Buletin Terobosan edisi 359
Post on 30-Dec-2015
378 Views
Preview:
DESCRIPTION
Transcript
Edisi 359, 27 Februari 2014 Edisi 359, 27 Februari 2014
TëROBOSAN
AD
VER
TISI
NG
Pasca Ditiadakannya Seleksi Kementrian Agama
TëROBOSAN
- e
dis
i 35
9 -
Fe
bru
ari 2
01
4
Sekapur Sirih, Harapan Untuk Bangkit Lagi,
Halaman 2
Sikap, Masisir Anti Partai Politik,
Halaman 3
Laporan Utama, Carut-Marut Camaba
Halaman 4,5
Komentar Peristiwa, Menengok Karir
Separuh Jabatan PPMI
Halaman 6,7
Seputar Kita, Lomba Esai PCIM Mesir &
Follow Up Tabarak,
Halaman 8
Sastra, Pesan Mungil Dari Nenek,
Halaman 9
Sketsa, Mencari Sosok Teladan Dalam
Measisir,
Halaman 10
Opini, Relativitas Waktu,
Halaman 11
Terbit perdana pada 21 Oktober 1990. Pendiri: Syarifuddin Abdullah, Tabrani Sabirin. Pemimpin Umum: Heni Sep-tianing Pemimpin Redaksi: Supriatna. Pemimpin Perus-ahaan: Ainun Mardi-
yah. Dewan Redaksi: Tsabit Qodami, M. Hadi Bakri. Reportase: Abdul Latif Harahap, Ah-mad Ramdani, Fachry Ganiardi, Rijal W. Rizkillah, Thaiburrizqi Ananda Hafifuddin, Zammil Hidayat, Ahmad Bayhaqi, Ikmal Al Hudawi, Aulia Khairunnisa, Isti`anah Jauha-ratul Umah, Difla Nabila, Maimunah Hamid, Ukhti Muthmainnah Hamid,. Editor: Fahmi Hasan Nugroho. Lay Outer: Abdul Malik Pembantu Umum: Keluarga TëROBOSAN. Alamat Redaksi: Indonesian Hostel-302 Floor 04, 08 el-Wahran St. Rabea el-Adawea, Nasr City Cairo-Egypt. Telepon: 22609228, E-mail: terobosanmasisir@yahoo.com. Face-book : Terobosan Masisir. Untuk pemasangan iklan, pengaduan atau berlangganan silakan menghubungi nomor telepon : 01158270269 (Heni), 01122217176 (Fahmi), 01110578138 (Ainun)
Bertajuk dalam sebuah kenangan selama
bertahun tahun Terobosan telah berdiri,
tepatnya di tahun 1991 dan sekarang sudah
menginjak di umurnya yang ke 23. Di tahun
ini pun pergantian generasi pun telah terjadi
dan tongkat estafet itu telah diberikan
kepada generasi barunya. Setiap ada yang
pergi, pasti akan ada yang datang. Begitulah
peristiwa alam menyampaikan sebuah
sekenario mutlak yang telah terjadi
sepanjang masa, setelah beberapa kakak
senior TëROBOSAN yang kemarin baru-baru
ini pulang, datanglah generasi baru yang
mengisi ruang di TëROBOSAN untuk
meneruskan tongkat estafet perjuangan
dalam bidang kepenulisan.
Dunia kepenulisan yang seharusnya
banyak digandrungi oleh para mahasiswa
yang notabenenya adalah insan akademisi,
kini peminatnya semakin menurun
khususnya di lingkup masisir. Mungkin
karena Masisir ini dikelompokkan dalam
beberapa kelompok yang menjadikan
mereka seperti kubu-kubu tersendiri. Kalau
saja kita kelompokkan Masisir secara kasar,
maka Masisir ini terbagi menjadi empat
kelompok: kelompok akademis,
organisatoris, pengusaha dan kelompok
yang belum jelas kemana kiblat mereka.
Seharusnya orientasi yang ditanamkan pada
para Masisir adalah orientasi untuk
mendongkrak hasrat menulis. Mau jadi
apapun mereka, menulis tetaplah penting
karena dengan menulis terciptalah sebuah
sejarah.
Tak terasa setelah merasakan penatnya
musim ujian yang telah berlalu, kini Te robo-
san kembali hadir untuk rekan-rekan semua
di edisi yang ke 359.
Di edisi kali ini kami menghadirkan
laporan utama dengan topik yang lumayan
menarik untuk dikupas secara tuntas. Topik
kali ini hampir setiap tahunnya kita angkat
karena banyak sekali ketidakjelasan di
dalamnya. Carut marut Maba dan para
mediator yang seringkali menjadi bulan-
bulanan karena terkadang janji yang tidak
sesuai seperti yang terjadi di lapangan.
Mengangkat hal ini memang bukanlah
hal yang mudah. Para kru Terobosan
berusaha menguak berita yang cukup rumit,
karena adanya beberapa sumber dari
kalangan atas yang sulit dimintai
keterangan, entah apa sebabnya. Tapi
alhamdulillah, setelah kami berjibaku
mengumpulkan data-data yang diperlukan
akhirnya selesailah proses pengumpulan
berita untuk edisi kali ini.
Di bagian komentar peristiwa kami akan
menguak tentang kinerja PPMI selama
setengah semester ini, yang kabarnya
sekarang sedang gencar sekali mengusung
motonya yang berkenaan dengan
peningkatan pendidikan.
Kami juga menghadirkan tampilan baru
berupa sebuah karya karikatur hasil
lekukan tangan seniman kru Te ROBOSAN.
Kritik dan saran dari pembaca sangatlah
kami nantikan. Karena dengan kritik dan
saran andalah kami akan bangkit dan
berdiri untuk mendongkrak semangat penu-
lis dan khususnya para kru Te robosan.
Terima kasih kami ucapkan dari lubuk hati
kami yang paling dalam, atas saran dan
kritik yang telah anda sampaikan pada kami
selama ini.
Selamat membaca! [ë]
Harapan Untuk Bangkit Lagi
TëROBOSAN
- edisi 3
59
- Feb
ruari 2
01
4
Rubrik Sikap adalah editorial buletin TëROBOSAN. Ditulis oleh tim redaksi TëROBOSAN dan mewakili suara resmi dari TëROBOSAN terhadap
suatu perkara. Tulisan ini sepenuhnya merupakan tanggung jawab redaksi.
enyonsong pesta demokrasi
rakyat Indonesia pada Pemilu
Legislatif dan Pilpres 2014 yang
tinggal sebentar lagi, membuat
atmosfer politik mulai terasa
panas. Sejumlah partai politik gencar
bergerak secara intensif untuk mengikat
simpati masyarakat. Berbagai cara pun
dilakukan untuk membangun reputasi dan
popularitas. Termasuk di antaranya adalah
propaganda isu-isu dan opini di masyarakat
agar memberi dukungan terhadap partai
tersebut.
Tak luput dari gerakan kampanye,
rekrutmen anggota sebagai upaya kaderisasi
partai juga digencarkan untuk menambah
bibit unggul yang siap dipanen nantinya. Di
antara sekian banyak elemen masyarakat,
mahasiswa adalah objek utama yang paling
diminati politikus karena mahasiswa
diyakini dapat memainkan peran efektif
dalam menjalankan strategi politik yang
diusung. Pasalnya karakter mahasiswa
sebagai insan akademisi memiliki potensi
sebagai pelaku perubahan di masyarakat.
Namun mahasiswa dan politik praktis
merupakan istilah yang sering kali
dipandang sebagai dua entitas yang saling
berbenturan. Hal ini wajar saja karena
mahasiswa adalah masyarakat terdidik yang
dibiasakan untuk berpikir dan bertindak
atas nama tanggung jawab ilmiah dan
kepentingan kemanusiaan yang universal.
Sedangkan politik praktis adalah hal-hal
yang sangat berkaitan dengan perebutan
kekuasaan, gesekan antar golongan bahkan
kepentingan-kepentingan pragmatis.
Ketika partai politik memasuki ranah
mahasiswa, maka tak heran belakangan ini
telah menjamur kelompok-kelompok
mahasiswa politis. Konsekuensinya,
mahasiswa akan terkotak-kotakan,
terpartisi oleh kepentingan politik tertentu.
