DAMPAK PENERAPAN PSAK 50/55 (REVISI 2006) TERHADAP …
Post on 27-Oct-2021
11 Views
Preview:
Transcript
1
DAMPAK PENERAPAN PSAK 50/55 (REVISI 2006) TERHADAP INCOME SMOOTHING DI INDUSTRI PERBANKAN : PERANAN
AUDITOR SPESIALIS INDUSTRI
Amalia Vinda Lestari dan Viska Anggraita
Program Studi Akuntansi, Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia
vindaamalia@gmail.com
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk menguji dampak penerapan PSAK 50/55 (revisi 2006) terhadap perilaku perataan laba di Industri perbankan Indonesia melalui penyisihan kerugian kredit. Untuk itu penelitian ini menggunakan laporan keuangan bank periode sebelum penerapan dan setelah penerapan untuk melihat dampak dari penerapan PSAK 50/55 (revisi 2006). Pengujian dilakukan dengan metode analisis regresi berganda dengan jumlah sampel sebanyak 118 perusahaan perbankan yang terdaftar dan tidak terdaftar di Indonesia. Hasil pengujian menunjukan bahwa kegiatan manajemen laba khususnya perataan laba di Industri perbankan mengalami penurunan yang signifikan setelah penerapan PSAK 50/55 (revisi 2006). Hal ini sesuai dengan tujuan adanya adopsi IFRS yaitu untuk meningkatkan transparansi laporan keuangan. Penelitian ini juga menggunakan variabel moderasi auditor spesialis industri untuk menguji peranan auditor terhadap dampak dari penerapan PSAK 50/55 (revisi 2006). Hasil pengujian menunjukan bahwa auditor spesialis industri tidak terbukti memperkuat penurunan level manajemen laba khususnya income smoothing di industri perbankan. Kata Kunci : PSAK 50 and 55 (Revisi 2006), Manajemen Laba , Perataan laba , penyisihan kerugian kredit, dan
auditor spesialis industri.
Impact of SFAS 50/55 (Revised 2006) on Income smoothing in Banking Industry : The role of Industry Specialist Auditors
Abstract
This study aims to test the impact of the implementation of PSAK 50/55 (revision 2006) against income smoothing activities in the banking industry Indonesia through loan loss provision. Therefore this research using a bank statement period before and after the application of PSAK 50/55 (revisi 2006) to see the impact of the implementation of PSAK 50/55 (revision 2006). Testing is done by the method of multiple regression analysis with number of samples as much as 118 banking company registered and unregistered in Indonesia. The test results showed that earning management activities in particular income smoothing in banking industry experienced a significant decrease after the implementation of PSAK 50/55 (revision 2006). This is consistent with the purpose of the adoption of IFRS to increase the transparency of financial statements. The study also uses auditor industry specialization variabel to test the role of the auditor with respect to the impact of the implementation of PSAK 50/55 (revisi 2006). The result showed that the auditor industry specialization are not proven strengthen declining level of earning management in particular income smoothing in bankin industry. Keywords: Indonesian SFAS 50 and 55 (Revised 2006), earnings management, income smoothing, loan loss
provision and auditor industry specialization
1. Pendahuluan
PSAK 50/55 (revisi 2006) mengatur bagaimana sebuah bank memperlakukan loan loss
provision (LLP). Penyisihan kerugian kredit (Loan-Loss Provision) adalah penyisihan kerugian
Dampak Penerapan..., Amalia Vinda Lestari, FE UI, 2013
2
atas portfolio kredit yang mengalami penurunan nilai ekonomi. Penyisihan kerugian ini penting
untuk dilakukan sehingga laporan keuangan bank tersebut mencerminkan keadaan yang
sebenarnya (representation faithfullness).
Selama ini menurut aturan BI, penyisihan dilakukan dengan melakukan forward-looking
provisioning dimana bank dapat menentukan nilai penyisihan kerugian kredit walaupun kerugian
belum terjadi. Standar lama memungkinkan bank melakukan judgement (expected loss) dalam
menentukan impairment loss. Akibatnya bank memiliki flexibilitas dalam penentuan tinggi
rendahnya impairment loss yang disesuaikan dengan motivasi manajemen bank. Hal ini
merupakan celah yang banyak dimanfaatkan bank untuk memoles laporan keuangannya dan
melakukan window dressing. Dengan berlakunya PSAK 50/55 (revisi 2006) mengakibatkan
window dressing akan menjadi lebih sulit karena manajemen tidak lagi memiliki fleksibilitas
dalam menentukan LLP karena penurunan nilai pinjaman dapat terjadi jika terdapat bukti
objektif, misalnya terjadi pelanggaran kontrak atau kemungkinan dinyatakan pailit.
Metode Perataan laba atau income smoothing digunakan untuk mengurangi fluktuasi laba
karena investor lebih menyukai pertumbuhan yang stabil. Ketika perusahaan memiliki laba yang
besar tentu akan menyulitkan manajemen dalam peningkatan laba ditahun-tahun berikutnya.
Lobo dan Yang (2001) yang menemukan bukti bahwa loan loss provision mempunyai hubungan
positif dengan income smoothing. Jika dikaitkan dengan perubahan standar akuntansi dengan
income smoothing, hal yang menarik adalah apa dampaknya jika terdapat perubahan standar
akuntansi dengan flexibilitas manajemen dalam melakukan manajemen laba. Apakah
menurunkan flexibilitas atau hanya menyediakan celah yang lebih besar karena bank
memanfaatkan diskresi dalam melakukan income smoothing
Kualitas audit sendiri bergantung kepada tingkat independensi auditor dan kompetensi
auditor. Salah satu faktor yang mempengaruhi kompetensi auditor adalah spesialisasi auditor.
Krishnan and Yang (1999) dan Craswell, Francis, and Taylor (1995) menemukan bukti adanya
hubungan yang positif antara kualitas audit dengan audit specialists industry. Sama halnya
dengan Craswell et al (1995) dalam Zhou dan Elder (2004) membuktikan bahwa kualitas audit
berhubungan positif dengan spesialisasi auditor. Auditor yang melakukan spesialisasi industri
untuk meluaskan pangsa pasar mereka terhadap klien, lebih menguasai informasi tentang industri
tersebut dibandingkan dengan auditor nonspesialis.
Dampak Penerapan..., Amalia Vinda Lestari, FE UI, 2013
3
Berdasarkan isu-isu diatas maka, penelitian ini ingin menjawab pertanyaan: 1) Apakah
terjadi penurunan praktik perataan laba (income smoothing) melalui loan loss provision pada
bank-bank di Indonesia setelah penerapan PSAK 50/55 (revisi 2006)?; 2) Apakah kualitas laba
melalui proksi audit specialist berperan dalam memoderasi pengaruh penerapan PSAK 50/55
(revisi 2006) terhadap kecenderungan bank di indonesia melakukan perataan laba melalui loan
loss provision?
