Transcript
19
BAB II
LANDASAN TEORITIS
A. Pendidikan Anak Usia Dini
1. Pengertian Anak Usia Dini
Anak usia dini merupakan individu yang berbeda, unik, dan memiliki
karakteristik tersendiri sesuai dengan tahapan usianya. Masa usia dini (0 – 6
tahun) merupakan masa keemasan (golden age) dimana stimulasi seluruh aspek
perkembangan berperan penting untuk tugas perkembangan selanjutnya
(Suryani, 2007). Masa awal kehidupan anak merupakan masa terpenting dalam
rentang kehidupan seorang anak. Pada masa ini pertumbuhan otak sedang
mengalami perkembangan yang sangat pesat. Hal ini dikuatkan oleh penelitian
para ahli yang dipaparkan oleh Direktorat PAUD (2004) dalam (Nur Cholimah)
bahwa perkembangan otak manusia pada usia 0-8 tahun meliputi 80%. Otak
adalah anugrah Allah Swt, ia berkembang dengan pesat sejak bulan keempat
dalam kandungan ibu, dan saat dilahirkan umumnya anak memiliki 100 milyar sel
otak aktif (neuron) dan 900 milyar sel yang merekatkan, memelihara, dan
menyelubungi sel-sel aktif. Besarnya kapasitas otak bersifat potensial dan siap
untuk diberdayakan, namun juga dapat mati dan potensi itu tidak berkembang
apabila tidak ditangani secara benar. Ketika dilahirkan indera pendengaran anak
telah siap untuk mendengar
20
2. Pengertian Pendidikan Anak Usia Dini
Pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan
kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui
pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan
perkembangan jasmani dan rohani anak sebagai persiapan untuk hidup dan dapat
menyesuaikan diri dengan lingkungannya serta memiliki kesiapan untuk
memasuki pendidikan lebih lanjut.
Menurut Najib (2003) pendidikan anak usia dini memegang peranan
penting dan menentukan sejarah perkembangan selanjutnya, sebab pendidikan
anak usia dini merupakan pondasi bagi dasar kepribadian anak. Anak yang
mendapat pembinaan sejak usia dini akan meningkatkan kesehatan dan
kesejahteraan fisik dan mental, yang akan berdampak pada peningkatan prestasi
belajar, etos kerja, dan produktivitas. Pada akhirnya anak akan lebih mampu untuk
mandiri dan mengoptimalkan potensi yang dimiliki.
Pengertian anak usia dini yang dikutip dari Abdulhak (2005) dalam
Nurcholimah PAUD adalah ”Usaha sadar dalam memfasilitasi pertumbuhan dan
perkembangan jasmani dan rohani anak sejak lahir sdampai usia enam tahun yang
dilakukan melalui penyediaan pengalaman dan stimulasi yang kaya dan bersifat
mengembangkan secara terpadu dan menyeluruh agar anak dapat tumbuh
kembang secara sehat dan optimal sesuai dengan nilai, norma, dan harapan
masyarakat.
Menurut Netti (2005) PAUD merupakan salah satu bentuk
penyelenggaraan pendidikan yang menitikberatkan pada peletakan dasar ke arah
21
pertumbuhan, perkembangan fisik (koordinasi motorik halus dan kasar), dan
kecerdasan daya pikir, daya cipta, kecerdasan emosi, dan kecerdasan emosional.
3. Fungsi dan Tujuan Pendidikan Anak Usia Dini
Pendidikan anak usia dini memiliki fungsi membina, menumbuhkan, dan
mengembangkan seluruh potensi anak usia dini secara optimal sehingga terbentuk
perilaku dan kemampuan dasar sesuai dengan tahap perkembangannya agar
memiliki kesiapan untuk memasuki pendidikan selanjutnya. Menurut Santoso
(2006) Pendidikan anak pada usia dini menentukan perkembangan kepribadian
dan fisiknya di kemudian hari.
Tujuan Pendidikan Nasional yang tercantum dalam UUD’45 alinea empat
merupakan tujuan utama bagi sistem Pendidikan Nasional kita dalam rangka
membentuk manusia Indonesia seutuhnya. Sedangkan tujuan pendidikan bagi
anak usia dini yang tercantum pada Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003
Tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 1, butir 14.
Pendidikan anak usia dini adalah suatu upaya pembinaan yang ditujukan
bagi anak-anak sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang dilakukan melalui
pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu pertumbuhan dan
perkembangan jasmani dan rohani agar anak memiliki kesiapan dalam memasuki
pendidikan lebih lanjut.
Secara umum tujuan pendidikan anak usia dini adalah membangun
landasan bagi berkembangnya potensi anak agar menjadi manusia beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu cakap,
22
kritis, kreatif, inovatif, mandiri, percaya diri, dan menjadi warga Negara yang
demokratis dan bertanggung jawab (Puskur, 2007).
Pendidikan anak usia dini bertujuan untuk membimbing dan
mengembangkan potensi setiap anak agar dapat berkembang secara optimal sesuai
tipe kecerdasannya, agar anak kelak dapat berfungsi sebagai manusia yang utuh
sesuai falsafah suatu bangsa (Suyanto, S : 2005)
Tujuan diselenggarakannya pendidikan anak usia dini yang dikutip
dari bahan TOT APE bersumber lingkungan bagi anak usia dini (2006) adalah:
Tujuan utama, untuk membentuk anak Indonesia yang berkualitas, yaitu anak
yang tumbuh dan berkembang sesuai dengan tingkat perkembangannya sehingga
memiliki kesiapan yang optimal di dalam memasuki pendidikan dasar serta
mengarungi kehidupan di masa dewasa, sedangkan tujuan penyertanya yaitu
untuk membantu menyiapkan anak mencapai kesiapan belajar (akademik) di
sekolah.
4. Landasan Penyelenggaraan Pendidikan Anak Usia Dini
Terdapat tiga hal yang melandasi pendidikan anak usia dini, yaitu: (1)
landasan yuridis, (2) landasan Filosofis dan Religi, dan (3) landasan keilmuan dan
empiris. Berkenaan dengan landasan yuridis yaitu pentingnya anak usia dini
tersirat dalam Undang-Undang dasar 1945 yang menyatakan bahwa…”
melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan
untuk mencerdaskan kehidupan bangsa.” Selain itu dalam amandemen UUD
1945, pasal 28 b ayat 2 menyatakan bahwa ”Setiap anak berhak atas kelangsungan
23
hidup, tumbuh dan berkembang serta berhak atas perlindungan dari kekerasan
dan diskriminasi,” sedangkan pada pasal 28 c ayat 2 dinyatakan bahwa setiap anak
berhak mengembangkan diri melalui pemenuhan kebutuhan dasarnya, berhak
mendapatkan pendidikan dan memperoleh manfaat dari ilmu pengetahuan dan
teknologi, seni dan budaya, demi meningkatkan kualitas hidupnya dan demi
kesejahteraan umat manusia.
Pertemuan Forum Pendidikan Dunia Tahun 2000 yang diselenggarakan di
Dakkar, Senegal, menghasilkan 6 kesepakatan sebagai kerangka aksi pendidikan
untuk semua (The Dakkar Framework for Action Education For All) yang salah
satu butirnya adalah kesepakatan untuk “memperluas dan memperbaiki
keseluruhan perawatan dan pendidikan anak usia dini, terutama bagi anak yang
sangat rawan dan kurang beruntung” (Jalal, 2002). Demikian pula dalam
pertemuan World for Children 2002 (Dunia yang layak bagi anak), dicanangkan
kehidupan yang sehat bagi anak dan diberikan pendidikan yang berkualitas.
Di dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan
Anak, pasal 4 menyebutkan bahwa setiap anak berhak untuk dapat hidup,
tumbuh, dan berkembang, dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat
dan martabat kemanusiaan, serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan
diskriminasi, pasal 9 ayat 1 menyatakan bahwa setiap anak berhak memperoleh
pendidikan dalam rangka pengembangan pribadinya dan tingkat kecerdasannya
sesuai dengan minat dan bakatnya, selanjutnya di dalam pasal 28 disebutkan
bahwa setiap anak berhak memperoleh pelayanan kesehatan dan jasmani sosial
dengan kebutuhan fisik,mental, spiritual, dan sosial.
24
Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) menurut Undang-Undang Sistem
Pendidikan Nasional (UUSPN) Nomor 20 Tahun 2003 merupakan suatu upaya
pembinaan yang ditujukan kepada anak sejak lahir sampai dengan usia enam
tahun yang dilakukan melalui pemberian rangsangan pendidikan untuk membantu
pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani agar memiliki kesiapan
dalam memasuki pendidikan lebih lanjut (Pasal 1, butir 14).
Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan
Nasional juga memberikan perhatian khusus bagi pendidikan anak usia dini. Pasal
28 UUSPN tersebut menyebutkan bahwa:
a. Pendidikan anak usia dini diselenggarakan sebelum jenjang pendidikan dasar.
b. Pendidikan anak usia dini dapat diselenggarakan mulai jalur pendidikan
formal, non formal, dan/ atau informal.
c. Pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan formal berbentuk Taman
Kanak-Kanak (TK), Raudlatul Athfal (RA), atau bentuk lain yang sederajat.
d. Pendidikan anak usia dini pada jalur non formal berbentuk Kelompok
Bermain (KB), Taman Pendidikan Anak (TPA), atau bentuk lain yang
sederajat.
e. Pendidikan anak usia dini pada jalur pendidikan informal berbentuk
pendidikan keluarga atau pendidikan yang diselenggarakan oleh lingkungan.
f. Ketentuan mengenai pendidikan anak usia dini sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1), (2), (3), dan (4) diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah.
Pendidikan anak usia dini harus didasarkan pada nilai-nilai filosofis dan
religi yang dipegang oleh lingkungan yang berada di sekitar anak dan agama yang
25
dianutnya. Di dalam ajaran Islam disebutkan bahwa “ seorang anak terlahir dalam
keadaan fitrah, orang tua mereka yang membuat anaknya yahudi, nasrani, dan
majusi”. Penanaman nilai-nilai agama harus disesuaikan dengan tahapan
perkembangan anak serta keunikan yang dimiliki oleh setiap anak. Penanaman
pembiasaan sangat dianjurkan dan dirasa efektif dalam mengajarkan agama untuk
anak usia dini, seperti pembiasaan melakukan sholat lima waktu, puasa, dan lain-
lain. Pendidikan anak usia dini juga harus sesuai dengan nilai-nilai yang dianut
oleh lingkungan di sekitarnya yang meliputi faktor budaya, keindahan, kesenian,
dan kebiasaan-kebiasaan sosial yang dapat dipertanggungjawabkan.
Pendidikan merupakan upaya untuk memanusiakan manusia. Artinya
melalui proses pendidikan diharapkan terlahir manusia-manusia yang baik,
standar manusia yang “baik” berbeda antar masyarakat, bangsa atau Negara,
karena perbedaan pandangan falsafah yang menjadi keyakinannya. Perbedaan
filsafat yang dianut dari suatu bangsa akan membawa perbedaan dalam orientasi
atau tujuan pendidikan.
Bangsa Indonesia yang menganut falsafah Pancasila berkeyakinan bahwa
pembentukan manusia Pancasilais menjadi orientasi tujuan pendidikan yaitu
menjadikan manusia Indonesia seutuhnya. Bangsa Indonesia juga sangat
menghargai perbedaan dan mencintai demokrasi yang terkandung dalam
semboyan Bhineka Tunggal Ika yang maknanya”berbeda tetapi tetap satu”. Dari
semboyan tersebut bangsa Indonesia juga menjunjung tinggi hak-hak individu
sebagai makhluk Tuhan yang tak bisa diabaikan oleh siapapun. Anak sebagai
makhluk individu yang berhak untuk mendapatkan pendidikan yang sesuai
26
dengan kebutuhan dan kemampuannya. Dengan pendidikan yang diberikan
diharapkan anak dapat tumbuh sesuai dengan potensi yang dimilikinya, sehingga
kelak menjadi anak bangsa yang diharapkan. Melalui pendidikan yang dibangun
atas dasar Falsafah Pancasila yang didasarkan pada semangat Bhineka Tunggal
Ika diharapkan bangsa Indonesia dapat menjadi bangsa yang tahu akan hak dan
kewajibannya untuk bisa hidup berdampingan, tolong menolong, saling
menghargai dalam sebuah harmoni sebagai bangsa yang bermartabat.
Dari segi empiris, banyak sekali penelitian yang menyimpulkan bahwa
pendidikan anak usia dini sangat penting, antara lain yang menjelaskan bahwa
pada waktu manusia lahir, kelengkapan organisasi otak memuat 100-200 milyar
sel otak (Clark dan Semiawan, 2004) yang siap dikembangkan serta
diaktualisasikan mencapai tingkat perkembangan potensi tertinggi, tetapi hasil
riset membuktikan bahwa hanya 5% dari potensi otak itu yang terpakai. Hal itu
disebabkan kurangnya stimulasi yang mengoptimalkan fungsi otak.
Berdasarkan data dari PDIP Balitbang Depdiknas 2005, sampai dengan
tahun 2006 pendidikan anak usia dini di Indonesia telah mulai tampak
aktivitasnya. Sampai dengan tahun 2006 tercatat telah ada 234.957 lembaga
PAUD formal dan non formal yang meliputi TK / RA (71.796 buah), Kelompok
Bermain (20.143 buah), Taman Penitipan Anak (523 buah), Satuan Paud Sejenis
(35.878 buah), Taman Pendidikan Al-Qur'an (106. 617 buah), sedangkan peserta
didik berjumlah 10.514.683 anak terdiri dari 2.178.875 anak di lembaga TK/ RA,
1.117.629 anak di Kelompok Bermain, 20.206 anak di lembaga TPA, 1. 546.907
anak di SPS, dan 5.651.066 anak di TPQ. Jumlah pengasuh pada pendidikan anak
27
usia dini sampai tahun 2006 berjumlah 703.877, meliputi 106.075 orang pendidik
TK/ RA, 69.844 orang pendidik Kober, 1.119 orang pendidik TPA, 53.817 orang
pendidik SPS, dan 473.022 orang pendidik TPQ. Di Jawa Barat sendiri
berdasarkan data dari BPS yang diolah BAPEDA Provinsi Jawa Barat sampai
dengan tahun 2008, penduduk Jawa Barat berjumlah 40.737.594 jiwa dengan laju
pertumbuhan penduduk rata-rata 2,2% per tahun. Dari jumlah penduduk yang
cukup banyak tersebut data Disdik Jabar menunjukkan jumlah anak usia dini(0-6
tahun) mencapai 4.559.379 jiwa, baru dapat terlayani oleh PAUD nonformal
1.219544 jiwa atau 26,74%, sehingga total yang terlayani baru 1.732.043 jiwa
atau 37,98%. Atas dasar pertimbangan tersebut dengan melihat permasalahan
yang ada maka kebijakan Dinas Pendidikan Propinsi Jawa Barat melalui
pendidikan Nonformal menempatkan salah satu program prioritasnya adalah
Peningkatan Pelayanan Pendidikan Anak Usia Dini, dengan harapan Angka
Partisipasi anak usia dini di Jawa Barat secara signifikan bisa ditingkatkan hingga
mencapai 43,87% pada akhir 2009 melalui Kelompok Bermain, Taman Penitipan
Anak, dan Satuan PAUD sejenis seperti Pos PAUD, Bina Anak Muslim Berbasis
Masjid (BAMBIM), dan Taman Asuh Anak Muslim (TAAM).
Landasan keilmuan pendidikan anak usia dini bersifat isomorfis artinya
kerangka keilmuan PAUD dibangun dari interdisiplin ilmu yang merupakan
gabungan dari beberapa disiplin ilmu, diantaranya: psikologi, fisiologi, sosiologi,
ilmu pendidikan anak, antropologi, humaniora, kesehatan, dan gizi serta
neurosains (ilmu tentang perkembangan otak manusia). Pertumbuhan dan
perkembangan anak tidak dapat dilepaskan kaitannya dengan perkembangan
28
struktur otak. Menurut Wittrock (Clark, 1983), ada tiga wilayah perkembangan
otak yang semakin meningkat, yaitu pertumbuhan, dendrit, kompleksitas
hubungan sinapsis, dan pembagian sel saraf. Peran ketiga wilayah otak tersebut
sangat penting untuk pengembangan kapasitas berpikir manusia. Sejalan dengan
itu Teyler mengemukakan bahwa pada saat lahir otak manusia berisi sekitar 100
milyar hingga 200 milyar sel syaraf. Tiap sel syaraf siap berkembang sampai taraf
tertinggi dari kapasitas manusia jika mendapat stimulasi yang sesuai dengan
lingkungannya.
Jean Piaget (1972) mengemukakan tentang bagaimana anak belajar: “Anak
belajar melalui interaksi dengan lingkungannya. Anak seharusnya mampu
melakukan percobaan dan penelitian sendiri. Guru bisa menuntun anak-anak
dengan menyediakan bahan-bahan yang tepat, tetapi yang terpenting agar anak
dapat memahami sesuatu, ia harus membangun pengertian itu sendiri, dan ia harus
menemukannya sendiri.” Sementara Lev Vigotsky meyakini bahwa : pengalaman
interaksi sosial merupakan hal yang penting bagi perkembangan proses berpikir
anak. Aktivitas mental yang tinggi pada anak dapat terbentuk melalui interaksi
dengan orang lain. Pembelajaran akan menjadi pengalaman yang bermakna bagi
anak jika ia dapat melakukan sesuatu atas lingkungannya.” Howard Gardner
menyatakan tentang kecerdasan jamak dalam perkembangan manusia yang terbagi
menjadi: kecerdasan bodily kinestetik, kecerdasan interpersonal, kecerdasan
intrapersonal, kecerdasan naturalistik, kecerdasan logiko-matematik, kecerdasan
visual-spasial, kecerdasan musik, kecerdasan spiritual, kecerdasan linguistik.
29
Perkembangan kemampuan berpikir manusia sangat berkaitan dengan
struktur otak, sedangkan struktur otak itu sendiri dipengaruhi oleh stimulasi,
kesehatan, dan gizi yang diberikan oleh lingkungan sehingga peran pendidikan
yang sesuai bagi anak sangat diperlukan.
Berdasarkan aspek pedagogis, masa usia dini merupakan masa peletak
dasar atau pondasi awal bagi pertumbuhan dan perkembangan selanjutnya, untuk
itu dibutuhkan situasi dan kondisi yang kondusif pada saat memberikan stimulasi
dan upaya-upaya pendidikan yang sesuai dengan kebutuhan anak yang berbeda
satu sama lainnya (individual differences).
Landasan keilmuan yang mendasari pentingnya pendidikan anak usia dini
didasarkan pula pada beberapa penemuan para ahli tentang tumbuh kembang
anak. Salah satu penyebab utama dalam kesalahan mendidik adalah banyak para
orang tua dan guru yang kurang menyadari cara-cara mendidik yang patut. Pada
awal tahun 80-an mulai bermunculan berbagai kritikan terhadap kurikulum yang
dianggap telah mematikan semangat dan kecintaan anak untuk belajar. National
Association for The Young Children (NAEYC) sebuah organisasi yang muncul
pada tahun 1980-an di AS merupakan gerakan yang berusaha mematut terhadap
berbagai miskonsepsi dalam dunia pendidikan anak usia dini. Di sini berhimpun
para pakar pendidik anak usia dini, dimotori Sue Bredekamp membuat petisi
melalui”Konsep DAP”. Konsep DAP (Developmentally Approriate Practise)
merupakan pendidikan yang patut berorientasi tahap perkembangan anak. Setiap
anak yang berusia 0-8 tahun memiliki pola perkembangan yang dapat diprediksi
sehingga memudahkan dalam upaya memberikan pelayanan pendidikannya.