Maka idealisme dan independensi
mahasiswa yang menempel pada identitas
kaum terpelajar terkikis akibat doktrin-
doktrin politik.
Ironisnya, terdapat organisasi
kemahasiswaaan yang mengklaim dirinya
independen, namun pada kenyataannya
telah terkontaminasi oleh kepentingan
politik. Hal ini dapat terlihat dari kesamaan
ideologi yang dibawa. Keadaan seperti ini
membuat kalangan mahasiswa yang berada
di luar politik tersebut enggan bergabung
dalam organisasi kemahasiswaan.
Pada level mahasiswa, sebenarnya hal
utama yang lazim dilakukan adalah
membentuk paradigma berpikir kritis
sebagai dasar pijakan bersikap jelas dan
tegas menentukan yang hitam dan putih.
Dengan sikap kritis ini mahasiswa dapat
menjaga idealisme dan independensinya
dari kepentingan politik manapun. Namun
tatkala identitas tersebut diabaikan, maka
dengan mudah para politikus
mempengaruhi pandangan kaum terpelajar.
Walhasil mereka terjebak dalam kegiatan
partai politik, kemudian aktif dalam
berbagai gerakannya sebagai anggota yang
disebut sebagai kader partai.
Sifat kritis dan argumentatif seorang
mahasiswa politikus dalam menghadapi
pemasalahan yang ada perlahan memudar
seiring doktrin yang diterimanya. Apalagi
ketika partai yang ditungganginya berkuasa,
praktis mereka tidak akan kritis terhadap
kebijakan pemerintah.
Merebaknya mahasiswa politikus di
kalangan akademisi telah menimbulkan
pandangan sentimen terhadap kelompok
mereka. Sehingga muncul pula golongan
antipati terhadap partai politik. Hal ini wajar
saja adanya karena perbedaan pandangan
mahasiswa terhadap partai politik. Mereka
yang memandang partai politik sebagai
sarana pembelajaran untuk mendalami
politik, maka akan condong bergerak di
kegiatan partai. Berbeda dengan golongan
yang memandang partai politik itu kotor,
sarat akan kepentingan pragmatis seperti
yang dilakukan oleh oknum elit politik,
maka mereka akan cenderung bersikap
apolitis.
Fenomena yang sama juga terjadi di
kalangan Masisir. Sikap apolitis yang dianut
sebagian Masisir terlihat jelas dari cara
mereka menyikapi golongan mahasiswa
politis. Dalam hal ini setidanyak ada
beberapa kelompok Masisir yang anti
politik.
Pertama, kelompok Masisir anti politik
akademis . Yaitu mereka yang secara tegas
menolak dan tidak berafiliasi dengan partai
politik apapun disebabkan perbedaan
ideologi. Mereka inilah yang berpegang
teguh menjaga idealisme dan independensi
mahasiswa dari kepentingan politik. Masisir
yang termasuk dalam golongan ini juga
cenderung mengutamakan akademis
daripada kepentingan lainnya.
Kedua, kelompok Masisir anti politik
organisatoris. Yaitu Masisir yang aktif di
berbagai organisasi non partai seperti
almamater atau afiliasi. Kelompok ini
dinaungi oleh para aktifis organisasi Masisir.
Kelompok ini juga terbilang paling bersikap
antipati terhadap partai politik karena
kepentingan yang saling bertolak belakang
antara organisasi politik dan non politik.
Dan kelompok yang terakhir adalah
kelompok Masisir anti politik yang hanya
ikut-ikutan. Kelompok ini biasanya terdiri
dari mahasiswa baru yang masih
beradaptasi, minim pengetahuan dan
informasi. Sikap anti politik mereka muncul
akibat doktrin-doktrin mahasiswa lama atau
karena mengikuti opini yang beredar umum.
Ketika mayoritas Masisir saat ini adalah
anti partai politik, maka sedikit banyak
berdampak baik dalam menjaga identitas
mahasiswa yang independen, objektif dan
kritis. Namun sikap antipati ini juga harus
dikritisi agar Masisir tidak alergi terhadap
kegiatan politik. Sehingga setiap mahasiswa
mau mempelajari dan mencermati
pergerakan politik khususnya ketika mereka
berhadapan dengan pelaku politik praktis.
Selain itu, banyak hal yang bisa
mahasiswa lakukan sebagai langkah konkrit
berpartisipasi dalam politik, seperti dengan
melakukan kajian-kajian terhadap isu
maupun kebijakan pemerintah yang
dianggap kurang berpihak terhadap rakyat
banyak.
Hal-hal tersebut dapat dilakukan oleh
seorang mahasiswa dalam menjaga
identitasnya tanpa menafikan politik yang
terdapat di mana-mana. Maka sudah barang
pasti pilihan untuk tetap independen atau
terjun ke dunia politik adalah konsekuensi
logis dari perbedaan pemikiran di antara
mahasiswa. [ë]
Masisir Anti Partai Politik?
TëROBOSAN
- e
dis
i 35
9 -
Fe
bru
ari 2
01
4
Gayung pun bersambut, setelah melalui
beberapa lobi, akhirnya pihak PPMI
mengambil langkah krusial untuk
memberangkatkan calon mahasiswa baru
(Camaba) ke Mesir, yang sejatinya, hal
tersebut merupakan tugas Kementrian
Agama (Kemenag)) setiap tahunnya.
Keputusan besar tersebut lahir dengan
banyak pertimbangan, baik terkait dengan
pemberian izin dari KBRI, persetujuan IAAI
dan pihak-pihak terkait lainnya. Namun
ternyata, di balik ‘keberanian’ PPMI
tersebut, ada beberapa pihak yang merasa
dikecewakan oleh ulah beberapa oknum.
Lantas, apa yang sebenarnya terjadi?
Melalui reportase dan penelusuran yang
tidak mudah, kami mencoba menggali
permasalahan seputar Camaba dan
menyajikannya untuk anda. Berikut laporan
kami.
Pada tahun ini PPMI disibukkan dengan
kepengurusan Camaba. Kerja Organisasi
induk Masisir ini pun bertambah dan
menjadi sorotan beberapa pihak. Tugas
utama KPP Maba seolah berpindah ke
dalam tubuh PPMI. Selain itu PPMI juga
menambah fungsi sebagai mediator bagi
Camaba (baca: broker). Kami mencoba
menghubungi PPMI sehubungan dengan
kepengurusan Camaba. Selanjutnya, melalui
Amrizal Batubara akhirnya kami dapat
mewawancarai Darul Quthni selaku
penanggung jawab kepengurusan broker
PPMI, yang juga mengaku sebagai pengurus
KPP Maba.
Ditanya mengenai rincian dana yang
harus dikeluarkan Camaba, penanggung
jawab broker PPMI ini tidak mau
menyebutkan secara rinci. Ia beralasan
bahwa mempublikasikan rician dana
tersebut harus melalui instruksi dan
kebijakan presiden PPMI, Amrizal Batubara.
”Untuk masalah perincian dana, kami
tidak sembarang memberitahu dan
menyebarluaskan di media, tanpa instruksi
dan kebijakan dari presiden PPMI,” ujarnya.
Adapun yang diberitakan pada berbagai
forum, secara umum dana yang dikeluarkan
oleh Camaba kepada broker PPMI sejumlah
Rp. 14.500.000 Biaya tersebut meliputi:
tiket pesawat, visa, biaya tinggal selama
sebulan, selimut, dan 200 dollar diambil
untuk kepengurusan KPP Maba per orang.
Darul Quthni mengatakan bahwa hal
tersebut juga berlaku di mediator lainnya.
Selain itu, dengan jumlah biaya yang
telah disebutkan, ia mengaku bahwa ada
sejumlah biaya yang diambil untuk
pembelian tiket penerbangan Indonesia-
Malaysia guna membeli tiket Malaysia-
Mesir, dikarenakan tiket Indonesia-Mesir
sudah habis.
“Pada saat itu terdapat kendala hari
libur (25 Desember). Maka kami berangkat
dan membeli tiket di Malaysia, dan kami
tidak menambah biaya sedikitpun. Adapun
broker lain, mereka menambah biaya”
ujarnya.
Ia juga menambahkan, “Perlu diketahui
bahwasanya broker PPMI ini bukan untuk
berbisnis, sama sekali tidak ada keuntungan
sepeser pun. Adapun mediator-mediator
lainnya mengambil keuntungan, karena niat
awal mereka adalah untuk berbisnis,”
katanya.
