1 DAMPAK PENERAPAN PSAK 50/55 (REVISI 2006) TERHADAP INCOME SMOOTHING DI INDUSTRI PERBANKAN : PERANAN AUDITOR SPESIALIS INDUSTRI Amalia Vinda Lestari dan Viska Anggraita Program Studi Akuntansi, Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia [email protected]Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk menguji dampak penerapan PSAK 50/55 (revisi 2006) terhadap perilaku perataan laba di Industri perbankan Indonesia melalui penyisihan kerugian kredit. Untuk itu penelitian ini menggunakan laporan keuangan bank periode sebelum penerapan dan setelah penerapan untuk melihat dampak dari penerapan PSAK 50/55 (revisi 2006). Pengujian dilakukan dengan metode analisis regresi berganda dengan jumlah sampel sebanyak 118 perusahaan perbankan yang terdaftar dan tidak terdaftar di Indonesia. Hasil pengujian menunjukan bahwa kegiatan manajemen laba khususnya perataan laba di Industri perbankan mengalami penurunan yang signifikan setelah penerapan PSAK 50/55 (revisi 2006). Hal ini sesuai dengan tujuan adanya adopsi IFRS yaitu untuk meningkatkan transparansi laporan keuangan. Penelitian ini juga menggunakan variabel moderasi auditor spesialis industri untuk menguji peranan auditor terhadap dampak dari penerapan PSAK 50/55 (revisi 2006). Hasil pengujian menunjukan bahwa auditor spesialis industri tidak terbukti memperkuat penurunan level manajemen laba khususnya income smoothing di industri perbankan. Kata Kunci : PSAK 50 and 55 (Revisi 2006), Manajemen Laba , Perataan laba , penyisihan kerugian kredit, dan auditor spesialis industri. Impact of SFAS 50/55 (Revised 2006) on Income smoothing in Banking Industry : The role of Industry Specialist Auditors Abstract This study aims to test the impact of the implementation of PSAK 50/55 (revision 2006) against income smoothing activities in the banking industry Indonesia through loan loss provision. Therefore this research using a bank statement period before and after the application of PSAK 50/55 (revisi 2006) to see the impact of the implementation of PSAK 50/55 (revision 2006). Testing is done by the method of multiple regression analysis with number of samples as much as 118 banking company registered and unregistered in Indonesia. The test results showed that earning management activities in particular income smoothing in banking industry experienced a significant decrease after the implementation of PSAK 50/55 (revision 2006). This is consistent with the purpose of the adoption of IFRS to increase the transparency of financial statements. The study also uses auditor industry specialization variabel to test the role of the auditor with respect to the impact of the implementation of PSAK 50/55 (revisi 2006). The result showed that the auditor industry specialization are not proven strengthen declining level of earning management in particular income smoothing in bankin industry. Keywords: Indonesian SFAS 50 and 55 (Revised 2006), earnings management, income smoothing, loan loss provision and auditor industry specialization 1. Pendahuluan PSAK 50/55 (revisi 2006) mengatur bagaimana sebuah bank memperlakukan loan loss provision (LLP). Penyisihan kerugian kredit (Loan-Loss Provision) adalah penyisihan kerugian Dampak Penerapan..., Amalia Vinda Lestari, FE UI, 2013
20
Embed
DAMPAK PENERAPAN PSAK 50/55 (REVISI 2006) TERHADAP …
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
1
DAMPAK PENERAPAN PSAK 50/55 (REVISI 2006) TERHADAP INCOME SMOOTHING DI INDUSTRI PERBANKAN : PERANAN
AUDITOR SPESIALIS INDUSTRI
Amalia Vinda Lestari dan Viska Anggraita
Program Studi Akuntansi, Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia
Penelitian ini bertujuan untuk menguji dampak penerapan PSAK 50/55 (revisi 2006) terhadap perilaku perataan laba di Industri perbankan Indonesia melalui penyisihan kerugian kredit. Untuk itu penelitian ini menggunakan laporan keuangan bank periode sebelum penerapan dan setelah penerapan untuk melihat dampak dari penerapan PSAK 50/55 (revisi 2006). Pengujian dilakukan dengan metode analisis regresi berganda dengan jumlah sampel sebanyak 118 perusahaan perbankan yang terdaftar dan tidak terdaftar di Indonesia. Hasil pengujian menunjukan bahwa kegiatan manajemen laba khususnya perataan laba di Industri perbankan mengalami penurunan yang signifikan setelah penerapan PSAK 50/55 (revisi 2006). Hal ini sesuai dengan tujuan adanya adopsi IFRS yaitu untuk meningkatkan transparansi laporan keuangan. Penelitian ini juga menggunakan variabel moderasi auditor spesialis industri untuk menguji peranan auditor terhadap dampak dari penerapan PSAK 50/55 (revisi 2006). Hasil pengujian menunjukan bahwa auditor spesialis industri tidak terbukti memperkuat penurunan level manajemen laba khususnya income smoothing di industri perbankan. Kata Kunci : PSAK 50 and 55 (Revisi 2006), Manajemen Laba , Perataan laba , penyisihan kerugian kredit, dan
auditor spesialis industri.