30
Penerapan konsep DAP dalam pendidikan anak usia dini memungkinkan
para pendidik melayani anak sebagai individu yang utuh (The Whole Child), yang
melibatkan empat komponen dasar yang dimiliki anak, yaitu pengetahuan,
keterampilan, sifat ilmiah, dan perasaan yang bekerja secara bersamaan dan saling
berhubungan. Oleh karena itu jika sistem pembelajaran dapat melibatkan semua
aspek ini secara bersamaan maka perkembangan kepribadian anak akan tumbuh
secara berkelanjutan.
Hasil studi para pendukung DAP, metode ini memberikan lingkungan
belajar yang senantiasa mendorong anak bereksplorasi, kreatif, dan menumbuhkan
rasa ingin tahu yang besar. Dampak terhadap perkembangan sosial-emosi
menunjukkan bahwa anak usia dini yang dilayani dengan metode DAP
mempunyai tingkat stress yang rendah dibandingkan anak-anak yang dilayani
tanpa metode DAP. Sebuah studi lain juga melaporkan bahwa anak usia dini yang
berada dalam kelas non DAP memiliki tekanan dalam proses pendidikan karena
mereka senantiasa diminta mengisi lembar kertas kerja yang kurang patut dan
kurang menyenangkan anak.
Sementara dampak terhadap perkembangan kognitif juga menunjukkan hal
yang menggembirakan. Beberapa penelitian melaporkan bahwa anak-anak yang
mendapatkan kurikulum DAP lebih kreatif, lebih percaya diri, unggul dalam
kemampuan berbahasa. Uniknya lagi kemampuan membaca dan berhitung mereka
juga meningkat. Dampak pelaksanaan DAP bagi pelaksanaan pendidikan anak
usia dini berpengaruh pada jangka panjang. Anak-anak yang ketika usia dini
mendapat pelayanan pendidikaan dengan metode DAP memiliki kemampuan
31
membaca dan berhitung lebih tinggi saat mereka duduk di kelas satu SD
dibandingkan dengan anak-anak yang tidak mendapatkan pelayanan pendidikan
dengan metode DAP saat di pendidikan usia dini.
Pendidikan yang sesuai dengan perkembangan anak (DAP) menekankan
pada beberapa hal berikut ini:
a. “Anak yang seutuhnya”. Para professional anak usia dini menyebut
perkembangan anak dan pembelajaran dari suatu persfektif yang holistik akan
menciptakan kurikulum yang mencakup kebutuhan emosi, sosial, kognitif,
dan fisik anak.
b. Program yang berdasarkan pada perbedaan individu. Perencanaan dan
penerapan program adalah ditujukan untuk mengadaftasi kebutuhan yang
berbeda-beda, tingkat berfungsi, dan minat anak-anak dalam kelompok.
c. Pentingnya inisiatif anak dalam beraktifitas. Anak adalah pembuat
keputusan aktif dalam proses pembelajaran. Para guru memiliki wawasan
yang luas tentang tanggapan anak yang bersifat membangun.
d. Permainan yang berarti sebagai sarana untuk belajar. Permainan adalah
sesuatu yang bernilai dan fasilitasnya bisa yang berada di dalam ruangan
maupun yang berada di luar ruangan.
e. Kelas yang fleksibel, yang dapat memberikan stimulasi kepada anak. Para
guru dengan aktif mempromosikan pelajaran anak-anak, menggunakan
pembelajaran langsung atau pun tidak langsung.
32
f. Kurikulum yang terintegrasi. Isi program dan area kurikulum (sains,
matematika, keaksaraan, dan ilmu sosial) dikombinasikan dalam lingkungan
aktivitas sehari-hari.
g. Learning by doing. Anak-anak terlibat langsung dalam pengalamann yang
kongkrit dengan suatu materi. Aktivitas dimana mereka berpartisipasi dengan
sesuatu yang relevan dan penuh arti.
h. Memberikan aneka pilihan bagi anak-anak tentang apa yang akan mereka
pelajari dan bagaimana mereka belajar. Para guru menyediakan suatu
kesempatan yang luas dalam aktivitas dan material sehingga anak-anak boleh
memilih dan dapat meraih tujuan belajar melalui banyak cara.
i. Penilaian secara berkesinambungan tentang anak-anak secara individual dan
program secara keseluruhan. Praktisi menggunakan berbagai strategi
penilaian termasuk yang formal dan teknik informal.
j. Bekerjasama dengan orang tua. Orang tua merupakan patner yang penting
dan pengambil keputusan dalam proses pendidikan. Keterlibatan mereka
dalam pendidikan anak dipandang sebagai sesuatu yang penting dan sangat
diharapkan.
5. Prinsip-Prinsip Pendidikan Anak Usia Dini
Terdapat sejumlah prinsip umum Pendidikan Anak Usia Dini, dengan
mengacu sebagian pada.prinsip-prinsip yang dirumuskan dalam suatu Semiloka
Nasional PAUD di Bandung (Ditjen Diklusepa Depdiknas dan UPI, 2003), yakni:
33
a. Holistik dan terpadu, prinsip ini mengandung maksud bahwa
penyelenggaraan PAUD seyogianya terarah ke pengembangan segenap aspek
perkembangan jasmani dan rohani anak serta terintegrasi dalam suatu
kesatuan program yang utuh dan proporsional. Secara makro. Prinsip holistik
dan terpadu ini bisa berarti bahwa penyelenggaraan PAUD dilakukan secara
integrasi dengan sistem sosial yang ada di masyarakat dan menyertakan
segenap komponen masyarakat sesuai dengan tanggung jawab dan
kewenangannya.
b. Berbasis keilmuan yang bersifat multi-disipliner. Prinsip ini mengandung
maksud bahwa PAUD hendaknya didasarkan pada temuan-temuan mutakhir
dalam berbagai bidang keilmuan yang relevan. Dalam hal ini, para ahli dan
praktisi PAUD hendaknya selalu menyebarluaskan temuan-temuan ilmiahnya
di bidang pendidikan anak usia dini sehingga dapat diaplikasikan oleh para
praktisi PAUD, baik oleh tenaga profesional di lembaga-lembaga pendidikan
anak usia dini maupun oleh tenaga-tenaga non-profesional di masyarakat dan
keluarga.
c. Berorientasi pada kebutuhan perkembangan dan keunikan anak. Pendidikan
anak usia dini seyogianya dirancang dan dilaksanakan sesuai dengan
karakteristik dan kebutuhan perkembangan anak. Program PAUD yang baik
adalah yang disesuaikan dengan kebutuhan belajar dan perkembangan anak,
bukan sebaliknya, anak dipaksa untuk memenuhi standar-standar program
yang dirancang dan ditetapkan oleh orang dewasa..
34
d. Berorientasi masyarakat.. Pendidikan anak usia dini hendaknya berlandaskan
dan sekaligus turut mengembangkan nilai-nilai sosio-kultural yang
berkembang pada masyarakat yang bersangkutan. Prinsip ini
mempersyaratkan perlunya PAUD untuk memanfaatkan potensi lokal, baik
berupa keragaman sosial budaya maupun berupa sumber daya-sumber daya
yang ada di masyarakat setempat.
e. Menjamin keamanan anak. Para pendidik PAUD harus mampu menciptakan
lingkungan belajar dan perkembangan yang aman bagi anak baik yang
membahayakan secara fisik maupun kesehatan.
f. Keselarasan antara rumah, sekolah, dan masyarakat. Prinsip ini memberikan
pelajaran tentang perlunya jalinan kerja sama yang harmonis antara rumah,
sekolah, dan masyarakat. Untuk memperoleh layanan PAUD yang bermutu
dan efektif diperlukan adanya keselarasan program pendidikan antara apa
yang berlangsung di rumah, sekolah, dan masyarakat.
g. Terbebas dari perlakuan diskriminatif. Semua anak mendapat hak untuk
memperoleh layanan pendidikana anak usia dini yang layak dan berkualitas.
Pendidikan tidak hanya untuk anak yang pintar dan cerdas, tetapi untuk semua
anak tanpa membedakan ras, jenis kelamin, taraf kecerdasan, dan faktor-faktor
lainnya. Pada prinsipnya semua anak mendapat pengalaman belajar yang kaya
dan cocok dengan gaya individual yang bersangkutan.
35
Prinsip-prinsip pendidikan anak usia dini menurut Pusat Kurikulum
(2007), adalah sebagai berikut:
a. Berorientasi pada perkembangan anak.
Dalam melakukan kegiatan, pendidik perlu memberikan kegiatan yang sesuai
dengan tahapan perkembangan anak. Anak merupakan individu yang unik,
maka perlu memperhatikan perbedaan secara individual. Dengan demikian
dalam kegiatan yang disiapkan perlu memperhatikan cara belajar anak yang
dimulai dari cara sederhana ke rumit, dari kongkrit ke abstrak, dari gerakan
ke verbal, dan dari ke-akuan ke rasa sosial.
b. Berorientasi pada kebutuhan anak
Kegiatan pembelajaran pada anak harus senantiasa berorientasi kepada
kebutuhan anak. Anak usia dini adalah anak yang sedang membutuhkan
upaya-upaya pendidikan untuk mencapai optimalisasi semua aspek
perkembangan baik perkembangan fisik maupun perkembanagn psikis, yaitu
intelaktual, bahasa, motorik, dan sosio-emosional.
c. Bermain sambil belajar atau belajar seraya bermain
Bermain merupakan cara belajar anak usia dini. Melalui bermain anak
bereksplorasi untuk mengenal lingkungan sekitar, menemukan,
memanfaatkan objek-objek yang dekat dengan anak, dan kesimpulan
mengenai benda di sekitarnya. Ketika bermain anak membangun pengertian
yang berkaitan dengan pengalamannya.
36
d. Lingkungan yang kondusif
Lingkungan harus diciptakan sedemikian rupa sehingga menarik dan
menyenangkan dengan memperhatikan keamanan serta kenyamanan yang
dapat mendukung kegiatan bermain anak.
e. Berpusat pada anak
Pembelajaran pada anak usia dini hendaknya menempatkan anak sebagai
subjek pendidikan. Oleh karena itu semua kegiatan pembelajaran diarahkan
atau berpusat pada anak. Dalam pembelajaran berpusat pada anak, anak diberi
kesempatan untuk menentukan pilihan, mengemukakan pendapat dan aktif
melakukan atau mengalami sendiri. Pendidik bertindak sebagai pembimbing
atau fasilitator.
f. Menggunakan pembelajaran terpadu
Pembelajaran pada pendidikan anak usia dini menggunakan pembelajaran
terpadu. Dimana setiap kegiatan pembelajaran mencakup pengembangan
seluruh aspek perkembangan anak. Hal ini dilakukan karena antara satu aspek
perkembangan dengan aspek perkembangan lainnya saling terkait.
Pembelajaran terpadu dilakukan dengan menggunakan tema sebagai wahana
untuk mengenalkan berbagai konsep kepada anak secara utuh.
g. Mengembangkan berbagai kecakapan hidup
Proses pembelajaran diarahkan untuk mengembangkan berbagai kecakapan
hidup agar anak dapat menolong diri sendiri, mandiri dan bertanggung jawab,
memiliki disiplin diri serta memperoleh keterampilan yang berguna bagi
kelangsungan hidupnya.
37
h. Menggunakan berbagai media edukatif dan sumber belajar.
Media dan sumber pembelajaran memanfatkan lingkungan sekitar nara
sumber dan bahan-bahan yang sengaja disiapkan oleh pendidik/ guru.
i. Dilaksanakan secara bertahap dan berulang-ulang.
Pembelajaran bagi anak usia dini hendaknya dilakukan secara bertahap,
dimulai dari konsep yang sederhana dan dekat dengan anak. Untuk mencapai
pemahaman konsep yang optimal maka penyampaiannya dapat dilakukan
secara berulang.
j. Aktif, Kreatif, Inovatif, Efektif, dan Menyenangkan.
Proses pembelajaran yang aktif, kreatif, inovatif, efektif, dan menyenangkan
dapat dilakukan oleh anak yang disiapkan oleh pendidik melalui kegiatan-
kegiatan yang menarik, menyenangkan, untuk membenagkitkan rasa ingin
tahu anak, memotivasi anak untuk berpikir kritis, dan menemukan hal-hal
baru. Pengelolaan pembelajaran hendaknya dilakukan secara demokratis,
mengingat anak merupakan subjek dalam proses pembelajaran.
k. Pemanfaatan teknologi informasi
Pelaksanaan stimulasi pada anak usia dini dapat memanfaatkan teknologi
untuk kelancaran kegiatan, misalnya tape rekorder, radio, televisi, komputer.
Pemanfaatan teknologi informasi dalam kegiatan pembelajaran dimaksudkan
untuk memudahkan anak memenuhi rasa ingin tahunya.
38
6. Karakteristik Anak Usia Dini
Pandangan para ahli pendidikan tentang anak cenderung berubah dari
waktu ke waktu dan berbeda satu sama lain sesuai dengan landasan teori yang
digunakannya. Ada yang memandang anak sebagai makhluk yang telah terbentuk
oleh bawaannya atau memandang anak sebagai makhluk yang dibentuk oleh
lingkungannya. Ada juga ahli lain yang menganggap anak sebagai miniatur orang
dewasa, dan ada pula yang memandang anak sebagai individu yang berbeda.
Maria Montessori (dalam Hurlock, 1978) berpendapat bahwa usia 3-6
tahun merupakan periode sensitif atau masa peka terhadap anak, yaitu suatu
periode dimana suatu fungsi tertentu perlu dirangsang , diarahkan sehingga tidak
terhambat perkembangannya. Masa sensitif anak pada usia ini mencakup sensitif
terhadap keteraturan lingkungan, mengeksplorasi lingkungan dengan lidah dan
tangan, sensitif untuk berjalan, sensitif terhadap objek-objek kecil dan detail, serta
terhadap aspek-aspek sosial kehidupan.
Pendapat lain dikemukakan oleh Erik H. Erikson (dalam Helms& Turner,
1994), yang memandang periode usia 4-6 tahun sebagai fase sense of initiative.
Pada periode ini anak harus didorong untuk mengembangkan prakarsa, seperti
kesenangan untuk mengajukan pertanyaan dari apa yang dilihat, didengar dan
dirasakan. Jika anak tidak mendapat hambatan dari lingkungannya maka anak
akan mampu mengembangkan prakarsa dan daya kreatifnya, serta hal-hal yang
produktif di bidang yang disenanginya. Orangtua yang selalu menolong, memberi
nasehat, dan membantu mengerjakan sesuatu padahal anak dapat melakukannya
sendiri, menurut Erikson dapat membuat anak tidak mendapatkan kesempatan
39
untuk berbuat kesalahan atau belajar dari kesalahan itu. Pada masa ini terjamin
tidaknya kesempatan untuk berprakarsa (dengan adanya kepercayaan dan
kemandirian yang memungkinkan untuk berprakarsa), akan menumbuhkan
kemampuan untuk berprakarsa. Sebaliknya, kalau terlalu banyak dilarang dan
ditegur, maka anak akan diliputi perasaan serba salah dan berdosa (guilty).
Menurut Froebel (Roopnaire, J. L & Johson, J. E., 1993) masa anak
merupakan suatu fase yang sangat penting dan berharga, dan merupakan masa
pembentukan dalam periode pembentukan manusia.
Kelompok konstruktivisme yang dimotori oleh Jean Pigeat dan Lev
Vygotsky, berpendapat bahwa anak bersifat aktif dan memiliki kemampuan untuk
membangun pengetahuannya. Secara mental anak mengkonstruksi
pengetahuannya melalui refleksi terhadap pengalamannya. Anak memperoleh
pengetahuannya bukan dengan cara menerima secara pasif dari orang lain,
melainkan dengan cara membangun pengetahuannya sendiri secara aktif melalui
interaksi dengan lingkungannya. Anak adalah makhluk belajar aktif yang dapat
mengkreasi dan membangun pengetahuannya.
7. Karakteristik Pendidikan Anak Usia Dini.
Sesuai dengan karakteristik dan cara belajar anak, maka program PAUD
memiliki karakteristik sebagai berikut:
a. Relatif tidak terstruktur. Program PAUD perlu dirancang dan disajikan secara
tidak kaku, tetapi sifatnya lebih informal sebagai kegiatan keseharian, hal ini
dilakukan untuk mengakomodasikan kebutuhan dan karakteristik anak yang
40
masih bersifat spontan, memiliki masa pemusatan yang pendek, serta untuk
menciptakan suasana pendidikan yang lebih alami dan menyenangkan.
b. Terintegrasi. Program PAUD disajikan sebagai suatu aktivitas pembelajaran
yang terpadu, tidak dipilah-pilah dalam bentuk mata pelajaran. Cara ini
dilakukan untuk memenuhi prinsip holistik dan integrasi yang menghendaki
agar PAUD benar-benar memfasilitasi seluruh aspek perkembangan anak
secara utuh.
c. Kontekstual. PAUD diselenggarakan dengan memperhatikan apa yang secara
kontekstual terjadi dalam interaksi pendidikan dengan anak. Cara seperti ini
sangat penting untuk menciptakan proses pendidikan atau pembelajaran
menjadi sesuatu yang aktual dan bermakna bagi anak.
d. Melalui pengalaman langsung. Sesuai dengan tingkat perkembangan berpikir
dan cara belajar anak yang lazimnya masih terbatas pada cara berpikir
konkrit, penyelenggaraan pendidikan atau pembelajaran bagi anak usia dini
seyogianya dilakukan melalui aktivitas konkrit dan pengalaman langsung.
Dalam hal ini anak diberi kesempatan yang banyak untuk berinteraksi
langsung dengan orang lain dan berbuat langsung atas objek-objek benda
yang ada di sekitarnya.
e. Melalui suasana bermain dan menyenangkan. Cara ini dimaksudkan untuk
memenuhi tuntutan dunia anak, yakni dunia bermain, dan sekaligus untuk
mengkondisikan perbuatan belajar sebagai suatu perbuatan yang
menyenangkan, bukan sesuatu yang menyiksa.
41
f. Responsif. Program PAUD hendaknya memperhatikan perbedaan individual
anak baik dalam hal kecakapan, minat, dan aspek-aspek lainnya sehingga
program pendidikan yang diselenggarakan betul-betul sesuai dengan dan
memenuhi perbedaan- perbedaan individual tersebut.
8. Ciri- ciri Anak Usia Dini
Anak pada masa usia dini memiliki ciri-ciri tertentu. Kartini Kartono
(1986) mengungkapkan ciri khas anak usia dini sebagai berikut:
a. Bersifat egosentris naïf
Anak memandang dunia luar dari pandangannya sendiri, sesuai dari
pengetahuan dan pemahamannya sendiri, serta dibatasi oleh perasaan dan
pikirannya yang masih sempit. Anak sangat terpengaruh oleh akalnya yang
masih sederhana sehingga tidak mampu menyelami perasaan dan pikiran
orang lain. Anak belum memahami arti sebenarnya dari suatu peristiwa dan
belum mampu menempatkan dirinya ke dalam kehidupan atau pikiran orang
lain. Anak sangat terikat pada dirinya sendiri. Ia menganggap bahwa
pribadinya adalah satu dan terpadu erat dengan lingkungannya. Ia juga belum
mampu memisahkan dirinya dari lingkungannya.
b. Relasi sosial yang primitive
Relasi sosial yang primitif merupakan akibat dari sifat egosentris yang naïf.
Ciri ini ditandai oleh kehidupan anak yang belum dapat memisahkan antara
keadaan dirinya dengan keadaan lingkungan sosial sekitarnya. Artinya, anak
belum dapat membedakan antara kondisi dirinya dengan kondisi orang lain
42
atau anak lain di luar dirinya. Anak pada masa ini hanya memiliki minat
terhadap benda-benda dan peristiwa yang sesuai dengan daya fantasinya.