Sayangnya, kami tidak mendapatkan
banyak informasi saat mewawancarai
broker-broker lain. Mumtaza misalnya,
broker ini sama sekali tidak memberitahu
dan terbuka terkait perincian dana. Imam
Mujahid selaku ketua mitra mediator
Mumtaza berdalih sidang broker belum
digelar, sehingga ia tidak dapat
membeberkan rincian dana yang
dikeluarkan oleh Camaba. Ia pun mengaku
tidak tahu menahu tentang perincian dana
yang sebenarnya, karena pihaknya
mengalihkan semua rincian dana kepada
mediator yang ada di Indonesia dan
meminta untuk tidak dipublikasikan.
Lain lagi dengan broker Mediator
Masisir, kami telah mencoba menghubungi
melalui beberapa akun media sosial
miliknya, namun tidak ada respon dan
jawaban. Pun ketika dihubungi via telepon,
nomor yang kami hubungi aktif, namun
tidak kunjung diangkat. Sehingga kami tidak
dapat memperoleh informasi langsung
terkait Camaba yang diurus oleh broker
tersebut.
Sejumlah biaya yang dikemukakan
broker PPMI di atas, diamini oleh
Mochammad Khudlori dan Furna
Hubbatalillah. Keduanya merupakan
Camaba yang berangkat ke Mesir melalui
broker PPMI. Namun keduanya mengaku
tidak mengetahui rincian dana yang mereka
keluarkan. “Pokoknya bayar Rp.
14.500.000” tutur Furna, Camaba asal Jawa
Timur. Khudlori juga mengatakan bahwa
biaya tersebut digunakan untuk
kepengurusan selama di Mesir.
”Selebihnya saya husnudzan sama
presiden PPMI” tambahnya.
Meskipun demikian, Khudlori merasa
bahwa biaya tersebut masih terlalu mahal,
terlebih ia tidak mengetahui biaya tersebut
digunakan untuk apa saja, ”Akan tetapi saya
berharap semuanya akan baik-baik saja,”
tambahnya.
Sementara itu, berdasarkan keterangan
yang kami peroleh dari Camaba melalui
broker Mumtaza, total biaya yang mereka
keluarkan sebesar Rp. 15.700.000. Camaba
Miftahul Hidayah mengatakan bahwa
awalnya mereka hanya ditarik Rp.
15.000.000,00 namun ketika sampai di
bandara Sukarno-Hatta, pihak broker
meminta tambahan Rp. 700.000,00 guna
penambahan biaya tiket pesawat.
Camaba lain, Abdan Rabbani mengaku
bahwa maskapai yang ia gunakan tidak
sesuai dengan yang dijanjikan oleh pihak
broker. Ia juga mengatakan tidak
mengetahui rincian dana yang ia keluarkan,
karena tidak ada pemberitahuan. Keduanya
pun dijanjikan pengembalian uang sisa tiket
pesawat. Namun hingga saat ini, janji
tersebut belum terpenuhi. Hidayah bahkan
tidak mengetahui, harus kepada siapa ia
mengambil uang tersebut.
Carut-Marut Camaba
Pembatalan tes seleksi penerimaan
mahasiswa baru beberapa bulan lalu cukup
mengguncang Masisir. Namun ternyata ada
banyak pihak yang tidak hanya tinggal diam.
Misalnya Atase Pendidikan Kairo dan PPMI
yang bergerak melobi al-Azhar agar
membuka seleksi pendaftaran mahasiswa
baru (Maba) di Mesir. Tidak hanya itu,
ternyata di sela-sela lawatan presiden PPMI
ke tanah air beberapa bulan lalu selain
untuk menghadiri seminar, Amrizal
Batubara pun memanfaatkan kesempatan
ini untuk menemui langsung pihak-pihak
yang selama ini dianggap bersinggungan
langsung dengan birokrasi calon mahasiswa
baru (Camaba) al-Azhar. Baik itu Depag,
Dubes Mesir di Indonesia serta Ikatan Alum-
ni Al-Azhar Indonesia (IAAI).
TëROBOSAN
- edisi 3
59
- Feb
ruari 2
01
4
Izzatu Dzihny, Camaba dari broker
Mediator Masisir bahkan mengeluarkan
biaya yang lebih besar yaitu Rp. 20.000.000.
Sama dengan Camaba lain, ia tidak
mengetahui tentang rincian dana yang ia
keluarkan. Pada awalnya ia
membayar Rp. 18.000.000
namun pihak broker
menambah biaya Rp.
2.000.000 untuk fasilitas
tambahan berupa selimut,
pemberkasan dan untuk
barang-barang kebutuhan
awal di Mesir. Dzihny
mengeluh akan biaya yang
lebih mahal dibanding
broker-broker lain, juga
fasilitas yang menurutnya
kurang memuaskan serta
rincian biaya yang kurang
jelas dari broker.
Selain ketiga broker di
atas, masih terdapat broker-
broker lain yang menerapkan
kebijakan berbeda-beda, utamanya terkait
biaya yang dikeluarkan Camaba. Camaba
asal Aceh misalnya, mereka datang melalui
broker kekeluargaan dengan total biaya Rp.
14.000.000,00.
Adapun 14 Camaba yang langsung
masuk asrama Madinatul Buuts al-
Islamiyah, mereka mengikuti ujian di
Kedubes Mesir di Jakarta pada bulan Juli
2013. Para Camaba yang mayoritas berasal
dari almamater IKPDN ini, baru bertolak ke
Mesir pada bulan Januari. Sedangkan dalam
kepengurusan administrasi perkuliahan,
mereka dibantu oleh almamater IKPDN.
Aisyah Sholiha dan Rakhmi Vegi, kedua
Camaba tersebut mengaku mengeluarkan
biaya sekitar 10 juta untuk tiket pesawat.
“Tiket mahal karena saat itu bertepatan
dengan hari raya Imlek” ujar keduanya.
Sedangkan untuk biaya administrasi,
mereka mengeluarkan biaya 300 Le dan
sepenuhnya diurus oleh almamater IKPDN.
Mereka juga mengaku selama ini tidak ada
keluhan apapun terkait kepengurusan
kuliah dan asrama.
Berdasarkan pengamatan kami
terhadap birokrasi Camaba tahun ini,
terdapat beberapa kejanggalan yang terjadi,
utamanya terkait ketidaksesuaian fakta di
lapangan dengan undang-undang PPMI
tentang pengurusan dan pendaftaran
Camaba.
Dalam Undang-Undang PPMI Tentang
Pengurusan dan Pendaftaran Calon Maha-
siswa Baru pasal 1 ayat 1 disebutkan bahwa
kepengurusan Camaba diperuntukkan bagi
mereka yang telah lulus seleksi, namun
faktanya, PPMI dapat memberangkatkan
Camaba dari Indonesia tanpa adanya tes
seleksi sebelumnya. Dengan begitu, apakah
PPMI melanggar ketentuan tersebut?
Muhammad Arzil Yusri, selaku BPA
PPMI 2013-2014 mengatakan bahwa ketika
diajak tabayun bersama, PPMI memiliki
beberapa alasan atas kebijakan yang
dilakukannya. Pertama, dikhawatirkan
tidak adanya regenerasi Maba untuk tahun
ini. Dalam hal ini Arzil menyayangkan tidak
adanya koordinasi PPMI dengan BPA
terlebih dahulu. Selain itu, BPA juga tidak
tahu mengenai PPMI yang mendapat
dukungan dan izin dari IAAI terkait ijin
pemberangkatan Camaba dari Indonesia.
Meskipun demikian, secara konstitusi, PPMI
telah melanggar UU karena tidak adanya
seleksi bagi Camaba yang berangkat.
Dalam pasal 7 ayat 1, disebutkan bahwa
batas biaya yang ditetapkan oleh broker
harus sesuai dengan yang ditetapkan oleh
KPP Maba. Berdasarkan penuturan Azril,
batasan biaya tersebut sejumlah Rp.
15.500.000. Adapun broker yang
menerapkan biaya melebihi batasan
tersebut, BPA tidak akan bertindak, kecuali
ada pengaduan dan laporan. Baik dari
Camaba, senior Masisir atau selainnya.
