BAB II LANDASAN TEORI 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hakikat Ilmu … · 2016. 8. 9. · BAB II . LANDASAN TEORI . 2. 1. Kajian Teori . 2. 1.1. Hakikat Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) Hakikat
Post on 25-Feb-2021
8 Views
Preview:
Transcript
8
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Kajian Teori
2.1.1 Hakikat Ilmu Pengetahuan Alam (IPA)
Hakikat Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) adalah ilmu yang mempelajari
tentang fenomena alam dan segala sesuatu yang ada di alam. IPA merupakan
pengetahuan yang ilmiah, yaitu pengetahuan yang diperoleh secara ilmiah. Hal ini
sebagaimana yang dikemukakan oleh Marjono dalam Usman (2006). Sains atau
IPA adalah usaha manusia dalam memahami alam semesta melalui pengamatan
yang tepat pada sasaran, serta menggunkan prosedur dan dijelaskan dengan
penalaran sehingga mendapatkan suatu kesimpulan. Proses pembelajaran IPA
menekankan pada pemberian pengalaman langsung untuk mengembangkan
kompetensi agar menjelajahi dan memahami alam sekitar secara ilmiah, Usman
(2006). Pendidikan IPA adalah lebih dari sekedar kumpulan yang dinamakan
fakta. IPA merupakan kumpulan pengetahuan dan juga proses. Pembelajaran IPA
di sekolah di harapkan memberi berbagai pengalaman pada anak yang
mengijinkan mereka melakukan berbagai penelusuran ilmiah yang relevan.
Secara sistematis, Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) berkaitan dengan cara
mencari tahu tentang alam secara sistematis, sehingga IPA bukan hanya
penguasaan kumpulan pengetahuan yang berupa fakta-fakta, konsep-konsep, atau
prinsip-prinsip saja tetapi juga merupakan suatu proses penemuan. Pendidikan
IPA diharapkan dapat menjadi wahana bagi peserta didik untuk mempelajari diri
sendiri dan alam sekitar, serta prospek pengembangan lebih lanjut dalam
menerapkannya di dalam kehidupan sehari-hari. Pendidikan IPA dapat
dimasukkan dalam klasifikasi ilmu pendidikan karena dimensi pendidikan IPA
sangat luas dan sekurang-kurangnya meliputi unsur-unsur (nilai-nilai) sosial
budaya, etika, moral dan agama. Oleh sebab itu, belajar IPA bukan hanya sekedar
9
memahami konsep ilmiah dan aplikasi dalam masyarakat, melainkan juga untuk
mengembangkan berbagai nilai yang terkandung dalam dimensi Pendidikan IPA.
2.1.2 Pembelajaran IPA di SD
Menurut Syaiful Sagala (2010), pembelajaran ialah membelajarkan siswa
menggunakan asas pendidikan maupun teori belajar, merupakan penentu utama
keberhasilan pendidikan. Pembelajaran merupakan komunikasi dua arah.
Mengajar dilakukan oleh pihak guru sebagai pendidik, sedangkan belajar
dilakukan oleh peserta didik atau murid. Hendro Darmodjo dan Jenny R. E.
Kaligis dalam Susanto (1993) menyatakan bahwa mengajar dan belajar
merupakan suatu proses yang tidak dapat dipisahkan dalam pembelajaran.
Pembelajaran akan berhasil apabila terjadi proses mengajar dan proses belajar
yang harmoni. Proses belajar mengajar tidak dapat berlangsung hanya dalam satu
arah, melainkan dari berbagai arah (multiarah) sehingga memungkinkan siswa
untuk belajar dari berbagai sumber belajar yang ada.
Ilmu Pengetahuan Alam sebagai disiplin ilmu dan penerapannya dalam
masyarakat membuat pendidikan IPA menjadi penting. Struktur kognitif anak
tidak dapat dibandingkan dengan struktur kognitif ilmuwan. Anak perlu dilatih
dan diberi kesempatan untuk mendapatkan keterampilan-keterampilan dan dapat
berpikir serta bertindak secara ilmiah. Adapun IPA untuk anak Sekolah Dasar
Usman dalam Samatowa (2006) mendefinisikan sebagai berikut mengamati apa
yang terjadi, mencoba apa yang diamati, mempergunakan pengetahuan baru untuk
meramalkan apa yang akan terjadi, menguji bahwa ramalan-ramalan itu benar.
Pembelajaran IPA harus melibatkan keaktifan anak secara penuh (active learning)
dengan cara guru dapat merealisasikan pembelajaran yang mampu member
kesempatan pada anak didik untuk melakukan keterampilan proses meliputi:
mencari, menemukan, menyimpulkan, mengkomunikasikan sendiri berbagai
pengetahuan, nilai-nilai, dan pengalaman yang dibutuhkan. Menurut De Vito, et al
dalam Samatowa (2006), pembelajaran IPA yang baik harus mengaitkan IPA
dengan kehidupan sehari-hari siswa. Siswa diberi kesempatan untuk mengajukan
pertanyaan, membangkitkan ide-ide siswa, membangun rasa ingin tahu tentang
10
segala sesuatu yang ada di lingkungannya, membangun keterampilan (skill) yang
diperlukan, dan menimbulkan kesadaran siswa bahwa belajar IPA menjadi sangat
diperlukan untuk dipelajari.
Menurut Hendro Darmojo dan Jenny R. E. Kaligis dalam Susanto (1993),
pembelajaran IPA didasarkan pada hakikat IPA sendiri yaitu dari segi proses,
produk, dan pengembangan sikap. Pembelajaran IPA di Sekolah Dasar sebisa
mungkin didasarkan pada pendekatan empirik dengan asumsi bahwa alam raya ini
dapat dipelajari, dipahami, dan dijelaskan yang tidak semata-mata bergantung
pada metode kausalitas tetapi melalui proses tertentu, misalnya observasi,
eksperimen, dan analisis rasional. Dalam hal ini juga digunakan sikap tertentu,
misalnya berusaha berlaku seobjektif mungkin dan jujur dalam mengumpulkan
dan mengevaluasi data. Proses dan sikap ilmiah ini akan melahirkan penemuan-
penemuan baru yang menjadi produk IPA. Jadi dalam pembelajaran IPA siswa
tidak hanya diberi pengetahuan saja atau berbagai fakta yang dihafal, tetapi siswa
dituntut untuk aktif menggunakan pikiran dalam mempelajari gejala-gejala alam.
Menurut Badan Nasional Standar Pendidikan (BSNP, 2006), tujuan
pembelajaran IPA di sekolah dasar adalah:
1) Memperoleh keyakinan terhadap kebesaran Tuhan Yang Maha Esa
berdasarkan keberadaan, keindahan, dan keteraturan alam ciptaan-Nya.
