BAB II KONDISI UMUM PEKERJA DI PABRIK KARUNG GONI … · kerja, terjadi setelah diadakan perjanjian oleh buruh dengan majikan, dimana buruh menyatakan kesanggupannya untuk bekerja
Post on 17-Sep-2019
15 Views
Preview:
Transcript
26
BAB II
KONDISI UMUM PEKERJA DI PABRIK KARUNG GONI
DELANGGU TAHUN 1948
A. Gambaran Umum Wilayah Pabrik Karung Goni Delanggu Tahun 1948
1. Letak Geografis Wilayah Delanggu
Secara geografis Delanggu berada pada antara jalur Jogja dan Solo dimana
pusat kotanya berada pada kilometer 45 dari arah Yogyakarta. Delanggu adalah
sebuah kawedanan kecil di daerah Kabupaten Klaten. Kabupaten Klaten pada
waktu itu menjadi milik Kasunanan Surakarta berdasarkan pembagian
administrasi di wilayah Vorstenlanden pada akhir abad XIX. Selain Klaten masih
ada Kabupaten Boyolali dan Sragen yang juga merupakan tanah milik Kasunanan
Surakarta, sedangkan Karanganyar, Wonogiri dan Karangpandan menjadi milik
Mangkunegaran. Daerah Vorstenlanden terdapat banyak usaha-usaha perkebunan
asing karena status hak tanah dan tenaga kerjanya terjamin. Oleh karena itu di
wilayah Delanggu dapat berkembang perkebunan-perkebunan asing secara subur
dan mandiri, diantaranya perkebunan tembakau, tebu, kapas dan perkebunan
rosella yang wilayah penanamannya berada di daerah Delanggu dan sekitar
Kabupaten Klaten. Selain itu juga banyak perusahaan-perusahaan asing yang
berkembang pesat.
Sebagian besar wilayah Klaten dipergunakan untuk daerah pertanian dan
perkebunan. Kesuburan tanah ini ditunjukkan oleh keadaan tanah dibagian tengah
27
jalan poros Yogyakarta dan Surakarta. Di tanah yang subur tersebut ditanami
berbagai tanaman bahan makanan pokok, salah satunya adalah tebu.1
2. Wilayah Perkebunan
Kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 telah membawa
efek perjuangan yang bersifat heroik mendorong bangsa Indonesia untuk
melakukan pengambilalihan semua kekuasaan asing terutama perusahaan-
perusahaan asing yang dinasionalisasikan menjadi milik negara Indonesia. Salah
satunya adalah Pabrik Karung Goni Delanggu. Pabrik Karung Goni memiliki
bidang usaha penanaman tanaman perkebunan kapas dan rosella sebagai bahan
baku pembuatan karung goni. Pabrik Karung Goni di Delanggu merupakan salah
satu perusahaan penting yang ada di Indonesia karena mengusahakan untuk
pemenuhan kebutuhan negara dalam kesulitan memperoleh import bahan sandang
akibat blokade Belanda. Oleh karena itu perusahaan ini juga memusatkan
kegiatannya dalam penanaman kapas sebagai bagian dari pelaksanaan program
pemerintah untuk memenuhi bahan sandang dalam negeri.2
Setelah kemerdekaan perusahaan ini diambil alih oleh pemerintah RI dan
pengaturannya kemudian diserahkan kepada Perusahaan Negara Perkebunan
(PNP) XVII pimpinan Ir Soewarto. Secara khusus perusahaan kapas ditangani
langsung oleh Badan Tekstil Negara (B.T.N) yang berkedudukan di Surakarta.
1 Soegiyanto Padmo., Landreform dan Gerakan Protes Petani Klaten.
Yogyakarta: Media Presindo, 2000. Hlm 16-17. 2 Wawancara dengan Bapak Kardino, mantan karyawan pabrik di Sabrang,
Delanggu, tanggal 18 Juli 2015.