Impact of SFAS 50/55 (Revised 2006) on Income smoothing in Banking Industry : The role of Industry Specialist Auditors
Abstract
This study aims to test the impact of the implementation of PSAK 50/55 (revision 2006) against income smoothing activities in the banking industry Indonesia through loan loss provision. Therefore this research using a bank statement period before and after the application of PSAK 50/55 (revisi 2006) to see the impact of the implementation of PSAK 50/55 (revision 2006). Testing is done by the method of multiple regression analysis with number of samples as much as 118 banking company registered and unregistered in Indonesia. The test results showed that earning management activities in particular income smoothing in banking industry experienced a significant decrease after the implementation of PSAK 50/55 (revision 2006). This is consistent with the purpose of the adoption of IFRS to increase the transparency of financial statements. The study also uses auditor industry specialization variabel to test the role of the auditor with respect to the impact of the implementation of PSAK 50/55 (revisi 2006). The result showed that the auditor industry specialization are not proven strengthen declining level of earning management in particular income smoothing in bankin industry. Keywords: Indonesian SFAS 50 and 55 (Revised 2006), earnings management, income smoothing, loan loss
provision and auditor industry specialization
1. Pendahuluan
PSAK 50/55 (revisi 2006) mengatur bagaimana sebuah bank memperlakukan loan loss
provision (LLP). Penyisihan kerugian kredit (Loan-Loss Provision) adalah penyisihan kerugian
Dampak Penerapan..., Amalia Vinda Lestari, FE UI, 2013
2
atas portfolio kredit yang mengalami penurunan nilai ekonomi. Penyisihan kerugian ini penting
untuk dilakukan sehingga laporan keuangan bank tersebut mencerminkan keadaan yang
sebenarnya (representation faithfullness).
Selama ini menurut aturan BI, penyisihan dilakukan dengan melakukan forward-looking
provisioning dimana bank dapat menentukan nilai penyisihan kerugian kredit walaupun kerugian
belum terjadi. Standar lama memungkinkan bank melakukan judgement (expected loss) dalam
menentukan impairment loss. Akibatnya bank memiliki flexibilitas dalam penentuan tinggi
rendahnya impairment loss yang disesuaikan dengan motivasi manajemen bank. Hal ini
merupakan celah yang banyak dimanfaatkan bank untuk memoles laporan keuangannya dan
melakukan window dressing. Dengan berlakunya PSAK 50/55 (revisi 2006) mengakibatkan
window dressing akan menjadi lebih sulit karena manajemen tidak lagi memiliki fleksibilitas
dalam menentukan LLP karena penurunan nilai pinjaman dapat terjadi jika terdapat bukti
objektif, misalnya terjadi pelanggaran kontrak atau kemungkinan dinyatakan pailit.
Metode Perataan laba atau income smoothing digunakan untuk mengurangi fluktuasi laba
karena investor lebih menyukai pertumbuhan yang stabil. Ketika perusahaan memiliki laba yang
besar tentu akan menyulitkan manajemen dalam peningkatan laba ditahun-tahun berikutnya.
Lobo dan Yang (2001) yang menemukan bukti bahwa loan loss provision mempunyai hubungan
positif dengan income smoothing. Jika dikaitkan dengan perubahan standar akuntansi dengan
income smoothing, hal yang menarik adalah apa dampaknya jika terdapat perubahan standar
akuntansi dengan flexibilitas manajemen dalam melakukan manajemen laba. Apakah
menurunkan flexibilitas atau hanya menyediakan celah yang lebih besar karena bank
memanfaatkan diskresi dalam melakukan income smoothing
Kualitas audit sendiri bergantung kepada tingkat independensi auditor dan kompetensi
auditor. Salah satu faktor yang mempengaruhi kompetensi auditor adalah spesialisasi auditor.