Dengan kata lain anak membangun dunianya dengan khayalan dan
keinginannya sendiri.
c. Kesatuan jasmani dan rohani yang hampir tidak terpisahkan
Kondisi jasmani dan rohani anak belum dapat dipisahkan, anak belum dapat
membedakan keduanya. Isi jasmani dan rohani anak masih merupakan
kesatuan yang utuh. Penghayatan anak terhadap sesuatu dikeluarkan atau
diekspresikan secara bebas, spontan dan jujur baik dalam mimik, tingkah
laku, maupun bahasanya. Anak tidak dapat berbohong atau bertingkah laku
pura-pura. Anak mengekspresikan segala sesuatu yang dirasakannya secara
terbuka.
d. Sikap hidup yang fisiognomis
Anak bersifat fisiognomis terhadap dunianya, artinya secara langsung anak
memberikan atribut/ sifat lahiriah atu sifat kongkrit, nyata terhadap apa yang
dihayatinya. Kondisi ini disebabkan karena pemahaman anak terhadap apa
yang dihadapinya masih bersifat menyatu (totaliter) antara jasmani dan
rohani. Anak belum dapat membedakan antara benda hidup dan benda mati.
Segala sesuatu yang ada di sekitarnyaa dianggap memiliki jiwa yang
merupakan makhluk hidup yang memiliki jasmani dan rohani sekaligus,
seperti dirinya sendiri. Oleh karena itu, anak pada usia ini sering bercakap-
cakap dengan binatang atau boneka.
43
Anak usia dini (0-6 tahun) adalah individu yang sedang mengalami proses
pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat. Bahkan dikatakan sebagai
lompatan perkembangan. Karena itulah pada usia dini dikatakan sebagai Golden
Age (usia emas) yaitu usia yang sangat berharga dibanding usia-usia selanjutnya.
Aspek yang sangat menonjol dalam cara belajar anak usia dini adalah rentang
perhatian yang pendek (short attention span) dan orientasi perilakunya pada “sini
dan kini” (here and now). Menurut Soegeng (2000) secara umum karakteristik
anak usia dini atau prasekolah adalah: suka meniru, ingin mencoba, spontan, jujur,
riang, suka bermain, selalu ingin tahu (suka bertanya) banyak gerak, suka
menunjukkan akunya (egois), unik, dan lain-lain.
Snowman (1993) di dalam Patmonodewo mengemukakan ciri-ciri anak
usia dini meliputi aspek fisik, sosial, emosi dan kognitif anak. Menurut Snowman
penampilan atau gerak-gerik anak usia dini (3-6 tahun) mudah dibedakan dengan
anak yang berada dalam tahap sebelumnya. Berikut ciri fisik dari anak usia dini
(pra sekolah):
a. Anak pra sekolah umumnya sangat aktif. Mereka telah memiliki perasaan
terhadap tubuhnya dan sangat menyukai kegiatan yang dilakukan sendiri,
untuk itu hendaknya orang dewasa memberikan kesempatan kepada anak
untuk lari, memanjat, dan melompat dengan kesempatan yang sebanyak-
banyaknya sesuai kebutuhan anak dan selalu di bawah pengawasan guru.
b. Setelah anak melakukan berbagai kegiatan, anak membutuhkan istirahat yang
cukup. Seringkali anak tidak menyadari bahwa mereka harus beristirahat
cukup. Jadwal aktivitas yang tenang diperlukan anak.
44
c. Otot-otot besar anak pra sekolah lebih berkembang dan control terhadap jari
dan tangan. Oleh karena itu biasanya anak belum terampil, belum bisa
melakukan kegiatan yang rumit seperti, misalnya mengikat tali sepatu.
d. Anak masih sering mengalami kesulitan apabila harus memfokuskan
pandangannya pada objek-objek yang kecil ukurannya, itulah sebabnya
koordinasi tangan dan mata anak masih kurang sempurna
e. Walaupun tubuh anak itu lentur, tetapi tengkorak kepala yang melindungi
otak masih lunak, orang dewasa hendaknya waspada bila anak berkelahi
dengan temannya, sebaiknya segera dilerai, dan jelaskan kepada anak
mengenai bahayanya.
f. Walaupun anak lelaki lebih besar, dan anak perempuan lebih terampil dalam
tugas yang bersifat praktis, khususnya dalam tugas motorik halus, tetapi
sebaiknya jangan mengkritik anak lelaki apabila ia tidak terampil. Jauhkan
dari sifat membandingkan anak lelaki dan perempuan, dan jauhkan pula
membandingkan keterampilan yang dimiliki anak lelaki dan perempuan.
Anak usia dini (pra sekolah) biasanya mudah bersosialisasi dengan orang
di sekitarnya. Berikut ini ciri sosial yang dimiliki anak usia dini (pra sekolah).
a. Umumnya anak pada tahapan ini memiliki satu atau dua sahabat, tetapi
sahabat itu cepat berganti. Mereka umumnya cepat menyesuaikan diri secara
sosial, mereka mau bermain dengan teman. Sahabat yang dipilih biasanya
yang sama jenis kelaminnya, tetapi kemudian berkembang sahabat yang terdiri
dari jenis kelamin yang berbeda.
45
b. Kelompok bermainnya cenderung kecil dan tidak terlalu terorganisasi secara
baik, oleh karena itu kelompok tersebut cepat berganti-ganti.
c. Anak yang lebih muda seringkali bermain bersebelahan dengan anak yang
lebih besar. Parte (1932), dalam ‘Social Participation Among Praschoole
Children’, melalui pengamatannya terhadap anak yang bermain bebas di
sekolah, dapat membedakan beberapa tingkah laku sosial, diantaranya:
1) Tingkah laku ‘unoccupied’, Anak tidak bermain dengan sesungguhnya.
Ia mungkin berdiri di sekitar anak lain dan memandang temannya tanpa
melakukan kegiatan apa pun.
2) Bermain soliter. Anak bermain sendiri dengan menggunakan alat
permainan, berbeda dari apa yang dimainkan oleh teman yang ada di
dekatnya. Mereka tidak berusaha untuk saling berbicara.
3) Tingkah laku ‘onlooker’. Anak menghabiskan waktu dengan mengamati,
kadang memberikan komentar tentang apa yang dimainkan anak lain,
tetapi tidak berusaha untuk bermain bersama.
4) Bermain paralel. Anak bermain dengan saling berdekatan, tetapi tidak
sepenuhnya bermain bersama dengan anak lain. Mereka menggunakan
alat main yang sama , berdekatan, tetapi dengan cara yang tidak saling
bergantung.
5) Bermain asosiatif. Anak bermain dengan anak lain tetapi tanpa
organisasi. Tidak ada peran tertentu, masing-masing anak bermain
dengan caranya sendiri-sendiri.
46
6) Bermain kooperatif. Anak bermain dengan kelompok di mana ada
organisasi, ada pimpinannya. Masing-masing anak melakukan kegiatan
bermain dalam kegiatan bersama, misalnya main toko-tokoan, atau
perang-perangan.
d. Pola bermain anak pra sekolah sangat bervariasi fungsinya sesuai dengan
kelas sosial dan ‘gender’. Konneth Rubin, dkk (1976), melakukan
pengelompokkan setelah mengamati kegiatan bermain bebas anak prasekolah
yang dihubungkan dengan kelas sosial dan kognitif anak, yaitu :
1) Bermain fungsional. Melakukan pengulangan gerakan-gerakan otot
dengan atau tanpa objek-objek.
2) Bermain konstruktif. Melakukan manipulasi terhadap benda-benda
dalam kegiatan membuat konstruksi atau mengkreasi/menciptakan
sesuatu.
3) Bermain dramatik, adalah dengan menggunakan situasi yang imajiner.
4) Bermain dengan menggunakan aturan.
Paten dan Rubin dkk menemukan bahwa anak-anak dari kelas ekonomi
rendah lebih sering melakukan bermain yang fungsional dan bermain
pararel dibandingkan dari anak yang berasal dari kelas menengah. Dari
kelas menengah lebih banyak bermain asosiatif, kooperatif, dan
konstruktif. Sedangkan anak perempuan lebih banyak soliter, konstruktif,
pararel, dan dramatik, dibandingkan dengan anak lelaki. Anak lelaki
lebih banyak bermain fungsional-soliter dan asosiatif dramatik daripada
anak perempuan.
47
e. Perselisihan sering terjadi tetapi sebentar kemudian mereka telah berbaik
kembali. Anak lelaki lebih banyak melakukan tingkah laku agresif dan
perselisihan.
f. Telah menyadari peran jenis kelamin dan sex typing. Setelah anak masuk TK,
umumnya pada mereka telah berkembang kesadaran terhadap perbedaan jenis
kelamin dan peran sebagai anak lelaki atau anak perempuan. Kesadaran ini
tampak pada pilihan terhadap alat permainan dan aktivitas bermain yang
dipilih anak lelaki dan anak perempuan. Anak lelaki umumnya lebih menyukai
bermain di luar, bermain kasar dan bertingkah laku agresif. Anak perempuan
lebih suka bermain yang bersifat kesenian, bermain boneka, dan menari.
Anak usia dini (prasekolah), cenderung mengekspresikan emosinya
dengan bebas dan terbuka, mereka sering memperlihatkan sikap marahnya, iri hati
pada anak pra sekolah sering terjadi, mereka sering memperebutkan perhatian
gurunya.
Sedangkan ciri kognitif dari anak usia dini, diantaranya:
a. Anak pra sekolah umumnya telah terampil dalam berbahasa. Sebagian besar
dari mereka senang berbicara, khususnya dalam kelompoknya. Sebaiknya
anak diberi kesempatan untuk berbicara, sebagian dari mereka perlu dilatih
pula untuk menjadi pendengar yang baik.
b. Kompetensi anak perlu dikembangkan melalui interaksi, minat, kesempatan,
mengagumi, dan kasih sayang. Ainsworth dan Wittig (1972) serta Shite dan
Wittig (1973) menjelaskan cara mengembangkan agar anak dapat berkembang
menjadi kompeten dengan cara sebagai berikut:
48
1) Lakukan interaksi sesering mungkin dan bervariasi dengan anak.
2) Tunjukkan minat terhadap apa yang dilakukan dan dikatakan anak.
3) Berikan kesempatan kepada anak untuk meneliti dan mendapatkan
pengalaman dalam banyak hal.
4) Berikan kesempatan dan doronglah anak untuk melakukan berbagai
kegiatan secara mandiri.
5) Doronglah anak agar mau mencoba mendapatkan keterampilan dalam
berbagai tingkah laku.
6) Tentukan batas-batas tingkah laku yang diperbolehkan oleh
lingkungannya.
7) Kagumilah apa yang dilakukan anak.
8) Sebaiknya apabila berkomunikasi dengan anak, lakukan dengan hangat
dan penuh ketulusan.
9. Sasaran Pendidikan Anak Usia Dini
Sasaran akhir program pendidikan anak usia dini adalah anak usia 0-6
tahun. Untuk mencapai sasaran akhir ini diperlukan sasaran antara, yaitu:
a. Orangtua yang memiliki anak usia 0-6 tahun
b. Pendidik dan pengelola lembaga pendidikan anak usia dini
c. Lembaga atau masyarakat yang menyelenggarakan PAUD.
49
B. Pembelajaran Pendidikan Anak Usia Dini
1. Pengertian Pembelajaran
Pembelajaran ialah upaya membelajarkan siswa menggunakan azas
pendidikan ataupun teori belajar, hal tersebut merupakan penentu utama
keberhasilan pendidikan. Konsep pembelajaran menurut Corey, dalam Syaiful
Sagala (2006) adalah suatu proses di mana lingkungan seseorang secara disengaja
dikelola untuk memungkinkan ia turut serta dalam tingkah laku tertentu dalam
kondisi-kondisi khusus atau menghasilkan respons terhadap situasi tertentu.
Selain itu, William H. Burton menyatakan bahwa mengajar
(pembelajaran) adalah upaya untuk memberikan stimulus, bimbingan,
pengarahan, dan dorongan kepada siswa dengan tujuan agar terjadi proses belajar.
Pembelajaran adalah setiap upaya yang sistematik dan disengaja oleh
pembelajar untuk menciptakan kondisi-kondisi agar warga belajar melakukan
kegiatan belajar. Pembelajaran dapat diartikan sebagai suatu kegiatan yang
dirancang untuk membantu seseorang mempelajari suatu kemampuan dan atau
nilai yang baru.
Pembelajaran pada anak usia dini merupakan proses interaksi antara anak,
orang tua, atau orang dewasa lainnya dalam suatu lingkungan untuk mencapai
tugas perkembangan. Interaksi yang dibangun tersebut merupakan faktor yang
mempengaruhi tercapainya tujuan pembelajaran yang akan dicapai. Hal ini
disebabkan interaksi tersebut mencerminkan satu hubungan dimana anak akan
memperoleh pengalaman yang bermakna, sehingga proses belajar dapat
berlangsung dengan lancar. Menurut Vigotsky dan G. Berk (1994) bahwa
50
pengalaman interaksi sosial merupakan hal yang penting bagi perkembangan
proses berpikir anak. Aktivitas mental yang tinggi pada anak dapat terbentuk
melalui interaksi dengan orang lain.
Pembelajaran akan menjadi pengalaman yang bermakna bagi anak jika ia
dapat melakukan sesuatu atas lingkungannya. Dalam hal ini dapat dikatakan
bahwa pembelajaran merupakan kesempatan bagi anak untuk mengkreasi dan
memanipulasi objek atau ide. Green Berg (1994) berpendapat bahwa anak akan
terlibat dalam belajar secara lebih intensif jika ia membangun sesuatu daripada
sekedar melakukan atau menirukan sesuatu yang dibangun oleh orang lain. Ia
melukiskan bahwa pembelajaran dapat efektif jika anak dapat belajar melalui
bekerja, bermain dan hidup bersama dengan lingkungannya.
Pada hakekatnya anak belajar sambil bermain. Oleh karena itu
pembelajaran pada anak usia dini pada dasarnya adalah bermain. Sesuai dengan
lima karakter anak usia dini yang bersifat aktif dalam melakukan berbagai
eksplorasi terhadap lingkungannya, maka aktivitas bermain merupakan bagian
dari proses pembelajaran. Pembelajaran diarahkan pada pengembangan dan
penyempurnaan potensi kemampuan yang dinilai seperti kemampuan berbahasa,
sosio-emosional, motorik dan intelektual. Untuk itu pembelajaran pada usia dini
harus dirancang agar anak tidak merasa terbebani dalam mencapai tugas
perkembangannya. Agar suasana belajar tidak memberikan beban dan
membosankan anak, suasana belajar perlu dibuat secara alami, hangat dan
menyenangkan.
51
2. Rencana Pembelajaran Anak Usia Dini
Menurut Jamaris (2005) proses pembelajaran adalah suatu proses yang perlu
direncanakan secara sistematis. Perencanaan yang sistematis membantu pendidik
untuk melihat secara menyeluruh aspek-aspek yang terkait dengan proses belajar.
Pengaturan proses pembelajaran dituangkan dalam bentuk perencanaan
pembelajaran. Menurut Ali (2007) keberhasilan suatu proses pembelajaran sangat
ditentukan oleh rencana yang dibuat guru, oleh karena itu komponen-komponen
dalam perencanaan pembelajaran harus disusun secara sistematis dan sistemik
(Direktorat Tenaga Kependidikan, 2008). Dalam pembuatan perencanaan
pembelajaran guru harus berorientasi pada kurikulum, dalam hal ini untuk
lembaga pendidikan non formal seperti Kober, TPA, SPS ( Satuan Paud Sejenis)
acuan yang digunakan adalah Menu Pembelajaran Generik.
Perencanaan pembelajaran menurut Ibrahim dalam Nur Cholimah (2008)
mengatakan bahwa:
Secara garis besar perencanaan pembelajaran mencakup kegiatan
merumuskan tujuan apa yang akan dicapai oleh suatu kegiatan pembelajaran, cara
apa yang dipakai untuk menilai pencapaian tujuan tersebut, materi atau bahan apa
yang akan disampaikan, bagaimana cara menyampaikannya, serta alat atau media
apa yang diperlukan. Dengan perencanaan pembelajaran, guru dapat
memperkirakan, mempersiapkan, dan menentukan tindakan apa yang akan
dilakukan pada waktu proses belajar berlangsung. Pada tahap ini guru
mempersiapkan segala sesuatunya agar proses pembelajaran dapat berjalan secara
efektif (Direktorat Tenaga Kependidikan, 2008).
52
Menurut Netty dalam Nur Cholimah (2008) proses pembelajaran akan dapat
efektif dan sesuai dengan tujuan pencapaian, jika kita telah mempersiapkan
rencana belajar, yaitu:
a. Rencana belajar harus sesuai dengan indikator perkembangan anak.
b. Rencana belajar harus mengembangkan semua aspek perkembangan.
c. Rencana belajar harus memuat rencana kegiatan yang membolehkan anak
bereksplorasi dan berkreasi sesuai dengan kebutuhan perkembangannya.
d. Rencana belajar harus bersifat rasional, dapat dilaksanakan dengan dukungan
oleh bahan dan alat yang dapat dimainkan anak.
e. Rencana belajar dapat dibungkus oleh tema sebagai topik bahasan.
f. Rencana belajar dapat dilakukan dalam bentuk proyek yang dilaksanakan
seperti sentra.
Rencana pembelajaran disusun untuk memberikan panduan dalam
menyiapkan kegiatan pembelajaran yang sesuai dengan kemampuan anak.
Terdapat beberapa prinsip yang perlu diperhatikan dalam penyusunan rencana
pembelajaran anak usia dini, diantaranya: (1) rencana pembelajaran harus
disesuaikan dengan tahap perkembangan anak; (2) rencana pembelajaran harus
dapat memenuhi kebutuhan belajar anak secara individu karena setiap anak
memiliki gaya belajar yang berbeda; (3) rencana pembelajaran harus mencakup
semua aspek perkembangan anak yang meliputi: moral dan nilai-nilai agama,
sosial, emosional, kemandirian, bahasa, kognitif, fisik/ motorik, dan seni sebagai
satu kesatuan kegiatan pembelajaran yang menyenangkan; (4) rencana
pembelajaran harus berisi tujuan yang jelas, untuk itu penetapan indikator yang
53
ingin dicapai dalam rencana pembelajaran harus bertahap dan berkelanjutan,
dimulai dari indikator paling sederhana, kongkrit , ke yang lebih rumit, jumlahnya
pun harus dibatasi sesuai dengan kemampuan anak. Tujuan yang dituangkan
dalam rencana pembelajaran harus dapat terukur, kongkrit, dan dapat diamati; (5)
penyusunan rencana pembelajaran harus dipastikan dapat diterapkan dalam
pembelajaran yang menyenangkan bagi anak, untuk itu maka pendidik harus
memperhatikan sumber daya yang ada (sumber daya manusia, sarana dan
prasarana, lingkungan/ muatan lokal), serta sesuai dengan tahapan perkembangan
anak; (6) mengoptimalkan potensi lingkungan, baik lingkungan secara fisik
(orang-orang yang ada di sekitar anak, benda-benda, tumbuhan, binatang,
bangunan sekitar, cuaca, alam sekitar), maupun lingkungan non fisik (adat,
budaya, nilai-nilai keagamaan, seni, bahasa, dan lainnya).
