian dari
Asia, bahwa Indonesia telah berhasil bangkit dari keterpurukan ,melewati
masa-masa sulit dengan banyak permasalahan yang kompleks, serta
membuat prestasi di kawasan maupun dunia. Ia menandai pelajaran yang
berharga dari transformasi tersebut yang membuktikan ketangguhan
Indonesia yang luar biasa.107
Selanjutnya Presiden SBY menyarankan langkah yang harus
dilakukan oleh Asia untuk mencapai masa depan yang lebih baik.
Pertama Asia harus memiliki peran penting untuk ikut andil dalam
mengatasi ketidakseimbangan global. Kedua, Asia perlu mengantisipasi
dan mengatasi kenaikan harga akibat dari kelangkaan makanan, energi,
dan air. Ketiga, Asia harus melakukan berbagai cara untuk menjadi pusat
inovasi global terutama dalam bidang teknologi. Keempat, Asia harus
menyiapkan dan memberdayakan sumber daya generasi muda untuk masa
depan. Kelima, Asia perlu melestarikan dan membangun perdamaian dan
kerukunan atas kekayaan keragaman yang dimilikinya.
107
World Economic Forum, East Asia 2011 - Opening Ceremony with President Susilo Bambang Yudhoyono, tersedia di; https://www.youtube.com/watch?v=_ud2XbqzbOU, internet, diakses pada 14 September 2015.
65
65
3. Menjadi Tuan Rumah WEF-EA
Suatu negara dianggap layak oleh WEF menjadi tuan rumah
pertemuan tahunan kawasannya didasarkan pada kemajuan ekonomi,
stabilitas sosial dan politik, serta perannya di dunia internasional. Pada
tahun 2011, Indonesia menjadi tuan rumah WEF-EA ke-20. Sebelumnya
negara-negara yang pernah menjadi tuan rumah WEF-EA diantaranya
adalah Hongkong sebanyak empat kali, di Singapura sebanyak tujuh kali,
di Korea Selatan dan Malaysia sebanyak dua kali, di Australia, Jepang,
dan Vietnam sebanyak satu kali.108
WEF memiliki beberapa alasan yang kuat untuk menentukan
Indonesia menjadi tuan rumah bagi WEF-EA ke-20. Yang pertama,
Indonesia memiliki potensi sumber daya alam yang melimpah serta
didukung pasar dengan konsumen sebanyak 240 juta penduduk. Yang
kedua, keberhasilan Indonesia dalam kepemimpinan kerja sama
multilateral di tingkat kawasan maupun global. Yaitu peran Indonesia
sebagai ketua ASEAN di tahun 2011 dan sebagai anggota G20. Yang
ketiga, kebijakan Pemerintah Indonesia dianggap memiliki dampak yang
positif bagi lingkungan hidup dan pangan.109
Pada WEF-EA 2014 di Filipina, Indonesia telah ditentukan
sebagai tuan rumah bagi WEF-EA 2015. Terdapat sejumlah alasan
kelayakan Indonesia sebagai tuan rumah WEF-EA 2015, diantaranya; (1)
108
World Economic Forum, World Economic Forum on East Asia: Responding to the New Globalism, (Jenewa; World Economic Forum, 2011), 3. 109
Komite inovasi Nasional, Inilah Alasan Indonesia Jadi Tuan Rumah, tersedia di; http://www.kin.go.id/node/59; internet, diakses pada 12 Desember 2014.
66
66
data dari World Bank yang menyebutkan bahwa Indonesia merupakan
ekonomi terbesar ke-10 di dunia berdasar paritas daya beli serta memiliki
2,3 persen dari PDB global, (2) keanggotaan dalam G20, (3) keberhasilan
melewati instabilitas pasca jatuhnya rezim otoriter Soeharto dan menjadi
negara demokrasi terbesar ketiga dengan pertumbuhan ekonomi lebih dari
lima persen setiap tahun.110
4. Keanggotaan Elit Politik dalam Struktur Organisasi WEF
Pemerintah Indonesia melalui Mari Elka Pangestu terpilih menjadi
anggota Advisory Board on Global Competitiveness WEF pada tahun 2010
yang mewakili unsur keanggotaan dari kalangan elit politik. Mari
sebelumnya tercatat sebagai salah satu anggota komunitas WEF Global
Leaders for Tomorrow (GLT) tahun 1999.111
GLT Community merupakan
komunitas yang mewakili generasi muda dari dunia bisnis, politik,
masyarakat sipil, media, seni dan ilmu pengetahuan untuk bersama-sama
menangani isu tertentu untuk kemajuan global.112
Sedang dalam
keanggotaan Advisory Board on Global Competitiveness, Mari bertugas
memberikan masukan substantif mengenai Global Competitiveness Report
110
Jakarta Globe, Indonesia to Host World Economic Forum on East Asia in Jakarta Next Year, tersedia di; http://jakartaglobe.beritasatu.com/archive/indonesia-host-world-economic-forum-east-asia-jakarta-next-year/; internet, diakses pada 27 November 2015. 111
Global Entrepolis, Dr. Mari Elka Pangestu (CV), tersedia di; http://globalentrepolis.com/speakers/214-dr-mari-elka-pangestu-; internet, diakses pada 25 Oktober 2015. 112
World Economic Forum, Global Leaders for Tomorrow (GLT) Community, tersedia di; http://www.weforum.org/content/pages/global-leaders-tomorrow-glt-community; internet, diakses pada 26 Oktober 2015. Saat ini, GLT Community telah digantikan dengan Young Global Leaders.
67
67
(GCR) yang dikeluarkan WEF setiap tahun.113
Sebagai catatan penting
bahwa negara maupun elit politik tidak menjadi cakupan anggota WEF,
karena WEF merupakan NGO privat bukan publik seperti Organisation
for Economic Co-operation and Development (OECD). Menteri Mari Elka
Pangestu dalam hal ini adalah anggota organisatoris bukan anggota umum
WEF.
GCR merupakan laporan tahunan berisi daya saing negara – negara
dunia yang didasarkan pada Global Competitiveness Index (GCI). WEF
memperkenalkan GCR pada tahun 2004, sebagai sebuah laporan yang
mendefinisikan daya saing sebagai seperangkat institusi, kebijakan, dan
faktor-faktor yang menentukan tingkat produktivitas suatu negara. Skor
GCI dihitung berdasarkan 12 kategori yakni institusi atau lembaga,
infrastruktur, makroekonomi, kesehatan dan pendidikan dasar, pendidikan
tinggi dan pelatihan, efisiensi pasar, efisiensi tenaga kerja, pengembangan
pasar keuangan, kesiapan teknologi, ukuran pasar, kecanggihan bisnis, dan
inovasi.114
113
Kementerian Perdagangan Republik Indonesia, Indonesia Menjadi Anggota Advisory Board On Global Competitiveness Report, World Economic Forum, tersedia di; http://www.kemendag.go.id/files/pdf/2010/01/31/indonesia-menjadi-anggota-advisory-board-on-global-competitiveness-report-world--id1-1353754121.pdf; internet, diakses pada 28 Oktober 2015. Dalam website resmi WEF tidak ditemukan redaksi Advisory Board on Global Competitiveness, namun Advisory Board on Sustainable Competitiveness. Keduanya mengacu pada tugas yang sama dalam lembaga, yaitu untuk menyusun Global Competitiveness Report (GCR). Lihat juga “Klaus Schawb (WEF) – Global Competitiveness Report” di http://efficiency.weareint.io/competitiveness/. 114
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Posisi Indonesia Naik Ke Urutan 34, tersedia di; http://kemdikbud.go.id/kemdikbud/berita/3213; internet, diakses pada 1 Desember 2015.
68
68
Dalam Pertemuan Tahunan WEF 2010, Mari mengusulkan GCR
didasarkan pada analisa yang ditargetkan secara spesifik pada kawasan
atau sub-kawasan dari negara-negara agar lebih relevan dengan situasi
global saat ini. Selanjutnya, Mari menyampaikan pentingnya GCR yang
dilandasi oleh metodologi yang baik serta laporan yang komprehensif dan
mudah dipahami, sehingga GCR semakin relevan dan dapat menyentuh
komunitas akar rumput dari negara-negara yang terkait. Ia pun
mengusulkan keterlibatan para pemangku kepentingan negara-negara
terkait untuk diikusertakan dalam proses perumusan GCR setiap
tahunnya.115
Selanjutnya, Mari Elka Pangestu dengan kapasitasnya sebagai
Manteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif, terpilih menjadi Global Agenda
Council on the Creative Economy periode 2014-2016. Global Agenda
Council on the Creative Economy bertugas mendefinisikan ekonomi
kreatif dengan jelas dan mengeksplorasi peran ekonomi kreatif dalam
meningkatkan pertumbuhan dan lapangan kerja. Industri kreatif mulai
mendapat perhatian penting karena diperkirakan telah menyumbang 3-
12% PDB dunia.116
115
Kementerian Perdagangan, Indonesia Menjadi Anggota Advisory Board On Global Competitiveness Report, World Economic Forum. 116
World Economic Forum, Global Agenda Council on the Creative Economy 2014-2016, tersedia di; http://www.weforum.org/content/global-agenda-council-creative-economy-2014-2016-0; internet, diakses pada 28 Oktober 2015.
69
69
5. Mengadakan Acara Bertajuk Indonesia dalam Pertemuan WEF
Indonesia juga berinisiatif mengadakan sejumlah acara bertema
Indonesia di sela-sela acara utama dalam pertemuan yang diadakan WEF.
Yang pertama, Indonesia Nigth merupakan pagelaran budaya Indonesia
yang dikemas dengan modern. Indonesia Nigth diadakan oleh
Kementerian Perdagangan bekerja sama dengan Badan Koordinasi
Penanaman Modal (BKPM) dan didukung oleh Perwakilan Tinggi
Republik Indonesia (PTRI) yang bermarkas di Jenewa, Swiss, serta
Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) yang bermarkas di Bern,
Swiss. Indonesia Night pertama kali diadakan di Pertemuan Tahunan
WEF 2013 dan selanjutnya dilaksanakan kembali di Pertemuan Tahunan
WEF 2014. Misalnya dalam Indonesia Night 2014, Indonesia
mempertunjukan rangkaian kegiatan bertema Indonesia yang terdiri dari;
sajian kuliner nusantara, pameran batik, perhiasan, produk spa dan
kosmetika, peragaan busana, hingga pentas seni budaya Indonesia. Para
tamu undangan juga diberikan goody bag yang berisi materi promosi
perdagangan, investasi dan pariwisata serta suvenir berupa syal motif
tenun ikat, makanan kecil seperti kacang-kacangan, wafer, permen, dan
teh hasil produksi Indonesia.117
117
Direktorat Jenderal untuk Pengembangan Ekspor Nasional Kemeterian Perdagangan, Indonesia Night pada World Economic Forum, Davos 2014: Magnet Nation Branding di Forum Berkelas Dunia, tersedia di; http://djpen.kemendag.go.id/app_frontend/AcceptedRsses/view/52e70450-870c-482e-8194-18d60a1e1e48; internet, diakses pada 24 Oktober 2015.
70
70
BAB IV
PELAKSANAAN DIPLOMASI EKONOMI INDONESIA TERHADAP
WEF PADA PERIODE TAHUN 2009-2014
A. Poin-Poin Tujuan Kebijakan Luar Negeri Diplomasi Indonesia terhadap
WEF
Bagi Indonesia, pertemuan WEF memiliki fungsi lebih dari agenda kegiatan
rutin yang bersifat formalitas bagi hubungan luar negerinya. Partisipasi Indonesia
yang semakin intens terhadap WEF pada periode tahun 2009-2014, baik dalam
sesi diskusi maupun pelaksanaan forum pertemuan tidak lain merupakan
peningkatan diplomasi ekonominya. Peran Indonesia sebagai tuan rumah WEF-
EA, pengadaan acara bertema Indonesia, keterlibatan elit politik sebagai panelis
diskusi, serta kerja samanya dengan WEF dapat dikatakan sebagai bentuk –
bentuk diplomasi ekonominya untuk mencapai tujuan – tujuan tertentu. Terdapat
poin – poin tujuan diplomasi ekonomi Indonesia terhadap WEF, diantaranya;
1. Meningkatkan Citra dan Mempromosikan Potensi Indonesia terhadap
dunia
Buku berjudul “Asia Future Shock: Business Crisis and Opportunity in
The Coming Years” dari penulis best seller internasional Michael Backman
merupakan salah satu buku bisnis non-fiksi terpopuler di tahun 2007. Buku yang
71
71
telah diterjemahkan ke dalam versi bahasa Indonesia tersebut berisi 25 analisis
kasus permasalahan yang sedang terjadi di Asia Timur. Backman selanjutnya
menyarankan resiko dan peluang di masa depan sebagai rekomendasi kepada
para pembuat kebijakan strategi dan bisnis internasional serta kawasan Asia
Tenggara. Dalam buku versi berbahasa Indonesia terdapat salah satu bab
berjudul “Apakah Indonesia Punya Masa Depan?”, Backman menguraikan
analisisnya mengenai kondisi perekonomian dan bisnis di Indonesia. Ia
menjelaskan bahwa praktek korupsi dan pungutan liar di Indonesia sangat parah.