28
Dengan demikian, pabrik Karung Delanggu secara khusus hanya mengurusi
penanaman rosella, meskipun pada saat yang sama diwilayah PNP XVII juga
ditanami kapas. Pengusahaan penanaman kapas itu didasarkan atas pertimbangan
untuk memenuhi kebutuhan rakyat yang menderita akibat kekurangan bahan
pakaian.3
Sejak awal abad ke-20, daerah Klaten termasuk wilayah perkebunan yang
subur. Setelah Indonesia merdeka Pemerintah Republik Indonesia mengeluarkan
beberapa peraturan yang berhubungan dengan masalah perkebunan. Dengan
peraturan pemerintah RI No. 13 Tahun 1948, pemerintah bermaksud agar cagang
produksi yang penting bagi negara jangan berhenti. Maka, untuk mencapai tujuan
tersebut ditentukan bahwa desa harus menjamin tersedianya areal tanah. Dalam
peraturan itu disediakan pasal-pasal baru yang disiapkan diantara pasal-pasal lama
yang masih dipakai antara lain ketetapan jangka waktu persewaan tanah paling
lama satu tahun untuk tanaman yang umumnya kurang dari satu tahun. Bagi
tanaman yang umumnya lebih dari satu tahun, jangka waktu persewaan selama
satu musim tanam, sedangkan besarnya uang sewa minimum akan ditetapkan oleh
Menteri Agraria.4
Pada prinsipnya perkebunan-perkebunan di wilayah Delanggu menempati
dua macam hak guna tanah. Pertama adalah tanah konversi, tanah konversi
3 Wawancara dengan Bapak Atmo Wilopo, mantan pegawai administrasi
pabrik di Bakungan, Juwiring, tanggal 18 Juli 2015. 4 Padmo Soegiyanto. Landreform dan Gerakan Protes Petani Klaten.
Yogyakarta: Media Presindo. 2000. Hlm: 55.
29
merupakan hak tanah milik pemerintah yang dapat ditanami tumbuhan yang dapat
diubah jenis tanamannya, waktu itu tanah konversi pada umumnya ditanami
rosella, sedangkan yang kedua merupakan tanah rakyat, yaitu hak pengelolaan
tanah oleh rakyat yang ditanami kapas. Di daerah ini terdapat tiga jenis
perkebunan yang menempati dua jenis tanah tersebut. Perkebunan itu adalah
perkebunan kapas di daerah Delanggu pusat dan Juwiring, perkebunan rosella di
daerah Delanggu kota, sebagian di Juwiring, Kecamatan Wonosari, Kecamatan
Polanharjo, dan sedikit di Karanganom.5
Tabel 1. Luas tanah yang ditanami kapas oleh B.T.N (Badan Tekstil Negara)
No Perkebunan Luas Hektar (ha)
1 Perkebunan Delanggu 59
2 Perkebunan Juwiring 323
3 Perkebunan Gayamprit 244
4 Perkebunan Manjung 234
5 Perkebunan Polanharjo 301
6 Perkebunan Kedung Banteng 192
Jumlah 1.353
(Sumber: Arsip Kementrian Penerangan No. 46 Tahun 1948)
5 Wawancara dengan Bapak Kardino, mantan pegawai bagian produksi di
Krapyak, Sabrang, Delanggu, tanggal 23 Januari 2015
30
Dari tabel di atas dapat diketahui luas lahan tanaman kapas dari yang
paling luas adalah perkebunan Juwiring yaitu 323 ha, perkebunan Polanharjo
yaitu 301 ha, perkebunan Gayamprit yaitu 244 ha, perkebunan Manjung yaitu
234 ha, Perkebunan Kedung Banteng yaitu 192 ha, perkebunan Delanggu yaitu 59
ha.
Dengan memperhatikan pelaksanaan pengusahaan perkebunan di
Delanggu dapat dilihat dari dua macam jenis perkebunan yang memiliki
kedudukan yang berbeda. Yang pertama merupakan perkebunan milik
pemerintah, sedangkan yang kedua adalah milik swasta.6
Perkebunan swasta yang diusahakan di atas tanah konversi dalam
perusahaannya telah melibatkan dua golongan yang berbeda kepentingan, yakni
buruh tanam dan buruh tani yang harus bertanggung jawab atas tanah yang
dikerjakan. Pabrik yang hanya mengetahui bahwa ia memperoleh hasil dari tanah
konversi tersebut dengan perjanjian bagi hasil. Dengan demikian maka di daerah
perkebunan ini juga tidak mungkin terhindar adanya pertentangan kaum buruh
dan petani penanggung jawab.
Pabrik Karung Goni Delanggu berdiri dengan menyewa tanah petani atau
rakyat. Sistem penyewaan tanah kepada pemerintah Kasunanan, karena waktu itu
Delanggu masih kawasan Vorstenlanden. Bila tanah Kasunanan biasanya disewa
dengan waktu panjang, sedangkan penyewaan tanah dari petani atau rakyat
digunakan sistem rayonisasi dengan jangka waktu pendek.
6 Wawancara dengan Bapak Kusumo, pemilik tanah yang disewa untuk
produksi pabrik di Bakungan, Juwiring, tanggal 18 Juli 2015.