Adapun komponen- komponen yang harus ada dalam penyusunan rencana
pembelajaran, meliputi: (a) tujuan yang ingin dicapai; (b) tema; (c) metode yang
dikembangkan; (d) sarana yang diperlukan; (e) waktu.
a. Tujuan yang ingin dicapai
Pembelajaran yang direncanakan harus dapat mengembangkan seluruh
aspek perkembangan anak yang meliputi: moral dan nilai-nilai agama, sosial,
emosional, kemandirian, bahasa, kognitif, fisik/ motorik, dan seni sebagai satu
kesatuan kegiatan pembelajaran yang menyenangkan. Setiap aspek perkembangan
memuat indikator-indikator kemampuan. Indikator kemampuan merupakan
kemampuan yang lebih spesifik dan terukur.
54
Tujuan yang ingin dicapai diambil dari indikator-indikator dari setiap aspek
perkembangan yang ada dalam standar perkembangan.
b. Tema
Tema adalah kerangka bahasan untuk mengenalkan berbagai konsep,
sehingga anak mampu mengenal dan membangun konsep secara utuh, mudah, dan
jelas, pemilihan tema berdasarkan pada: (1) kehidupan terdekat anak, (2) minat
anak atau kecenderungan anak,(3) permasalahan yang dihadapi, (4) pengalaman
atau pengetahuan yang sudah dimiliki anak, (5) ketersediaan sumber yang dapat
dipelajari dan diamati anak (orang, tempat yang dikunjungi, buku-buku tentang
tema), (6) ketersediaan berbagai media atau alat yang dapat dimainkan anak
secara mandiri atau dengan sedikit bantuan pendidik, (7) mendukung
perkembangan kemampuan moral dan nilai-nilai agama sosial, emosional,
kemandirian, bahasa, kognitif, fisik/ motorik, dan seni, (8) mengembangkan kosa
kata anak, dan (9) mengembangkan nilai kepercayaan, dan budaya yang berlaku di
masyarakat
Penentuan tema harus disesuaikan dengan situasi dan kondisi untuk itu tema
tidak dibakukan.
c. Metode yang dikembangkan
Dalam memilih metode yang penting diperhatikan adalah anak terlibat
aktif, anak memiliki kesempatan untuk menentukan sendiri cara main, jenis main
yang dipilihnya, dengan siapa dia bermain, dan menyenangkan anak.
55
d. Sarana yang diperlukan
Agar tujuan pembelajaran dapat tercapai maka diperlukan sarana yang
mendukung kegiatan main. Sarana bermain yang bermutu tidak perlu yang mahal,
yang terpenting disini adalah mampu mendukung tercapainya tujuan
pembelajaran. Pendidik diharapkan mampu memanfaatkan semaksimal mungkin
sumber belajar yang ada di lingkungannya.
e. Waktu
Perencanaan pembelajaran harus memperhitungkan alokasi waktu secara
tepat. Rencana pembelajaran dapat disusun secara berjenjang mulai dari rencana
pembelajaran tahunan, lalu dijabarkan menjadi rencana pembelajaran bulanan,
rencana belajar mingguan, hingga menjadi rencana pembelajaran harian.
Dalam menyusun rencana pembelajaran kita harus mengidentifikasi
kebutuhan bermain sesuai dengan usia dan kemampuan anak, karena rencana
pembelajaran dibuat untuk memperkuat apa yang sudah dikuasai anak dan
meningkatkan kemampuan anak ke tahap yang lebih tinggi, hal ini dapat
dilakukan dengan menggunakan hasil observasi dan penilaian sebelumnya.
Penentuan tema dapat dilakukan oleh tim pendidik di awal tahun, namun
tema dapat berubah sesuai minat anak, dan kondisi terkini. Setiap tema dapat
dikembangkan menjadi beberapa sub tema, banyaknya sub tema yang akan
dikembangkan dari setiap tema tergantung dari kedalaman materi dan seberapa
besar minat anak terhadap tema tersebut.
56
AKU
Bagan 2.1
Contoh Pengembangan Tema Menjadi Sub Tema
( Sumber: Puskur, 2007)
Rencana pembelajaran yang perlu disusun oleh pendidik terdiri dari: (a)
Rencana Pembelajaran Tahunan (RPT), memuat aspek perkembangan dan
indikatornya, konsep yang akan dikembangkan, alokasi waktu, rencana tema. RPT
disusun berdasarkan jadwal pembelajaran tahunan; (b) Rencana Pembelajaran
Bulanan (RPB), memuat indikator, konsep, tema, dan kosa kata; (c) Rencana
Pembelajaran Mingguan (RPM), digunakan sebagai acuan dalam menyusun
rencana kegiatan harian; (d) Rencana Pembelajaran Harian (RPH), merupakan
penjabaran dari rencana pembelajaran mingguan, berisi kegiatan main yang akan
AKU
Keluargak
uuu
Anggota
keluarga
Kedudukan ku
Pos PAUD ku
Alamat Pos PAUD Nama Pos PAUD Nama Pos PAUD
Anggota
tubuh ku
Nama
Identitas ku
Ciri - ciri
Maina
Warna
Kesukaan ku Makanan
57
disiapkan untuk anak dalam mencapai tujuan yang diharapkan, dapat diulang-
ulang untuk beberapa hari pembelajaran.
Bagan 2.2 Contoh Webbing Rencana Pembelajaran Bulanan
Tema: Aku Kelompok usia : 3 – 4 tahun
(Sumber: Puskur, 2007)
3. Pelaksanaan Pembelajaran Anak Usia Dini
Anak usia dini memiliki karakteristik perkembangan yang berbeda dengan
anak-anak usia yang lebih tua. Hal ini memberikan implikasi bahwa kurikulum
dan pembelajaran yang akan diimplementasikan harus disesuaikan dengan
karakteristik perkembangan anak tersebut. Pembelajaran yang tidak sesuai dengan
karakteristik perkembangan anak dengan sendirinya akan menghambat dan
merusak perkembangan anak. Sesuai dengan karakteristik perkembangannya yang
bersifat holistik, maka jenis kurikulum yang relevan untuk anak usia dini adalah
- Menyanyikan beberapa lagu bernuansa imtaq - Berdiri dengan satu kaki bergantian
- Berdoa sebelum dan sesudah - Berjalan ke depan dengan tumit melakukan kegiatan serta menirukan sikap berdoa Agama & Fisik
Nilai Menjawab pertanyaan siapa, mengapa, dan
Bahasa di mana Menggunakan sisi sendok/ Kecakapan Garpu untuk memotong hidup Kognitif - Mengenal fungsi benda Makanan yang empuk dengan benar Menggunakan serbet Sosial- - Mengelompokkan benda
Seni Emosional berdasarkan bentuk, warna, ukuran dan
fungsi secara sederhana Menyanyikan lagu anak-anak Mulai bisa lengkap sesuai irama dengan menunggu giliran gerakan
AKU
58
kurikulum terpadu (integrated curriculum), artinya kurikulum harus diupayakan
untuk memfasilitasi seluruh aspek perkembangan anak yang meliputi aspek
estetis, afektif, kognitif, bahasa, fisik motorik, sosial, dan emosi, hal ini sesuai
dengan yang diungkapkan (Kostelnik, 1999) bahwa kurikulum anak usia dini
meliputi tujuan umum, tujuan khusus, materi, strategi yang ditujukan untuk
mengembangkan semua aspek perkembangan dan belajar anak, serta evaluasi
untuk menilai perkembangan anak. Untuk itu maka pembelajaran yang relevan
untuk anak usia dini adalah pembelajaran terpadu.
Siti Aisyah (2006) mengemukakan bahwa pembelajaran terpadu adalah
pendekatan yang digunakan dalam kegiatan pembelajaran dengan
mengintegrasikan kegiatan ke dalam semua bidang pengembangan, meliputi aspek
kognitif, sosial-emosional, bahasa, moral dan nilai-nilai agama, fisik-motorik, dan
seni.
Kurikulum yang terintegrasi (terpadu) dapat membantu anak memahami
kata lebih mudah, lebih lanjut Brewer (2007) mengungkapkan:
An integrated curriculum can help a child make sense of the world more easily. If a child is learning the names of the letters of the alphabet, that knowledge must be placed in a context that makes sesse t him. When the child learns the names of the letters by hearing the teacher read alphabet books and by eksploring the forms of the letters in writing, he knows that the names of the letters communicate information about the printed form of language.
Lebih lanjut Brewer (2007) mengemukakan bahwa kurikulum terpadu
dapat memberikan beberapa peluang, diantaranya:
(1) In- depth exploration of a topic and learning that is more than just superficial coverage, (2) more choices and therefore more motivation to learn and greater satisfaction with the results, (3) more active learning, (4) an opportunity for the teacher on learn along with the children and model lifelong learning, (5) a more effective use of student and teacher time
59
Kostelnik (1991) mengemukakan beberapa karakteritik pembelajaran
terpadu, yaitu (a) menyediakan pengalaman langsung tentang objek-objek nyata
bagi anak. Melalui pengalaman langsung anak-anak membangun pengetahuannya
dengan memanipulasi objek, mengamati peristiwa atau kejadian, berinteraksi
dengan manusia, dan lingkungan sekitarnya, (b) menciptakan kegiatan sehingga
anak menggunakan pemikirannya, (c) mengembangkan kegiatan sekitar minat-
minat anak, (d) membantu anak-anak membangun pengetahuan dan keterampilan
baru yang didasarkan atas hal-hal yang telah mereka ketahui sebelumnya, (e)
menyediakan kegiatan dan kebiasaan yang ditujukan untuk mengembangkan
semua aspek perkembangan, (f) mengakomodasi kebutuhan anak untuk
melakukan aktivitas fisik, interaksi sosial, kemandirian, (g) menyediakan
kesempatan melalui bermain untuk membangun konsep. Melalui bermain anak
melakukan proses belajar yang menyenangkan, sukarela, dan spontan, (h)
menghargai perbedaan individu, latar belakang budaya, dan keluarga anak, (i)
dapat melibatkan keluarga anak.
Pembelajaran anak usia dini menganut pendekatan bermain sambil belajar
atau belajar sambil bermain. Pembelajaran pada anak usia dini harus menarik dan
menyenangkan yang dibungkus dengan permainan, suasana yang riang, enteng,
bernyanyi, dan menari, bukan pembelajaran yang penuh dengan tugas-tugas berat,
apalagi dengan tingkat pengetahuan, keterampilan, dan pembiasaan yang tidak
sederhana lagi seperti paksaan untuk membaca, menulis, berhitung dengan segala
pekerjaan rumahnya yang melebihi kemampuan anak-anak (Harizal, 2008). Dunia
anak-anak adalah dunia bermain. Dengan bermain anak-anak menggunakan otot-
60
otot tubuhnya, menstimulasi indera-indera tubuhnya, mengeksplorasi dunia
sekitarnya, menemukan seperti apa diri mereka. Dengan bermain anak-anak
menemukan dan mempelajari hal-hal atau keahlian baru. Lewat bermain, fisik
anak akan terlatih, kemampuan kognitif dan kemampuan berinteraksi dengan
orang lain akan berkembang.
Hoorn (1993) mengemukakan tentang bermain yang menjadi inti dalam
pembelajaran anak usia dini:
Play at the centre of the curriculum integrates science as well as language art, mathematics, and social studies. And, just as with these disciplines, it takes the trained eye of the educator to see the science concepts and the processes that the children are involved with as they play. Children are engaged in science whenever they are engaged in scientific thinking processes such as observing, comparing, and exploring. We often find young children experimenting with objects even though this is not the formal, analytical process of the scientist or older student. Let’s take of brief look at this example- an example familiar to all of us in early childhood education
Bermain bagi anak usia dini adalah belajar. Bermain adalah suatu kegiatan
yang dilakukan secara berulang-ulang dan menimbulkan kesenangan/ kepuasan
bagi diri anak. Bermain sebagai sarana sosialisasi, diharapkan melalui bermain
dapat memberi kesempatan anak bereksplorasi, menemukan, mengekspresikan
perasaan, berkreasi, dan belajar secara menyenangkan. Selain itu, kegiatan
bermain dapat membantu anak mengenal tentang diri sendiri, dengan siapa anak
hidup serta lingkungan tempat dimana anak hidup (Puskur,2007).
Dalam kegiatan pembelajaran, anak adalah sebagai subjek dan bukan
sebagai objek. Karena itu, inti proses pembelajaran adalah kegiatan belajar anak
didik dalam mencapai tujuan pembelajaran. Tujuan pembelajaran akan dapat
61
tercapai bila anak didik berusaha secara aktif untuk mencapainya. Keaktifan anak
didik tidak hanya dituntut dari segi fisik saja, tetapi juga dari segi kejiwaan.
Pendekatan pembelajaran anak usia dini yang dikemukakan oleh beberapa
pakar pendidikan anak usia dini, termasuk dalam Program Kegiatan Pendidikan
PAUD (Diknas, 2002) meliputi:
a. Pengembangan Moral dan Nilai-nilai Agama
Pengembangan moral dan nilai-nilai agama dilakukan dengan pembiasaan
yang dilakukan secara terus menerus dalam kehidupan sehari-hari anak,
sehingga timbul perkembangan moral dan nilai-nilai agama serta
perkembangan sosial agar dapat mengembangkan emosional dan
kemandirian.
b. Bermain Sambil Belajar dan Belajar Melalui Bermain
Bermain merupakan pendekatan dalam melaksanakan pembelajaran di
PAUD. Kegiatan pembelajaran yang disiapkan oleh pendidik hendaknya
dilakukan dalam suasana yang menyenangkan dengan menggunakan strategi,
untuk materi/bahan dan media yang menarik serta mudah dimengerti oleh
anak. Melalui permainan anak diajak untuk bereksplorasi, menemukan dan
memanfaatkan objek-objek yang dekat dengan lingkungan anak sehingga
pembelajaran lebih bermakna (bermanfaat) bagi anak, ketika bermain anak
membangun pengertian dengan pengalamannya.
c. Pembelajaran Berorientasi Pada Tumbuh Kembang Anak
Dalam melakukan kegiatan, pendidik perlu memberikan kegiatan sesuai
dengan tahap perkembangan anak. Anak merupakan individu yang unik,
62
maka perlu memperhatikan perbedaan secara individu. Dengan demikian
dalam kegiatan yang disiapkan perlu memperhatikan cara belajar anak yang
dimulai dari cara yang sederhana ke rumit, kongkrit ke abstrak, gerakan ke
verbal dan dari keakuan (ego) ke rasa sosial.
d. Pembelajaran Berorientasi Pada Kebutuhan Anak
Kegiatan pembelajaran pada anak harus senantiasa berorientasi pada
kebutuhan anak. Anak pada usia dini sedang membutuhkan proses belajar
untuk mengoptimalkan perkembangan kebutuhan anak. Dengan demikian
berbagai jenis kagiatan pembelajaran hendaknya dilakukan berdasarkan pada
perkembangan anak tersebut secara psikologis, nilai-nilai agama, penerapan
disiplin, sosial emosional, bahasa, kognitif, seni serta lingkungan sosial
budaya di mana anak tinggal.
e. Pembelajaran Menggunakan Pendekatan Tematik
Kegiatan pembelajaran dirancang dengan menggunakan pendekatan tematik.
Tema sebagai wadah pengenalan berbagai konsep untuk mengenal dirinya
dan lingkungan sekitarnya. Tema dipilih dan dikembangkan dari hal-hal yang
paling dekat dengan anak, sederhana, media yang mudah dan murah untuk
didapat, aman, serta menarik.
f. Kegiatan Pembelajaran Aktif Kreatif Efektif, dan Menyenangkan (PAKEM)
Proses pembelajaran aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan dapat dilakukan
pada anak usia dini yang disiapkan oleh pendidik melalui kegiatan yang
menarik dan menyenangkan untuk membangkitkan rasa ingin tahu anak dan
memotivasi anak berpikir kritis dan menemukan hal-hal yang baru.
63
Pengenalan pembelajaran dilakukan secara demokrasi, mengingat anak usia
dini merupakan subjek dalam proses pembelajaran, anak dapat berinteraksi
dengan mudah dengan pendidik maupun temannya yang dilaksanakan dengan
cara:
1. Learning by doing, pembelajaran dilakukan secara langsung oleh anak
(hands on experience) dimana kelima indera anak terlibat secara langsung,
sehingga anak memperoleh pengetahuan dari interaksi anak dengan
lingkungan secara langsung.
2. Learning by stimulating, pembelajaran ini menitikberatkan pada stimulasi
perkembangan anak secara bertahap, jadi pembelajaran dilaksanakan
sesuai dengan tahap perkembangan anak.
3. Learning by modeling, pembelajaran dimana anak meniru orang dewasa
atau teman di lingkungannya. Anak belum dapat menyaring atau
membedakan model peniruan yang dilakukan tersebut merupakan perilaku
baik atau buruk.
g. Pembelajaran Mengembangkan Kecakapan Hidup
Proses pembelajaran harus diarahkan untuk mengembangkan kecakapan hidup
melalui penyiapan lingkungan belajar yang menunjang berkembangnya
kemampuan anak untuk dapat menolong diri sendiri, disiplin dan sosialisasi
serta memperoleh keterampilan dasar yang berguna untuk kelangsungan
hidupnya.
64
h. Pembelajaran yang Bermakna
Dalam kegiatan untuk menstimulasi perkembangan potensi anak, sehingga
perlu memanfaatkan berbagai media bahan alam, bahan sisa, bahan sintetik,
dan sumber belajar dari lingkungan dan alam sekitar yang disediakan dan
diupayakan oleh pendidik.
Pembelajaran pada anak usia dini harus memperhatikan azas-azas berikut ini:
a. Asas Apersepsi
Kegiatan mental anak dalam mengolah proses hasil belajar dipengaruhi oleh
pengetahuan dan pengalaman serta keterampilan yang telah dimiliki
sebelumnya. Oleh sebab itu, pembelajaran yang dilakukan pendidik hendaknya
memperhatikan pengetahuan dan pengalaman, latihan, keterampilan awal yang
telah dimiliki oleh anak, sehingga anak dapat mencapai proses hasil belajar yang
lebih optimal.
b. Asas Kekongkritan
Melalui interaksi dengan objek-objek nyata dan pengalaman kongkrit,
pembelajaran perlu menggunakan berbagai media dan sumber belajar agar
suatu tema yang telah atau akan dipelajari oleh anak menjadi lebih bermakna,
misalnya menggunakan gambar binatang untuk mempelajari binatang,
membawa binatang hidup (apabila memungkinkan dan tidak membahayakan
bagi anak serta atau dapat melakukan eksperimen gejala alam) di dalam kelas,
menggunakan audio visual tentang banjir untuk mempelajari tentang air dan
lain-lain.
