BAB I PENDAHULUAN · Pada pasal tersebut salah satu tugas utama polisi adalah memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat, ini berarti polisi ... perawatan
Post on 08-Nov-2020
3 Views
Preview:
Transcript
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Indonesia merupakan negara hukum hal itu di buktikan dengan Pasal
1 ayat (3) UUD 1945 yaitu “Negara Indonesia adalah negara hukum” maka
dari itu diperlukan aparat untuk menegakan hukum di indonesia untuk
mewujudkan konsep negara hukum indonesia seperti yang tercantum dalam
UUD 1945. Salah satunya adalah polisi. Polisi merupakan aparat negara yang
mempunyai tugas utama menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat. Di
Indonesia, keberadaan kepolisian secara kontitusi diatur dalam Pasal 30 ayat
(4) UUD 1945, Di sana dinyatakan: “Kepolisian Negara Republik Indonesia
sebagai alat negara yang menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat
bertugas melindungi, mengayomi, melayani masyarakat serta menegakkan
hukum”. Adapun tugas dan wewenang kepolisian Indonesia yang diatur
dalam UU No. 2 tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia
Pasal1 ayat(3) adalah :
Tugas pokok Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah:
a. memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat;
b. menegakkan hukum; dan
2
c. memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada
masyarakat.1
Pada pasal tersebut salah satu tugas utama polisi adalah memberikan
perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat, ini berarti polisi
bertugas untuk kepentingan masyarakat luas dan menegakan hukum untuk
kepentingan masyarakat dengan menjunjung tinggi rasa keadilan untuk
melaksanakannya ketegasan,kejujuran, dan pemahaman polisi terhadap hukum
sangat di butuhkan. jika polisi sebagi penegak hukum namun tidak mengerti
hukum maka akan terjadi kesewenang-wenangan di dalam prakteknya. Polisi
menjaga dan menegakkan hukum dalam segala aspek kehidupan dalam negara
indonesia. Salah satunya adalah polisi lalu lintas atau polantas, polisi lalu lintas
merupakan unsur pelaksana yang bertugas menyelenggarakan tugas kepolisian
mencakup penjagaan, pengaturan, pengawalan dan patroli, pendidikan masyarakat
dan rekayasa lalu lintas, registrasi dan identifikasi pengemudi atau kendaraan
bermotor, penyidikan kecelakaan lalu lintas dan penegakan hukum dalam bidang
lalu lintas guna memelihara keamanan, ketertiban dan kelancaran lalu lintas.
Dalam Pasal 1 angka (20) Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik
Indonesia Nomor 23 Tahun 2010 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Pada
Tingkat Kepolisian Resort dan Kepolisian Sektor disebutkan bahwa, Satuan Lalu
Lintas yang selanjutnya disingkat Satlantas adalah unsur pelaksana tugas pokok
fungsi lalu lintas pada tingkat Polres yang berada di bawah Kapolres.
1Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik Indonesia
3
Satlantas bertugas melaksanakan Turjawali lalu lintas. Turjawali merupakan
unit pengaturan, penjagaan, pengawalan, dan patroli, pendidikan masyarakat lalu
lintas (Dikmaslantas), pelayanan registrasi dan identifikasi kendaraan bermotor
dan pengemudi, penyidikan kecelakaan lalu lintas dan penegakan hukum di
bidang lalu lintas. Satlantas sesuai dengan Pasal 59 ayat (3) Peraturan Kepala
Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2010 tentang Susunan
Organisasi dan Tata Kerja Pada Tingkat Kepolisian Resort dan Kepolisian Polres
menyelenggarakan fungsi, yaitu:2
a. pembinaan lalu lintas kepolisian;
b. pembinaan partisipasi masyarakat melalui kerja sama lintas sektoral,
Dikmaslantas, dan pengkajian masalah di bidang lalu lintas;
c. pelaksanaan operasi kepolisian bidang lalu lintas dalam rangka penegakan
hukum dan keamanan, keselamatan, ketertiban, kelancaran lalu lintas
(Kamseltibcarlantas);
d. pelayanan administrasi registrasi dan identifikasi kendaraan bermotor serta
pengemudi
e. pelaksanaan patroli jalan raya dan penindakan pelanggaran serta
penanganan kecelakaan lalu lintas dalam rangka penegakan hukum, serta
menjamin Kamseltibcarlantas di jalan raya;
f. pengamanan dan penyelamatan masyarakat pengguna jalan; dan
g. perawatan dan pemeliharaan peralatan dan kendaraan.
