26 BAB II KONDISI UMUM PEKERJA DI PABRIK KARUNG GONI DELANGGU TAHUN 1948 A. Gambaran Umum Wilayah Pabrik Karung Goni Delanggu Tahun 1948 1. Letak Geografis Wilayah Delanggu Secara geografis Delanggu berada pada antara jalur Jogja dan Solo dimana pusat kotanya berada pada kilometer 45 dari arah Yogyakarta. Delanggu adalah sebuah kawedanan kecil di daerah Kabupaten Klaten. Kabupaten Klaten pada waktu itu menjadi milik Kasunanan Surakarta berdasarkan pembagian administrasi di wilayah Vorstenlanden pada akhir abad XIX. Selain Klaten masih ada Kabupaten Boyolali dan Sragen yang juga merupakan tanah milik Kasunanan Surakarta, sedangkan Karanganyar, Wonogiri dan Karangpandan menjadi milik Mangkunegaran. Daerah Vorstenlanden terdapat banyak usaha-usaha perkebunan asing karena status hak tanah dan tenaga kerjanya terjamin. Oleh karena itu di wilayah Delanggu dapat berkembang perkebunan-perkebunan asing secara subur dan mandiri, diantaranya perkebunan tembakau, tebu, kapas dan perkebunan rosella yang wilayah penanamannya berada di daerah Delanggu dan sekitar Kabupaten Klaten. Selain itu juga banyak perusahaan-perusahaan asing yang berkembang pesat. Sebagian besar wilayah Klaten dipergunakan untuk daerah pertanian dan perkebunan. Kesuburan tanah ini ditunjukkan oleh keadaan tanah dibagian tengah
23
Embed
BAB II KONDISI UMUM PEKERJA DI PABRIK KARUNG GONI … · kerja, terjadi setelah diadakan perjanjian oleh buruh dengan majikan, dimana buruh menyatakan kesanggupannya untuk bekerja
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
26
BAB II
KONDISI UMUM PEKERJA DI PABRIK KARUNG GONI
DELANGGU TAHUN 1948
A. Gambaran Umum Wilayah Pabrik Karung Goni Delanggu Tahun 1948
1. Letak Geografis Wilayah Delanggu
Secara geografis Delanggu berada pada antara jalur Jogja dan Solo dimana
pusat kotanya berada pada kilometer 45 dari arah Yogyakarta. Delanggu adalah
sebuah kawedanan kecil di daerah Kabupaten Klaten. Kabupaten Klaten pada
waktu itu menjadi milik Kasunanan Surakarta berdasarkan pembagian
administrasi di wilayah Vorstenlanden pada akhir abad XIX. Selain Klaten masih
ada Kabupaten Boyolali dan Sragen yang juga merupakan tanah milik Kasunanan
Surakarta, sedangkan Karanganyar, Wonogiri dan Karangpandan menjadi milik
Mangkunegaran. Daerah Vorstenlanden terdapat banyak usaha-usaha perkebunan
asing karena status hak tanah dan tenaga kerjanya terjamin. Oleh karena itu di
wilayah Delanggu dapat berkembang perkebunan-perkebunan asing secara subur
dan mandiri, diantaranya perkebunan tembakau, tebu, kapas dan perkebunan
rosella yang wilayah penanamannya berada di daerah Delanggu dan sekitar
Kabupaten Klaten. Selain itu juga banyak perusahaan-perusahaan asing yang
berkembang pesat.
