79 BAB III STRATEGI PENERJEMAHAN TAMYI><Z (DISTINCTIVE) Penerjemahan merupakan aktivitas pengalihbahasaan teks dari Bahasa Sumber (BSu) menuju Bahasa Sasaran (BSa) dengan berusaha mencari padanan yang paling tepat, maka diperlukan strategi untuk mencapai tujuan tersebut. Berdasarkan pengamatan peneliti terhadap objek material penelitian yaitu buku At-Tibyān fi> Ādābi Chamalatil-Qur’a>n (TACQ) dan terjemahannya yang berjudul At-Tibyān Adab Penghafal Al-Qur`an, peneliti menemukan 39 data tamyi>z beserta terjemahannya. Pada bab ini akan dijelaskan mengenai strategi penerjemahan yang digunakan oleh penerjemah dalam menerjemahkan tamyi>z tersebut. Adapun dalam menerjemahkan tamyi>z ini, penerjemah menerapkan strategi struktural dan strategi semantis sebanyak 70 kali. Penerapan strategi ini tersebar di seluruh data dan banyak mengalami pengulangan dalam penerapannya. Ditemukan pula penerapan strategi yang berbeda pada data yang memiliki kemiripan pesan. Secara garis besar strategi penerjemahan yang diterapakan oleh penerjemah dalam menerjemahkan tamyi>z ini dibagi menjadi dua, yaitu strategi struktural dan strategi semantis. Penerjemah menerapkan strategi struktural sebanyak 25 kali dengan prosentase 35,71% sedangkan penerapan strategi semantis sebanyak 45 kali dengan prosentase 64,29%. Dengan demikian, penerapan strategi semantis memiliki porsi yang lebih banyak dibandingkan dengan strategi struktural. Berdasarkan fakta ini pula dapat disimpulkan bahwa
22
Embed
BAB III STRATEGI PENERJEMAHAN - abstrak.uns.ac.id · penyusutan dan perluasan, penambahan, penghapusan, dan modulasi. Adapun pada data tamyi>z yang dimiliki, penerapan strategi penerjemahan
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
79
BAB III
STRATEGI PENERJEMAHAN TAMYI><Z (DISTINCTIVE)
Penerjemahan merupakan aktivitas pengalihbahasaan teks dari Bahasa
Sumber (BSu) menuju Bahasa Sasaran (BSa) dengan berusaha mencari padanan
yang paling tepat, maka diperlukan strategi untuk mencapai tujuan tersebut.
Berdasarkan pengamatan peneliti terhadap objek material penelitian yaitu buku
At-Tibyān fi> Ādābi Chamalatil-Qur’a>n (TACQ) dan terjemahannya yang berjudul
At-Tibyān Adab Penghafal Al-Qur`an, peneliti menemukan 39 data tamyi>z beserta
terjemahannya. Pada bab ini akan dijelaskan mengenai strategi penerjemahan
yang digunakan oleh penerjemah dalam menerjemahkan tamyi>z tersebut.
Adapun dalam menerjemahkan tamyi>z ini, penerjemah menerapkan
strategi struktural dan strategi semantis sebanyak 70 kali. Penerapan strategi ini
tersebar di seluruh data dan banyak mengalami pengulangan dalam penerapannya.
Ditemukan pula penerapan strategi yang berbeda pada data yang memiliki
kemiripan pesan.
Secara garis besar strategi penerjemahan yang diterapakan oleh
penerjemah dalam menerjemahkan tamyi>z ini dibagi menjadi dua, yaitu strategi
struktural dan strategi semantis. Penerjemah menerapkan strategi struktural
sebanyak 25 kali dengan prosentase 35,71% sedangkan penerapan strategi
semantis sebanyak 45 kali dengan prosentase 64,29%. Dengan demikian,
penerapan strategi semantis memiliki porsi yang lebih banyak dibandingkan
dengan strategi struktural. Berdasarkan fakta ini pula dapat disimpulkan bahwa
80
penerjemah lebih mengutamakan aspek semantis atau makna dibandingkan aspek
struktural dalam penerjemahannya dengan maksud agar pesan bisa tersampaikan
dengan baik kepada masyarakat BSa. Prosentase dari penerapan kedua strategi
tersebut dapat dilihat pada diagram 3.1. di bawah ini.