Krishnan and Yang (1999) dan Craswell, Francis, and Taylor (1995) menemukan bukti adanya
hubungan yang positif antara kualitas audit dengan audit specialists industry. Sama halnya
dengan Craswell et al (1995) dalam Zhou dan Elder (2004) membuktikan bahwa kualitas audit
berhubungan positif dengan spesialisasi auditor. Auditor yang melakukan spesialisasi industri
untuk meluaskan pangsa pasar mereka terhadap klien, lebih menguasai informasi tentang industri
tersebut dibandingkan dengan auditor nonspesialis.
Dampak Penerapan..., Amalia Vinda Lestari, FE UI, 2013
3
Berdasarkan isu-isu diatas maka, penelitian ini ingin menjawab pertanyaan: 1) Apakah
terjadi penurunan praktik perataan laba (income smoothing) melalui loan loss provision pada
bank-bank di Indonesia setelah penerapan PSAK 50/55 (revisi 2006)?; 2) Apakah kualitas laba
melalui proksi audit specialist berperan dalam memoderasi pengaruh penerapan PSAK 50/55
(revisi 2006) terhadap kecenderungan bank di indonesia melakukan perataan laba melalui loan
loss provision?
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk menguji kemampuan PSAK 50/55 (revisi
2006) dalam mengurangi manajemen laba. Tujuan khususnya adalah untuk meneliti dampak
pelaksanaan PSAK 50/ 55 (revisi 2006) dalam mengurangi prilaku income smoothing melalui
LLP serta mengetahui peran auditor specialis terhadap prilaku income smoothing tersebut.
2. Tinjauan Teoritis
2.1 Teori Keagenan
Godfrey et al. (2010) menjelaskan bahwa teori keagenan pertama kali dicetuskan oleh
Jensen dan Meckling (1976). Jensen dan Meckling (1976) menjelaskan bahwa teori keagenan
merupakan sebuah kontrak antara agen (manajer) dan principal (pemilik/pemegang saham).
Dalam kerangka hubungan keagenan akan timbul masalah keagenan yang disebabkan oleh
perbedaan kepentingan antara prinsipal dan agen. Dimana masing-masing pihak akan
memaksimalkan kepentinganya. Perbedaan kepentingan akan menyebabkan timbulnya asimetris
informasi antara prinsipal dan agen. Menurut Scott (2000), terdapat dua macam asimetri
informasi yaitu: (1) Adverse selection, yaitu bahwa para manajer serta orang-orang dalam lainnya
biasanya mengetahui lebih banyak tentang keadaan dan prospek perusahaan dibandingkan
investor pihak luar. Fakta yang mungkin dapat mempengaruhi keputusan yang akan diambil oleh
pemegang saham tersebut adalah tidak disampaikan informasinya kepada pemegang saham. (2)
Moral hazard, yaitu bahwa kegiatan yang dilakukan oleh seorang manajer tidak seluruhnya
diketahui oleh pemegang saham maupun pemberi pinjaman, sehingga manajer dapat melakukan
tindakan diluar pengetahuan pemegang saham yang melanggar kontrak dan sebenarnya secara
etika atau norma mungkin tidak layak dilakukan.
Dampak Penerapan..., Amalia Vinda Lestari, FE UI, 2013
4
2.2 Dampak Penerapan PSAK 50/55 (revisi 2006)
PSAK No 50 (Revisi 2006) tentang Penyajian dan Pengungkapan Instrumen Keuangan dan
PSAK No 55 (Revisi 2006) tentang Pengakuan dan Pengukuran Instrumen Keuangan seharusnya
sudah mulai diberlakukan pada 1 Januari 2009, namun karena timbulnya keberatan yang diajukan
oleh bank-bank di Indonesia menyebabkan pemberlakuannya diundur hingga 1 Januari 2010 dan
diadopsi penuh pada 31 Desember 2010.
Banyak penelitian maupun artikel yang membahas tentang dampak dari penerapan PSAK
50/55 (revisi 2006) dan menyatakan bahwa ada beberapa area yang berdampak signifikan atas
penerapan PSAK tersebut. Berikut ini dampak yang timbul akibat penerapan PSAK No. 50
(revisi 2006) sebagai pengganti PSAK No. 50 (1998) di industri perbankan Indonesia.