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk menguji kemampuan PSAK 50/55 (revisi
2006) dalam mengurangi manajemen laba. Tujuan khususnya adalah untuk meneliti dampak
pelaksanaan PSAK 50/ 55 (revisi 2006) dalam mengurangi prilaku income smoothing melalui
LLP serta mengetahui peran auditor specialis terhadap prilaku income smoothing tersebut.
2. Tinjauan Teoritis
2.1 Teori Keagenan
Godfrey et al. (2010) menjelaskan bahwa teori keagenan pertama kali dicetuskan oleh
Jensen dan Meckling (1976). Jensen dan Meckling (1976) menjelaskan bahwa teori keagenan
merupakan sebuah kontrak antara agen (manajer) dan principal (pemilik/pemegang saham).
Dalam kerangka hubungan keagenan akan timbul masalah keagenan yang disebabkan oleh
perbedaan kepentingan antara prinsipal dan agen. Dimana masing-masing pihak akan
memaksimalkan kepentinganya. Perbedaan kepentingan akan menyebabkan timbulnya asimetris
informasi antara prinsipal dan agen. Menurut Scott (2000), terdapat dua macam asimetri
informasi yaitu: (1) Adverse selection, yaitu bahwa para manajer serta orang-orang dalam lainnya
biasanya mengetahui lebih banyak tentang keadaan dan prospek perusahaan dibandingkan
investor pihak luar. Fakta yang mungkin dapat mempengaruhi keputusan yang akan diambil oleh
pemegang saham tersebut adalah tidak disampaikan informasinya kepada pemegang saham. (2)
Moral hazard, yaitu bahwa kegiatan yang dilakukan oleh seorang manajer tidak seluruhnya
diketahui oleh pemegang saham maupun pemberi pinjaman, sehingga manajer dapat melakukan
tindakan diluar pengetahuan pemegang saham yang melanggar kontrak dan sebenarnya secara
etika atau norma mungkin tidak layak dilakukan.
Dampak Penerapan..., Amalia Vinda Lestari, FE UI, 2013
4
2.2 Dampak Penerapan PSAK 50/55 (revisi 2006)
PSAK No 50 (Revisi 2006) tentang Penyajian dan Pengungkapan Instrumen Keuangan dan
PSAK No 55 (Revisi 2006) tentang Pengakuan dan Pengukuran Instrumen Keuangan seharusnya
sudah mulai diberlakukan pada 1 Januari 2009, namun karena timbulnya keberatan yang diajukan
oleh bank-bank di Indonesia menyebabkan pemberlakuannya diundur hingga 1 Januari 2010 dan
diadopsi penuh pada 31 Desember 2010.
Banyak penelitian maupun artikel yang membahas tentang dampak dari penerapan PSAK
50/55 (revisi 2006) dan menyatakan bahwa ada beberapa area yang berdampak signifikan atas
penerapan PSAK tersebut. Berikut ini dampak yang timbul akibat penerapan PSAK No. 50
(revisi 2006) sebagai pengganti PSAK No. 50 (1998) di industri perbankan Indonesia.
1. Penyisihan Kerugian Kredit (Loan-Loss Provisioning). Setelah diberlakukannya PSAK
50/55 (revisi 2006), maka jenis instrumen keuangan pada perbankan menjadi lebih luas,
termasuk kredit. Hal ini memberikan implikasi langsung terhadap pengukuran penyisihan
kerugian kredit yang harus sejalan dengan aturan penurunan nilai pada PSAK 55 (revisi
2006).
Menurut Bank Indonesia, perhitungan penyisihan kerugian kredit dilakukan oleh bank
didasarkan pada minimum requirements oleh Bank Indonesia. Hal ini dilakukan setelah
menilai kualitas kredit atau dengan melakukan forward-looking provisioning, dimana bank
melakukan penyisihan kerugian kredit walaupun kerugian belum terjadi (expected loss). Hal
ini berbeda dengan PSAK 50/55 (revisi 2006) dimana penurunan nilai baru dilakukan jika
telah terdapat bukti objektif seperti pelanggaran kontrak, kemungkinan dinyatakan pailit.
Berkaitan dengan besarnya penyisihan kerugian kredit, PSAK 55 (revisi 2006) mengatur
penurunan nilai diukur sebagai selisih antara nilai asset tercatat dengan nilai kini estimasi
arus kas masa datang yang didiskontokan dengan menggunakan suku bunga efektif.
Penerapan PSAK 50/55 (revisi 2006), bank dituntut untuk menentukan penyisihan kerugian
kredit berdasarkan data historis kerugian kredit dihitung dari perkalian beberapa komponen
gagal bayar (potential of default) dikalikan jumlah kredit yang bersangkutan. Komponen
lainnya loss given default (LGD) yang merupakan kerugian rill akibat gagal bayar yang
benar-benar tidak tertagih, diluar tingkat kembalian tagihan (recovery rate). Potentian of
default yang dihitung dari pengalaman kerugian yang sudah terjadi berdasarkan data
historis setiap jenis kredit bank tersebut minimal selama 3 tahun terakhir.
Dampak Penerapan..., Amalia Vinda Lestari, FE UI, 2013
5
Dari kriteria penurunan nilai kredit, maka faktor-faktor penilaian kualitas kredit
berdasarkan aturan BI berbeda dengan PSAK 50/55 (revisi 2006) karena pada aturan BI
penilaian kualitas kredit bersifat expected sedangkan PSAK 55 (revisi 2006) dibatasi
dengan adanya bukti objektif. Hal tersebut menyebabkan nilai kredit yang akan diturunkan
nilainya akan lebih besar menurut BI dibandingkan menurut PSAK 55 (revisi 2006)
Namun perhitungan berapa besarnya penyisihan kerugian kredit menurut PSAK 55 (revisi
2006) akan menghasilkan nilai yang lebih volatil dibandingkan dengan dengan penyisihan
yang menggunakan aturan BI. Hal ini dikarenakan jika menggunakan aturan BI, nilai
presentase rasio penyisihan kerugian kredit dari total kredit tetap sesuai dengan ketetapan
BI. Sedangkan pada PSAK 55 (revisi 2006) presentase penyisihan kerugian kredit akan
berubah-ubah mengikuti estimasi yang dilakukan oleh bank terhadap arus kas dimasa
datang.