Kemampuan Gakkum dan penyidikan Lantas
2 Hartono Widodo Penanggulangan Pencurian Kendaraan Bermotor, PT Bina Aksara,
Jakarta, 2006, hal 17.
4
Unit Pengaturan, Penjagaan, Pengawalan dan Patroli (Unit Turjawali)
dipimpin oleh kepala unit pengaturan, penjagaan, pengawalan dan patroli
disingkat Kanit Turjawali yang bertanggung jawab kepada Kasat Lantas dan
dalam pelaksanaan tugas sehari-hari pada lalu lintas. Kanit Turjawali bertugas
melaksanakan kegiatan Turjawali dan penindakan terhadap pelanggaran lalu
lintas dalam rangka penegakan hukum.
a. Pelaksanaan Gakkum melalui Turjawali.
1. Prosentase jumlah kegiatan patroli dibandingkan dengan prosentase
jumlah penindakan pelanggaran lantas.
2. Prosentase jumlah kegiatan pengawalan dibandingkan dengan
prosentase jumlah penindakan pelanggaran lantas.
3. Prosentase jumlah kegiatan pengamanan dibandingkan dengan
prosentase jumlah penindakan pelanggaran lantas.
b. Penindakan Pelanggaran lantas (Tilang/Non Tilang).
1. Prosentase pelanggaran lantas yang diajukan sidang dibandingkan
dengan prosentase jumlah penindakannya.
2. Prosentase jumlah pelanggaran lantas yang telah divonnis
dibandingkan dengan prosentase jumlah pelanggaran lantas yang
diajukan sidang.
c. Pendidikan perkasa laka lantas.
1. Prosentase jumlah BP laka lantas yang diserahkan PU
dibandingkan dengan prosentase perkara laka lantas yang
ditangani.
5
2. Prosentase jumlah BP laka lantas yang diserahkan PU
dibandingkan dengan prosentase jumlah perkara laka lantas.3
Dalam melaksanakan kewenangannya banyak polisi lalulintas yang tidak
melakukan sesuai undang-undang dan bahkan terkesan mencari keuntungan
pribadi memanfaatkan jabatanya sebagai polisi. Salah satu contohnya adalah
dalam melakukan penertiban kendaraan bermotor banyak polisi lalulintas yang
tidak mengindahkan kode etik atau peraturan yang telah di buat oleh lembaga
yang berwenang bahkan melanggar peraturan yang ada seperti yang tercantum
dalam Peraturan Pemerintah No. 4 tahun 1993 tentang Pemeriksaan Kendaraan
Bermotor Di Jalan,4 Dalam Pasal 2 disebutkan, pemeriksaan kendaraan bermotor
di jalan dapat dilakukan oleh Polisi Negara Republik Indonesia (Polri) dan
Pegawai Negeri Sipil yang memiliki kualifikasi tertentu di bidang lalu lintas dan
angkutan jalan.
Peraturan Pemerintah No 80 Tahun 2012 tentang Tata Cara Pemeriksaan
Kendaraan Bermotor Di Jalan Dan Penindakan Pelanggaran Lalu Lintas Dan
Angkutan Jalan, juga mensyaratkan semua petugas yang melakukan razia wajib
menggunakan pakaian seragam dan atribut yang jelas. Seperti tanda- tanda khusus
sebagai petugas pemeriksa dan perlengkapan pemeriksaan. Untuk razia yang
dilakukan oleh Polisi, maka petugas harus menggunakan seragam dan atribut yang
ditetapkan.Kemudian, sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 15 ayat (1)
sampai ayat (3), disebutkan bahwa pada tempat pemeriksaan wajib dilengkapi
dengan tanda yang menunjukkan adanya pemeriksaan kendaraan bermotor. Tanda
3 Daan Sabadan, Analisis Data Personil dan Dimensi Permasalahannya dalam Rangka Menunjang Operasional Polri, Cipta Manunggal, Jakarta, 2004, Hal. 82
4 Peraturan Pemerintah No. 4 tahun 1993 tentang Pemeriksaan Kendaraan Bermotor di Jalan
6
yang dimaksud harus ditempatkan pada jarak sekurang-kurangnya 100 meter
sebelum tempat pemeriksaan. Tetapi dalam prakteknya polantas tidak melakukan
itu dan bahkan banyak dari mereka yang melakukan razia tidak dengan surat tugas
dan malah memaksa pengendara yang terkena razia untuk membayar denda tanpa
melakukan proses persidangan atau lebih dikenal dengan bayar di tempatdan
dalam beberapa kasus polisi melakukan penyitaan kendaraan bermotor dengan
alasan yang terkesan di buat-buat dan dipaksakan masuk dalam sebuah
pelanggaran terhadap undang undang.