Ia berargumen bahwa Indonesia merupakan negara dengan ekonomi berbiaya
tinggi, sehingga membuat iklim investasi dan bisnisnya menjadi sangat buruk.118
Tulisan ini dapat menimbulkan persepsi negatif dan ketakutan bagi perusahaan
internasional yang ingin berbisnis dan berinvestasi di Indonesia.
Tidak dapat dipungkiri bahwa sistem otoritarian Orde Baru masih
menyisakan budaya KKN dalam di birokrasi Indonesia. Para pejabat pemerintah
dan perusahaan yang memiliki hubungan kemitraan yang dekat dan seringkali
merupakan jaringan keluarga, bekerja sama untuk melakukan kesepakatan yang
curang, seperti monopoli proyek atau pengurangan pajak. Namun sejak tahun
2004, Pemerintah Indonesia mendorong Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
dengan mengeluarkan Instruksi Presiden No. 5 Tahun 2004 dan kemudian
dilanjutkan membuat Rencana Aksi Nasional (RAN) Pemberantasan Korupsi
yang disusun oleh Bappenas untuk melakukan peningkatan kinerja dalam
118
Michael Backman, Asia Future Shock, (Jakarta: Ufuk Press, 2008), 207-216.
72
72
penegakan hukum atas kasus korupsi yang terjadi di Indonesia.119
Mulai periode
pemerintahan ini, KPK berhasil menangkap banyak pejabat pemerintah, hukum,
dan kejaksanaan yang melakukan tindak korupsi untuk diadili. Sehingga
sejumlah kasus yang disebutkan oleh Backman seharusnya dipahami sebagai
keseriusan Indonesia dalam penegakan hukum dan pemberantasan korupsi.
Uraian singkat dari tulisan Backman mengenai Indonesia adalah
gambaran kecil citra buruk Indonesia di mata dunia Internasional. Dari citra
negara pelanggar HAM karena kasus Timor Timur, negara menuju failed state,
negara surga koruptor, hingga negara sarang teroris. Untuk banyak aspek riil
domestik dan citra internasional, daya saing Indonesia lemah di mata dunia
internasional terutama bagi pembuat kebijakan negara dan pebisnis internasional.
Sehingga diplomasi Indonesia pada periode pemerintahan Presiden SBY dikenal
dengan gaya politik luar negeri yang high profile dan terlalu sering menebar citra
positif kepada dunia internasional untuk menarik simpati terhadap Indonesia.
Diplomasi Indonesia dalam usaha nation branding, memiliki posisi penting
untuk mengklarifikasi sejumlah permasalahan domestik yang menjadi sumber
citra negatif telah sukses ditangani oleh Pemerintah Indonesia. Hal yang penting
dalam diplomasi Indonesia untuk mempromosikan citra positifnya adalah
kemajuan yang telah dicapainya dalam dalam bidang ekonomi, sosial, politik,
dan militer. Karena tanpa ada kemajuan ekonomi, diplomasi Indonesia akan sia –
sia.
119
Anti-Corruption Clearing House, Sejarah Panjang Pemberantasan Korupsi di Indonesia, tersedia di; http://acch.kpk.go.id/tema/-/blogs/sejarah-panjang-pemberantasan-korupsi-di-indonesia;jsessionid=AE1BBB660CDC9A48E50AF0E827FFEE33; internet, diakses pada 25 Desember 2015.
73
73
Kemajuan Indonesia bidang ekonomi misalnya, sebagaimana telah
dijelaskan dalam hasil penelitian McKinsey. Pertama, merujuk pada GCR WEF
2012, GDP Indonesia adalah terbesar ke-16 di dunia. Kedua, komposisi
penduduk Indonesia sangat mendukung pertumbuhan ekonominya. Dari jumlah
penduduk Indonesia mencapai 240 juta jiwa, jumlah kelas menengah hampir 35
juta, angkatan tenaga kerja muda sebanyak 115 juta, serta tenaga terampil
mencapai 55 juta. Selain itu, komposisi penduduk berada di kota sebanyak 53%
dan menyumbang GDP sebesar 74%.120
Tabel 4. 1. Kunci Indikator negara – negara berdasar GDP121
Selain itu hasil penelitian tersebut juga mengklarifikasi beberapa mitos
perekonomian Indonesia. Pertama, mitos ekonomi Indonesia relatif tidak stabil.
120
McKinsey Global Institute, The Archipelago Economy: Unleashing Indonesia’s Potential, tersedia di; https://www.mckinsey.com/~/media/McKinsey/dotcom/Insights%20and%20pubs/MGI/Research/Productivity%20Competitiveness%20and%20Growth/The%20archipelago%20economy/MGI_Unleashing_Indonesia_potential_Full_report.ashx; internet, diakses pada 11 November 2014. Hal 1-2. Juga Kementerian Perindustrian Republik Indonesia, Indonesia Country Report Q3 2012, tersedia di; http://kii.kemenperin.go.id/sample/uploads/pdf/7959465Ind_Country_Report_Q3.pdf; internet, diakses pada 25 Desember 2015. 121
World Economic Outlook IMF yang dikutip dari Global Competitiveness Report 2012, Hal. 382.
74
74
Pada kenyataannya meskipun terjadi krisis ekonomi 2008, pertumbuhan ekonomi
Indonesia pada periode 2000-2010 memperlihatkan angka stabil berkisar pada 4-
6%, sedangkan Malaysia dan Thailand berkisar 9 sampai -2 persen.
Menggunakan data GCR WEF 2012, daya saing Indonesia dalam aspek kondisi
makroekonomi menempati rangking ke-25 melampaui tiga negara BRICS (Brasil
di rangking ke-62, India di rangking ke-99, dan Afrika Selatan di rangking ke-
69) serta tiga negara ASEAN Five (Thailand di rangking ke-27, Malaysia di
rangking ke-35, dan Filipina di rangking ke-36).122
Dari GCI tahun 2008-2014 ,
skor daya saing Indonesia di aspek makroekonomi dari rentang 4,91-5,68 juga
menunjukan kondisi yang stabil (lihat juga Lampiran 2).
Kedua, Indonesia mengikuti model pertumbuhan ekonomi didorong oleh
ekspor. Pada kenyataannya, ekspor Indonesia hanya menyumbang 35% ke GDP,
sedangkan 65% merupakan GDP domestik yang terdiri dari konsumsi
Pemerintah dan rumah tangga, investasi, serta minus impor. Berbeda dengan
persentase ekspor negara Asia lain terhadap GDP, Thailand 71% dan Malaysia
94%.123
Data tersebut memperlihatkan masih kecilnya ekspor ke negara lain,
terutama produk manufaktur. Meskipun demikian, hal tersebut membuat
Indonesia cukup mandiri dari produksi ekspor dan kurang terdampak
perlambatan ekonomi negara lain. Ketiga, pusat pertumbuhan ekonomi terpusat
di ibukota Jakarta. Pada kenyataannya dalam rentang tahun 2000-2010,
pertumbuhan ekonomi di kota – kota lain lebih pesat dibandingkan pertumbuhan
ekonomi di Jakarta. Hal ini terlihat dari angka pertumbuhan kota – kota selain
122
McKinsey Global Institute, The Archipelago Economy: Unleashing Indonesia’s Potential. Hal 11. 123
Ibid., 15.
75
75
Jakarta yang melampaui angka pertumbuhan Jakarta yang sebesar 5,8. Misalnya
angka pertumbuhan ekonomi Bandung 6,7% per tahun, Surabaya dan Medan
masing – masing 7% per tahun, Pekanbaru 9,8% per tahun, dan Pontianak 9,5%
per tahun.124
Sehingga dalam sejumlah pertemuan WEF, Pemerintah Indonesia sangat
aktif melakukan diplomasi ekonomi untuk menjelaskan kondisi domestiknya
yang telah semakin baik. Contohnya dalam WEF-EA 2011, Presiden SBY
menyampaikan pidatonya dan menyebutkan kondisi Indonesia di masa lalu yang
telah populer menjadi citra negatif, namun telah dapat diatasi. Selanjutnya, ia
mengarahkan kepada pencitraan baru yang sering ia promosikan dalam forum
internasional dan multilateral sebagai gambaran bagaimana mempersepsikan
Indonesia. Berikut kutipan pidato Presiden SBY di pertemuan WEF-EA 2011:
“Indonesia has survived many trials and tribulations, financial
crises, political instability riots, avian flu, constitutional crisis, ethnic
conflict, separatism, terrorist attacks, and natural disasters. Today
Indonesia stands proud as the world‟s third largest democracy, Southeast
Asia‟s largest economy with political stability, with independent and
active foreign policy, and as member of the G20 and as founding member
and this year chairman of ASEAN.”125
Dalam diplomasinya di Pertemuan Tahunan WEF 2011 dan WEF-EA
2011, Presiden SBY berusaha memposisikan Indonesia sebagai negara yang
penting dalam kebangkitan ekonomi Asia setelah Cina dan India dengan
124
Ibid., 14. 125
World Economic Forum, East Asia 2011 - Opening Ceremony with President Susilo Bambang Yudhoyono.
76
76
pertumbuhan ekonomi dan ukuran pasar yang besar. Selain itu, Presiden SBY
juga menjelaskan keberhasilan Indonesia dibawah pemerintahannya dalam
melaksanakan 4 track strategy; pro-growth, pro-job, pro-poor, dan pro-
environment untuk memajukan kondisi sosial dan ekonomi secara luas pada
pertemuan WEF-EA ke-23.126
Sebelumnya, ia telah menyinggung pro-growth,
pro-job, pro-poor, dan pro-environment dalam pidatonya di Pertemuan Tahunan
WEF 2011, sebagai kebijakan pemerintah yang bersifat inklusif terhadap
kebijakan kerja sama dan kolaborasi ekonomi Indonesia untuk berpartisipasi
meningkatkan kondisi ekonomi dan lingkungan global.127
Diplomasi ekonomi Indonesia terhadap WEF juga diperkuat dengan
sejumlah partisipasi elit politik dalam serangkaian diskusi panel dalam
pertemuan WEF (lihat Lampiran 1). Diskusi panel merupakan salah satu media
diplomasi ekonomi Pemerintah Indonesia untuk meningkatkan trust building
terhadap para pembuat kebijakan bisnis internasional terhadap peluang bisnis dan
investasi di Indonesia. Sehingga sejumlah elit politik sangat antusias untuk ikut
terlibat dalam sesi diskusi dan berusaha menjelaskan kepada peserta yang
mayoritas adalah pebisnis internasional mengenai kondisi sosial ekonomi
Indonesia maupun berbagai kebijakan Pemerintah seperti; kondisi perekonomian,
penangan krisis, program reformasi struktural, pembangunan infrastruktur,
perbaikan iklim investasi, rencana proyek pembangunan, dan peluang bisnis di
masa selanjutnya. Penjelasan tersebut misalnya apa yang disampaikan Menteri
126
World Economic Forum, Philippines 2014 - Opening Plenary,tersedia di; https://www.youtube.com/watch?v=vMTJ1hkK2wE; internet, diakses pada 21 September 2015. 127
World Economic Forum, Davos Annual Meeting 2011 - Susilo Bambang Yudhoyono.
77
77
Keuangan Agus Martowardoyo dalam diskusi bertema “Financial Fault Lines:
Averting Aftershocks in Asia” pada pertemuan WEF-EA 2011:
“Indonesia for the last five years, our economy to grow, average
we grew 5.7% for the last five years. Even though there was a global
crisis in 2009, we still can grow positive 4.5%. And the economic growth
of Indonesia for the next five years will be around 6.3 to 6.8 percent. In
2014, we hope we can grow to 7 to 7.7 percent...” 128
Pada diskusi tersebut, Rafael Gil-Tienda CEO Marsh & McLennan Asia
menanyakan seputar perlambatan ekonomi suatu negara berdampak kepada
negara – negara lain yang berorientasi ekspor dan keberadaan Chief Risk Officer
atau badan utama yang menangani resiko tersebut, serta mengenai peluang
investasi di infrastruktur. Menteri Agus menjelaskan bahwa perekonomian
Indonesia lebih stabil dan kurang terdampak perlambatan ekonomi dunia
dibanding negara – negara berorientasi ekspor lain karena nilai ekspor relatif
kecil dalam PDB Indonesia. Ia juga menjelaskan bahwa setiap lembaga
Pemerintah memiliki protokol manajemen krisis yang selalu berkoordinasi.