Perbedaan perlakuan penyisihan kerugian kredit tersebut tentu akan menghasilkan nilai
akhir penyisihan kerugian yang berbeda antara sebelum dan sesudah diberlakukannya
PSAK 50/55 (revisi 2006) sehingga akan berpengaruh pada manajemen perusahaan dalam
melakukan praktik manajemen laba pada laporan keuangan.
2. Effective Interest Method. Dengan menerapkan PSAK 50/55 (revisi 2006), valuasi
instrumen keuangan Kredit sebagai asset bank digolongkan pada “Loan and Receivables”
dimana valuasinya adalah dengan cara amortized cost, yang akan dihitung dengan
menggunakan basis effective yield dan memperhitungkan biaya-biaya yang berhubungan
langsung dengan instrumen tersebut. Hal ini menyebabkan konsekuensi bahwa nilai kredit
(dalam hal ini asset bank) akan dipengaruhi oleh proyeksi cashflow dari asset tersebut,
sehingga kredit yang dikenakan bunga dibawah bunga pasar akan terdiskon menjadi lebih
kecil dari harga perolehannya.
3. Penerapan PSAK 50 dan PSAK 55 membutuhkan sistem dan persiapan yang cukup lama
karena harus menggabungkan semua laporan keuangan dalam satu paket.
4. Selain masalah teknologi, Sumber Daya Manusia yang menguasai mengenai PSAK ini juga
terbatas, jadi akan menambah masalah bagi perbankan untuk penerapan PSAK ini.
Hal- hal diatas yang kiranya merupakan alasan mengapa industri perbankan Indonesia mengalami
kesulitan menerapkan PSAK No. 50 & 55 (revisi 2006) ini hingga tahun 2010.
Dampak Penerapan..., Amalia Vinda Lestari, FE UI, 2013
6
2.3 Spesialisasi Auditor
Auditor yang memiliki banyak klien dalam indutri yang sama akan memiliki pemahaman
yang lebih baik mengenai risiko audit spesifik pada indutri tersebut. Dengan demikian auditor
dengan konsentrasi klien yang tinggi akan menghasilkan kualitas audit yang lebih tinggi. Dengan
begitu akan meningkatkan efesiensi dan efektifitas dalam penentuan keandalan laporan keuangan
klien.
Maletta dan Wright (1996) meneliti bahwa terdapat perbedaan fundamental dalam
karakteristik kesalahan antar industri, sehingga auditor yang memiliki spesialisasi dan keahlian
spesifik pada industri tersebut akan mempunyai kemampuan lebih untuk mendeteksi kesalahan
dalam laporan keuangan dibandingkan auditor yang tidak memiliki keahlian spesifik. Bedard dan
Biggs (1991) menemukan bahwa auditor dengan pengalaman pada industri manufaktur lebih baik
dalam mendeteksi kesalahan pada klien manufaktur daripada auditor yang tidak punya
pengalaman pada industri manufaktur. Solomon et al. (1999) menemukan bahwa auditor spesialis
lebih sedikit melakukan kesalahan dibandingkan dengan auditor non spesialis. Carceloo dan
Nagy (2004) menemukan bahwa auditor dengan keahlian industri dapat mengurangi financial
fraud, karena auditor spesialis akan berusaha melindungi reputasinya dengan mentaati standar.
3. Pengembangan Hipotesis
Dengan mengadopsi IFRS khususnya IAS 32/39 yaitu PSAK 50/55 (revisi 2006)
diharapkan adanya peningkatan kualitas dan transparansi dari informasi keuangan dengan begitu
diharapkan adanya penurunan tingkat manajemen laba. Dalam PSAK 50/55 (revisi 2006)
ketetapan loan loss provision dapat membatasi perilaku manipulasi. Hal ini dikarenakan diskresi
dalam penilaian loan loss provision telah berkurang dan manajer bank tidak diperkenankan lagi
menerapkan standar akuntansi sebelumnya yaitu aturan BI yang menggunakan metode expected
loss, karena dengan menggunakan metode tersebut akan menimbulkan penumpukan cadangan
yang tinggi, meskipun tidak adanya penurunan kualitas kredit agar laba yang dilaporkan ikut
turun. Dengan PSAK 50/55 (revisi 2006) dimana penurunan nilai baru dilakukan jika telah
terdapat bukti objektif seperti pelanggaran kontrak, kemungkinan dinyatakan pailit. Sehingga
bank dituntut untuk menentukan penyisihan kerugian kredit berdasarkan data historis kerugian
kredit. Dari kriteria penurunan nilai kredit, maka faktor-faktor penilaian kualitas kredit
Dampak Penerapan..., Amalia Vinda Lestari, FE UI, 2013
7
berdasarkan standar sebelumnya berbeda dengan PSAK 50/55 (revisi 2006) karena dibatasi
dengan adanya bukti objektif tersebut. Hal tersebut menyebabkan nilai kredit yang akan
diturunkan nilainya akan lebih besar menurut aturan BI dibandingkan menurut PSAK 55 (revisi
2006). Namun pada beberapa penelitian menyebutkan argument bahwa negara berkembang yang
mengadopsi IFRS akan menimbukan akrual diskresi yang lebih tinggi dalam melakukan
manipulasi laba dibandingkan dengan negara maju.
Dalam penelitian Oosterbosch (2009) menemukan bukti bahwa tingkat manajemen laba
pada bank melalui loan loss provision yang menurun sejak mengadopsi IFRS dan menyatakan
bahwa pengungkapan loan loss provision memiliki hubungan yang negatif dengan income
smoothing. Dalam penelitian Azira (2012) yang meneliti dampak adopsi IFRS khususnya dalam
IAS 39 terhadap income smoothing melalui LLP dan volatilitas laba bank. Dalam penelitian
tersebut menemukan bukti empiris bahwa terjadi penurunan income smoothing setelah
mengadopsi IFRS khususnya IAS 39 dan tidak menemukan cukup bukti bahwa mengadopsi IFRS
akan meningkatkan volatilitas laba yang dilaporkan.
Dengan demikian penelitian ini akan menguji dampak dari penerapan PSAK 50/55 (revisi
2006) yang mengadopsi IAS 32/39 pada income smoothing dengan menggunakan periode
sebelum dan sesudah penerapan standar tersebut untuk melihat perbedaan signifikan, karena itu
peneliti mengembangkan hipotesis pertama yaitu :
H1 : Penerapan PSAK 50/55 (revisi 2006) akan menurunkan praktik perataan laba
melalui loan loss provision pada indutri perbankan.
Hipotesa yang kedua berkaitan dengan spesialisasi auditor di industri perbankan dan
dampaknya dalam membatasi praktik perataan laba. Dalam industri perbankan Kanagaretnam et
al. (2009) menemukan bahwa hanya keahlian auditor yang memiliki dampak signifikan dalam
valuasi diskresi loan loss provision. Terdapat manfaat spesialisasi industri auditor dapat
meningkatkan efektifitas audit dan kredibilitas laporan keuangan.