Diagram 3.1. Strategi Penerjemahan Tamyi>z
Strategi penerjemahan menurut Suryawinata (2003) terbagi menjadi dua
macam strategi, yakni strategi struktural dan strategi semantis. Adapun strategi
struktural terdiri dari tiga macam, yakni strategi penambahan, strategi
pengurangan, dan strategi transposisi. Sedangkan strategi semantis terdiri dari
sembilan strategi, yakni strategi pungutan, strategi padanan budaya, strategi
deskriptif dan analisis komponensial, strategi sinonim, strategi terjemahan resmi,
strategi penyusutan dan perluasan, strategi penambahan, strategi penghapusan,
dan strategi modulasi.
Strategi
Struktural
35,71%
Strategi
Semantis
64,29%
Strategi Penerjemahan
81
Berikut tabel 3.1. mengenai strategi-strategi penerjemahan yang
diterapkan penerjemah dalam menerjemahkan tamyi>z.
No Jenis Strategi Penerjemahan Jumlah
Item(*)
Prosentase
(%)
A. Strategi Struktural
1. Penambahan 0 0
2. Pengurangan 0 0
3. Transposisi 25 35,71
Total penerapan Strategi Struktural 25 35,71
B. Strategi Semantis
1. Pungutan 9 12,86
2. Padanan Budaya 0 0
3.1. Padanan Deskriptif 1 1,43
3.2. Analisis Komponensial 4 5,71
4. Sinonim 19 27,14
5. Terjemahan Resmi 0 0
6.1. Penyusutan 0 0
6.2. Perluasan 1 1,43
7. Penambahan 8 11,43
8. Penghapusan 2 2,86
9. Modulasi 1 1,43
Total penerapan Strategi Semantis 45 64,29
Total 70 100
(*) Data yang sering muncul
Tabel 3.1. Strategi Penerjemahan Tamyi>z
Pada tabel 3.1. di atas, strategi penerjemahan struktural yang paling
banyak diterapkan oleh penerjemah adalah strategi struktural-transposisi, yaitu 25
data (35,71%). Strategi ini banyak diterapkan karena struktur dalam BSu harus
disesuaikan dengan struktur dalam BSa, sehingga diperlukan pengubahan agar
menjadi berterima dalam BSa.
82
Adapun strategi penerjemahan semantis yang paling banyak diterapkan
oleh penerjemah adalah strategi semantis-sinonim, yaitu 19 data (27,14%).
Penerapan strategi ini menjadi dominan karena penerjemah perlu mencari padanan
kata yang sesuai untuk menerjemahkan kata yang befungsi sebagai tamyi>z dalam
BSu ke dalam BSa tanpa mengganggu alur kalimat dalam BSa. Kemudian
penerjemah tidak menerapkan strategi terjemahan resmi, padanan budaya dan
penyusutan dikarenakan tidak adanya istilah khusus/istilah budaya atau singkatan
dalam BSu yang harus diterjemahkan ke dalam BSa menurut kaidah baku dalam
BSa.
Sebagaimana yang telah disebutkan pada Bab I berdasarkan pengamatan
peneliti, 14 prosedur penerjemahan Newmark (1988) memiliki kesamaan fungsi
dengan 10 strategi penerjemahan Suryawinata (2003). Penjelasan data yang
menerapkan strategi-strategi penerjemahan tersebut adalah sebagai berikut.
A. Strategi Penerjemahan Struktural
Strategi penerjemahan jenis pertama adalah strategi penerjemahan
struktural. Suryawinata (2003: 67) menjelaskan mengenai strategi penerjemahan
struktural sebagai strategi yang diterapkan penerjemah berkaitan dengan struktur
kalimat. Strategi ini bersifat wajib dilakukan karena kalau tidak, hasil
terjemahannya akan tidak berterima secara struktural di dalam BSa. Struktural
yang dimaksud adalah struktur gramatikal BSa yang berlaku pada masyarakatnya.
Penerapan strategi ini adalah dengan cara menyesuaikan bentuk tamyi>z dalam
BSu dengan bentuk terjemahannya dalam BSa maupun penyesuaian posisi tamyi>z
terhadap struktur gramatikal dalam BSa (bahasa Indonesia).
