BAB III GONG PERDAMAIAN DUNIA DI AMBON DALAM …repository.uksw.edu/bitstream/123456789/13342/3/T2_752015017_BAB... · dan berdasarkan hasil survey tata guna tanah ... (Buton, Bugis,
Post on 03-Mar-2019
231 Views
Preview:
Transcript
41
BAB III
GONG PERDAMAIAN DUNIA DI AMBON
DALAM KACAMATA ORANG AMBON
Ambon merupakan ibu kota propinsi Maluku yang tidak hanya terkenal
dengan kekayaan alam, namun juga beragam suku, budaya dan agama. Komunitas
agama terbesar yang dianut oleh warga kota Ambon adalah Islam dan Kristen. Tahun
1999-2004 merupakan sejarah kelam yang terjadi di Ambon karena konflik
kemanusiaan bernuansa agama. Berbagai upaya perdamaian dilakukan demi
menciptakan kembali suasana hidup “orang basudara” di kota Ambon. Selanjutnya,
sebagai salah satu dari simbol rekonsiliasi, tahun 2009 Gong Perdamaian Dunia
diletakan di pusat kota Ambon.
Pada Bab ini akan dijelaskan dua hal pokok, antara lain : (1) Pemaknaan
masyarakat terhadap Gong Perdamaian Dunia di Ambon, (2) Upaya rekonsiliasi dan
hubungan lintas agama di Ambon.
3.1. Gambaran Umum Kota Ambon.
3.1.1. Letak Geografis
Letak Kota Ambon sebagian besar berada dalam wilayah Pulau Ambon, yang
secara geografis berada pada posisi: 3º - 4º Lintang Selatan dan 128º - 129º Bujur
Timur, di mana secara umum Kota Ambon meliputi wilayah di sepanjang pesisir
dalam Teluk Ambon dan pesisir luar Jazirah Leitimur dengan total panjang garis
42
pantai 102,7 Km. Sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 1979 luas wilayah
Kota Ambon seluruhnya seluas 377 km2 dan berdasarkan hasil survey tata guna tanah
tahun 1980 luas wilayah daratan Kota Ambon tercatat seluas 359,45 Km2.1
Secara keseluruhan Kota Ambon berbatasan dengan Kabupaten Maluku Tengah
dengan batas – batas sebagai berikut: Sebelah Utara dengan Desa Hitu, sebelah
Selatan dengan Laut Banda. Sebelah Timur kota Ambon berbatasan dengan Desa
Suli, dan sebelah Barat dengan Desa Hattu.2
Gambar 1. Peta Kota Ambon.
1 R. Rizky dan T. Wibisono, Mengenal Seni dan Budaya Indonesia (Jakarta: CIF Penebar
Swadaya Group, 2012), 119. 2 http://peta-ambon.blogspot.co.id/2013/01/gambaran-umum-wilayah-kota-ambon.html
43
3.1.2. Demografis.
Dilihat dari aspek demografis dan etnisitas, kota Ambon merupakan potret
kota yang plural. Di kota Ambon berdiam etnis-etnis Alifuru, (asli Maluku) Jawa,
Bali, BBM, (Buton, Bugis, Makassar) Papua, Melayu, Minahasa, Minang, Flobamora
(Suku-suku Flores, Sumba, Alor, dan Timor) dan ada pula keturunan orang asing
(komunitas peranakan Tionghoa, komunitas Arab-Ambon, komunitas Spanyol-
Ambon, komunitas Portugis-Ambon, dan komunitas Belanda-Ambon). 3
Wilayah administrasi Kota Ambon ini berdasarkan Peraturan Daerah
(PERDA) Kota Ambon Nomor 2 Tahun 2006 dimekarkan menjadi 5 kecamatan dari
sebelumnya 3 kecamatan, yang membawahi 20 kelurahan dan 30 desa/ negeri. Jumlah
desa/ negeri dan kelurahan serta luas setiap kecamatan adalah seperti pada Tabel
berikut ini.
Tabel 1.
Jumlah Desa dan Negeri Kota Ambon.
No. Kecamatan Ibukota
Jumlah Desa/Kelurahan Luas WilayahDaratan(Km2)
Desa/Negeri Kelurahan
1. Nusaniwe Amahusu 5 8 88,35
2. Sirimau Karang
Panjang
3 11 86,82
3. Teluk Ambon
Baguala
Passo 6 1 40,11
4. Leitimur
Selatan
Leahari 8 - 50,50
5. Teluk Ambon Wayame 7 1 93,67
Kota Ambon 29 21 359,45
3 www.ambon.go.id/keadaan-geografis.
44
Pendidikan
Fasilitass pendidikan tersebar di seluruh kecamatan di Kota Ambon, yang
terdiri dari 197 Sekolah Dasar, 10 Madrasah Ibtidiyah, 48 Sekoah Menengah
Pertama, 6 Madrasah Tsanawiyah, 33 Sekolah Menengah Atas, 12 Sekolah
Menengah Kejuruan, dan 2 Madrasah Alayiah. Berdasarkan distribusi sarana, maka di
Kecematan Sirimau memiliki sarana pendidikan terbanyak, sedangkan di Kecamatan
Leitimur Selatan, sarana pendidikan yang tersedia masih pada pendidikan umum
yaitu SD, SMP, dan SMA. 4
Tabel 2
Fasilitas Pendidikan yang Tersedia di Kota Ambon
No. Kecamatan Jumlah Sarana Pendidikan
Jumlah Umum Agama
SD SMP SMA SMK MI MTs MA
1. Nusaniwe 55 11 10 2 1 - - 79
2. Sirimau 68 18
10
6 6 4 2 114
3. T. A. Baguala 28 8 6 2 2 1 - 47
4. Leitimur Selatan 12 4 2 - - - - 18
5. Teluk Ambon 34 7 5 2 1 1 - 50
Kota Ambon 197 48 33 12 10 6 2 308
4 Badan Perencanaan dan Pembangunan Kota Ambon.
45
3.1.3. Perkembangan Kota Ambon.
Kota Ambon mengalami perkembangan yang cukup pesat. Hal ini terlihat
dengan adanya dua mall besar di Ambon yang turut mempengaruhi roda
perekonomian, antara lain Maluku City Mall yang berlokasi di Tantui, dan Ambon
City Center di daerah Passo. Selain itu, sebagai ikon terbaru Kota Ambon, Jembatan
Merah Putih dijadikan sebagai jembatan terpanjang di kawasan Indonesia Timur.
Jembatan yang berlokasi tepat di Teluk Dalam Pulau Ambon ini menghubungkan
Desa Rumah Tiga (Poka), Kecamatan Sirimau pada sisi Utara dan Desa Hative Kecil-
Galala, Kecamatan Teluk Ambon pada sisi selatan. Jembatan Merah Putih hadir
untuk menunjang pengembangan fungsi kawasan Teluk Ambon sesuai dengan Tata
Ruang Kota Ambon. Secara teknis panjang jembatan ini adalah 1.140 meter yang
terbagi ke dalam tiga bagian yaitu, Jembatan Pendekat di sisi Desa Poka sepanjang
520 meter, Jembatan Pendekat di sisi Desa Galala sepanjang 320 meter, dan Jembatan
Utama sepanjang 300 meter. Jembatan Merah Putih ini mempersingkat jarak dan
waktu tempuh dari Kota Ambon menuju Bandara Pattimura dan sebaliknya, sehingga
biaya operasional kendaraan berkurang. Sebelum ada Jembatan Merah Putih, jarak
Bandara Internasional Pattimura ke Kota Ambon yang berkisar 35 kilometer harus
ditempuh selama 60 menit dengan memutari Teluk Ambon.5
5http://properti.kompas.com/read/2016/04/04/060000521/Jembatan.Merah.Putih.Berdiri.Megah.
Melintasi.kota.Ambon.
46
Di bidang kesehatan, kota Ambon pun semakin berkembang pesat dengan
didirikannya Rumah Sakit Siloam. Rumah Sakit RS Siloam Ambon akan dilengkapi
dengan fasilitas terbaik seperti pusat trauma darurat yang efektif, dengan dokter yang
terlatih untuk perawatan trauma dan mampu menangani pasien stroke, serangan
jantung dan kecelakaan. Investasi pada perlengkapan medis termuktakhir yang sesuai
standar internasional meliputi MRI 1,5 tesla, CT Scan 128 slice dan Catch-Lab yang
mampu mendiagnosa kasus-kasus paling kompleks. Rumah sakit Siloam Ambon,
juga akan dilengkapi Tele medecine atau format komunikasi digital lain yang
memungkinkan rumah sakit mengakses sumber daya spesialisasi klinis terbaik pada
pusat kompetensi dan juga jaringan internasional yang dimiliki. Rumah sakit ini juga
meningkatkan percepatan perekonomian di Ambon-Maluku. Selain itu dibangunnya
rumah sakit ini, akan menyerap tenaga kerja lokal untuk bekerja sebagai perawat di
rumah sakit tersebut.6
3.1.4. Sistem Adat dan Budaya
Pela-gandong merupakan salah satu tradisi budaya di Maluku yang
memainkan peranan penting dalam relasi Islam-Kristen di Maluku. Tradisi ini di
masa lalu juga berfungsi untuk menyelesaikan masalah-masalah yang terjadi dalam
masyarakat. Tradisi pela-gandong mengandung nilai-nilai moral seperti kebersamaan,
persatuan, saling menghargai, kesetaraan, dan perdamaian.