Azril juga mengatakan, ”Seharusnya
broker-broker yang sah itu melaporkan
data-data pengeluaran dana ke Kpp Maba.
Jika memang ada pengaduan dari Masisir
dengan bukti valid, bahwa terdapat broker
yang melebihi batas biaya yang telah
ditentukan, maka BPA akan bergerak. Lalu
akan diadakan sidang mediasi, yaitu sidang
musyawarah untuk
menyelesaikan pelbagai
problematika Camaba.”
Dalam UU tersebut juga
dijelaskan, jika terdapat
broker yang tidak memenuhi
kewajiban dalam memberikan
fasilitas sesuai dengan
kesepakatan. Maka broker
yang bersangkutan dikenakan
sanksi 150 USD. Selain itu,
dalam pasal 8 ayat disebutkan
bahwa broker wajib membuat
Surat Perjanjian tertulis
dengan pihak Camaba. Namun
berdasarkan fakta yang kami
temui, tidak ada satupun
broker yang
melaksanakannya. Broker PPMI
pun mengakui hal tersebut, “Kami akui, itu
belum terlaksana. Karena waktu tidak
mendukung, padahal surat tersebut sudah
tersedia, namun kurang sempat saja. Dan
insya Allah akan kami tindak lanjuti
masalah surat perjanjian ini,” tutur Darul
Quthni.
Terkait berbagai permasalahan
tersebut, BPA mengatakan bahwa pihaknya
akan mengadakan musyawarah dengan
seluruh broker. “Kami akan adakan
musyawarah dengan seluruh Mediator. Dan
Insya Allah dalam minggu ini kami sedang
proses pemanggilan semua broker guna
mengikuti musyawarah,” jelas Azril saat
kami wawancarai.
Kami telah mencoba menghubungi
pihak KBRI untuk mendapatkan tanggapan
akan permasalahan Camaba. Sayangnya
ketika dihubungi, Bapak Fahmy Luqman,
selaku Atdikbud Kairo sedang berada di
Indonesia. Sedangkan email yang kami
layangkan pada beliau, hingga saat ini
belum mendapat balasan.
Sementara itu, berkenaan dengan
permasalahan Camaba ini, seorang warga
Masisir Mohamad Bakri berpendapat
bahwa seharusnya seluruh broker bersikap
transparan terkait keuangan. “Semua
broker Maba itu ‘busuk’ jika tidak ada
transparansi terkait keuangan. Semestinya
setiap Camaba berhak mendapatkan rincian
Calon Mahasiswa yang sedang mengikuti Daur Lughah
Doc: Khudari
Lanjut ke hal. 7...
TëROBOSAN
- e
dis
i 35
9 -
Fe
bru
ari 2
01
4
Di awal masa kerjanya, pasangan Amrizal
Batubara-Sifrul Akhyar beserta segenap de-
wan pengurus PPMI yang dinamakan
“kabinet amanah kebersamaan”, dianggap
sebagian kalangan telah melaksanakan
kinerja yang baik . Hal tersebut tidak lain
karena adanya realisasi pendekatan diri
dengan Al-Azhar, di antaranya dengan
menemui Grand Syekh Ahmad Thayyeb di
Masyikhoh untuk membicarakan berbagai
hal terkait al-Azhar dan Masisir, yang ber-
lanjut dengan undangan khusus dari beliau
untuk mengunjungi kediaman pribadinya di
kawasan Luxor. Juga agenda silaturahim
kepada ulama-ulama al-Azhar lainya, seperti
Syekh Ali Jum’ah, Syekh Usamah Sayyid
Azhari dan Syekh Amru al-Wardhani.
Program kunjungan dan peretemuan
seperti itu, tentu membahagiakan banyak
kalangan Masisir yang memang sedang rindu
untuk semakin mendekat dengan Al-Azhar.
Setidaknya, hal tersebut juga telah menjadi
penunai dan jawaban terhadap sebagian
harapan dan pesan Masisir untuk pasangan
Birrul di awal masa pelantikanya (baca: Ter-
obosan edisi 357).
“(untuk PPMI) tingkatkan kedekatanya
dengan Al Azhar, minimal pertahankan.”
Tulis seorang mahasiswa ketika diminta
pesan dan kesanya untuk kinerja PPMI sela-
ma satu semester ini.
Hal lain yang sepertinya memberikan
kesan positif di mata sebagian Masisir atas
kinerja PPMI adalah adanya usaha untuk
mencari sumber beasiswa bagi Masisir. Hal
itu terwujud melalui kerjasama PPMI dengan
organisasi amal asal Indonesia ACT (Aksi
Cepat Tanggap) untuk memberikan bantuan
finansial kepada sebagian kalangan Masisir.
Di sisi lain, presiden Batubara bahkan
mengungkapkan, bahwa salah satu misi dari
kunjungan PPMI ke Masyikhah dan menemui
Grand Syekh Ahmad Thayyeb adalah untuk
memohon beasiswa dari al-Azhar bagi
Masisir yang kurang mampu.
Sebagian kalangan juga mengungkapkan
ketidakpuasan mereka terhadap kinerja
PPMI, terutama setelah PPMI disibukan
dengan masalah mahasiswa baru. Mereka
menilai bahwa PPMI terlalu
menenggelamkan diri pada permasalahan
tersebut sehingga lupa dengan program ker-
ja lain yang telah disusun untuk satu semes-
ter ini.
“(PPMI) jangan cuma mengurusi anak
baru” ujar seorang mahasisiwi tingkat dua,
Fakultas Syariah Islamiyah yang tidak ingin
disebutkan namanya.
Di sisi lain, sebagian kalangan menilai
bahwa perjalanan PPMI belum begitu
beriringan dengan konstitusi yang dituliskan
dalam AD/ART. “Meskipun hal semacam itu
(pendekatan dengan Al Azhar) adalah juga
penting, namun dalam perjalananya harus
tetap mengedepankan konstitusi/AD/ART,”
komentar sumber terpercaya TëROBOSAN
yang tidak ingin disebutkan identitasnya.
Jika merujuk pada kaledioskop perjalan-
an PPMI lalu membandingkanya dengan
program kerja yang disusun untuk satu se-
mester ini, persentase yang didapat memang
hanya mencapai 50-60% program kerja
PPMI yang terlaksana. Hal tersebut juga di-
akui sekretaris jendral I, Ramadien Akbar.
“Jika merujuk pada kegiatan yang sudah dan
akan dilaksanakan dekat-dekat ini (sebelum
sidang LKS), ya sekitar 50-60% lah (program
terlaksana), Alhamdulillah.” Ucapnya.
Dan di antara program-program ter-
laksana tersebut, sebagian kalangan menilai
bahwa hingga saat ini program unggulan
yang arahnya adalah akademis Masisir be-
lum begitu terlihat. Tercatat hanya ada tiga
agenda yang menunjang akademis selama
ini, ketiganya adalah: pembekalan maha-
siswa akhir, diskusi umum pada peringatan
sumpah pemuda dan lomba khutbah jumat.
Hal itu menandakan masih jauhnya harapan
Masisir yang menginginkan PPMI fokus
dengan permasalahan akademis.“PPMI) ha-
rusnya fokus pada urusan-urusan yang men-
dukung akademis dan keilmuan Masisir.”
Fatimah, seorang mahasiswi tingkat 4 juru-
san tafsir
Transparansi administrasi keuangan
menjadi hal lain yang disoroti Masisir dari
tubuh PPMI. Dalam hal ini, isu yang berkem-
bang adalah posisi presiden yang dikabarkan
sedikit gegabah dalam menggunakan ang-
garan belanja organisasi. Sebuah isu yang
mengasap bukan tanpa api. Salah seorang
mahasiswa yang tidak ingin disebut identi-
tasnya mengatakan, “Batubara orangnya
sangat loyal dan merupakan sosok yang tid-
ak dapat menolak permintaaan orang lain,
sehingga dalam kebijakan terkait anggaran
organisasi terkesan boros. Oleh karenanya,
harus ada orang yang mampu mengerem dan
memenej pengeluaran-pengeluaran demi
terjaganya sirkulasi keuangan.” Tutur maha-
siswa yag pernah satu atap organisasi
dengan Presiden PPMI itu.
