Transcript
52
BAB II
BENTUK PENERJEMAHAN TAMYI<Z (DISTINCTIVE)
Penelitian ini memfokuskan objek kajiannya pada tamyi>z (distinctive).
Suatu kata dapat berperan sebagai tamyi>z (distinctive) apabila terangkai dengan
kata yang lain dalam suatu kalimat. Pada bab ini akan dijelaskan mengenai bentuk
penerjemahan tamyi>z pada suatu kalimat dengan menguraikan kalimat tersebut
berdasarkan pola struktur dan jenis kalimatnya. Dengan menjelaskan mengenai
kalimat tersebut, dapat diketahui pula peranan tamyi>z tersebut sebagai salah satu
pengisi fungsi dalam sebuah kalimat.
Dalam bahasa Arab, kalimat diistilahkan dengan jumlah dan kalam. Lebih
detail Asrori (2004: 95) menyepadankan kalimat dengan kalam dan klausa dengan
jumlah. Hal ini senada dengan Al-Ghula>yani (2009: 8-9) yang membedakan
antara istilah jumlah dan kalam. Menurutnya jumlah –disebut juga dengan istilah
murakkab isnady- adalah konstruksi yang terdiri atas S dan P. Sedangkan kalam
adalah konstruksi yang terdiri dari S dan P, mengandung makna yang utuh dan
dapat berdiri sendiri. Hamid (2010: 16) juga memberikan definisi kalam,
menurutnya kalam adalah suatu lafadz yang tersusun dari dua kata atau lebih,
memiliki makna yang sempurna dengan pengucapan sesuai dengan bahasa Arab.
Adapun Ni‘mah (2008: 19) membagi jumlah menjadi jumlah ismiyyah dan
jumlah fi’liyyah. Jumlah ismiyyah (kalimat nominal) adalah kalimat yang
tersusun dari mubtada’ dan khabar. Sedangkan jumlah fi’liyyah (kalimat verbal)
adalah kalimat yang tersusun dari fi’l (verba) dan fa>’il (subjek) dan na>ibu fa>’il.
53
Adapun pengertian tamyi>z adalah ism naki>rah (nomina indefinit) yang
ber-i’ra>b manshu>b (akusatif) yang disebutkan setelah kalimat sempurna dengan
tujuan untuk menjelaskan maksud dari kata sebelumnya yang belum jelas (Ghani,
2010: 479; Hamid, 2008: 249; Ni‘mah, 2008: 85). Ketiga ahli tersebut membagi
tamyi>z menjadi dua, yaitu tamyi>z malfu>zh dan tamyi>z malchu>zh. Tamyi>z malfu>zh
dibagi menjadi tiga, yaitu asma>ul a‘da>d (nomina-nomina penunjuk bilangan),
asma>ul maqa>di>r (nomina-nomina penunjuk ukuran), asyba>hul maqa>di>r (hal yang
menyerupai ukuran). Adapun tamyi>z malchu>zh juga dibagi menjadi tiga, yaitu
muchawwal ’an fa>’il (sebagai pengganti subjek), muchawwal ’an maf’u>l (sebagai
pengganti objek), muchawwal ’an mubtada’ (sebagai pengganti mubtada’/
subjek).
Pada penelitian buku At-Tibyān fi> Ādābi Chamalatil-Qur’a>n (TACQ)
telah ditemukan 39 data tamyi>z. Adapun dari 39 data tersebut terdiri dari 33
tamyi>z malfu>zh berupa asma>ul a‘da>d (nomina-nomina penunjuk bilangan) dengan
prosentase 84,62%, 5 tamyi>z malchu>zh muchawwal ’an mubtada’ (sebagai
pengganti subjek) dengan prosentase 12,82%, dan 1 tamyi>z malchu>zh
muchawwal ’an maf’u>l (sebagai pengganti objek) dengan prosentase 2,56%.
54
Prosentase tiga jenis tamyi>z tersebut dapat dilihat pada diagram 2.1. berikut.
Diagram 2.1. Jenis Tamyi>z dalam buku TACQ
Pada bab ini, peneliti akan membahas mengenai bentuk-bentuk
penerjemahan tamyi>z dalam buku TACQ dan terjemahannya, yaitu At-Tibyān
Adab Penghafal Al-Qur`an dan menganalisis kedudukan tamyi>z tersebut sebagai
pengisi salah satu pengisi fungsi dalam sebuah kalimat berdasarkan teori Burdah
(2004: 85-98) tentang persoalan gramatikal mengenai penerjemahan kalimat.
Burdah (2004: 85-89) membagi kalimat berdasarkan strukturnya menjadi kalimat
sederhana yang terdiri dari S+P, kalimat lengkap yang terdiri dari S+P+O atau
S+P+O+K, dan kalimat kompleks meliputi sifat berupa kalimat, jeda/sampiran,
kalimat syarat, dan kalimat dengan struktur kalimat berupa kalimat. Adapun
sebagai tambahan teori dalam analisis, peneliti juga menggunakan teori Asrori
(2004: 83-88) tentang jenis klausa berdasarkan kehadiran dan urutan fungtornya
84,62%
12,82%
2,56%
Jenis Tamyi>z dalam Buku TACQ
Tamyi>z Asma>ul A‘da>d (84,62%)
Tamyi>z Muchawwal ‘An Mubtada' (12,82%)
Tamyi>z Muchawwal ‘An Maf‘u>l (2,56%)
55
ditambah dengan teori menurut Al-Farisi (226-239) tentang ragam kalimat.
Adapun dalam pembahasan bab ini diuraikan berdasarkan jenis tamyi>z yang ada
di dalam data kalimat kemudian diuraikan bentuk-bentuk terjemahannya
berdasarkan teori tersebut. Berikut tabel 2.1. Bentuk dan jenis kalimat yang
mengandung tamyi>z.
No. Jenis Tamyi>z dalam Kalimat Bentuk BSu Bentuk BSa
1. Tamyi>z Asma>ul A‘da>d P+S S+P
S+P S+P
S+P+K S+P+O+K
P+O S+P+O
P+S+K+O K+P+O
P+S+K+O FRASA
Sifat berupa
kalimat
Sifat berupa
kalimat
Kalimat yang
memiliki
jeda/sampiran
(mu‘taridhah)
Menghapus
jeda/sampiran
(mu‘taridhah)
Kalimat Syarat Kalimat Syarat
Kalimat dengan
bagian struktur
berupa kalimat
Kalimat dengan
bagian struktur
berupa kalimat
2. Tamyi>z Muchawwal ’an
Mubtada’
Kalimat
Interogatif
Kalimat
Interogatif
Kalimat dengan
bagian struktur
berupa kalimat
Kalimat dengan
bagian struktur
berupa kalimat
Kalimat Majemuk Kalimat Majemuk
S+P+K S+P+K
K+P+S+K K+S+P+K
3. Tamyi>z Muchawwal ’an Maf‘u>l P+S+O S+P+O
Tabel 2.1. Bentuk dan Jenis Kalimat yang Mengandung Tamyi>z
56
Adapun mengenai bentuk penerjemahan tamyi>z (distinctive) dan perannya
dalam sebuah kalimat, terlihat pada tabel 2.2. berikut.
