Curcuma domestica Val.) - sinta.unud.ac.id 2.pdfCurcuma domestica Val. Kunyit termasuk salah satu suku tanaman temu-temuan (Zingiberaceae). Menurut Winarto (2003), dalam taksonomi
Post on 10-Jun-2019
268 Views
Preview:
Transcript
5
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kunyit (Curcuma domestica Val.)
Kunyit adalah salah satu jenis rempah-rempah yang banyak digunakan
sebagai bumbu dalam berbagai jenis masakan. Kunyit memiliki nama latin
Curcuma domestica Val. Kunyit termasuk salah satu suku tanaman temu-temuan
(Zingiberaceae). Menurut Winarto (2003), dalam taksonomi tanaman kunyit
dikelompokkan sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Divisio : Spermatophyta
Sub divisio : Angiospermae
Class : Monocotyledonae
Ordo : Zingiberales
Family : Zingiberaceae
Genus : Curcuma
Species : Curcuma domestica Val
Tanaman kunyit tumbuh bercabang dengan tinggi 40-100 cm. Batang
merupakan batang semu, tegak, bulat, membentuk rimpang dengan warna
kekuningan dan tersusun dari pelepah daun (agak lunak). Daun tunggal, bentuk
bulat telur (lanset) memanjang hingga 10-40 cm, lebar 8-12,5 cm dan pertulangan
menyirip dengan warna hijau pucat. Tanaman kunyit dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1. Tanaman Kunyit (Curcuma domestica Val)(Anon, 2012)
6
Khasiat kunyit diantaranya sebagai antioksidan, anti karsinogen, anti
alzeimer dan juga anti kanker. (Depkes RI, 1995). Kunyit dikenal sebagi
penyedap, penetral bau anyir pada masakan, seperti gulai opor dan soto, serta
pewarna pada nasi kuning. Kunyit dimanfaatkan secara luas oleh industri
makanan, minuman, obat-obatan, kosmetik dan tekstil. Tanaman temu-temuan
yang berkerabat dekat dengan kunyit dan dikenal masyarakat antara lain
temulawak (Curcuma xanthorrhiza), jahe (Zingiberofficinale), dan kencur
(Kaempferia galanga). Berikut ini disajikan struktur kimia kurkumin,
demetoksikurkumin, bisdemetoksikurkumin pada Gambar 2.
Gambar 2. Struktur kimia kurkumin, demetoksikurkumin, bisdemetoksikurkumin.
Kurkumin mempunyai rumus molekul C21H20O6 (BM = 368). Sifat kimia
kurkumin yang menarik adalah sifat perubahan warna akibat perubahan pH
lingkungan. Kurkumin berwarna kuning atau kuning jingga pada suasana asam,
sedangkan dalam suasana basa berwarna merah. Kurkumin dalam suasana
7
basaatau pada lingkungan pH 8,5-10,0 dalam waktu yang relatif lama dapat
mengalami proses disosiasi, kurkumin mengalami degradasi membentuk
asamferulat dan feruloilmetan. Warna kuning coklat feruloilmetan akan
mempengaruhi warna merah dari kurkumin yang seharusnya terjadi. Sifat
kurkumin lain yang penting adalah kestabilannya terhadap cahaya. Adanya cahaya
dapat menyebabkan terjadinya degradasi fotokimia senyawa tersebut. Hal ini
karena adanya gugus metilen aktif5(-CH2-) diantara dua gugus keton pada
senyawa tersebut. Kurkumin mempunyaiaroma yang khas dan tidak bersifat
toksik bila dikonsumsi oleh manusia. Jumlah kurkumin yang aman dikonsumsi
oleh manusia adalah 10 mg/hari sedangkan untuk tikus 5 g/hari.
Gambar 3. Reaksi Hidrolisis Kurkumin
2.1.1 Kandungan Senyawa Kunyit (Curcuma domestica Val.)
Kandungan utama dalam rimpang kunyit diantaranya adalah minyak atsiri,
kurkumin, resin, oleoresin, desmetoksikurkumin, bidesmetoksikurkumin, lemak,
protein, kalsium, fosfor dan besi(Sihobing, 2007). Kebutuhan kunyit setiap
tahunnya meningkat sampai 2% sehingga diperlukan bahan tanaman yang cukup
8
tinggi. Di tingkat industri obat tradisional di Jawa Tengah, kebutuhan kunyit
mencapai 1,355 ton/tahun berat segar dan menempati urutan ke empat terbesar
setelah bahan baku obat lainnya (Kristina dkk., 2008). Kunyit tumbuh baik di
bawah naungan/tegakan hutan dengan kisaran intensitas cahaya matahari
mencapai 70%. Naungan sekitar 30 % cukup untuk pertumbuhan tanaman.