6 http://indonesiabangkit.net/2016/09/06/hadiah-untuk-ulang-tahun-ke-441-siloam-hospitals-
segera-melayani-warga-ambon/
47
Gandong (berasal dari kata kandung atau kandungan) dan pela pada dasarnya
berbeda. Namun pada masa kemudian sering disamakan saja. Bahkan ada yang
menggolongkan gandong juga sebagai salah satu bentuk pela. Jika dua (atau lebih)
negeri memiliki hubungan gandong hal itu karena mereka merasa memiliki asal usul
yang sama, yaitu berasal dari satu keturunan, dari nenek moyang yang sama.
Perempuan atau laki-laki dari negeri-negeri gandong tidak boleh saling mengawini.
Itu merupakan salah satu larangan untuk hubungan gandong. Larangan dan sanksi-
sanksi dalam hubungan gandong hampir mirip dengan larangan-larangan dan sanksi-
sanksi dalam hubungan pela. 7
Pela adalah adalah sejarah hidup orang Maluku, khususnya Maluku Tengah,
yang di dalamnya terkandung penghayatan akan nilai-nilai relasi antar manusia, baik
yang diawali dengan atau tanpa ketegangan. Pela merupakan penciptaan relasi yang
bersifat komunal dan bukan personal. Dilihat dari sejarah terjadinya pela maka pela
dapat dikatakan merupakan solusi dalam menghadapi ketegangan dan persoalan-
persoalan hidup dengan menekankan perbaikan relasi antar manusia. Menurut bahasa
asli negeri-negeri di Maluku Tengah, pela memang bisa diartikan sebagai sahabat
(sahabat yang dipercaya) atau saudara, karena mereka yang berada di dalam ikatan
pela menganggap satu dengan yang lain, tanpa memandang usia dan kedudukan,
sebagai sahabat, bahkan lebih dari sekedar sahabat yaitu sebagai saudara. Pela juga
dapat diartikan sebagai “selesai”, “sudah berakhir“ atau “berhentilah”. Hal ini bisa
dikaitkan dengan berakhirnya ketegangan, termasuk peperangan antar negeri, atau
7 Proyek Pengembangan Media Kebudayaan (Indonesia), Lembaga Budaya Pela dan Gandong
di Maluku: Latar Sejarah, Peranan, dan Fungsinya (United State: University of Michigan, 2000) 113.
48
persoalan di dalam sebuah negeri atau di antara negeri-negeri dan mereka mengikat
diri dalam hubungan pela.8
Berdasarkan ritual terjadinya pela, ada yang disebut pela tampa (tempat) sirih
karena ikatan pela dibuat dengan mengedarkan sirih pinang kepada semua yang hadir.
Ada juga yang disebut pela minum darah karena pela tersebut dimeteraikan dengan
darah. Darah diambil dari jari-jari wakil wakil negeri yang membuat sumpah dan
dicampur dengan minuman alkohol lokal, sopi. Sopi yang sudah dicampur darah ini
kemudian oleh mereka diminum setelah masing-masing pihak mencelupkan senjata
perang mereka. Ada juga yang disebut pela batu karang, karena ikatan pela dibuat
setelah kapitan (panglima perang) dari kedua negeri yang berperang tidak mampu
saling mengalahkan setelah bertarung di atas batu karang.9
Tujuan dibentuknya Pela:10
1. Pela dibentuk dengan tujuan untuk mengakhiri peperangan atau pertikaian dan
untuk menciptakan hidup yang damai di antara negeri-negeri yang berkonflik.
2. Pela dibentuk karena perasaan senasib dan sepenanggungan karena tekanan
dan penindasan
3. Pela dibentuk dengan tujuan mengakhiri rasa saling permusuhan, terkait
dengan sikap terhadap penjajah.
4. Pela yang dibentuk dengan tujuan mengatasi kesulitan-kesulitan dalam
kehidupan, terutama masalah ekonomi.
8 http://ukdw.ac.id/journal-theo/index.php/gema/article/viewFile/40/pdf
9 Arsip dari sekertariat Majelis Latupati Kota Ambon.
10 http://ukdw.ac.id/journal-theo/index.php/gema/article/viewFile/40/pdf.
49
5. Pela yang dibentuk dengan tujuan mendekatkan kembali hubungan sebagai
saudara sekandung – sama dengan gandong– karena merasa berasal dari
keturunan yang sama atau memiliki asal usul yang sama.
6. Pela yang dibentuk dengan tujuan melanjutkan hubungan yang semulanya
adalah hubungan antar pribadi – terkait dengan masalah cinta - menjadi
hubungan antar negeri.
Setiap anak negeri terikat kepada aturan-aturan yang sudah ditetapkan terkait
dengan ikatan pela yang ada. Aturan-aturan ini terkait dengan apa yang menjadi hak
dan kewajiban antara negeri yang satu dengan yang lain. Setiap anak negeri
mempunyai tanggung jawab untuk melaksanakan aturan-aturan tersebut. Sanksi-
sanksi terkait dengan pelanggaran terhadap aturan-aturan tersebut seringkali lebih
bersifat psikologis. Artinya tidak ada kewajiban atau aturan untuk membayar
semacam denda jika seseorang atau negeri melanggar aturan yang ditetapkan. Orang
Maluku percaya bahwa sanksi itu akan diberikan langsung oleh tete nene moyang
(para leluhur) dalam bentuk yang kadang sulit untuk dijelaskan dengan akal sehat.
Aturan yang paling menonjol adalah larangan untuk saling mengawini antar laki-laki
dan perempuan dari negeri pela. Negeri-negeri pela juga terikat dalam tanggung
jawab untuk saling tolong menolong satu dengan yang lain, kapan saja, bahkan dalam
bentuk apa saja, misalnya dalam acara bersih desa, pembangunan tempat ibadah atau
baileu (balai desa) atau sekolah.11
11
Arsip dari sekertariat Majelis Latupati Kota Ambon.
50
3.2. Konsep Gong
3.2.1. Sejarah dan Perkembangan
Pada kurun waktu 500 awal Masehi, gendang perunggu mulai masuk di
Indonesia sebagai salah satu alat barter yang digunakan oleh negara lain. Hal ini
didukung dengan adanya gendang perunggu di Kepulauan Indonesia, seperti Sumatra,
Jawa, Bali, Sumbawa, Selayar, Seram, Kei dan pulau lain di Maluku, Rote dan pulau
lain di Nusa Tenggara Timur, juga di daerah Irian Barat. Gendang perunggu di
Indonesia, dibuat pada tahun 19 dan 20 Masehi sebagai mahar atau perangkat upacara
dan alat perkusi. 12
Sejak dahulu, masyarakat Maluku senang bermain musik dan bernyanyi, dan
gong digunakan sebagai salah satu alat pengiring tari-tarian tradisional. Di Maluku,
Gong sendiri memang tidak terlalu dikenal atau dianggap sebagai satu alat musik
yang sering digunakan dalam acara-acara resmi maupun upacara adat bila
dibandingkan dengan tifa dan totobuang. Namun, bukan berarti gong sama sekali
tidak dikenal oleh orang Maluku, khususnya Ambon. Jenis gong yang ada di Maluku
yaitu, gong sedang dan gong yang digunakan dalam alat musik totobuang. Gong
sedang terbuat dari kuningan dengan motif 2 ekor naga yang mengungkapkan ihwal
kekuatan dan dampak, dengan motif asal negeri Cina. Dahulu, gong berfungsi
menjadi alat barter cengkeh serta pala, cenderamata yang diberikan oleh para
pedagang Jawa kepada raja-raja di Maluku, alat komunikasi, mahar serta harta
12
http://www.anakmusik.com/2015/08/sejarah-alat-musik-gong.html
51
kekayaan. Gong juga dimainkan sebagai pengiring tari-tarian (seperti tari Cakalele).
Setiap tabuhan suara gong mempunyai makna tersendiri. 13
Gambar 2. Gong Sedang14
Totobuang merupakan alat musik yang terbuat dari kuningan. Totobuang
berarti tetabuhan yang dalam terminologi bahasa Jawa dikenal dengan memainkan
alat musik gamelan. Aliran musik ini terdiri dari gong atau dalam bahasa Melayu
Ambon diklaim "totobuang" yang ditata secara diatonik (diatonic scale), berjumlah
12 - 14 buah. Selain gong ada juga minimal 4 jenis tifa (gendang), yakni tifa fikir, tifa
fasa, tifa potong dan tifa bass. Masing-masing tifa memiliki nada ritme sendiri.