83
Berdasarkan data yang ada, penerapan strategi struktural memiliki
prosentase 35,71% atau diterapkan sebanyak 25 kali dengan dengan menerapkan
strategi transposisi saja. Adapun penjelasan mengenai strategi transposisi terdapat
dalam penjelasan berikut ini.
1. Strategi Transposisi
Strategi penerjemahan ini digunakan untuk menerjemahkan klausa
atau kalimat dan bersifat kondisional (Suryawinata, 2003: 68). Dengan strategi
ini penerjemah mengubah struktur asli BSu di dalam klausa dan kalimat BSa
untuk mencapai efek yang sepadan. Pengubahan ini bisa pengubahan bentuk
jamak ke bentuk tunggal, posisi kata sifat, sampai pengubahan struktur
kalimat secara keseluruhan dan keperluan stilistika. Adapun penerapan
strategi transposisi ini terdapat pada 25 data tamyi>z. Contoh penerapannya
dapat dilihat pada data berikut.
a. Transposisi Bentuk Jamak Menjadi Tunggal
Penerapan strategi ini terdapat pada data 1 berikut.
(1) BSu :
ل يكتب من الغافلي آيت بعشر من قام
Man qa>ma bi‘asyri a>ya>tin lam yuktab minal-gha>fili>na (An-
Nawawi, 2014: 107).
BSa : Barang siapa yang shalat malam dengan membaca sepuluh ayat
maka ia tidak dicatat sebagai orang lalai (Hauro’, 2014: 61).
Pada data 1 di atas, penerjemah menerapkan strategi transposi pada
kata “آيت” a>ya>tun ‘ayat’. Kata “آيت” a>ya>tun ‘ayat’ merupakan tamyi>z
untuk menjelaskan kata “ رعش ” ‘asyru ‘sepuluh’. Gabungan antara kata
asyru ‘sepuluh’ membentuk frasa‘ ”عشر“ a>ya>tun ‘ayat’ dan kata ”آيت“
84
numeralia dengan terjemahan “sepuluh ayat”. Penerjemah menerjemahkan
bentuk jamak “آيت” a>ya>tun ‘ayat-ayat’ dengan bentuk tunggalnya yaitu
a>yatun ‘ayat’. Peneliti berpendapat bahwa pilihan penerjemah ini ”أية“
adalah tepat karena dalam bahasa Indonesia pembentukan frasa numeralia
kata bilangan tidak perlu dirangkai dengan nomina dalam bentuk jamak
(Alwi, 2003: 275). Terjemahan akan menjadi tidak berterima dalam BSa
jika frasa “ آيت عشر ” ‘asyru a>ya>tin diterjemahkan dengan tetap
mempertahankan bentuk jamaknya sehingga menjadi “sepuluh ayat-ayat”.
Penerapan strategi transposisi dengan cara mengubah bentuk jamak
menjadi bentuk tunggal terdapat pada 9 tamyi>z, yaitu pada nomina-nomina
berikut: kata “ليال” laya>lun jamak dari kata “ليل” lailun diterjemahkan
dengan “hari” , kata “ تختما ” khatama>tun jamak dari kata “ختمة”
khatmatun diterjemahkan dengan “kali”, kata “ يتآ ” a>ya>tun jamak dari
kata “أية” a>yatun diterjemahkan dengan “ayat”, kata “ وجهأ ” aujuhun jamak
dari kata “وجه” wajhun diterjemahkan dengan “pendapat”, kata “مواضع”
mawa>dhi‘u jamak dari kata “موضع” maudhi‘un diterjemahkan dengan
“tempat”, kata “مرات” marra>tun jamak dari kata “مرة” marratun
diterjemahkan dengan “kali”, kata “سكتات” sakata>tun jamak dari kata
raka‘a>tun ”ركعات“ saktatun diterjemahkan dengan “tempat”, kata ”سكتة“
jamak dari kata “ركعة” rak‘atun diterjemahkan dengan “rakaat”, kata
nuskhatun diterjemahkan dengan ”نسخة“ nusakhun jamak dari kata ”نسخ“
mushaf, kata “مصاحف” masha>chifu jamak dari kata “مصحف” mushchafun
diterjemahkan dengan “mushaf”.