NO Tamyi>z (Distinctive) Terjemahan Bentuk Fungsi
BSa
Tamyi>z Malchu>zh Muchawwal ‘An Mubtada’
lebih banyak أكث ر أخذا .1
hafalan
Frasa Nominal Subjek
أ ص غ ر م ن ه س ن ا و أ ق ل ش ه ر ة .2 و ن س ب ا و ص ل ح
lebih muda
umurnya, tidak
setenar dirinya,
tidak semulia
nasab dan
keshalihannya
Frasa Nominal Pelengkap
Predikat
Lebih cepat lepas Frasa Verbal Predikat أ ش د ت ف ل ت ا .3
Lebih و أ ش د ت أ ث ي ر ا .4
memengaruhi
Frasa Verbal Keterangan
Sangat senang أشد أ ذ ن ا .5
mendengarkan
Frasa Verbal Pelengkap
Predikat
Tamyi>z Malchu>zh Muchawwal ‘An Maf‘u>l
Lebih bagus أحسن ص و ت ا .6
suaranya
Frasa Nominal Pelengkap
Objek
Tamyi>z Malfu>zh Asma>ul A‘da>d (mumayyaz+tamyi>z)
Sepuluh hari Frasa Numeralia Keterangan ع ش ر ل ي ال .7
Delapan kali Frasa Numeralia Subjek ث ان خ ت م ات .8
Tiga kali Frasa Numeralia Subjek ث ل ث خ ت م ات .9
Tiga kali Frasa Numeralia Pelengkap ث ل ث خ ت م ات .10
Objek
Empat kali Frasa Numeralia Pelengkap أ ر ب ع خ ت م ات .11
Objek
Empat kali Frasa Numeralia Keterangan أ ر ب ع خ ت م ات .12
Sepuluh ayat Frasa Numeralia Keterangan ع ش ر آيت .13
Seratus ayat Frasa Numeralia Katerangan م ائ ة آي ة .14
Seribu ayat Frasa Numeralia Keterangan أ ل ف آي ة .15
Tiga pendapat Frasa Numeralia Pelengkap ث ل ث ة أ و ج ه .16
Predikat
Tiga tempat Frasa Numeralia Keterangan ث ل ث ة م و اض ع .17
Tiga kali Frasa Numeralia Keterangan ثلث م ر ات .18
Dua puluh surat Frasa Numeralia Objek ع شر ين س و ر ة .19
57
Empat tempat Frasa Numeralia Frasa أربع س ك ت ات .20
Empat belas ayat Frasa Numeralia Pelengkap أربع ع ش ر ة س ج د ة .21
Predikat
dihapus dihapus أربع عشرة س ج د ة .22
Lima belas ayat خس عشرة س ج د ة .23
sajdah
Frasa Numeralia Pelengkap
Predikat
Tiga pendapat Frasa Numeralia Pelengkap ثلثة أ و ج ه .24
Predikat
Tiga pendapat Frasa Numeralia Pelengkap ثلثة أ و ج ه .25
Predikat
dihapus dihapus ثلث م ر ات .26
Tiga pandangan Frasa Numeralia Objek ثلثة أ و ج ه .27
أرب عة آلف م ل ك .28
Empat ribu
malaikat
Frasa Numeralia Pelengkap
Predikat
Tiga kali Frasa Numeralia Keterangan ثلث م ر ات .29
Tiga rakaat Frasa Numeralia Keterangan ثلث رك ع ات .30
Tiga kali Frasa Numeralia Keterangan ثلث م ر ات .31
Empat mushaf Frasa Numeralia Pelengkap أربع ن س خ .32
Predikat
عة م ص اح ف .33 Tujuh mushaf Frasa Numeralia Pelengkap سب
Predikat
Tiga cara ثلث ل غ ات .34
pelafalannya
Frasa Numeralia Pelengkap
Predikat
Tiga pendapat Frasa Numeralia Pelengkap ثلثة أ و ج ه .35
Predikat
Tiga pendapat Frasa Numeralia Pelengkap ثلثة أ و ج ه .36
Predikat
Empat variasi أربع ل غ ات .37
bahasa
Frasa Numeralia Pelengkap
Predikat
Tiga variasi ثلثة أ و ج ه 38
pengucapan
Frasa Numeralia Pelengkap
Predikat
Tiga puluh ثلث ي ق و ل .39
pendapat
Frasa Numeralia Subjek
Tabel 2.2. Bentuk Penerjemahan Tamyi>z (distinctive)
Pada tabel 2.2. di atas terlihat bahwa tamyi>z malfu>zh asma>ul a‘da>d
(mumayyaz + tamyi>z) memiliki data sebanyak 33 data. Dari 33 data tersebut, 31
data diterjemahkan dalam bentuk frasa numeralia dan 2 data tidak diterjemahkan.
Adapun kedudukannya dalam kalimat; 3 tamyi>z sebagai pengisi fungsi objek, 13
58
tamyi>z sebagai pengisi fungsi pelengkap predikat, 2 tamyi>z sebagai pengisi fungsi
objek, 2 tamyi>z sebagai pengisi fungsi pelengkap objek, 10 tamyi>z sebagai
pengisi fungsi keterangan, dan 1 tamyi>z sebagai frasa.
Adapun tamyi>z malchu>zh muchawwal ‘an mubtada’ terdapat 5 data. Dari
5 data tersebut, 2 data diterjemahkan dalam bentuk frasa nominal, dan 3 data
diterjemahkan dalam bentuk frasa verbal. Adapun kedudukannya dalam kalimat;
1 tamyi>z sebagai pengisi fungsi subjek, 1 tamyi>z sebagai pengisi fungsi predikat,
1 tamyi>z sebagai pengisi fungsi keterangan, dan 2 tamyi>z sebagai pengisi fungsi
pelengkap predikat.
Kemudian tamyi>z malchu>zh muchawwal ‘an maf‘u>l terdapat 1 data.
Tamyi>z tersebut diterjemahkan dalam bentuk frasa nominal dan berkedudukan
sebagai pengisi fungsi pelengkap objek dalam kalimat.
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa secara umum tamyi>z
(distinctive) dalam buku TACQ diterjemahkan dalam bentuk frasa nominal, frasa
verbal, dan frasa numeralia. Adapun peran tamyi>z ini dalam sebuah kalimat
adalah sebagai pengisi fungsi subjek, predikat, objek, keterangan, pelengkap
predikat, pelengkap objek, dan frasa.
Adapun penjelasan mengenai bentuk penerjemahan tamyi>z dan perannya
sebagai pengisi fungsi dalam sebuah kalimat dapat dilihat pada analisis berikut
ini.
A. Kalimat yang Mengandung Tamyi>z Asma>ul A‘da>d (Nomina-nomina
Penunjuk Bilangan)
Dalam data penelitian, terdapat 33 data kalimat yang mengandung tamyi>z
asma >ul a‘da>d. Adapun bentuk-bentuk penerjemahannya adalah sebagai berikut.