Dengan diberlakukannya penerapan PSAK 50/55 (revisi 2006) akan mengurangi
flexibilitas manajemen dalam memanipulasi laporan keuangan karena perlakuan terhadap loan
loss provision yang selama ini dijadikan alat untuk melakukan income smoothing menjadi lebih
ketat sehingga akan meningkatkan transparansi laporan keuangan dan meningkatkan kualitas
laba. Kualitas laba sendiri dipengaruhi oleh kualitas audit, sehingga dengan diterapkannya PSAK
50/55 (revisi 2006) akan menurunkan praktik income smoothing dan kualitas laba meningkat,
Dampak Penerapan..., Amalia Vinda Lestari, FE UI, 2013
8
dimana kualitas laba berpengaruh positif terhadap kualitas audit dengan demikian audit spesialis
industri yang merupakan proksi kualitas audit akan memperkuat tingkat penurunan tersebut.
Berdasarkan argument tersebut, maka peneliti mengembangkan hipotesa kedua :
H2 : audit spesialis industri memperkuat penurunan income smoothing setelah
penerapan PSAK 50/55 (revisi 2006).
4. Sampel dan Data Penelitian
Penelitian ini menggunakan dua tahun observasi, yakni 2009 dimana standar tersebut
belum diterapkan dan tahun 2011 dimana bank telah menerapkan standar tersebut. Beberapa
penelitian, misalnya Anggraita (2009) memperoleh bukti empiris bahwa bank yang telah
menerapkan standar baru akan melakukan diskresi akrual yang lebih rendah. Penelitian ini tidak
menggunakan data tahun 2010 karena pada tahun tersebut belum seluruh bank telah mengadopsi
PSAK 50/55 (revisi 2006) secara penuh sedangkan tahun 2011 seluruh bank di Indonesia telah
diwajibkan menerapkan standar tersebut.
Pemilihan sampel dalam penelitian ini dilakukan berdasarkan metode purposive sampling,
yaitu dengan mempertimbangkan kriteria yang sesuai sehingga mendapatkan sampel yang
representatf. Kriteria yang digunakan utuk memilih sampel diantaranya :
1. Seluruh bank di Indonesia kecuali bank syariah pada tahun 2009 dan 2011
2. Bank mempublikasikan laporan keuangan atau laporan tahunan pada tahun 2008, 2009,
2010 dan 2011.
Seluruh data yang digunakan dalam penelitian ini merupakan data sekunder yang
diperoleh dari berbagai sumber yang relevan. Pengambilan data pada penelitian ini bersumber
dari laporan tahunan dan laporan keuangan yang dipublikasikan perusahaan di website Bursa
Efek Indonesia maupun website masing-masing bank, data stream. Berdasarkan kriteria jumlah
bank yang menjadi memenuhi dan dijadikan sampel adalah 59 bank.
Dampak Penerapan..., Amalia Vinda Lestari, FE UI, 2013
9
5. Metode Penelitian
5.1 Model Penelitian
Dampak penerapan PSAK 50/55 (Revisi 2006) pada praktik Income Smoothing di Industri
Perbankan (model 1)
Berikut persamaan model pertama yang digunakan untuk menguji dampak PSAK 50/55
(revisi 2006) tersebut:
LLP!" = α! + α!POST!" + α!EBTP!" + α!POST ∗ EBTP+ α!BEGLOAN!" + α!∆LOAN!"+ α!BEGNPL!" + α!∆NPL!" + α!SIZE!"
H1 : α3 < 0
dimana :
LLP : Loan loss provision bank i pada periode t dibagi dengan beginning total asset
POST : Variabel indikator yang akan bernilai 1 jika perusahaan telah menerapkan
PSAK 50/55(Revisi 2006) dan jika bukan maka akan bernilai 0
EBTP : Laba sebelum pajak dan penyisihan kerugian kredit (Earning Before Taxes and
Provision) dibagi dengan beginning total asset
BEGLOAN : Total pinjaman/kredit yang beredar awal tahun dibagi dengan beginning total
asset
∆LOAN : Perubahan total pinjaman yang beredar dibagi dengan beginning total asset
BEGNPL : Non Performing Loans (pinjaman bermasalah) awal tahun dibagi dengan
beginning total asset
∆NPL : Perubahan nilai kredit bermasalah dibagi dengan total asset awal tahun
SIZE : ukuran Bank, logaritma total asset
Pengaruh moderasi Auditor Industry Specialist pada penerapan PSAK 50/55 (Revisi 2006)
terhadap praktik Income Smoothing di Industri Perbankan (model 2)
Model ini digunakan untuk menguji hipotesis 2, yaitu auditor spesialis industri
mempengaruhi dampak penerapan PSAK 50/55 (Revisi 2006) terhadap income smoothing.
Karena pada dasarnya auditor dengan spesialisasi industri dapat meningkatkan kualitas audit,
karena dianggap memiliki pengetahuan yang lebih mendalam pada industri tertentu sehingga
dapat lebih efektif dalam me-monitoring prilaku manajemen.
Berikut ini merupakan persamaan model pertama :
Dampak Penerapan..., Amalia Vinda Lestari, FE UI, 2013
10
LLP!" = α! + α!POST!! + α!EBTP!" + α!SPEC!" + α!POST ∗ EBTP+ α!POST ∗ EBTP ∗ SPEC
+ α!BEGLOAN!" + α!∆LOAN!" + α!BEGNPL!" + α!∆NPL!" + α!"SIZE!"
H2 : α5 < 0
Dimana :
dimana :
LLP : Loan loss provision bank i pada periode t dibagi dengan beginning total asset
POST : Variabel indikator yang akan bernilai 1 jika perusahaan telah menerapkan PSAK
50/55(Revisi 2006) dan jika bukan maka akan bernilai 0
EBTP : Laba sebelum pajak dan penyisihan kerugian kredit (Earning Before Taxes and
Provision) dibagi dengan beginning total asset
SPEC : variabel indikator yang akan bernilai 1 jika perusahaan menggunakan auditor
spesialis dan jika bukan maka akan bernilai 0
BEGLOAN: Total pinjaman/kredit yang beredar awal tahun dibagi dengan beginning total asset
∆LOAN : Perubahan total pinjaman yang beredar dibagi dengan beginning total asset
BEGNPL : Non Performing Loans (pinjaman bermasalah) awal tahun dibagi dengan beginning
total asset
∆NPL : Perubahan nilai kredit bermasalah dibagi dengan total asset awal tahun
SIZE : Bank Size, logaritma total aset
Jika koefisien variabel SPEC bernilai negatif, maka ada hubungan negatif dengan LLP,
artinya spesialisasi auditor mempengaruhi kinerja audit dan memberikan kualitas audit yang
tinggi. Kualitas audit yang tinggi akan mengurangi kemampuan manajemen dalam melakukan
income smoothing melalui loan loss provision.