85
Pengubahan bentuk jamak menjadi tunggal pada tamyi>z tersebut
merupakan keharusan agar sesuai dengan susunan gramatikal BSa. Semua
tamyi>z di atas tersusun dalam frasa numeralia dan merupakan jenis tamyi>z
asma>ul a‘da>d. Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa semua tamyi>z
asma>ul a‘da>d dengan bentuk jamak diterjemahkan dengan strategi
transposisi.
b. Transposisi Struktur BSu terhadap Struktur BSa
Penerapan strategi ini terdapat pada data 2 berikut.
(2) BSu :
لة ( قضاة مصر )وروى أبو عمر الكندي ف كتابه ف ختمات ع ب ر أ أنه كان يتم ف اللي
Wa rawa> Abu> Umar al-Kindiy fi> kita>bihi fi> (qudha>ti mishra) annahu ka>na yakhtimu fil-lailati arba‘a khatama>tin (An-Nawawi,
2014: 100).
BSa :
Adapun Abu> Umar al-Kindiy menyebutkan dalam kitabnya
Qudha>tu Mishra bahwa ia mengkhatamkan al-Qur’an sebanyak empat kali dalam satu malam (Hauro’, 2014: 53).
Pada data 2 di atas, penerjemah menerapkan strategi transposisi
pada klausa “ لة أربع ختمات annahu ka>na yakhtimu fil-lailati ”أنه كان يتم ف اللي
arba‘a khatama>tin dengan “bahwa ia mengkhatamkan al-Qur’an sebanyak
empat kali dalam satu malam”. Pada data di atas terlihat bahwa kata
khatama>tun “kali” merupakan tamyi>z untuk menjelaskan kata ”ختمات“
arba‘u “empat”. Gabungan dari kedua kata tersebut membentuk ”أربع“
frasa numeralia. Pada BSu, frasa “ لة fil-lailati terletak sebelum frasa ”ف اللي
numeralia “ أربع ختمات” arba‘u khatama>tin. Namun dalam terjemahannya
justru kedua frasa ini dibalik posisinya. Penerjemah meletakkan frasa
“empat kali” sebelum frasa “dalam satu malam”. Menurut peneliti,
86
pengubahan posisi ini cukup tepat karena “ أربع ختمات” arba‘u khatama>tin
adalah maf‘u>l muthlaq (keterangan cara) sedangkan “ لة fi’l-lailati ”ف اللي
adalah jar majru>r (frasa preposisi) yang menunjukkan keterangan waktu,
sehingga meletakkan keterangan cara terlebih dahulu sebelum keterangan
akan lebih mempermudah pemahaman pembaca BSa dalam konteks
kalimat ini. Menurut peneliti, pengubahan posisi ini juga disebabkan oleh
penambahan objek dalam BSa yaitu kata “al-Qur’an” sehingga frasa
numeralia “empat kali” berfungsi sebagai keterangan cara dalam aktivitas
mengkhatamkan al-Qur’an.
B. Strategi Penerjemahan Semantis
Strategi semantis adalah strategi penerjemahan yang dilakukan dengan
pertimbangan makna. Strategi ini ada yang diterapkan pada tataran kata, frase
maupun klausa atau kalimat. Suryawinta (2003: 70-76) membagi strategi
penerjemahan semantis menjadi sembilan strategi, yaitu pungutan, padanan
budaya, padanan deskriptif dan analisis komponensial, sinonim, terjemahan resmi,
penyusutan dan perluasan, penambahan, penghapusan, dan modulasi.
Adapun pada data tamyi>z yang dimiliki, penerapan strategi penerjemahan
semantis memiliki prosentase sebanyak 64,29% atau diterapkan sebanyak 45 kali.