59
1. Pola Kalimat P+S dalam BSu Menjadi Pola Kalimat S+P dalam BSa
Bentuk penerjemahan pola kalimat ini terdapat pada data berikut.
BSu :
ي أربع عشرة : وقال أبو حن ي فة أيضا ة د ج س ه
Wa qa>la abu> chani>fata: hiya arba‘a ‘asyrata sajdatan aidhan (An-Nawawi, 2014: 167).
BSa :
Abu Hanifah [S] juga berpendapat [P] ada empat belas [Pel]
(Hauro’, 2014: 139).
Pada data di atas, kalimat dalam BSu merupakan jumlah ismiyyah
(kalimat nomina) memiliki pola P+S. Penerjemah mengubah bentuk kalimat
BSu dengan pola P+S menjadi pola S+P dalam BSa. Klausa “ قال أبو حن ي فة”
qa>la abu> chani>fata merupakan susunan fi’l+fa>’il/ P+S yang diterjemahkan ke
dalam BSa dengan mendahulukan subjeknya yaitu “Abu Hanifah” kemudian
predikatnya yaitu “berkata”. Pengubahan bentuk ini merupakan keharusan
agar terjemahan sesuai dengan kaidah dalam BSa. Kemudian kata “سجدة”
sajdatun merupakan tamyi>z ber-i’rab manshu>b dengan harakat fathah untuk
menjelaskan frasa “ أربع عشرة” arba‘a ‘asyrata ‘empat belas’, namun kata
tersebut tidak diterjemahkan dalam BSa.
2. Pola Kalimat S+P dalam BSu Menjadi Pola Kalimat S+P dalam BSa
Bentuk penerjemahan pola kalimat ini terdapat pada data berikut.
BSu :
ر ي ة د ج س ة ر ش ع أن ها أربع : فالمختار ال ذ ي قاله الش اف ع ي والماه
Fal-mukhta>rul-ladzi> qa>lahu’sy-sya>fi‘iyyu wal-jama>hi>ru: annaha> arba‘a ‘asyrata sajdatan (An-Nawawi, 2014: 167).
BSa :
Pendapat yang dipilih yang dikatakan oleh Syafi‘i dan jumhur
ulama [S]: ada [P] empat belas ayat [Pel] (Hauro’, 2014: 138).
60
Pada data di atas, kalimat dalam BSu merupakan jumlah ismiyyah
(kalimat nominal) memiliki pola S+P. Subjek pada BSu adalah klausa “ ر فالمختا
ي ر Fal-mukhta>rul-ladzi> qa>lahu’sy-sya>fi‘iyyu wal-jama>hi>ru ”ال ذ ي قاله الش اف ع ي والماه
berkedudukan sebagai mubtada’ dengan terjemahan “Pendapat yang dipilih
yang dikatakan oleh Syafi‘i dan jumhur ulama”. Sedangkan predikat kalimat di
atas adalah klausa “ أن ها أربع عشرة سجدة” annaha> arba‘a ‘asyrata sajdatan
berkedudukan sebagai khabar dengan terjemahan “ada empat belas ayat”.
Tamyi>z dalam kalimat tersusun bersama mumayyaz-nya sehingga membentuk
frasa numeralia yaitu “ أربع عشرة سجدة” arba‘a ‘asyrata sajdatan ‘empat belas
ayat’. Frasa numeralia ini menduduki posisi khabar inna pada salah satu klausa
kalimat tersebut atau pelengkap predikat kalimat di atas.
Peneliti juga menemukan perubahan bentuk penerjemahan pada salah
satu klausa yang ada dalam kalimat tersebut. Klausa “ ي ر ”قاله الش اف ع ي والماه
qa>lahu’sy-sya>fi‘iyyu wal-jama>hi>ru merupakan klausa dengan pola P+O+S
yang diterjemahkan menjadi klausa pasif yaitu “dikatakan oleh Syafi‘i dan
jumhur ulama”. Klausa ini mengisi fungsi pelengkap subjek dalam kalimat di
atas.
3. Pola Kalimat S+P+K dalam BSu Menjadi Pola Kalimat S+P+O+K dalam
BSa
Bentuk penerjemahan pola kalimat ini terdapat pada data berikut.
BSu :
ي اهلل عنه –كان ا بن الكات ب ات م ت خ ع ب ر أ وب الل يل , ات م ت خ ع ب ر أ يت م ب الن هار -رض
Ka>na Ibnul-Ka>tib –radhiyalla>hu <<<<<<<< ‘anhu – yakhtimu bin-naha>ri arba‘a khatama>tin wa bil-laili arba‘a khatama>tin (An-Nawawi, 2014: 100).
61
BSa :
Ibnul-Ka>tib -radhiyalla>hu ‘anhu- [S] mengkhatamkan [P] al-Qur’an [O] empat kali pada waktu siang [K1] dan empat kali pada
waktu malam [K2] (Hauro’, 2014: 54 ).
Pada data di atas, kalimat dalam BSu merupakan jumlah ismiyyah
(kalimat nominal) memiliki pola S+P+K, terlihat nama ي اهلل عنه –ا بن الكات ب -رض
Ibnul-Ka>tib -radhiyalla>hu ‘anhu- berkedudukan sebagai ism inna/ subjek dan
“ ت م ي ” yakhtimu ‘mengkhatamkan’ berkedudukan sebagai khabar inna/
predikat. Kemudian kata “ ماتخت ” khatama>tun ‘kali’ beri’rab majru>r karena
mudha>f ilaih merupakan tamyi>z untuk menjelaskan kata “ عأرب ” arba‘u ‘empat’.
Dalam kalimat tersebut, tamyi>z dan mumayyaz-nya membentuk frasa
numeralia “ ختمات أربع ” arba‘u khatama>tin ‘empat kali’ berkedudukan sebagai
maf”u>l muthlaq/keterangan. Dalam penerjemahannya ke dalam BSa,
penerjemah menambahkan objek yaitu kata “al-Qur’an” sehingga bentuk
penerjemahan kalimat tersebut menjadi berpola S+P+O+K.
4. Pola Kalimat P+O dalam BSu Menjadi Pola Kalimat S+P+O dalam BSa
Bentuk penerjemahan pola kalimat ini terdapat pada data berikut.
BSu :
ن المفص ل ة ر و س فذكر ع شر ين م
Fadzakara ‘isyri>na su>ratan minal-mufashshali (An-Nawawi, 2014: 160).
BSa : Kemudian ia [S] menyebutkan [P] dua puluh surat mufashal [O]
(Hauro’, 2014: 131 ).
Pada data di atas, kalimat dalam BSu merupakan jumlah fi’liyyah
(kalimat verbal) memiliki pola P+O. Kalimat dengan pola P+O pada dasarnya
memiliki pola S+P+O yang mengalami pelesapan S (Asrori, 2004: 87). Dalam
bahasa Arab, subjek yang mengalami pelesapan tersebut dikenal dengan istilah
62
dhamir mustatir. Pada BSu terdapat verba “ ذكر” dzakara ‘menyebutkan’.