2) Mengemangkan pengetahuan dan pemahaman konsep-konsep IPA yang
bermanfaat dan dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari.
3) Mengembangkan rasa ingintahu, sikap positif dan kesadaran tentang adanya
hubungan yang saling mempengaruhi antara IPA, lingkungan, teknologi, dan
masyarakat.
4) Mengembangkan keterampilan proses untuk menyelidiki alam sekitar,
memecahkan masalah, dan membuat keputusan.
5) Meningkatkan kesadaran untuk berperan serta dalam memelihara, menjaga,
dan melestarikan lingkungan alam.
6) Meningkatkan kesadaran untuk menghargai alam dan segala keteraturannya
sebagai salah satu ciptaan Tuhan.
11
7) Memperoleh bekal pengetahuan, konsep, dan keterampilan IPA sebagai dasar
untuk melanjutkan pendidikan ke SMP.
Dengan demikian pembelajaran IPA di Sekolah Dasar dapat melatih dan
memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan keterampilan-
keterampilan proses dan dapat melatih siswa untuk dapat berpikir serta bertindak
secara rasional dan kritis terhadap persoalan yang bersifat ilmiah yang ada di
lingkungannya. Keterampilan-keterampilan yang diberikan kepada siswa sebisa
mungkin disesuaikan dengan tingkat perkembangan usia dan karakteristik siswa
Sekolah Dasar, sehingga siswa dapat menerapkannya dalam kehidupannya sehari-
hari.
Pendekatan-pendekatan dalam belajar IPA itu selain dalam penggunaannya
memanfaatkan lingkungan sekitar tetapi juga melatih kertrampilan berpikir kritis
siswa melalui serangkaian fenomena yang terjadi di alam, sehingga mereka akan
menemukan sendiri (inquiry) jawaban dari setiap fenomena yang terjadi. Selain
pendekatan yang digunakan terdapat juga aspek penting yang harus diperhatikan
guru dalam memberdayakan anak melalui pembelajaran IPA Samatowa, (2010)
adalah:
1) Pentingnya memahami bahwa pada saat memulai pembelajaran, anak telah
memiliki konsepsi, pengetahuan yang relevan dengan apa yang mereka
pelajari.
2) Aktivitas anak melalui berbagai kegiatan nyata dengan alam menjadi hal
utama dalam pembelajaran IPA.
3) Dalam setiap pembelajaran IPA kegiatan bertanyalah yang menjadi bagian
penting, bahkan menjadi bagian yang paling utama dalam pembelajaran.
4) Dalam pembelajaran IPA memberikan kesempatan kepada anak untuk
mengembangkan kemampuan berpikirnya dalam menjelaskan suatu masalah.
Aspek-aspek tersebut harus diperhatikan untuk memungkinkan terjadinya
kegiatan pembelajaran yang bersikap aktif untuk membangun pengetahuan siswa.
Aktifitas dan kegiatan membangun pengetahuan itu dapat terjadi dengan sikap
keingintahuan siswa yang akan disalurkan melalui pertanyaan yang akan diajukan.
12
Dalam belajar IPA di sekolah hendaknya kepada siswa ditanamkan tentang
pentingnya memahami 4 hal mendasar dalam belajar IPA (Sutarno, 2009) yaitu :
1) Pengetahuan yang berhubungan dengan pemenuhan kebutuhan mendasar
siswa (personal needs) yang meliputi pemenuhan akan kebutuhan makanan
(karbohidrat, protein, lemak).
2) Pengetahuan yang berhubungan denga ilmu-ilmu dasar yang harus mereka
kuasai (academic preparation)
3) Pengetahuan untuk persiapan karier (career awarness) berupa pengetahuan
yang berguna bagi mereka kelak setelah mereka menyelesaikan studinya.
4) Kepekaan terhadap kehidupan sosial dari lingkunagn mereka berada (societal
issue).
Jadi pada hakikatnya belajar IPA sangat bermanfaat dan sangat kompleks,
tidak hanya belajar pengetahuan saja tetapi juga belajar tentang pengetahuan
untuk mempersiapkan karir hidupnya serta bagaimana mereka peka dan peduli
terhadap lingkungan alam tempat mereka memenuhi kebutuhan mereka serta peka
terhadap lingkungan sosial masyarakat. Ilmu pengetahuan alam (IPA)
berhubungan dengan mencari tahu tentang alam secara sistematis sehingga IPA
tidak hanya belajar tentang konsep, fakta tetapi juga penemuan yang berhubungan
dengan alam tempat manusia hidup dan memperoleh kehidupan dan manusia
bertugas untuk melestarikannya.
2.2 Sikap
2.2.1 Pengertian Sikap
Sikap merupakan sesuatu yang dipelajari, dan sikap menentukan bagaimana
individu bereaksi terhadap situasi serta menentukan apa yang dicari individu
dalam kehidupan. Sependapat dengan Soetarno (1994) bahwa sikap adalah
pandangan atau perasaan yang disertai kecenderungan untuk bertindak terhadap
obyek tertentu. Sikap senantiasa diarahkan kepada sesuatu artinya tidak ada sikap
tanpa obyek. Sikap diarahkan kepada benda-benda, orang, peristiwa, pandangan,
lembaga, norma dan lain-lain. Lebih lanjut La Pierre dalam Azwar (2000)
mengatakan bahwa sikap adalah evaluasi umum yang dibuat manusia terhadap
13
dirinya sendiri, orang lain, obyek atau isue. Contoh sikap peserta didik terhadap
objek misalnya sikap terhadap sekolah atau terhadap mata pelajaran. Sikap peserta
didik terhadap mata pelajaran harus lebih positif setelah peserta didik mengikuti
pembelajaran dibanding sebelum mengikuti pembelajaran. Perubahan ini
merupakan salah satu indikator keberhasilan pendidik dalam melaksanakan proses
pembelajaran. Untuk itu pendidik harus membuat rencana pembelajaran termasuk
pengalaman belajar peserta didik yang membuat sikap peserta didik terhadap mata
pelajaran menjadi lebih positif.
Dari semua pengertian yang diungkapan di atas dapat diambil sebuah
pengertian tentang sikap, yaitu sikap adalah penilaian seseorang terhadap suatu
obyek, situasi, konsep, orang lain maupun dirinya sendiri akibat hasil dari proses
belajar maupun pengalaman di lapangan yang menyatakan rasa suka (respon
positif) dan rasa tidak suka (respon negatif). Sikap merupakan salah satu tipe
karakteristik afektif yang sangat menentukan keberhasilan seseorang dalam proses
pembelajaran.