Empat pola ritme pokok itu dapat dikembangkan menjadi beberapa ritme lain,
tergantung kualitas pemain.
13
Wawancara dengan sekretaris Majelis Latupati Kota Ambon. Tanggal 2 Februari 2017. 14
Sumber: http://www.informasitradisional.tk/2016/04/Inilah-Alat-Musik-Tradisional-
Maluku.html
52
Gambar 3. Gong Totobuang15
Gong merupakan alat musik pengiring alat-alat musik yang lain, terbuat dari
logam kuningan dalam ukuran yang besar, bahkan ada pula gong yang garis
tawangnya mencapai lebih dari 1 meter. Hal ini dimaksudkan agar gong dapat
mengeluarkan bunyi yang lebih bass, lebih keras, dan gaungnya lebih lama (panjang),
sehingga bunyi gong dapat didengar dari jarak yang relatif jauh. Gong dimainkan
dengan cara dipukul menggunakan kayu atau alat khusus yang dibuat untuk itu. Gong
yang sudah ditempa belum dapat ditentukan nadanya. Nada gong baru terbentuk
sesudah dibilas dan dibersihkan. Jika nadanya masih belum sesuai, gong dikerok
sehingga lapisan perunggunya menjadi lebih tipis Selain itu ada juga alat musik gong
genggam yang dimainkan sambil berjalan ataupun menari. Gong yang mempunyai
suara rendah, ditabuh dengan pemukul kayu yang ujungnya di balut dengan karet,
katun, ataupun benang. Gong dimainkan dengan cara ditopang dengan kelima jari dan
15
Sumber: http://www.informasitradisional.tk/2016/04/Inilah-Alat-Musik-Tradisional-
Maluku.html
53
dimainkan dengan memukul gong tersebut menggunakan alat pemukul. Cara
memegang menggunakan lima jari ini ternyata mempunyai kegunaan khusus. Sebab
satu jari (telunjuk) dapat digunakan untuk meredam getaran gong dan mengurangi
volume suara denting yang dihasilkan. Fungsi alat musik gong adalah dimainkan
sebagai bagian dari upacara keluarga, masyarakat, kerajaan, dan juga keagamaan.
Selain dikenal sebagai alat musik, gong dianggap juga sebagai harta, mas kawin,
pusaka, perangkat upacara, dan alat komunikasi antarwarga.16
3.2.2. Sejarah Gong Perdamaian Dunia
Gong Perdamaian Dunia adalah sebuah gong yang merupakan simbol
perdamaian dunia. Gong Perdamaian Dunia telah ditempatkan pada beberapa negara.
Di Indonesia, Gong Perdamaian Dunia diletakan di Bali dan Ambon. Tujuan dari
keberadaan Gong Perdamaian Dunia adalah meniadakan perang, konflik sara,
terorisme, dll. Museum Gong Perdamaian Dunia terdapat di Jepara tepatnya,
desa Plajan yang diresmikan oleh Menteri Pekerjaan Umum.17
Gong Perdamaian Dunia berasal dari desa Plajan Kecamatan Pakis Aji,
Kabupaten Jepara, Provinsi Jawa Tengah. Gong ini telah berusia sekitar 450 (empat
ratus lima puluh) tahun dan dijaga oleh Ibu Musrini yang merupakan pewaris gong
generasi ketujuh dan bertempat tinggal di desa Plajan Lereng Barat gunung Muria.
Gong ini dibuat oleh seorang wali asal Kerajaan Demak sebagai sarana dakwah
16
Sita Hidayah, Titi Mumfangati, dkk, Sanggar Seni Sebagai Wahana Pearisan Budaya Lokal:
Studi Kasus Sanggar Seni Jaran Bodhag Sri Manis Kota Probolinggo (Direktorat Jendral Kebudayaan,
2012), 40. 17
https://id.wikipedia.org/wiki/Gong_Perdamaian_Dunia
54
dalam mengajarkan agama Islam ke daerah pegunungan yang pada waktu itu
masyarakatnya masih menganut kepercayaan animisme. Cikal bakal “Gong
Perdamaian Dunia” (World Peace Gong) sebagai sarana yang mampu menyatukan
umat manusia di seluruh dunia, berasal dari Gunung Muria di Jawa Tengah-
Indonesia.18
Gong Perdamaian Dunia terbuat dari perunggu berbentuk lingkaran dengan
diameter 3m dan berat 150kg. Pada lingkaran luar menampilkan bendera 202 negara
anggota Komite Perdamaian Dunia, menyajikan pesona perdamaian abadi. Pada
lingkaran tengah terdapat tulisan “Gong Perdamaian Dunia” adalah identitas jati diri
bangsa Indonesia, pencetus Gong Perdamaian Dunia. Bunga Teratai sebagai pemisah
antara dua tulisan maupun yang ada pada samping kiri dan kanan memiliki arti
keindahan, perdamaian dan keseimbangan. Pada lingkaran dalam tampak sepuluh
simbol agama yang menyatakan bumi dipenuhi oleh penganut-penganut 10 (sepuluh)
agama besar di dunia. Sedangkan lingkaran puncak Gong Perdamaian Dunia
menampilkan bola dunia atau globe sebagai representasi semua manusia yang hidup
di bumi sebagai wadah dari sebuah keluarga dunia.19
Gong Perdamaian Dunia merupakan adalah simbol perdamaian yang
diciptakan oleh Komite Perdamaian Dunia, sebuah lembaga kemasyarakatan
internasional yang berbasis di Indonesia. Keberadaan Gong Perdamaian Dunia ini
sekaligus hendak menunjukan bahwa Indonesia bukanlah negara teroris (berdasarkan
18
http://nasionalisme.id/blog/sekilas_tentang_gong_perdamaian_dunia/2016-07-19-71 19
Brosur Warisan Budaya “Perdamaian Dunia”. Diperoleh saat wawancara di Dinas
Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Maluku. Tanggal 30 Januari 2017.
55
pengalaman bom Bali).20
Gong Perdamaian Dunia di Indonesia diwujudkan pasca
musibah Bom Bali I akhir tahun 2002 oleh Presiden Komite Perdamaian Dunia,
Djuyoto Suntani bersama Gede Sumarjaya Linggih (anggota DPR RI) didukung oleh
tokoh nasional Edi Darnadi dan Lieus Sungkharisma. Gong Perdamaian Dunia
dibunyikan pertama kali oleh Presiden Republik Indonesia Abbdurahman Wahid dan
Wakil Presiden Megawati Soekarnoputri di Bali pada 31 Desember 2002 tepat pukul
00.00 WITA dihadapan seluruh tokoh bangsa, untuk mencanangkan tahun 2003
sebagai Tahun Perdamaian Indonesia.21
Gong Perdamaian Dunia yang berasal dari Indonesia kemudian dibuat
replikanya dan ditempatkan di negara-negara yang tergabung dalam anggota Komite
Perdamaian Dunia. Gong Perdamaian Dunia dibuat sebagai upaya untuk membangun
perdamaian bangsa-bangsa dan manusia di dunia. Beberapa negara awal penerima
Gong Perdamaian Dunia dipilih, misalnya Mozambique karena memiliki berbagai
aktivitas perdamaian dan kemanusiaan dalam 10 tahun terakhir. Di Laos, Gong
Perdamaian Dunia ditempatkan sebagai apresiasi kepada negara yang mampu
mewujudkan stabilitas dan perdamaian di wilayahnya. Sedangkan penempatan Gong
Perdamaian Dunia di Hungaria dilatarbelakangi pada komitmen negara untuk
memajukan perdamaian dunia dan kerukunan umat manusia.
20
http://travel.kompas.com/read/2008/04/14/13054589/Gong.Perdamaian.Indonesia.Dipajang.di.Hongaria
21 Dokumen Peresmian Gong Perdamaian Dunia di Ambon. Sumber: Arsip Dinas Kebudayaan
dan Pariwisata Provinsi Maluku.
56
Tabel 3.
Negara-negara di Dunia Yang Telah Memiliki Gong Perdamaian Dunia.