Apalagi, tak lama setelah isu tersebut
mencuat, terjadi reshufle kabinet yang meng-
gantikan posisi Zukhruf sebagai bendahara I
oleh Syafiqni Hananta yang sebelumnya
menjabat sebagai sekretaris jendral III, yang
semakin memperbesar tanda tanya
mengenai kebenaran masalah tersebut.
Setelah dikonfirmasi oleh tim TëROBO-
SAN, Syafiqni Hananta selaku bendahara
baru PPMI ternyata mengamini hal tersebut,
ia mengungkapkan bahwa isu keuangan ter-
sebut memang pernah terjadi dalam tubuh
PPMI, namun diakuinya bahwa itu adalah
murni kesalahpahaman, dan saat ini semuan-
ya sudah terselesaikan. “(Permasalahan itu)
pernah ada, dan itu cuma salah paham, dan
sekarang sudah beres,” ungkapnya.
Adapun mengenai terjadinya reshufle, ia
berdalih bahwa itu sama sekali tidak ada
kaitanya dengan permasalah semrawutnya
keuangan dalam tubuh PPMI. Saudara Zuhruf
(bendahara sebelumnya) yang juga tercatat
sebagai salah satu mahasiswa di universitas
Pajajaran, Bandung, memilih fokus untuk
menyelesaikan proyek tesisnya, itulah
menurutnya alasan mengapa posisinya harus
digantikan.
Hal tersebut menunjukkan adanya keku-
rangan yang selayaknya menjadi catatan
khusus bagi kekompakan dalam tubuh PPMI.
Terlebih dengan visi yang pernah diusung
pasangan Birrul saat kampanye lalu adalah
“membawa PPMI yang harmonis”, yang be-
rarti kompak, bersatu padu, selaras antara
hati dan pikiran. Saling mempearhatikan
sesama dan tidak mengutamakan diri
sendiri.
DP PPMI tentunya telah berusaha dengan
baik untuk menjalankan amanah yang diem-
banya. Namun dalam praktisnya, penilaian
yang beragam akan muncul dari masyarakat
yang kompleks. Sesuatu yang tentunya san-
gat wajar. Hal yang terpenting adalah
bagaimana PPMI harus bisa berdiri di atas
semua golongan atau setidaknya bersikap
bijak dalam mengambil keputusan dan men-
jalankan program. [ë] Iis, Zammil, Ikmal,
Aulia.
Menengok Karir Separuh Masa Jabatan PPMI
Tak lama lagi, sidang LKS (Laporan
Kerja Semester) organisasi induk Massisir,
PPMI akan diselenggarakan. Itu berarti, ada
serangkaian hal yang harus dilaporkan PPMI
kepada masyarakat Masisir terkait kinerja
mereka dalam lembar setengah tahun ini.
Sebagai masyarakat, selain memiliki peran
memilih, Masisir juga tentunya memiliki
peran memperhatikan dan menilai kinerja
instansi inti yang mereka pilih secara demo-
kratis tersebut. Dan penilaian mereka terkait
hal ini tentu akan sangat beragam. Oleh kare-
nanya tim Terobosan mencoba menyajikan
apa kata Masisir mengenai kinerja separuh
periode PPMI, melalui sebuah polling yang
dilaksanan beberapa waktu lalu. Berikut
laporan kami.
TëROBOSAN
- edisi 3
59
- Feb
ruari 2
01
4
Hasil polling terkait kinerja PPMI sela-
ma satu semester
Terobosan telah mengadakan polling
terkait kinerja PPMI selama satu semester
ini. 100 angket disebarkan kepada
berbagai kalangan Masisir sebagai kore-
sponden. Berikut hasilnya:
PPMI di Mata MASISIR. 1. Bagaimana menurut anda kinerja PPMI periode 2013/2014 sela-
ma satu semester ini?
2. Apakah program PPMI memiliki dampak besar bagi Masisir? 3. Apakah anda percaya dengan PPMI?
Lanjutan dari hal. 5
uang yang telah mereka bayar kepada broker.
Bagaimanapun, broker adalah badan usaha,
dan Maba adalah komodotinya, harus ada
profesionalitas. Jika tidak, BPA perlu
menindaknya,”ujarnya.
Tidak jauh berbeda, Anas Fathurrazzi
juga berpendapat bahwa selama ada surat
himbauan yang dikeluarkan oleh KBRI,
selama itulah PPMI harus patuh dan tidak
mengambil resiko. Adapun jika PPMI tetap
bersikukuh, maka syaratnya harus dengan
catatan bahwa PPMI harus bersikap
transfaran, terbuka, dan kontrol sosial
terhadap Masisir. Selain itu juga harus
bersikap tegas dalam menunjuk broker-
broker yang dapat dipercaya.
“Alangkah baiknya PPMI adakan forum
mengajak seluruh elemen Masisir untuk
merembuk masalah terkait Camaba.” ujarnya.
Ia juga menambahkan, ”Ingat, bukan hanya
Camaba saja yang membutuhkan perincian
dana, namun Almamater, kekeluargaan
mereka yang terbilang Masisir juga
bertanggungjawab dengan keberadaan
Camaba,” pungkasnya.
Pihak BPA juga berpesan kepada
Camaba dan PPMI, agar bersikap sabar dan
menunggu adanya tes seleksi resmi dari
Kementrian Agama (Kemenag). Agar tidak
ada kekecewaan antar kedua belah pihak.
“Camaba cenderung berpikir pergi ke Mesir
untuk langsung kuliah. Namun setibanya di
Mesir ternyata masuk ke Daurah Lughah,
maka secara tidak langsung Camaba merasa
kecewa.”
Lalu, kepada para broker, BPA berharap
agar Camaba tidak dijadikan sebagai lahan
bisnis semata. “Kasihan Camaba, mereka
tidak tahu apa-apa. Membantu sih boleh, tapi
jangan makan mereka (Camaba)”.
Sedangkan untuk Masisir secara umum,
Azril mengajak untuk bersama-sama
memikirkan organisasi Masisir. “Karena saya
amati sendiri, beberapa tahun terakhir laju
organisasi di Masisir mengalami penurunan
dibanding tahun-tahun sebelumnya.”
Ia juga menambahkan, ”Itu karena
sebagian dari Masisir kesehariannya
menghabiskan waktu untuk mengangkat isu-
isu politik. Kendatipun demikian kita tidak
boleh lupa dengan organisasi di Masisir,
apalagi saat ini Camaba dilanda masalah. Kita
pikirkan bersama, musyawarah bersama.
BPA sendiri sedang dalam proses untuk
bermusyawarah bersama mediator-mediator
(broker), itu bukan karna kami mengadili,
akan tetapi kami hanya ingin menegakkan
UUD BPA.”
Apapun yang terjadi, tentunya kita
berharap bahwa carut-marut permasalahan
Camaba ini bisa segera diatasi, tanpa harus
ada satu pihak pun yang merasa dirugikan.
[ë] AInun, Malik, Heni. Rijal.
TëROBOSAN
- e
dis
i 35
9 -
Fe
bru
ari 2
01
4
alam rangka menyambut musya-
warah cabang Pimpinan Cabang
Istimewa Muhammadiyah (PCIM)
Mesir ke-5, PCIM Mesir mengada-
kan lomba esai dengan tema “Kritik dan
Tinjauan Terhadap Gerakan Pemikiran
Modern dan Gerakan Dakwah Muhammadi-
yah.”
Waktu pelaksanaan lomba ini dibagi
menjadi tiga: pertama, pengiriman esai yang
dimulai dari 20 Januari-17 Februari. Lalu
penilaian esai pada 18 Februari-21 Februari
dan pengumuman tiga nominator
pemenang pada tanggal 21 Februari ketika
dialog umum.
Ketiga nominator pemenang tersebut
diundang untuk menghadiri acara Training
Kader Tarjih, yang diadakan pada tanggal
22 Februari 2014, untuk mempresentasi-
kan esai mereka di hadapan para juri dan
tamu undangan juri.