2.2.2 Sikap Belajar
Sikap belajar merupakan kecenderungan perilaku ketika peserta didik
mempelajari hal-hal yang bersifat akademik. Djaali (2008) sikap belajar adalah
kecenderungan perilaku seseorang tatkala mempelajari hal-hal yang bersifat
akademik. Sikap tersebut bisa berupa perasaan senang atau tidak senang, perasaan
suka atau tidak suka terhadap guru, tujuan, materi dan tugas-tugas serta lainnya.
Dalam proses pembelajaran sikap belajar mengandung beberapa komponen,
Azwar (1998) menyebutkan ada tiga komponen dalam sikap belajar, yaitu sebagai
berikut:
1) Komponen kognitif merupakan representasi apa yang dipercayai oleh
individu pemilik sikap, komponen kognitif berisi kepercayaan stereotipe yang
dimiliki individu mengenai sesuatu dapat disamakan penanganan (opini)
terutama apabila menyangkut masalah isu atau problem yang kontroversial.
2) Komponen afektif merupakan perasaan yang menyangkut aspek
emosional.Aspek emosional inilah yang biasanya berakar paling dalam
14
sebagai komponen sikap dan merupakan aspek yang paling bertahan terhadap
pengaruh-pengaruh yang mungkin adalah mengubah sikap seseorang
komponen afektif disamakan dengan perasaan yang dimiliki seseorang
terhadap sesuatu.
3) Komponen konatif merupakan aspek kecenderungan berperilaku tertentu
sesuai dengan sikap yang dimiliki oleh seseorang. Dan berisi tendensi atau
kecenderungan untuk bertindak / bereaksi terhadap sesuatu dengan cara-cara
tertentu. Dan berkaitan dengan objek yang dihadapinya adalah logis untuk
mengharapkan bahwa sikap seseorang adalah dicerminkan dalam bentuk
tendensi perilaku
Tiga komponen sikap tersebut saling berinteraksi secara selaras dan
konsisten dalam mempolakan arah sikap yang yang seragam. Apabila ketiga
komponen tersebut ada yang tidak selaras atau tidak konsisten satu sama lain,
maka akan menyaebabkan timbulnya mekanisme perubahan sikap sampai
konsistensi dapat tercapai kembali sehingga sikap yang semula negative dapat
berubah menjadi positif.
Jadi dapat disimpilkan bahwa sikap belajar adalah penerimaan, tanggapan,
dan penilaian seseorang terhadap suatu objek, situasi, konsep, orang lain maupun
dirinya sendiri akibat dari proses belajar maupun pengalaman di lapangan yang
menyebabkan perasaan senang atau tidak senang.
Dalam pembelajaran IPA di sekolah dasar terdapat sikap ilmiah yang
haruslah dikembangkan. Menurut sulistyorini (2006), ada sembilan aspek yang
dikembangkan dari sikap ilmiah dalam pembelajaran IPA yaitu; (1) Sikap ingin
tahu; (2) Ingn mendapat sesuatu yang baru; (3) Sikap kerja sama; (4) Tidak putus
asa; (5) Tidak berprasangka; (6) Mawas diri; (7) Bertanggung jawab; (8) Berpikir
bebas; dan (9) Kedisiplinan diri.
Sikap ilmiah tersebut dapat dikembangkan melalui proses kegiatan
pembelajaran IPA seperti diskusi, percobaan, simulasi dan kegiatan praktik di
lapangan.
15
2.3 Model Konvensional/Ceramah
2.3.1 Pengertian Model Konvensional/Ceramah
Model pembelajaran konvensional adalah model pembelajaran tradisional
atau disebut juga dengan metode ceramah (Djamarah: 1996). Ceramah sebagai
model pembelajaran merupakan cara yang digunakan dalam mengembangkan
proses pembelajaran melalui cara penuturan (lecturer). Model ini bagus jika
penggunaannya betul-betul disiapkan dengan baik, didukung alat dan media, serta
memperhatikan batas-batas kemungkinan penggunaannya (Moedjiono: 1992). Hal
ini yang perlu diperhaatikan dalam proses ceramah adalah isi ceramah mudah
diterima dan dipahami serta mampu menstimulasi pendengaran (murid) untuk
mengikuti dan melakukan sesuatu yang terdapat dalam isi ceramah.
Metode ceramah merupkan metode yang sampai saat ini sering digunakan
oleh setiap guru atau instruktur. Hal ini selain disebabkan oleh beberapa
pertimbangan tertentu, juga adanya faktor kebiasaan baik dari guru ataupun siswa.
Guru biasanya belum merasa puas jika dalam proses pengelolaan pembelajaran
tidak melakukan ceramah. Demikian juga dengan siswa, mereka akan belajar jika
guru yang memberi materi pelajaran melalui ceramah sehingga timbul persepsi
jika ada guru yang berceramah berarti ada proses belajar, sedangkan jika tidak ada
guru yang berceramah berarti tidak ada belajar. Metode ceramah merupakan cara
yang digunakan untuk mengimplementasi strategi pembelajaran ekspositori.
2.3.2 Langkah-Langkah penggunaan Model Konvensional/Ceramah
Ada tiga lengkah pokok yang harus diperhatikan dalam menggunakan
metode ceramah, yaitu persiapan, pelaksanaan, dan kesimpulan.
1) Tahap Persiapan
Menurut Supriadie (2012), hal-hal penting yang harus diperhatikan dalam
menyiapkan ceramah adalah sebagai berikut:
a. Analisis sasaran (audience), baik dari sisi jumlah, usia, maupun
kemampuan awal yang dimilikinya;
b. Analisis sifat materi yang sesui dan cukup hanya dengan dituturkan atau
diinformasikan;
16
c. Menyusun durasi waktu yang akan digunakan untuk ceramah secara
efektif dan efisien serta memperkirakan variasi yang dapat dikembangkan;
d. Memilih dan menetapkan jenis media yang akan digunakan;
e. Menyiapkan sejumlah pertanyaan sebagai bentuk kontrol dan upaya
memperoleh umpan balik;
f. Memberikan contoh dan analogi yang sesuai dengan pengalaman yang
pernah diperoleh;
g. Menyiapkan ikhtisar yang sekiranya akan membantu kelancaran ceramah.
2) Tahap Pelaksanaan
Pada tahap ini da tiga langkah yang harus diakuka, yaitu:
a. Langkah pembukaan
Langkah pembukaan dalam metode ceramah merupakan langkah yang
menentukan keberhasilan pelaksanaan ceramah.
b. Langkah Penyajian
Langkah penyajian adalah tahap menyampaikan meteri pembelajaran
dengan cara bertutur. Agar ceramah berkualitas sebagi metode
pembelajaran, guru harus menjaga perhatian siswa agar tetap terarah pada
materi pembelajaran yang sedang disampaikan.