Selain itu, pengalaman krisis 1998 membuat Indonesia lebih tanggap dalam
manajemen resiko keuangan. Selanjutnya, ia menjelaskan infrastruktur sebagai
tantangan terbesar dan mempromosikannya sebagai objek investasi bagi investor
domestik maupun internasional
“ I can explain that the economy of the Indonesia, we are not that
dependent on export. If you look at our composition to support our GDP,
53% comes from the household consumption, 30% from investment, 9%
from government spending, and only 2% from the net export minus
128
World Economic Forum, East Asia 2011 - Financial Fault Lines: Averting Aftershocks in Asia; tersedia di; https://www.youtube.com/watch?v=1NxNelgYBBE, internet, diakses pada 8 Desember 2015.
78
78
import. So, we are not that dependent, we have to continue to diversity
our export, we continue to improve the domestic demand ... Infrastructure
is one of challenges of Indonesia. In Indonesia for the next five years we
need 1.400 trillon Rupiah for building our infrastructure... The
government can only finance 20-30%, the remaining need to be
participation of government working together with investors or inviting
investors. PPP initiative, public-private partnership – we have introduced
that for the last seven years, we are not succesful, but to me, I‟m pleased
that at least we have one PPP in Central Java, $2 billion project, that can
be executed. So with that, we can then replicate to others. So, I‟m
positive, I believe Indonesia can solve the infrastructure.”129
Selain itu, diplomasi Indonesia sebagai tuan rumah bagi WEF-EA
merupakan bagian dari kebijakan pemerintah dibawah Presiden SBY yang
banyak mendapat kesempatan menjadi tuan rumah berbagai forum dan
konferensi internasional. Pada masa pemerintahan Presiden SBY periode 2009-
2014, Indonesia sering menjadi tuan rumah untuk berbagai forum dan konferensi
multilateral. Pada tahun 2009, Indonesia menjadi tuan rumah KTT World Ocean
Conference (WOC), United Nations Forum of Civil Society in Support of the
Palestinan People dan United Nations Asian and Pacific Meeting on the
Question of Palestine.130
Selain itu, Indonesia menjadi tuan rumah KTT ASEAN
ke-19 dan KTT Asia Timur pada tahun 2011. Indonesia menjadi tuan rumah
pertemuan Komisi Independen Permanen Hak Asasi Manusia Organisasi
Konferensi Islam (OKI) pada tahun 2012. Pada tahun 2013, Indonesia menjadi
tuan rumah APEC ke-21.
129
Ibid. 130
Dadan Wildan, Membangun Tatanan Dunia Baru; Kemitraan Indonesia dalam Kerja Sama Global [jurnal on-line](Negarawan: Jurnal Sekertariat Negara RI No. 16, Mei 2010, 114-115); tersedia di http://www.setneg.go.id/images/stories/kepmen/jurnalnegarawan/jn16/16%20PART%208.pdf; internet diakses pada 20 April 2015.
79
79
Ia menjelaskan bahwa Indonesia berusaha secara aktif untuk dapat
menjadi tuan rumah berbagai konferensi, forum, dan acara internasional
merupakan salah satu kebijakan pemerintah yang penting. Secara praktis,
kedatangan delegasi maupun peserta dari negara lain adalah untuk membangun
citra yang baik dengan melihat kondisi Indonesia secara langsung. Hal ini
dilakukan untuk memperbaiki sejumlah persepsi negatif masyarakat dunia
terhadap kondisi Indonesia yang masih diasumsikan dengan krisis Asia pada
tahun 1998 dan label failed state, sebagaimana pernyataannya dalam interview
dengan NET News, sebagai berikut:
“Kadang – kadang mereka melihat Indonesia setelah mulai
recover perekonomian kita masih seperti waktu krisis dulu, ini tidak fair.
Oleh karena itulah saya punya policy, silahkan datang ke Indonesia, lihat
perkembangan Indonesia, seeing is believing, dan mereka mengatakan,
„Ah benar, ada kemajuan ada progress‟.”131
Sehingga, dapat dikatakan seluruh usaha diplomasi ekonomi Indonesia
terhadap WEF adalah untuk mempromosikan citra positif dan potensi domestik
kepada peserta forum yang mayoritas adalah pebisnis internasional sehingga
tercipta trust building. Dengan pengetahuan yang baik mengenai citra positif dan
potensi domestik, diharapkan dapat mendatangkan ketertarikan mereka untuk
mengeksplorasi Indonesia melalui kerja sama perdagangan, kunjungan wisata,
maupun investasi. Meskipun pertemuan WEF bukan tempat untuk perjanjian
antara pemerintah dengan negara lain ataupun perusahaan internasional, namun
131
Official NET News, Satu Indonesia - Susilo Bambang Yudhoyono - Jelang Berakhirnya Masa Bakti, tersedia di; https://www.youtube.com/watch?v=-512NTyg6uI; internet, diakses 18 April 2015.
80
80
dapat berfungsi sebagai forum yang mendukung pertemuan resmi Pemerintah
Indonesia dengan elit politik dan bisnis dunia untuk meningkatkan animo dan
komitmen investasi di Indonesia. Misalnya, ketika Indonesia menjadi tuan rumah
WEF-EA ke-20 tahun 2011, perusahaan cip semikonduktor asal AS, Marvel
Technology menyatakan berkomitmen untuk berinvestasi di Indonesia di bidang
industri teknologi informasi dan komunikasi.
2. Meningkatkan Daya Saing dan Produktivitas Masyarakat
Meskipun Indonesia merupakan negara yang terbesar di ASEAN, namun
daya saing Indonesia masih jauh tertinggal dengan Singapura serta dibawah
Malaysia dan Thailand. GCR WEF 2009 menempatkan Indonesia di peringkat
ke-54, jauh di bawah Singapura (peringkat ke-3), Malaysia (peringkat ke-24),
dan Thailand (peringkat ke-36)(lihat Lampiran 2). Sedangkan untuk dapat
mengambil manfaat globalisasi, perdagangan internasional dan pemasukan
investasi asing, Indonesia harus memiliki daya saing yang kuat terhadap negara –
negara lain, terutama rekan negara ASEAN lainnya. Selain meningkatkan daya
saing melalui kebijakan domestiknya, Indonesia juga berusaha mengadakan kerja
sama dengan aktor eksternal, baik negara, IGOs, maupun NGOs untuk
meningkatkan daya saing dan produktivitas masyarakatnya.
Pemerintah Indonesia berusaha meningkatkan daya saingnya dengan
melaksanakan kerja sama kemitraan publik-swasta dengan WEF di bidang
pertanian, Partnership Indonesia‟s Sustainable Agriculture (PISAgro). PISAgro
dengan objek utama petani kecil merupakan usaha Pemerintah dan perusahaan
81
81
swasta untuk meningkatkan produktivitas dan pendapatan petani kecil serta
pengurangan emisi gas rumah kaca. PISAgro secara resmi diumumkan oleh
Indonesia melalui Wakil Menteri Pertanian Bayu Krisnamurthi dan Wakil
Menteri Perdagangan Mahendra Siregar pada salah satu sesi pertemuan WEF-EA
2011. Selanjutnya, PISAgro berdiri secara resmi pada tanggal 20 April 2012,
dengan didukung oleh tujuh perusahaan, diantaranya; Nestle, Sinar Mas,
Indofood, Unilever, Bayer Indonesia, Syngenta Indonesia, dan McKinsey
Indonesia.132
Kemitraan PISAgro bagi Indonesia merupakan hal yang penting untuk
menjawab permasalahan pertaniannya. Guru Besar Ekonomi Pertanian dari
Universitas Lampung Prof. Dr. Bustanul Arifin yang memprediksi bahwa
produksi tanaman pangan Indonesia pada tahun 2050 akan menurun 27,1%.
Sebagaimana data BPS, produksi tanaman pangan domestik dalam 10 tahun
terakhir memperlihatkan tren penurunan. Misalnya, produksi kedelai menurun
40% dari 1,4 juta ton pada tahun 1999 menjadi 851 ribu ton pada tahun 2011.
Meskipun produksi padi dan jagung telah meningkat, tetapi belum mampu
memenuhi permintaan domestik. Di sisi lain, tingkat permintaan untuk produk
makanan dalam 10 tahun terakhir telah meningkat hampir 100% dari 4,62
gr/kapita pada tahun 1999 menjadi 8,03 gr/kapita pada tahun 2010. 133
Jumlah
132
PISAgro, First Anniversary of PISAgro News, (Jakarta: PISAgro, 2013), 1. tersedia di http://pisagro.org/wp-content/uploads/2013/05/PISAgro_News_Issue_3.pdf; internet, diakses 6 Desember 2014. 133
PISAgro, First Anniversary of PISAgro News, (Jakarta: PISAgro, 2013), 2.
82
82
penduduk Indonesia pada tahun 2010 adalah sebanyak 238 juta jiwa.134
Dengan
pertumbuhan penduduk sebesar 1,48% per tahun, penduduk Indonesia
diperkirakan akan mencapai sekitar 400 juta jiwa pada tahun 2050. Sedangkan
para petani sebagai produsen, masih menghadapi masalah produksi karena
kekurangan lahan dan air, infrastruktur yang tidak memadai, dan kurangnya
akses ke input dan kredit.
Di sisi lain, Kementerian Pertanian dalam melaksanakan program
pelatihan dan bantuan pertanian mengaku masih mengalami keterbatasan SDM
dengan dihadapkan pada jumlah petani yang besar. Kementerian Pertanian juga
membutuhkan kerja sama dengan swasta yang telah memiliki teknologi yang
lebih mapan dan bekelanjutan, yang selanjutnya juga dapat menjadi contoh
program Pemerintah di masa berikutnya. Dengan demikian, kemitraan publik-
swasta WEF diharapkan memenuhi kebutuhan program Pemerintah untuk
meningkatkan daya saing, produktivitas, dan kesejahteraan petani.135
Dengan demikian, PISAgro merencanakan langkah-langkah untuk
menjamin ketersediaan pangan dunia yang keberlanjutan dengan menetapkan
inovasi visi 20-20-20. Visi 20-20-20 adalah secara bersamaan melakukan upaya
untuk meningkatkan produktivitas pertanian hingga 20%, menurunkan emisi
karbon hingga 20%, dan meningkatkan pendapatan para petani kecil hingga 20%
setiap periodenya. Visi tersebut ditetapkan untuk mengintegrasikan keamanan
134
BPS, Jumlah dan Distribusi Penduduk; tersedia di; http://sp2010.bps.go.id/; internet, diakses pada 15 Desember 2015. 135
Wawancara dengan Kementerian Pertanian.
83
83
pangan dan nutrisi, lingkungan yang berkelanjutan, dan peluang ekonomi secara
bersama – sama.136
Dalam WEF-EA 2011, telah disepakati bahwa pelaksanaan PISAgro
didasarkan pada pertukaran informasi antara pemerintah dan pelaku sektor swasta.
Wakil Menteri Perdagangan Mahendra Siregar, menyatakan bahwa Kementerian
Perdagangan akan menindaklanjuti kerja sama ini dengan menyusun standar
ketahanan pangan nasional. Standar ketahanan pangan ini akan diutamakan bagi
kepentingan nasional, sebelum ditujukan pada ketahanan pangan kawasan dan
dunia. Delegasi WEF menyatakan komitmennya untuk meningkatkan
produktivitas, pendapatan, dan akses informasi demi penguatan pertanian
Indonesia. Begitu pula dengan para mitra perusahaan swasta, misalnya, CEO
Nestle Indonesia Arshad Chaudhry berkomitmen untuk meningkatkan
produktivitas susu lokal sehingga mengurangi ketergantungan masyarakat dari
susu impor.137
Kerja sama PISAgro mencakup 11 unsur, yaitu; beras, sawit,
jagung, kedelai, kentang, kakao, susu, kopi, hortikultura, karet, dan pembiayaan
pertanian.