Setelah presentasi dari para nominator
pemenang, maka keluarlah Maulana Abdul
Aziz sebagai juara pertama, Fahmi Hasan
sebagai juara kedua dan Muhammad Yusuf
Ibrahim sebagai juara ketiga. [ë] Ramdani
Lomba Esai PCIM Mesir
Wihdah Mengadakan Follow Up Tabarak
Doc. Photo PCIM
Follow Up Tabarak merupakan
salah satu rangkaian acara WIHDAH yang
diadakan untuk memeriahkan ulang tahun
WIHDAH yang ke-25. Seluruh rentetan
acara tersebut dirangkai dalam satu pro-
gram kerja yang dinamakan
“WhatsApp” (Wihdah Smart and Art Perfor-
mance) sebagai wujud terjalinnya ukhuwah
yang kuat. Acara ini diselenggarakan mulai
dari tanggal 30 Januari-20 Februari 2014.
Acara follow up tabarak ini merupakan
perekrutan suatu pengembangan lembaga
tahfidz yang bersumber di Tanta, guna
mencetak pribadi yang unggul dalam
menghafal Al-Quran sejak usia dini. Dengan
biaya perdaftaran sebesar 170 LE, peserta
dapat mengetahui tips yang digunakan
dalam mendidik anak agar dapat
menghafal Al-quran sejak usia 3,5 tahun
dan juga pola makan yang baik untuk
merefresh sistem kerja otak, sehingga
dapat menyimpan hafalan ayat Al-quran.
Acara follow up Tabarak ini direal-
isasikan di Wisma Nusantara dan berlang-
sung pada tanggal 2-6 Februari 2014.
Rangkaian acara lainnya yang dil-
aksanakan untuk memeriahkan ulang ta-
hun WIHDAH dalam WhatsApp ini adalah
Bookfair Advanture, Duta Keputrian, Lom-
ba Diskusi Ilmiyah dan acara puncak yaitu
Wihdah Exhibition dan Art Performance.
[ë] Difla
Doc. Photo WIHDAH
TëROBOSAN
- edisi 3
59
- Feb
ruari 2
01
4
eningnya rumah ini seperti, hanya
aku dan nenek (Fatimah Zahro’ at
-Tamsir) beserta kucing putih
peliharan nenek yang mera-
maikan gubuk ini. Sebut saja aku
Amirah (Siti Amirah Bilqis bintu at-Tamsir)
entah kenapa ada embel-embel tamsir di
belakang namaku. Aku si cewek tengil,
kocak namun rajin beribadah. Aku selalu
menuruti kata-kata nenek, apapun itu. Ne-
nek orang yang baik dan pastinya menya-
yangiku. Hehe..
Glodakkkk…. Suara tak diundang mem-
bangunkan tidurku tepat pada pukul 01.00
dini hari. Kuanggap itu hanya gawean si
kucing yang selama ini tinggal di rumahku.
Namun suara itu terdengar kembali. Tingg…
tingg… glodakkkk… “Ahh.. si kucing belum
makan kali ya anak ini” ujarku kesal. Dan
untuk ketiga kalinya suara itu terdengar
kembali, tanpa berfikir panjang akupun
bergegas dari kamar tidur untuk melihat
suasana di sana.
“Masyaallah…. Nenek gue. Nenek ngapa-
in jam segini cuci piring? Nenek kan sakit.”
“Miraaa… hari ini nenek bisa
mengerjakan pekerjaan rumah. Sudahlah,
kamu shalat malam saja, nduk.”
“Inggih nenek”jawabku, tanpa banyak
komentar.
Tak tega rasanya meninggalkan nenek
dengan berbagai pekerjaan rumah yang
sudah menyambutnya. Tak terasa, mataha-
ripun sudah nongol di depan rumah, aku
pergi keluar untuk mengintip nenek yang
sedang membersihkan halaman. Dalam hati
aku bergumam, “Heran aku dengan nenek
satu ini, kenapa setiap pagi bersusah payah
membersihkan daun dengan cara mengam-
bilnya satu per satu? Padahal sapu dan
cikrak selalu tersedia di pojok rumah.”
“Nenek, sampai dewasa ini aku tak
pernah sekalipun membersihkan halaman
ini, izinkan Mira membersihkann-
ya.”pintaku.
Nenek menepis,“Nenek saja yang mem-
bersihkannya, mira.”
“Ya sudah nek, kenapa nenek tidak
menggunakan sapu? Luweh cepet tho, Nek
daripada diambil satu persatu.”
Nenek akhirnya tersenyum manis pa-
daku dan menyuruhku untuk segera bersiap
-siap pergi ke sekolah. “Hmmm…. Mungkin
ini salah satu jenis olahraga nenek kali ya?”
fikirku.
Tak lama kemudian aku siap untuk
berangkat sekolah. Kudatangi nenek rajin
yang tak kunjung selesai membersihkan
halaman yang cukup luas itu.
“Nenek, Mira berangkat sekolah dulu.”
Ku kecup tangan nenek yang sangat dingin.
Nenek,“Iya nduk..” sebelum pergi nenek
sempat mengucapkan sesuatu padaku.
“Mira…. Makanlah yang enak, tidurlah yang
nyenyak, jadilah kamu orang yang
puenakkk.”
“Iya nenek, tangan nenek dingin sekali,
muka nenekpun pucat sekali, nenek istira-
hat saja.”
“Nenek akan tidur sebentar lagi nduk.
Nenek sayang Mira.”
“Mira juga nek.”
Aku pun pamit. Di tengah-tengah perjal-
anan sempat terlintas di benakku mengenai
kata-kata nenek tadi. “Makanlah yang enak,
tidurlah yang nyenyak, jadilah kamu orang
yang puenak.” Apa yaa maksudnya???? Tapi
tak masuk akal jika hanya makan dan tidur
bisa jadi orang yang puenak. Hmm .. su-
dahlah, nanti sepulang sekolah akan kutan-
yakan pada nenek.
***
Awan mendung disertai dengan petir
melanda hatiku, sedih, gelap, tangis, tiada
sanggup ku bendung, begitu cepat nenek
meninggalkanku. Sedangkan segudang per-
tanyaan masihh bersarang di benakku.
Yaa… umur seseorang siapa yang tahu.
“Kullu nafsin dzaaiqotul maut.” Setelah
semua selesai, kudatangi kamar nenek, tak
sengaja kutemukan botol berisi secarik
kertas, kubaca isinya:
“7 Komitmen (jalan menuju kecerdasan)
1. Bersungguh-sungguh
2. Shalat malam
3. Makan yang sedikit
4. Selalu dalam keadaan suci
(berwudhu)
5. Membaca al-Quran dengan
melihatnya (setiap hari)
6. Jauhi maksiat
7. Jangan makan jajanan pasar.
Insyaallah….!!!!!”
Seseorang menghampiriku, dan kurasa
aku tahu siapa dia, Bu Lek Aisyah, sahabat
dekat nenekku. “sabar ya nduk, ikhlashkan
kepergian nenekmu. Jangan lupa men-
doakannya setiap hari. Bu Lek lah yang
akan merawatmu sekarang.” terdengar
suara isak tangis dari pelupuk mata Bu lek.
“Iya Bu Lek, terimakasih.” Jawabku tak
menahan.
“Nenekmu wanita yang hebat, setiap
pagi ia mengambil daun di halaman rumah
satu per satu dengan membaca sholawat.
Beliau berkata “Kelak di akhirat nanti daun-
daun tersebut yang akan menjadi saksi bah-
wa nenekmu membaca sholawat kepada
kanjeng Nabi Muhammad Saw. keluarganya,
beserta sahabat-sahabatnya.”
Tuing….pyarr..pyar… Jadi nenek mem-
baca sholawat, kukira nenek sedang ber-
olahraga. Ucapku dalam hati.
“Lalu, apa Bu Lek mengerti tentang pe-
san nenek padaku?”
“Inikan pesannya?” (Makanlah yang
enak, tidurlah yang nyenyak, jadilah kamu
orang yang paling puenak)
“Iya Bu Lek benar sekali, aku tak sempat
menanyakan kepada nenek.”
“Ndukk… makanlah ketika kamu lapar,
makan akan terasa enak. Makan itu untuk
hidup bukan hidup untuk makan. Dan
bekerjalah dengan giat, ketika kamu letih,
istirahatlah, tidur akan menjadi nyenyak.
Lalu belajarlah yang rajin dengan menga-
malkan 7 komitmen itu, kelak ilmumu lah
yang akan menjadikanmu orang yang
puenak nduk di dunia maupun akhirat.”