Banyak lahan di tingkat petani yang dapat dimanfaatkan untuk tujuan tersebut.
Kunyit mengandung senyawa yang berkhasiat obat, yang disebut
kurkuminoid yang terdiri dari kurkumin, desmetoksikumin dan
bisdesmetoksikurkumin dan zat-zat manfaat lainnya. Rimpang kunyit
mengandung 28% glukosa, 12% fruktosa, 8% protein, dan kandungan kalium
dalam rimpang kunyit cukup tinggi, 1,3-5,5% minyak atsiri yang terdiri 60%
keton seskuiterpen, 25% zingiberina dan 25% kurkumin berserta turunannya
(Winarti dan Nurdjanah, 2005). Keton Seskuiterpen yang terdapat dalam rimpang
kunyit adalah tumeron dan antumeron, sedangkan kurkumin dalam rimpang
kunyit meliputi kurkumin (diferuloilmetana), dimetoksikurkumin
(hidroksisinamoil feruloilmetan), dan bisdemetoksi-kurkumin (hidroksisinamoil
metana) (Maiti, 2004).
2.1.2 Manfaat Kunyit Bagi Kesehatan
Kunyit memiliki kandungan bioaktif dengan manfaat kesehatan yang yang
sangat baik. Akhir-akhir ini, sains mulai mengumpulkan fakta mengenai informasi
yang dimiliki oleh orang India selama bertahun-tahun bahwa kunyit memang
memiliki kandungan yang bermanfaat untuk pengobatan. Kandungan ini dikenal
dengan nama kurkuminoid, dan kandungan paling penting dari kurkuminoid
adalah kurkumin. Kurkumin adalah bahan aktif utama dalam kunyit. Kurkumin
9
memiliki kandungan anti-inflamasi yang sangat kuat dan antioksidan yang sangat
tinggi. Namun, kandungan kurkumin dalam kunyit tidaklah tinggi hanya sekitar
3% dari beratnya (Karyadi, 1997).
Kurkumin adalah senyawa yang berasal dari tanaman kunyit dan sejenisnya.
Kurkumin dapat dimanfaatkan sebagai senyawa antioksidan. Tubuh memerlukan
antioksidan yang dapat membantu melindungi tubuh dari serangan radikal bebas
dengan meredam dampak negatif senyawa ini. (Nugrahadi dan Limantara, 2008).
Kunyit (Curcuma domestica Val.) meningkatkan kapasitas antioksidan
tubuh secara drastis. Kerusakan oksidatif diyakini menjadi salah satu mekanisme
dibalik penuaan dan sejumlah penyakit. Kerusakan oksidatif melibatkan radikal
bebas, molekul yang sangat reaktif disertai dengan electron yang tidak memiliki
pasangan. Radikal bebas cenderung bereaksi dengan zat organik yang penting,
seperti protein asam lemak atau DNA. Alasan utama mengapa antioksidan sangat
penting adalah karena mereka melindungi tubuh kita dari radikal bebas. Kurkumin
ternyata memiliki kandungan antioksidan yang diperoleh dari struktur kimiawi
yang dapat menetralisir radikal bebas. Namun kurkumin juga meningkatkan
aktivitas enzim antioksidan tubuh. Dengan cara tersebut, kurkumin mampu
melawan radikal bebas. Kurkumin memblokir radikal bebas secara langsung,
kemudian menstimulasi mekanisme antioksidan tubuh.
2.2 Daun Asam (Tamarindus indica L.)
Menurut Maiti dkk (2004), asam jawa (Tamarindus Indica L.) merupakan
sebuah kultivar daerah tropis dan termasuk tumbuhan berbuah polong. Nama
ilmiah asam jawa adalah Tamarindus indica L. dan termasuk ke dalam suku
Fabaceae (Leguminosae). Klasifikasi tanaman asam jawa (Kurniawati, 2008):
10
Divisi : Spermatophyta
Anak divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Anak kelas : Rosidae
Bangsa : Rosales
Suku : Caesalpiniaceae
Marga : Tamarindus
Jenis : Tamarindus indica L.
Menurut Mun’im dkk. (2009) dalam penelitiannya melaporkan bahwa
identifikasi fitokimia pada ekstrak daun asam jawa menunjukkan adanya tanin,
flavonoid dan saponin. Senyawa-senyawa inilah yang membuat daun asam dapat
berkhasiat sebagai obat. Asam jawa mempunyai pohon yang besar, daunnya
berwarna hijau, tinggi 25m, dan diameter batang di pangkal sampai 2m. Kulit
batang berwarna coklat keabu-abuan, kasar, dan beralur-alur vertikal. Tajuknya
rindang, berdaun lebat, melebar, dan membulat. Daunnya majemuk menyirip
genap dengan panjang 5-13cm. Pohon asam dapat tumbuh dengan baik sampai
ketinggian sekitar 1000m dpl, pada tanah berpasir atau tanah liat, khususnya di
wilayah yang musim keringnya jelas dan cukup panjang. Penyebaran tanaman
ini, antara lain Sudan, Karibia, Amerika Latin, Indonesia, dan sebagainya.