1. Penyisihan Kerugian Kredit (Loan-Loss Provisioning). Setelah diberlakukannya PSAK
50/55 (revisi 2006), maka jenis instrumen keuangan pada perbankan menjadi lebih luas,
termasuk kredit. Hal ini memberikan implikasi langsung terhadap pengukuran penyisihan
kerugian kredit yang harus sejalan dengan aturan penurunan nilai pada PSAK 55 (revisi
2006).
Menurut Bank Indonesia, perhitungan penyisihan kerugian kredit dilakukan oleh bank
didasarkan pada minimum requirements oleh Bank Indonesia. Hal ini dilakukan setelah
menilai kualitas kredit atau dengan melakukan forward-looking provisioning, dimana bank
melakukan penyisihan kerugian kredit walaupun kerugian belum terjadi (expected loss). Hal
ini berbeda dengan PSAK 50/55 (revisi 2006) dimana penurunan nilai baru dilakukan jika
telah terdapat bukti objektif seperti pelanggaran kontrak, kemungkinan dinyatakan pailit.
Berkaitan dengan besarnya penyisihan kerugian kredit, PSAK 55 (revisi 2006) mengatur
penurunan nilai diukur sebagai selisih antara nilai asset tercatat dengan nilai kini estimasi
arus kas masa datang yang didiskontokan dengan menggunakan suku bunga efektif.
Penerapan PSAK 50/55 (revisi 2006), bank dituntut untuk menentukan penyisihan kerugian
kredit berdasarkan data historis kerugian kredit dihitung dari perkalian beberapa komponen
gagal bayar (potential of default) dikalikan jumlah kredit yang bersangkutan. Komponen
lainnya loss given default (LGD) yang merupakan kerugian rill akibat gagal bayar yang
benar-benar tidak tertagih, diluar tingkat kembalian tagihan (recovery rate). Potentian of
default yang dihitung dari pengalaman kerugian yang sudah terjadi berdasarkan data
historis setiap jenis kredit bank tersebut minimal selama 3 tahun terakhir.
Dampak Penerapan..., Amalia Vinda Lestari, FE UI, 2013
5
Dari kriteria penurunan nilai kredit, maka faktor-faktor penilaian kualitas kredit
berdasarkan aturan BI berbeda dengan PSAK 50/55 (revisi 2006) karena pada aturan BI
penilaian kualitas kredit bersifat expected sedangkan PSAK 55 (revisi 2006) dibatasi
dengan adanya bukti objektif. Hal tersebut menyebabkan nilai kredit yang akan diturunkan
nilainya akan lebih besar menurut BI dibandingkan menurut PSAK 55 (revisi 2006)
Namun perhitungan berapa besarnya penyisihan kerugian kredit menurut PSAK 55 (revisi
2006) akan menghasilkan nilai yang lebih volatil dibandingkan dengan dengan penyisihan
yang menggunakan aturan BI. Hal ini dikarenakan jika menggunakan aturan BI, nilai
presentase rasio penyisihan kerugian kredit dari total kredit tetap sesuai dengan ketetapan
BI. Sedangkan pada PSAK 55 (revisi 2006) presentase penyisihan kerugian kredit akan
berubah-ubah mengikuti estimasi yang dilakukan oleh bank terhadap arus kas dimasa
datang.
Perbedaan perlakuan penyisihan kerugian kredit tersebut tentu akan menghasilkan nilai
akhir penyisihan kerugian yang berbeda antara sebelum dan sesudah diberlakukannya
PSAK 50/55 (revisi 2006) sehingga akan berpengaruh pada manajemen perusahaan dalam
melakukan praktik manajemen laba pada laporan keuangan.
Variabel Ekspektasi Coefficient Prob. Coefficient Prob.