Verba tersebut sekaligus mengandung dhamir “هو” huwa ‘ia’ (pronomina III
tunggal) sehingga penerjemahan menambahkan dalam BSa sebuah pronomina
“ia” yang berkedudukan sebagai subjek. Dengan demikian, pola kalimat dalam
BSa menjadi S+P+O. Pada kalimat tersebut, tamyi>z dan mumayyaz-nya
membentuk frasa numeralia “ ن سورة ع شرو ” ‘isyru>na su>ratan ‘dua puluh ayat’
berperan sebagai pengisi fungsi maf’u>l bih/ objek.
5. Pola Kalimat P+S+K+O dalam BSu Menjadi Pola Kalimat K+P+O dalam
BSa
Bentuk penerjemahan pola kalimat ini terdapat pada data berikut.
BSu :
(سبح اسم ربك العلى)ف الر كعة الول ات ع رك وي قرأ من أوت ر ب ثلث
Wa yaqra’u man autara bitsala>tsi raka‘a>tin fi’r-rak‘atil-u>la (sabbichisma rabbikal-‘a‘la>) (An-Nawawi, 2014: 204).
BSa : Ketika melaksanakan shalat witir tiga rakaat, rakaat pertama [K]
membaca [P] surah Al-A‘la> [O] (Hauro’, 2014: 182 ).
Pada data di atas, kalimat BSu merupakan jumlah fi’liyyah (kalimat
verbal) memiliki pola P+S+K+O. Verba “ رأ ي ق ” yaqra’u berkedudukan sebagai
predikat, frasa “ من أوت ر” man autara berkedudukan sebagai subjek, jar majru>r
“ الول الر كعة ب ثلث ركعات ف ” bitsala>tsi raka‘a>tin fi’r-rak‘atil-u>la berkedudukan
sebagai keterangan, dan potongan ayat “ (سبح اسم ربك العلى) ” berkedudukan
sebagai objek. Adapun dalam terjemahannya, penerjemah menghilangkan
subjek kalimat tersebut dan meletakkan keterangan di awal kalimat, sehingga
bentuk penerjemahan kalimat BSu tersebut menjadi berpola K+P+O
sebagaimana terlihat pada rincian terjemahan di atas, yaitu “Ketika
63
melaksanakan shalat witir tiga rakaat, rakaat pertama [K] membaca [P] surah
Al-A‘la> [O]”.
Pada kalimat tersebut, bentuk penerjemahan tamyi>z berupa frasa
numeralia “ ركعات ثلث ” tsala>tsu raka‘a>tin ‘tiga rakaat’ terangkai dengan harf jar
.bi sehingga berkedudukan sebagai jar majru>r atau keterangan ”ب“
6. Pola Kalimat P+S+K+O dalam BSu Menjadi Frasa dalam BSa
Bentuk penerjemahan pola kalimat ini terdapat pada data berikut.
BSu :
مام ف الص لة الهر ي ة أن يسكت أربع ف حال الق يام ات ت ك س يستحب ل ل
Yustachabbu lil’ima>mi fi’sh-shala>til-jahriyyati an yaskuta arba‘a sakata>tin fi> cha>lil-qiya>mi (An-Nawawi, 2014: 162).
BSa : Empat tempat imam diam sejenak (Hauro’, 2014: 133).
Pada data di atas, kalimat BSu merupakan jumlah fi’liyyah (kalimat
verbal) memiliki pola P+S+K+O. Verba “ يستحب” Yustachabbu merupakan
fi’l majhu>l (verba pasif) yang berposisi sebagai predikat dengan mengikuti
wazan “ ستفعلي – استفعل ” ustuf‘ila - yustaf‘alu yang berarti ‘diutamakan’
(Munawwir, 1997: 229). Kemudian frasa “ مام lil’ima>mi merupakan jar ”ل ل
majru>r yang menduduki posisi na>ibul fa>‘l atau subjek. Adapun frasa “ ف الص لة
fi’sh-shala>til-jahriyyati merupakan jar majru>r yang berkedudukan ”الهر ي ة
sebagai keterangan dan frasa “ أن يسكت” an yaskuta merupakan mashdar
muawwal yang berkedudukan sebagai objek. Adapun tamyi>z terdapat pada
frasa numeralia yaitu “ سكتات أربع ” arba‘u sakata>tin menduduki posisi
pelengkap bagi objek. Dari uraian tersebut, dapat diketahui bahwa kalimat
dalam BSu merupakan kalimat lengkap karena telah memiliki semua unsur
64
pengisi fungsi dalam sebuah kalimat. Adapun penerjemah menerjemahkan
kalimat lengkap tersebut menjadi sebuah frasa dalam BSa. Frasa adalah satuan
gramatikal/ sintaksis yang berupa gabungan beberapa kata yang bersifat
nonpredikatif (Chaer, 2007: 222; Alwi, 2003: 312). Hal ini terlihat pada hasil
terjemahannya yaitu “Empat tempat imam diam sejenak” tidak memiliki unsur
predikasi. Frasa pada BSa tersebut merupakan frasa numeralia yang mengalami
perluasan. Dengan demikian, bentuk penerjemahan tamyi>z dalam BSa adalah
berupa frasa numeralia yang berkedudukan sebagai frasa inti.
7. Penerjemahan Sifat Berupa Kalimat
Sifat berupa kalimat adalah apabila dalam suatu kalimat terdapat satu
bagian yang memiliiki sifat berupa kalimat, bukan berupa kata atau frasa.
Penanda bahwa kalimat tersebut merupakan sifat adalah dengan didahului ism
maushu>l pada untuk mensifati kata ma‘rifat dan tidak didahului ism maushu>l
untuk mensifati kata nakirah (Burdah, 2004: 91). Adapun bentuk penerjemahan
sifat berupa kalimat terdapat pada data berikut.
BSu :
ر ي ة د ج س ة ر ش ع أن ها أربع : فالمختار ال ذ ي قاله الش اف ع ي والماه
Fal-mukhta>rul-ladzi> qa>lahu’sy-sya>fi‘iyyu wal-jama>hi>ru: annaha> arba‘a ‘asyrata sajdatan (An-Nawawi, 2014: 167).
BSa :
Pendapat yang dipilih yang dikatakan oleh Syafi‘i dan jumhur
ulama [S]: ada [P] empat belas ayat [Pel] (Hauro’, 2014: 138).
Pada data di atas, kalimat dalam BSu merupakan jumlah ismiyyah
(kalimat nomina) memiliki pola S+P. Subjek pada kalimat tersebut adalah kata
“ ختار الم ” al-mukhta>ru ‘pendapat yang dipilih’. Kata tersebut merupakan kata
ma‘rifat yang memiliki sifat berupa kalimat dengan didahului ism maushu>l
65
“ يال ذ ” al-ladzi> ‘yang’ untuk menghubungkan dengan sifatnya berupa kalimat
ر “ ي qa>lahu’sy-sya>fi‘iyyu wal-jama>hi>ru ‘dikatakan oleh Syafi‘i ”قاله الش اف ع ي والماه
dan jumhur ulama’. Tamyi>z dalam kalimat tersusun bersama mumayyaz-nya
sehingga membentuk frasa numeralia yaitu “ أربع عشرة سجدة” arba‘a ‘asyrata
sajdatan ‘empat belas ayat’. Frasa numeralia ini menduduki posisi khabar inna
pada salah satu klausa kalimat tersebut atau pelengkap predikat kalimat di atas.