3) Kesimpulan
Ceramah harus ditutup dengan ringkasan pokok-pokok materi agar materi
pelajaran yang sudah dipahami dan dikuasai siswa tidak menguap kembali.
Ciptakanlah kegiatan-kegiatan yang memungkinkan siswa tetap mengingat
materi pembelajaran. Perlu diperhatikan bahwa ceramah akan berhasil dengan
baik jika didukung oleh metode-metode lainnya, misalnya tanya jawab, tugas,
latihan, dan lain-lain.
2.3.3 Kelebihan dan Kelemahan Metode Cermah
Menurut Supriadie ada beberapan kelebihan sebagai alasan mengapa
ceramah sering digunakan (Majid, 2013).
1) Ceramah merupakan metode yangn ‘murah’ dan ‘mudah’ untuk dilakukan.
Dikatakan murah karena proses ceramah tidak memerlukan peralatan-
17
peralatan lengkap, berbeda dengan metode lain, seperti demonstrasi atau
peragaan. Dikatakan mudah karena ceramah hanya mengandalkan suara
guru sehingga tidak terlalu memerlukan persiapan yang rumit.
2) Ceramah dapat menyajikan materi pelajaran yang luas. Artinya, materi
pelajaran yang cukup banyak dapat diringkas atau dijelaskan pokop-
pokoknya oleh guru dalam waktu singkat.
3) Ceramah dapat memberikan pokok-pokok materi yang perlu ditonjolkan.
Artinya, guru dapat mengatur pokok-pokok materi mana yang perlu
ditekankan sesuai dengan kebututuhan dan tujuan yang ingin dicapai.
4) Melalui ceramah guru dapat mengontrol keadaan kelas karena sepenuhnya
kelas merupakan tanggung jawab guru yang memberikan ceramah.
5) Organisasi kelas dengan menggunakan ceramah dapat diatur menjadi lebih
sederhana. Ceramah tidak memerlukan setting kelas yang beragam atau
tidak memerlukan persiapan-persiapan yang rumit asalkan siswa dapat
menempati tempat duduk untuk mendengarkan guru, ceramah sudah dapat
dilakukan.
Disamping beberapa kelebihan di atas, ceramah juga memiliki beberapa
kelemahan, di antaranya:
1) Materi yang dapat dikuasai siswa sebagai hasil dari ceramah akan terbatas
pada apa yang dikuasai guru.
2) Ceramah yang tidak disertai dengan peragaan dapat mengakibatkan
terjadinya verbalisme.
3) Ceramah sering dianggap sebagai metode yang membosankan jika guru
kurang memiliki kemampuan bertutur kata yang baik.
4) Melalui ceramah sangat sulit untuk mengetahui apakah seluruh siswa sudah
mengerti apa yang dijelaskan guru. Walaupun siswa diberi kesempatan
bertanya, kemudian tidak ada seorang pun yang bertanya, hal ini tidak
menjamin siswa seluruhnya sudah paham.
18
2.4 Model Pembelajaran Kooperatif
2.4.1 Pengertian Pembelajaran Kooperatif
Cooperative Learning adalah bentuk pembelajaran yang berdasarkan faham
kontruktivis dan merupakan strategi belajar dengan sejumlah siswa sebagai
anggota kelompok kecil yang tingkat kemampuannya berbeda (Isjoni, 2010).
Sedangkan menurut Johnson dan Johnson (1998) pembelajaran kooperatif berarti
working together to accomplish shared goals, (bekerja sama untuk mencapai
tujuan bersama). Dalam suasana kooperatif, setiap anggota sama-sama berusaha
mencapai hasil yang nantinya bisa dirasakan oleh semua anggota kelompok.
Dalam konteks pengajaran, pembelajaran kooperatif sering kali didefinisikan
sebagai pembentukan kelompok-kelompok kecil yang terdiri dari siswa-siswa
yang dituntut untuk bekerja sama dan saling meningkatkan pembelajarannya dan
pembelajaran siswa-siswa lain.
Pembelajaran kooperatif dicirikan oleh struktur tugas, tujuan, dan
penghargaan, kooperatif. Siswa yang bekerja dalam situasi pembelajaran yang
dikehendaki untuk bekerja sama pada suatu tugas bersama, dan siswa harus
mengkoordinasikan usaha untuk menyelesaikan tugasnya. Penerapan
pembelajaran kooperatif, dua atau lebih individu saling tergantung satu sama lain.
Siswa diharapkan dapat saling membantu, saling mendiskusikan dan
berargumentasi, untuk mengasah pengetahuan yang mereka kuasai saat itu dan
menutup kesenjangan dalam pemahaman masing-masing.
Model pembelajaran kooperatif mempunyai ciri-ciri tertentu. Menurut
Ibrahim (2006) kegiatan belajar mengajar yang menggunakan pembelajaran
kooperatif mempunyai ciri-ciri sebagai berikut:
1) Siswa bekerja dalam kelompok untuk menuntaskan materi belajar.
2) Kelompok dibentuk dari siswa yang memiliki keterampilan tinggi, sedang,
rendah (heterogen)
3) Apabila memungkinkan, anggota kelompok berasal dari ras, budaya, suku,
dan jenis kelamin yang berbeda.
4) Penghargaan lebih berorientasi pada kelompok daripada individu.
19
Berdasarkan pendapat-pendapat tersebut dapat disimpulkan bahwa
pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang mengarahkan siswa untuk
berinteraksi secara aktif dan positif didalam kelompok-kelompok kecil dengan
sistem pendidikan gotong royong yang memiliki tingkat kecerdasan yang
berbeda-beda.
2.4.2 Model Kooperatif Tipe Group Investigation (GI)
Pembelajaran IPA dengan menggunakan metode Group Investigation
merupakan salah satu inovasi pembelajaran yang inovatif. Metode pembelajaran
yang dikembangkan oleh Sharan dalam Huda (1976) ini lebih menekankan pada
pilihan dan kontrol siswa daripada menerapkan tehnik-tehnik pengajaran di ruang
kelas. Selain itu juga memadukan prinsip belajar demokratis dimana siswa terlibat
secara aktif dalam kegiatan pembelajaran baik dari tahap awal sampai akhir
pembelajaran termasuk di dalamnya siswa mempunyai kebebasan untuk memilih
matei yang akan dipelajari sesui dengan topik yang sedang dibahas. Menurut
Suprijono (2011) mengemukakan bahwa dalam penggunaan metode GI maka
setiap kelompok akan bekerja untuk melakukan investigasi sesuai dengan masalah
yang mereka pilih.