2.2.1 Kandungan Senyawa Daun Asam (Tamarindus indica L.)
Menurut Kartika dkk., (1997) kandungan senyawa aktif flavonoid dan tanin
yang ada di daun ini dipercaya dapat meluruhkan lemak dengan cara
meningkatkan system metabolisme tubuh. Dengan adanya peningkatan
metabolisme tubuh, proses pembakaran lemak semakin maksimal. Maka tidaklah
heran kalau air rebusannya kerap digunakan sebagai pelengkap program diet
11
terutama bagi kaum hawa. Tanaman asam jawa mengandung senyawa tanin,
alkaloid, saponin, seskuiterpena, dan flobatamin melalui uji fitokimia (Sumiati,
2004).
Flavonoid merupakan salah satu kelompok senyawa fenolik yang banyak
terdapat pada jaringan tanaman. Flavonoid dapat berperan sebagai antioksidan.
Aktivitas antioksidatif flavonoid bersumber pada kemampuan mendonasikan atom
hidrogennya atau melalui kemampuannya mengkelat logam. Berbagai hasil
penelitian menunjukkan bahwa senyawa flavonoid mempunyai aktivitas
antioksidan yang beragam pada berbagai jenis sereal, sayuran dan buah-buahan.
Flavonoid tersusun atas kerangkakarbon C6-C3-C6, atau termasuk golongan
fenilbenzopiran. Dilihat pada posisi ikatan cincin aromatik benzopirano
(kromano), produk alami inidibagi menjadi tiga kelas, yaitu:
1. Flavonoid (2-fenilbenzopiran)
2. Isoflavonoid (3-fenilbenzopiran)
3. Neoflavonoid (4-fenilbenzopiran)
Gambar 4. Struktur flavonoid, isoflavonoid, dan neoflavonoid
Zat flavonoid berfungsi sebagai penangkal radikal bebas yang dapat
mengacaukan sistem keseimbangan tubuh dan memicu timbulnya kanker dan
tumor. Katekin pada daun teh dapat menurunkan kolesterol darah dan mengurangi
kemungkinan terserang kanker.
12
Senyawa tanin termasuk ke dalam senyawa polifenol yang artinya senyawa
yang memiliki bagian berupa fenolik. Senyawa tanin dibagi menjadi dua
berdasarkan pada sifat dan struktur kimianya, yaitu tanin yang terhidrolisis dan
tanin yang terkondensasi. Tanin terhidrolisis biasanya ditemukan dalam
konsentrasi yang lebih rendah pada tanaman bila dibandingkan dengan tanin
terkondensasi. Hal ini dikarenakan sifat tanin yang sangat kompleks mulai dari
pengendap protein hingga pengkhelat logam. Tanin juga dapat berfungsi sebagai
antioksidan biologis. Struktur kimia tanin adalah kompleks dan tidak sama. Asam
tanat tersusun 5 – 10 residuester galat, sehingga galotanin sebagai salah satu
senyawa turunan tanin dikenal dengan nama asam tanat. Senyawa tanin dibagi
menjadi dua yaitu tanin yang terhidrolisis dan tanin yang terkondensasi.
Tanin Terhidrolisis :
Tanin ini biasanya berikatan dengan karbohidrat dengan membentuk
jembatan oksigen, maka dari itu tanin ini dapat dihidrolisis dengan menggunakan
asam sulfat atau asam klorida. Salah satu contoh jenis tanin ini adalah gallotanin
yang merupakan senyawa gabungan dari karbohidrat dengan asam galat. Selain
membentuk gallotanin, dua asam galat akan membentuk tanin terhidrolisis yang
bisa disebut ellagitanin. Ellagitanin sederhana disebut juga ester asam
hexahydroxydiphenic (HHDP). Senyawa ini dapat terpecah menjadi asam galik
jika dilarutkan dalam air.
Gambar 5. Tanin Terhidrolisis
13
Tanin Terkondensasi
Tanin jenis ini biasanya tidak dapat dihidrolisis, tetapi dapat terkondensasi
menghasilkan asam klorida. Tanin jenis ini kebanyakan terdiri dari polimer
flavonoid yang merupakan senyawa fenol. Nama lain dari tanin ini adalah
Proantosianidin. Proantosianidin merupakan polimer dari flavonoid yang
dihubungkan melalui C8 dengan C4. Salah satu contohnya adalah Sorghum
prosianidin, senyawa ini merupakan trimer yang tersusun dari epikatekin dan
katekin. Senyawa ini jika dikondensasi maka akan menghasilkan flavonoid jenis
flavan dengan bantuan nukleofil berupa floroglusinol.