5.2 Operasionalisasi Variabel
Variabel Independen
Variabel independen penelitian ini adalah PSAK 50/55 (revisi 2006). Variabel ini membedakan
antara sebelum penerapan dan sesudah penerapan PSAK 500/55 (revisi 2006) apakah terjadi
peningkatan income smoothing atau tidak.
Variabel dependen
Variabel dependen penelitian ini adalah variabel income smoothing. Penelitian ini
menggunakan proksi loan loss provision untuk menilai adanya indikasi praktik tersebut. Dengan
Dampak Penerapan..., Amalia Vinda Lestari, FE UI, 2013
11
melihat variabel EBTP yang memiliki hubungan dengan variabel LLP. Jika EBTP menunjukan
adanya peningkatan maka manajemen akan meningkatkan nilai LLP namun jika nilai EBTP
menunjukan adanya penurunan maka manajemen akan menurunkan nilai LLP.
Variabel Moderasi
Nilai auditor spesialis dihitung dengan menggunakan variabel dummy. Diberikan angka 1
jika auditor spesialis dan 0 untuk auditor tidak spesialis. Dalam penelitian ini, auditor spesialis
diukur dengan menggunakan market share dengan memperhitungkan pada total asset yang
dimiliki klien. Metode pengukuran ini mengasumsikan bahwa spesialis pada auditor merupakan
hasil dari pengalaman melakukan audit atas volume bisnis yang besar dalam suatu industri.
Menurut Reichelt dan Wang (2009) spesialisasi auditor ketika presentase total asset lebih besar
dari 30%.
Variabel Kontrol
Mengikuti beberapa penelitian, penelitian ini menggunakan variable control jumlah pinjaman
awal tahun (BEGLOAN), perubahan jumlah pinjaman (∆LOAN), kredit bermasalah awal tahun
(BNPL), perubahan jumlah kredit bermasalah (∆NPL) dan ukuran perusahaan (SIZE)
6. Hasil dan Analisis Hasil Penelitian
Dampak Penerapan PSAK 50 (revisi 2006) dan PSAK 55 (revisi 2006) Terhadap Praktik
Income smoothing melalui Loan Loss Provision di Bank (Hipotesis 1)
Sebelum dilakukan uji klasik dan hasilnya menunjukan model telah terbebas dari masalah
heterokedastisitas, multikolinearitas dan autokorelasi. Berdasarkan hasil regresi seluruh sampel
model 1 (lampiran) menunjukan bahwa telah terjadi manajemen laba khususnya income
smoothing yang dilakukan oleh bank di Indonesia melalui loan loss provision. Hal ini terlihat dari
koefisien EBTP yang positif (α > 0). Manajemen bank memiliki insentif untuk melakukan
perataan laba dengan memanfaatkan fleksibilitas dalam diskresi yang timbul dari penerapan
standar sebelumnya. Hal ini dikarenakan bank ingin mengurangi volatilitas laba yang dilaporkan,
karena volatilitas yang kecil menggambarkan risiko yang kecil.
Setelah periode penerapan PSAK 50/55 (revisi 2006) terlihat adanya penurunan level
income smoothing yang signifikan di industri perbankan hal ini ditunjukan oleh koefisien
POST*EBTP yang negatif (α < 0). Hal ini sesuai dengan hipotesa satu yang telah dibangun
Dampak Penerapan..., Amalia Vinda Lestari, FE UI, 2013
12
dalam penelitian ini. Terjadinya penurunan income smoothing di industri perbankan dipengaruhi
oleh ketatnya standar baru yang diterapkan. Perlakuan terhadap penentuan penyisihan kerugian
kredit mempersempit celah manajemen dalam melakukan manajemen laba. Perhitungan
penyisihan kerugian kredit berdasarkan PSAK 50/55 (revisi 2006) harus berdasarkan data historis
atau incurred loss dengan kata lain bank harus menggunakan data transaksi minimal tiga tahun
atau lima tahun sehingga sulit bagi manajemen untuk melakukan manajemen laba. Dengan
demikian, nilai penyisihan kerugian kredit pada laporan keuangan bank akan menggambarkan
kondisi yang sebenarnya sehingga kemungkinan untuk disalahgunakan dalam praktik income
smoothing menjadi semakin kecil dan tingkat transparansi akan menjadi lebih tinggi.
Variabel kontrol yang digunakan dalam pengujian hipotesis satu menunjukan bahwa
penentuan nilai penyisihan kerugian kredit dipengaruhi oleh jumlah pinjaman dan jumlah
kerugian kredit yang dialami oleh bank. Variabel tersebut menunjukan adanya risiko kredit, jika
risiko kredit mengalami peningkatan maka bank akan meningkatkan nilai penyisihan kerugian
kredit.
Koefisien positif pada variabel ∆LOAN menunjukan adanya hubungan yang positif
dengan loan loss provision. Jika ada peningkatan jumlah pinjaman, bank akan memilih untuk
meningkatkan jumlah penyisihan kerugian kredit. Hal ini kemugkinan dipengaruhi oleh risk
default. Hal ini sesuai dengan penelitian Kilic (2010). Perubahan jumlah kredit bermasalah
(∆NPL) menunjukan adanya hubungan prositif yang signifikan. Hal ini menggambarkan bahwa
ketika bank mengalami peningkatan risiko kredit bank akan meningkatkan jumlah penyisihan
kerugian kredit. BEGNPL juga menunjukan adanya hubungan yang positif signifikan.
Pengaruh variable auditor spesialisasi industry terhadap dampak penerapan PSAK 50/55
(revisi 2006) terhadap income smoothing di Idustri perbankan di Indonesia melalui Loan
loss provision (Hipotesis 2)
Hasil regresi untuk menguji hipotesis kedua dapat dilihat pada tabel hasil regresi seluruh
sampel model 2 (lampiran), pada tabel tersebut terlihat bahwa koefisien POST*EBTP*SPEC
positif signifikan, sehingga dapat disimpulkan bahwa hipotesis kedua ditolak karena auditor
spesialis memperlemah penurunan level income smoothing setelah adanya penerapan PSAK
50/55 (revisi 2006). Hal ini juga diperkuat oleh hasil pengujian yang dilakukan peneliti dalam
model pertama dengan melakukan pengujian berdasarkam kelompok sampel yang dapat dilihat
Dampak Penerapan..., Amalia Vinda Lestari, FE UI, 2013
13
pada tabel hasil regresi berdasarkan kelompok sampel (lampiran). Peneliti membagi dua
kelompok sampel, yaitu kelompok 1 adalah sampel dengan auditor spesialis dan kelompok 2
adalah sampel dengan auditor non spesialis. Dari hasil regresi berdasarkan kelompok sampel
tersebut menunjukan bahwa terjadi income smoothing pada periode sebelum penerapan PSAK
50/55 (revisi 2006) untuk kedua kelompok sampel tersebut. Namun level income smoothing yang
terjadi pada perusahaan yang diaudit oleh auditor spesialis lebih rendah dari auditor non spesialis.