Sesuai dengan pengertian-pengertian tersebut maka dapat diketahui maka
pembelajaran dengan metode Group Investigation adalah pembelajaran yang
melibatkan aktivitas siswa dan tentu akan membangkitkan semangat serta
motivasi siswa untuk belajar. Di antara model-model belajar yang tercipta, group
investigaton merupakan salah satu metode pembelajaran yang bersifat demokrasi
karena siswa menjadi aktif belajar dan melatih kemandirian siswa dalam belajar.
2.4.3 Langkah-Langkah Model GI
Dalam pembelajaran model GI ada beberapa langkah, menurut Robert E.
Slavin (2010) mengemukakan enam langkah pembelajaran menggunakan Model
Group Investigation yaitu:
1) Tahap Pengelompokkan (Grouping)/ Pemilihan topik
20
Yaitu tahap mengidentifikasi topik yang akan diinvestigasi serta membentuk
kelompok investigasi, dengan anggota tiap kelompok 4 sampai 5 orang. Pada
tahap ini:
a. Siswa mengamati sumber, memilih topik, dan menentukan kategori-kategori
topik permasalahan
b. Siswa bergabung pada kelompok-kelompok belajar berdasarkan topik yang
mereka pilih atau menarik untuk diselidiki
c. Guru membatasi jumlah anggota masing-masing kelompok antara 4 sampai
5 orang berdasarkan keterampilan dan keheterogenan.
2) Tahap Perencanaan kooperatif (Planning)
Siswa dan guru merencanakan prosedur pembelajaran, tugas, dan tujuan
khusus yang konsisten dengan subtopik yang telah dipilih pada tahap
pertama. Pada tahap ini siswa bersama-sama merencanakan tentang:
a. Apa yang mereka pelajari?
b. Bagaimana mereka belajar?
c. Siapa dan melakukan apa?
d. Untuk tujuan apa mereka menyelidiki topik tersebut?
3) Tahap Penyelidikan (Investigation)/ Implementasi
Siswa menerapkan rencana yang telah mereka kembangkan di dalam tahap
kedua. Kegiatan pembelajaran hendaknya melibatkan ragam aktivitas dan
keterampilan yang luas dan hendaknya mengarahkan siswa kepada jenis-jenis
sumber belajar yang berbeda baik di dalam atau di luar sekolah. Guru secara
ketat mengikuti kemajuan tiap kelompok dan menawarkan bantuan bila
diperlukan. Pada tahap ini, siswa melakukan kegiatan sebagai berikut:
a. Siswa mengumpulkan informasi, menganalisis data dan membuat simpulan
terkait dengan permasalahan-permasalahan yang diselidiki
b. Masing-masing anggota kelompok memberikan masukan pada setiap
kegiatan kelompok
c. Siswa saling bertukar, berdiskusi, mengklarifikasi, dan mempersatukan ide
dan pendapat.
21
4) Tahap Pengorganisasian (Organizing)/ Analisis dan sintesis
Siswa menganalisis dan mengevaluasi informasi yang diperoleh pada tahap
ketiga dan merencanakan bagaimana informasi tersebut diringkas dan disajikan
dengan cara yang menarik sebagai bahan untuk dipresentasikan kepada seluruh
kelas. Pada tahap ini kegiatan siswa sebagai berikut:
a. Anggota kelompok menentukan pesan-pesan penting dalam proyeknya
masing-masing
b. Anggota kelompok merencanakan apa yang akan mereka laporkan dan
bagaimana mempresentasikannya
c. Wakil dari masing-masing kelompok membentuk panitia diskusi kelas
dalam presentasi investigasi
5) Tahap Presentasi hasil final (Presenting)
Beberapa atau semua kelompok menyajikan hasil penyelidikannya dengan cara
yang menarik kepada seluruh kelas, dengan tujuan siswa yang lain saling
terlibat satu sama lain dalam pekerjaan mereka dan memperoleh perspektif luas
pada topik itu. Presentasi dikoordinasi oleh guru. Kegiatan pembelajaran di
kelas pada tahap ini adalah sebagai berikut:
a. Penyajian kelompok pada keseluruhan kelas dalam berbagai variasi bentuk
penyajian
b. Kelompok yang tidak sebagai penyaji terlibat secara aktif sebagai pendengar
c. Pendengar mengevaluasi, mengklarifikasi dan mengajukan pertanyaan atau
tanggapan terhadap topik yang disajikan.
6) Tahap Evaluasi (Evaluating)
Dalam hal kelompok-kelompok menangani aspek yang berbeda dari topikyang
sama, siswa dan guru mengevaluasi tiap kontribusi kelompok terhadap kerja
kelas sebagai suatu keseluruhan. Evaluasi yang dilakukan dapat berupa
penilaian individual atau kelompok. Pada tahap ini, kegiatan guru atau siswa
dalam pembelajaran sebagai berikut:
a. Siswa menggabungkan masukan-masukan tentang topiknya, pekerjaan yang
telah mereka lakukan, dan tentang pengalaman-pengalaman efektifnya
22
b. Guru dan siswa mengkolaborasi, mengevaluasi tentang pembelajaran yang
telah dilaksanakan
c. Penilaian hasil belajar haruslah mengevaluasi tingkat pemahaman siswa.
Dalam pelaksanaan pembelajaran dengan menggunakan metode GI terdapat
dampak instruksional dan dampak pengiringnya sebagaimana dikemukakan oleh
Joyce, Weil, dan Calhoun (2011) yaitu Dampak instruksional:
1) Proses dan pengelolaan kelompok efektif
2) Pandangan konstruktifis tentang pengetahuan
3) Disiplin dalam penelitian kolaboratif
Adapun dampak pengiringnya adalah sebagai berikut:
1) Kemandirian sebagai pembelajar
2) Penghargaan pada martabat orang lain
3) Penelitian sosial sebagai pandangan hidup
4) Kehangatan dan interpretasi interpersonal
Dampak instruksional dan dampak pengiring tersebut merupakan manfaat
dari metode Group Investigation, disamping merupakan penelitian akademik yang
mandiri bagi siswa, metode ini juga memadukan interaksi sosial dalam proses
pembelajarannya sehingga timbul hubungan yang positif antar siswa, selain itu
juga meningkatkan rasa penerimaan siswa terhadap teman-teman yang berbeda
dengan dirinya, baik itu ras, etnik, maupun dari sisi akademis. Selain itu juga
meningkatkan rasa kepedulian dan ketergantungan yang positif antar sesama.