Pada Oktober 2014, PISAgro telah berhasil melibatkan 18 perusahaan
internasional maupun nasional dan mampu meningkatkan produktivitas dan
pendapatan 53.405 petani kecil. Misalnya, dari sektor beras, PISAgro telah
136
PISAgro, History, tersedia di http://pisagro.org/about-us/history/; internet, diakses 7 Desember 2014. 137
Ipot News, World Economic Forum Sepakat Kembangkan Pertanian Indonesia, tersedia di; https://www.ipotnews.com/m/article.php?jdl=World_Economic_Forum_Sepakat_Kembangkan_Pertanian_Indonesia&level2=&level3=&level4=INDONESIA&news_id=311213&group_news=CLIPPING&taging_subtype=INDONESIA&popular=&search=y&q=INDONESIA; internet, diakses pada 7 Mei 2015.
84
84
membina 2.196 petani dengan peningkatan produktivitas sebesar 16%,
peningkatan pendapatan sebesar 30%, dan menurunkan gas CO2 hingga 4.54
ton/ha. Sedangkan sektor Coklat, PISAgro telah mendirikan 229 sekolah lapangan
dengan 6.151 petani binaan, berhasil meningkatkan produktivitas sebesar 67%
dan pendapatan sebesar 75%.138
Pada Mei 2014, WEF mencatat keberhasilan
PISAgro dengan angka rata – rata peningkatan produktivitas dan pendapatan
petani binaan sebesar 17%, penurunan penggunaan air sebesar 20% dan
penurunan gas metana sebesar 0,04 ton/ha.139
3. Mempromosikan Peningkatan Regionalisme ASEAN
Pada WEF-EA 2011, Sebagaimana politik luar negeri Indonesia yang
selalu mendukung integrasi kawasan Asia Tenggara dalam wadah ASEAN,
Indonesia terus berusaha meningkatkan kekompakan anggota ASEAN dan
mempromosikan peran ASEAN dalam arsitektur kawasan Asia Timur. Ketika
Profesor Schwab membacakan pertanyaan bagaimana masa depan integrasi
ASEAN, Presiden SBY menjelaskan bahwa integrasi ASEAN terus mengalami
peningkatan dan kemajuan dan berusaha menjadi pusat kawasan di sekitarnya,
baik di bidang ekonomi maupun politik-keamanan. Sebagaimana pernyataannya:
“ASEAN will be getting stronger, more cohesive, and
economically more integrated. Under new charter, we endeavor to pay a
138
PISAgro, Working with Smallholder Farmers: Feeding People, Maintaining Economic Growth, Protecting Environment, tersedia di; http://pisagro.org/wp-content/uploads/2014/10/FA-PISAgro-Brochure_Oct2014.pdf; internet, diunduh pada 27 Febuari 2015. 139
Kavita Prakash-Mani, Tania Tanvir, How can we strengthen food security in South-East Asia?, tersedia di https://agenda.weforum.org/2014/05/future-agriculture-east-asia/; internet, diakses pada 9 Desember 2015.
85
85
big community, the ASEAN community, that is Essence an economic
community, a socio-cultural community, and also political and strategic
community. Of course ASEAN is not the same as European Union but one
thing – ASEAN today is more structured, more rules-based, more unified
and having better policy coordination. Our strategic long term agenda –
ASEAN wants to be strong pillar, important pillar in the region, the
economic pillar. ASEAN wants to be playing more important roles in
mantaining peace, stability, and order in the region especially in the
Pasific Asia region.”140
Pada WEF-EA 2012 di Thailand, Presiden SBY menyampaikan
pandangannya mengenai tema diskusi “Shaping the Region Future to Trough
Connectivity” bahwa konektivitas kawasan ASEAN dan Asia Timur yang
merupakan ASEAN serta delapan negara lain di sekitarnya, berusaha untuk
mengatasi masalah ekonomi yang sedang terjadi, mengatasi kesenjangan
ekonomi antar negara, mencapai kawasan yang stabil, pertumbuhan ekonominya
kuat, berkelanjutan, dan merata, serta memiliki harmoni dan persahabatan. Ia
menyatakan bahwa baik ASEAN maupun Asia Timur berusaha menciptakan
arsitektur ekonomi kawasan lebih baik dan kompetitif.141
Menteri Perdagangan Mari menjadi salah satu panelis sesi diskusi WEF-
EA 2010 yang bertema “Rethinking Asia's Leadership Agenda”. Ia menjelaskan
bahwa kawasan ASEAN benar-benar sedang mengalami kemajuan dalam
integrasi kawasan ekonomi serta telah menjadi pasar yang penting bagi Amerika
dan Eropa, sebagai pusat gravitasi ekonomi ketiga di dunia yang perlu
140
World Economic Forum, East Asia 2011 - Opening Ceremony with President Susilo Bambang Yudhoyono. 141
World Economic Forum, East Asia 2012 - Opening Ceremony, tersedia di; https://www.youtube.com/watch?v=JyKNrq3lnTk; internet, diakses pada 20 September 2015.
86
86
diperhitungkan setelah Cina dan India.142
Pada WEF-EA 2013, dalam diskusi
bertema “A Blueprint for Sustainable Tourism”, Mari menjadi panelis diskusi
dengan kapasitasnya sebagai Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif. Ia
menjelaskan penting bagi negara – negara ASEAN memprioritaskan pariwisata
sebagai komoditas penting dalam berkontribusi bagi pertumbuhan ekonomi,
yaitu dengan; (1) membuat sebuah branding ASEAN sebagai satu kesatuan
destinasi, (2) mengadakan koordinasi kebijakan negara-negara ASEAN untuk
meningkatkan mobilitas dalam lingkup ASEAN, serta (3) membuat standarisasi
hotel dan SDM.143
Indonesia sebagai negara terbesar ASEAN dalam hal wilayah maupun
jumlah penduduk tidak hanya menjadi bargaining position secara politik
kawasan, namun juga menjadi peluang besar untuk mencapai keuntungan yang
lebih dibandingkan negara lain. Dengan terbentuknya Masyarakat Ekonomi
ASEAN (MEA), maka ASEAN akan menjadi pasar potensial dunia setelah Cina
dan India dengan memiliki 8% dari jumlah penduduk dunia. Terlebih Indonesia
merupakan negara penduduk terbesar dengan memiliki 40% total penduduk
ASEAN. Dengan modal tenaga kerja yang besar, Indonesia dapat meningkatkan
keuntungan melalui kerja sama perdagangan dan investasi.144
Selain itu, dengan mengintegrasikan ekonominya dalam kawasan
ASEAN, Indonesia juga memiliki peluang yang lebih baik untuk
142
World Economic Forum, Vietnam 2010 - Rethinking Asia's Leadership Agenda, tersedia di; https://www.youtube.com/watch?v=-tp0W-aNkd0; internet, diakses pada 14 Oktober 2015. 143
World Economic Forum, Myanmar 2013 - A Blueprint for Sustainable Tourism, tersedia di; https://www.youtube.com/watch?v=SaPiT9tdwao; internet, diakses pada 6 November 2015. 144
Departemen Perdagangan Republik Indonesia, Menuju ASEAN Economic Community, 74.
87
87
mempromosikan sektor-sektor yang potensial menyumbang perekonomiannya,
seperti pariwisata. Dari komposisi wilayah maupun penduduk yang terbesar
dibanding negara ASEAN lain, maka ini akan membuka peluang yang besar bagi
investor maupun masyarakat dunia untuk dapat melakukan kerja sama dengan
indonesia, mengeksplorasi destinasi – destinasi pariwisata Indonesia yang
memiliki keragaman, sebagai nilai tambah, yang tidak hanya berdasar pada
faktor geografis namun juga multi-etnis yang masing – masing memiliki ciri khas
yang berbeda.
4. Meningkatkan dukungan bagi diplomasi Indonesia di dalam Kerja Sama
Multilateral
Dalam sejumlah pidato Presiden maupun keterlibatan sejumlah elit politik
lainnya memperlihatkan usaha untuk mempromosikan diplomasi Indonesia
dalam forum kerja sama multilateral. Ada beberapa agenda WEF yang sejalan
dengan tujuan diplomasi Indonesia dalam forum multilateral, seperti
merestrukturisasi lembaga keuangan global IMF dan World Bank, mencapai
kesepakatan perdagangan Putaran Doha, dan meningkatkan dukungan
internasional terhadap peran G20. Dalam penelitian ini, pembahasan akan secara
khusus membahas mengenai diplomasi Indonesia dalam pertemuan WEF untuk
menggalang dukungan terhadap G20.
Indonesia setidaknya memiliki kepentingan strategis dalam
keanggotaannya di dalam forum kerja sama ekonomi G20. Kepentingan tersebut
diantaranya; (1) untuk terlibat mengkonsolidasikan pemulihan ekonomi pasca
88
88
krisis dan berkontribusi pada pembentukan arsitektur ekonomi global yang tahan
terhadap krisis ekonomi yang mungkin terjadi di masa depan, (2) untuk
meningkatkan daya saing nasional melalui citra G20 sebagai klub besar, yang
selanjutnya akan meningkatkan citra Indonesia sebagai negara tujuan investasi
yang baik, (3) serta untuk memajukan citra Indonesia sebagai jembatan Barat dan
Islam di masyarakat internasional yang akan menimbulkan dukungan atas peran
Indonesia dalam kerja sama global serta citra sebagai negara demokrasi muslim
moderat yang juga akan mendatangkan investasi bagi perekonomian
Indonesia.145
Mengenai sikap WEF terhadap kerja sama G20, WEF berusaha
menyerukan dukungan masyarakat internasional terhadap perannya melalui
sejumlah pertemuannya dengan tema khusus seperti di Pertemuan Tahunan WEF
2011. Bahkan, sebelumnya WEF telah menjadi mitra penting dalam membantu
mengembangkan konsep G20 dalam sebuah sesi diskusi pada Pertemuan
Tahunan WEF 1998. Para peserta forum membicarakan mengenai bagaimana
solusi dari krisis keuangan global tahun 1998 yang berdampak terhadap dunia,
terutama negara-negara berkembang. Salah satu wacana yang didiskusikan di
diskusi adalah bagaimana mengintegrasikan negara-negara berkembang dan
negara-negara maju ke dalam sebuah badan yang sekarang dikenal dengan G20.
Setelah beberapa tahun dari pertemuan tahun 1998 tersebut, Schwab
mengusulkan meningkatkan pertemuan G20 menjadi sebuah pertemuan puncak
global. Pada akhirnya, dalam KTT G20 pada September 2009, diputuskan bahwa
145
Yulius P Hermawan(koordinator), Proyek Riset G-20: Peran Indonesia dalam G-20: Latarbelakang, Peran, dan Tujuan Keanggotaan Indonesia, 42
89
89
G20 menggantikan peran G8 sebagai sebuah forum internasional utama untuk
mengelola isu – isu ekonomi global.146
Sehingga Indonesia memiliki kesempatan yang baik untuk bersama
dengan anggota G20 dan WEF berusaha untuk mempromosikan dukungan atas
peran G20 sebagai sebuah forum internasional utama untuk mengelola isu – isu
ekonomi global kepada seluruh peserta baik pebisnis, elit politik, serta tokoh
masyarakat yang berasal dari negara anggota maupun non-anggota G20. Presiden
SBY dalam Pertemuan Tahunan WEF 2011, menyatakan komitmennya untuk
mendukung program dan kesepakatan G20 bersama dengan anggota lainnya.
Selanjutnya, ia berusaha meyakinkan kepada seluruh peserta WEF-EA 2011
bahwa keanggotaan Indonesia dalam G20 adalah untuk mewakili aspirasi negara
berkembang, sebagaimana pernyataannya:
“We in the G20 are representing developed nations, emerging
economies as well as developing nations. So actually the forum should be
able to accommodate to identify the real issue of our economy, the global
economy I mean. And the G20 should also understand the interest of all
nations – the developed, developing, as well as emerging countries... And
a country like Indonesia and other developing nations that are part of the
G20 can also express the constant interest of developing nations such as
the issues of development, narrowing the gap of development, financial
inclusion, combating poverty, and others.”147
Sedangkan, Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu berkesempatan
terlibat diskusi dalam keterlibatannya dalam sesi diskusi bertema “The G20 and
Global Economic Governance” pada pertemuan tahunan WEF di Cina, Pertemuan
146
World Economic forum, The World Economic Forum - A Partner in Shaping History, (Jenewa: World Economic Forum, 2009), 154. 147
World Economic Forum, East Asia 2011 - Opening Ceremony with President Susilo Bambang Yudhoyono.