Hal ini menunjukan bahwa kualitas audit yang dihasilkan oleh auditor spesialis lebih besar
dibandingkan dengan auditor non spesialis, karena auditor yang memiliki banyak klien dalam
indutri yang sama akan memiliki pemahaman yang lebih baik mengenai risiko audit spesifik pada
indutri tersebut.
Berdasarkan hasil uji kelompok sampel terlihat bahwa setelah adanya penerapan PSAK
50/55 (revisi 2006) untuk kelompok auditor spesialis tidak terjadi penurunan level income
smoothing sedangkan kelompok auditor non spesialis terjadi penurunan yang signifikan pada
level α = 1%. Jika koefisien EBTP pada sampel dengan auditor spesialis (0,281) dijumlahkan
dengan koefisien POST*EBTP (-0,072) akan menghasilkan nilai positif (0.209) sehingga dapat
disimpulkan bahwa sampel dengan auditor spesialis setelah periode penerapan tetap melakukan
income smoothing. Sedangkan pada sampel dengan auditor non spesialis jumlah dari nilai
koefisien EBTP (1,197) dengan POST*EBTP (-1,622) menghasilkan nilai yang negatif (-0,425)
hal ini menunjukan bahwa sampel dengan auditor non spesialis setelah periode penerapan PSAK
50/55 (revisi 2006) tidak menunjukan adanya praktik income smoothing.
Praktik income smoothing pada sampel bank dengan auditor spesialis yang terjadi setelah
periode penerapan PSAK 50/55 (revisi 2006) kemungkinan dipengaruhi oleh motivasi yang
mendasari manajemen laba. Karena pada dasarnya manajemen laba yang dilakukan oleh
manajemen bank dibagi menjadi dua perspektif, yaitu perspektif oportunistik dan perspektif
efesiensi. Income smoothing yang dilakukan sampel dengan auditor non spesialis dapat dikatakan
sebagai manajemen laba perspektif oportunistik karena penurunan yang sangat besar tersebut
meninbulkan anggapan bahwa pada periode sebelumnya nilai loan loss provision tidak
didasarkan pada bukti yang objektif. Sedangkan praktik income smoothing yang dilakukan oleh
kelompok bank dengan auditor spesialis adalah motivasi efesiensi karena tidak terjadi penurunan
income smoothing dianggap bahwa diskresi manajemen terhadap loan loss provision dapat
didukung oleh bukti-bukti objektif.
Dampak Penerapan..., Amalia Vinda Lestari, FE UI, 2013
14
Perlakuan PSAK 50/55 (revisi 2006) terhadap loan loss provison yang menjadi lebih
ketat, yaitu penyisihan dapat diakui jika terdapat bukti objektif yang menunjukan adanya
penurunan kualitas kredit (incurred loss) memiliki kekurangan. Menurut Barth (2010)
kekurangan model tersebut adalah tidak mencerminkan informasi yang timely, manajemen tidak
dapat memasukan unsur ekternal yang dapat mempengaruhi arus kas dimasa mendatang.
Kekurangan tersebut mungkin yang menjadikan auditor spesialis industri tetap melakukan
income smoothing untuk tujuan efesiensi informasi agar informasi yang terkandung dalam
laporan keuangan menggambarkan ekspektasi terhadap nilai LLP. Siregar dan Utama (2008) juga
menyebutkan bahwa kemampuan dari discretionary accrual harus dapat memberikan informasi
mengenai future profitabilitas.
7. Kesimpulan dan Saran
7.1. Kesimpulan
Dengan adanya penerapan PSAK 50/55 (revisi 2006) menurunkan praktik income
smoothing di Industri perbankan. hal ini dikarenakan perlakuan terhadap loan loss provision
menjadi lebih ketat. Hal ini dapat dilihat dari adanya kewajiban untuk memiliki bukti objektif
terhadap kerugian kredit yang sudah terjadi (incurred loss) dengan kata lain bank harus memiliki
data historis minimal tiga tahun terakhir. Penerapan PSAK 50/55 (revisi 2006) telah
mempersempit celah untuk melakukan manajemen laba dengan demikian laporan keuangan bank
lebih menggambarkan kondisi yang sebenarnya. Auditor spesialis industri tidak terbukti
memperkuat penurunan level income smoothing. Hal ini diperkuat dengan adanya pemisahaan
regresi berdasarkan kelompok sampel. Peneliti menemukan bukti bahwa bank dengan auditor
spesilais tidak mengalami penurunan level income smoothing setelah penerapan PSAK 50/55
(revisi 2006) sedangkan bank dengan auditor nonspesialis mengalami penurunan yang signifikan.
7.2. Keterbatasan dan Penelitian
1. Ketersediaan data yang tidak lengkap, sehingga penulis tidak dapat memperluas sampel
penelitian karena adanya permasalahan keterbatasan data dan informasi yang dimiliki
oleh penulis. Hal ini berpengaruh secara umum terhadap hasil penelitian. Karena itu
peneliti selanjutnya sebaiknya menggunkan sampel yang lebih banyak, baik dari segi
Dampak Penerapan..., Amalia Vinda Lestari, FE UI, 2013
15
periode maupun jumlah bank. Dengan demikian hasil penelitian akan lebih representatif
dalam menggambarkan praktik perataan laba di industri perbankan Indonesia.
2. Penelitian ini menggabungkan perusahaan public dan nonpublic, karena itu peneliti
selanjutnya sebaiknya melakukan pemisahaan sampel bank public dan nonpublic untuk
melihat perbedaan dampak penerapan PSAK 50/55 (revisi 2006) terhadap p[raktik income
smoothing di industry perbankan.
3. Penelitian ini tidak menguji motivasi apa yang mendasari praktik perataan laba yang
dilakukan manajemen, apakah motivasi efesiensi atau motivasi oportunistik. Sehingga
peneliti selanjutnya sebaiknya melakukan pengujian terhadap motivasi manajemen laba
yang dilakukan manajemen sehingga analisis yang dilakukan menjadi lebih mendalam.