Selain manfaat yang diperoleh dari pembelajaran metode Group
Investigation, terdapat juga kelemahan dari metode Group investigation
sebagaimana pendapat dari Huda (2011) yaitu setiap kelompok ditugaskan untuk
mempelajari atau mengerjakan bagian materi yang berbeda antara kelompok yang
satu dengan kelompok yang lain, dan karena hal tersebut maka seringkali siswa
hanya fokus pada materi yang menjadi tanggung jawabnya, sementara bagian
materi kelompok lain tidak dihiraukan. Berdasarkan pendapat Huda tersebut,
maka dapat setiap kelompok hanya mendalami bagian materi yang menjadi
tugasnya saja sementara materi yang menjadi bagian kelompok lain kurang
23
mereka pahami betul, mereka dapat memahami materi lain setelah mereka
mendapatkan penjelasan dari kelompok lainnya.
2.4.4 Penerapan Model GI dalam Pembelajaran
Berdasarkan Permendiknas Nomor 41 Tahun 2007 tentang standar proses
untuk satuan pendidikan dasar dan menengah bahwa rencana pelaksanaan
pembelajaran terbagi dalam tiga kegiatan, yaitu: kegiatan pendahuluan, kegiatan
inti dan kegiatan penutup.
1) Kegiatan Pendahuluan
Kegiatan pendahuluan dalam pembelajaran kooperatif tipe GI
a. Guru menumbuhkan motivasi dalam menyebutkan manfaat dan akibat dari
apa yang siswa pelajari;
b. Melakukan apersepsi dari pembelajaran sebelumnya;
c. Menginformasikan tujuan pembelajaran yang akan dipelajari.
2) Kegiatan Inti
Kegiatan inti pembelajaran kooperatif tipe GI yang terdiri dari eksplorasi,
elaborasi dan konfirmasi.
a) Eksplorasi
Dalam kegiatan eksplorasi, yaitu:
1. Guru memberi pengalaman umum dengan mengintegrasikan suatu
materi pelajaran dengan pengalaman dan aktifitas sehari-hari siswa.
2. Guru menanamkan konsep dasar dari suatu materi agar rasa ingin tahu
siswa lebih tinggi.
3. Guru meminta siswa untuk mendefinisikan bayangan dari tubuh pada
saat bercermin.
4. Guru memberi kesempatan kepada siswa untuk menguarakan
pendapatnya dalam pembelajaran dengan mengamati
demonstrasi/melakukan percobaan sederhana.
b) Elaborasi
Dalam kegiatan elaborasi, yaitu:
24
1. Siswa diminta untuk membentuk kelompok, kelompok dibentuk
berdasarkan materi yang dipilih oleh siswa.
2. Satu kelompok terdiri dari 4-5 orang anggota. Setiap kelompok
menunjuk satu orang untuk menjadi ketua kelompok.
3. Siswa bekerja didalam kelompok masing-masing untuk menyelesaikan
masalah dalam materi yang dipilih sebelumnya.
4. Guru memfasilitasi anak untuk membuat laporan hasil diskusi
kelompok.
5. Guru memfasilitasi anak untuk mendemonstrasikan dan
mempresentasikan hasil kerja kelompoknya di depan kelas.
6. Kelompok yang bukan penyaji terlibat secara aktif sebagai pendengar.
Pendengar mengevaluasi, mengklasifikasi dan mengajukan
pertanyaan/tanggapan terhadap topik yang disajikan.
c) Konfirmasi
Dalam kegiatan konfirmasi, yaitu:
1. Guru memberi penguatan dari hasil diskusi mengenai sifat cahaya dan
pemanfaatannya.
2. Siswa dan guru melakukan tanya jawab seputar hasil diskusi.
3. Siswa dengan bimbingan guru menyimpulkan hasil diskusi.
3) Kegiatan Penutup
Kegiatan penutup dalam pembelajaran GI yaitu:
a. Guru mengulang kembali materi yang sudah di pelajari agar pemahaman
siswa lebih tinggi.
b. Guru memberikan refleksi, mengaitkan pembelajaran dengan kehidupan
sehari-hari. Memberikan pesan sesuai dengan pembelajaran.
c. Salam penutup.
2.5 Hasil Belajar
2.5.1 Pengertian Hasil Belajar
Hasil belajar adalah perubahan-perubahan yang terjadi pada diri siswa, baik
yang menyangkut aspek kognitif, afektif, dan psikomotor sebagai hasil dari
25
kegiatan belajar. Pengertian tentang hasil belajar sebagaimana diuraikan di atas
dipertegas lagi oleh Nawawi dalam K. Brahim (2007) yang menyatakan bahwa
hasil belajar dapat diartikan sebagai tingkat keberhasilan siswa di sekolah yang
dinyatakan dalam skor yang diperoleh dari hasil tes mengenal sejumlah materi
pelajaran tertentu.
Berkenaan dengan paparan hasil belajar diatas menurut Bloom (1998), hasil
belajar mencakup kemampuan kognitif, afektif, dan psikootorik. Domain kognitif
adalah knowladge (pengetahuan, ingatan), comprehension (pemahaman,
menjelaskan, meringkas, contoh), application (menerapkan), analysis
(menguraikan, menentukan hubungan), synthesis (mengorganisasikan,
merencanakan, membentuk bangunan baru), dan evaluation (menilai). Domain
afektif adalah receiving (sikap menerima),responding (memberikan respons),
valuing (nilai), organization (organisasi), characterization (karakterisasi).
Domain psikomotor meliiputi initiatory, pre-routine, dan rountinized. Psikologi
juga mencakup keterampilan produktif, teknik, fisik, sosial, manajerial, dan
intelektual. Sementara, menurut Lindgren hasil pembelajaran meliputi kecakapan,
informasi, pengertian, dan sikap.
Berdasarkan uraian di atas disimpulkan bahwa hasil belajar adalah pola-
pola perbuatan atau kemampuan siswa (kognitif, afektif dan psikomotor) yang
dimiliki setelah menerima pengalaman belajar. Untuk memperoleh hasil belajar
siswa, maka dilaksanakan evaluasi atau penilaian untuk mengukur sejauh mana
siswa memahami atau menguasai materi sedangkan untuk melaksanakan evaluasi
atau penilaian tidak hanya menilai konsep atau materi tetapi bakat yang dimiliki
pun dan keterampilan motorik harus dinilai.
Hasil belajar yang dicapai oleh peserta didik merupakan hasil interaksi
antara berbagai faktor yang mempengaruhi. Menurut Slameto (2010), faktor-
faktor yang mempengaruhi hasil belajar digolongkan menjadi dua yaitu faktor
intern dan faktor ekstern, secara terperinci uraian mengenai faktor intern dan
faktor ekstern sebagai berikut:
A. Faktor intern
26
Faktor internal merupakan faktor yang bersumber dari dalam diri peserta
didik, yang mempengaruhi kemampuan belajarnya. Faktor internal ini
meliputi: 1) Faktor jasmani, dalam faktor jasmani meliputi; (a) faktor
kesehatan; (b) cacat tubuh. 2) Faktor psikologis, dalam faktor ini meliputi; (a)
integensi; (b) perhatian; (c) minat; (d) bakat; (e) motif; (f) kematanagn; (g)
kesiapan. 3) Faktor kelelahan.