Penerjemah menerjemahkan kalimat BSu dengan pola S+P juga dengan
menyertakan sifat yang melekat pada subjek. Subjek pada kalimat BSa adalah
“pendapat” dan sifatnya adalah “yang dipilih yang dikatakan oleh Syafi‘i dan
jumhur ulama”. Sifat yang melekat pada subjek ini juga merupakan kalimat
karena sudah mengandung unsur predikasi berupa P+Pelengkap.
8. Penerjemahan Kalimat yang Memiliki Jeda/Sampiran (mu‘taridhah)
Jeda/ sampiran dalam sebuah kalimat ini bisa berupa frasa atau kalimat
namun tidak berfungsi sebagai sifat dan tidak memiliki status gramatikal lain
dalam kalimat utama sehingga disebut sebagai mu‘taridhah yang berarti
penghalang (Burdah, 2004: 92). Adapun bentuk penerjemahan kalimat yang
memiliki jeda terdapat pada contoh data berikut:
BSu :
ه ج و أ فف يه ثلثة -كما هو الغال ب –وإ ن كان غي ره أكث ر
Wa in ka>na ghairuhu aktsara –kama> huwal-gha>libu- fafi>hi tsala>tsatu aujuhin (An-Nawawi, 2014: 216).
BSa :
Namun apabila sedikit ada tiga pendapat (Hauro’, 2014: 198).
Pada data di atas, kalimat dalam BSu memiliki mu‘taridhah berupa
frasa yang terdapat pada tanda (-) yaitu “ كما هو الغال ب” kama> huwal-gha>libu .
66
Frasa tersebut tidak diterjemahkan oleh penerjemah dalam BSa karena tidak
terlalu memengaruhi makna kalimat secara keseluruhan sehingga dapat
disimpulkan bahwa bentuk penerjemahan kalimat yang memiliki jeda/sampiran
adalah dengan cara melakukan penghapusan jeda/sampiran tersebut.
Adapun tamyi>z pada kalimat di atas adalah kata “ هأوج ” aujuhun
membentuk frasa numeralia dengan mumayyaz-nya, yaitu “ أوجه ثلثة ” tsala>tsatu
aujuhin ‘tiga pendapat’ berposisi sebagai mubtada’ muakhkhar.
9. Penerjemahan Kalimat Syarat
Kalimat syarat adalah dua kalimat/klausa atau lebih yang dihubungkan
oleh kata sarana tertentu sebagai kata syarat atau yang semakna dengannya.
Klausa pertama disebut sebagai syarat dan klausa kedua disebut sebagai jawab
syarat (Burdah, 2004: 94; Al-Farisi, 2011: 236). Kalimat syarat mengandung
kata-kata syarat, di antaranya adalah kata “ حيثما,مىت, إذا, من,إن ” (in, idza>, mata>,
man, chaitsuma>) dan terdapat kata jawab sebelum kalimat jawab yang berupa
partikel “ف” fa yang diterjemahkan dengan “maka” atau “niscaya”. Adapun
bentuk penerjemahan kalimat syarat terdapat pada contoh data berikut.
BSu :
ن الغاف ل ي آيت ر ش ع ب من قام ل يكتب م
Man qa>ma bi‘asyri a>ya>tin lam yuktab minal-gha>fili>na (An-Nawawi, 2014: 107).
BSa :
Barang siapa yang shalat malam dengan membaca sepuluh ayat
maka ia tidak dicatat sebagai orang lalai (Hauro’, 2014: 61).
Pada data di atas, kalimat dalam BSu merupakan jenis kalimat syarat
karena terdapat kata syarat berupa “ ن م ” man ‘barang siapa’ berkedudukan
sebagai mubtada’/subjek. Penerjemah menambahkan kata “maka” dalam BSa
67
sehingga kalimat tersebut menjadi bentuk kalimat syarat pula dalam BSa.
Tamyi>z dalam kalimat tersebut membentuk frasa numeralia yang terangkai
dengan harf jar sehingga membentuk susunan jar majru>r sekaligus berfungsi
sebagai keterangan dalam klausa syarat. Bentuk penerjemahan kalimat syarat
ini terdiri dari klausa syarat dan jawab syarat. Klausa syarat adalah “Barang
siapa yang shalat malam dengan membaca sepuluh ayat” dan klausa jawab
dalam BSa adalah “maka ia tidak dicatat sebagai orang lalai”.
Pada data penelitian tamyi>z asma>ul a‘da>d ini terdapat 7 kalimat syarat
dengan kata syarat berupa kata man ‘barang siapa’ dan in ‘jika’. Contoh
penggunaan kata in ‘jika’ terdapat pada data berikut.
BSu :
ه ج و أ وإ ن سجد ل لول فف يه ثلثة
Wa in sajada lil’u>la fafi>hi tsala>tsatu aujuhin (An-Nawawi, 2014: 175).
BSa :
Jika ia sujud pada kali pertama maka ada tiga pendapat (Hauro’,
2014: 145).
Pada data kalimat di atas, bentuk kalimat syarat BSu sedikit berbeda
dengan kalimat syarat sebelumnya. Selain pada kalimat tersebut terdapat kata
syarat yaitu “ إ ن” in ‘jika’ , terdapat pula kata jawab yang mengawali klausa
syarat yaitu partikel “ف” fa yang diterjemahkan dengan “maka”. Kata “maka”
yang terdapat dalam kalimat BSa bukan merupakan tambahan, tetapi
merupakan hasil terjemahan dari BSu. Klausa syarat pada kalimat di atas
adalah “Jika ia sujud pada kali pertama” sedangkan klausa jawabnya adalah
“maka ada tiga pendapat”. Tamyi>z pada kalimat di atas membentuk frasa
numeralia dengan mumayyaz-nya, yaitu “ ثلثة أوجه” tsala>tsatu aujuhin ‘tiga
68
pendapat’ berposisi sebagai mubtada’ muakhkhar klausa jawab atau sebagai
predikat.
10. Penerjemahan Kalimat dengan Bagian Struktur Berupa Kalimat
Struktur kalimat yang dimaksud adalah fungsi dalam suatu kalimat
antara lain: subjek, predikat, objek, dan keterangan. Bagian struktur berupa
kalimat berarti salah satu pengisi fungsi kalimat tersebut berupa kalimat.
Kalimat pengisi salah satu struktur yang dimaksud di sini adalah minimal
berupa kalimat sederhana yang terdiri dari subjek dan predikat (Burdah, 2004:
97). Pada data penelitian, ditemukan kalimat yang mengisi fungsi objek. Objek
yang berupa kalimat ini didahului oleh kata “أن dan أن” an dan anna. Adapun
kalimat yang objeknya berupa kalimat terdapat pada contoh data berikut ini.