No. Negara No. Negara No. Negara
1. Cina 10. Finlandia 19. Suriname
2. India 11. Venezuela 20. Jerman
3. Mozambique 12. Maroko 21. Austria
4. Laos 13. Korea Utara 22. Afrika Selatan
5. Hungaria 14. Korea Selatan 23. Vietnam
6. Mesir 15. Malasia 24. Papua New Guine
7. Kanada 16. Thailand 25. America
8. Belanda 17. Bosnia 26. Australia
9. Iran 18. Jepang 27. Indonesia.
3.2.3. Gong Perdamaian Dunia di Ambon.
Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat dan Presiden Komite Perdamaian
Dunia menunjuk Kota Ambon sebagai tempat monument Perdamaian Dunia ke
XXVII – Tahun 2009. Maksud penempatan Gong Perdamaian Dunia di Ambon
57
adalah untuk mewujudkan kota Ambon menjadi kota Perdamaian Dunia, dengan
beberapa tujuan yang melatarbelakangi hal tersebut antara lain ialah agar semangat
perdamaian tetap ada di Indonesia khususnya di Maluku (Kota Ambon), dan untuk
menunjang pariwisata di Maluku/Ambon.22
Monumen Gong Perdamaian Dunia di Ambon dilakukan dalam kurun waktu 2
(dua) bulan, dan berada di pusat kota yang dikelilingi oleh jalan kendaraan umum
yang mudah dijangkau. Biaya pembangunan monumen Gong Perdamaian Dunia
Ambon sebesar Rp. 2.200.000.000,- (dua miliar dua ratus juta rupiah). Gong
Perdamaian Dunia Ambon diresmikan pada tanggal 25 November 2009, bertempat di
Taman Pelita Kota Ambon. Gong Perdamaian di Ambon diresmikan oleh Presiden
Republik Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono.23
Gong Perdamaian Dunia ini
menjadi simbol untuk menyatukan energi dan semangat persatuan bagi masyarakat
Ambon.24
Gong Perdamaian Dunia di Ambon ternyata memiliki nilai filosofis.
Konstruksi monumen terdiri dari gong (bahan kuningan) dan perisai (alumunium
komposit) dengan dasar konstruksi beton yang bentuknya mengerucut ke atas. Bentuk
monument Gong Perdamaian Dunia di Ambon terbagi atas tiga bagian, yaitu bagian
bawah, tengah, dan atas. Bagian bawah terdiri dari 17 (tujuh belas) dan 8 (delapan)
anak tangga, yang menggambarkan tanggal dan bulan proklamasi Republik
22
Dokumen Peresmian Gong Perdamaian Dunia di Ambon. Sumber: Arsip Dinas Kebudayaan
dan Pariwisata Provinsi Maluku. 23
Dokumen Peresmian Gong Perdamaian Dunia di Ambon. Sumber: Arsip Dinas Kebudayaan
dan Pariwisata Provinsi Maluku. 24
Gagas Ulung, Extremely Maluku (Jakarta: Gramedia) 18.
58
Indonesia. Bagian tengah terdiri dari 4 (empat) perisai. Sedangkan bagian atas terdiri
dari 5 (lima) lingkaran yang menggambarkan tahun proklamasi Republik Indonesia.
Sehingga monumen Gong Perdamaian Dunia tersebut menggambarkan hari
proklamasi Republik Indonesia yaitu tanggal 17 bulan 8 tahun 45. Empat buah perisai
menggambarkan keragaman masyarakat Maluku yang terdiri dari 4 (empat) etnis
besar yaitu etnis Maluku Tengah, Buru, Maluku Tenggara, dan Maluku Utara. Empat
perisai tersebut diisi oleh ornament dari keempat etnis yang ada. Pada bagian atas
Gong Perdamaian Dunia, terdapat 5 (lima) lingkaran menyatukan 4 (empat) perisai
sehingga menjadi satu kesatuan utuh yang mengelilingi Gong Perdamaian sebagai
wujud kebersamaan dari keragaman masyarakat Maluku dan Indonesia untuk
menjaga perdamaian dunia. Hal ini sesuai dengan amanat pada pembukaan Undang-
Undang Dasar 1945, yakni turut serta melaksanakan ketertiban dunia dan perdamaian
abadi.25
25
Arsip dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi Maluku.
59
Gambar 4. Monument Gong Perdamaian Dunia di Ambon26
3.2.4. Gong (Perdamaian Dunia) Bukan Warisan Orang Ambon
Orang Ambon memiliki gong yang pada beberapa daerah di wilayah Maluku,
digunakan sebagai alat musik pengiring tari-tarian, upacara-upacara adat tertentu, dan
juga sebagai alat komunikasi. Namun, bila dibandingkan dengan daerah di Pulau
Jawa, penggunaan gong di Ambon sangat minim. Jenis gong yang hingga saat ini
digunakan adalah totobuang, tapi orang Ambon sendiri tidak ingin bila totobuang
dikatakan sebagai gong. Gong yang memiliki fungsi sebagai alat komunikasi antar
warga misalnya di daerah Jawa, Bali, dan daerah lainnya ternyata memiliki perbedaan
pengenalan oleh orang Maluku pada umumnya, dan Ambon secara khusus. Tahuri,
tifa dan totobuang yang lebih dikenal secara luas oleh orang Ambon sebagai alat
komunikasi, pengiring tarian dan lagu tradisional yang lazim digunakan dan warisan
budaya mereka.
Kalo mo banding gong deng tahuri maka katong lebih kanal tahuri27
darpada gong. Orang tatua dolo-dolo, marinyo dong kalo mo panggel
masyarakat par bakumpul pasti dong tiop tahuri. Jarang pake gong.
Kalo dari bentuk mangkali totobuang mirip deng gong, tapi tetap saja
26
Sumber: https://khairilanas354.wordpress.com/tag/gong-perdamaian-dunia-ambon/ 27
Tahuri adalah alat musik dan komunikasi yang dikenal didaerah pesisir kepulauan Maluku.
Alat musik ini terbuat dari kulit kerang dan dibunyikan menggunakan cara ditiup. Jika ditiup bunyinya
akan terdengar nyaring. Semakin mungil ukuran kerangnya, semakin nyaring bunyinya. Semakin besar
ukuran kerangnya, bunyinya pun semakin rendah. Pada awalnya alat musik tahuri berfungsi sebagai
alat komunikasi antara raja dan warga, serta raja dengan staf-staf negeri. Kemudian dalam
perkembangannya tahuri berfungsi pula sebagai pemandu dalam acara-acara adat di Maluku. Tahuri
juga menjadi salah satu benda arkeologi. Tahuri sebagai alat musik tradisional masyarakat Maluku,
dan sebagai cendramata atau souvenir baik buat lokal maupun non lokal.
60
akang bukan gong. (Bila ingin membandingkan gong dengan tahuri
maka kami lebih mengenal tahuri daripada gong. Orang tua zaman
dulu, marinyo ketika hendak memanggil masyarakat untuk berkumpul
pasti mereka akan meniup tahuri. Jarang sekali mereka menggunakan
gong. Jika dilihat dari bentuknya, mungkin totobuang tampilannya
mirip dengan gong, tetapi tatap saja totobung bukanlah gong).28
Gong bukanlah alat musik atau suatu benda yang mudah ditemukan dan sering
dipergunakan oleh orang Ambon dalam acara-acara adat atau kegiatan resmi lainnya.
Beberapa daerah tertentu di Indonesia menggunakan gong sebagai alat musik
pengiring tari-tarian, atau ketika gong dipukul menjadi tanda bagi masyarakat untuk
berkumpul di suatu tempat dan mendengarkan sebuah pemberitahuan, namun tidak
demikian dengan orang Ambon. Orang Ambon lebih akrab dengan tahuri sebagai alat
atau benda yang berasal dari tradisi atau kebudayaan mereka, atau disamping itu
dikenal sebuah alat musik khas orang Ambon yaitu totobuang, namun bagi orang
Ambon sendiri, totobuang bukanlah gong.
Yang beta tahu, gong itu akang bukan asli katong orang Ambon
punya. Gong itu akang banyak di Jawa, orang Jawa boleh, dong pake
akang banya. Katong orang Ambon seng pake akang di acara-acara
penting kayak mau acara nikah atau manari kayak di Jawa. Orang
tatua kasi kanal katong deng tifa totobuang, itu baru yang katong tahu
akang asli dari sini. Biasanya katong di Maluku nih orang-orang
Sarane yang barmaeng akang totobuang itu, tapi akang paleng bagus
kalo dengan musik sawat yang biasa orang Salam dong pake. Ada
sanggar-sanggar yang khusus macam di Soya, nah kalo ada acara
adat mau sambut tamu dari luar baru dong sanggar itu yang biasa
maeng totobuang, karna memang seng samua orang deng samua
daerah tahu barmaeng totobuang tu. (Yang saya ketahui, gong
bukanlah asli milik orang Ambon. Gong kebanyakan dan lebih sering
dipergunakan oleh orang Jawa. Kami, orang Ambon tidak
28
Wawancara dengan Shuresj Tomaluweng, pekerja perdamaian di Ambon dari komunitas
Badati, beragama Kristen. Tanggal 4 Februari 2017 di Passo, Negri Lama.