B. Faktor eksternal
Faktor yang berasal dari luar diri peserta didik yang mempengaruhi hasil
belajar. Dalam faktor eksternal meliputi: 1) Faktor keluarga, faktor dari
keluarga ini berupa; (a) cara orang tua mendidik; (b) relasi antar anggota
keluarga; (c) suasana rumah; (d) keadaan ekonomi keluarga; (e) pengertian
orang tua; (f) latar belakang kebudayaan. 2) Faktor sekolah, faktor yang
mempengaruhi belajar ini mencakup; (a) metode mengajar; (b) kurikulum; (c)
relasi guru dengan siswa; (d) relasi siswa dengan siswa; (e) disiplin sekolah;
(f) metode belajar. 3) Faktor masyarakat, dalam faktor ini meliputi; (a)
kegiatan siswa dalam masyarakat; (b) media masa; (c) teman bergaul; (d)
bentuk kehidupan masyarakat.
Dari pendapat di atas, maka hasil belajar siswa dipengaruhi oleh dua faktor
yaitu dari dalam individu siswa berupa kemampuan personal (intern) dan faktor
dari luar diri siswa yaitu faktor ekstern. Dengan demikian hasil belajar adalah
sesuatu yang dicapai atau diperoleh siswa berkat adanya usaha atau pikiran yang
mana hal tersebut dinyatakan dalam bentuk penguasaan, pengetahuan dan
kecakapan dasar yang terdapat dalam berbagai aspek kehidupan sehingga nampak
pada diri individu penggunaan penilaian terhadap sikap.
2.5.2 Evaluasi Mata Pelajaran IPA
Evaluasi bermaksud untuk mendapatkan informasi sejauh mana kegiatan
pembelajaran IPA pada materi sifat-sifat cahaya dan pemanfaatannya memberikan
pengetahuan kepada peserta didik. Pada saat melaksanakan evaluasi hasil belajar
IPA, seorang guru IPA di SD harus terlebih dahulu mengulang kembali materi
27
yang telah dipelajari secara rinci dan tepat terhadap tujuan yang telah ditentukan
sebelumnya (tercantum dalam indikator maupun tujuan pembelajaran), artinya
seorang guru IPA harus secara tepat menentukan kemampuan apa (sesuai dengan
klasifikasi bloom) yang diharapkan dalam tujuan yang telah ditentukan.
Ketepatan penentuan kemampuan yang diharapkan ini akan berpengaruh terhadap
instrument yang dibuat untuk mengukur hasil belajar siswa kita.
Bentuk evaluasi yang digunakan adalah Evaluasi formatif. Evaluasi formatif
merupakan tes yang dilakukan pada setiap akhir pembahasan suatu pokok
bahasan/topik, dan di maksudkan untuk mengetahui sejauh manakah proses
pembelajaran telah berjalan sebagaimna yang direncanakan. Eavaluasi ini
benbentuk tes tertulis, dengan instrument pilihan ganda. Dengan demikian maka
evaluasi formatif merupakan suatu jenis evaluasi yang disajikan di tengah
program pengajaran yang mempunyai fungsi untuk memantau (memonitor),
dimana untuk dapat mengetahui kemauan belajar siswa dalam kesehariannya pada
proses kegiatan belajar mengajar demi memberikan suatu umpan balik, baik
kepada siswa maupun seorang guru.
2.6 Penelitian Yang Relevan
Beberapa penelitian tentang model pembelajaran kooperatif tipe group
investigation yang diterapkan dalam usaha meningkatkan hasil belajar siswa,
diantaranya:
Penelitian yang dilakukan oleh Yoyyan Alfiyatu Zuhriyah tahun 2010.
Penelitian ini berjudul “Pengaruh Model Belajar Kooperatif Tipe Group
Investigation Terhadap Minat Belajar dan Hasil Belajar pada Mata Pelajaran
Periferal Kelas X TKJ di SMK N 6 Malang. Penelitian ini menngunakan metode
eksperimen semu dengan menggunakan Pretest dan post test Control Design.
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode tes
dan observasi. Metode tes digunakan untuk mengukur kognitif siswa dan tes
observasi digunakan untuk mengukur psikomotor siswa selama proses
pembelajaran berlangsung di kelas kontrol dan kelas eksperimen. Metode tes dan
psikomotor digunakan untuk mengukur hasil belajar siswa yang dilihat dari
28
pretest dan post test. Dari analisis data diperoleh hasi penelitian sebagai berikut:
1) tidak ada perbedaan kemampuan awal siswa kelas eksperimen maupun kelas
kontrol sebelum diberi perlakuan. 2) ada perbedaan hasil belajar secara signifikan
antara kelas eksperimen dan kontrol setelah diberi perlakuan untuk kelas
eksperimen menggunakan model pembelajaran kooperatif tipe group investigation
dan kelas kontrol menggunakan metode konvensional (metode ceramah terbuka)
sehingga diperoleh (2,089) (1,658) 3) minat belajar kelas kontrol
tidak ada hubungan dengan hasil belajar dan minat belajar kelas eksperimen ada
hubungan positif dan signifikan dengan hasil belajar.
Shinta Yan Putri Kirana dengan judul “Pengaruh Cooperative Learning
Dengan Model Group Investigation Terhadap Sikap dan Hasil Belajar Siswa XII
IPS SMA Negeri 1 Krembung. Tahun Pelajaran 2010/2011”. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui adanya perbedaan sikap belajar dan hasil belajar
siswa yang diajar dengan pembelajaran kooperatif model group investigation
dengan siswa yang diajar menggunakan metode konvensional. Penelitian ini
merupakan penelitian quasy eksperimen. Populasi yang digunakan dalam
penelitian ini adalah siswa XII IPS SMA Negeri 1 Krembung tahun ajaran
2010/2011. Sedangkan sampel yang digunakan adalah siswa kelas XII IPS 1
sebagai kelas eksperimen dan XII IPS 3 sebagai kelas kontrol. Analisis hasil
penelitian yang dipakai adalah uji beda rata-rata (Uji-T). Hasil penelitian ini yang
pertama menunjukkan tidak ada perbedaan secara signifikan sikap belajar antara
kelas yang diajar dengan pembelajaran kooperatif model group investigation
dengan siswa yang diajar dengan menggunakan metode konvensional. Kemudian
yang kedua menunjukkan ada perbedaan secara signifikan hasil belajar antara
kelas yang diajar dengan pembelajaran kooperatif model group investigation
dengan siswa yang diajar menggunakan metode konvensional.