31
Penyewaan tanah dengan sistem rayonisasi ini dengan menggunakan dua
model, yaitu :
a. Sistem Geblagan, yaitu sistem penggarapan tanah yang dibagi dalam sektor-
sektor dan pada tiap sektor memperoleh giliran penggarapan pada saat yang
berbeda-beda dan dilaksanakan dengan cara bergilir. Menurut hasil
wawancara dengan bapak Kusumo menyatakan bahwa pihak pabrik menyewa
tanah rakyar dengan harga yang telah disepakati bersama antara pihak pabrik
dengan pemerintah setempat selaku wakil rakyat (perangkat desa). Untuk
mendapatkan tanah sewa itu harus melalui prosedur tersendiri dengan jalan
sebagai berikut: dari pihak perusahaan mempercayakan penuh kepada sinder
tanaman. Sinder ini, tidak harus berhubungan langsung dengan petani pemilik
tanah, melainkan melalui hierarki pemerintahan yang ada yaitu melalui
Kabupaten kemudian Kelurahan yang biasanya diwakili oleh salah satu
pamong Kelurahan atau lurah sendiri. Lurah hanya sebagai perantara atau
wakil rakyat di dalam menentukan standar sewa tanah petani oleh perusahaan.
Penyewaan tanah dengan jangka waktu satu musim atau dua musim tanam
saja. Apabila masa sewanya sudah berakhir, maka penyewaan tanah yang
selanjutnya dilakukan dengan kontrak perjanjian baru, baik terhadap tanah
yang pernah disewa maupun tanah lain yang disediakan pemerintah sesuai
dengan yang diinginkan pabrik.
b. Sistem Jatah, yaitu daerah tersebut harus menyediakan tanah yang akan
disewa oleh pabrik sebesar yang telah ditargetkan oleh penanaman kaps dan
rosella. Tanah yang telah disewa tersebut dibuat blok-blok atau rayon yang
32
terdiri dari tanah milik petani dan tanah kas desa serta tanah lungguh. Dengan
adanya sistem geblangan dan sistem jatah untuk setiap kelurahan
menyebabkan lokasi penanaman kapas atau rosella selalu berpindah-pindah
untuk setiap musim sesuai dengan jatah tanah yang disediakan pada saatnya
penanaman.7
B. Kondisi Buruh di Wilayah Pabrik Karung Goni Delanggu
Pada jaman kerajaan istilah buruh hanya digunakan untuk orang yang
melakukan pekerjaan kasar seperti kuli, tukang, mandor dan lain-lain. Di dunia
barat disebut blue collar. Orang-orang yang melakukan pekerjaan halus, terutama
yang memiliki pangkat Belanda, seperti kerk, menamakan diri sebagai pegawai
sama dengan pegawai negeri yang berkedudukan sebagai priyayi atau employee.
Golongan tersebut di dunia Barat disebut white collar. Istilah employee di dunia
Barat dipakai bagi orang yang dipekerjakan oleh orang lain. Orang lain yang
mempekerjakan seorang employee disebut dengan employer. Dalam bahasa
Belanda disebut dengan “werknemer” dan “werkgever”.8
Buruh adalah seorang yang bekerja pada orang lain (majikan) dengan
menerima upah, sekaligus mengesampingkan persoalan antara pekerjaan bebas
dan pekerjaan yang dilakukan dibawah pimpinan orang lain serta
mengesampingkan pula persoalan antara pekerjaan dan pekerja. Secara yuridis
7 Suhartono. Apanage dan Bekel: Perubahan Sosial di Pedesaan
Surakarta 1830-1920. PT. Tiara Wacana Yogya, 1991. Hlm 48-49.
8 Imam Soepomo. Hukum Perburuhan Bidang Hubungan Kerja. Jakarta:
Djambatan, 1978. Hlm : 28.
33
buruh adalah orang yang bebas, oleh karena prinsip negara Indonesia adalah
bahwa tidak seorang pun tidak boleh diperbudak. Secara sosiologis buruh adalah
seorang pekerja yang tidak bebas, sebab sebagai orang yang tidak memiliki bekal
hidup selain daripada tenaganya itu, kemudian ia terpaksa bekerja pada orang lain.
Tenaga buruh terutama menjadi kepentingan majikan merupakan sesuatu yang
sedemikian lekatnya pada pribadi buruh, sehingga buruh itu selalu harus
mengikuti tenaganya ke tempat dan pada saat majikan memerlukannya menurut
kehendak majikannya tersebut. Dengan demikian segala sesuatu mengenai
hubungan antara buruh dengan majikan ini diserahkan kepada kebijaksanaan
kedua belah pihak.