BSu :
لة ات م ت خ ث ل ث ف روى أبو بكر بن أب داوود أن ه كان يت م ف الل ي
Farawa> Abu> Bakribni Abi> Da>wu>d annahu ka>na yakhtimu fil-lailati tsala>tsa khatama>tin (An-Nawawi, 2014: 100).
BSa :
Abu Bakar bin Abu Daud [S] meriwayatkan [P] bahwa [O] ia
mengkhatamkan al-Qur’an tiga kali setiap malamnya [Pel]
(Hauro’, 2014: 53).
Pada data data di atas, kalimat BSu merupakan jumlah fi’liyyah
(kalimat verbal) memiliki pola P+S+O. Predikat kalimat di atas adalah verba
“ rawa> ‘meriwayatkan’ dan subjeknya adalah nama orang ”روى“ أبو بكر بن أب
Abu> Bakribni Abi> Da>wu>d ‘Abu Bakar bin Abu Daud’. Adapun objek ”داوود
kalimat di atas adalah berupa kalimat yaitu “ لة ثلث ختمات ”أن ه كان يت م ف الل ي
annahu ka>na yakhtimu fil-lailati tsala>tsa khatama>tin ‘bahwa ia
mengkhatamkan al-Qur’an tiga kali setiap malamnya’. Objek kalimat ini dalam
69
BSu tersusun atas pola S+P+K dan diterjemahkan menjadi pola S+P+O+K
dengan menambahkan kata al-Qur’an sebagai objek tambahan.
Bentuk penerjemahan tamyi>z pada kalimat di atas berupa frasa
numeralia yaitu frasa “ ختمات ثلث ” tsala>tsu khatama>tin ‘tiga kali’ dan
menduduki posisi maf”u>l muthlaq/keterangan bagi kalimat objek atau sebagai
pelengkap objek bagi kalimat di atas. Hasil terjemahan kalimat di atas dapat
digolongkan ke dalam kalimat yang salah satu strukturnya berupa kalimat
dengan perincian: Abu Bakar bin Abu Daud [S] meriwayatkan [P] bahwa [O]
ia mengkhatamkan al-Qur’an tiga kali setiap malamnya [Pel].
B. Kalimat yang Mengandung Tamyi>z Muchawwal ’an Mubtada’ (Sebagai
Pengganti Mubtada’)
Dalam data penelitian, terdapat 5 data kalimat yang mengandung tamyi>z
muchawwal ’an mubtada’ (sebagai pengganti mubtada’). Adapun bentuk-bentuk
penerjemahannya adalah sebagai berikut:
1. Penerjemahan Kalimat Interogatif
Pada data kalimat yang mengandung tamyi>z muchawwal ’an mubtada’
(sebagai pengganti mubtada’), peneliti menemukan satu kalimat interogatif.
Kalimat interogatif adalah kalimat yang berfungsi untuk meminta keterangan
tentang sesuatu yang belum diketahui oleh penutur dengan diawali kata tanya
seperti “ أ, هل, ما, كيف, من, مىت, اين, كم, أي ” (a, hal, ma>, kaifa, man, mata>, aina,
ayyu) (Al-Farisi, 2011: 231). Adapun kalimat interogatif yang terdapat pada
data penelitian, menggunakan kata tanya ayyu, sebagaimana terlihat pada
kalimat berikut.
70
BSu :
ل لقرآن أخذاأي هما أكث ر
Ayyuhuma> aktsaru akhdzan lil-qur’a>ni (An-Nawawi, 2014: 74).
BSa :
Manakah di antara keduanya [P] yang lebih banyak hafalan [P] al-
Qur’annya (Hauro’, 2014: 21).
Pada data di atas, kalimat BSu merupakan kalimat interogatif dengan
kategori jumlah ismiyyah (kalimat nominal) karena tersusun atas mubtada’/
subjek dan khabar/ predikat. Pada kalimat di atas, khabar berbentuk ism al-
istifha>m (kata tanya) yaitu “ أي” ayyu sehingga khabar tersebut mendahului
mubtada’ (Salsabila, 2010: 77). Mubtada’ dalam kalimat tersebut adalah frasa
“ اأي هم ” ayyuhuma>, khabar kalimat tersebut adalah ism tafdhi>l “ ر أكث ” aktsaru,
dan tamyi>z pada kalimat tersebut adalah kata “ أخذ” akhdzun. Kata “ ذ أخ ”
akhdzun merupakan tamyi>z yang berperan sebagai pengganti mubtada’ apabila
kalimat tersebut diubah menjadi “أخذمها للقرآن أكثر” akhdzuhuma> lil-qur’a>n
aktsaru. Frasa “ اأخذمه ” akhdzuhuma> adalah mubtada’/subjek dan kata “ أكث ر”
aktsaru adalah khabar/ predikat. Kebanyakan tamyi>z yang berperan sebagai
pengganti mubtada’ adalah diawali dengan ism tafdhi>l. Tamyi>z membentuk
frasa nominal dengan ism tafdhi>l menjadi “ اأكث ر أخذ ” aktsaru akhdzan ‘lebih
banyak hafalan’ dan berperan sebagai pengisi fungsi subjek pada kalimat BSa.
Penerjemah menerjemahkan kalimat dalam BSu tersebut menjadi
kalimat interogatif dalam BSa. Secara formal, kalimat interogatif ditandai oleh
kehadiran kata tanya seperti apa, siapa, berapa, kapan, dan bagaimana dengan
atau tanpa partikel –kah sebagai penegas (Alwi, 2003: 357). Kata “ أي” ayyu
merupakan kata tanya dalam bahasa Arab yang diterjemahkan dengan “yang
mana?” (Baalbaki, 2006: 126). Hadirnya kata tanya dalam bahasa Arab
71
tersebut menunjukkan bahawa kalimat tersebut adalah kalimat interogatif
sehingga mengharuskan penerjemah untuk menerjemahkannya dalam bentuk
kalimat interogatif pula dalam bahasa Indonesia atau BSa. Penerjemah
mengungkapkan kata tanya tersebut dengan menggunakan tambahan partikel –
kah sehingga kata tanya “yang mana” diganti dengan “manakah” namun tetap
menunjukkan makna yang sama dalam kalimat tersebut.
2. Penerjemahan Kalimat dengan Bagian Struktur Berupa Kalimat
Berikut ini adalah bentuk penerjemahan kalimat dengan pelengkap
predikat berupa kalimat dan keterangan pembandingan berupa kalimat.
BSu :
نة إ ل ق ي نت ه ان ذ أ اهلل أشد ب القي ن صاح إ ل الر جل السن الص وت ب القرآن م
Alla>hu asyaddu adzanan ila’r-rajulil-chasani’sh-shauti bil-qur’a>ni min sha>chibil-qainati ila> qainatihi (An-Nawawi, 2014: 127).
BSa :
Allah [S] sangat senang [P] mendengarkan seseorang yang
membaca al-Qur’an dengan suara merdu [Pel] daripada seseorang
yang mendengarkan biduanitanya menyanyi [K] (Hauro’, 2014:
86).