90
90
Tahunan Juara – Juara Baru 2010 di pada September 2010. Ia bersama dengan
panelis lain seperti Penasehat Khusus IMF Min Zhu, Group CEO Zurich Financial
Services Swiss Martin Senn, Menteri Perindustrian Kanada, Wakil Menteri Luar
Negeri RRC Cui Tiankai membahas Bagaimana G20 dapat membangun kembali
kepercayaan di pasar keuangan dan pemerintahan ekonomi global dengan cara
yang tidak hanya inklusif, tetapi juga mempersiapkan dengan lebih baik ekonomi
global untuk tantangan masa depan.148
Ia menyatakan bahwa hal yang pertama
untuk pertemuan KTT G20 Seoul adalah komitmen para pemimpin untuk
menjalankan apa kesepakatan yang telah dicapai. Selanjutnya, Mari menyebutkan
proritas utamanya dalam pertemuan KTT Seoul G20 di Korea pada November
2010. Dua proritas utama tersebut antara lain agenda pembangunan dan global
financial safety net.149
Ia juga menyatakan Indonesia berusaha mewakili
kepentingan negara – negara Asia Tenggara. Yaitu, sebelum KTT G20, Indonesia
melakukan konsultasi kepada negara – negara ASEAN lain untuk mendapatkan
input yang bermanfaat.150
Sebelumnya, Singapura melalui surat pernyataannya yang ditujukan pada
PBB menyatakan sikapnya mengenai G20 sebagai sebuah kritik bahwa G20 tidak 148
World Economic Forum, Livestream Programme of the Annual Meeting of the New Champions, tersedia di; https://agenda.weforum.org/2010/09/livestream-programme-of-the-annual-meeting-of-the-new-champions/; internet, diakses 26 Desember 2015. 149
Global financial safety net merupakan sebuah mekanisme jaringan yang terdiri dari instrumen asuransi dan pinjaman yang ditujukan untuk mengatasi arus modal global bergejolak. Ini merupakan mekanisme respon krisis ekonomi yang diserukan negara berkembang di KTT G20 di Seoul. Lihat di Lan lan, S. Korea calls for global financial safety net, tersedia di; http://usa.chinadaily.com.cn/2010-09/29/content_11366309.htm; internet, diakses pada 28 Desember 2015. 150
World Economic Forum, Tianjin 2010 - The G20 and Global Economic Governance - YouTube; tersedia di; https://www.youtube.com/watch?v=o2R8IUEJ5Gs&index=19&list=PLEC0F13DEBB3C5766; internet, diakses pada 24 Oktober 2015.
91
91
boleh menjadi tandingan kerja sama yang sudah mapan dan memiliki legitimasi
yang kuat. Yaitu bahwa G20 sebagai organisasi pelengkap dari organisasi global
seperti PBB dan untuk menegaskan pengakuannya itu, cara proses, keputusan, dan
tindakan G20 seharusnya sesuai dengan dan memperkuat keputusan PBB.151
Sedangkan dalam pertemuan WEF-EA 2011, PM Singapura Lee Hsien Loong
menyatakan sikap yang positif dan dukungan terhadap G20. Menurutnya, G20
memiliki komposisi yang lebih sedikit dibanding PBB, sehingga lebih mudah
mencapai kesepakatan, sebagaimana pernyataan sebagai berikut:
“Well, I think the G20 is a practical compromise. The world‟s
problems are complex and interrelated – we are all involved one way or
the other. If you have all 200 odd countries in the world involved in a
conference, the meeting never end. On the other hand if you have just a
handful of countries involved settling things for everybody else, the
solutions will not be accepted. So some way in between the two we have to
find the right compromise to have key participants represented, everybody
feels he has a look in directly or indirectly, and able to reach some
consensus as to the right way forward. And the G20 is an effort to do this,
it‟s bigger than the G8, and it‟s much smaller than the whole of the
UN.”152
B. Analisis Kepentingan Diplomasi Ekonomi Indonesia terhadap WEF
B. 1. Pelaksanaan Politik Luar Negeri Indonesia Presiden SBY Neoliberal
Institusionalis: Sebuah Jalan bagi Analisis Pluralisme Liberal
Penggunaan doktrin “million friends zero enemy” dan “all direction
foreign policy” selain sebagai prinsip dalam pelaksanaan politik luar negeri
Indonesia, juga secara nyata telah menjadi instrumen diplomasi untuk mencapai
151
Yulius P Hermawan(koordinator), Proyek Riset G-20: Peran Indonesia dalam G-20, 29-30. 152
World Economic Forum, East Asia 2011 - Opening Ceremony with President Susilo Bambang Yudhoyono.
92
92
kepentingan nasional. Yaitu, ketika Indonesia memperkenalkan doktrin – doktrin
tersebut sebagai dasar kebijakan luar negerinya, sesungguhnya pada saat yang
sama, Indonesia membangun citra atas karakter politik luar negerinya yang cinta
damai, persahabatan, dan kerja sama. Ini adalah strategi diplomasi yang sengaja
dilakukan agar menimbulkan ketertarikan dan kepercayaan publik internasional
untuk mendukung kerja sama dan jaringan Indonesia di dunia internasional.
Dengan kata lain, penggunaan doktrin tersebut tidak lain adalah nation-
branding Pemerintah Indonesia untuk mempromosikan persepsi positif dunia
terhadap Indonesia. Aleksisus Jemadu menjelaskan nation-branding adalah
“upaya suatu bangsa untuk mendefinisikan dirinya baik kepada rakyatnya sendiri
maupun dalam pergaulan internasional dengan menonjolkan keunggulan nilai-
nilai atau budaya yang dimilikinya dengan tujuan untuk menciptakan pengaruh
internasional yang sangat diperlukan untuk mencapai tujuan politik luar negeri
dan diplomasi secara umum”.153
Menurut Aleksius Jemadu, Indonesia perlu
mengagendakan nation-branding menjadi kebijakan Pemerintah yang secara
sungguh – sungguh memproyeksikan citra Indonesia di dunia internasional.154
Sehingga, doktrin “million friends zero enemy” yang sering dipromosikan pidato
Presiden SBY di forum pertemuan maupun konferensi merupakan counter citra
negatif Indonesia yang telah tersebar lebih masif ke seluruh dunia lewat media
informasi.
Dilihat dari pemaknaan dan pelaksanaan doktrin “million friends zero
enemy” dan “all direction foreign policy”, sesungguhnya prinsip dasar bagi
153
Aleksius Jemadu, Politik Global dalam Teori dan Praktek, 52. 154
Ibid., 117.
93
93
pelaksanaan politik luar negeri Indonesia pada masa pemerintahan Presiden SBY
dapat dikatakan sejalan dengan paham neoliberal institusionalisme dalam studi
Hubungan Internasional. Dalam pemaknaan doktrin tersebut, terdapat
kesinambungan antara Pemerintah nilai – nilai politik luar negeri Indonesia
dengan nilai – nilai global yang bersifat universal dan sesungguhnya telah
dikenal oleh masyarakat dunia seperti cinta damai, moderat, dan terbuka.
Misalnya, prinsip doktrin “million friends zero enemy” memiliki korelasi
dengan prinsip liberal yang telah ada dan dikenal luas di dunia, yaitu prinsip
menghindari perang yang terdapat dalam perjanjian Liga Bangsa-Bangsa serta
prinsip menjaga perdamaian dari PBB. Sebagaimana dijelaskan oleh Siswo
Pramono, bahwa istilah “zero enemy” dari doktrin “million friends zero enemy”
memiliki relevansi dengan maksud “zero-aggression principle” oleh Murray N.
Rothbard. Dalam artikelnya berjudul “War, Peace, and the State” (1963),
Rothbard berpendapat dari perspektif libertarian, bahwa “zero-aggression
principle” diartikan dengan tidak ada satu entitas pun yang diperbolehkan
mengancam atau melakukan kekerasan atau agresi terhadap pihak lain termasuk
propertinya. Kekerasan boleh dilakukan hanya sebagai bentuk pembelaan diri
terhadap pihak lain yang melakukan kekerasan atau agresi.155
Dalam prakteknya, sikap Pemerintah Indonesia yang memegang prinsip
doktrin “million friends zero enemy” yang tidak hanya dipromosikan ke dunia
eksternal, namun juga dipromosikan dalam tingkat domestik. Presiden SBY
sebagai tokoh yang meletakkannya sebagai prinsip dasar kebijakan luar negeri 155
Siswo Pramono, ‘A million friends’ diplomacy, tersedia di; http://www.thejakartapost.com/news/2010/06/13/%E2%80%98a-million-friends%E2%80%99-diplomacy.html; internet, diakses 29 April 2015.
94
94
Indonesia, sering memperingatkan kepada para elit politik dan parlemen untuk
mempertimbangkan secara matang sebelum memutuskan untuk berperang
dengan negara lain. Menurutnya, perang adalah sesuatu yang mahal, yaitu
memiliki dampak tidak hanya dalam materi, namun juga non-materi berupa
kesengsaraan bagi tentara, keluarganya, dan rakyat secara luas. Sehingga ia
senantiasa menyukai perdamaian dan menolak kecenderungan menyelesaikan
masalah internasional dengan perang.156
Pemahaman ini sesuai dengan pendapat
liberalisme yang berpendapat bahwa negara-negara di dunia senantiasa
menginginkan perdamaian dan menghindari perang, dan juga bahwa perang
adalah keputusan yang tidak rasional.
Dalam acara Foreign Policy Breakfast pada tanggal 19 Agustus 2008,
Presiden SBY telah menyatakan bahwa dunia lebih memperlihatkan sikap
realisme bukan liberalisme ataupun idealisme.157
Meskipun demikian, dalam
beberapa pidato resminya, Presiden SBY maupun Menteri Luar Negeri Marty
Natalegawa menyerukan makna metafora “navigating turbulence ocean”, yaitu
dimana beberapa wilayah dunia memperlihatkan kecenderungan konflik dan
dapat memicu perang, namun dapat dikelola dengan mewujudkan dynamic
equilibrium, yaitu sebuah kondisi kawasan yang stabil, damai, dan kooperatif
dalam masa yang berkelanjutan. Dapat dikatakan metafora ini memiliki
kemiripan asumsi neoliberalisme mengenai kondisi anarki dari sistem
internasional. Selain itu, Indonesia juga memiliki komitmen untuk selalu
156
Susilo Bambang Yudhoyono, SBY, Selalu Ada Pilihan: Untuk Pecinta Demokrasi dan Para Pemimpin Indonesia Mendatang, 739-740. 157
Mohammad Shoelhi, Op. Cit., 205-206.
95
95
mendukung peran PBB sebagai lembaga internasional yang utama dalam
mendorong kerja sama multilateralisme negara-negara di dunia.
Hal ini memiliki kesamaan pandangan Keohane mengenai teori
interdependensi kompleks dengan mengarahkan analisisnya pada institusi
internasional. Yaitu bahwa negara-negara seharusnya senantiasa meningkatkan
kemakmuran dengan mengedepankan kerja sama dalam kondisi dunia yang
anarki. Selanjutnya, institusi internasional memfasilitasi kerja sama mereka
dengan menjamin komitmen bersama yang dapat dipercaya.158
Menurut Andi Widjayanto, cara pandang dan berperilaku politik luar
negeri Indonesia menolak asumsi Realis yang berpendapat bahwa proliferasi
persenjataan militer untuk pertahanan oleh suatu negara mengakibatkan ancaman
bagi negara lain disekitarnya. Untuk Indonesia, modernisasi kekuatan militer
yang dilakukannya adalah upaya untuk menjaga keamanan nasional dan
kawasannya, bukan untuk menimbulkan ketegangan dan kecurigaan dalam
kawasan. Andi berpendapat bahwa proliferasi militer yang dilakukan oleh
Indonesia dalam norma-norma sebagai negara demokrasi dalam hal ini lebih
mencerminkan paradigma neoliberalisme institusional dibanding paradigma
realisme.159
Selain itu, Indonesia konsisten melaksanakan politik luar negerinya yang
didominasi oleh penggunaan soft power diplomacy, sebuah pendekatan diplomasi
yang dianjurkan oleh neoliberalis Joseph Nye. Penggunaan soft power diplomacy
158
Robert Jackson dan George Sorensen, Op. Cit., 168-169. 159
Andi Widjajanto, ASEAN Security Community vs Minimum Essential Force, tersedia di; http://www.thejakartapost.com/news/2011/11/24/asean-security-community-vs-minimum-essential-force.html; internet, diakses 14 juni 2015.
96
96
memberikan beberapa informasi penting dalam pelaksanaan politik luar negeri
Indonesia. Yang pertama, pada level pemerintah atau diplomasi Goverment to
Government (G to G), politik luar negeri dijalankan dengan mengedepankan
tindakan kooperatif dan kolaboratif untuk mencapai manfaat bersama antar aktor
negara dalam hubungan internasional.