“Subhanallah….!!!!” Tak sengaja air mata
ini semakin deras di pipiku.
“Bu Lek memang baru boleh cerita
sekarang, setelah nenekmu meninggal.”
Ya Allah…. Aku rindu dia. Nenekku……
Bismillahirrahmaanirrahiim, aku ber-
janji akan melaksanakan 7 komitmen itu
dan menjalankan pesan nenek. Tak kusang-
ka semuanya mengandung arti yang begitu
bermakna untukku. Ku sebut itu sebagai
“Pesan Mungil Nenek.”
Nenekku hebat. Bagaimana dengan ne-
nek-nenekmu??...
-Siti Shofiyah-
[ë]
Pesan Mungil Nenek
Express Copy Menerima segala jenis
fotokopi
Mahatthah Mutsallas,
Hay `Asyir
Building 102 Sweesry.
Hp: 01001726484
TëROBOSAN
- e
dis
i 35
9 -
Fe
bru
ari 2
01
4
Masisir.
Sebuah komunitas perantau ilmu dari
Indonesia dengan berbagai macam karakter
dengan dinamikanya yang pasang surut dan
silih berganti. Dengan keanggotaan yang
jumlahnya ribuan, maka fakta tersebut dia-
mini oleh jumlah organisasi dengan keraga-
man latarbelakang, visi, misi dan orientasi.
Berangkat dari hal tersebut, masisir ber-
dinamika, sehingga nampaklah model mini
dari sebuah masyarakat yang secara umum
anggotanya memiliki stigma ‘terpelajar’.
Dari berbagai ragam karakter, masisir
menyatu. Laju organisasi secara umum di-
setir oleh satu generasi masisir selama satu
atau dua tahun. Namun tidak dipungkiri ada
beberapa yang setia dengan organisasinya
dan menghabiskan masa hidup di Cairo lalu
terpaksa pensiun karena harus kembali ke
tanah air. Tetapi ada pula yang acuh tak
acuh dengan organisasi dan memilih untuk
hidup di dunianya sendiri.
Sayangnya, harus diakui bahwa bebera-
pa tahun belakangan gerak organisasi
masisir terasa semakin ‘melempem’. Benar
bahwa secara umum program kerja ter-
laksana, media –baik cetak maupun online-
tetap terbit lalu disebarkan. Pemimpin dan
anggota berganti, junior menjadi senior,
tongkat estafet terus digulirkan, dan begitu-
lah yang terus terjadi. Namun tidak dapat
dipungkiri, ada ‘kekeringan’ dalam dina-
mika masisir yang utamanya digerakkan
oleh organisasi-organisasinya.
Ada sebuah pertanyaan besar yang hen-
daknya tidak diacuhkan. Dari setiap organ-
isasi dengan berbagai macam jenis dan lat-
arbelakangnya, media atau komunitas
manapun dalam dinamika masisir, juga dari
berbagai perlombaan, kompetisi dan per-
ayaan yang digelar, apa yang sudah
dihasilkan darinya? Apakah mereka telah
menelurkan para organisatoris yang peka
dan memberi solusi? Atau telah lahir penu-
lis-penulis dan kritikus yang mampu mem-
baca keadaan dan menyadarkan masisir
akan permasalahan kekinian? Atau justru
lahir atlet dan seniman amatir, yang terhi-
tung diluar dari target-target ‘keilmuan’?
Apapun jawabannya, tentu lebih bijak
untuk sejenak mengevaluasi diri. Mungkin
saja dalam menjalankan aktifitas, kita ter-
jebak dalam dinamika yang dipaksakan.
Yang penting program terlaksana, kegiatan
tetap berjalan dan asal tidak ‘mati’. Atau
bisa jadi kita fokus hanya pada hal yang
bombastis, sehingga perkara lain yang nam-
paknya remeh, benar-benar tidak kita
pedulikan sehingga tanpa sadar hal itu men-
jadi bumerang bagi diri sendiri.
Begitulah ketika egoisme merajai dan
masing-masing menjadi fokus pada dirinya
sehingga kian hari kian terpupuslah ruh
keteladan. Ya, ruh keteladanan yang se-
makin langka. Mungkin itu yang membuat
banyaknya oknum masisir yang malas un-
tuk turut berkecimpung dan terjun berdina-
mika, dan lebih memilih hidup dalam
‘tempurung’ yang mereka ciptakan sendiri.
Sedikitnya sosok-sosok teladan yang
menginspirasi. Mungkin itu pula yang mem-
buat beberapa aktivis merasa tidak kunjung
menemukan tempat yang nyaman untuk
menyalurkan semangat beraktifitasnya.
Sehingga tanpa sadar mencari teladan dan
inspirasi di banyak lahan, akhirnya mereka
disibukkan dengan berbagai macam organ-
isasi dan kegiatan. Yang berujung pada tid-
ak adanya ‘fokus’ dan hasil karya yang
setengah-setengah alias tidak maksimal.
Mereka yang malas dan bersembunyi
dalam tempurungnya, semakin terlena dan
enggan untuk keluar. Sementara yang aktif
di luar justru terjebak oleh aktifitas di sana
sini sehingga karya yang dihasilkan kurang
optimal. Masing-masing sibuk di dunianya,
semakin jarang yang peduli atau
mengkritisi lingkungan dan berbagai fe-
nomena di sekitarnya.
Meskipun Ada yang mencoba untuk
bersikap kritis, namun ternyata yang nam-
pak adalah pertikaian tidak sehat dan beru-
jung pada caci maki, tidak mencerminkan
sikap dan perilaku layaknya akademisi.
Tentu kita belum lupa dengan pertikaian
‘panas’ antar oknum, yang seolah
mencitrakan masisir terbagi dalam dua
kubu berseberangan, sungguh sayang hal
itu direkam dalam beberapa jejaring sosial.
Mengapa harus disibukkan dengan perde-
batan yang inti persoalan dan objeknya di
luar kemampuan? Perdebatan yang hanya
menghasilkan permusuhan dan tidak mem-
beri dampak apapun, melainkan pem-
borosan waktu dan tenaga. Padahal apa
yang terekspos dalam dunia maya dapat
disaksikan oleh seluruh dunia, tidak
terkecuali masyarakat di tanah air, yang
menaruh harapan besar pada para akade-
misi luar negeri. Ada benarnya bahwa kita
kurang belajar dari sejarah bangsa sendiri.
Mungkin tidak banyak yang mengabadikan
sikap Muhammad Natsir dan DN Aidit yang
saling serang saat membahas dasar negara
dalam sidang BPUPKI, namun di luar ru-
angan mereka bisa mengobrol mesra
dengan kopi hangat di kafetaria.
Kembali pada ruh keteladanan, saya
pikir itu yang saat ini masisir butuhkan.
Bukan hanya pada satu sosok saja. Karena
saat ini bukan pencitraan ‘bombastis’ dan
gaya ‘perlente’ yang masisir butuhkan.
Melainkan sosok-sosok yang patut ditelada-
ni dan menginspirasi yang berada di setiap
organisasi, media dan komunitas-
komunitas lainnya. sudah seharusnya kita
malu jika tahun-tahun singkat yang dilewati
di Mesir ini tidak memberi inspirasi dan
keteladan untuk generasi berikutnya.
Tentu kita pun berharap bahwa
kegiatan, perayaan dan hingar bingar acara
masisir yang mulai ramai di awal musim
semi ini dan ke depan akan semakin padat,
bukan hanya acara ‘warisan’ yang sekedar
dijalankan dan tidak memberi nilai positif
untuk masisir. Baiknya menjadi catatan,
bahwa di manapun kita aktif berdinamika,
hendaknya dimulai dengan niat positif dan
semangat ‘hari ini melayani, esok hari
menginspirasi’.
Masisir, selamat berdinamika!
*Penulis adalahPimpinan Perusahaan
Buletin Terobosan.