Di Salatiga hal tersebut juga terjadi yaitu kasus penilangan beserta
penyitaan mobil di jalan lingkar salatiga dengan pengemudi kendaraan mobil
bernama Suharno. Dalam kasus itu Suharno di tilang oleh polisi dengan alasan
bahwa STNK Mobil Grandmax warna hitam Nopol H-8412-VC, atas nama Endra
Susilo tersebut ternyata sudah tidak dibayar atau terlambat membayar pajak sejak
tahun 2011, pada Pasal 74 ayat (2) UU LLAJ jo Pasal 1 angka (17) Peraturan
Kapolri No. 5 Tahun 2012 tentang Registrasi dan Identifikasi Kendaraan
Bermotor “Penghapusan Regident Ranmor adalah bentuk sanksi administratif bagi
pemilik Ranmor yang tidak melakukan registrasi ulang atau memperpanjang masa
berlaku STNK sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun sejak masa berlaku STNK habis
berdasarkan data Regident Ranmor pada Polri.” Penjelasan dari pasal ini adalah
registrasi dan identifikasi kendaraan bermotor ini dapat dihapus dari daftar
registrasi dan identifikasi kendaraan jika pemilik kendaraan bermotor tidak
melakukan registrasi ulang atau memperpanjang masa berlaku STNK sekurang-
kurangnya 2 (dua) tahun sejak masa berlaku STNK habis, oleh sebab itu STNK
jadi ilegal atau tidak tercatat bila sudah lebih 2 tahun sejak masaberlaku STNK
7
habis, sedangkan masa berlaku STNK adalah 5 tahun dan menurut Pasal STNK
ini berlaku selama 5 (lima) tahun dan setiap tahunnya harus dimintakan
pengesahan Pasal 70 ayat (2) UU LLAJ). sebelum habis masa berlaku dari STNK
tersebut, seharusnya wajib diajukan permohonan perpanjangan (Pasal 70 ayat (3)
UU LLAJ). hal tersebut dapat dilakukan bila habis masa berlaku di tambah 2
tahun yaitu 7 tahun. Pada Peraturan Pemerintah No. 80 Tahun 2012 Tentang Tata
Cara pemeriksaan kendaraan bermotor di Jalan dan Penindakan Pelanggaran Lalu
lintas dan Angkutan JalanPasal 32 ayat (6) menyatakan bahwa:5
a. Kendaraan Bermotor tidak dilengkapi dengan Surat Tanda Nomor
Kendaraan yang sah pada waktu dilakukan Pemeriksaan Kendaraan
Bermotor di Jalan;
b. Pengemudi tidak memiliki Surat Izin Mengemudi;
c. Terjadi pelanggaran atas persyaratan teknis dan persyaratan laik jalan
Kendaraan Bermotor;
d. Kendaraan Bermotor diduga berasal dari hasil tindak pidana atau
digunakan untuk melakukan tindak pidana; atau
e. Kendaraan Bermotor terlibat kecelakaan lalu lintas yang mengakibatkan
meninggalnya orang atau luka berat.6
Praperadilan merupakan salah satu lembaga baru yang diperkenalkan didalam
KUHAP di dalam kehidupan penegak hukum. Ditinjau dari peradilan sendiri,
Praperadilan bukan lembaga pengadilan yang berdiri sendiri Bukan pula sebagai
5 Putranto, Leksmono Suryo. 2008. Rekayasa Lalu Lintas. PT Macanan Jaya Cemerlang: Jakarta.
6 Lihat Peraturan Pemerintah Pasal 32 No.80Tahun 2012Tentang Tata Cara pemeriksaan
kendaraan bermotor di Jalan dan Penindakan Pelanggaran Lalu lintas dan Angkutan Jalan.