Sebagian besar wilayah Klaten dipergunakan untuk daerah pertanian dan
perkebunan. Kesuburan tanah ini ditunjukkan oleh keadaan tanah dibagian tengah
27
jalan poros Yogyakarta dan Surakarta. Di tanah yang subur tersebut ditanami
berbagai tanaman bahan makanan pokok, salah satunya adalah tebu.1
2. Wilayah Perkebunan
Kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 telah membawa
efek perjuangan yang bersifat heroik mendorong bangsa Indonesia untuk
melakukan pengambilalihan semua kekuasaan asing terutama perusahaan-
perusahaan asing yang dinasionalisasikan menjadi milik negara Indonesia. Salah
satunya adalah Pabrik Karung Goni Delanggu. Pabrik Karung Goni memiliki
bidang usaha penanaman tanaman perkebunan kapas dan rosella sebagai bahan
baku pembuatan karung goni. Pabrik Karung Goni di Delanggu merupakan salah
satu perusahaan penting yang ada di Indonesia karena mengusahakan untuk
pemenuhan kebutuhan negara dalam kesulitan memperoleh import bahan sandang
akibat blokade Belanda. Oleh karena itu perusahaan ini juga memusatkan
kegiatannya dalam penanaman kapas sebagai bagian dari pelaksanaan program
pemerintah untuk memenuhi bahan sandang dalam negeri.2
Setelah kemerdekaan perusahaan ini diambil alih oleh pemerintah RI dan
pengaturannya kemudian diserahkan kepada Perusahaan Negara Perkebunan
(PNP) XVII pimpinan Ir Soewarto. Secara khusus perusahaan kapas ditangani
langsung oleh Badan Tekstil Negara (B.T.N) yang berkedudukan di Surakarta.
1 Soegiyanto Padmo., Landreform dan Gerakan Protes Petani Klaten.
Yogyakarta: Media Presindo, 2000. Hlm 16-17. 2 Wawancara dengan Bapak Kardino, mantan karyawan pabrik di Sabrang,
Delanggu, tanggal 18 Juli 2015.
28
Dengan demikian, pabrik Karung Delanggu secara khusus hanya mengurusi
penanaman rosella, meskipun pada saat yang sama diwilayah PNP XVII juga
ditanami kapas. Pengusahaan penanaman kapas itu didasarkan atas pertimbangan
untuk memenuhi kebutuhan rakyat yang menderita akibat kekurangan bahan
pakaian.3
Sejak awal abad ke-20, daerah Klaten termasuk wilayah perkebunan yang
subur. Setelah Indonesia merdeka Pemerintah Republik Indonesia mengeluarkan
beberapa peraturan yang berhubungan dengan masalah perkebunan. Dengan
peraturan pemerintah RI No. 13 Tahun 1948, pemerintah bermaksud agar cagang
produksi yang penting bagi negara jangan berhenti. Maka, untuk mencapai tujuan
tersebut ditentukan bahwa desa harus menjamin tersedianya areal tanah. Dalam
peraturan itu disediakan pasal-pasal baru yang disiapkan diantara pasal-pasal lama
yang masih dipakai antara lain ketetapan jangka waktu persewaan tanah paling
lama satu tahun untuk tanaman yang umumnya kurang dari satu tahun. Bagi
tanaman yang umumnya lebih dari satu tahun, jangka waktu persewaan selama
satu musim tanam, sedangkan besarnya uang sewa minimum akan ditetapkan oleh
Menteri Agraria.4
Pada prinsipnya perkebunan-perkebunan di wilayah Delanggu menempati
dua macam hak guna tanah. Pertama adalah tanah konversi, tanah konversi
3 Wawancara dengan Bapak Atmo Wilopo, mantan pegawai administrasi
pabrik di Bakungan, Juwiring, tanggal 18 Juli 2015. 4 Padmo Soegiyanto. Landreform dan Gerakan Protes Petani Klaten.
Yogyakarta: Media Presindo. 2000. Hlm: 55.