61
menggunakan gong dalam acara-acar penting seperti pernikahan atau
tari-tarian. Orang tua atau leluhur mengenalkan kami dengan tifa
totobuang, alat tersebutlah yang kami tahu berasal dari daerah kami
(Ambon-Maluku). Biasanya alat musik tifa totobuang dimainkan oleh
orang-orang Kristen, namun dengan perpaduan musik sawat yang
biasanya dimainkan oleh orag Islam, bunyinya terdengar indah. Ada
sanggar-sanggar khusus seperti di Soya yang bila ada acara adat atau
penyambutan tamu dari luar maka mereka itulah yang biasanya
memainkan tifa totobuang, karena memang tidak semua orang dan
semua daerah tahu cara memainkan tifa totobuang). 29
Menurut orang Ambon sesuai dengan sejarah atau apa yang mereka dengar
dari nenek moyang mereka, gong tidak berasal dari Ambon. Gong lebih banyak
ditemukan dan dipakai di Pulau Jawa. Tifa totobuang adalah alat yang lebih sering
dipergunakan oleh orang Ambon dan diketahui berasal dari Ambon. Tifa totobuang
dimainkan secara solo namun juga dapat dikombinasikan dengan permainan musik
sawat. Disini ditemukan perjumpaan antar agama dalam pentas musik karena pada
umumnya, yang memainkan tifa totobuang adalah orang Kristen, sedangkan musik
sawat dimainkan oleh orang Islam. Meskipun tidak semua orang atau semua daerah
tahu cara menggunakan atau memainkan tifa totobuang, namun tradisi penyambutan
tamu atau acara adat dengan memakai totobuang tidak pernah mati, sebab beberapa
daerah di Ambon-Maluku tetap melestarikan tradisi ini, dan bahkan negeri-negeri
tertentu membentuk sanggar dimana anak-anak muda diajarkan untuk memainkan tifa
totobuang.
29
Wawancara dengan sekertaris Majelis Latupati Kota Ambon. Tanggal 31 Januari 2017, di
Kantor Majelis Latupati Kota Ambon.
62
Orang Ambon memahami bahwa gong bukanlah alat musik tradisional
maupun alat yang dipakai dalam tradisi atau adat dan kebudayaan yang lahir,
bertumbuh dan berkembang dalam tatanan hidup mereka. Gong sama sekali bukan
warisan leluhur yang kerap kali digunakan oleh orang Ambon, karena asal dan
intensitas penggunaan sebuah gong di Ambon terbilang sangat minim. Dengan
demikian, masyarakat Ambon sama sekali tidak menemukan identitas mereka lewat
gong, maupun Gong Perdamaian Dunia. Orang Ambon tidak “terwakilkan” melalui
gong, dan sebaliknya gong tidak dapat mewakilkan dirinya sebagai simbol orang
Ambon.
3.2.5. Gong Perdamaian Dunia Hanya Aset Pemerintah Daerah.
Gong Perdamaian Dunia atau yang dikenal secara global dengan World Peace
Gong bukanlah aset satu-satunya warga Ambon, pasalnya gong perdamaian dunia
sudah tersebar sangat banyak di beberapa negara di dunia. (lih. Tabel 3). Gong
Perdamaian dunia yang berlokasi di Taman Pelita, Ambon merupakan Gong
Perdamaian Dunia ke-35.
Gong ini dianggap milik pemerintah provinsi Maluku. Hal ini disebabkan
karena setiap pengunjung yang dalam seminggu berkisar 40-50 orang ketika hendak
memasuki monument Gong Perdamaian Dunia di Ambon harus membayar biaya
masuk sebesar Rp.5.000/orang entah itu pendatang dari luar Ambon, atau bahkan
warga Ambon sendiri.30
Sedangkan, gong tersebut tampak tidak terawat dan dikelola
30
Hasil wawancara dengan salah satu penjaga/penjual karcis masuk Monument Gong Perdamaian Dunia. Tanggal 30 Januari 2017, di Monument Gong Perdamaian Dunia Ambon.
63
dengan baik. Pengunjung hanya bisa berfoto di bagian atas (gong), tapi jarang sekali
pintu museum (yang berisi dokumentasi tentang konflik Maluku 1999-2002) di buka
bagi para pengunjung. Masyarakat Ambon jarang sekali terlibat secara penuh dalam
aktivitas menyuarakan perdamaian melalui Gong Perdamaian Dunia, dan lebih parah
lagi walau pun ternyata kegiatan seperti itu diadakan, partisipasi pemerintah sangatlah
minim.
Gambar 5. Gong Perdamaian Dunia di Ambon (Tampak tidak terawat).
Beta waktu itu, tahun 2013 biking project film tentang perdamaian
yang judulnya “Hanna”, dan karna mau supaya film ini bisa dinikmati
banyak orang deng sebaik mungkin, katong mau putar di Gong
Perdamaian karena lokasinya itu batul-batul titik central di kota
Ambon. Kenyataannya adalah beta deng tamang-tamang nih adalah
anak muda yang ingin menyuarakan perdamaian lewat media ini
(pemutaran film) dan sebagai volunteer katong seng dibayar. Tapi
saat katong bicara deng dinas Pariwisata Proinsi Maluku yang pung
wewenang kelola Gong Perdamaian, katong akses dibatasi, harus
64
sewa keamanaan, sewa lokasi Rp.2.500.000.00,- (dua juta lima ratus
ribu rupiah), dan pemerintah sama skali seng kasi dukungan untuk
katong pung kegiatan perdamaian itu. Dan malah sampe disana, dong
tanya kanapa musti putar film di gong sini?. Jadi par beta, gong ini
cuma jadi simbol pencitraan saja dari pemerintah voor dunia luar liat
kalo dolo pernah terjadi konflik basar di Ambon la skarang ni su
damai. (Di Tahun 2013, saya sedang membuat project film tentang
perdamaian yang berjudul “Hanna”, dan karena keinginan agar film ini
dapat dinikmati oleh banyak orang sebaik mungkin, kami hendak
memutar film ini di lokasi Gong Perdamaian karena tempatnya yang
strategis dan merupakan titik pusat Kota Ambon. Saya dan beberapa
teman lainnya adalah anak-anak muda yang ingin menyuarakan
perdamaian lewat media ini, yaitu pemutaran film bertema
perdamaian, dan sebagai relawan pekerja perdamaian, kami sama
sekali tidak mendapat bayaran dari siapa pun. Namun, saat kami
berbicara dengan Dinas Pariwisata Provinsi Maluku yang memiliki
kewenangan untuk mengelola Gong Perdamaian Dunia, akses kami
malah dibatasi, kami harus menyewa keamanan, biaya sewa lokasi
sebesar Rp.2.500.000.00,- (dua juta lima ratus ribu rupiah) dan
pemerintah sama sekali tidak memberi dukungan atau pun
berkontribusi dalam kegiatan perdamaian dimaksud. Bahkan, ketika
kami berbicara dengan mereka, mereka malah bertanya mengapa harus
memutar film tersebut disini? Jadi menurut saya, Gong Perdamaian
dunia ini hanya menjadi simbol pencitraan saja oleh Pemerintah
kepada dunia luar untuk mengetahui dan melihat bahwa dulu pernah
terjadi konflik besar-besaran di Ambon dan sekarang Ambon sudah
damai).31
Bagi pekerja perdamaian di Ambon, awalnya mereka melihat Gong
Perdamaian Dunia sebagai aset besar bagi rakyat Ambon sendiri, dan lewat Gong
Perdamaian mereka dapat menyuarakan gaung perdamaian sampai ke pelosok
wilayah Ambon. Namun kenyataannya, pemerintah tidak mendukung penuh kegiatan
perdamaian yang dilakukan, dan malah mempertanyakan alasan penggunaan
monument Gog Perdamaian Dunia yang jelas-jelas telah diketahui alasannya. Hal
31
Wawancara dengan Rifky Husain. Salah satu pekerja perdamaian di Kota Ambon, beragama
Islam. Tanggal 28 Februari 2017, di Jl. Ay Patty.
65
inilah yang kemudian mengakibatkan kurangnya kepedulian masyarakat Ambon
sendiri terhadap Gong Perdamaian Dunia.
Jelas terlihat dalam hal ini bahwa pemerintah hanya melihat Gong Perdamaian
Dunia sebagai “penghias kota” yang mendatangkan pendapatan daerah. Pemerintah
menjadi pihak yang memberi fasilitas bagi masyarakat kota Ambon dan pengunjung
lainnya untuk melihat Gong Perdamaian Dunia sebagai simbol perdamaian yang
ditempatkan di Ambon. Namun kenyataannya, fasilitas tersebut tidak dapat
digunakan semaksimal mungkin oleh warga kota Ambon, apalagi oleh pihak-pihak
yang bergerak dalam upaya menyuarakan dan menggemakan suara Perdamaian di
kota Ambon. Selain itu, nampak juga bahwa Gong Perdamaian Dunia tersebut sama
sekali tidak dirawat dengan baik oleh pemerintah yang memang bertanggung jawab
atas gong tersebut. Gong Perdamaian Dunia hanya menjadi simbol yang mati,
maknanya sama sekali tidak diresapi oleh masyarakat kota Ambon, dan yang
seharusnya menjadi fasilitator (pemerintah) pun tidak melakukan kegiatan yang
berarti untuk menyuarakan pesan perdamaian melalui Gong Perdamaian itu.