8
instansi tingkat peradilan yang mempunyai wewenang memberi putusan akhir atas
suatu kasus peristiwa pidana. Praperadilan pada hakekatnya adalah suatu lembaga
yang bermaksud dan bertujuan memberi perlindungan kepada orang yang
disangka melakukan tindak pidana atau pihak lain yang berkepentingan disatu
pihak dan dilain pihak merupakan kontrol terhadap tindakan penyidik dan atau
penuntut umum dalam usaha menjalankan tugas dan wewenangnya, yaitu
penyidikan dan atau penuntutan,7 Sedangkan pengertian Prapradilan menurut
KUHAP Pasal 1 butir (10) adalah wewenang Pengadilan negeri untuk memeriksa
dan memutus:
a. Sah atau tidaknya suatu penangkapan atau penahanan.
b. Sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan.
c. Permintaan ganti rugi atau rehabilitasi oleh tersangka atau keluarganya
atau pihak lain atau kuasanya yang perkaranya tidak diajukan ke
pengadilan. (Pasal 1 butir 10 jo Pasal 77 KUHAP).
d. Sah atau tidaknya penyitaan barang bukti (Pasal 82 ayat 1 huruf b
KUHAP).
Adapun Proses pemeriksaan Pra pradilan, yaitu:
a. Pra peradilan dipimpin oleh Hakim Tunggal yang ditunjuk oleh Ketua
Pengadilan Negeri dan dibantu oleh seorang Panitera (Pasal 78 ayat (2)
KUHAP).
1. Pada penetapan hari sidang, sekaligus memuat pemanggilan pihak
pemohon dan termohon pra peradilan.
7 Herdiana Dyah, Jurnal Ilmiah Progresif. Vol. 8, No.8, 23 Agustus 2011. Banyuwangi: UNTAG.
9
2. Dalam waktu 7 (tujuh) hari terhitung permohonan praperadilan
diperiksa, permohonan tersebut harus diputus.
3. Pemohon dapat mencabut permohonannya sebelum Pengadilan
Negeri menjatuhkan putusan apabila disetujui oleh termohon. Jika
termohon menyetujui usul pencabutan permohonan tersebut,
Pengadilan Negeri membuat penetapan tentang pencabutan
tersebut.
4. Dalam hal suatu perkara sudah mulai diperiksa oleh pengadilan
sedangkan pemeriksaan pra peradilan belum selesai maka
permohonan tersebut gugur, Hal tersebut dituangkan dalam bentuk
penetapan.
Dalam pelaksanaan persidangan praperadilan diatur dalam pasal 77
UU No. 8 Tahun 1981 mengenai KUH pidana yang memberikan
pengertian praperadilan yang berbunyi sebagai berikut.
Pengadilan negeri berwenang untuk memerikasa dan memutus sesuai
dengan ketentuan yang diatur dalam UU ini, mengenai :
(1) Sah atau tidaknya penangkappan, penahanan, penghentian, penyidikan
atau penghentian penuntutan.
(2) Ganti kerugian atau rehabilitasi terhadap seorang yang perkara
pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan.
Menurut ketentuan di atas bahwa media praperadilan adalah media
untuk menguji mengenai sah tidaknya tindakan aparatur negara bidang
penegakan hukum terutama penyidik Polri dan penyidik pegawai negeri
sipil (PPNS) apabila melakukan tindakan hukum yang berupa
10
penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan dan penghentian
penuntutan.
1. Upaya hukum dalam putusan Pra pradilan, yaitu:
a. Putusan pra peradilan tidak dapat dimintakan banding (Pasal 83 ayat
(1), kecuali terhadap putusan yang menyatakan "tidak sahnya"
penghentian penyidikan dan penuntutan (Pasal 83 ayat (2) KUHAP).
b. Dalam hal ada permohonan banding terhadap putusan pra peradilan
sebagaimana dimaksud Pasal 83 ayat (1) KUHAP, maka permohonan
tersebut harus dinyatakan tidak diterima.
c. Pengadilan Tinggi memutus permintaan banding tentang tidak sahnya
penghentian penyidikan dan penuntutan dalam tingkat akhir.