65
c. Asas Motivasi
Belajar akan optimal jika anak memiliki dorongan untuk belajar. Oleh sebab
itu, pembelajaran hendaknya dirancang sesuai dengan kebutuhan, minat, dan
kemauan anak. Misalnya, memberi penghargaan kepada anak yang berprestasi
dengan pujian atau hadiah, berupa pemberian stempel, gambar tempel,
memajang setiap hasil karya anak di kelas, lomba antar kelompok, melibatkan
setiap anak pada berbagai lomba dan kegiatan anak usia dini, melakukan pecan
unjuk kemampuan anak.
d. Asas kemandirian
Kemandirian merupakan upaya yang dimaksudkan untuk melatih anak dalam
memecahkan masalahnya. Oleh sebab itu pembelajaran hendaknya dirancang
untuk mengembangkan kemandirian anak, misalnya tata cara makan,
menggosok gigi, memakai baju, melepas dan memakai sepatu, buang air kecil
dan buang air besar, merapikan mainan setelah digunakan, dan lain-lain.
e. Asas Kerjasama ( Kooperatif )
Kerjasama menjadi asas karena dengan bekerja sama keterampilan sosial anak
akan berkembang secara optimal. Oleh sebab itu, pembelajaran hendaknya
mengembangkan keterampilan sosial anak, misalnya bertanggung jawab
terhadap kelompok, menghargai pendapat anak lain, bergantian, bergiliran, aktif
dalam kerja kelompok, membantu anak lain, dan lain-lain.
f. Asas Perbedaan Individu
Perbedaan individu menjadi asas karena setiap anak itu bersifat unik, berbeda
dengan anak yang lain. Oleh sebab itu, pembelajaran hendaknya memperhatikan
66
perbedaan individu, misalnya perbedaan latar belakang keluarga, perbedaan
kemampuan, perbedaan minat, perbedaan gaya belajar, dan lain-lain agar anak
mencapai hasil belajar secara optimal.
g. Asas Keterpaduan
Korelasi menjadi asas karena aspek pengembangan diri anak yang satu dengan
aspek pengembangan diri yang lain saling berkaitan. Oleh sebab itu,
pembelajaran pada anak usia dini dirancang dan dilaksanakan secara terpadu,
. misalnya perkembangan bahasa anak berkaitan erat dengan perkembangan
kognitif, perkembangan kognitif anak berkaitan erat dengan perkembangan diri,
dan lain-lain.
h. Asas Belajar Sepanjang Hayat
Belajar sepanjang hayat menjadi asas karena proses belajar anak tidak
berlangsung di PAUD tetapi sepanjang hayat anak. Oleh sebab itu,
pembelajaran di PAUD hendaknya diupayakan untuk membekali anak agar
dapat menjadi pembelajar sepanjang hayat dan mendorong anak selalu ingin
dan berusaha belajar.
4. Bahan Ajar untuk Anak Usia Dini
Sesuai dengan karakteristik perkembangan anak dan karakteristik
pembelajarannya yang terintegrasi/terpadu, maka bahan ajar untuk anak usia dini
harus dikemas dan disajikan dalam bentuk tema. Tema adalah ide-ide pokok atau
ide-ide sentral tentang bahan ajar yang berkaitan dengan anak dan lingkungannya.
Tema yang disajikan kepada anak harus dimulai dari hal-hal yang telah dikenal
67
anak menuju yang lebih jauh, dimulai dari yang sederhana menuju ke yang lebih
kompleks, dan dari hal yang kongkrit menuju ke yang abstrak.
Tema dapat dikembangkan secara fleksibel sesuai dengan kebutuhan
perkembangan anak agar tidak menimbulkan kebosanan. Pemilihan tema
didasarkan pada: (1) tema-tema yang bersifat dasar dan selalu dapat
dikembangkan, seperti: Aku, Keluargaku, Rumahku, Sekolahku, Negeriku; (2)
tema yang dihubungkan dengan suatu peristiwa/ kejadian, seperti: Gejala alam,
Cuaca, Banjir, Gunung meletus, dan sebagainya; (3) tema yang dihubungkan
dengan minat anak, seperti: Binatang, Dinosaurus, Tata Surya; (4) tema yang
dihubungkan dengan hari-hari besar atau spesial seperti: Hari Kemerdekaan, Hari
Besar Keagamaan, Hari Ibu, Hari Anak, dan sebagainya (Sujiono dalam Nurani
Yuliani, 2009).
Tema digunakan pada pembelajaran anak usia dini untuk membangun
pengetahuan pada anak dan mengembangkan seluruh aspek perkembangan anak.
Kostelnik dalam Nurani Yuliani (2009) menyatakan bahwa
pengembangan tema dapat didasarkan pada konsep pengetahuan, yaitu: (1)
Konsep Sains, yang berhubungan dengan tema tanaman, hewan, burung, langit,
batuan, dinosaurus, mesin, dan kesehatan gigi; (2) Pengetahuan Sosial, yang
berhubungan dengan tema konsep diri, teman, keluarga, rumah, dan pakaian; (3)
Konsep Matematika, yang berhubungan dengan tema berhitung dan angka,
mengukur atau toko dan pasar; dan (4) Bahasa dan Seni yang berhubungan
dengan tema bercerita, penulis, musik.
68
Dalam mengembangkan bahan ajar untuk anak usia dini, pendidik memilih
tema yang relevan yang menjadi perhatian dan diminati anak, kemudian dijadikan
ide sentral pembelajaran yang direncanakan, serta dilaksanakan melalui kegiatan-
kegiatan dalam rangka mengembangkan semua aspek perkembangan anak.
Memilih tema kemudian mengembangkannya adalah langkah pertama
yang harus ditempuh dalam melaksanakan pembelajaran terpadu. Para pendidik
anak usia dini pun dituntut untuk mampu memilih dan memutuskan tema apa
yang paling relevan dengan anak. Dalam memilih tema, pendidik tidak perlu
terpaku pada tema-tema yang sudah ada di dalam dokumen kurikulum, karena
terdapat berbagai sumber ide untuk memilih dan memutuskan tema sebagai bahan
pembelajaran yang akan disajikan kepada anak, sebagaimana dikemukakan oleh
Soderman dan Whiren, (1999) sebagai berikut:
a. Minat anak
Sumber ide yang paling baik untuk tema adalah anak. Hal yang sering terjadi,
sering dibahas atau menarik minat anak adalah tema yang tepat untuk dipilih.
Pendidik dapat menemukan minat anak dengan cara berbicara secara informal
dengan mereka, mengamati anak, dan mendengarkan apa yang sering mereka
bicarakan
b. Peritiwa khusus
Peristiwa atau kejadian khusus yang dilihat atau dialami anak dapat menjadi
sumber ide untuk memilih tema. Contohnya peristiwa ulang tahun, rekreasi,
musim panen, dan sebagainya.
69
c. Kejadian yang tidak diduga
Kejadian yang tidak diduga sebelumnyadapat merangsang anak untuk mengetahui
lebih banyak tentang hal tersebut. Misalnya ketika anak-anak berada di dalam
kelas tiba-tiba ada seekor kupu-kupu yang masuk. Kejadian itu akan menarik
perhatian anak dan mungkin akan menimbulkan pertanyaan bagi mereka,
sehingga pada suatu waktu pendidik memilih tema “Kupu-kupu“
d. Materi atau bahan yang dimandatkan oleh lembaga
Lembaga-lembaga pendidikan anak usia dini tertentu biasanya punya misi dan
harapan tertentu untuk menyelenggarakan pendidikannya.
e. Orang tua dan pendidik
Ide tema dapat bersumber dari harapan orang tua dan pendidik sesuai dengan
kebutuhan lembaga dan orang tua. Misalnya kekhawatiran orang tua mengenai
kejahatan seksual bagi anak-anaknya dapat diakomodasi melalui tema “
Keselamatan diri “
Dengan banyaknya sumber ide yang dapat dipilih, biasanya tema yang
relevan muncul. Terdapat lima kriteria yang harus dipertimbangkan guru dalam
memilih tema, yaitu:
a. Relevansi tema dengan anak tema
b. Potensi tema untuk melibatkan anak dalam pengalaman langsung
c. Keragaman dan keseimbangan antar bidang kurikulum
d. Ketersediaan alat-alat dan sumber belajar yang berkaitan dengan tema
e. Potensi tema untuk dilaksanakan melalui kegiatan proyek. (Kostelnik, 1999 )
70
Adapun prinsip-prinsip yang harus diperhatikan dalam memilih tema,
antara lain: (1) menyediakan kesempatan kepada anak untuk terlibat langsung
dengan objek yang sesungguhnya;(2) menciptakan kegiatan yang melibatkan
seluruh indera anak; (3) membangun kegiatan dari minat anak; (4) membantu
anak membangun pengetahuan baru; ( 5) memberikan kegiatan dan rutinitas yang
ditujukan untuk mengembangkan seluruh aspek perkembangan; (6)
mengakomodasi kebutuhan anak akan kebutuhannya untuk kegiatan dan gerak
fisik, interaksi sosial, kemandirian, konsep diri yang positif; (7) memberikan
kesempatan menggunakan permainan untuk menterjemahkan pengalaman kepada
pemahaman; (8) menghargai perbedaan individu, latar belakang, pengalaman di
rumah yang dapat dibawa anak ke kelas; (9) menemukan jalan untuk melibatkan
anggota keluarga dari anak (Sujiono dalam Nurani Yuliani, 2009).
5. Media dan Sumber Pembelajaran PAUD
Ada beberapa konsep atau definisi media pembelajaran. Rossie dan Breidle
(1996) mengemukakan bahwa media pembelajaran adalah seluruh alat dan bahan
yang dapat dipakai untuk mencapai tujuan pendidikan seperti radio, televisi, buku,
koran, majalah, dan sebagainya. Gerlach dan Eli (1980) menyatakan bahwa secara
umum media itu meliputi orang, bahan, peralatan, atau kegiatan yang menciptakan
kondisi yang memungkinkan anak memperoleh pengetahuan, keterampilan, dan
sikap.
71
Agar media pembelajaran benar-benar dapat digunakan untuk
membelajarkan anak, maka ada sejumlah prinsip yang harus diperhatikan,
diantaranya:
a. Media yang akan digunakan harus sesuai dan diarahkan untuk mencapai
tujuan pembelajaran. Media harus benar-benar membantu anak belajar sesuai
dengan tujuan yang ingin dicapai.
b. Media yang akan digunakan harus sesuai dengan materi pembelajaran. Setiap
materi pelajaran memiliki kekhasan dan kekomplekan, karenanya media yang
akan digunakan harus sesuai dengan kompleksitas materi pembelajaran.
c. Media pembelajaran harus sesuai dengan minat, kebutuhan, dan kondisi anak.
d. Media yang akan digunakan harus memperhatikan efektivitas dan efisiensi.
e. Media yang akan digunakan harus sesuai dengan kemampuan guru dalam
menggunakannya.
Menurut Sugeng (2007) dalam Nur Cholimah media dalam pembelajaran anak
usia dini menurut sifatnya dibagi menjadi dua, yaitu yang lunak dan yang keras.
Bersifat lunak artinya mampu mengembangkan panca indera yang ringan tidak
menggunakan otot tapi banyak ke otak, perasaan, gerakan yang ringan dan ada
unsur pelan. Media pembelajaran yang bersifat lunak mengembangkan motorik
halus, contohnya mewarnai, mencocok, meronce, main congklak, main masak-
masakan, dokter-dokteran, pasar-pasaran dan lain-lain.
Media pembelajaran yang bersifat keras mengembangkan motorik kasar yaitu
permainan yang banyak menggunakan otot, tetapi dengan otak, perasaan, dan
keterampilan. Contohnya: bermain bola, meluncur, ayunan, berlari, melompat,
72
meloncat, meniti balok dan lain-lain. Kedua sifat dari media ini harus digunakan
secara seimbang supaya semua aspek kepribadiannya dapat berkembang dan
pertumbuhan badannya berlangsung dengan baik dan normal.
Alat/ media interaksi pada pendidikan anak usia dini adalah semua jenis
alat bantu yang dapat dipergunakan oleh orangtua/ keluarga untuk merangsang
dan mendorong proses belajar anak dengan cara yang tepat dan menyenangkan.
Banyak kemampuan dari anak seperti misalnya kemampuan berpikir,
berbicara, bergaul, dan keterampilan gerak yang mungkin masih terpendam. Agar
kemampuan-kemampuan tersembunyi ini dapat dimunculkan dan dimanfaatkan
dalam kegiatan sehari-hari secara lebih baik, maka anak balita perlu benda-benda,
bahan-bahan/ media atau alat bantu lainnya. Dengan adanya alat/ media
pendidikan yang digunakan secara tepat serta suasana bermain/ lingkungan yang
menimbulkan rasa senang dalam diri balita pada saat menggunakannya, maka
diharapkan proses belajarnya akan berjalan lancar.
Adapun manfaat dari alat/ media interaksi, diantaranya:
a. Dapat langsung mempengaruhi panca indera dan otot-otot badan serta gerakan
anak.
b. Memberi kebebasan dan kesempatan untuk mendapatkan pengalaman-
pengalaman baru, baik yang dialami sendiri oleh anak maupun yang
dilihatnya.
Kesempatan mendapat pengalaman baru dan pelajaran baru ini didapat
misalnya melalui bermain di lingkungan sekitar anak, umpamanya kebun, sungai,
pematang sawah, pohon, dan semak belukar, bermacam-macam ternak/ binatang
73
peliharaan. Adanya air di kali/ di sungai arus kali, memberi pengalaman kepada
anak dalam hal:
a. Anak mendapat pengetahuan tentang kedalaman air sungai jika orangtua
masuk, air hanya sampai lutut, kalau adiknya yang masuk air akan sampai
lehernya, tetapi dia yang masuk air hanya sampai ke perutnya. Dari
pengalaman itu anak belajar bahwa kedalaman kali itu ada hubungannya
dengan tinggi dan pendeknya orang yang masuk.
b. Dengan merasakan derasnya arus sungai anak akan belajar bahwa arus air
mempunyai kekuatan.
1) Pada musim hujan air sungai lebih banyak dan arusnya lebih kuat. Oleh
karena itu ia harus lebih berhati-hati, ia belajar menjaga diri.
2) Pada musim kemarau air sungai sedikit, bahkan pernah kering sehingga
masyarakat desa terpaksa mengambil air dari sumber air. Anak belajar
tentang suatu akibat musim kemarau yang tidak menyenangkan.
3) Ketika anak bermain kapal-kapalan ( yang dibuat dari kertas ) ia melihat
bahwa kapalnya hanyut mengikuti arus sungai, bila ia ingi kapalnya
melawan arus, maka anak harus membantu menariknya dengan tali.
Melalui kegiatan di sungai ia belajar tentang ciri arus air.
c. Mengakrabkan hubungan orangtua/ keluarga dengan anak. Ketika
menggunakan benda/ alat permainan, atau ketika bernyanyi bersama anak
akan terjadi hubungan antara anak dan orangtua/ keluarga. Perasaan sayang,
saling berbicara, saling mengajar akan terjadi bila anak dan orangtua/
keluarga lebih sering berada bersama-sama.
74
Ada 3 kelompok jenis media interaksi, yaitu:
1) Dongeng dan cerita
2) Musik dan lagu/ nyanyian dan gerak
3) Kegiatan bermain dan alat permainan.
Dalam proses penyusunan program pembelajaran, pendidik perlu menetapkan
sumber apa yang dapat digunakan oleh anak agar mereka dapat mencapai tujuan
yang telah ditentukan.
Beberapa sumber belajar yang bisa dimanfaatkan oleh pendidik khususnya
dalam setting proses pembelajaran di dalam kelas, diantaranya:
a. Manusia
Manusia merupakan sumber utama dalam proses pembelajaran. Dalam usaha
pencapaian tujuan pembelajaran, pendidik dapat memanfaatkannya dalam setting
pembelajaran, misalnya untuk mempelajari tentang kesehatan gigi, pendidik bisa
menggunakan dokter atau perawat gigi sebagai sumber utama dalam proses
pembelajaran. Penggunaan manusia sebagai sumber belajar akan memotivasi
belajar anak serta akan menambah wawasan yang luas, di samping dapat
menghindari salah persepsi.
b. Alat dan Bahan Pengajaran
Alat adalah segala sesuatu yang dapat digunakan untuk membantu pendidik
Sedangkan bahan pengajaran adalah segala sesuatu yang mengandung pesan yang
akan disampaikan kepada anak.
75
c. Aktivitas dan Kegiatan
Yang dimaksud aktivitas adalah segala perbuatan yang sengaja dirancang oleh
pendidik untuk memfasilitasi kegiatan belajar anak, seperti demonstrasi, bermain
peran, melakukan percobaan, dan lain-lain.
d. Lingkungan atau Setting
Lingkungan atau setting adalah segala sesuatu yang dapat memungkinkan anak
belajar, misalnya gedung sekolah, perpustakaan, laboratorium, taman, kantin
sekolah dan lain-lain.
Dalam pendidikan anak usia dini ada berbagai macam sebutan untuk setting
tempat, antara lain: sentra, area, sudut dan lain-lain. Semua itu bertujuan untuk
memberikan pilihan bagi anak, agar dalam proses belajar sesuai dengan
karakteristik anak.
6. Strategi/ Metode Pembelajaran Untuk Anak Usia Dini
Menurut Jamaris (2005) strategi pembelajaran berkaitan dengan langkah-
langkah yang ditetapkan dalam suatu proses pembelajaran. Langkah-langkah
tersebut terdiri dari pembukaan pembelajaran, kegiatan inti, dan kegiatan penutup
pembelajaran.
Terdapat berbagai strategi dan metode pembelajaran yang dapat
digunakan pada jenjang pendidikan usia dini. Akan tetapi strategi pembelajaran
apa pun yang yang digunakan oleh pendidik penekanannya harus berorientasi
pada perkembangan anak (Developmentally Appropriate Practice). Pandangan
pembelajaran yang berorientasi perkembangan memberikan kerangka untuk
76
memahami dan menghargai pertumbuhan alami anak-anak usia dini. (Pamela
Coughlin, 1997) mengemukakan bahwa pendekatan perkembangan memandang
anak-anak usia dini sebagai berikut:
a. Pembelajar aktif yang secara terus menerus mendapatkan informasi mengenai
dunia lewat permainan.
b. Mengalami kemajuan melalui tahapan-tahapan perkembangan yang dapat
diperkirakan.
c. Bergantung pada orang lain berkenaan dengan pertumbuhan emosi dan
kognitif melalui interaksi sosial
d. Adalah individu yang unik yang tumbuh dan berkembang dengan kecepatan
yang berbeda.
Pendekatan perkembangan didasarkan pada teori Jean Piaget, Eric
Ericson, dan L.S Vygotsky. Pandangan pendekatan perkembangan tentang anak
tersebut memberikan implikasi bahwa para pendidik anak usia dini harus mampu
menciptakan pembelajaran yang harus melibatkan partisipasi aktif anak,
mengembangkan kreativitas anak, menyenangkan, dan dilakukan melalui bermain
sambil belajar dan belajar seraya bermain. Bermain adalah dunia anak. Anak-anak
bermain di rumah, di sekolah, dan di lingkungan lainnya. Melalui bermain, anak-
anak melakukan interaksi sosial dengan anal-anak dan orang dewasa, melakukan
berbagai peran sosial, membangun pengetahuan, mengembangkan keterampilan
fisik-motorik, mengembangkan kemandirian, kemampuan berkomunikasi lisan,
mengekspresikan emosi, mengembangkan kreativitas, serta aspek-aspek
perkembangan lainnya.
77
Kostelnik dkk, (1999) mengemukakan karakteristik bermain pada anak,
“Play is fun, not serious, meaningful, active, voluntary, intrinsically motivated,
rule governed”. Selanjutnya Bergen (1998), mengemukakan terdapat empat
kategori bermain, yaitu:
a. Bermain bebas (free play). Dalam bermain bebas, anak memilih apapun yang
dimainkannya, bagaimana bermain, dan di mana mereka bermain. Bermain
seperti ini menurut para pendidik untuk menyediakan lingkungan yang aman,
menyediakan berbagai peralatan dan bahan yang mendukung.
b. Bermain terbimbing (guided play). Bermain terbimbing memiliki aturan, lebih
sedikit pilihan, dan adanya pengawasan dari orang dewasa.
c. Bermain yang diarahkan (directed play). Dalam bermain ini kegiatan bermain
ditentukan oleh orang dewasa.
d. Work disguised play. Bermain ini menggambarkan kegiatan diorientasikan
pada tugas tertentu, dan orang dewasa berusaha mentransformasikannya
kedalam kegiatan bermain terbimbing atau diarahkan.