Sebagai contohnya, Pemerintah Indonesia melaksanakan pendekatan G to
G secara intensif kepada elite Pemerintah Myanmar untuk mengubah pola
pandang dan kebijakan pemerintahan yang otoriter. Dalam hal ini Indonesia
memiliki sumber soft power diplomacy dengan kapasitasnya sebagai sesama
anggota ASEAN. Meski negara-negara Barat meragukan pendekatan soft power
diplomacy tersebut, namun pendekatan G to G tersebut terbukti menjadi salah
satu faktor pendukung bagi transformasi Myanmar pada tahun 2010.160
Kedua, Pemerintah Indonesia menempatkan masyarakat sebagai entitas
yang berperan penting dalam pelaksanaan strategi total diplomacy yang
dipromosikannya. Pemerintah melalui Direktorat Diplomasi Publik Deplu
mengadakan program untuk meningkatkan diplomasi Indonesia berbasis People
to People untuk mempromosikan sumber – sumber diplomasi soft power seperti
kebudayaan, seni, bahasa, dan karakter kebangsaan kepada masyarakat dunia.
Dalam diplomasi publik tersebut, doktrin All direction foreign policy
memproyeksikan bahwa Indonesia terbuka untuk mengembangkan kerja
samanya tidak hanya dengan aktor negara atau IGO, tetapi NGO, kelompok
agama dan sosial politik lintas batas negara. Sebagaimana pengakuan Presiden 160
A. Bakir Ihsan, Zaenal A. Budiyono, Pemimpin Dipuji dan Dicaci: Realitas Demokrasi Indonesia Kini, (Jakarta: Penerbit Expose, 2013), 103. Lihat juga Susilo Bambang Yudhoyono, SBY, Selalu Ada Pilihan: Untuk Pecinta Demokrasi dan Para Pemimpin Indonesia Mendatang, 20-21.
97
97
SBY dalam pidatonya di depan ICWA pada tanggal 19 Mei 2005, bahwa penting
bagi Indonesia meningkatkan konektivitasnya dengan masyarakat dunia, baik
negara, IGOs, aktor bisnis, NGOs, dan aktor internasional lain.
Kedua unsur dalam penggunaan soft power diplomacy di atas
sesungguhnya sejalan dengan rangkaian asumsi dasar liberal. Yang pertama,
liberalis meyakini bahwa individu ataupun negara senantiasa memiliki
kepentingan sebagai insentif untuk membuat kerja sama yang saling
menguntungkan. Kedua, Liberal berpendapat bahwa negara terbentuk untuk
menjamin kebebasan warga negaranya untuk mencapai kemakmurannya. Dan
oleh proses modernisasi, lingkup kerja sama individu-individu untuk mencapai
kemakmuran diperluas, dari hanya lingkup domestik menjadi lintas batas
intarnasional. Pada akhirnya, ini membuat proporsi aktor internasional tidak
hanya didominasi oleh aktor negara saja, namun juga aktor non-negara dengan
tipe lebih beragam/plural. Dengan demikian penekanan tersebut membuat
pemikiran liberal dikenali dengan istilah “pluralisme”.161
Untuk dapat menghadapi permasalahan kompleks yang dihadapinya saat
ini yang digambarkan dengan metafora “navigating turbulent ocean”,
Pemerintah Indonesia melaksanakan politik luar negeri bebas aktif secara
konsisten dengan doktrin “million friends zero enemy” dan “all direction foreign
policy”. Sehingga pada masa pemerintahan ini, Indonesia aktif untuk
meningkatkan hubungan yang erat dengan cara menyebarkannya kepada semua
pihak. Tindakan ini merupakan sikap yang diperlukan untuk merespon kondisi
161
Robert Jackson and Sorensen, 141-144.
98
98
dunia yang cenderung turbulent „bergejolak‟ dan aktor – aktor saling terjadi
interdependensi.162
Hal ini sesuai dengan kondisi yang dijelaskan Pluralisme
Liberal dalam hubungan internasional kontemporer, bahwa hubungan antar aktor
semakin kompleks terhubung satu sama lain, yang digambarkan seperti jaring
laba – laba. dimana peningkatan hubungan ke semua aktor adalah sebagai sebuah
tindakan rasional dimana tidak dapat dipastikan secara absolut hubungan
(simpul) mana yang memiliki kekuatan terbaik, baik dengan negara manapun,
IGOs, NGOs, MNCs, dan masyarakat dunia.
B. 2. Analisis Kepentingan Ekonomi dalam Diplomasi Ekonomi Indonesia
tehadap WEF periode 2009-2014
WEF merupakan NGO yang tidak hanya dikenal dalam mempromosikan
perdamaian dunia, namun juga media bagi negara – negara untuk
mempromosikan potensi domestik mereka agar mendatangkan manfaat bagi
perekonomian dan kesejahteraan mereka melalui peningkatan kerja sama
perdagangan dan investasi. Dengan demikian, diplomasi ekonomi Indonesia
terhadap WEF memiliki kepentingan untuk meningkatkan perdagangan,
investasi, daya saing, regionalisme, dan diplomasi ekonominya yang diadakan di
forum multilateral.
162
Ziyad Falahi, Memikirkan Kembali Arti Million Friends Zero Enemy dalam Era Paradox of Plenty, tersedia di; http://journal.unair.ac.id/download-fullpapers-10%20Ziyad%20Falahi%20-%20Memikirkan%20Kembali%20Arti%20Million%20Friends%20Zero%20Enemy%20dalam%20Era%20Paradox%20of%20Plenty%20(1).pdf; internet, diakses pada 18 Desember 2015.
99
99
Neoliberal berpendapat bahwa negara berkembang membutuhkan
semakin banyak perdagangan dengan negara lain, peningkatan investasi yang
masuk ke dalam negeri, serta pembukaan pasar distribusi SDM. Dengan
meningkatkan perdagangan bebas, negara dapat meningkatkan produktivitas
perusahaan domestik, meningkatkan masuknya teknologi asing, serta mendorong
efisiensi pasar dan industri yang kompetitif. Meskipun perdagangan bebas tidak
dapat dibuktikan secara absolut memiliki hubungan positif dengan kemakmuran
suatu bangsa, namun kenyataan di dunia saat ini membuktikan bahwa negara –
negara yang berhasil meningkatkan standar hidup dalam perekonomian global
adalah mereka yang melakukan banyak perdagangan bebas seperti Jepang, Korea
Selatan, Taiwan, dan Cile. Secara antagonistik, di zaman modern saat ini tidak
ditemukan negara yang berhasil meningkatkan standar hidup global dengan
menutup arus keluar masuk perdagangan dan modal.163
Selain itu, investasi dibutuhkan untuk membuat proyek infrastruktur
yang masih kurang, yang selanjutnya akan membuka banyak peluang pekerjaan.
Dengan kata lain, penyerapan tenaga kerja dari sejumlah proyek dalam negeri
merupakan salah satu usaha Pemerintah mengurangi pengangguran.
Pengangguran dalam pemahaman sederhana adalah beban bagi negara, ketika
mereka adalah konsumen aktif namun bukan produsen aktif dalam kegiatan
ekonomi. Bahkan dalam kondisi yang terburuk dapat mengakibatkan kerawanan
sosial dan kejahatan. Sebaliknya, jika semakin banyak tenaga kerja produktif,
maka akan semakin meningkatkan kegiatan ekonomi, sehingga kondisi tersebut
163
Martin Wolf, Globalisasi: Jalan Menuju Kesejahteraan (terj), (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2007), 97-98.
100
100
mengakibatkan pertumbuhan ekonomi akan semakin meningkat. Sehingga
diplomasi ekonomi Indonesia terhadap WEF di poin pertama adalah untuk
meningkatkan kerja sama perdagangan dan investasi adalah untuk kepentingan
ekonomi.
Indonesia juga berkepentingan meningkatkan daya saing masyarakatnya
agar dapat bersaing dengan masyarakat global. Bagaimanapun negara
berkewajiban untuk melindungi rakyatnya agar terhindar dari dampak negatif
globalisasi karena ketidakmampuan bersaing dengan pasar dari negara lain.
Neoiberal memberikan syarat agar negar dapat mendapatkan keuntungan dari
proses globalisasi, yaitu meningkatkan daya saingnya agar kondusif bagi
perdagangan dan keuangan global. Peningkatan daya saing membuat suatu
negara memiliki efisiensi untuk mendapatkan hasil dan keuntungan yang lebih.
Bahkan efisiensi memiliki nilai yang lebih tinggi dibanding demokrasi, karena
dapat meningkatkan kemajuan ekonomi dan standar hidup suatu bangsa dalam
dunia internasional.164
Indonesia berkepentingan untuk mendukung peningkatan regionalisme
baik dalam kerangka ASEAN. Dengan integrasi kawasan ekonomi ASEAN,
Indonesia memiliki peluang yang lebih baik untuk mempromosikan potensinya
melalui perdagangan, investasi, dan pariwisata. Hal ini menunjukan kepentingan
ekonomi Indonesia yang juga telah ditunjukannya dalam diplomasi ekonominya
di forum WEF. Integrasi ASEAN melalui pembentukan MEA merupakan usaha
peningkatan perdagangan, pemasukan investasi ke dalam negara – negara
164
Aleksius Jemadu, Politik Global dalam Teori dan Praktik, 235.
101
101
anggota, serta peningkatan jasa dan tenaga kerja untuk meningkatkan daya saing
dan kemakmuran kawasan secara merata.
Kutipan pernyataan Presiden SBY mengenai ASEAN pada WEF-EA
2011 memperlihatkan politik luar negeri Indonesia terhadap ASEAN masih
memfokuskan pada kepentingan politik keamanan kawasan dibanding ekonomi.
Hal ini sebagaimana pendapat Mahfudz Siddiq yang menyatakan perlunya
Indonesia segera memfokuskan diplomasinya untuk tujuan ekonomi dibanding
tujuan politik.165
Meskipun demikian, peningkatan kondisi sosial politik yang
stabil di kawasan Asia Timur merupakan kepentingan ekonomi yang diperluas
dari integrasi ASEAN untuk mendukung stabilitas perekonomian kawasan.
Kepentingan ini sesungguhnya telah sejalan maksud WEF yang berkepentingan
dalam peningkatan kondisi ekonomi, sosial, politik, industri, dan ekologi dunia.
Seperti dijelaskan sebelumnya bahwa pertemuan WEF juga cenderung
mengindikasikan bahwa ekonomi memiliki korelasi saling mempengaruhi
dengan kondisi sosial, politik, industri, dan ekologi yang mana mereka
berkepentingan untuk ikut andil di dalamnya, kepentingan non-ekonomi tersebut
memiliki hubungan erat tercapainya kepentingan ekonomi.
Sedangkan diplomasi ekonomi Indonesia untuk mendukung diplomasi
ekonomi lainnya dalam kerja sama multilateral, seperti G20 merupakan
kepentingan ekonomi. Dalam G20, misalnya Indonesia berusaha menyuarakan
165
Mahfudz Siddiq, Indonesia Butuh Politik Luar Negeri Berorientasi Ekonomi, Jurnal Diplomasi Volume 4 No. 1, Maret 2012, hal 17-34, tersedia di; http://www.kemlu.go.id/Tabloids/Jurnal%20Diplomasi%20Maret%202012.pdf; internet, diakses pada 18 Desember 2015.
102
102
aspirasi negara berkembang dalam antisipasi krisis ekonomi yang mungkin akan
mereka alami di masa depan melalui tercapainya kesepakatan mengenai financial
safety net. Diplomasi ekonomi Indonesia terhadap WEF dapat dikatakan
pengulangan dan pendukung diplomasinya dalam kerja sama multilateral, yang
mana para peserta forum WEF baik elit politik, pebisnis, dan tokoh masyarakat
merupakan bagian penting dalam kerja sama tersebut.166
Sebagaimana
kepentingan diplomasi Indonesia dalam forum multilateral adalah kepentingan
ekonomi, maka kepentingan diplomasi ekonomi Indonesia terhadap WEF
tersebut juga adalah kepentingan ekonomi.