Gambar 6. Tanin Terkondensasi
Saponin merupakan senyawa dalam bentuk glikosida yang tersebar luas
pada tumbuhan tingkat tinggi. Saponin membentuk larutan koloidal dalam air dan
membentuk busa yang mantap jika dikocok dan tidak hilang dengan penambahan
asam.
14
Klasifikasi Saponin :
Saponin diklasifikasikan berdasarkan sifat kimia menjadi dua yaitu saponin
steroid dan saponin triterpenoid.Saponin steroid tersusun atas inti steroid (C27)
dengan molekul karbohidrat. Steroid saponin dihidrolisis menghasilkan satu
aglikon yang dikenal sebagai sapogenin. Tipe saponin ini memiliki efek
antijamur.
Gambar 7. Struktur Dasar Steroid
Saponin tritetpenoid tersusun atas inti triterpenoid dengan molekul
karbohidrat. Dihidrolisis menghasilkan suatu aglikon yang disebut sapogenin ini
merupakan suatu senyawa yang mudah dikristalkan lewat asetilasi sehingga dapat
dimurnikan.
Gambar 8. Struktur Dasar Triterpen
15
2.2.2 Manfaat Asam Bagi Kesehatan
Manfaat daun asam jawa ternyata cukup banyak bila digunakan sebagai
obat, kosmetik dan meningkatkan kesehatan, akan tetapi tidak banyak orang
yang tahu akan hal itu. Daun asam dapat dilihat pada Gambar 9.
Gambar 9. Daun asam TamarindusindicaL. (Maiti, 2004).
Tanaman asam jawa memiliki nama ilmiah Tamarindus indica L,
merupakan tanaman yang lazim kita jumpai di Indonesia. Pada umumnya
tanaman ini digunakan sebagai pembatas jalan raya karena bentuknya yang
rindang dan pohonnya kokoh atau ulet. Asam jawa sudah sejak dulu dikenal
sebagai obat herbal penurun kadar kolesterol. Hal ini karena adanya kandungan
kimia yang berlimpah di dalam daunnya berupa saponin, tannin dan flavonoid
yang banyak (Rukmana, 2005).
Asam jawa sering kita kenal sebagai bumbu masakan yang bermanfaat untuk
menghilangkan bau anyir pada ikan Kartika dkk, (1997). Jarang orang mengetahui
jika asam jawa ini memiliki manfaat untuk kecantikan bagi wanita. Cara alami
yang tentunya sangat aman untuk digunakan ini membuat siapapun dapat
mencobanya sebagai perawatan kecantikan tubuh dan kulit Anda. Selain harganya
yang murah, tentu saja hasil yang didapatkan sangat baik dibanding dengan
menggunakan bahan-bahan berbahaya lainnya. Menggunakan bahan herbal seperti
asam jawa ini memang sangat dianjurkan sebagai bahan alami untuk merawat
16
kecantikan, daripada harus menggunakan bahan kimia. Namun manfaat asam jawa
ini tidak digunakan untuk semua wanita, bagi para wanita yang memiliki jenis
kulit yang sangat sensitif tidak dianjurkan untuk menggunakan asam jawa, karena
hal ini dapat memperburuk kulit. Salah satu manfaat asam jawa adalah untuk
mencerahkan kulit, membersihkan kulit dan bisa digunakan sebagai masker, asma,
batuk, demam, sakit panas, reumatik, sakit perut, morbili, alergi, sariawan, luka
baru, eksim, dan sebagainya Kartika dkk., (1997)
2.3 Antioksidan
2.3.1 Pengertian antioksidan
Antioksidan adalah senyawa-senyawa yang melindungi sel dari efek
berbahaya radikal bebas oksidasi reaktif jika berkaitan dengan penyakit, radikal
bebas ini dapat berasal dari metabolisme tubuh maupun faktor ekternal lainnya
(Rukmana, 1991). Tanpa disadari, dalam tubuh kita secara terus menerus
terbentuk radikal bebas melalui peristiwa metabolisme sel normal, peradangan,
kekurangan gizi, dan akibat respon terhadap pengaruh dari luar tubuh : polusi,
ultraviolet, asap rokok dan lain-lain. Oleh karena itu tubuh memerlukan suatu
substansi penting yaitu antioksidan yang dapat membantu melindungi tubuh dari
dari serangan radikal bebas. Dari asal terbentuknya, antioksidan ini dibedakan
menjadi dua yakni intraseluler dan ekstraseluler.