Mencari Sosok Teladan dalam Masisir Oleh: Ainun Mardhiyyah*
TëROBOSAN
- edisi 3
59
- Feb
ruari 2
01
4
Masisir dan Relativitas Waktu Oleh: Nasrullah*
Saya lebih memilih umur pendek yang
penuh makna dan karya, daripada umur
panjang yang hampa (Ibnu Sina)
Relatif berarti nisbi. Artinya, nilai atau
kadar sesuatu selalu bergantung dengan
lainnya. Dalam soal waktu, satu jam yang
dihabiskan untuk makan sambil nonton
terasa lebih cepat daripada talaqqi. Tapi,
satu jam talaqqi terasa lebih cepat
dibandingkan setengah jam menunggu bus
80 coret. Dalam contoh tersebut, kecepatan
waktu bergantung bagaimana pelaku men-
jalani kegiatan-kegiatan itu.
Albert Einstein memang didaulat sebagai
orang pertama yang memproklamirkan te-
orinya dengan label ‘relativitas waktu’. Na-
mun teori itu bukan monopolinya. Karena,
secara substansial, Al-Quran sudah membic-
arakan relativitas waktu, belasan abad sebe-
lum bapak fisika itu lahir.
Secara halus, Al-Quran berbicara tentang
relativitas waktu dalam kisah Ashabul Kahfi
yang tidur selama 300 tahun. Saat
terbangun dari tidur panjangnya, mereka
bertanya-tanya, “Berapa lama kita tertidur?”
yang lain pun menjawab, “sehari, atau tak
sampai sehari.” Jawaban serupa juga diucap-
kan oleh hamba saleh – konon, beliau adalah
Uzair – saat ditanya berapa lama ia tertidur.
Padahal sehari atau tak sampai sehari –
menurutnya itu – pada kenyataannya adalah
seratus tahun (QS. 2: 259).
Anda bisa saja membantah, dengan
beralasan bahwa kisah itu adalah kisah
orang-orang tidur. Tidur satu jam, sehari
semalam atau ratusan tahun, rasanya sama
saja. Saat terbangun, kita tentu akan men-
gukur lamanya tidur dengan kebiasaan
umum tidur manusia, sehari atau sekian jam
misalnya.
Tapi Al-Quran sendiri akan menegaskan
bahwa relativitas waktu bukan hanya untuk
orang yang tidur. Karena saat orang-orang
durhaka ditanya di akhirat kelak, berapa
lama kalian hidup di dunia? “sehari atau tak
sampai,” jawab mereka (QS. 23:112-113).
Bahkan ada yang merasa bahwa hidup
mereka di dunia itu hanya sesaat di siang
hari, sekadar untuk saling berkenalan (QS.
10: 45) (Lihat juga QS. 46: 35 dan 79: 46).
Apakah sepanjang hidup mereka tidur? Ten-
tu tidak.
Selain kisah-kisah yang direkam di da-
lam Al-Quran, relativitas waktu juga dirasa-
kan oleh sebagian orang-orang saleh. Imam
Al-Syafi’i contohnya. Saat searching dalil
ijma’, beliau mengkhatamkan Al-Quran
sebanyak tiga kali dalam semalam, yang
akhirnya menemukan ayat 115 dari surat Al
-Nisa. Padahal kita perlu berhari-hari untuk
sekali khatam. Paham pun tidak.
Anda tentu tak asing dengan cerita para
sahabat atau tabi’in yang mengkhatamkan
Al-Quran dalam satu rakaat. Salah seorang
kyai di Tremas juga pernah mengkhatamkan
Al-Quran hanya dalam hitungan menit, tak
sampai setengah jam. Padahal, menurut
saksi, tempo bacaannya sedang.
Relativitas waktu ternyata juga dirasa-
kan kawan-kawan Masisir. Menurut mereka
– dan menurut saya juga, waktu di Mesir
berjalan dengan sangat cepatnya. Mengapa
saya mengatakan ‘waktu Mesir’, itu karena
menurut mereka yang telah pulang ke Indo-
nesia, waktu di sana tak secepat di sini.
Bahkan anda yang belum bernostalgia
dengan waktu Indonesia pun, bisa merasa-
kan betapa cepatnya waktu di Mesir ini ber-
lalu.
Silahkan ukur sendiri, mulai kegiatan
harian dari bangun sampai tidur lagi. Baru
sarapan dan sedikit penyegaran, tiba-tiba
sudah zhuhur. Istirahat, asar. Tiba-tiba hari
sudah Jumat. Tahu-tahu ujian, rihlah, LPJ
dan SPA, tiba-tiba sudah mengantri di depan
mama jawazat. Bimbel lagi, liga futsal lagi,
dan rapat lagi. Tiba-tiba visa habis. Ketemu
mama lagi deh.
Meskipun mulai menyesuaikan diri
dengan kondisi Mesir, saya pribadi merasa
belum lama menginjakkan kaki di negeri
berdebu ini. Saya bisa mengingat dengan
baik rasa senang dan sakitnya naik pesawat
untuk yang pertama kali. Namun, jika dihi-
tung, sebenarnya saya di sini sudah hampir
tiga tahun. Tapi jika dirasakan, rasanya baru
beberapa bulan.
Efek apakah? Mungkin, kita kurang cepat
bergerak. Kita dan waktu memang sama-
sama bergerak, berpacu menuju sebuah titik
tertentu. Tapi sebagai pelajar, pergerakan
kita terlalu lambat dari yang ‘seharusnya’.
Manusia secara fisik didesain untuk taat.
Tubuhnya akan tumbuh besar seiring ber-
tambahnya usia. Dia akan tumbuh sehat
sesuai asupan makanan. Sama dengan fisik
manusia, tabiat waktu adalah taat. Ketika
ditawari oleh Tuhan, “datanglah kalian
(langit dan bumi) dengan suka atau
terpaksa!” Mereka menjawab, “kami datang
dengan senang hati (taat).” (QS. 41: 11). Ayat
itu sebagai simbol ketaatan makhluk yang
tercipta tanpa punya pilihan (lih. Al-Kassyaf
jilid 4/105), seperti waktu.
Tapi secara batin, manusia berpotensi
untuk membangkang atau patuh. Dia bisa
memilih. Mau patuh dengan hukum Allah
atau tidak, dia diberi kebebasan. Pilihan
inilah yang tak dimiliki oleh waktu.
Pelajar itu seharusnya ‘harus sangat’
sibuk sekali dengan ilmu. Seperti imam Na-
wawi yang rela makan dan minum hanya
sekali sehari, tidur hanya saat ‘kalah’ dengan
kantuk, hingga rela tak mengkonsumsi ma-
kanan yang sekiranya mengganggu proses
belajar. Itu semua beliau lakukan agar bisa
menghadiri 12 halaqah keilmuan setiap
harinya, lalu mengulang pelajarannya
sesampainya di rumah. Begitu setiap hari.
Bahkan pernah selama dua tahun beliau tak
rebahan saat tidur.
Kalau kita? Organisasi, game, makan 4x
sehari, pasang status, rihlah bulanan, dan
merasa perlu merayakan even yang ingin
dirayakan. Sehingga untuk urusan ilmu,
yang menjadi tanggung jawab sebenarnya,
kita terhitung lambat selambat-lambatnya.
Nah, karena ‘sang waktu’ istiqamah
dengan desain kecepatannya dan kita ber-
jalan terlalu loyo, akhirnya kita merasakan
betapa cepatnya waktu berlalu. Dan itulah
waktu Mesir bagi Masisir.
Jika kita melihat dua kelompok – dalam
Al-Quran – yang merasakan waktu ratusan
tahun hanya sehari itu, ternyata mereka
adalah kelompok yang tertidur atau durha-
ka. Saat kita merasakan waktu berjalan be-
gitu cepatnya, saya khawatir, jangan-jangan
kita terlalu banyak tidur. Dalam artian terla-
lu terlena dengan nikmat hidup. Atau bisa
juga termasuk pendurhaka, durhaka sebagai
pelajar. Mungkin sang waktu akan sedikit
berkompromi jika kita mempercepat
langkah kita. Sehingga empat tahun tetap
terasa empat tahun, bukan empat bulan.
Untuk kawan-kawan mahasiswa baru,
saya ucapkan selamat datang. Dan selamat
berpacu dengan gesitnya waktu Mesir. Em-
pat tahun bukan waktu yang lama untuk
menuntut ilmu. Namun juga bukan waktu
yang sedikit untuk disia-siakan.
*Penulis adalah mahasiswa tingkat dua
Fakultas Bahasa Arab Universitas Al Azhar,
Cairo
Email/YM: transferindo.mesir@yahoo.com
FB: Tranferindo Mesir
top related