Diplomasi ekonomi Indonesia terhadap WEF secara sederhana memenuhi
kriteria asas manfaat dalam bekerja sama NGO. Hal ini sebagaimana telah
digariskan melalui Keputusan Presiden Nomor 64 tahun 1999 bahwa
keanggotaan Indonesia dalam NGO internasional diharapkan dapat memberikan
manfaat secara politik, ekonomi dan keuangan, sosial dan budaya, lingkungan,
serta kemanusiaan bagi Indonesia. Manfaat secara ekonomi dan keuangan
diantaranya; mendorong pertumbuhan dan tercapainya stabilitas ekonomi yang
keberlanjutan, meningkatkan daya saing dan produktivitas nasional, menyerap
ilmu pengetahuan dan teknologi, meningkatkan kapasitas nasional dalam upaya
166
Pebisnis ikut terlibat dalam proses KTT G20 melalui pelaksanaan KTT B20 yang diadakan mengikuti pelaksanaan KTT G20. Lihat di Cannes B20 Business Summit, B20/G20 : the interactions, tersedia di; http://www.b20businesssummit.com/b20/interaction; internet, diakses pada 30 Desember 2015. WEF juga terlibat dalam proses KTT G20 melalui inisiatif publik swasta untuk melawan korupsi. Lihat di World Economic Forum, Partnering Against Corruption Initiative, tersedia di; http://www.weforum.org/community/partnering-against-corruption-initiative-0?type=report; internet, diakses pada 30 Desember 2015.
103
103
pencapaian pembangunan nasional, serta mendatangkan bantuan teknis, hibah,
dan bantuan lain yang tidak mengikat.167
Sehingga diplomasi ekonomi Indonesia terhadap WEF memiliki tujuan
untuk peningkatan perdagangan dan investasi, peningkatan daya saing,
peningkatan regionalisme, dan pendukung diplomasi ekonominya yang lain di
forum multilateral dalam adalah untuk meningkatkan perekonomian nasionalnya.
Kepentingan Indonesia ini juga dapat dilihat dari sisi WEF sebagai agen
globalisasi melalui free trade dan globalisasi, yang mana mendukung aliran
bebas tapal batas negara dalam hal produk, jasa, manusia, modal, dan informasi.
Secara pragmatis, usaha pemberantasan kemiskinan dan peningkatan taraf hidup
masyarakat yang berkesinambungan melalui kolaborasi global WEF adalah
ditujukan untuk industri yang berkelanjutan. Hal ini tidak dapat dipisahkan dari
strategi bisnis perusahaan dan CSR mereka, bahwa masyarakat dunia
sesungguhnya adalah konsumen atau pasar bagi produk mereka. Sehingga, ketika
taraf hidup dan kesejahteraan masyarakat dunia meningkat, maka kemampuan
daya beli mereka juga akan meningkat. Sehingga hal ini membawa dampak
positif bagi kehidupan bisnis dan industri yang berkelanjutan. Tentu makna
inklusivitas ekonomi diperlukan, yaitu bahwa segala sesuatu yang berhubungan
atau berdampak bagi kondisi ekonomi juga merupakan aspek penting perhatian
mereka.
167
Pusat Kerja Sama Luar Negeri Kementerian Pertanian, Profil Kerja Sama Kementerian Pertanian Republik Indonesia dengan G-20, OECD, dan WEF, 1.
104
104
BAB V
KESIMPULAN
Politik luar negeri “bebas aktif” di bawah pemerintahan Presiden SBY
secara konstruktif diterjemahkan melalui metafora “navigating turbulence
ocean” untuk menentukan sikap yang relevan terhadap lingkungan eksternalnya.
Selanjutnya, pelaksanaan politik luar negeri diperkuat dengan citra positif dari
prinsip doktrin “million friends zero enemy”. Dapat dikatakan bahwa doktrin
“million friends zero enemy” merupakan hasil penafsiran dan sebagai gaya
politik luar negeri pada masa pemerintahan Presiden SBY. Doktrin ini menjadi
penjelas bagi politik luar negeri bebas aktif, pedoman bagi pelaksanaan politik
luar negeri dan diplomasi Indonesia, serta sebagai pembangun nation branding
terhadap aktor-aktor lain dalam dunia internasional mengenai citra positif
Indonesia.
Pelaksanaan doktrin “million friends zero enemy” dalam kegiatan
diplomasi ekonomi adalah peningkatan hubungan dan kerja sama dengan mitra
strategis Indonesia di bidang ekonomi. Baik dilaksanakan dalam kerja sama
multilateral, regional, dan bilateral. Pemerintah Indonesia berargumen bahwa
diplomasi ekonomi harus dilakukan dengan tanggap dan cekatan melalui kerja
sama dengan negara atau pihak manapun yang dapat mendatangkan keuntungan
ekonomi bagi Indonesia, sebuah sikap yang sesuai dengan doktrin “all direction
foreign policy”. Peningkatan jumlah friends „mitra‟ dalam hubungan baik dan
kerja sama Indonesia dapat diartikan sebagai peningkatan market „pasar‟-nya.
105
105
Sehingga secara pragmatis, “million friends” juga dapat diartikan sebagai
“million markets”.
Mitra kerja sama Indonesia yang penting tidak hanya dari negara saja,
namun aktor lain selain negara seperti NGO internasional WEF. WEF
merupakan NGO yang beranggotakan perusahaan – perusahaan besar
internasional. Mereka mengintegrasikan usaha peningkatan daya saing
perusahaan mereka dengan kegiatan CSR untuk memajukan kondisi dunia yang
lebih harmonis, sejahtera, dan kompetitif. WEF memiliki pertemuan tahunan
yang mengumpulkan anggota perusahaan mereka dengan sejumlah elit politik,
akademisi, dan tokoh masyarakat dunia yang penting. Pertemuan tahunan
tersebut adalah Pertemuan Tahunan WEF, yang secara eksklusif diadakan di
Davos, Swiss setiap bulan Januari. Pertemuan ini memiliki pengaruh yang besar
dalam mengkondisikan kondisi global dan menjadi media negosiasi bagi aktor –
aktor hubungan internasional untuk mencapai tujuan yang saling
menguntungkan. WEF juga memiliki sejumlah pertemuan lain yang rutin
dilaksanakan di beberapa negara dan kawasan kunci di dunia.
Pada periode tahun 2009-2014 atau periode kedua masa pemerintahan
Presiden SBY, Indonesia meningkatkan kegiatan diplomasi ekonominya terhadap
WEF melalui sejumlah pertemuan tahunan WEF, terutama Pertemuan Tahunan
WEF di Swiss maupun WEF-EA di negara – negara Asia Timur. Bentuk
partisipasi diplomasi ekonomi pun dapat diklasifikasikan menjadi bentuk yang
beragam seperti pengiriman delegasi, keterlibatan elit politik dalam forum
pertemuan WEF, menjadi tuan rumah bagi WEF-EA, mengadakan acara bertema
106
106
Indonesia, serta menjadi anggota kelembagaan melalui Menteri Mari Elka
Pangestu. Sebagai catatan penting bahwa negara tidak menjadi cakupan anggota
WEF, karena WEF merupakan NGO privat bukan publik seperti OECD. Menteri
Mari dalam hal ini adalah anggota organisatoris bukan anggota umum WEF.
Bentuk – bentuk diplomasi ekonomi Indonesia tersebut memiliki tujuan –
tujuan yang penting ingin dicapai oleh Indonesia. Sebagaimana pernyataan
Christian Reus-Smith bahwa negara senantiasa membawa tujuan dari kerja sama
yang dilaksanakannnya. Dari diplomasi ekonominya terhadap WEF, Indonesia
memiliki tujuan penting, yaitu (1) mempromosikan citra positif untuk
meningkatkan animo perusahaan internasional agar bersedia mengadakan kerja
sama perdagangan dengan perusahaan dalam negeri serta juga berinvestasi di
sektor – sektor yang penting bagi kemajuan perekonomian Indonesia, (2)
meningkatkan daya saing para petani kecil dengan melakukan kerja sama
kemitraan publik-swasta di bidang pertanian, PISAgro, (3) meningkatkan
dukungan terhadap diplomasi ekonomi Indonesia dalam forum multilateral,
seperti G20, (4) meningkatkan dukungan terhadap regionalisme Asia Timur,
khususnya ASEAN.
Keempat tujuan tersebut merupakan poin – poin tujuan kebijakan luar
negeri diplomasi ekonomi Indonesia terhadap WEF. Keempatnya secara inklusif
memiliki pengaruh dalam usaha pemajuan ekonomi Indonesia. Sehingga dapat
dikatakan bahwa kepentingan diplomasi ekonomi Indonesia adalah kepentingan
ekonomi. Dengan demikian, diplomasi ekonomi Indonesia terhadap WEF
menjadi sangat penting.
107
107
DAFTAR PUSTAKA
Buku;
Burchill, Scott, ed., Theories of International Relations (Third edition), (New
York: Palgrave Macmillan, 2005),
Berridge, G. R. dan Lorne Llyod. 2012. The Palgrave Macmillan Dictionary of
Diplomacy (3rd Eddition). Hampshire: Palgrave Macmillan.
Chandra, Alexander C.. 2010. Hopes and Fears: Indonesia‟s prospects in an
ASEAN–EU Free Trade Agreement. Winipeg: International Institute for
Sustainable Development.
Djelantik, Sukawarsini. 2008. Diplomasi antara Teori dan Praktik. Yogyakarta:
Graha Ilmu.
Geiger, Thierry. The World Economic Forum. 2011. The Indonesia
Competitiveness Report 2011: Sustaining the Growth Momentum.
Indonesia.
Ihsan, A., Bakir. dan Zaenal A. Budiyono. 2013. Pemimpin Dipuji dan Dicaci:
Realitas Demokrasi Indonesia Kini. Jakarta: Penerbit Expose.
James N. Rosenau. 2006. The Study of World Politics. New York: Routledge.
James, Paul. dan Ronen Palan, (ed). Globalization and Economy Volume 3:
Globalization Economic Regimes and Intitutions. London: SAGE
Publication Ltd. 2008.
Jemadu, Aleksius. 2008. Politik Global dalam Teori dan Praktek. Yogyakarta:
Graha Ilmu.
108
108
Karns, Margaret P. dan Karen A. Mingst. 2010. International Organizations:
The Politics and Processes of Global Governance (Edisi kedua).
Boulder: Lynne Rienner Publisher.
Goeltom, Miranda S.. Essays in Macroeconomic Policy: The Indonesian
Experience. Jakarta: PT Gramedia Utama, 2007.
Hermawan, Yulius P. (koordinator). Proyek Riset G-20: Peran Indonesia dalam
G-20: Latarbelakang, Peran, dan Tujuan Keanggotaan Indonesia.
Jakarta: Friedrich-Ebert-Stiftung Indonesia Office. 2011.
Kementerian luar negeri Republik Indonesia. Indonesia dan Kerjasama Selatan-
Selatan. Jakarta: 2011. Kementerian Luar Negeri.
Pigman, Geofrey Allen. The World Economic Forum: A Multi-Stakeholder
Approach to Global Governance. New York: Rotledge. 2007.
Pusat Kerja Sama Luar Negeri Kementerian Pertanian. 2013. Profil Kerja Sama
Kementerian Pertanian Republik Indonesia dengan G-20, OECD, dan
WEF. Jakarta: Pusat Kerja Sama Luar Negeri Kementerian Pertanian.
Rodrik, Dani. 2011. The Globalization Paradox: Democracy and the Future of
the World Economy. New York: W. W. Norton & Company Ltd.
Santos, Boaventura de Sousa. 2006. The rise of the global left: the World Social
Forum and beyond. London: Zed Books Ltd.
Steans, Jill. An introduction to international relations theory : perspectives and
themes. London: Pearson Education Limited. 2010.
Shoelhi, Mohammad. Diplomasi Damai. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Bandung. 2009.
Wibisono, Makarim. 2006. Tantangan Dilplomasi Multilateral. Jakarta; Pustaka
LP3ES.
109
109
Wolf, Martin. 2007. Globalisasi: Jalan Menuju Kesejahteraan (terj). Jakarta:
Yayasan Obor Indonesia.
World Economic Forum. 1999. Annual Report 1998/1999. Jenewa: World
Economic Forum.
World Economic Forum. 2009. World Economic Forum on East Asia:
Implication of the Global Economic Crisis for East Asia, (Jenewa:
World Economic Forum.
World Economic Forum. 2010. The World Economic Forum - A Partner in
Shaping History. Jenewa: World Economic Forum.
World Economic Forum. 2010. World Economic Forum on East Asia:
Rethingking Asia‟s Leadership Agenda. Jenewa: World Economic
Forum.
World Economic Forum. 2011. Annual Report 2010-2011. Jenewa: World
Economic Forum.
World Economic Forum. 2011. World Economic Forum on East Asia:
Responding to the New Globalism. Jenewa: World Economic Forum.
World Economic Forum. 2012. World Economic Forum on East Asia: Shaping
the Region‟s Future through Connectivity. Jenewa: World Economic
Forum.