Hubungan antara buruh dan majikan sering disebut dengan hubungan
kerja, terjadi setelah diadakan perjanjian oleh buruh dengan majikan, dimana
buruh menyatakan kesanggupannya untuk bekerja pada majikan dengan menerima
upah dan menerima menyatakan kesanggupannya untuk mempekerjakan buruh
dengan membayar upah.9
Jika dilogika dalam peraturan perindustrian dimanapun, buruh merupakan
para tenaga kerja yang bekerja pada sebuah perusahaan, dimana para tenaga kerja
tersebut harus tunduk kepada perintah dan peraturan kerja yang diterapkan oleh
pengusaha maupun atasan yang bertanggung jawab atas lingkungan
perusahaannya dan tenaga kerja tersebut akan memperoleh upah atau jaminan
hidup lainnya dengan wajar. Sebutan buruh banyak dijumpai dalam Undang-
Undang Kerja, Undang-Undang Perlindungan dan Keselamatan Kerja dan
9 Halili Toha. Majikan dan Buruh. Jakarta: Rineka Cipta, 1987. Hlm 38.
34
beberapa undang-undang yang lainnya, dimana buruh dimaksudkan sebagai
tenaga kerja yang melakukan pekerjaan, yang tunduk dan dibawah perintah
pengusaha, sesuai dengan peraturan kerja yang berlaku dalam perusahaannya.10
1. Jenis-jenis buruh
Buruh dapat dibedakan menurut jenis dan pekerjaannya. Di lingkungan
Pabrik Karung Goni Delanggu sendiri buruh dibedakan menjadi beberapa jenis,
yaitu :
a. Buruh harian, yaitu buruh yang menerima upah berdasarkan hari masuk kerja.
b. Buruh kasar, yaitu buruh yang menggunakan tenaga fisiknya karena tidak
memiliki keahlian dibidang tertentu.
c. Buruh tani, yaitu buruh yang menerima upah dengan bekerja di sawah
maupum di perkebunan.
d. Buruh bulanan, yaitu buruh yang menerima upah tiap bulannya oleh
perusahaan.
Buruh berdasarkan pengupahannya dan sifat hubungan kerjanya dapat
dibedakan menjadi beberapa jenis, yaitu :
a. Buruh borongan, adalah buruh yang upahnya berdasarkan paket beban,
sedangkan jangka waktu ia menyelesaikan seluruh pekerjaan itu tidak
dipersoalkan.
10
Kartosapoetra. Hukum Perburuhan di Indonesia. Jakarta: Bina Aksara,
1988. Hal 20-21.
35
b. Buruh harian, adalah buruh yang satuan upahnya diberikan tiap harinya
selama beruh tersebut masuk kerja.
c. Buruh lepas, adalah buruh yang tidak memiliki ikatan hubungan kerja tetap
dengan majikannya. Setelah pekerjaan yang menjadi bebannya selesai, setiap
saat ia dapat memutuskan hubungan kerja tanpa sanksi apapun. Biasanya
buruh lepas dipakai untuk pekerjaan-pekerjaan yang sifatnya sementara.
d. Buruh tetap, adalah buruh yang memiliki ikatan hubungan kerja tetap untuk
jangka waktu yang lama. Jangka waktu tersebut merupakan hasil persetujuan
bersama antara buruh dan majikan. Selama jangka waktu tersebut belum
habis, dia tidak leluasa bekerja ditempat lain tanpa persetujuan majikannya.11
2. Hak dan Kewajiban Buruh
a. Hak Buruh
Hak merupakan sesuatu yang harus diberikan kepada seseorang sebagai
akibat dari status seseorang. Demikian pula pekerja atau buruh juga memiliki hak
karena statusnya tersebut. Adapun haknya sebagai berikut :
1) Hak mendapat upah atau gaji.
2) Hak atas pekerjaan dan penghasilan yang layak bagi kemanusiaan.
3) Hak bebas memilih pekerjaan sesuai bakat dan kemampuannya
11
Djoko Sudjono. Tuntutan Membangun Sarekat Buruh. Jakarta: Penyiar
Penerbit Nasional, 1950. Hlm 19-20.
36
4) Hak atas pembinaan keahlian untuk menunjang program-program
perusahaan.
5) Hak mendapatkan perlindungan dan keselamatan.
6) Hak mendirikan dan menjadi anggota Perserikatan Tenaga Kerja.
7) Hak atas istirahat tahunan, tiap-tiap kali setelah ia memiliki masa kerja 12
bulan berturut-turut pada suatu perusahaan.12
b. Kewajiban Buruh
Dalam hubungan kerja, baik buruh maupun majikan masing-masing
memiliki hak dan kewajiban. Kewajiban buruh dapat diatur di dalam KUH
Perdata, yaitu :
1) Melakukan Pekerjaan
Melakukan pekerjaan merupakan kewajiban yang paling utama bagi
seorang buruh, disamping kewajiban-kewajiban lainnya. Hal ini dapat
disimpulkan dari bunyi pasal 1603 KUH Perdata, yaitu :
Buruh wadjib melakukan pekerjaan yang dijanjikan menurut kemampuan
jang sebaik-baiknja. Sekedar sifat dan luasnja pekerdjaan jang harus dilakukan
12
Suhartono. Apanage dan Bekel: Perubahan Sosial di Pedesaan
Surakarta 1830-1920. PT. Tiara Wacana Yogya, 1991. Hlm 60.