Penerjemah menerapkan strategi semantis sebanyak 7 strategi, yaitu (1) strategi
pungutan atau prosedur naturalization (naturalisasi) dan transference
(transferensi) sebanyak 9 data (12,86%), (2) strategi padanan deskriptif
(descriptive equivalent) dan analisis komponensial (componential analysis)
sebanyak 5 data (7,18%), (3) strategi sinonim atau prosedur synonym (sinonim)
dan functional equivalent (padanan fungsi) sebanyak 19 data (27,14%), (4)
87
strategi perluasan atau prosedur expansion sebanyak 1 data (1,43%), (5) strategi
penambahan atau prosedur notes, addition, and glosses (catatan, penambahan, dan
pengurangan) dan paraprhrase (parafrase) sebanyak 8 data (11,43%), (6) strategi
penghapusan atau prosedur notes, addition, and glosses (catatan, penambahan,
dan pengurangan) dan compensation (kompensasi) sebanyak 2 data (2,86%), dan
(7) strategi modulasi atau prosedur modulation (modulasi) sebanyak 1 data
(1,43%). Adapun penjelasan mengenai 7 strategi tersebut dapat dilihat pada
penjelasan di bawah ini.
1. Strategi Pungutan
Pungutan adalah strategi penerjemahan dengan cara membawa kata
BSu ke dalam BSa. Penerjemah sekadar memungut kata dalam BSu tanpa
mengubahnya sehingga strategi ini disebut pungutan. Strategi ini dilakukan
sebagai bentuk penghargaan terhadap kosakata dalam BSu atau dikarenakan
belum ada padanan dalam BSa. Strategi ini adalah usaha menstranfer pesan
BSu dengan mengadopsi kata BSu untuk diubah menjadi bentuk kata yang
padan pada BSa (Newmark, 1988: 82; Suryawinata, 2003: 70). Penerapan
strategi ini terdapat pada data 3 berikut.
(3) BSu :
اح ل ص و ا ب س ن و ة ر ه ش ل ق أ و ان س ه ن م ر غ ص أ ان ك ن إ و وي نبغي أن ي ت واضع لمعلمه وي تأدب معه ك ل ذ ر ي غ و
Wa yanbaghi> an yatawa>dha‘a limu‘allimihi wa yata’addaba ma‘ahu wa in ka>na ashgharu minhu sinnan wa aqallu syuhratan wa nasaban wa shala>chan wa ghaira dza>lika (An-Nawawi, 2014: 88).
BSa :
Hendaknya ia rendah hati dan juga bersikap sopan terhadap
gurunya, walaupun sang guru lebih muda umurnya, tidak setenar
dirinya, tidak semulia nasab dan keshalihannya, serta lainnya
(Hauro’, 2014: 40).
88
Pada data 3 di atas, terdapat empat kata yang berfungsi sebagai tamyi>z
yaitu “ سن”sinnun, “ ةر ه ش ” syuhratun, “ بس ن ” nasabun, dan “ حصل ” shala>chun.
Keempat kata tersebut tersusun dalam klausa “ وإن كان أصغر منه سن ا وأقل شهرة و نسب ا
wa in ka>na ashgharu minhu sinnan wa aqallu syuhratan wa ”و ص ل ح ا و غ ي ر ذ ل ك
nasaban wa shala>chan wa ghaira dza>lika ‘walaupun sang guru lebih muda
umurnya, tidak setenar dirinya, tidak semulia nasab dan keshalihannya, serta
lainnya’. Penerjemah menerapkan strategi pungutan pada dua kata yang
berfungsi sebagai tamyi>z yaitu kata “ حل ص ” shala>chun ‘keshalihannya” dan
kata “ بس ن ” nasabun ‘nasab’. Pertama, kata “ حل ص ” shala>chun memiliki arti
“kebaikan atau kesalehan” (Munawwir, 1997: 788) sedangkan dalam KBBI
kata “saleh” artinya “taat dan sungguh-sungguh menjalankan agamanya”
(Suharso, 2005: 442). Penerjemah menerapkan strategi pungutan untuk
menerjemahkan kata tersebut dengan cara naturalisasi karena huruf “ص” pada
kata “ حصل ” shala>chun ditulis dengan “sha” pada kata “keshalihannya”. Kedua,
penerjemah menerapkan strategi pungutan pada kata “ بس ن ” nasabun. Kata
tersebut diterjemahkan dengan “nasab” yang berarti “keturunan” (Suharso,
2005: 333). Penerapan strategi pungutan pada kedua kata tersebut merupakan
pungutan secara alamiah dalam BSa karena kedua kata tersebut sudah familiar
di masyarakat BSa (bahasa Indonesia).
Strategi pungutan pada data data tamyi>z diterapkan penerjemah pada 9
kata yang berfungsi sebagai tamyi>z, antara lain: صلح shala>chun