Menurut Kumalaningsih (2007), penggolongan antioksidan atas dasar
fungsinya dibedakan menjadi 3 jenis antioksidan yaitu :
Antioksidan Primer :
Antioksidan primer merupakan zat atau senyawa yang dapat menghentikan
reaksi berantai pembentukan radikal bebas yang melepaskan hidrogen.
17
Antioksidan primer dapat berasal dari alam atau sintetis. Contoh antioksidan
primer adalah Butylated hidroxytoluene (BHT).
Antioksidan Sekunder :
Antioksiden sekunder disebut juga antioksidan eksogeneus atau non
enzimatis. Antioksidan ini menghambat pembentukan senyawa oksigen reatif
dengan cara pengelatan metal, atau dirusak pembentukannya. Prinsip kerja sistem
antioksidan non enzimatis yaitu dengan cara memotong reaksi oksidasi berantai
dari radikal bebas atau dengan menangkap radikal tersebut, sehingga radikal bebas
tidak akan bereaksi dengan komponen seluler. Antioksidan sekunder di antaranya
adalah vitamin E, vitamin C, beta karoten, flavonoid, asam lipoat, asam urat,
bilirubin, melatonin dan sebagainya.
Antioksidan Tersier :
Antioksidan tersier merupakan senyawa yang memperbaiki sel-sel dan jaringan
yang rusak karena serangan radikal bebas. Biasanya yang termasuk kelompok ini
adalah jenis enzim misalnya metionin sulfoksidan reduktase yang dapat memperbaiki
DNA dalam inti sel. Enzim tersebut bermanfaat untuk perbaikan DNA penderita
kanker.
Berdasarkan sumbernya, antioksidan dibedakan menjadi 2 kelompok yaitu
antioksidan alami (antioksidan hasil ekstraksi bahan alam) dan antioksidan
sintetik (antioksidan yang diperoleh dari hasil sintesa reaksi kimia). Antioksidan
alami biasanya lebih dinikmati, karena tingkat keamanan yang lebih baik dan
manfaatnya yang lebih luas dibidang makanan, kesehatan dan kosmetik.
antioksidan alami dapat ditemukan pada sayuran, buah-buahan. Antioksidan alami
tersebar dibeberapa bagian tanaman, seperti pada kayu, kulit kayu, akar, daun,
18
buah, bunga, biji, dan serbuk sari. Antioksidan sintetik dibuat dan disintesa oleh
manusia dan antioksidan ini sangat banyak jenisnya (Dewi, 2005).
2.3.2 Sinergisme antioksidan
Sinergisme merupakan dua bahan yang dicampur dan bahan tersebut
menunjukkan aktivitas yang lebih besar daripada dalam keadaan sendiri-sendiri.
Penggabungan antioksidandapat meningkatkan efektivitas. Beberapa senyawa
asam, seperti asam askorbat, dapat mengerahkan efek sinergis ketika ditambahkan
dengan antioksidan dan polifenol. Sinergisme membentuk kompleks sinergis
radikal antioksidan, seperti antioksidan radikal maupun sinergis radikal dapat
mengkatalisis reaksioksidasi. Asosiasi kimia ini menekan kemampuan radikal
antioksidan untuk membantu dalam pemecahan peroksida lipid. Selain dari
antosianin dapat mencegah oksidasi asam askorbat oleh ion logam seperti
tembaga antosianin tidak hanya ion logam, tetapi juga membentuk asam askorbat
kompleks yang dapat menjadi dasar untuk aktivitas antioksidannya, (Aurand dan
Woods 1979).
Dengan asumsi hubungan kapasitas antioksidan terjadi hubungan linear
antara kapasitas antioksidan dan sinergisme. Menurut (Suwariani dan Suhendra,
2008) Nilai sinergisme antioksidan dapat dihitng dengan cara sebagai berikut :
Sinergisme = ௧௩௧௦ ௧௦ௗ (ା)௧௩௧௦ ௧௦ௗ ା௧௩௧௦ ௧௦ௗ
%100 ݔ
A = Senyawa A
B = Senyawa B
2.3.3 Mekanisme Kerja Antioksidan
Mekanisme kerja antioksidan secara umum adalah menghambat oksidasi
lemak. Untuk mempermudah pemahaman tentang mekanisme kerja antioksidan
19
perlu dijelaskan lebih dahulu mekanisme oksidasi lemak. Oksidasi lemak terdiri
dari tiga tahap utama yaitu inisiasi, propagasi, dan terminasi. Pada tahap inisiasi
terjadi pembentukan radikal asam lemak, yaitu suatu senyawa turunan asam
lemak yang bersifat tidak stabil dan sangat reaktif akibat dari hilangnya satu atom
hidrogen (reaksi 1). pada tahap selanjutnya, yaitu propagasi, radikal asam lemak
akan bereaksi dengan oksigen membentuk radikal peroksi (reaksi 2). Radikal
peroksi lebih lanjut akan menyerang asam lemak menghasilkan hidroperoksida
dan radikal asam lemak baru (reaksi 3).