3.2.6. Gong Perdamaian Dunia: Destinasi Pariwisata VS Simbol Rekonsiliasi.
Gong Perdamaian Dunia yang diletakan di Kota Ambon sejatinya memiliki 2
tujuan, yaitu agar semangat perdamaian tetap ada di Indonesia khususnya di Ambon,
dan untuk menunjang pariwisata di Maluku. Tetapi yang lebih nampak adalah tujuan
kedua dari Gong Perdamaian Dunia. Gong tersebut lebih difungsikan sebagai tujuan
pariwisata dari orang-orang yang berada di luar wilayah kota Ambon. Sedangkan
66
orang Ambon sendiri umumnya melihat Gong Perdamaian dunia ini sebagai tempat
bersantai di sore atau malam hari.
Saya datang ke sini ya karena suasana Gong Perdamaian bila di lihat
malam hari sangat bagus dengan penataan lampunya. Ada tempat
duduk untuk bersantai dan bisa juga untuk kita foto-foto.32
Monument Gong Perdamaian Dunia memang merupakan salah satu tempat di
kota Ambon yang sering dikunjungi oleh orang Ambon sendiri maupun oleh
pendatang dari luar Ambon yang ingin melihat seperti apa bentuk Gong Perdamaian
Dunia di Ambon. Biasanya, menjelang malam, Gong Perdamaian Dunia ramai
dengan pengunjung yang hendak berfoto di monument tersebut. Gong tersebut lebih
diaplikasikan sebagai icon pariwisata.
Gong Perdamaian Dunia di Ambon sepertinya hanya jadi tempat
periwisata. Pemerintah daerah yang punya wewenang tertinggi
harusnya lebih menginfokan tentang Gong Perdamaian ke warga
Ambon, tapi nyatanya tidak. Bahkan, dalam pidato gubernur atau
walikota dan orang penting lainnya, tidak ada yang menyebutkan
tentang gong itu. Akhirnya, masyarakat tidak terlalu menaruh
perhatian atau memiliki pengetahuan dan pemaknaan yang mendalam
tentang Gong Perdamaian Dunia bila dibandingkan dengan Patung
Pattimura, misalnya. Gong Perdamaian dunia ini harusnya menjadi
simbol paling utama tentang rekonsiliasi, mengingat begitu banyak
negara (yang termuat dalam bendera negara-negara dalam gong)
yang mendukung perdamaian terjadi. Tapi minimnya perhatian dari
pemerintah daerah sendirilah yang membuat orang Ambon kurang
memaknai Gong Perdamaian Dunia sebagai simbol rekonsiliasi paling
penting di Ambon. Apalagi dengan museum yang sangat jarang
dibuka. Akhirnya orang kan hanya datang foto-foto tanpa turun lagi
32
Wawancara dengan Shella, salah satu pengunjung Monument Gong Perdamaian Dunia.
Tanggal 3 Februari 2017, di Monument Gong Perdamaian Dunia di Ambon.
67
liat di Museum tentang latar belakang konflik atau bukti-bukti konflik
Ambon. 33
Penyebab Gong Perdamaian Dunia tidak dianggap sebagai salah satu aset
penting tentang perdamaian dan hubungan rekonsiliasi lintas agama bagi orang
Ambon adalah karena pemerintah tidak memberikan informasi yang mendalam
tentang ditempatkannya gong tersebut di Kota Ambon. Pemerintah kota dan provinsi
tidak memaksimalkan fungsi Gong Perdamaian Dunia sebagaimana mestinya, mereka
hanya lebih fokus untuk menjadikan Gong Perdamaian Dunia sebagai tujuan
pariwisata, daripada gong sebagai salah satu simbol perdamaian yang tidak hanya
secara umum bagi dunia, tetapi lebih khusus warga Ambon.
Gong Perdamaian Dunia yang ada di Ambon menurut saya hanya
simbol mati saja. Gong Perdamaian itu hanya dinikmati oleh orang
dari luar wilayah Ambon sebagai “wisata konflik”. Artinya, bila
masuk ke museum bagian bawah gong maka akan terlihat dokumentasi
(berupa foto-foto) saat konflik tahun 1999-2002 terjadi. Ya, syukur
kalau museum itu dibuka, kalau tidak ya pasti pengunjung hanya
berfoto saja di gong tanpa tahu secara jelas bagaimana perjalanan
cerita konflik Ambon. Gong tidak bisa menjadi representasi cara
orang Ambon “bakubae”, gong itu tidak mampu menampung makna
kata damai bagi orang Ambon. Rekonsiliasi terjadi dari hal-hal yang
sederhana. Saat kita melakukan kebaikan dan orang lain pun
melakukan hal yang baik, serta membangun hubungan persaudaraan
yang lebih erat, disitulah damai. (Berdamai).
34
Gong Perdamaian Dunia tidak mendapat perhatian yang besar dari warga
Ambon, gogg tersebut lebih menjadi konsumsi pihak pengunjung yang berasal dari
33
Wawancara dengan Syarifa Alydruz (Ipeh). Salah satu pekerja perdamaian di Kota Ambon,
beragama Islam. Tanggal 28 Februari 2017, di Belakang Soya. 34
Wawancara dengan Rifky Husain. Salah satu pekerja perdamaian di Kota Ambon, beragama
Islam. Tanggal 28 Februari 2017, di Jl. Ay. Patty.
68
luar wilayah Ambon. Bagi narasumber, gong hanya dijadikan “wisata konflik”, yang
mana di bagian bawah monument terdapat museum berisi dokumentasi konflik 1999.
Museum tersebut jarang sekali dibuka, sehingga ketika pengunjung datang, mereka
hanya berfoto di depan Gong Perdamaian Dunia. Hal ini mengakibatkan pemahaman
tentang konflik Ambon hingga berbagai upaya perdamaian yang menjadi sejarah bagi
orang Maluku, tidak dapat dilihat secara langsung oleh pengunjung. Dengan
demikian, gong tidak dimaknai sebagai simbol perdamaian dan rekonsiliasi hubungan
lintas agama di Ambon, orang Ambon lebih melihat perdamaian terwujud dalam
tindakan “baku bae” yang mereka lakukan bagi saudara mereka yang berbeda agama.
Saya tidak melihat Gong Perdamaian Dunia sebagai simbol yang
benar-benar menyuarakan perdamaian di Kota Ambon, sebab gong itu
terlihat sunyi-sunyi saja. Kalau pun ramai, hanya sebagai pajangan
atau tempat wisata. Harusnya di lokasi Gong Perdamaian yang luas
itu dibangun juga tempat atau ruangan-ruangan khusus bagi
komunitas yang bekerja untuk perdamaian di Kota Ambon (supporting
system). Setidaknya gong tersebut dapat menjadi laboratorium untuk
kerja perdamaian yang dilakukan dengan latar belakang menyuarakan
gaung perdamaian menggunakan Gong Perdamaian Dunia di Ambon.
Orang Ambon tidak memaknai Gong Perdamaian Dunia sebagai
simbol perdamaian dan Rekonsiliasi di Kota Ambon atau pun Negeri
Raja-Raja, sebab gong bukan hasil kesepakatan orang Ambon untuk
berada di wilayah mereka.Gong tersebut adalah produk pemerintah.
Perdamaian yang terjadi di Ambon karena pengalaman pahit konflik
’99 dan orang memang telah lelah dan merasa rugi dengan suasana
konflik. Itulah sebabnya ada rekonsiliasi di Ambon, dan bukan karena
Gong Perdamaian Dunia. 35
35
Wawancara dengan Mossalam Latuconsina. Salah satu pekerja perdamaian di Kota Ambon,
beragama Islam. Tanggal 27 Februari 2017, di Ambon City Center, Passo.
69
Gong Perdamaian Dunia menjadi tidak terlalu penting bagi warga Ambon
karena gong tersebut bukan hasil kesepakatan atau permintaan dari masyarakat
Ambon. Konflik berakhir dan orang Ambon berdamai karena pada akhirnya mereka
lelah dan sadar akan akibat dari konflik itu sendiri. Dengan demikian, bagi para
pekerja perdamaian di Ambon, Gong Perdamaian Dunia diharapkan tidak saja
menjadi sebuah pajangan atau hiasan kota. Monument sebesar itu sebaiknya dijadikan
labolatorium untuk pekerjaan perdamaian di Ambon, sehingga tujuan ditempatkannya
Gong Perdamaian Dunia terlaksana lewat berbagai kegiatan yang dilakukan dimana
Gong Perdamaian Dunia menjadi medianya.