29
merupakan hak tanah milik pemerintah yang dapat ditanami tumbuhan yang dapat
diubah jenis tanamannya, waktu itu tanah konversi pada umumnya ditanami
rosella, sedangkan yang kedua merupakan tanah rakyat, yaitu hak pengelolaan
tanah oleh rakyat yang ditanami kapas. Di daerah ini terdapat tiga jenis
perkebunan yang menempati dua jenis tanah tersebut. Perkebunan itu adalah
perkebunan kapas di daerah Delanggu pusat dan Juwiring, perkebunan rosella di
daerah Delanggu kota, sebagian di Juwiring, Kecamatan Wonosari, Kecamatan
Polanharjo, dan sedikit di Karanganom.5
Tabel 1. Luas tanah yang ditanami kapas oleh B.T.N (Badan Tekstil Negara)
No Perkebunan Luas Hektar (ha)
1 Perkebunan Delanggu 59
2 Perkebunan Juwiring 323
3 Perkebunan Gayamprit 244
4 Perkebunan Manjung 234
5 Perkebunan Polanharjo 301
6 Perkebunan Kedung Banteng 192
Jumlah 1.353
(Sumber: Arsip Kementrian Penerangan No. 46 Tahun 1948)
5 Wawancara dengan Bapak Kardino, mantan pegawai bagian produksi di
Krapyak, Sabrang, Delanggu, tanggal 23 Januari 2015
30
Dari tabel di atas dapat diketahui luas lahan tanaman kapas dari yang
paling luas adalah perkebunan Juwiring yaitu 323 ha, perkebunan Polanharjo
yaitu 301 ha, perkebunan Gayamprit yaitu 244 ha, perkebunan Manjung yaitu
234 ha, Perkebunan Kedung Banteng yaitu 192 ha, perkebunan Delanggu yaitu 59
ha.
Dengan memperhatikan pelaksanaan pengusahaan perkebunan di
Delanggu dapat dilihat dari dua macam jenis perkebunan yang memiliki
kedudukan yang berbeda. Yang pertama merupakan perkebunan milik
pemerintah, sedangkan yang kedua adalah milik swasta.6
Perkebunan swasta yang diusahakan di atas tanah konversi dalam
perusahaannya telah melibatkan dua golongan yang berbeda kepentingan, yakni
buruh tanam dan buruh tani yang harus bertanggung jawab atas tanah yang
dikerjakan. Pabrik yang hanya mengetahui bahwa ia memperoleh hasil dari tanah
konversi tersebut dengan perjanjian bagi hasil. Dengan demikian maka di daerah
perkebunan ini juga tidak mungkin terhindar adanya pertentangan kaum buruh
dan petani penanggung jawab.
Pabrik Karung Goni Delanggu berdiri dengan menyewa tanah petani atau
rakyat. Sistem penyewaan tanah kepada pemerintah Kasunanan, karena waktu itu
Delanggu masih kawasan Vorstenlanden. Bila tanah Kasunanan biasanya disewa
dengan waktu panjang, sedangkan penyewaan tanah dari petani atau rakyat
digunakan sistem rayonisasi dengan jangka waktu pendek.
6 Wawancara dengan Bapak Kusumo, pemilik tanah yang disewa untuk
produksi pabrik di Bakungan, Juwiring, tanggal 18 Juli 2015.
31
Penyewaan tanah dengan sistem rayonisasi ini dengan menggunakan dua
model, yaitu :
a. Sistem Geblagan, yaitu sistem penggarapan tanah yang dibagi dalam sektor-
sektor dan pada tiap sektor memperoleh giliran penggarapan pada saat yang
berbeda-beda dan dilaksanakan dengan cara bergilir. Menurut hasil
wawancara dengan bapak Kusumo menyatakan bahwa pihak pabrik menyewa
tanah rakyar dengan harga yang telah disepakati bersama antara pihak pabrik
dengan pemerintah setempat selaku wakil rakyat (perangkat desa). Untuk
mendapatkan tanah sewa itu harus melalui prosedur tersendiri dengan jalan
sebagai berikut: dari pihak perusahaan mempercayakan penuh kepada sinder
tanaman. Sinder ini, tidak harus berhubungan langsung dengan petani pemilik
tanah, melainkan melalui hierarki pemerintahan yang ada yaitu melalui
Kabupaten kemudian Kelurahan yang biasanya diwakili oleh salah satu
pamong Kelurahan atau lurah sendiri. Lurah hanya sebagai perantara atau
wakil rakyat di dalam menentukan standar sewa tanah petani oleh perusahaan.