C 0.00040 0.98940 -0.01038 0.72710 POST - 0.00102 0.33980 0.01970 0.01845** EBTP + 0.42878 0.04010** 0.73972 0.01800**
POST*EBTP - -0.64620 0.01520**
BEGLOAN + -0.00476 0.36565 -0.00368 0.39475
Dampak Penerapan..., Amalia Vinda Lestari, FE UI, 2013
18
∆LOAN +/- 0.01791 0.08180* 0.01477 0.12840
BEGNPL + 1.03027 0.00005*** 0.98904 0.00000***
∆NPL + 1.11711 0.00280*** 1.03846 0.00130***
SIZE +/- -0.00113 0.72030 -0.00095 0.75000
Adjusted R-squared 0.634852 0.671234
Prob(F-statistic) 0.00000 0.00000
Sampel : 118
Definisi variabel sebagai berikut: LLP = loan loss provision dibagi total aset awal tahun; POST = dumy variabel, diberi nilai 1 jika perusahaan telah menerapkan PSAK 50/55 (revisi 2006) , dan 0 jika lainnya; EBTP = Laba sebelum pajak dan penyisihan kerugian kredit (Earning Before Taxes and Provision) dibagi dengan total asset awal tahun; BEGLOAN= Total pinjaman/kredit yang beredar awal tahun dibagi dengan total asset awal tahun; ∆LOAN = Perubahan total pinjaman yang beredar dibagi dengan total asset awal tahun; BEGNPL = Non Performing Loans (pinjaman bermasalah) awal tahun dibagi dengan total asset awal tahun; ∆NPL = Perubahan nilai kredit bermasalah dibagi dengan total asset awal tahun; SIZE = ukuran Bank, logaritma total asset. ***Signifikan 1% ** signifikan 5% *signifikan 10%
Variabel Ekspektasi Coefficient Prob. Coefficient Prob.
C 0.00315 0.92340 -0.00902 0.81200 POST - 0.00104 0.33750 0.02290 0.01185 EBTP + 0.42992 0.03995** 0.78372 0.01390**
SPEC - 0.00065 0.40510 -0.00757 0.05380*
POST*EBTP - -1.04708 0.00580***
POST*EBTP*SPEC - 0.46329 0.00430***
BEGLOAN + -0.00461 0.37000 -0.00656 0.30870
∆LOAN +/- 0.01808 0.07680 0.01419 0.07820
BEGNPL + 1.03163 0.00005*** 1.00117 0.00000***
Dampak Penerapan..., Amalia Vinda Lestari, FE UI, 2013
19
∆NPL + 1.12041 0.00275*** 0.95359 0.00120***
Tanpa Moderasi
Dengan Moderasi
Variabel Ekspektasi Coefficient Prob. Coefficient Prob.
SIZE +/- -0.00138 0.62420 -0.00070 0.83080
Adjusted R-squared 0.631602 0.687477
Prob(F-statistic) 0.00000 0.00000
Sample : 118
Definisi variabel sebagai berikut: LLP = loan loss provision dibagi total aset awal tahun; POST = dumy variabel, diberi nilai 1 jika perusahaan telah menerapkan PSAK 50/55 (revisi 2006) , dan 0 jika lainnya; EBTP = Laba sebelum pajak dan penyisihan kerugian kredit (Earning Before Taxes and Provision) dibagi dengan total asset awal tahun; SPEC = variabel indikator yang akan bernilai 1 jika perusahaan menggunakan auditor spesialis dan jika bukan maka akan bernilai 0; BEGLOAN= Total pinjaman/kredit yang beredar awal tahun dibagi dengan total asset awal tahun; ∆LOAN = Perubahan total pinjaman yang beredar dibagi dengan total asset awal tahun; BEGNPL = Non Performing Loans (pinjaman bermasalah) awal tahun dibagi dengan total asset awal tahun; ∆NPL = Perubahan nilai kredit bermasalah dibagi dengan total asset awal tahun; SIZE = ukuran Bank, logaritma total aset ***Signifikan 1% ** signifikan 5% *signifikan 10%
Hasil Regresi dengan kelompok sampel
Model Tanpa Moderasi : LLP!" = α! + α!POST!" + α!EBTP!" + α!BEGLOAN!" + α!∆LOAN!" + α!BEGNPL!" + α!∆NPL!" +
Definisi variabel sebagai berikut: LLP = loan loss provision dibagi total aset awal tahun; POST = dumy variabel, diberi nilai 1 jika perusahaan telah menerapkan PSAK 50/55 (revisi 2006) , dan 0 jika lainnya; EBTP = Laba sebelum pajak dan penyisihan kerugian kredit (Earning Before Taxes and Provision) dibagi dengan total asset awal tahun; BEGLOAN= Total pinjaman/kredit yang beredar awal tahun dibagi dengan total asset awal tahun; ∆LOAN = Perubahan total pinjaman yang beredar dibagi dengan total asset awal tahun; BEGNPL = Non Performing Loans (pinjaman bermasalah) awal tahun dibagi dengan total asset awal tahun; ∆NPL = Perubahan nilai kredit bermasalah dibagi dengan total asset awal tahun; SIZE = ukuran Bank, logaritma total asset. ***Signifikan 1% ** signifikan 5% *signifikan 10%
Dampak Penerapan..., Amalia Vinda Lestari, FE UI, 2013