Dalam mengimplementasikannya dalam pembelajaran, para pendidik
anak usia dini dapat mengintegrasikan pendekatan belajar melalui bermain
tersebut dalam metode-metode yang dapat digunakan misalnya bercakap-cakap,
bercerita, karyawisata, sosiodrama atau bermain peran, proyek, eksperimen, tanya
jawab, demonstrasi, dan pemberian tugas.
Di lapangan selain pendekatan di atas, menurut Solehuddin (2000) dalam
Nur Cholimah, terdapat dua pendekatan dalam pelaksanaan pendidikan anak usia
dini, yaitu:
78
1. Pendekatan Pendidikan Prasekolah Akademik
Pendekatan ini sangat menggiurkan, bagaimana tidak dengan mengikuti
program pendidikan yang menerapkan pendekatan ini, dalam waktu singkat anak
bisa menunjukkan berbagai subjek yang seringkali menjadi kebanggaan orang tua
dan guru. Anak bisa cepat mengenal huruf, cepat menulis, dan cepat menghafal
fakta yang diajarkan pendidik. Kecepatan anak menguasai materi-materi pelajaran
yang diajarkan pendidik adalah keunggulan pendidik yang menganut pendekatan
ini.
Pendekatan pendidikan yang berorientasi akademis pada intinya adalah
suatu pendekatan pendidikan yang sangat menekankan segi penguasaan
pengetahuan dan keterampilan baca, tulis, dan menghafal fakta sebagai hasil
belajar. Para penganut pendekatan ini berasumsi bahwa proses belajar pada anak
bisa dilakukan dengan menggunakan mata pelajaran yang terpisah-pisah.
Adapun ciri-ciri pendidikan prasekolah yang menganut pendekatan
akademis adalah sebagai berikut:
a. Kurikulum pendekatan ini sangat sistematis. Kurikulum terdiri atas
seperangkat pengetahuan dan keterampilan yang terstruktur secara ketat dan
disampaikan kepada anak secara struktur pula.
b. Sejalan dengan model yang digunakan, pendidik mempunyai peran sangat
dominan di kelas. Ia adalah perencana dan pembuat jadwal kegiatan di kelas
secara rinci. Ia mengendalikan penggunaan ruang, waktu, dan alat-alat
dengan tata cara yang dikehendakinya.
79
c. Untuk membuat anak menguasai materi, pengetahuan, dan keterampilan, cara
belajar yang diterapkan adalah anak melakukan apa yang dikehendaki
pendidik.
d. Menghafal fakta dan mengingat, dan bukan membuktikan itu benar.
e. Pendidikan moral lebih banyak dilakukan dengan membicarakan aturan-
aturan yang harus diikuti daripada diimplementasikan.
f. Penerapan bermain dan penggunaan proyek di sekolah sangat kurang.
g. Evaluasi anak pasif menunggu evaluasi dan penghargaan pendidik. Tak ada
kesempatan anak untuk menilai diri sendiri apakah pekerjaannya baik atau
tidak, bermanfaat atau tidak. Kemajuan anak didik dinilai dengan tes.
h. Hasil belajar dalam bentuk prestasi akademik.
2. Pendekatan Pendidikan Prasekolah Non-Akademik
Pendekatan ini banyak dipengaruhi oleh pandangan konstruktivis yang
mempercayai bahwa anak pada intinya mampu membangun konsep dan
pemahamannya sendiri, pendekatan ini sangat menekankan segi keterlibatan anak
dalam proses belajar.
Ciri-ciri pendidikan pra-sekolah pendekatan non-akademis:
a. Memberi kesempatan anak untuk bereksplorasi dan memecahkan masalah
sedangkan keterlibatan guru sebatas bila diperlukan dan memfasilitasi anak
b. Mengembangkan sikap, minat, dan keterampilan yang diperlukan dalam
proses belajar seperti menumbuhkan minat membaca, menulis,
mengeksploitasi, kreativitas, dan pengalaman dalam memecahkan masalah.
80
c. Penyajian pengajaran dikemas terintegrasi tidak lepas dari konteks kehidupan
dunia anak.
d. Mengutamakan kebermaknaan materi pelajaran, serta naturalisasi proses
belajar.
e. Kurikulum terintegrasi dan bersifat emergent. Dengan kurikulum yang
terintegrasi proses belajar anak tidak dilakukan dengan menyajikan bahan
pelajaran dalam bentuk mata pelajaran yang terpisah-pisah, melainkan dengan
menampilkan sebagai kesatuan pengetahuan, bersifat emergent unsur
pengalaman spontan dan konstektual anak merupakan hal yang sangat
diperhatikan dalam mengembangkan kurikulum yang nyata yang
direalisasikan di kelas.
f. Pengalaman belajar anak bersifat langsung dan merupakan sesuatu hal yang
sangat dihargai.
g. Punya banyak pilihan untuk mengembangkan minat dan kreativitas.
h. Bermain digunakan untuk media belajar itu sendiri.
i. Anak diberi kesempatan untuk mengevaluasi hasil karya dan perilaku sendiri,
sesama teman, dan guru.
j. Cara evaluasi dengan portopolio assessment atau authentic assessment.
Metode adalah cara yang digunakan untuk menyampaikan materi
pembelajaran dalam upaya mencapai tujuan kurikulum . menurut Sanjaya (2000)
metode atau strategi pembelajaran menempati fungsi yang penting dalam
kurikulum, karena memuat tugas-tugas yang perlu dikerjakan oleh anak didik dan
pendidik.
81
Pendidikan anak usia dini yang memiliki prinsip dan metode yang tepat,
akan meletakkan pondasi yang kuat. Tidak saja kecerdasan intelektual anak, juga
kecerdasan emosional dan spiritual anak. Sebaliknya penanganan pendidikan anak
usia dini yang salah akan menyebabkan terhambatnya potensi kecerdasan anak
dan dikhawatirkan dapat membunuh jiwa anak, yang akan berdampak bagi
emosional dan karakter anak pada tahap berikutnya.
Metode pembelajaran pada anak usia dini hendaknya memuat beberapa hal
berikut ini:
a. Metode bermain sambil bermain
b. Metode yang berpusat pada anak
c. Metode yang memfasilitasi kecerdasan holistik
d. Metode yang menjadi lingkungan sebagai media dan sumber belajar
e. Metode yang membawa anak merasa dihargai, diperdulikan, nyaman, aman,
dan bebas berkreasi
f. Metode yang sesuai dengan tingkat usia/perkembangan psikologis dan
kebutuhan spesifik anak
g. Metode yang relatif mudah dilaksanakan pada keadaan terbatas.
Solehuddin (Nur Cholimah, 2008) mengatakan bahwa:
“Ketepatan dan kesesuaian penggunaan metode pembelajaran ini sangat penting karena berdampak signifikan terhadap cara dan proses pembelajaran selanjutnya. Penggunaan metode pembelajaran yang tepat dan sesuai dengan anak akan memfasilitasi perkembangan berbagai potensi dan kemampuan anak secara optimal serta tumbuhnya sikap dan kebiasaan perilaku positif yang mendukung perkembangan berbagai potensi dan kemampuan anak tersebut. Sebaliknya, kekeliruan dalam penggunaan metode pembelajaran dapat menghambat perkembangan potensi-potensi anak secara optimal di samping dapat menimbulkan persepsi-persepsi yang keliru pada anak tentang aktivitas belajar itu sendiri. Dengan demikian pemahaman dan penguasaan metode
82
pembelajaran anak merupakan hal yang mutlak diperlukan oleh guru pra- sekolah”.
Metode pembelajaran anak menurut Solehudin (2000) dalam Nur
Cholimah, antara lain: (a) berpusat pada anak, (b) pembelajaran harus terpadu,
(c) memperhatikan variasi individu, (d) memberi kesempatan kepada anak
untuk berinteraksi baik dengan guru maupun dengan teman-teman sebaya, (e)
cara pembelajaran bersifat fleksibel, (f) cara pembelajaran dengan bermain.
Bermain adalah dunia anak. Bermain adalah kebutuhan penting bagi anak.
Melalui permainan yang bermutu dan dampingan orang dewasa, serta dukungan
lingkungan yang bermutu pula, anak akan belajar banyak hal. Pendidik PAUD
harus melaksanakan seluruh kegiatan pembelajaran dengan bermain. Adapun ciri-
ciri kegiatan bermain, adalah: (a) kegiatan itu merupakan kebutuhan anak, (b)
kegiatan tersebut merupakan minat anak, (c) anak senang dan bahagia melakukan
kegiatan tersebut, (d) bermain didominasi aktif oleh pemain, dalam hal ini anak,
bukan didominasi oleh pendidik PAUD, (e) bermain memfokuskan pada proses
bukan hasil.
Menurut Suyanto (2005) metode pembelajaran anak usia dini hendaknya
menantang dan menyenangkan, serta melibatkan unsur bermain, bergerak,
bernyanyi, dan belajar. Berikut ini metode yang sering digunakan untuk
pembelajaran anak usia dini:
a. Lingkari Kalender, yaitu pembelajaran dihubungkan dengan kalender.
Pendidik menandai tanggal-tanggal pada kalender yang terkait dengan
berbagai kegiatan, seperti Hari Kemerdekaan, Hari Kartini, Hari Ibu, dan
sebagainya.
83
b. Presentasi dan Cerita, yaitu digunakan saat mengungkapkan kemampuan,
perasaan, dan keinginan anak. Setiap hari pendidik dapat menyuruh anak
bercerita secara bergantian.
c. Metode Proyek, yaitu untuk melatih bekerjasama dalam kelompok kecil 3-4
orang. Misalkan mencari berbagai jenis daun dan mengecapnya dengan
berbagai warna.
d. Metode Kelompok Besar, yaitu satu kelas bersama-sama membuat sesuatu.
e. Metode Kunjungan, yaitu melihat langsung berbagai kenyataan yang ada di
dalam masyarakat melalui kunjungan.
7. Model Pembelajaran Anak Usia Dini
Terdapat berbagai model pembelajaran anak usia dini yang dapat dipilih
sesuai dengan situasi dan kondisi yang berbeda. Situasi dan kondisi yang berbeda
itu mungkin karena letak geografis seperti di daerah pantai, pegunungan atau
dataran rendah atau juga posisi wilayah seperti di perkotaan, pedesaan ataupun
pesisir pantai.
Berikut model pembelajaran yang digunakan dalam pendidikan anak usia
dini:
a. Model Kelas Berpusat Pada Anak
Tujuan menggunakan model kelas berpusat pada anak adalah: (1) untuk
mengembangkan seluruh aspek perkembangan anak; (2) memberikan kesempatan
kepada anak untuk menggali seluruh potensi yang dimiliki; (3) memberikan
kesempatan pada anak untuk mengembangkan kemampuannya melalui berbagai
84
macam kecerdasan yang dimiliki atau kecerdasan jamak (multiple intelligences);
dan (4) menggunakan pendekatan bermain yang dilaksanakan sesuai dengan
prinsip ‘learning by playing’dan‘learning by doing’.
Model pembelajaran yang berpusat pada anak ditandai dengan: (1) adanya
materi yang sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan anak (Developmentally
Appropriate Practice) ; (2) metode pembelajaran mengacu pada center of interest
melalui pengembangan tematik; (3) media dan sumber belajar yang dapat
memperkaya lingkungan belajar; dan (4) pengelolaan kelas yang bersifat
demokratis, keterbukaan, saling menghargai, kepedulian, dan kehangatan.
b. Model Keterampilan Hidup
Model ini berorientasi pada pengembangan keterampilan hidup umum
(general life skill) yang terdiri atas self- awareness, thinking skill, pre- vocational
skill. Bertujuan untuk mengenalkan pada anak baik secara kehidupan nyata yang
akan dihadapinya. Pola belajarnya disesuaikan dengan perkembangan anak baik
secara fisik dan psikis.
Dimensi keterampilan hidup antara lain: keterampilan untuk kemandirian,
karakteristik perkembangannya antara lain: dapat mempergunakan serbet dan
membersihkan tumpahan makanan, dapat menuangkan air dan minum sendiri,
dapat makan sendiri, dapat memakai dan melepas pakaian sendiri, dapat membuka
kancing baju depan yang besar, dapat memakai sepatu tanpa tali (jenis sepatu
boot), dapat mencuci tangan sendiri, dapat ke kamar kecil dan membersihkan
dirinya saat buang air, membuka dan menutup kran air, menyikat gigi dengan
diawasi dan menyeka hidung saat diperlukan.
85
c. Model BCCT (Beyond Centre and Circle Time)
Model Beyond Centre and Circle Time adalah suatu metode atau
pendekatan dalam penyelenggaraan pendidikan anak usia dini dan merupakan
perpaduan antara teori dan pengalaman praktik yang dalam proses
pembelajarannya berpusat di sentra main dan saat anak dalam lingkaran dengan
menggunakan empat jenis pijakan ( scaffolding ) untuk mendukung
perkembangan anak, yaitu (1) pijakan lingkungan main, (2) pijakan sebelum main,
(3) pijakan selama main, (4) pijakan setelah main.
Tujuan dari model Beyond Centre and Circle Time yang dimaknai sebagai
sentra dan saat lingkaran adalah:
a) Model ini ditujukan untuk merangsang seluruh aspek kecerdasan anak
(kecerdasan jamak) melalui bermain yang terencana dan terarah.
b) Model ini menciptakan setting pembelajaran yang merangsang anak untuk
aktif, kreatif, dan terus berpikir dengan menggali pengalamannya sendiri
(bukan sekedar mengikuti perintah, meniru, atau menghafal).
c) Dilengkapi dengan standar operasional yang baku, yang berpusat di sentra-
sentra kegiatan dan saat anak berada dalam lingkaran bersama pendidik,
sehingga mudah diikuti.
Adapun ciri-ciri dari model Beyond Centre and Circle Time diantaranya:
(1) pembelajarannya berpusat pada anak, (2) menempatkan setting lingkungan
main sebagai pijakan awal yang penting, (3) memberikan dukungan penuh kepada
setiap anak untuk aktif, kreatif, dan berani mengambil keputusan sendiri, (4) peran
pendidik sebagai fasilitator, motivator, dan evaluator, (5) kegiatan anak berpusat
86
di sentra-sentra main yang berfungsi sebagai pusat minat, (6) memiliki standar
prosedur operasional yang baku (baik di sentra maupun saat di lingkaran), (7)
pemberian pijakan sebelum dan setelah anak bermain dilakukan dalam posisi
duduk melingkar (dalam lingkaran).
Standar operasional yang baku dalam proses pembelajaran pada model
Beyond Centre and Circle Time, yaitu meliputi: (1) pendidik menata lingkungan
main sebagai pijakan lingkungan yang mendukung perkembangan anak; (2) ada
pendidik yang bertugas menyambut kedatangan anak dan mempersilahkan untuk
bermain bebas dulu ( waktu untuk penyesuaian ); (3) semua anak mengikuti main
pembukaan dengan bimbingan pendidik; (4) pendidik memberi waktu kepada
anak untuk ke kamar kecil dan minum secara bergiliran/ pembiasaan antri; (5)
anak-anak masuk ke kelompok masing-masing dengan dibimbing oleh pendidik
yang bersangkutan; (6) pendidik duduk bersama anak didik dengan membentuk
lingkaran untuk memberikan pijakan pengalaman sebelum main; (7) pendidik
memberi waktu yang cukup kepada anak untuk melakukan kegiatan di sentra main
yang disiapkan sesuai jadwal hari itu; (8) selama anak berada di sentra, secara
bergilir pendidik memberi pijakan kepada setiap anak; (9) pendidik bersama anak-
anak membereskan peralatan dan tempat main; (10) pendidik memberi waktu
kepada anak untuk ke kamar kecil dan minum secara bergiliran; (11) pendidik
duduk bersama anak didik dengan membentuk lingkaran untuk memberikan
pijakan pengalaman setelah main ; (12) pendidik bersama anak-anak makan bekal
yang dibawanya (tidak dalam posisi istirahat); (13) kegiatan penutup; (14) anak-
anak pulang secara bergiliran; (15) pendidik membereskan tempat dan merapikan
87
/mencek catatan-catatan dan kelengkapan administrasi; (16) pendidik melakukan
diskusi evaluasi hari ini dan rencana esok hari; (17) pendidik pulang.
Model ini menggunakan tiga jenis main, yaitu: (1) Main Sensorimotor,
anak main dengan benda untuk membangun persepsi, (2) Main Peran, anak
bermain dengan benda untuk membantu menghadirkan konsep yang sudah
dimilikinya, (3) Main Pembangunan, anak bermain dengan benda untuk
mewujudkan ide/gagasan yang dibangun dalam pikirannya menjadi sesuatu
bentuk nyata.
Proses pembelajaran pada metode Beyond Center and Circle Time,
meliputi: (1) penataan lingkungan main; (2) penyambutan anak; (3) main
pembukaan (pengalaman gerakan kasar); (4) transisi; (5) kegiatan inti di masing-
masing kelompok; (6) makan bekal bersama; (7) kegiatan penutup.
1) Kegiatan dalam penataan lingkungan main, meliputi:
(a) Sebelum anak datang, pendidik menyiapkan bahan dan alat main yang akan
digunakan sesuai rencana dan jadwal kegiatan yang telah disusun untuk
kelompok anak yang dibinanya.
(b) Pendidik menata alat dan bahan main yang akan digunakan sesuai dengan
kelompok usia yang dibimbingnya.
(c) Penataan alat main harus mencerminkan rencana pembelajaran yang telah
dibuat.
2) Penyambutan anak
Sambil menyiapkan tempat dan alat main, agar ada seorang pendidik yang
bertugas menyambut kedatangan anak. Anak-anak langsung diarahkan untuk
88
bermain bebas dulu dengan teman-teman lainnya sambil menunggu kegiatan
dimulai.sebaiknya para orang tua/ pengasuh sudah tidak bergabung dengan
anak.
3) Main Pembukaan (Pengalaman Gerakan Kasar)
Pendidik menyiapkan seluruh anak dalam lingkaran, lalu menyebutkan
kegiatan pembuka yang akan dilakukan. Kegiatan pembuka bisa berupa
permainan tradisional, gerak, dan musik. Satu kader yang memimpin, kader
lainnya jadi peserta bersama anak (mencontohkan). Kegiatan ini berlangsung
sekitar 15 menit.
4) Transisi (10 menit)
(a) Setelah selesai main pembukaan, anak-anak diberi waktu untuk pendinginan
dengan cara bernyanyi dalam lingkaran, atau membuat permainan tebak-
tebakan. Tujuannya agar anak kembali tenang. Setelah anak tenang, anak
secara bergiliran dipersilakan untuk minum atau ke kamar kecil. Gunakan
kesempatan ini untuk mendidik (pembiasaan) kebersihan diri anak.
Kegiatannya bisa berupa cuci tangan, cuci muka, cuci kaki, maupun pipis di
kamar kecil.
(b) Sambil menunggu anak minum atau ke kamar kecil, masing-masing pendidik
siap di tempat bermain yang sudah disiapkan untuk kelompoknya masing-
masing.
5) Kegiatan inti di masing-masing kelompok
(a) Pijakan pengalaman sebelum main (15 menit)
89
(1) Pendidik dan anak duduk melingkar. Pendidik memberi salam pada
anak-anak, menanyakan kabar anak-anak.
(2) Pendidik meminta anak-anak untuk memperhatikan siapa saja yang
tidak hadir hari ini (mengabsen).
(3) Berdoa bersama mintalah anak secara bergilir, siapa yang akan
memimpin doa hari ini.
(4) Pendidik menyampaikan tema hari ini dan dikaitkan dengan kehidupan
anak.
(5) Pendidik membacakan buku yang terkait dengan tema. Setelah
membaca selesai, kader menanyakan kembali isi cerita.
(6) Pendidik mengaitkan isi cerita dengan kegiatan main yang akan
dilakukan anak.