Daftar Pustaka
Ahmed, A. S., Takeda, C., & Thomas, S. (1999). Bank Loan Loss Provision : a
reexamination of capital management, earning managemen and signalling effect.
Journal of Accounting and Economics.
Adzis, Azira Abdul. (2012). The impact of international financial reporting standards (IFRS)
on banking loan loss provisioning behaviour and bank earning volatility.Massey
University, Manawatu Campus.
Anggraita, V. (2012). Dampak penerapan PSAK 50/55 (Revisi 2006) terhadap manajemen
laba diperbankan : peranan Mekanisme Corporate Governance, Struktur Kepemilikan dan
kualitas audit. Universitas Indonesia.
Beatty, A., S.L. Chamberlain and J. Magliolo. (1995). Managing financial reports of
commercial banks: the influence of taxes, regulatory capital, and earnings. Journal of
Accounting Research, 33, 231-261.
Beatty, A. and D.G. Harris. (1999). The effects of taxes, agency costs, and information
asymmetry on earnings management: A comparison of Public and Private Firms. Review
of Accounting Studies, 4, 299-326.
Bhat, V.N., (1996). Banks and income smoothing: an empirical analysis, Applied Financial
Economics, vol. 6, pp. 505–510.
Dampak Penerapan..., Amalia Vinda Lestari, FE UI, 2013
16
DeAngelo, L.E. (1981). Auditor size and audit quality. Journal of Accounting and
Economics 3, 183-99.
DeBoskey, David Gregory & Jiang, Wei.(2011). earning management and auditor
specialization in the post-sox era : anexamination of the banking industry. Journal of
banking & Finance.36, 613-623
Diantimala, Yossi & Baridwan, Zaki. (2012). Could Indonesian SFAS 50 and 55 (Revised
2006) reduce earning management of commercial bank in indonesia.
Fitriany. (2012). Pengaruh tenure audit dan auditor spesialis terhadap informasi asimetris.
Universitas Indonesia.
Greenawalt, M.B. and J.F. Sinkey Jr. (1988). Bank Loan-Loss Provisions and the Income-
Smoothing Hypothesis: An Empirical Analysis, 1976-1984, Journal of Financial Services
Research, vol. 1, pp. 301-318.
Gujarati, D.(2004). Basic Econometric. Mc-Grawhill, New York
Jense, M., & Meckling, W. (1976). Theory of the firm : Manageria; behaviour, agency cost
and ownership structure. Journal of Financial Economics, 2, 305-306
Kanagaretnam, K., Chee Y.L., and Gerald J.L.(2010). Auditor reputation and earnings
management: International evidence from the banking industry. Journal of Banking and
Finance, 34, 2318-2327
Kanagaretnam, K., Lobo, G. and R. Mathieu.(2004.) Earnings Management to Reduce
Earnings Variability: Evidence from Bank Loan Loss Provisions, Review of Accounting
and Finance, vol. 3, no. 1, pp. 128-148.
Kanagaretnam, K., Lobo, G. and D.H. Yang. (2005).Determinants of Signaling by Banks
through Loan Loss Provisions, Journal of Business Research, vol. 58, no. 3, pp. 312-320.
Kanagarertnam, K., Gerald J.L., Robert M. (2004). Earnings management to reduce earnings
variability: evidence from bank loan loss provision. Review of Accounting and Finance, 3
(1), 128
Kilic, E., et all. (2010). The impact of SFAS 133 on income smoothing by banks through
loan loss provision. Working paper, University of Houston
Krishnankumar, T. N., & Kulkarni, V. (2007). New International Accounting concepts-
impairment losses of financial asset under IAS 39- Financial instruments : recognition and
measurement. The Chartered Accountant, (April), 1581-1587
Dampak Penerapan..., Amalia Vinda Lestari, FE UI, 2013
17
Lobo, G.J. and J. Zhou.(2001). Disclosure quality and earnings management, Asia-Pacific
Journal of Accounting & Economics, vol. 8, no. 1, pp. 1-20.
Lobo, G.J.,& Yang, D.-H (2001). Bank manager’s heterogneous decisions on discretionary
loan loss provision. Review of Quantitative Financw and Accounting, 16, 223-250
Ma, C. K. (1988). Loan loss reserves and income smoothing: The experience in the U.S.
banking industry, Journal of Business Finance and Accounting, vol. 15, no. 4, pp. 487–
497
Oosterbosch, Renick van. (2009). Earnings Management in the Banking Industry: The
consequences of IFRS implementation on discretionary use of loan loss provisions.
Master thesis of the master Accounting Auditing & Control at Erasmus University
Rotterdam.
Solomon, I., M. D. Shields, dan O. R. Whittington. (1999). What do industry-specialist
auditors know? Journal of Accounting Research 37 (Spring), 191-208.
Wahlen, J.M. (1994). The nature of information in commercial bank loan loss disclosures.
The Accounting Review, 69 (3), 455-478.
Lampiran
Hasil Regresi seluruh sampel (model 1)
Model Tanpa Moderasi : LLP!" = α! + α!POST!" + α!EBTP!" + α!BEGLOAN!" + α!∆LOAN!" + α!BEGNPL!" + α!∆NPL!" +
α!SIZE Model dengan Moderasi : LLP!" =
α! + α!POST!" + α!EBTP!" + α!POST ∗ EBTP + α!BEGLOAN!" + α!∆LOAN!" +α!BEGNPL!" + α!∆NPL!" + α!SIZE!"
Tanpa Moderasi (POST)
Dengan Moderasi (POST)
Variabel Ekspektasi Coefficient Prob. Coefficient Prob.