Hadirnya Gong Perdamaian Dunia di Ambon bisa menjadi simbol
perdamaian dan sebagai identitas orang Ambon tentang relasi antar
agama khususnya diantara dua komunitas besar agama yang dulu
berkonflik (Islam-Kristen) agar tidak lagi terjadi konflik di masa
mendatang. Namun, tidak ada jaminan yang pasti bahwa dengan
adanya gong itu maka perdamaian bisa terwujud dan tidak akan ada
lagi konflik. Karena pada kenyataannya, konflik selesai dan Ambon
damai berasal dari keinginan orang Ambon lagi untuk tidak lagi
berkonflik.36
Gong Perdamaian Dunia dapat dijadikan sebagai simbol perdamaian bagi
warga Ambon bila berkaca dari konflik yang pernah terjadi tahun 1999. Namun,
kehadiran Gong Perdamaian Dunia sendiri tidak bisa dijadikan jaminan bahwa
dengan adanya gong maka tidak ada lagi konflik. Hal ini lebih condong sebagai
sebuah harapan.
36
Wawancara dengan Sekertaris Majelis Latupati Kota Ambon. Tanggal 4 Februari 2017, di
Kantor Majelis Latupati Kota Ambon.
70
Pernyataan di atas menjelaskan bahwa kehadiran Gong Perdamaian Dunia
sama sekali tidak memiliki dampak besar bagi orang Ambon tentang perdamaian.
Gong hanya sebagai tempat dimana para pengunjung datang dan mengabadikan
moment mereka dengan Gong Perdamaian Dunia di Ambon yang penampilannya
terlihat manarik saat malam hari. Gong Perdamaian Dunia mungkin memiliki nilai-
nilai tertentu bagi pengunjung dari luar Ambon, entah untuk mengetahui bagaimana
suasana konflik saat itu, namun ketertarikan atau minat yang seperti itu, tidak banyak
dimiliki oleh orang Ambon sendiri.
3.3. Upaya Rekonsiliasi dan Hubungan Lintas Agama di Ambon.
Konflik besar-besaran yang terjadi di Ambon telah selesai di tahun 2004.
Penempatan Gong Perdamaian Dunia ke-35 tahun 2009 di Ambon menjadi simbol
bahwa kota Ambon sudah damai. Namun, 11 September 2011, Ambon kembali
dilanda “guncangan konflik” akibat tewasnya tukang ojek beragama Muslim, yang
jenazahnya ditemukan di daerah Kristen. Kericuhan 11 September mengakibatkan
Puluhan kendaraan, rumah serta tempat ibadah terbakar diamuk masa dan
mengakibatkan beberapa orang tewas terkena tembakan serta ratusan orang luka-
luka.
Pihak-pihak yang lelah dengan konflik dan berusaha untuk meminimalisir
agar konflik 11 September 2011 tidak membias semakin luas akhirnya melakukan
upaya-upaya perdamaian di kota Ambon. Berbagai cara dilakukan untuk
71
menyerukan perdamaian di Ambon Manise, kemudian lahirlah komunitas-
komunitas perdamaian yang melakukan kerja perdamaian di Ambon hingga kini.
11 September 2011 melahirkan gerakan “Provokator Damai” yang berjuang
untuk melakukan provokasi-provokasi bernada damai untuk melawan provokasi
yang membuat masyarakat kota Ambon menjadi was-was. Munculah “Gerakan
Badati”, sebuah gerakan damai dengan mediasi perdamaian ala warung kopi.
Sampai pada gerakan “#SaveAru” yang cukup berhasil membantu masyarakat
Kepulauan Aru dari pencaplokan tanah-tanah adat mereka.37
Beta merasa bergabung di Badati38
itu suatu ide dan tindakan yang
bagus. Morika Tetelepta yang panggil beta dan gabung ke Badati, lalu
ketemu deng usi39
Els. Lalu kemudian katong kumpul di Balitbang
GPM dan beta kenal deng bapa Jacky Manuputty. Beta tertarik
dengan inovasinya bapa Jacky tentang filter info. Usi Els bilang
katong program yang di Badati ini bagi-bagi kopi ke orang-orang
yang jaga keamanan waktu peristiwa 11 September dan setelahnya.
Beta kemudian kembangkan filter info dari “provokator damai” itu
dengan minta nomor-nomor kontak beberapa orang (misalnya raja
atau ketua RT, dll) untuk konfirmasi dan bagikan semua info melalui
filter info tadi. Jadi, semua informasi yang katong (Kopi Badati)
berikan adalah informasi yang sebenarnya, sesuai deng apa yang
terjadi. Jadi semua yang katong bikin, ternyata efektif dan sangat
membantu rekonsiliasi. (Saya merasa bergabung di Badati adalah suatu
ide dan tindakan yang benar. Morika Tetelepta adalah orang yang
mengajak saya untuk bergabung di Badati dan di sanalah saya bertemu
dengan Usi Els. Lalu akhirnya kami berkumpul di Balitbang GPM dan
saya kenal dengan Bapak Jacky Manuputty. Saya tertarik dengan
inovasi beliau tentangg filter info. Usi Els menerangkan tentang
program yang dilakukan oleh Badati adalah dengan memberikan kopi
kepada orang-orang yang menjaga keamanan saat 11 September
maupun pasca moment itu. Saya kemudian mengembangkan filter info
dari “provokator damai” itu dengan meminta nomor-nomor kontak
37
http://almascatie.id/2015/06/paparisa-ambon-bergerak-rumah-impian-komunitas-kota-ambon/ 38
Badati adalah sebuah konsep masyarakat tradisional dalam aktifitas memberikan sumbangan
dalam hubungan kerjasama untuk tujuan tertentu. 39
Sapaan untuk kakak perempuan dalam bahasa Ambon, Maluku.
72
beberapa orang misalnya raja-raja di Ambon dan ketua-ketua RT.
Untuk mengkonfirmasi dan membagikan semua informasi filter info
tadi. Dengan demikian, semua informasi yang kami (Kopi Badati)
berikan adalah yang sebenarnya. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan
oleh komunitas Badati ternyata efektif dan sangat membantu
terwujudnya rekonsiliasi di Ambon. 40
Dalam rangka menangkal issue-issue kericuhan pasca 11 September,
didirikanlah sebuah komunitas yang diberi nama badati (bagi-bagi kopi dari Timur).
Mereka disebut juga sebagai provokator damai dimana issue-issue negatif yang
ditujukan untuk memprovokasi warga Ambon sehingga menciptakan suasana
semakin memanas, dilawan dengan informasi berisi kebenaran yang
memperovokasi masyarakt untuk tetap menjaga perdamaian. Salah satu program
unggulan dalam komunitas ini adalah filter info, dimana semua informasi yang
diterima saat itu langsung diverifikasi kebenarannya secara langsung oleh para
provokator damai, sehingga semua informasi yang diterima oleh masyarakat adalah
kejadian yang benar-benar terjadi. Upaya ini dinilai positif dan berhasil untuk tetap
mempertahankan keadaan kota Ambon yang berusaha pulih dan bangkit dari konflik
masa lalu serta menjaga rekonsiliasi hubungan lintas agama di Ambon tetap terjalin.
Waktu itu beta dan teman-teman dari Badati melakukan suatu
kegiatan pasca 11 September 2011 yang berlokasi di monument Gong
Perdamaian Dunia dalam rangka berbagi pengalaman konflik yang
bisa digunakan untuk saling menguatkan dibanding dengan bicara
tentang berapa banyak kehilangan, dll. Alasan pemilihan lokasi
karena tepat sebagai pusat kota Ambon, dan karena sekalian ada
Gong Perdamaian di situ. Dalam kegiatan itu diadakan dialog dan
suguhan pertunjukan seni berupa tarian, pembacaan puisi atau narasi
40
Wawancara dengan Syarifa Alydruz. Salah satu pekerja perdamaian di kota Ambon,
beragama Islam. Tanggal 28 Februari 2017, di Belakang Soya.