Inisiasi : RH —- R* + H* (1)
Propagasi : R* + O2 —–ROO* (2)
ROO* + RH —–ROOH +R* (3)
Hidroperoksida yang terbentuk bersifat tidak stabil dan akan terdegradasi
lebih lanjut menghasilkan senyawa-senyawa karbonil rantai pendek seperti
aldehida dan keton yang bertanggungjawab atas flavor makanan berlemak. Tanpa
adanya antioksidan, reaksi oksidasi lemak akan mengalami terminasi melalui
reaksi antar radikal bebas membentuk kompleks bukan radikal (reaksi 4)
Terminasi : ROO* +ROO* —- non radikal (reaksi 4)
R* + ROO* —- non radikal
R* + R* —– non radikal
Antioksidan yang baik akan bereaksi dengan radikal asam lemak segera
setelah senyawa tersebut terbentuk. Dari berbagai antioksidan yang ada,
mekanisme kerja serta kemampuannya sebagai antioksidan sangat bervariasi.
Seringkali, kombinasi beberapa jenis antioksidan memberikan perlindungan yang
lebih baik (sinergisme) terhadap oksidasi dibanding dengan satu jenis antioksidan
20
saja. Sebagai contoh asam askorbat seringkali dicampur dengan antioksidan yang
merupakan senyawa fenolik untuk menghambat reaksi oksidasi lemak. Adanya
ion logam, terutama besi dan tembaga, dapat mendorong terjadinya oksidasi
lemak. Ion-ion logam ini seringkali diinaktivasi dengan penambahan senyawa
pengkelat dapat juga disebut bersifat sinergistik dengan antioksidan karena
menaikan efektivitas antioksidan utamanya. Suatu senyawa untuk dapat
digunakan sebagai antioksidan harus mempunyai sifat-sifat: tidak toksik, efektif
pada konsentrasi rendah (0,01-0,02%), dapat terkonsentrasi pada
permukaan/lapisan lemak (bersifat lipofilik) dan harus dapat tahap pada kondisi
pengolahan pangan umumnya (Limantara dan Rahayu, 2008).
Radikal-radikal antioksidan (AO) yang terbentuk pada reaksi tersebut relatif
stabil dan tidak mempunyai cukup energi untuk dapat bereaksi dengan molekul
lipida lain membentuk radikal lipida baru lagi. Radikal-radikal antioksidan dapat
saling bereaksi membentuk produk non radikal. Apabila penambahan konsentrasi
antioksidan besar, maka akan berpengaruh pada laju oksidasi yang menyebabkan
aktivitas antioksidan untuk golongan fenolik hilang, bahkan dapat berubah
menjadi prooksidan. Pengaruh jumlah konsentrasi pada laju oksidan tergantung
pada struktur antioksidan, kondisi lingkungan, dan sampel yang akan diuji.
Penghambatan oksidasi lipida oleh antioksidan melalui lebih dari satu mekanime
tergantung pada kondisi reaksi dan sistem makanan.
Cara Menghambat Radikal Bebas :
Antioksidan memiliki dua fungsi. Fungsi pertama merupakan fungsi utama
yaitu sebagai pemberi atom hidrogen. Antioksidan (AH) yang mempunyai fungsi
utama tersebut sering disebut sebagai antioksidan primer. Senyawa ini dapat
21
memberikan atom hidrogen secara cepat ke radikal lipid (R•, ROO•) atau
mengubahnya ke bentuk lebih stabil, sementara turunan radikal antioksidan (A•)
tersebut memiliki keadaan lebih stabil dibanding radikal lipid.
Fungsi kedua merupakan fungsi sekunder antioksidan, yaitu memperlambat
laju autooksidasi dengan berbagai mekanisme di luar mekanisme pemutusan
rantai autooksidasi dengan pengubahan radikal lipid ke bentuk lebih stabil.
Penambahan antioksidan (AH) primer dengan konsentrasi rendah pada lipid
dapat menghambat atau mencegah reaksi autooksidasi lemak dan minyak.
Penambahan tersebut dapat menghalangi reaksi oksidasi pada tahap inisiasi
maupun propagasi. Radikal-radikal antioksidan (A•) yang terbentuk pada reaksi
tersebut relatif stabil dan tidak mempunyai cukup energi untuk dapat bereaksi
dengan molekul lipid lain membentuk radikal lipid baru.