Pada data di atas, kalimat dalam BSu merupakan jumlah ismiyyah
(kalimat nominal) yang terdiri S+P+Pel. Kata “ اهلل” Alla>hu ‘Allah’ merupakan
mubtada’/ subjek, kata “ أشد” asyaddu merupakan khabar/ predikat, dan kata
“ ذن أ ” adzanun merupakan tamyi>z. Kedudukan tamyi>z ini sebagai muchawwal
’an mubtada’ (pengganti mubtada’) dengan bentuk aslinya “ أذن اهلل أشد”
adzanullahi asyaddu. Frasa “أذن اهلل” adzanullahi adalah mubtada’ dan kata
“ د أش ” asyaddu adalah khabar. Bentuk penerjemahan tamyi>z pada kalimat
tersebut adalah frasa verbal yang terlihat pada frasa “أشد أذنا” yang
72
diterjemahkan dengan “sangat senang mendengarkan”. Frasa ini berperan
sebagai pengisi fungsi pelengkap predikat.
Hasil terjemahan kalimat tersebut dalam BSa disusun dengan pola
S+P+Pel+K. Predikat dalam kalimat BSa yaitu “sangat senang” merupakan
frasa adjektiva yang dirangkai dengan pelengkapnya berupa kalimat yaitu
“mendengarkan seseorang yang membaca al-Qur’an dengan suara merdu”.
Alwi (2003: 329) menjelaskan bahwa pelengkap dapat berupa kalimat/klausa
yang terletak di belakang predikat apabila tidak memiliki objek. Kemudian
pengisi fungsi keterangan dalam BSa tersebut merupakan jenis keterangan
pembandingan. Masih menurut Alwi (2003: 408) bahwa hubungan
pembandingan dalam keterangan biasanya ditandai dengan kata “daripada”
sehingga kalimat setelah kata “daripada” yaitu kalimat “daripada seseorang
yang mendengarkan biduanitanya menyanyi” merupakan keterangan.
3. Penerjemahan Kalimat Majemuk
Kalimat majemuk adalah kalimat yang terdiri atas beberapa klausa
bebas yang biasa diistilahkan dengan induk kalimat dan anak kalimat (Tarigan,
2009: 7; Alwi, 2003: 313). Kalimat majemuk yang memiliki hubungan
subordinasi disebut dengan kalimat majemuk subordinatif/ bertingkat karena
hubungan antar klausa-klausannya bersifat hierarkis (Alwi, 2003: 388).
Adapun kalimat majemuk bertingkat ini tersusun atas klausa utama atau induk
kalimat dan klausa subordinatif atau anak kalimat. Pada data penelitian,
ditemukan bentuk penerjemahan kalimat majemuk subordinatif sebagaimana
terlihat pada data berikut.
73
BSu :
اح ل ص و ا ب س ن و ة ر ه ش ل ق أ و ان س ه ن م ر غ ص أ ان ك ن إ و وي نبغ ي أن ي ت واضع ل معلم ه وي تأد ب معه ك ل ذ ر ي غ و
Wa yanbaghi> an yatawa>dha‘a limu‘allimihi wa yata’addaba ma‘ahu wa in ka>na ashghara minhu sinnan wa aqalla syuhratan wa nasaban wa shala>chan wa ghaira dza>lika (An-Nawawi, 2014: 88).
BSa :
Hendaknya ia rendah hati dan juga bersikap sopan terhadap
gurunya, walaupun sang guru lebih muda umurnya, tidak setenar
dirinya, tidak semulia nasab dan keshalihannya, serta lainnya
[Ket=klausa adverbial] (Hauro’, 2014: 40).
Pada data di atas, kalimat dalam BSu merupakan jumlah fi‘liyyah
(kalimat verbal) yang terdiri P+O. Verba “ ي نبغ ي” yanbaghi> adalah predikat
sedangkan subjeknya adalah dhamir mustatir ‘huwa’ dan frasa “ ي ت واضع أن ” an
yatawa>dha‘a adalah objek. Adapun tamyi>z pada kalimat di atas adalah kata
“ ن س ”sinnun, “ ةر ه ش ” syuhratun, “ بس ن ” nasabun, dan “ حل ص ” shala>chun.
Keempat kata tersebut berkedudukan sebagai pengganti posisi mubtada’
sehingga disebut sebagai tamyi>z malchu>zh muchawwal ‘an mubtada’. Kalimat
di atas dapat diubah dalam bentuk lain yaitu “ ر من سن هغاملعل م أصسن ” sinnul-
mu‘allimi ashgharu min sinnihi. Frasa “ سن املعل م” sinnul-mu‘allimi menempati
posisi mubtada’ dan kata “ رغأص ” ashgharu menempati posisi khabar. Bentuk
penerjemahan tamyi>z dalam kalimat ini adalah berupa frasa nominal yang
terlihat pada kata “ ن sinnun diterjemahkan dengan “umurnya” dan berperan”س
sebagai pengisi fungi pelengkap predikat.
Kalimat pada BSa di atas terdiri dari dua klausa yang dihubungkan
dengan konjungtor konsesif yaitu kata “walaupun”. Konjungtor konsesif ini
menghubungkan antara klausa utama dengan klausa subordinatif yang berupa
klausa adverbial. Dalam kalimat tersebut klausa adverbial berfungsi sebagai
74
keterangan. Dengan demikian, klausa utama kalimat tersebut adalah
“Hendaknya ia rendah hati dan juga bersikap sopan terhadap gurunya” dan
klausa adverbialnya adalah “walaupun [Konj] sang guru [S] lebih muda [P]
umurnya, tidak setenar dirinya, tidak semulia nasab dan keshalihannya, serta
lainnya”.
4. Pola Kalimat S+P+K dalam BSu Menjadi Pola Kalimat S+P+K dalam
BSa
Bentuk penerjemahan pola kalimat ini terdapat pada data berikut.
BSu :
ب ل ف عقل ها ات ل ف ت د ش أ لو ن ال م
Lahuwa asyaddu tafallutan minal-ibili fi> ‘uquliha> (An-Nawawi, 2014: 107).
BSa :
Ia [S] lebih cepat lepas [P] daripada unta dalam ikatan
[K=pembandingan] (Hauro’, 2014: 62).
Pada data di atas, kalimat dalam BSu merupakan jumlah ismiyyah
(kalimat nominal) yang terdiri dari S+P+K. Dhami>r/ pronomina “ هو” huwa
merupakan mubtada’/ subjek, ism tafdhi>l “ د أش ” merupakan khabar/ predikat,
dan kata “ ت فل ت” tafallutun merupakan tamyi>z muchawwal ‘an mubtada’
(pengganti posisi mubtada’/subjek). Tamyi>z ini terlihat menempati posisi
mubtada’ apabila susunan kalimat tersebut diubah menjadi “ تفل ته أشد من تفل ت
tafallutuhu asyaddu min tafallutil-ibili fi> ‘uquliha>. Adapun ”البل ف عقلها
keterangan pada kalimat ini adalah susunan jar majru>r “ ب ل ف عقل ها م ن ال ” minal-
ibili fi> ‘uquliha>. Bentuk penerjemahan tamyi>z pada kalimat di atas adalah frasa
verbal yang terlihat pada frasa “أشد ت فل تا” diterjemahkan dengan “lebih cepat
lepas”.