73
yang bertujuan untuk menggugah rasa orang-orang yang hadir saat
iu, dimana orang Kristen dan Islam bisa saling mendukung dan
merangkul satu dengan yang lain. Setelah itu ada petisi yang
ditandatangani di atas kain putih yang kami simpulkan sebagai kain
gandong. Keadaan kota Ambon sekarang sudah sangat baik, Kegiatan
ini dianggap sangat berhasil karena peserta yang hadir diluar
perkiraan dan apa yang diharapkan dalam kegiatan ini pun mencapai
target. Tapi tentu aksi-aksi perdamaian tidak bisa berhenti sampai di
titik saat ini, sebab bicara tentang dinamika antar agama merupakan
sebuah proses yang panjang, tiada akhir. Bila hubungan lintas agama
ini ditempatkan dalam kesadaran yang sistemik, maka akan tercipta
situasi damai yang lebih baik lagi. 41
Monument Gong Perdamaian Dunia pernah digunakan pasca 11 September
oleh para provokator damai. Kegiatan tersebut bertujuan untuk tetap mengikat
masyarakat Ambon dalam semangat menjaga perdamaian dan rekonsiliasi hubungan
lintas agama. Dalam kegiatan tersebut, digunakan beberapa model seperti dialog
lintas agama, berbagai pertunjukan seni yang memberi semangat bagi peserta untuk
saling mendukung satu dengan yang lain antar komunitas agama.
Beta tergabung dalam Komunitas Anak Negeri Siwalima (ANSI) yang
inisiatornya adalah Pak Abidin Wakano, Bpk. Jacky Manuputty, Bpk.
Rudi Fofid, Bpk. Abraham Tulalesy, Bu42
Chris Belseran. Anggota
ANSI beragam, didominasi oleh anak-anak muda yang berbeda latar
belakang baik agama (Islam, Protestan dan Katolik) dan suku. Kami
membagikan Kapata43
Damai untuk wilayah-wilayah konflik di kota
41
Wawancara dengan Shuresj Tomaluweng. Salah satu pekerja perdamaian di Kota Ambon,
beragama Kristen. Tanggal 2 Februari 2017, di Passo Negri Lama. 42
Sapaan untuk kakak laki-laki dalam bahasa Ambon, Maluku. 43
Kapata adalah sastra lisan. Ada jenis kapata yang dinyanyikan, artinya memiliki nada atau
melodi, dan ada pula yang dilafalkan tanpa nada seperti melafalkan sajak. Ciri nyanyian ini dapat
dilihat dari cara penyampaiannya yang dituturkan ataudisampaikan secara lisan dari generasi ke
generasi dan dapat menyebar secara luas. Komunitas Anak Negeri Siwalima membagikan Kapata
Damai berupa seruan-seruan damai untuk mengajak orang agar tidak terpancing terhadap hal-hal yang
memprovokasi timbulnya konflik. Kapata ini dibuat dalam bentuk selebaran dan dibagikan kepada
khalayak ramai di Ambon.
74
Ambon. Aksi damai yang dilakukan semuanya tidak dibayar sama
sekali, hal ini murni dari keinginan dan rasa tanggung jawab kami
sebagai anak muda untuk mewujudkan Ambon yang damai. Selain itu,
kami pun membantu dalam mengadvokasi kepentingan masyarakat
terkait hak-hak wilayah adat, dan lingkungan misalnya tambang pulau
Romang44
. (Saya).
Para provokator damai dalam hal ini memiliki andil penting dalam upaya
menjaga perdamaian dan mewujudkan rekonsiliasi hubungan lintas agama di
Ambon. Komunitas-komunitas pekerja perdamaian memberi tanggung jawab yang
besar khususnya terhadap anak-anak muda yang tergabung dalam komunitas
perdamaian sebagai pilar penting untuk menyebarkan pesan perdamaian di Ambon.
Majelis Latupati Maluku sebagai instrumen adat menjalankan tugas
yaitu memelihara dan melindungi hukum adat, membantu
menyelesaikan sengketa antar negeri maupun masyarakat. Dalam
proses kerja perdamaian, kami menjadi fasilitator perdamaian di
Maluku/Ambon dimana telah melakukan rekonsiliasi membantu
pemerintah di beberapa daerah yang berkonflik yaitu konflik Saleman-
Horale, Negeri Lima-Ureng, Hualoy-Seriholo, konflik Hitulama-
Hitumessing, Mamala-Morela, Porto-Haria, dan terakhir konflik
antara Mamala dan Hitulama.
Kelembagaan Majelis Latupati Maluku dibentuk pada tahun 2007. Majelis
Latupati Maluku adalah lembaga adat untuk konsolidasi dan komunikasi untuk
mempersatukan kepala pemerintahan negeri adat dengan gelar Raja, Pati yang
memimpin negeri adat.45
Majelis Latupati dinilai sangat berperan penting membantu
pemerintah demi menciptakan Ambon-Maluku yang damai dengan penggunaan
44
Wawancara dengan Mossalam Latuconsina, Ketua Komunitas Anak Negeri Siwalima
beragama Islam. Tanggal 27 Februari 2017, di Ambon City Center, Passo. 45
Arsip dari Kelembagaan Majelis Latupati Kota Ambon.
75
instrument kearifan lokal yang memperkuat hubungan saudara antar negeri yang
memiliki hubungan pela-gandong.
Seluruh masyarakat di Kota Ambon mulai menata hidup bermasyarakat yang
damai pasca konflik. Meski tidak dapat dipungkiri bahwa segregasi masih ada dengan
daerah pemukiman yang terpisah antara Islam-Kristen. Namun, begitu banyak
kegiatan yang terjadi di Ambon beberapa tahun terakhir yang membuktikan pulihnya
hubungan lintas agama antara dua komunitas agama terbesar di Ambon.
Kepedulian masyarakat Ambon terhadap perdamaian dan suasana hidup yang
rekonsiliatif terlihat dalam peristiwa bersama masyarakat Negeri Hitulama dan
Hitumesing Kecamatan Leihutu, Kabupaten Maluku Tengah (Malteng) dengan
masyarakat Negeri Galala, Kecamatan Baguala, Kota Ambon. Warga Hitu Lama dan
Hitumessing yang mayoritas beragama Muslim, terlihat saling bahu membahu dengan
warga Galala yang mayoritas Nasrani, membongkar gedung gereja Immanuel Galala-
Hative Kecil yang akan direnovasi tahun 2016.
Gereja Protestan Maluku (GPM) turut terlibat secara akktif dalam
membangun perdamaian di Ambon. Majelis Sinode Gereja Protestan Maluku turut
menyerahkan hewan kurban kepada Panitia Hari Raya Qurban Masjid An Nur, Desa
Batu Merah, Sirimau Kota Ambon tanggal 11 September 2016. GPM melihat
tindakan berkurban bukan hanya sebuah rutinitas kegiatan sosial semata, namun lebih
dari itu, adalah penghayatan terhadap nilai-nilai ritual yang mendalam. GPM dalam
76
gagasan "gereja orang basudara", mewujudkan kebersamaan hidup berdampingan
sebagai orang basudara salam-sarane (Islam - Kristen).46
4. Kesimpulan
Berdasarkan data lapangan dan penelusuran dokumen yang diperoleh penulis
melalui proses penelitian, maka realitas yang terjadi menunjukan bahwa monumen
Gong Perdamaian Dunia di Ambon hanya difungsikan sebagai destinasi pariwisata.
Sebagaimana terlihat dalam penelitian yang dilakukan, Gong Perdamaian hanya
digunakan bagi pengunjung Gong Perdamaian Dunia untuk duduk santai dan berfoto
ria. Bahkan, museum yang berada di lantai bawah Gong jarang difungsikan, padahal
museum tersebut sangat penting karena memuat dokumentasi tentang peristiwa
konflik 1999 sampai pada upaya perdamaian saat itu. Gong Perdamaian Dunia
sebagai simbol rekonsiliasi di Kota Ambon tidak mendapat tempat yang mendalam di
hati masyarakat Ambon. Minimnya informasi dan sosialisasi pemerintah menjadi
latar belakang yang kuat akan ketidakpedulian masyarakat terhadap nilai-nilai penting
yang terkandung dalam Gong Perdamaian Dunia di Ambon.
Begitu pula dengan situasi kota Ambon saat ini, dimana semua pihak terus
berupaya menghidupkan kembali suasana “orang basudara” yang saling menghargai
dan menghormati demi terwujudnya hubungan yang rekonsiliatif. Orang Ambon
tidak lagi ingin terjebak dengan kepentingan dari pihak-pihak lain yang sengaja
menggunakan konflik sebagai senjata untuk mendapatkan apa yang mereka inginkan.
46
http://www.gpibimmanuelbekasi.org/index.php?ipage=11348
77
Sebab, pengalaman konflik yang telah dialami dulu sudah memberi banyak pelajaran
bagi orang Ambon sendiri. Kini, orang Ambon lebih peduli untuk menciptakan
suasana yang damai sebagai tanggung jawab mereka. Ambon harus menjadi rumah
yang nyaman dan damai untuk ditinggali oleh anak cucu dan generasi selanjutnya.
Selain itu, Ambon harus pula tetap Manis sebagai tempat yang layak dikunjungi oleh
para pendatang atau turis. Dengan demikian, upaya-upaya perdamaian harus tetap
dilakukan tanpa merasa puas bahwa berada pada suatu titik aman tertentu sudahlah
cukup.
top related