(7) Pendidik mengenalkan semua tempat dan alat main yang sudah
disiapkan.
(8) Dalam memberi pijakan, pendidik harus mengaitkan kemampuan apa
yang diharapkan muncul pada anak, sesuai dengan rencana belajar yang
sudah disusun.
(9) Pendidik menyampaikan bagaimana aturan main (digali dari anak),
memilih teman main, memilih mainan,cara menggunakan alat-alat,
kapan memulai dan mengakhiri main, serta merapikan kembali alat
yang sudah dimainkan.
(10)Pendidik mengatur teman main dengan memberi kesempatan kepada
anak untuk memilih teman mainnya. Apabila ada anak yang hanya
90
memilih anak tertentu sebagai teman mainnya, maka pendidik
menawarkan untuk menukar teman mainnya.
(11)Setelah anak siap untuk main, pendidik mempersilakan anak untuk
mulai bermain. Agar tidak berebut serta lebih tertib, pendidik dapa
menggilir kesempatan setiap anak untuk mulai bermain, misalnya
berdasarkan warna baju, usia anak, huruf dengan nama anak, atau
cara lainnya agar lebih teratur.
(b) Pijakan pengalaman selama anak main (60 menit)
(1) Pendidik berkeliling diantara anak-anak yang sedang bermain.
(2) Memberi contoh cara main pada anak yang belum bisa menggunakan
bahan alat.
(3) Memberi dukungan berupa pernyataan positif tentang pekerjaan yang
dilakukan anak.
(4) Memancing dengan pertanyaan terbuka untuk memperluas cara main
anak pertanyaan terbuka artinya pertanyaan yang tidak cukup dengan
dijawab ya atau tidak saja, tetapi banyak kemungkinan jawaban yang
dapat diberikan anak.
(5) Memberikan bantuan pada anak yang membutuhkan.
(6) Mendorong anak untuk mencoba dengan cara lain, sehingga anak
memiliki pengalaman main yang kaya.
(7) Mencatat yang dilakukan anak (jenis main, tahap perkembangan,
tahap sosial).
91
(8) Mengumpulkan hasil kerja anak. Jangan lupa mencatat nama dan
tanggal di lembar kerja anak.
(9) Bila waktu tinggal lima menit, kader memberitahukan kepada anak-
anak untuk bersiap- siap menyelesaikan kegiatan.
(c) Pijakan pengalaman setelah main (30 menit)
(1) Bila waktu main habis, pendidik memberitahukan saatnya
membereskan, waktu membereskan libatkan anak untuk turut serta.
(2) Bila anak belum terbiasa untuk membereskan, pendidik bisa membuat
permainan yang menarik agar anak ikut serta membereskan.
(3) Saat membereskan, pendidik menyiapkan tempat yang berbeda untuk
setiap jenis alat, sehingga anak dapat mengelompokkan alat main
sesuai dengan tempatnya.
(4) Bila bahan main sudah dirapikan kembali, satu orang pendidik
membantu mengganti baju anak (menggantinya bila basah),
sedangkan kader lainya dibantu orang tua membereskan semua
mainan hingga semuanya rapi di tempatnya. Bila anak sudah rapi,
mereka diminta duduk melingkar bersama pendidik.
(5) Setelah semua anak duduk dalam lingkaran, pendidik menanyakan
pada setiap anak kegiatan main yang tadi dilakukannya. Kegiatan
menanyakan kembali (recalling) melatih daya ingat anak dan melatih
anak mengemukakan gagasan dan pengalaman, mainnya
(memperluas perbendaharaan kata anak)
6). Makan bekal bersama
92
(a) Usahakan setiap pertemuan ada kegiatan makan bersama.
(b) Jenis makanan berupa kue atau makanan lainnya yang dibawa oleh
masing- masing anak. Sekali dalam satu bulan diupayakan ada makanan
yang disediakan untuk perbaikan gizi.
(c) Sebelum makan bersama, pendidik mengecek apakah ada anak yang tidak
(d) membawa makanan. Jika ada tanyakan siapa yang mau memberi makan
pada temannya (konsep berbagi).
(e) Pendidik memberitahukan jenis makanan yang baik dan kurang baik.
(f) Jadikan waktu makan bekal bersama sebagai pembiasaan tata cara makan
yang baik (adab makan).
(g) Libatkan anak untuk membereskan bekal makanan dan membuang
bungkus makanan ke tempat sampah.
7) Kegiatan Penutup (15 menit)
(a) Setelah semua anak berkumpul membentuk lingkaran, pendidik dapat
mengajak anak menyanyi atau membaca puisi. Pendidik menyampaikan
rencana kegiatan minggu depan, dan menganjurkan anak untuk bermain
yang sama di rumah masing-masing.
(b) Pendidik meminta anak yang sudah besar secara bergiliran untuk
memimpin doa
(c) Penutup.
(d) Untuk menghindari berebut saat pulang, digunakan urutan berdasarkan
warna baju, usia, atau cara lain unttuk keluar dan bersalaman lebih dulu.
93
8. Materi Program Pendidikan Anak Usia Dini
Menurut Syaoddih dan Ibrahim (2003) ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan dalam menetapkan materi pembelajaran antara lain:
a. Materi pembelajaran hendaknya sesuai dengan dan menunjang tercapainya
tujuan instruksional.
b. Materi pembelajaran hendaknya sesuai pendidikan/perkembangan siswa pada
umumnya. Materi pembelajaran hendaknya terorganisasi secara sistematis dan
berkesinambungan.
c. Materi pembelajran hendaknya mencakup hal-hal yang bersifat faktual
maupun konseptual.
Pendidikan anak usia dini merupakan salah satu bentuk penyelenggaraan
pendidikan yang menitikberatkan pada peletakan dasar ke arah pertumbuhan,
perkembangan fisik (koordinasi, motorik halus dan kasar) dan kecerdasan (daya
pikir, daya cipta, kecerdasan emosi, kecerdasan spiritual).
Aspek lingkup kurikulum PAUD nonformal meliputi: (a) Pengembangan
moral dan nilai agama, (b) Pengembangan fisik, (c) Pengembangan bahasa, (d)
Pengembangan kognitif, (e) Pengembangan sosial emosional, (f) Pengembangan
seni.
Dari keenam aspek perkembangan tersebut, dapat dikelompokkan menjadi dua
kelompok yaitu:
a. Bidang pengembangan pembentukan perilaku
Pendidikan anak usia dini bertujuan untuk membentuk perilaku positif pada diri
anak. Perilaku positif ini menjadi sikap dan praktek anak dalam kehidupan sehari-
94
hari sejak kecil hingga terbawa sampai seumur hidup anak. Perilaku positif yang
berhubungan dengan pencipta, dengan manusia dan dengan alam serta isinya,
yang meliputi: (a) Moral dan Nilai-nilai Agama, (b) Sosial-emosional.
b. Bidang pengembangan kemampuan dasar
1) Kemampuan kognitif
Pengembangan yang bertujuan mengembangkan kemampuan berfikir anak,
mengembangkan kemampuan berfikir logis matematis (pola hubungan dan
fungsi, konsep dan operasional bilangan,geometri, dan hubungan spasial,
pengukuran, sehingga dapat menemukan bermacam-macam alternatif
pemecahan masalah. Mengembangkan kemampuan saintifik, dan berfikir
ilmiah.
2) Kemampuan motorik
Perkembangan motorik bertujuan untuk meningkatkan kemampuan gerakan
kasar dan gerakan halus, meliputi kemampuan mengkoordinasikan beberapa
gerakan, kemampuan mengontrol otot kecil, dan kemampuan koordinasi mata
dan tangan.
3) Seni
Perkembangan seni bertujuan agar anak dapat dan mampu menciptakan
sesuatu berdasarkan imajinasinya, mengembangkan kepekaan, dan dapat
menghargai hasil karya yang kreatif.
Seperangkat program pembelajaran bagi anak usia dini, meliputi
kompetensi dasar yang merupakan standar minimal yang telah terintegrasi dengan
95
kecerdasan jamak, disebut dengan menu pembelajaran pada pendidikan anak usia
dini (Menu Pembelajaran Generik).
Istilah kurikulum dalam pendidikan anak usia dini tidak digunakan, di
dalam Buletin PADU edisi April 2003, Siskandar, Kepala Pusat Kurikulum -
Balitbang Depdiknas, memberikan pendapatnya bahwa sebuah kurikulum tidak
akan dapat dijadikan pedoman dan akan menjadi sia-sia jika penyusunannya tidak
mempertimbangkan karakteristik anak dan tahap perkembangan anak. Lebih
lanjut Siskandar di dalam makalahnya (PADU, 2003) menuliskan bahwa dalam
merencanakan dan mengembangkan program untuk anak anak usia dini selain
harus memperhatikan seluruh aspek perkembangan anak, program tersebut juga
perlu disesuaikan dengan kebutuhan, minat, dan kemampuan anak. Selain itu
program kegiatan belajar yang disiapkan harus dapat menanamkan dan
menumbuhkan sejak dini pentingnya pembinaan perilaku dan sikap yang dapat
dilakukan melalui pembiasaan yang baik.
Hal itu akan menjadi dasar utama dalam pembentukan pribadi anak yang
sesuai dengan nilai-nilai yang dijunjung oleh masyarakat, membantu anak agar
tumbuh menjadi pribadi yang matang dan mandiri dan melatih anak untuk hidup
bersih dan sehat serta dapat menanamkan kebiasaan disiplin dalam kehidupan
sehari-hari. Selain pembentukan sikap dan perilaku yang baik tersebut, anak
memerlukan pula kemampuan intelektual agar anak siap menghadapi tuntutan
masa kini dan masa datang. Oleh karena itu anak memerlukan penguasaan
berbagai kemampuan dasar agar anak siap dan dapat menyesuaikan diri dalam
segi kehidupannya.
96
Sehubungan dengan hal tersebut, maka program pendidikan untuk anak
usia dini dapat mencakup bidang pembentukan sikap dan pengembangan
kemampuan dasar yang keseluruhannya berguna untuk mewujudkan manusia
Indonesia yang mampu berdiri sendiri, bertanggung jawab dan mempunyai bekal
untuk memasuki pendidikan selanjutnya.
Berangkat dari sini Pusat kurikulum mengembangkan kurikulum berbasis
kompetensi, termasuk juga untuk anak usia dini. Kompetensi dasar merupakan
pengembangan potensi-potensi perkembangan anak yang diwujudkan dalam
bentuk kemampuan yang harus dimiliki anak sesuai dengan usianya. Kebijakan ini
disambut Direktorat PADU dengan mengeluarkan Acuan Menu Pembelajaran
pada anak Usia Dini atau sering disebut Menu Pembelajaran Generik. Fasli Jalal,
Direktur Jenderal Pendidikan Luar Sekolah dan Pemuda dalam makalahnya
menyebutkan bahwa program pembelajaran dimaksud sebagai langkah awal untuk
memenuhi kebutuhan mendesak adanya kurikulum Nasional Pendidikan Anak
Usia Dini dengan pendekatan Developmentally Appropriate Practice berbasis
pada kemampuan anak, sesuai dengan usia dan perkembangannya. Menu
Pembelajaran Generik diperuntukkan bagi setiap anak secara keseluruhan, pada
lembaga pendidikan anak usia dini apa pun, termasuk dalam keluarga. Kurikulum
yang diberi nama “Acuan Menu Pembelajaran pada Pendidikan Anak Usia Dini”
tersebut masih perlu terus-menerus disempurnakan, karenanya tidak bersifat
patent (tidak harus diikuti secara kaku) sehingga disebut juga sebagai “Menu
Pembelajaran Generik”. Kurikulum atau Menu Pembelajaran Generik dimaksud
masih perlu dikembangkan lebih lanjut oleh penyelenggara atau pendidik di
97
lapangan, apa pun nama program pendidikan anak usia dini yang
diselenggarakannya. Penjelasan lebih lanjut tentang isi Menu Pembelajaran dapat
dilihat pada lampiran.
Pendidik dan tenaga kependidikan merupakan kunci keberhasilan
pendidikan anak usia dini dalam mengemban misi “ Terwujudnya anak usia dini
yang sehat, cerdas, dan ceria”. Kendala di lapangan dalam pelaksanaan
pendidikan anak usia dini adalah disebabkan karena rendahnya mutu dan
profesionalisme tenaga pendidik dan tenaga kependidikan yang ada.
9.Standar Perkembangan Anak Usia Dini
Standar perkembangan anak usia dini adalah standar kemampuan anak
sejak lahir sampai dengan usia enam tahun yang didasarkan pada perkembangan
anak. Standar perkembangan merupakan acuan dalam mengembangkan program
pembelajaran anak usia dini.
Cakupan Standar perkembangan anak usia dini terdiri atas pengembangan
aspek-aspek sebagai berikut : (a) moral dan nilai-nilai agama, (b) sosial,
emosional, dan kemandirian, (c) bahasa, (d) kognitif, (e) fisik/motorik, (f) seni
Standar perkembangan per usia ini disusun dalam rentangan usia dan
disesuaikan dengan kebutuhan dan perkembangan anak. Standar perkembangan
per usia ini dapat digunakan sebagai dasar untuk melihat pencapaian tahapan
perkembangan anak pada tahapan usia tertentu. Selain standar perkembangan per
usia, Kerangka Standar Nasional tentang Standar Isi untuk PAUD, dan
98
Karakteristik Anak Usia dua sampai enam tahun pun harus menjadi bahan
pertimbangan dalam mengembangkan materi pembelajaran pada anak usia dini.
Rentangan standar perkembangan per usia, Kerangka standar nasional, dan
karakteristik anak usia dini dua sampai enam tahun dapat dilihat berturut-turut
pada lampiran dua, tiga, dan empat.
10. Evaluasi Pembelajaran Anak Usia Dini
Evaluasi pembelajaran anak usia dini didefinisikan sebagai upaya dan
proses memilih, mengumpulkan, serta menafsirkan informasi tentang
pertumbuhan, perkembangan, kemajuan, perubahan, serta kemampuan yang
menjangkau berbagai aspek perkembangan (bidang pengembangan) (Ali Nugraha,
2005). Evaluasi pembelajaran anak usia dini harus dilakukan melalui cara-cara
yang tepat, akurat, terencana, dan sistematis baik pada dimensi proses maupun
dimensi hasil. Melalui proses evaluasi yang dilakukannya pendidik diharapkan
mengetahui keunggulan dan kelemahan-kelemahan setiap anak, yang pada
gilirannya diharapkan dapat menemukan dan menentukan program pembelajaran
yang paling relevan dengan kebutuhan dan potensi anak. Ali Nugraha (2005)
mengemukakan prinsip-prinsip penilaian untuk pendidikan anak usia dini adalah:
a. Mengakui perbedaan individual setiap anak.
b. Menghargai setiap tahapan perkembangan anak.
c. Dilakukan berdasarkan tahapan perkembangan yang terjadi pada setiap anak.
d. Kesimpulannya adalah membantu perkembangan anak menuju pada
kematangan dan tahapan perkembangan yang semestinya, dan mengantarkan
mereka untuk berkembang secara optimal.
99
Sedangkan Puckett dan Black dalam Suyanto (2005) menyarankan agar
asesmen (penilaian) pada anak usia dini memperhatikan prinsip-prinsip sebagai
berikut:
a. Holistik
Penilaian pada anak usia dini meliputi seluruh aspek perkembangan anak,
dengan harapan perkembangan anak berkembang secara optimal, sehingga
setiap anak tumbuh dan berkembang menjadi manusia seutuhnya.
b. Otentik
Penilaian dilakukan melalui kegiatan yang riil, fungsional, dan alami dengan
harapan hasil penilaian kemampuan anak yang sesungguhnya. Penilaian
diusahakan dilakukan secara alami saat anak bermain, saat kegiatan
pembelajaran, melalui observasi dan melalui hasil karya nyata anak.
c. Kontinyu
Penilaian dilakukan secara kontinyu, setiap saat ketika anak melakukan
kegiatan belajar. Penilaian dapat dilakukan secara harian, mingguan,
tergantung kapan pendidik memandang saat yang tepat bagi seorang anak
untuk dilihat kemampuannya.
d. Individual
Penilaian tidak membandingkan prestasi anak yang satu dengan anak yang
lainnya, tetapi hanya berusaha mengungkap kelebihan, kelemahan, dan
kebutuhan setiap anak, hal ini didasarkan pada prinsip keilmuan pendidikan
anak usia dini yang menyatakan bahwa setiap anak pada dasarnya unik,
memiliki bakat, minat, dan kemampuan yang berbeda. Oleh karena itu tidak
layak apabila pada pendidikan anak usia dini ada rangking atau juara kelas.
100
e. Multisumber dan Multikonteks
Pendidik dapat menggunakan berbagai sumber informasi, yaitu selain
observasi hasil karya anak juga perlu mendiskusikan hasil pengamatannya
dengan orang tua, dengan anak atau dengan tenaga profesional agar informasi
yang diperoleh lebih lengkap. Penilaian dilakukan dalam berbagai konteks,
misalnya untuk menilai perkembangan motorik halus anak, pendidik dapat
melihat ketika anak melakukan kegiatan menggunting, mewarnai, membentuk
pola atau menempel, dsb.
Untuk anak usia dini sistem penilaiannya hendaknya lebih ditekankan
yang bersifat autentik dan natural. Dalam sistem ini penilaian dilakukan dengan
cara menilai performen-performen anak yang bermakna dan karya-karya anak
yang terkait langsung dengan dunia nyata. Cara penilaian demikian akan
memberikan kesempatan kepada anak untuk memproduksi pengetahuannya.
Secara umum penilaian yang bersifat autentik memiliki beberapa
karakteristik. Berikut karakteristik penilaian autentik menurut Solehuddin (2005):
a. Tidak disajikan dalam bentuk nilai yang disimbulkan dengan angka atau
huruf.
b. Mendorong anak untuk mengevaluasi karyanya sendiri dan untuk menentukan
pada bagian yang diperlukan melalui observasi dan pencatatan.
c. Kesalahan-kesalahan dipandang pada sesuatu yang wajar dan merupakan
bagian yang diperlukan dari kegiatan belajar.
d. Kemajuan anak dilaporkan dengan naratif.
e. Kemajuan dilaporkan dengan membandingkan kemajuan yang dicapai
sekarang dengan masa lampau.
101
f. Orang tua diberi informasi secara umum tentang bagaimana keadaan anaknya
bila dibanding dengan rata-rata performen anak pada umumnya.
g. Anak tidak dipromosikan atau tidak pula dianggap mengalami kegagalan.
h. Tinggal kelas dihindari karena alasan dampak psikologis negatif terhadap rasa
harga diri anak.
Menurut DAP (NAEYC, 1986) asesmen dan evaluasi yang efektif lebih dari
sekedar tes dan pengukuran dan membutuhkan penilaian periodik yang
komprehensif dan berlanjut terhadap kemajuan dan kinerja anak-anak. Asesmen
autentik, yang telah didefinisikan sebagai” proses mengamati, mencatat kerja yang
dilakukan anak-anak dan bagaimana mereka melakukannya sebagai dasar untuk
keputusan-keputusan pendidikan yang mempengaruhi anak-anak tersebut” secara
pasti adalah yang dibutuhkan. Karakteristik pentingnya penilaian autentik adalah
sebagai berikut:
a. Asesmen autentik menekankan perkembangan yang muncul.
b. Asesmen autentik menekankan perkembangan dan pembelajaran.
c. Asesmen autentik berdasarkan pada peristiwa kehidupan nyata.
d. Asesmen autentik menekankan pada kebutuhan siswa.
e. Asesmen autentik berdasarkan kinerja.
f. Asesmen autentik berhubungan dengan instruksi.
g. Asesmen autentik memfokuskan pada pembelajaran yang bertujuan.
h. Asesmen autentik berkelanjutan dalam semua konteks.
i. Asesmen autentik memberikan gambaran yang luas dan umum mengenai
kapabilitas pembelajaran siswa.
j. Asesmen autentik adalah kolaborasi antara anggota keluarga, pendidik, anak,
dan professional lainnya.