Inisiasi :
R• + AH RH + A•
(Radikal lipid) (antioksidan primer) (radikal antioksidan)
Propagasi :
ROO• + AH ROOH + A•
Gambar 10. Reaksi Penghambatan Antioksidan Primer Terhadap Radikal Bebas (Siti, 2009)
Ada empat kemungkinan mekanisme penghambatan tersebut yaitu pemberian
hidrogen, pemberian elektron, penambahan lipida pada cincin aromatik
antioksidan, dan pembentukan kompleks antara lipida dan cincin aromatik
antioksidan. Studi lebih lanjut mengamati bahwa ketika atom hidrogen labil pada
suatu antioksidan tertentu diganti dengan deuterium, antioksidan tersebut menjadi
stabil.
22
2.4 Ekstraksi
2.4.1 Pengertian Ekstraksi
Ekstraksi adalah suatu proses pemisahan dari bahan padat maupun bahan cair
dengan bantuan pelarut. Pelarut yang digunakan harus dapat mengekstrak
substansi yang diinginkan tanpa melarutkan material lainnya. Metode ekstraksi
dipilih berdasarkan beberapa faktor, seperti sifat dari bahan mentah tanaman dan
daya penyesuaian dengan tiap macam metode ekstraksi dan kepentingan dalam
memperoleh metode ekstrak (Setyowati, 2009).
2.4.2 Jenis-jenis ekstraksi
Ekstraksi dibagi menjadi dua yaitu ekstraksi padat cair dan ekstraksi cair-cair
: Ekstraksi padat cair adalah satu atau beberapa komponen yang dapat larut
dipisahkan dari bahan padat dengan bantuan pelarut. Pada ekstraksi, yaitu ketika
bahan ekstraksi bahan dicampur dengan pelarut, maka pelarut menembus
kapiler-kapiler dalam bahan padat dan melarutkan ekstrak. Larutan ekstrak
dengan konsentrasi yang tinggi terbentuk dibagian dalam bahan ekstraksi
(Wahyuni dkk, 2004).
Ekstraksi cair-cair adalah satu komponen bahan atau lebih dari suatu
campuran dipisahkan dengan bantuan pelarut. Ekstraksi cair-cair terutama
digunakan, bila pemisahan campuran dengan cara destilasi tidak mungkin
dilakukan misalnya karena kepekaanya terhadap panas (Ansel, 1989).
2.4.3 Ekstraksi secara maserasi
23
Maserasi merupakan proses ekstraksi simplisia dengan menggunakan pelarut.
Maserasi bertujuan untuk mendapatkan zat - zat yang terkandung di dalam bahan.
Maserasi dilakukan dengan beberapa pengadukan pada temperatur ruangan atau
kamar (Depkes RI, 2000).
Maserasi berasal dari bahasa latin Macerace berarti merendam dan
melunakan. Maserasi merupakan cara ekstraksi yang paling sederhana yaitu
dengan cara merendam bahan nabati menggunakan pelarut bukan air (pelarut
nonpolar) atau setengah air, misalnya etanol encer, selama periode waktu tertentu
sesuai dengan aturan dalam buku resmi kefarmasian (Depkes RI, 1995).
Prinsip maserasi adalah ekstraksi zat aktif yang dilakukan dengan cara
merendam serbuk dalam pelarut yang sesuai selama beberapa hari pada
temperaturkamar dan terlindung dari cahaya. Pelarut akan masuk kedalam sel
tanaman melewati dididing sel. Isi sel akan larut karena adanya perbedaan
konsentrasi antara larutan didalam sel dengan diluar sel. Larutan yang
konentrasinya tinggi akan terdesak keluar dan diganti oleh pelarut dengan
konsentrasi redah (proses difusi). Peristiwa tersebut akan berulang sampai terjadi
keseimbangan antara larutan didalam sel dan larutan diluar sel (Ansel, 1989).
Menurut Voigh (1994), semakin besar perbandingan bahan dengan pelarut, maka
semakin banyak hasil yang diperoleh.
2.4.4 Faktor yang mempengaruhi proses ekstraksi
Proses ekstraksi dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya yaitu jenis
pelarut, ukuran partikel, suhu ekstraksi, rasio pelarut dan bahan baku.