World Economic Forum. 2013. Achieving the New Vision for Agriculture: New
Models for Action. Jenewa: World Economic Forum.
World Economic Forum. 2013. World Economic Forum on East Asia:
Courageous Transformation for Inclusion and Integration. Jenewa:
World Economic Forum.
110
110
Yudhoyono, Susilo Bambang. 2014. SBY, Selalu Ada Jalan: Untuk Pecinta
Demokrasi dan Para Pemimpin Indonesia Mendatang. Jakarta: Penerbit
Buku Kompas.
Internet;
ASEAN, Declaration on the ASEAN Economic Community Blueprint; tersedia di
http://www.asean.org/news/item/declaration-on-the-asean-economic-community-
blueprint.
Ari Margiono, Adakah Politik Luar Negeri Indonesia?, tersedia di;
http://perpustakaan.bappenas.go.id/lontar/file?file=digital/blob/F10451/
Adakah%20Politik%20Luar%20Negeri%20Indonesia.htm.
BPS, Jumlah dan Distribusi Penduduk; tersedia di http://sp2010.bps.go.id/.
Cannes B20 Business Summit, B20/G20 : the interactions, tersedia di;
http://www.b20businesssummit.com/b20/interaction
Departemen Perdagangan Republik Indonesia, Menuju ASEAN Economic
Community, 74, tersedia di;
http://ditjenkpi.depdag.go.id/website_kpi/Umum/Setditjen/BukuMenuju
ASEANECONOMICCOMMUNITY 2015.pdf.
Direktorat Jenderal untuk Pengembangan Ekspor Nasional Kemeterian
Perdagangan, Indonesia Night pada World Economic Forum, Davos
2014: Magnet Nation Branding di Forum Berkelas Dunia, tersedia di;
http://djpen.kemendag.go.id/app_frontend/AcceptedRsses/view/52e704
50-870c-482e-8194-18d60a1e1e48.
Djumala, M.A., Dr. Darmansjah. Membumikan Diplomasi Ekonomi: Tantangan
Kebijakan Luar Negeri Era Jokowi-JK, tersedia di;
http://www.kemlu.go.id/pusdiklat/Documents/02%20Ekonomi/Membu
mikan%20Diplomasi%20Ekonomi%20Tantangan%20Kebijakan%20Lu
ar%20Negeri%20Era%20Jokowi%20dan%20JK%20(Ekonomi).pdf.
111
111
European Comission, Switzerland, tersedia di; http://ec.europa.eu/trade/policy/countries-
and-regions/countries/switzerland/.
Freeman, Jr., Chas. W., Diplomacy, tersedia di;
http://www.britannica.com/topic/diplomacy.
Global Entrepolis, Dr. Mari Elka Pangestu (CV), tersedia di;
http://globalentrepolis.com/speakers/214-dr-mari-elka-pangestu.
Ipot News, World Economic Forum Sepakat Kembangkan Pertanian Indonesia;
tersedia di
https://www.ipotnews.com/m/article.php?jdl=World_Economic_Forum
_Sepakat_Kembangkan_Pertanian_Indonesia&level2=&level3=&level4
=INDONESIA&news_id=311213&group_news=CLIPPING&taging_su
btype=INDONESIA&popular=&search=y&q=INDONESIA.
Kartasasmita, Ginandjar. Indonesia‟s Road to Recovery, tersedia di;
http://www.ginandjar.com/public/01IndRoadtoRecovery.pdf.
Kementerian Luar Negeri, Organisasi Internasional; tersedia di
http://www.kemlu.go.id/Pages/IFP.aspx?P=OrganisasiInternasional&l=i
d.
Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia, Diplomasi Indonesia 2010, (hal 3-
4); tersedia di
http://kemlu.go.id/Books/Buku%20Diplomasi%20Indonesia%202010.p
df.
Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia, Landasan, Visi, dan Misi Polugri;
tersedia di http://www.kemlu.go.id/Pages/Polugri.aspx?IDP=1&l=id.
Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia, World Trade Organization
(WTO), tersedia di;
112
112
http://www.kemlu.go.id/Pages/IFPDisplay.aspx?Name=MultilateralCoo
peration&IDP=13&P=Multilateral&l=id.
Kementerian Luar Negeri Republik Indonesia, Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 37 Tahun 1999 tentang Hubungan Luar Negeri,
tersedia di;
http://www.kemlu.go.id/sydney/Documents/UU%20RI%20No%2037%
20Tahun%201999%20Tentang%20Hubungan%20Luar%20Negeri.pdf.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia, Posisi Indonesia
Naik Ke Urutan 34, tersedia di;
http://kemdikbud.go.id/kemdikbud/berita/3213.
Kementerian Perdagangan Republik Indonesia, Indonesia Menjadi Anggota
Advisory Board On Global Competitiveness Report, World Economic
Forum; internet, tersedia di;
http://www.kemendag.go.id/files/pdf/2010/01/31/indonesia-menjadi-
anggota-advisory-board-on-global-competitiveness-report-world--id1-
1353754121.pdf.
Kementerian Perindustrian Republik Indonesia, Indonesia Country Report Q3
2012, tersedia di;
http://kii.kemenperin.go.id/sample/uploads/pdf/7959465Ind_Country_R
eport_Q3.pdf.
Komite inovasi Nasional, Inilah Alasan Indonesia Jadi Tuan Rumah, tersedia di;
http://www.kin.go.id/node/59.
Jakarta Globe, Indonesia to Host World Economic Forum on East Asia in
Jakarta Next Year, tersedia di;
http://jakartaglobe.beritasatu.com/archive/indonesia-host-world-
economic-forum-east-asia-jakarta-next-year/.
113
113
Liputan6, Presiden SBY Pimpin Delegasi ke WEF Davos; internet, tersedia di;
http://news.liputan6.com/read/316724/presiden-sby-pimpin-delegasi-ke-
wef-davos.
McKinsey Global Institute, The Archipelago Economy: Unleashing Indonesia‟s
Potential, tersedia di;
https://www.mckinsey.com/~/media/McKinsey/dotcom/Insights%20and
%20pubs/MGI/Research/Productivity%20Competitiveness%20and%20
Growth/The%20archipelago%20economy/MGI_Unleashing_Indonesia_
potential_Full_report.ashx.
Nurhayat, Wiji. Ini 4 Kasus Indonesia dengan WTO, tersedia di;
http://finance.detik.com/read/2014/05/06/081643/2574147/4/1/ini-4-
kasus-indonesia-dengan-wto#bigpic.
Official NET News, Satu Indonesia - Susilo Bambang Yudhoyono - Jelang
Berakhirnya Masa Bakti; internet; tersedia di
https://www.youtube.com/watch?v=-512NTyg6uI.
PISAgro, History; tersedia di http://pisagro.org/about-us/history/.
PISAgro, Working with Smallholder Farmers: Feeding People, Maintaining
Economic Growth, Protecting Environment; tersedia di
http://pisagro.org/wp-content/uploads/2014/10/FA-PISAgro-
Brochure_Oct2014.pdf.
PISAgro, First Anniversary of PISAgro News, (Jakarta: PISAgro, 2013), 1.
tersedia di http://pisagro.org/wp-
content/uploads/2013/05/PISAgro_News_Issue_3.pdf.
Prakash-Mani, Kavita, dan Tania Tanvir. How can we strengthen food security in
South-East Asia?; tersedia di
https://agenda.weforum.org/2014/05/future-agriculture-east-asia/.
114
114
Pramono, Siswo. „A million friends‟ diplomacy, tersedia di;
http://www.thejakartapost.com/news/2010/06/13/%E2%80%98a-
million-friends%E2%80%99-diplomacy.html.
Puspitasari, Irfa. Indonesia‟s New Foreign Policy- „Thousand Friends - Zero
Enemy‟, tersedia di;
http://www.idsa.in/system/files/IB_IndonesiaForeignPolicy.pdf.
Sekretariat Kabinet Republik Indonesia, WEFEA 2011 : "Responding to The New
Globalism"; tersedia di http://old.setkab.go.id/berita-1913-wefea-2011-
responding-to-the-new-globalism.html.
Siddiq, Mahfudz. Indonesia Butuh Politik Luar Negeri Berorientasi Ekonomi,
Jurnal Diplomasi Volume 4 No. 1, Maret 2012, hal 17-34, tersedia di;
http://www.kemlu.go.id/Tabloids/Jurnal%20Diplomasi%20Maret%202
012.pdf.
SWI, Switzerland and the EU, tersedia di;
http://www.swissinfo.ch/eng/switzerland-and-the-eu/5764106.
The Jakarta Globe, SBY: Indonesia Has „A Million Friends and Zero Enemies‟,
tersedia di; http://thejakartaglobe.beritasatu.com/archive/sby-indonesia-
has-a-million-friends-and-zero-enemies/.
Widjajanto, Andi. ASEAN Security Community vs Minimum Essential Force,
tersedia di; http://www.thejakartapost.com/news/2011/11/24/asean-
security-community-vs-minimum-essential-force.html.
Wildan, Dadan. Membangun Tatanan Dunia Baru; Kemitraan Indonesia dalam
Kerja Sama Global [jurnal on-line](Negarawan: Jurnal Sekertariat
Negara RI No. 16, Mei 2010, 114-115); tersedia di;
http://www.setneg.go.id/images/stories/kepmen/jurnalnegarawan/jn16/1
6%20PART%208.pdf.
115
115
World Economic Forum, East Asia 2012 - Opening Ceremony, tersedia di;
https://www.youtube.com/watch?v=JyKNrq3lnTk.
World Economic Forum, Vietnam 2010 - Rethinking Asia's Leadership Agenda,
tersedia di; https://www.youtube.com/watch?v=-tp0W-aNkd0.
World Economic Forum, Myanmar 2013 - A Blueprint for Sustainable Tourism,
tersedia di; https://www.youtube.com/watch?v=SaPiT9tdwao.
World Economic Forum, Philippines 2014 - Opening Plenary; internet, tersedia
di; https://www.youtube.com/watch?v=vMTJ1hkK2wE.
World Economic Forum, East Asia 2011 - Financial Fault Lines: Averting
Aftershocks in Asia; tersedia di;
https://www.youtube.com/watch?v=1NxNelgYBBE.
World Economi Forum, World Economi Forum (brosur kelembagaan), tersedia
di;
http://www3.weforum.org/docs/WEF_InstitutionalBrochure_2014.pdf.
World Economic Forum, World Economic Forum on East Asia, tersedia di;
http://www.weforum.org/events/world-economic-forum-east-asia-0.
World Economic Forum, History; tersedia di; http://www.weforum.org/history.
World Economic Forum, Global Leaders for Tomorrow (GLT) Community,
tersedia di; http://www.weforum.org/content/pages/global-leaders-
tomorrow-glt-community.
World Economic Forum, Global Agenda Council on the Creative Economy
2014-2016, tersedia di; http://www.weforum.org/content/global-agenda-
council-creative-economy-2014-2016-0.
World Economic Forum, Davos Annual Meeting 2011 - Susilo Bambang
Yudhoyono, tersedia di;
https://www.youtube.com/watch?v=L7MVIZgMdQE.
116
116
World Economic Forum, East Asia 2011 - Opening Ceremony with President
Susilo Bambang Yudhoyono; internet, tersedia di;
https://www.youtube.com/watch?v=_ud2XbqzbOU.
World Economic Forum, Partnering Against Corruption Initiative, tersedia di;
http://www.weforum.org/community/partnering-against-corruption-
initiative-0?type=report.
Yani, Yanyan Mochamad. Politik Luar Negeri, tersedia di;
http://pustaka.unpad.ac.id/wp.content/uploads/2010/06/politik_luar_neg
eri.pdf.
Yani, Yanyan Mochamad. Dinamika Hubungan Internasional dan Indonesia,
tersedia di; http://pustaka.unpad.ac.id/wp-
content/uploads/2010/01/change_and_continuity_in_indonesia_foreign_
policy.pdf.
Yudhoyono, Susilo Bambang. Speech by H. E. Dr. Susilo Bambang Yudhoyono,
President of Republic of Indonesia before the Indonesian Council on
World Affairs (ICWA), tersedia di;
http://portal.kemlu.go.id/en/pidato/presiden/Pages/Speech-by-H.E.-Dr.-
Susilo-Bambang-Yudhoyono-President-of-the-Republic-of-Indonesia-
before-the-Indone.aspx.
UIN Syarif Hidayatullah, Soft Diplomacy Indonesia, tersedia di;
http://uinjkt.ac.id/?p=2120.
top related