102
Jenis metode penilaian yang digunakan antara lain: observasi atau
pengamatan, catatan anekdot, percakapan atau interview, pemberian tugas dan
portofolio (Sumiarti Patmonodewo, 1998)
a. Observasi atau pengamatan
Observasi adalah cara pengumpulan data penilaian yang pengisiannya
berdasarkan pengamatan langsung terhadap sikap dan perilaku anak.
Pengamatan dilakukan untuk mengetahui perkembangan dan sikap anak yang
dilakukan dalam kehidupan sehari-hari secara terus menerus. Janice Beaty
(1994) mengemukakan bahwa observasi harus didasarkan pada kebaikan,
kekuatan, atau keunggulan yang diperlihatkan anak untuk membantu
perkembangannya, bukan apa kesalahan yang dilakukan anak. Observasi harus
dilakukan dalam situasi yang natural atau tidak dibuat-buat.
b. Catatan Anekdot
Catatan anekdot atau anecdotal record adalah kumpulan catatan khusus
tentang sikap dan perilaku anak baik yang positif maupun yang negatif.
Pencatatan anekdot ini dapat digunakan oleh guru untuk menjelaskan
peristiwa-peristiwa penting yang dialami anak dan dapat diketahui oleh orang
tua mereka. Pencatatan anekdot merupakan sekumpulan catatan tentang sikap
dan perilaku anak dalam situasi tertentu.
c. Percakapan atau interview
Percakapan adalah metode penilaian yang dilakukan melalui bercakap-cakap
atau wawancara antara anak dengan guru baik di dalam kelas maupun di luar
kelas (Sumiarti Patmonodewo, 1998)
103
d. Pemberian tugas
Pemberian tugas adalah suatu metode penilaian di mana guru dapat
memberikannya setelah melihat hasil karya anak (Sumiarti Patmonodewo,
1998). Pemberian tugas dapat dilakukan secara berkelompok, berpasangan
atau individual. Di samping melihat hasilnya, guru pun dapat menilai
prosesnya melalui observasi langsung.
e. Portofolio
Portofolio adalah metode penilaian dengan cara menghimpun koleksi
sistematis individu yang menggambarkan apa yang dilakukan anak di kelas
atau selama ia belajar dan berada di bawah tanggung jawab pengasuhan guru.
Koleksi sistematis ini dapat berupa rekaman percakapan anak, koleksi hasil
karya anak, dan rekaman kegiatan anak. Dalam penilaian portofolio, guru
dapat memberikan kesempatan kepada orang tua anak untuk melihat secara
langsung tentang perkembangan anak-anaknya melalui koleksi-koleksi anak.
Tujuan penyusunan portopolio ada tiga, yaitu: (1) untuk memahami kerja
anak- anak, (2) membiarkan orang lain mengetahui kerja mereka, (3) mengerjakan
kerja dengan konteks yang lebih besar. Ciri yang paling menonjol dari portofolio
adalah memfokuskan lebih banyak pada apa yang dapat dilakukan anak- anak,
sementara asesmen tradisional memfokuskan terutama pada apa yang tidak dapat
mereka lakukan atau tidak dilakukan dengan baik.
Ada berbagai jenis portofolio, diantaranya:
a. Portopolio individu dimana anak menyimpan sampel-sampel kerja dari
kerjanya sehari-hari.
104
b. Portopolio showcase yang dimaksudkan untuk diperlihatkan kepada yang
lainnya. Terdiri dari sejumlah lembar terpilih yang dirasakan sebagai contoh-
contoh terbaik kerja anak.
c. Portopolio guru, yang berisi seleksi atau kopian kerja dari portopolio anak dan
juga checklist serta inventarisasi pengembangan skill, catatan naekdot, dan
banyak data lainnya yang dirasakan pendidik sebagai ilustrasi item-item
akademik anak.
d. Portopolio institusional yang terdiri dari kumpulan khusus kerja anak selama
periode waktu anak berada di sekolah.
C. Program Bina Keluarga Balita Posyandu
a. Bina Keluarga Balita
Bina Keluarga Balita merupakan wadah pembinaan keluarga dalam
mewujudkan tumbuh kembang anak balita secara optimal.
Program BKB bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan dan
keterampilan orangtua dan anggota keluarga lainnya dalam membina tumbuh
kembang balita melalui rangsangan fisik, motorik kecerdasan, emosional dan
sosial ekonomi dengan sebaik-baiknya, merupakan salah satu upaya untuk dapat
mengembangkan fungsi-fungsi pendidikan, sosialisasi, dan kasih sayang dalam
keluarga. Dengan bekal pengetahuan dan keterampilan tersebut diharapkan
orangtua mampu mendidik dan mengasuh anak balitanya sejak dini agar anak
tersebut dapat tumbuh dan berkembang menjadi manusia Indonesia yang
berkualitas.
Dengan mengikuti BKB orangtua dan anak dapat merasakan manfaatnya.
Manfaat bagi orang tua antara lain: (1) pandai mengurus dan merawat anak, serta
105
pandai membagi waktu dan mengasuh anak, (2) bertambah luasnya wawasan dan
pengetahuan tentang pola asuh anak balita, (3) meningkatkan keterampilan
mengasuh dan mendidik anak balita, (4) lebih dapat mencurahkan perhatian pada
anaknya sehingga tercipta ikatan batin yang kuat antara anak dan orangtua,
sehingga pada akhirnya akan tercipta keluarga yang berkualitas. Sedangkan
manfaat yang diperoleh anak dengan adanya BKB adalah: (1) tumbuh dan
berkembang sebagai anak yang bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,
berkepribadian luhur, tumbuh dan berkembang secara optimal, cerdas, terampil,
dan sehat, (2) memiliki dasar kepribadian yang kuat, guna perkembangan
selanjutnya.
Dalam pengelolaan BKB telah dibentuk kelompok kerja BKB mulai dari
tingkat pusat sampai tingkat desa / kelurahan, pokja ini merupakan wadah
organisasi yang beranggotakan sektor-sektor terkait yang menangani anak usia
dini dan bertanggungjawab terhadap pelaksanaan kegiatan BKB. Adapun
pelaksana di kelompok adalah kader yang bertugas untuk memberikan penyuluhan
kepada orangtua atau anggota keluarga lain yang memiliki anak usia dini ( 0 – 6
tahun )
Pelaksana kegiatan BKB di lapangan adalah kader, sedangkan peserta/
anggota kelompok BKB adalah orangtua dan anggota keluarga lainnya yang
memiliki anak balita (0-6 tahun). Kader Bina Keluarga Balita adalah anggota
masyarakat yang bekerja secara sukarela dalam membina dan menyuluh orangtua
balita tentang bagaimana mengasuh anak secara baik dan benar. Untuk menjadi
kader BKB diperlukan syarat- syarat sebagai berikut: (1) laki-laki atau perempuan
tinggal di lokasi kegiatan dan mempunyai minat terhadap anak, (2) sedikit dapat
membaca dan menulis, menguasai bahasa Indonesia dan bahasa daerah setempat,
106
(3) bersedia bekerja sebagai tenaga kerja sukarela, (4) bersedia dilatih sebelum
mulai melaksanakan tugas, (5) mampu berkomunikasi dengan orangtua balita
secara baik.
Di dalam melaksanakan tugasnya, kader: (1) memberikan penyuluhan
sesuai dengan materi yang telah ditentukan, (2) mengadakan pengamatan
perkembangan peserta BKB dan anak balitanya, (3) memberikan pelayanan dan
mengadakan kunjungan rumah,(4) memotivasi orangtua untuk merujuk anak yang
mengalami masalah tumbuh kembang, (5) bersama PLKB membuat laporan
kegiatan dari masing-masing kelompok pada formulir yang telah disediakan.
Di dalam melaksanakan kegiatan BKB, kader mempunyai peran yang
sangat menentukan, yaitu (1) menyusun jadwal kegiatan, (2) menyelenggarakan
pertemuan, (3) menjadi fasilitator dalam pertemuan dan di luar pertemuan, a) di
dalam pertemuan, selain sebagai fasilitator (sebagai orang yang memberi
penyuluhan), kader dapat pula bertindak sebagai penghubung tokoh masyarakat,
tokoh agama, petugas/ tenaga profesional dari sektor terkait yang akan menjadi
pembicara atau nara sumber. Jika kader akan menjadi fasilitatornya, maka materi
yang akan disampaikan harus dikuasai dengan menyiapkan semua media dan alat
bantu yang akan digunakan, b) di luar pertemuan, kader dapat melakukan
kunjungan rumah, kunjungan ini dilakukan untuk mengetahui permasalahan yang
mungkin ada dalam keluarga tentang pertumbuhan dan perkembangan anak balita,
guna dicarikan upaya pemecahan masalah atau mengunjungi keluarga yang
mempunyai anak balita yang tidak hadir dalam pertemuan. Dari hasil pertemuan
dan kunjungan keluarga apabila dijumpai permasalahan yang tidak bisa
diselesaikan sendiri oleh kader, maka kader bertugas untuk melakukan rujukan
107
kepada petugas/ institusi yang dapat membantu menyelesaikan masalah, (4)
melakukan rujukan, (5) melakukan pencatatan dan pelaporan.
Kader dalam setiap kelompok BKB terdiri dari 12-18 orang, dan dibagi
dalam 6 kelompok umur yang dibina oleh tiga orang kader, yaitu kader inti, kader
piket dan kader bantu, dengan tugas yang berbeda-beda, berikut masing-masing
tugas dari kader tersebut:
1) Kader inti bertugas sebagai penyampai/ penyuluh yang menyampaikan
materi kepada orangtua peserta BKB dan bertanggungjawab atas jalannya
penyuluhan.
2) Kader piket bertugas mengasuh anak balita yang kebetulan ikut
orangtuanya datang ke penyuluhan. Dalam hal ini diharapkan agar anak
tidak mengganggu orangtua peserta maupun jalannya penyuluhan.
3) Kader bantu bertugas membantu tugas kader inti dan atau kader piket demi
tugas mereka, dan dapat menggantikan tugas apabila kader inti/ piket
berhalangan hadir.
Para orangtua/ peserta BKB dikelompokkan menurut umur anak balita
yang dimilikinya: (a) Kelompok peserta BKB yang mempunyai anak balita 0-1
tahun; (b) Kelompok peserta BKB yang mempunyai anak balita 1-2 tahun; (c)
Kelompok peserta BKB yang mempunyai anak balita 2-3 tahun; (d) Kelompok
peserta BKB yang mempunyai anak balita 3-4 tahun; (e) Kelompok peserta BKB
yang mempunyai anak balita 4-5 tahun; (f) Kelompok peserta BKB yang
mempunyai anak balita 5- 6 tahun.
Di dalam memberikan penyuluhan, kader harus memiliki sikap yang dapat
menarik perhatian orangtua peserta BKB, diantara sikap- sikap yang harus
dimiliki oleh para kader yaitu:
108
a. Ramah, menghargai para orangtua/ peserta BKB
b. Mendorong dan mengajak orangtua/ peserta BKB untuk menerapkan bahan-
bahan yang baru dipelajari.
c. Tidak bersikap menggurui, bersama orangtua/peserta BKB mencari cara
terbaik yang dapat diterapkan.
d. Mendorong orangtua/ peserta BKB untuk berbagi pengalaman tentang cara-
cara pembinaan balita.
e. Tidak membedakan antara peran ayah dan peran ibu dalam mengasuh dan
mendidik anak.
Kegiatan kelompok BKB pada dasarnya dilakukan melalui kegiatan
penyuluhan dan diskusi atau kegiatan lain yang dianggap perlu.
Klasifikasi BKB didasarkan pada jumlah kader, frekuensi pertemuan,
kesertaan keluarga, dllnya dibagi menjadi tiga bagian, yakni: BKB Dasar, BKB
Berkembang, BKB Paripurna.
Materi pada kegiatan BKB meliputi kemampuan-kemampuan yang
menitik beratkan pada pengembangan 7 aspek perkembangan anak, yaitu:
a. Perkembangan kemampuan gerakan kasar
b. Perkembangan kemampuan gerakan halus
c. Perkembangan kemampuan memahami apa yang dikatakan orang lain
(komunikasi pasip)
d. Perkembangan kemampuan berbicara (komunikasi aktif)
e. Perkembangan kemampuan kecerdasan
f. Perkembangan kemampuan menolong diri sendiri
g. Perkembangan kemampuan bergaul
Sedangkan materi untuk orangtua/ pengasuh, mencakup:
109
a. Pemahaman tentang pentingnya pendidikan anak usia dini
b. Pemahaman terhadap tumbuh kembang anak
c. Kemampuan melakukan deteksi dini tumbuh kembang anak
d. Kemampuan melakukan berbagai perangsangan yang diperlukan pertumbuhan
dan perkembangan anak
e. Kemampuan memilih dan memfasilitasi anak dengan alat permainan yang
mendidik
f. Kemampuan memanfaatkan lingkungan sebagai sumber main dan belajar anak
g. Materi untuk orangtua disampaikan secara lisan atau tertulis melalui pesan
singkat yang ditempel di dinding, setiap pertemuan ditempel satu pesan dan
orang tua diminta menyalin di buku tulis untuk penyampaian kepada orang tua
dapat bekerja sama dengan kader BKB atau Petugas Lapangan Keluarga
Berencana (PLKB).
Alat/ media interaksi dalam Gerakan Bina keluarga Balita adalah semua
jenis alat bantu yang dapat dipergunakan oleh orangtua/ keluarga untuk
merangsang dan mendorong proses belajar anak dengan cara yang tepat dan
menyenangkan.
Banyak kemampuan dari anak seperti misalnya kemampuan berpikir,
berbicara, bergaul, dan keterampilan gerak yang mungkin masih terpendam. Agar
kemampuan-kemampuan tersembunyi ini dapat dimunculkan dan dimanfaatkan
dalam kegiatan sehari-hari secara lebih baik, maka anak balita perlu benda-benda,
bahan-bahan/ media atau alat bantu lainnya. Dengan adanya alat/ media
pendidikan yang digunakan secara tepat serta suasana bermain/ lingkungan yang
menimbulkan rasa senang dalam diri balita pada saat menggunakannya, maka
diharapkan proses belajarnya akan berjalan lancar.
110
Adapun manfaat dari alat/ media interaksi, diantaranya:
1) Dapat langsung mempengaruhi panca indera dan otot-otot badan serta
gerakan anak.
2) Memberi kebebasan dan kesempatan untuk mendapatkan pengalaman-
pengalaman baru, baik yang dialami sendiri oleh anak maupun yang
dilihatnya.
Kesempatan mendapat pengalaman baru dan pelajaran baru ini didapat
misalnya melalui bermain di lingkungan sekitar anak, umpamanya kebun,
sungai, pematang sawah, pohon, dan semak belukar, bermacam-macam
ternak/ binatang peliharaan. Adanya air di kali/ di sungai arus kali, memberi
pengalaman kepada anak dalam hal:
a. Anak mendapat pengetahuan tentang kedalaman air sungai jika orangtua
masuk, air hanya sampai lutut, kalau adiknya yang masuk air akan sampai
lehernya, tetapi jika dia yang masuk air hanya sampai ke perutnya. Dari
pengalaman itu anak belajar bahwa kedalaman kali itu ada hubungannya
dengan tinggi dan pendeknya orang yang masuk.
b. Dengan merasakan derasnya arus sungai anak akan belajar bahwa arus air
mempunyai kekuatan.
c. Pada musim hujan air sungai lebih banyak dan arusnya lebih kuat. Oleh
karena itu ia harus lebih berhati-hati, ia belajar menjaga diri.
d. Pada musim kemarau air sungai sedikit, bahkan pernah kering sehingga
masyarakat desa terpaksa mengambil air dari sumber air. Anak belajar
tentang suatu akibat musim kemarau yang tidak menyenangkan.
e. Ketika anak bermain kapal-kapalan (yang dibuat dari kertas) ia melihat
bahwa kapalnya hanyut mengikuti arus sungai, bila ia ingi kapalnya melawan
111
arus, maka anak harus membantu menariknya dengan tali. Melalui kegiatan
di sungai ia belajar tentang ciri arus air.
f. Mengakrabkan hubungan orangtua/ keluarga dengan anak. Ketika
menggunakan benda/ alat permainan, atau ketika bernyanyi bersama anak
akan terjadi hubungan antara anak dan orangtua/ keluarga. Perasaan sayang,
saling berbicara, saling mengajar akan terjadi bila anak dan orangtua/
keluarga lebih sering berada bersama-sama.
Ada 3 kelompok jenis media interaksi, yaitu:
1) Dongeng dan cerita
2) Musik dan lagu/ nyanyian dan gerak
3) Kegiatan bermain dan alat permainan.
2. Posyandu
Posyandu merupakan singkatan dari Pos Pelayanan Terpadu. Di dalam
Pedoman Pelaksanaan Posyandu (2006) dijelaskan bahwa posyandu merupakan
salah satu bentuk upaya pembudayaan bidang kesehatan dasar, pendidikan, dan
ekonomi yang dikelola dan diselenggarakan dari, oleh, untuk dan bersama
masarakat dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan, pendidikan, dan
ekonomi guna memberdayakan masyarakat yang memberikan kemudahan kepada
masyarakat dalam memperoleh pelayanan kesehatan dasar, pendidikan, dan
ekonomi untuk mendukung Kelangsungan Hidup Perkembangan dan
Perlindungan Ibu dan Anak.
Hasil wawancara antara Dodi Ari Wibowo dengan Lurah Grogol Utara
menunjukkan bahwa keberadaan Posyandu memberi arti penting bagi masyarakat.
BKB PAUD menyatu dengan Posyandu memberikan kegiatan positif. Fungsi
112
pendidikan anak usia dini di BKB Posyandu untuk memajukan pendidikan anak
usia dini bagi masyarakat yang kurang mampu. BKB juga membimbing orang tua
agar tahu bagaimana perkembangan anak.
Lebih lanjut Young (1996) menjelaskan bahwa terdapat lima alasan
penting bagi kita untuk melakukan investasi dalam pengembangan anak usia dini.
Kelima alasan itu adalah: (1) membangun sumber daya manusia yang
berkecerdasan tinggi, berkepribadian, dan memiliki perilaku sosial yang baik dan
tahan mental dan psiko sosial yang kokoh, (2) menghasilkan economic return
yang lebih menurunkan social cost pada masa yang akan datang, dengan
meningkatnya efektivitas pendidikan dan menekan pengeluaran biaya untuk
kesejahteraan masyarakat, (3) mencapai pemerataan sosial ekonomi masyarakat,
mengatasi kesenjangan antar gender, (4) meningkatkan efisiensi investasi pada
sektor lain, karena investasi program gizi dan kesehatan pada anak-anak akan
memungkinkan kelangsungan hidup anak. Intervensi dalam bidang pendidikan
akan meningkatkan kinerja anak dan mengurangi kemungkinan tinggal kelas, dan
(5) membantu kaum ibu dan anak.
Pelayanan kesehatan dasar, pendidikan, dan ekonomi adalah pelayanan
kesehatan yang mempercepat penurunan angka kematian ibu dan bayi, yang
sekurang-kurangnya mencakup 5 (lima) kegiatan, yaitu: KIA, KB, imunisasi, gizi,
dan penanggulangan diare dan kegiatan Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD),
Bina Keluarga Balita (BKB).
top related