75
Penerjemah menerjemahkan kalimat dalam BSu ke dalam BSa dengan
pola yang sama yaitu S+P+K. Pronomina “ia” sebagai subjek, frasa verbal
“lebih cepat lepas” sebagai predikat, dan keterangan pembandingan yaitu
“daripada unta dalam ikatan”.
5. Kalimat K+P+S+K dalam BSu Menjadi Pola Kalimat K+S+P+K dalam
BSa
Bentuk penerjemahan pola kalimat ini terdapat pada data berikut.
BSu :
ن ذل ك ذا يستحب الت رت يل ل لعجم ي ال ذ ي ل ي فهم معناه ل ام ول حت أق رب إ ل الت وق ي وال ف القلب ار ي ث أ ت د ش أ و
Wa li ha>dza> yustachabbu’t-tarti>lu lil‘ajamiyyil-ladzi> la> yafhamu ma‘na>hu li’anna dza>lika aqrabu 'ila’t-tauqi>ri wal-‘ichtira>mi wa asyaddu ta'tsi>ran fil-qalbi (An-Nawawi, 2014: 127).
BSa :
Oleh karena itu [K], bacaan tartil [S] dianjurkan [P] bagi non-Arab
[Pel] karena hal itu lebih menghormati dan memuliakan al-Qur’an
serta lebih memengaruhi hati [K] (Hauro’, 2014: 86).
Pada data di atas, kalimat dalam BSu merupakan jumlah fi‘liyyah
(kalimat verbal) yang terdiri dari K+P+S+K. Verba “ ب يستح ” Yustachabbu
merupakan fi’l majhu>l (verba pasif) yang berposisi sebagai predikat dengan
mengikuti wazan “ يستفعل –استفعل ” ustuf‘ila - yustaf‘alu yang berarti
‘diutamakan’ (Munawwir, 1997: 229), tetapi dalam kalimat ini diterjemahkan
dengan “dianjurkan”. Kemudian kata “ الت رت يل” merupakan na>ibul fa>‘il atau
subjek. Adapun tamyi>z pada kalimat ini adalah kata “ تأث ي ر” ta'tsi>run sebagai
pengganti mubtada’ yang terlihat pada pengubahan kalimat menjadi “ تأثي التتيل
ta’tsi>ru’t-tarti>li asyaddu. Frasa ta’tsi>ru’t-tarti>li sebagai mubtada’ dan ism ”أشد
tafdhi>l asyaddu sebagai khabar. Kemudian pengisi fungsi keterangan terletak
76
di awal kalimat sebelum subjek berupa susunan jar majru>r “ذا li ha>dza> dan ”ل
kalimat sebab yang diawali oleh “ ن .li’anna sampai akhir kalimat ”ل
Bentuk penerjemahan tamyi>z pada kalimat di atas terangkai pada frasa
asyaddu ta'tsi>ran ‘sangat memengaruhi’ merupakan frasa verbal ”أشد تأث ي را“
yang berperan sebagai pengisi fungsi keterangan pada kalimat di atas.
Penerjemah menerjemahkan kalimat dalam BSu ke dalam BSa dengan
pola K+S+P+K. Kalimat tersebut masih diapit oleh keterangan sebab di awal
dan di akhir kalimat, hanya saja penerjemah mengubah posisi subjek dan
predikatnya, yaitu pola P+S diubah menjadi pola S+P. Hal ini terlihat pada
kalimat “ يستحب الت رت يل” yustachabbu’t-tarti>lu diterjemahkan menjadi “bacaan
tartil dianjurkan”.
Pada kalimat di atas juga terdapat sifat yang berupa kalimat. Kalimat
tersebut menjadi sifat bagi pelengkap dalam hal ini adalah kata “ العجم ي” al-
‘ajamiy ‘non-Arab’ tetapi tidak diterjemahkan oleh penerjemah, yaitu kalimat
“ ناه ال ذ ي ل ي فهم مع ” al-ladzi> la> yafhamu ma‘na>hu. Seharusnya kalimat ini
diterjemahkan oleh penerjemah sehingga menambah kejelasan makna dalam
kalimat tersebut dan hasil terjemahnnya menjadi “Oleh karena itu, bacaan tartil
dianjurkan bagi non-Arab yang tidak faham maknanya karena hal itu lebih
menghormati dan memuliakan al-Qur’an serta lebih memengaruhi hati”.
77
C. Kalimat yang Mengandung Tamyi>z Muchawwal ’an Maf‘u>l (Sebagai
Pengganti Objek)
Dalam data penelitian, hanya terdapat satu data kalimat yang mengandung
tamyi>z muchawwal ’an maf‘u>l. Adapun bentuk penerjemahan tamyi>z tersebut dan
perannya dalam kalimat terdapat pada data berikut.
BSu :
عت أحدا أحسن نه ات و ص فما س م
Fama> sami‘tu achadan achsana shautan minhu (An-Nawawi, 2014: 143).
BSa :
Dan [Konj] aku [S] tidak pernah mendengar [P] seseorang [O]
yang lebih bagus suaranya daripada beliau [Pel] (Hauro’, 2014:
112).
Pada data di atas, kalimat dalam BSu merupakan jumlah fi‘liyyah
(kalimat verbal) dengan pola P+S+O diterjemahkan dalam BSa dengan pola
S+P+O. Kalimat di atas juga tergolong jumlah manfiyyah (kalimat negatif)
karena terdapat salah satu kata negasi yaitu “ما” ma>. Kalimat negatif
menafikan hubungan antara mubtada’/subjek dan khabar predikat. Dalam
terjemahannya, penerjemah tetap mempertahankan bentuk kalimat tersebut
sebagaimana bentuk aslinya dalam BSu. Hal ini terlihat dalam terjemahannya
menggunakan kata “tidak” yang terletak antara subjek dan predikat, hanya saja
penerjemah melakukan pengubahan secara struktural karena memang BSa
menghendaki demikian. Struktur BSu dengan pola P+S+O diubah menjadi pola
S+P+O.
Tamyi>z pada kalimat di atas adalah kata “ صوت” shautun. Dalam BSu
kata tersebut berfungsi sebagai pengganti maf‘u>l bih/ objek apabila kalimat
78
tersebut dikembalikan kepada bentuk aslinya yaitu “ أحسن منه فما سعت صوت أحد ”
Fama> sami‘tu shauta achadin achsana minhu. Verba “ ت سع ” sami‘tu adalah
fi‘il+fa>‘il dan frasa “ أحد صوت ” shautu achadin adalah maf‘u>l bih/objek.
Bentuk penerjemahan tamyi>z pada data di atas adalah berupa frasa
nominal yang terangkai dalam frasa “أحسن صوتا” achsana shautan ‘paling bagus
suaranya’. Frasa ini berperan sebagai pengisi fungsi pelengkap objek dalam
kalimat di atas.
top related