Dari dua penelitian yang relevan tersebut maka dapat disimpulkan bahwa
model pembelajaran kooperatif tipe group investigation (GI) tidak dapat
meningkatkan sikap belajar tetapi dapat meningkatkan hasil belajar.
29
2.7 Kerangka Berpikir
Di dalam pembelajaran di sekolah dasar, khususnya dalam mata pelajaran
IPA, banyak siswa yang motivasinya rendah dalam pembelajarannya. Hal tersebut
akibat dari pembelajaran yang bersifat konvensional. Rendahnya motivasi siswa
dapat dilihat dari bebagai hal, diantarnya banyak siswa yang tidur saat pelajaran,
banyak siswa yang tidak mengerjakan PR, siswa merasa kesal jika mendapat tugas
dari guru dan pada mata pelajaran IPA siswa banyak yang dibawah Kriteria
Ketuntasan Minimal (KKM).
Model yang akan diteliti pengaruhnya terhadap hasil belajar IPA adalah
model pembelajaran kooperatif tipe Group Inventigation (GI). Sebagai
pembanding dari model GI tersebut adalah model pembelajaran
ceramah/konvensional. Selama ini guru dalam mengajarkan materi cenderung
menggunakan model pembelajaran ceramah. Dimana pelaksanaannya adalah guru
sebagai pusatnya informasi dan mengajar secara klasikal didalam kelas. Dalam
pembelajaran IPA siswa hanya mengikuti aturan dan arahan dari guru tanpa siswa
bisa mengkonstruksi sendiri pengetahuannya. Siswa kurang dirangsang berpikir
untuk memecahkan masalah sehingga siswa hanya bersikap pasif. Semua anak
dianggap memiliki kemampuan yang sama, sehingga anak tidak bisa
menunjukkan bakat dan keahliannya secara maksimal. Dalam pembelajaran IPA
jika siswa hanya pasif, maka mengakibatkan siswa mudah bosan dan jenuh.
Akibatnya adalah berpengaruh pada hasil belajar IPA yang rendah.
Upaya peningkatan hasil belajar IPA bisa dilakukan dengan menerapkan
model pembelajaran inovatif yaitu model pembelajaran GI. Pembelajaran GI
adalah suatu model pembelajaran yang menekankan pada partisipasi dan aktivitas
siswa untuk mencari sendiri materi (informasi) pelajaran yang akan dipelajari
melalui bahan-bahan yang tersedia, misalnya dari buku pelajaran atau siswa dapat
mencari melalui internet. Siswa dilibatkan sejak perencanaan, baik dalam
menentukan topik maupun cara untuk mempelajarinya melalui investigasi
sehingga guru bertugas sebagai fasilitator dan siswa yang bekerja secara aktif.
Tujuan model GI adalah untuk bekerja sama memecahkan suatu masalah didalam
kelompok. Landasan filosofi GI adalah konstruktivisme, Piaget mengemukakan
30
filosofi belajar penggunaan kelompok-kelompok belajar dengan kemampuan
anggota-anggota yang beragam sehingga akan terjadi perubahan konseptual.
Berdasarkan landasan tersebut, pembelajaran IPA yang dilaksanakan akan
berpusat pada siswa (student centered). Dengan hal ini, siswa benar-benar akan
membangun pengetahuannya sendiri, sehingga hasil belajar IPA yang dihasilkan
juga baik.
Bertolak dari pemikiran di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa dengan
menciptakan suasana pembelajaran berpusat pada siswa, menyenangkan dan
menarik minat siswa akan memberikan pengaruh terhadap hasil belajar siswa.
Dengan demikian, penerapan model pembelajaran GI memberikan pengaruh yang
positif dan signifikan terhadap hasil belajar IPA.
Untuk memperjelas kerangka pemikiran ini, maka dapat digambarkan
kerangka pemikiran pada gambar 2.1 sebagai berikut:
kerangka pemikiran pada gambar 2.1 sebagai berikut:
Gambar 2.1 Kerangka Berpikir
Hasil belajar Baik
- Siswa aktif
- Pembelajaran
menyenangkan
- Guru sebagai fasilitator
Kelas Eksperimen
Pembelajaran Model GI
Hasil belajar rendah
- Siswa Pasif
- Pembelajaran membosankan
- Guru peran utama dalam kelas
Kelas Kontrol
Pembelajar
Ceramah/Konvensional
Pembelajaran IPA
31
2.8 Hipotesis
Uji hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah hipotesis nol.
Berdasarkan kajian teori dan kerangka berpikir diatas maka hipotesis penelitian
untuk hasil belajar yaitu:
1. Ho menyatakan tidak ada pengaruh yang signifikan antara penerapan model
pembelajaran group investigation (GI) dengan model pembelajaran
ceramah/konvensional terhadap hasil belajar IPA pada siswa kelas 5 SD N
Cermo 2 dan SD N Trosobo 1 Kecamatan Sambi Kabupaten Boyolali semester
2 tahun pelajaran 2013/2014
2. Ha menyatakan ada pengaruh yang signifikan antara penerapan model
pembelajaran group investigation (GI) dengan model pembelajaran
ceramah/konvensional terhadap hasil belajar IPA pada siswa kelas 5 SD N
Cermo 2 dan SD N Trosobo 1 Kecamatan Sambi Kabupaten Boyolali semester
II tahun pelajaran 2013/2014.
Sedangakan hipotesis penelitian untuk sikap belajar yaitu sebagai berikut:
1. Ho menyatakan tidak ada pengaruh yang signifikan antara penerapan model
pembelajaran group investigation (GI) dengan model pembelajaran
ceramah/konvensional terhadap sikap belajar IPA pada siswa kelas 5 SD N
Cermo 2 dan SD N Trosobo 1 Kecamatan Sambi Kabupaten Boyolali semester
2 tahun pelajaran 2013/2014
2. Ha menyatakan ada pengaruh yang signifikan antara penerapan model
pembelajaran group investigation (GI) dengan model pembelajaran
ceramah/konvensional terhadap sikap belajar IPA pada siswa kelas 5 SD N
Cermo 2 dan SD N Trosobo 1 Kecamatan Sambi Kabupaten Boyolali semester
II tahun pelajaran 2013/2014.
Setelah dilakukan uji normalitas dan uji homogenitas maka dapat diketahui
hasilnya, apabila signifikansinya > 0,05 maka menunjukkan bahwa Ho diterima
dan Ha ditolak. Tetapi apabila signifikansinya < 0,05 maka menunjukkan Ho
ditolak dan Ha diterima.
top related