Jenis pelarut mempengaruhi senyawa yang tersari, jumlah solut yang
terekstrak dan kecepatan ekstraksi. Dalam melakukan ekstraksi zat aktif tertentu
24
secara sempurna digunakan pelarut ideal yang mempunyai selektifitas maksimum,
kapasitas terbaik ditinjau dari koefisien produk dalam medium dan kompatibel
dengan sifat-sifat bahan yang diekstraksi. Parameter ini untuk setiap tanaman
biasanya didapatkan dari eksperimental karena pilihan pelarut ini akan tergantung
pada stabilitas senyawa yang diekstrak serta adanya kemungkinan antara pelarut
dengan zat lain yang terdapat dalam proses ekstraksi.
Menurut Sultana dkk., (2009) menetapkan bahwa pelarut yang cocok untuk
maserasi adalah air, etanol, etanol-air atau eter. Etanol merupakan pelarut pilihan
untuk memperoleh ekstrak secara klasik seperti ekstrak cair, kental, dan kering
yang masih digunakan secara luas dalam formulasi sediaan farmasi. Pelarut
tersebut disamping mempunyai daya ekstraktif yang tinggi, etanol
dipertimbangkan sebagai pelarut maserasi karena lebih selektif, kapang dan
kuman sulit tumbuh dalam etanol 20% keatas, tidak beracun, netral, absorbsinya
baik, etanol dapat bercampur dengan air pada segala perbandingan, dan panas
yang diperlukan untuk pemekatan lebih sedikit.
Ukuran partikel biasanya disesuaikan dengan komposisi senyawa yang akan
diekstraksi. Laju ekstraksi juga meningkat apabila ukuran partikel bahan baku
semakin kecil. Dalam arti lain, rendemen ekstrak akan semakin besar bila ukuran
partikel semakin kecil (Pumklam dkk., 2005).
Menurut Enny dan Fadilah (2007) semakin tinggi suhu ekstraksi maka nilai
difusivitas dan transfer massa cenderung meningkat. Kenaikan suhu hingga 55oC
mengakibatkan kadar tanin yang didapat meningkat. Akan tetapi pada suhu diatas
55oC kadar tanin yang didapat menurun. Menurut Houghton dan Raman (1998)
penggunaan suhu yang tinggi dalam mengekstraksi akan menyebabkan reaksi
25
yang terjadi lebih kuat karena energi yang dihasilkan lebih tinggi, maka zat-zat
yang seharusnya tidak larut didalam metanol menjadi larut. Adapun komposisi zat
ekstraktif yang terlarut menurut (Koch, 1972) antara lain adalah tanin, pati, gula,
protein dan zat warna. Bila suhu ekstraksi diatas 55oC pelarut metanol akan
menguap sehingga zat ekstraktif akan mengendap kembali dan meningkatkan
viskositas tanin yang diperoleh.
Ekstraksi akan lebih cepat dilakukan pada suhu tinggi, tetapi untuk beberapa
komoditas dapat menimbulkan kerusakan (Rohmawati, 2014). Ekstraksi baik
dilakukan pada kisaran suhu 30-50oC. Suhu tinggi pelarut dapat meningkatkan
efisiensi dari proses ekstraksi karena panas dapat meningkatkan permeabilitas
dinding sel, meningkatnya kelarutan dan difusi dari senyawa yang diesktrak dan
mengurangi viskositas pelarut, namun suhu tinggi juga dapat mendegradasi
senyawa polifenol, Nurrochmad dan Murwanti (2000).
Jika rasio pelarut bahan baku besar maka akan memperbesar pula jumlah
senyawa yang terlarut. Akibatnya laju ekstraksi akan semakin meningkat. Akan
tetapi semakin banyak pelarut, proses ekstraksi juga semakin mahal.
2.4.5 Ekstrak Campuran
Ekstrak campuran yang terdapat pada kandungan kimia kunyit terdiri atas
karbohidrat (69,4%), protein (6,3%),lemak (5,1%), mineral (3,5%), dan
moisture(13,1%). Minyak esensial (5,8%)dihasilkan dengan destilasi uap dari
rimpang yaitu α-phellandrene (1%), sabinene(0.6%), cineol (1%), borneol (0.5%),
zingiberene (25%) and sesquiterpines (53%). Kurkumin (diferuloylmethane) (3–
4%) merupakan komponen aktif dari kunyityang berperan untuk warna kuning,
dan terdiri dari kurkumin I (94%), kurkuminII (6%) and kurkumin III (0.3%).
26
Ekstrak campuran kandungan kimia daun asam jawa mengandung flavonoid,
saponin, senyawa fenol, pektin dan asam organik (Rosmanadewi, 1993).
Berdasarkan penelitian Escalona-Arranz dkk., (2010), ekstrak daun asam jawa
dengan pelarut etanol 70% yang dianalisis dengan HPTLC-UV mengandung
luteolin 7-O-glukosida, luteolin, apigenin, isoorientin, orientin, vitexin dan asam
kafeat.
top related