37
tidak dirumuskan dalam perjanjian atas peraturan madjikan, maka hal tersebut
ditentukan oleh kebiasaan.13
Pekerjaan yang wajib dilakukan oleh buruh hanyalah pekerjaan yang telah
dijanjikan. Disamping itu buruh wajib melakukan sendiri pekerjaannya.
a) Mantaati peraturan tentang melakukan pekerjaan
Kewajiban buruh untuk mantaati peraturan tentang segala sesuatu yang
berkaitan dengan melakukan pekerjaan ini merupakan perwujudan dari
diperintahnya buruh oleh majikan.
b) Membayar ganti kerugian dan denda
Apabila perbuatan buruh, baik karena disengaja atau kelalaian yang
menimbulkan kerugian maka ia harus membayar ganti kerugian. Sementara
itu buruh harus membayar denda apabila ia melanggar ketentuan dalam
perjanjian kerja tertulis atau peraturan majikan. Buruh wajib membayar denda
apabila kerugian itu benar-benar terjadi.14
Pengalaman di masa perjuangan tahun 1920-an sampai 1930-an ini
membentuk kesadaran yang mendalam. Pada masa pendudukan Jepang, serikat
buruh memang dilarang. Tapi bukan berarti, tidak ada. Banyak penggiat buruh
yang aktif dalam gerakan bawah tanah menentang penjajah Jepang.
13
Abdul Rachmad Budiono. Hukum Perburuhan di Indonesia. Jakarta:
Raja Grafindo Persada, 1995. Hlm 26. 14
Ibid. Hlm 27.
38
Di masa awal kemerdekaan Indonesia, beberapa saat setelah proklamasi 17
Agustus 1945, buruh telah aktif kembali. Serikat buruh adalah organisasi pertama
yang langsung bergerak. Yang mereka lakukan adalah, menjaga stasiun kereta,
pabrik dan perkebunan yang ada. Agar, tidak jatuh ke tangan penjajah Belanda
lagi. Ini karena penjajah Belanda telah melancarkan aksi militer guna merebut
aset-aset ekonomi tersebut. Wilayah yang diserang tentara Belanda adalah
wilayah perkebunan penting, pabrik besar dan juga, stasiun kereta utama.
Jadi, selama bulan September 1945 sampai sekitar pertengahan 1946,
serikat buruh telah berjasa dalam menjalankan fungsi-fungsi stasiun kereta, pabrik
dan perkebunan sebaik-baiknya. Meski pada masa itu, para buruh kerap tidak
menerima upah tetap karena adanya blokade dan kesulitan ekonomi. Ini semua
dilakukan buruh dengan kesadaran penuh bahwa pengorbanan mereka adalah
bagian dari perjuangan kemerdekaan bangsa.
Dalam perkembangannya, buruh mampu mengatur dan menguasai stasiun
kereta, pabrik dan perkebunan secara independen. Tetapi, sikap independen buruh
ini justru dicurigai oleh pemerintah pusat karena pemerintah saat itu masih berusia
sangat muda dan belum stabil, jadi tindakan independen masyarakat-sipil
dianggap menggerogoti wibawa pemerintah. Hal ini juga diberi label sebagai
“anarkis-sindikalis”. Label yang justru merugikan perjuangan kaum buruh.
Karenanya pula, pemerintah mulai mengawasi kegiatan serikat buruh dan secara
pelan-pelan, menggeser serikat buruh dari kancah politik nasional.
39
Buruh dan serikat buruh punya andil dalam kemerdekaan bangsa. Baik
dalam perjuangan kemerdekaan di awal abad 20, maupun di dalam
mempertahankan kemerdekaan di masa awal kemerdekaan 1945. Kaum buruh
bukan hanya sebagai pelaku pelengkap dalam sejarah kemerdekaan. Tapi juga
menjadi pelaku utama.15
Buruh sebagai tenaga kerja bebas dengan mendapat upah, timbul untuk
menggantikan tenaga budak yang dilarang dan penghapusan kerja wajib. Dengan
masuknya modal asing yang membuka perkebunan terutama sesudah pertengahan
abad XIX, rakyat pedesaan khususnya yang tidak memiliki tanah dapat
memperoleh pekerjaan yang lebih tetap di perkebunan-perkebunan tersebut. Tidak
hanya mereka yang tidak memiliki tanah garapan, tetapi juga para pemilik tanah
sawah yang disewa pabrik ditampung untuk bekerja sebagai buruh upahan.
Kerja upahan mulai diperkenalkan di kota-kota VOC terutama Batavia.