Penyewaan tanah dengan jangka waktu satu musim atau dua musim tanam
saja. Apabila masa sewanya sudah berakhir, maka penyewaan tanah yang
selanjutnya dilakukan dengan kontrak perjanjian baru, baik terhadap tanah
yang pernah disewa maupun tanah lain yang disediakan pemerintah sesuai
dengan yang diinginkan pabrik.
b. Sistem Jatah, yaitu daerah tersebut harus menyediakan tanah yang akan
disewa oleh pabrik sebesar yang telah ditargetkan oleh penanaman kaps dan
rosella. Tanah yang telah disewa tersebut dibuat blok-blok atau rayon yang
32
terdiri dari tanah milik petani dan tanah kas desa serta tanah lungguh. Dengan
adanya sistem geblangan dan sistem jatah untuk setiap kelurahan
menyebabkan lokasi penanaman kapas atau rosella selalu berpindah-pindah
untuk setiap musim sesuai dengan jatah tanah yang disediakan pada saatnya
penanaman.7
B. Kondisi Buruh di Wilayah Pabrik Karung Goni Delanggu
Pada jaman kerajaan istilah buruh hanya digunakan untuk orang yang
melakukan pekerjaan kasar seperti kuli, tukang, mandor dan lain-lain. Di dunia
barat disebut blue collar. Orang-orang yang melakukan pekerjaan halus, terutama
yang memiliki pangkat Belanda, seperti kerk, menamakan diri sebagai pegawai
sama dengan pegawai negeri yang berkedudukan sebagai priyayi atau employee.
Golongan tersebut di dunia Barat disebut white collar. Istilah employee di dunia
Barat dipakai bagi orang yang dipekerjakan oleh orang lain. Orang lain yang
mempekerjakan seorang employee disebut dengan employer. Dalam bahasa
Belanda disebut dengan “werknemer” dan “werkgever”.8
Buruh adalah seorang yang bekerja pada orang lain (majikan) dengan
menerima upah, sekaligus mengesampingkan persoalan antara pekerjaan bebas
dan pekerjaan yang dilakukan dibawah pimpinan orang lain serta
mengesampingkan pula persoalan antara pekerjaan dan pekerja. Secara yuridis
7 Suhartono. Apanage dan Bekel: Perubahan Sosial di Pedesaan
Surakarta 1830-1920. PT. Tiara Wacana Yogya, 1991. Hlm 48-49.
8 Imam Soepomo. Hukum Perburuhan Bidang Hubungan Kerja. Jakarta:
Djambatan, 1978. Hlm : 28.
33
buruh adalah orang yang bebas, oleh karena prinsip negara Indonesia adalah
bahwa tidak seorang pun tidak boleh diperbudak. Secara sosiologis buruh adalah
seorang pekerja yang tidak bebas, sebab sebagai orang yang tidak memiliki bekal
hidup selain daripada tenaganya itu, kemudian ia terpaksa bekerja pada orang lain.
Tenaga buruh terutama menjadi kepentingan majikan merupakan sesuatu yang
sedemikian lekatnya pada pribadi buruh, sehingga buruh itu selalu harus
mengikuti tenaganya ke tempat dan pada saat majikan memerlukannya menurut
kehendak majikannya tersebut. Dengan demikian segala sesuatu mengenai
hubungan antara buruh dengan majikan ini diserahkan kepada kebijaksanaan
kedua belah pihak.
Hubungan antara buruh dan majikan sering disebut dengan hubungan
kerja, terjadi setelah diadakan perjanjian oleh buruh dengan majikan, dimana
buruh menyatakan kesanggupannya untuk bekerja pada majikan dengan menerima
upah dan menerima menyatakan kesanggupannya untuk mempekerjakan buruh
dengan membayar upah.9
Jika dilogika dalam peraturan perindustrian dimanapun, buruh merupakan
para tenaga kerja yang bekerja pada sebuah perusahaan, dimana para tenaga kerja
tersebut harus tunduk kepada perintah dan peraturan kerja yang diterapkan oleh
pengusaha maupun atasan yang bertanggung jawab atas lingkungan
perusahaannya dan tenaga kerja tersebut akan memperoleh upah atau jaminan
hidup lainnya dengan wajar. Sebutan buruh banyak dijumpai dalam Undang-
Undang Kerja, Undang-Undang Perlindungan dan Keselamatan Kerja dan