C 0.00040 0.98940 -0.01038 0.72710 POST - 0.00102 0.33980 0.01970 0.01845** EBTP + 0.42878 0.04010** 0.73972 0.01800**
POST*EBTP - -0.64620 0.01520**
BEGLOAN + -0.00476 0.36565 -0.00368 0.39475
Dampak Penerapan..., Amalia Vinda Lestari, FE UI, 2013
18
∆LOAN +/- 0.01791 0.08180* 0.01477 0.12840
BEGNPL + 1.03027 0.00005*** 0.98904 0.00000***
∆NPL + 1.11711 0.00280*** 1.03846 0.00130***
SIZE +/- -0.00113 0.72030 -0.00095 0.75000
Adjusted R-squared 0.634852 0.671234
Prob(F-statistic) 0.00000 0.00000
Sampel : 118
Definisi variabel sebagai berikut: LLP = loan loss provision dibagi total aset awal tahun; POST = dumy variabel, diberi nilai 1 jika perusahaan telah menerapkan PSAK 50/55 (revisi 2006) , dan 0 jika lainnya; EBTP = Laba sebelum pajak dan penyisihan kerugian kredit (Earning Before Taxes and Provision) dibagi dengan total asset awal tahun; BEGLOAN= Total pinjaman/kredit yang beredar awal tahun dibagi dengan total asset awal tahun; ∆LOAN = Perubahan total pinjaman yang beredar dibagi dengan total asset awal tahun; BEGNPL = Non Performing Loans (pinjaman bermasalah) awal tahun dibagi dengan total asset awal tahun; ∆NPL = Perubahan nilai kredit bermasalah dibagi dengan total asset awal tahun; SIZE = ukuran Bank, logaritma total asset. ***Signifikan 1% ** signifikan 5% *signifikan 10%
Hasil Regresi seluruh sampel (model 2)
Model tanpa moderasi : LLP = α! + α!POST + α!EBTP + α!SPEC + α!BEGLOAN + α!∆LOAN + α!BEGNPL + α!∆NPL +
α!SIZE Model dengan moderasi :
LLP = α! + α!POST + α!EBTP + α!SPEC + α!POST ∗ EBTP + α!POST ∗ EBTP ∗ SPEC+ α!BEGLOAN + α!∆LOAN + α!BEGNPL + α!∆NPL + α!"SIZE
Tanpa Moderasi
Dengan Moderasi
Variabel Ekspektasi Coefficient Prob. Coefficient Prob.
C 0.00315 0.92340 -0.00902 0.81200 POST - 0.00104 0.33750 0.02290 0.01185 EBTP + 0.42992 0.03995** 0.78372 0.01390**
SPEC - 0.00065 0.40510 -0.00757 0.05380*
POST*EBTP - -1.04708 0.00580***
POST*EBTP*SPEC - 0.46329 0.00430***
BEGLOAN + -0.00461 0.37000 -0.00656 0.30870
∆LOAN +/- 0.01808 0.07680 0.01419 0.07820
BEGNPL + 1.03163 0.00005*** 1.00117 0.00000***
Dampak Penerapan..., Amalia Vinda Lestari, FE UI, 2013
19
∆NPL + 1.12041 0.00275*** 0.95359 0.00120***
Tanpa Moderasi
Dengan Moderasi
Variabel Ekspektasi Coefficient Prob. Coefficient Prob.
SIZE +/- -0.00138 0.62420 -0.00070 0.83080
Adjusted R-squared 0.631602 0.687477
Prob(F-statistic) 0.00000 0.00000
Sample : 118
Definisi variabel sebagai berikut: LLP = loan loss provision dibagi total aset awal tahun; POST = dumy variabel, diberi nilai 1 jika perusahaan telah menerapkan PSAK 50/55 (revisi 2006) , dan 0 jika lainnya; EBTP = Laba sebelum pajak dan penyisihan kerugian kredit (Earning Before Taxes and Provision) dibagi dengan total asset awal tahun; SPEC = variabel indikator yang akan bernilai 1 jika perusahaan menggunakan auditor spesialis dan jika bukan maka akan bernilai 0; BEGLOAN= Total pinjaman/kredit yang beredar awal tahun dibagi dengan total asset awal tahun; ∆LOAN = Perubahan total pinjaman yang beredar dibagi dengan total asset awal tahun; BEGNPL = Non Performing Loans (pinjaman bermasalah) awal tahun dibagi dengan total asset awal tahun; ∆NPL = Perubahan nilai kredit bermasalah dibagi dengan total asset awal tahun; SIZE = ukuran Bank, logaritma total aset ***Signifikan 1% ** signifikan 5% *signifikan 10%
Hasil Regresi dengan kelompok sampel
Model Tanpa Moderasi : LLP!" = α! + α!POST!" + α!EBTP!" + α!BEGLOAN!" + α!∆LOAN!" + α!BEGNPL!" + α!∆NPL!" +
α!SIZE Model dengan Moderasi : LLP!" =
α! + α!POST!" + α!EBTP!" + α!POST ∗ EBTP + α!BEGLOAN!" + α!∆LOAN!" +α!BEGNPL!" + α!∆NPL!" + α!SIZE!"
Sampel dengan Auditor Spesialis Sampel dengan Auditor Non Spesialis
Sample: 60 Sample: 48 Tanpa Moderasi Dengan Moderasi Tanpa Moderasi Dengan Moderasi
Variabel Coef. Prob. Coef. Prob. Coef. Prob. Coef. Prob. C 0.005 0.888 0.004 0.909 -0.029 0.740 -0.058 0.511
POST 0.001 0.310 0.004 0.248 -0.002 0.377 0.039 0.002*** EBTP 0.240 0.003*** 0.281 0.013*** 0.576 0.079 1.197 0.000***
POST*EBTP -0.072 0.322 -1.622 0.000*** BEGLOAN -0.007 0.290 -0.007 0.293 0.000 0.495 0.001 0.489 ∆LOAN 0.008 0.379 0.007 0.410 0.006 0.853 0.006 0.833
BEGNPL 0.729 0.000*** 0.725 0.000*** 1.155 0.002 1.075 0.000*** ∆NPL 0.692 0.000*** 0.691 0.000*** 1.306 0.019 0.928 0.001*** SIZE 0.000 0.885 0.000 0.876 0.001 0.921 0.002 0.775
Adjusted R- 0.646065 0.64144 0.646749 0.739116
Dampak Penerapan..., Amalia Vinda Lestari, FE UI, 2013
20
squared Prob(F-statistic) 0.00000 0.00000 0.00000 0.00000
Definisi variabel sebagai berikut: LLP = loan loss provision dibagi total aset awal tahun; POST = dumy variabel, diberi nilai 1 jika perusahaan telah menerapkan PSAK 50/55 (revisi 2006) , dan 0 jika lainnya; EBTP = Laba sebelum pajak dan penyisihan kerugian kredit (Earning Before Taxes and Provision) dibagi dengan total asset awal tahun; BEGLOAN= Total pinjaman/kredit yang beredar awal tahun dibagi dengan total asset awal tahun; ∆LOAN = Perubahan total pinjaman yang beredar dibagi dengan total asset awal tahun; BEGNPL = Non Performing Loans (pinjaman bermasalah) awal tahun dibagi dengan total asset awal tahun; ∆NPL = Perubahan nilai kredit bermasalah dibagi dengan total asset awal tahun; SIZE = ukuran Bank, logaritma total asset. ***Signifikan 1% ** signifikan 5% *signifikan 10%
Dampak Penerapan..., Amalia Vinda Lestari, FE UI, 2013
top related