Ketika berkuasa VOC menggunakan perangkat feodal tradisional yang berlaku
untuk memperoleh tenaga kerja yang diperlukan. Sejak VOC diganti oleh
pemerintah Hindia-Belanda, terutama atas rintisan Raffles lembaga kerja wajib
berangsur-angsur ditinggalkan dan diganti dengan kerja upah sehingga banyak
muncul tenaga kerja bebas. Dalam hubungan kerja bebas tersebut nampak ada dua
pihak, kedua pihak ini, tidak selalu sepakat dalam memenuhi kebutuhan masing-
masing. Tidak jarang ketidaksepakatan ini menimbulkan ketegangan, keresahan
15
Djoko Sudjono. Tuntutan Membangun Sarekat Buruh. Jakarta: Penyiar
Penerbit Nasional, 1950. Hlm 12-13.
40
yang dapat berkembang menjadi konfik. Seperti halnya konflik yang terjadi di
Pabrik Karung Goni Delanggu.
Perusahaan Karung Delanggu pada umumnya memperoleh tenaga kerja
dari daerah Kabupaten Klaten sendiri dan dari beberapa daerah yang lain.
Konsentrasi kegiatan usaha di Delanggu menyebabkan sebagian besar tenaga
kerja tersebut diambilkan dari wilayah Delanggu pula. Hal ini sangat erat
hubungannya dengan sifat perusahaan tersebut, yaitu pertanian perkebunan.
Kegiatan usaha ini dengan menyewa tanah dari penduduk sudah pastilah kegiatan
usahanya pun akan melibatkan kepentingan penduduk setempat.
Penyewaan tanah oleh perusahaan bukan berarti hilangnya kesempatan
kerja dari pemilik tanah yang disewa, mereka juga mendapatkan kesempatan
untuk ikut serta mengerjakan tanahnya dengan memperoleh imbalan jasa sebagai
buruh pabrik.
C. Penggolongan Pegawai Pabrik Karung di Delanggu
1. Tugas dan Fungsi Pegawai
Berdasarkan tingkatannya, pegawai Pabrik Karung Delanggu dibedakan
menjadi beberapa kelompok, antara lain :
a. Pegawai administratur, yaitu mereka yang bekerja di bagian kantor.
Wewenang administratur pada dasarnya mempersiapkan rencana anggaran
perusahaan, menentukan kebijaksanaan pelaksanaan kerja, mengendalikan
pengeluaran-pengeluaran perusahaan, mengusahakan perjanjian berhubungan
dengan kegiatan yang telah disetujui oleh direksi pabrik. Seorang
41
administratur di perusahaan Pabrik Karung Goni Delanggu dapat dikatakan
memiliki posisi ganda. Di satu pihak ia bertindak sebagai pengusaha, yaitu
tugasnya merealisasikan semua kebijakan yang ditentukan oleh direksi adalah
hubungannya dengan buruh serta rakyat yang ada hubungannya dengan
kegiatan perusahaan tersebut. Di pihak lain ia bertindak sebagai wakil dari
para karyawan perusahaan dan sekaligur sebagai penyalur kepala buruh
kepada atasannya pada kesempatan pengajuan anggaran kerja dan
kebijaksanaan perusahaan kepada pihak direksi.16
Seorang administratur dalam Pabrik Karung Delanggu memiliki empat
staff yang masing-masing memegang jabatan bagian, yaitu :
1) Kepala bagian penanaman menentukan kebijaksanaan penanaman dan
membawahi beberapa kepala sinder atau kepala pengawas dan pengawas
sinder ini memimpin kepala sinder. Kepala bagian penanaman adalah orang
yang paling banyak berhubungan dengan rakyat, karena dirinyalah yang
memikul tanggung jawab untuk penanaman dan prosedur serta harga sewa
tanah yang dipakai oleh perusahaan itu.
2) Kepala bagian fabrikasi beranggung jawab di bidang teknis pengolehan serat
sampai menjadi goni. Kepala bagian ini memimpin para teknis pelaksana
pembuatan karung.
16
Wawancara dengan Bapak Atmo Wilopo, mantan pegawai administrasi
pabrik di Bakungan, Juwiring, tanggal 18 Juli 2015.
42
3) Kepala bagian instalasi bertanggung jawab terhadap lancarnya mesin-mesin
pabrik dan peralatan pendukung. Kepala bagian ini memimpin para masinis
jaga dan beberapa staf teknis.
4) Kepala bagian tata usaha bertanggung jawab terhadap segala urusan
administrasi kantor didalam lingkingan kantor atau dilapangan. Ia dibantu
oleh para pemimpin pelaksana kerja baik yang bertanggung jawab pada
urusan umum, urusan administrasi produksi, urusan administrasi keuangan,
dan urusan administrasi perburuhan.
b. Buruh, yaitu mereka yang bekerja dilapangan, antara lain :
1) Buruh harian (tetap, tidak tetap) yaitu mereka yang mendapatkan upah harian
(langsung mendapatkan upah setelah mereka selesai bekerja).
2) Buruh tetap yaitu mereka yang dikelompokkan menjadi tenaga kerja tetap
Pabrik Karung Delanggu.
3) Buruh tidak tetap yaitu mereka yang bekerja kalau dibutuhkan oleh buruh
pabrik.
4) Buruh maro, petani pemilik tanah diberikan hak untuk menggarap tanah yang
disewa perusahaan dengan ketentuan hasil dari pengusahaan tanah tersebut
dibagi secara maro. Kedudukan dari buruh maro ini sebagai penanggung
jawab penanaman.
5) Kelompok terakhir adalah golongan buruh borongan pendapatan mereka
sangat tergantung dari kelancaran proses produksi. Bilamana nilai
43
pembayaran tersebut dapat mencapai tingkat pembayaran yang wajar mereka
tidak akan ikut mendukung pemogokkan, tetapi nyatanya mereka tetap
mendukung pemogokkan sehingga dapat ditebak sampai pada pembayaran
upah borongan pun nilai yang diberikan oleh pihak perusahaan relatif jauh
lebih rendah dari upah yang biasa berlaku dalam perusahaan.
c. Kelompok Mandor, seorang mandor bertindak sebagai seorang pengawas
terhadap buruh yang bekerja. Biasanya seorang mandor membawahi 10-15
buruh
44
Berdasarkan tabel dibawah dapat diketahui taksiran jumlah semua buruh
di semua perusahaan B.T.N yang dimaksud oleh L.B.T.
Tabel 2. Jumlah buruh berdasarkan golongan di lingkungan Badan Tekstil Negara
(B.T.N)
No Golongan Jenis Buruh Jumlah
1 I Pegawai Bulanan 3.000
2 II Pekerja Harian Tetap 12.000
3 III Pekerja Borongan Tetap 12.000
4 IV Pekerja Harian Lepas 6.000
5 V Pekerja Borongan Lepas 6.000
6 VI Pekerja Pemaro 6.000
7 VII Pemintal kapas upah natura 10.000
8 VIII Pemintal kapas upah uang 11.000
9 IX Pemintal sisa kapas 11.000
Jumlah 82.000
(Sumber: Arsip Kementrian Penerangan No.46 Tahun 1948)
2. Struktur Pegawai Administrasi
Tingkatan posisi pegawai administrasi pabrik karung Delanggu dapat
digambarkan sebagai berikut :
45
Struktur Pegawai Administrasi Pabrik Karung Goni Delanggu Tahun
1948
(Sumber: Kartosapoetra: Hukum Perburuhan di Indonesia. Jakarta: Bina Aksara, 1988)
Pada struktur kepegawaian diatas merupakan gambaran dari formasi
pimpinan perusahaan Pabrik Karung Goni. Susunan yang sederhana tersebut
membawahi buruh-buruh yang memproduksi karung goni. Struktur tersebut
adalah pegawai-pegawai yang menempati posisi administratif.
a. Sistem Pengupahan di Pabrik Karung Goni Delanggu
Menurut Undang-Undang Kecelakaan Nomor 33 Tahun 1947, yang dimaksud
dengan istilah upah ialah :
1) Tiap pembayaran berupa uang yang diterima oleh buruh sebagai ganti
pekerjaan.
2) Perumahan, makan, bahan makanan dan pakaian dengan cuma-cuma yang
nilainya ditaksir menurut harga umum ditempat itu.
Apabila seseorang menggantungkan hidupnya pada upah yang diterimanya
melalui usaha atau kerja, ini berarti bahwa disamping apa yang dikerjakan itu
46
mencerminkan status, maka upah yang diterimanya menentukan tingkat hidupnya
sendiri beserta para anggota keluarganya yang menjadi tanggungannya. Upah
yang diberikan kepada seseorang seharusnya sebanding dengan kegiatan-kegiatan
yang telah dikerahkan, maka upah yang diharapkan oleh seorang pekerja adalah
upah yang wajar. Upah wajar maksudnya adalah upah yang secara relatif dinilai
cukup oleh para pengusaha dan para buruhnya sebagai uang imbalan atau balas
jasa yang diberikan buruh kepada pengusaha/perusahaan sesuai dengan perjanjian
kerja diantara mereka.17
Jika ketentuan-ketentuan tentang pemberian upah yang telah ditetapkan
oleh pengusaha telah dilakukan dengan baik maka tidak akan timbul perselisihan
antara buruh dan pengusaha, karena salah satu faktor timbulnya perselisihan
antara buruh dan pengusaha adalah ketidakpuasan dalam hal pemberian upah
kepada pekerja. Seperti halnya permasalahan pemogokkan kaum buruh pabrik
karung Delanggu yang disebabkan oleh adanya perbedaan tingkat kesejahteraan
diantara para pekerjanya sehingga menimbulkan suatu kecemburuan yang
berakibat pada terjadinya konflik.
Sistem pengupahan yang digunakan dalam Pabrik Karung Goni Delanggu
ini jelas menimbulkan perselisihan di kalangan buruhnya, hal ini dikarenakan
perbedaan fasilitas yang dinikmati oleh para pegawai administratif dengan buruh
lapangan yang bekerja pada pabrik karung Delanggu menunjukkan perbedaan
yang sangat besar dan mencolok. Golongan yang pertama (pegawai administratif)
17
Kartosapoetra. Hukum Perburuhan di Indonesia. Jakarta: Bina Aksara,
1988. Hlm 14-16.
47
menikmati fasilitas jauh lebih baik bila dibanding dengan golongan kedua
(golongan buruh lapangan). Para pegewai golongan pertama dapat naik mobil,
berpakaian bagus, bersepeda Raleigh yang mengkilap, sedangkan golongan kedua
hanya mampu berpakaian karung goni. Secara sosial ekonomi, kehidupan
golongan jenis kedua ini sangat rendah upahnya karena upah harian yang diterima
hanya Rp. 2,00 per hari sedangkan harga beras dari pemerintah sebesar Rp. 1,50
dan harga pasaran bebas pasti akan lebih tinggi dari pada harga yang ditetapkan
oleh pemerintah.18
Penggunaan sistem mandor dalam merekrut tenaga kerja menimbukan
sistem percaloan yang mengakibatkan keterlambatan pembayaran dan manipulasi
upah kerja. Posisi mador sebenarnya tidaklah begtu memprihatinkan karena
mereka mendapatkan upah lebih tinggi dari pada upah buruh harian biasa, selain
itu juga masih mendapatkan insentif dari perusahaannya. Jadi, seorang mandor
dapat memperoleh pendapatan dari dua sumber, pertama, berupa komisi yang
diterima dari perusahaan itu sendiri, dan kedua berupa pungutan yang diperoleh
dari selisih upah kerja yang berasal dari pabrik dan upah kerja yang benar-benar
diberikan kepada para pekerja.19
Mandor-mandor ini juga sebenarnya yang telah
melakukan propaganda kepada kaum buruh, yaitu menjanjikan bahwa para buruh
akan diberikan kenaikan upah dan masing-masing kepada buruh maro akan
dberikan kain sebanyak 3 meter per orang. Padahal menurut keterangan dari
18
Surat Kabar Kedaulatan Rakjat No.199 tanggal 12 Juli 1948. Koleksi
Monumen Pers Nasional. 19
Wawancara dengan Bapak Atmo Wilopo, mantan pegawai administrasi
pabrik di Bakungan, Juwiring, tanggal 18 Juli 2015.
48
pemerintah tidak pernah memberikan janji-janji seperti yang dijanjikan para
mandor.
Berkaca dari sistem pengelolaan kerja seperti yang diuraikan diatas, maka
tidaklah mengherankan jika pemogokkan buruh di pabrik karung Delanggu
terjadi. Sistem kepegawaian yang ada telah memungkinkan suatu tingkat
perbedaan pendapatan dan penguasaan faslilitas penunjang, mereka yang bekerja
di bidang administratif hidup dalam situasi ekonomi yang baik, sementara buruh
yang bekerja dilapangan hidup dengan penghasilan yang tidak dapat
memungkinkan dirinya untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Upah buruh
bulanan yang hanya Rp.30, sampai Rp.45, selama satu bulan, sedangkan untuk
para sinder upah berkisar antara Rp.300, sampai Rp.450, per bulan. Maka tidaklah
heran jika banyak buruh yang bekerja sambil membawa dagangan untuk dijual
pada saat pergantian sip (pergantian waktu kerja) untuk memenuhi kebutuhan
hidup mereka. Dengan pendapatan upah yang kecil dan hanya cukup untuk makan
sehari, maka para buruh lapangan yang bekerja di perkebunan dengan penuh terik
panas matahari sedang perutnya kelaparan. Para buruh ini sangat mudah
terpengaruhi oleh janji-janji dari Sarbupri sebagai organisasi buruh yang akan
memperjuangkan hak-hak buruh. Hasutan-hasutan dari kader-kader Sarbupri
sangat mudah masuk kedalam pikiran para buruh lapangan. Menurut Konvensi
I.L.O tahun 1948, ada empat macam hak buruh yaitu hak berserikat, hak
berunding kolektif, hak mogok, dan hak mendapatkan upah.20
20
Djoko Sudjono. 1950. Tuntutan Membangun Sarekat Buruh. Jakarta:
Penyiar Penerbit Nasional. Hlm: 23.
top related