d. Terhadap Putusan pra peradilan tidak dapat diajukan upaya hukum
kasasi8
Menurut Pasal 1 angka (16) KUHAP definisi Penyitaan, adalah
serangkaian tindakan penyidik untuk mengambil alih dan atau menyimpan di
bawah penguasaannya benda bergerak atau tidak bergerak, berwujud atau tidak
berwujud untuk kepentingan pembuktian dalam penyidikan, penuntutan dan
peradilan. Penyidik Kepolisian Negara Republik Indonesia berwenang melakukan
penyitaan, penyimpanan, dan penitipan benda sitaan yang diduga berhubungan
dengan tindak pidana Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Tata cara penyitaan,
penyimpanan, dan penitipan benda sitaan dilakukan menurut ketentuan Kitab
8 Pedoman Tekhnis Administrasi dan Teknis Peradilan Pidana Umum dan Pidana Khusus, Buku II, Edisi 2007, Mahkamah Agung RI, 2008, hlm.54-56.
11
Undang-Undang Hukum Acara Pidana (Pasal 270 UU No 22 Tahun 2009).9Oleh
karena Penyitaan termasuk dalam salah satu upaya paksa (dwang middelen) yang
dapat melanggar Hak Asasi Manusia, maka sesuai ketentuan Pasal 38 KUHAP,
Penyitaan hanya dapat dilakukan oleh penyidik dengan izin dari Ketua Pengadilan
Negeri setempat, namun dalam keadaan mendesak, Penyitaan tersebut dapat
dilakukan penyidik lebih dahulu dan kemudian setelah itu wajib segera dilaporkan
ke Ketua Pengadilan Negeri, untuk memperoleh persetujuan.
Menurut Pasal 39 KUHAP, benda-benda yang dapat dikenakan penyitaan
adalah
1. Benda atau tagihan tersangka atau terdakwa yang seluruh atau
sebagai diduga diperoleh dari tindak pidana atau sebagian hasil
dari tindak pidana;
2. Benda yang telah dipergunakan secara langsung untuk melakukan
tindak pidana atau untuk mempersiapkannya;
3. Benda yang dipergunakan untuk menghalang-halangi penyelidikan
tindak pidana;
4. Benda yang khusus dibuat atau diperuntukkan melakukan tindak
pidana;
5. Benda lain yang mempunyai hubungan langsung dengan tindak
pidana yang dilakukan.10
9 Https://lp3si.wordpress.com/2010/10/21/wewenang-polisi-pada-saat-razia-atau-pemeriksaan- kendaraan-bermotor-di-jalan.
10Http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt5190a6861fe04/masalah-penyitaan-dan-benda-
sitaan
12
Penindakan merupakan suatu proses, perbuatan, cara menindak
(mengambil tindakan).11
Tindak dimana penindakan pelanggaran lalu lintas dan
angkutan jalan didasarkan atas :
1. Temuan dalam proses pemeriksaan kendaraan bermotor di jalan,
2. Laporan , dan
3. Rekaman peralatan elektronik, hingga dilakukan penyitaan terhadap
barang bukti.
Dari pengertian perihal penindakan dan penyitaan di atas, bahwa
permasalahan tentang kualifikasi jenis penyitaan dan penindakan sering kali
terjadi perbedaan pendapat. Sebagai contoh permasalahn yang terkait tentang
kualifikasi penyitaan yang terdapat dalam Putusan No. 07/Pra.Pid/2014/PN.Sal
antara Advokat Lembaga Bantuan Hukum “Solidaritas” sebagi pemohon dan
Pemerintah Negara Republik Indonesia Cq. Kepolisian Republik Indonesia Cq.
Kepolisian Daerah Jawa Tengah Cq. Kepolisian Resort Kota Salatiga Cq.
Kesatuan Lalu Lintas Resort Salatiga sebagai Termohon.
Dalam pokok perkara inianggota Satlantas Polres Salatiga dalam melakukan
penyitaan terhadap 1 (satu) unit armada GRANDMAX Nomor Polisi H 8412 VC
tersebut, didasarkan atas pelanggaran yang dilakukan pengemudi terhadap
Undang-Undang RI No.22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan,
yang mana saat dimintai surat-surat kendaraan, SIM yang dimiliki oleh Suharno
11
Https://lantasrestapkl.wordpress.com/2011/08/19/penegakan-hukum-di-bidang-lalu-lintas-dan-angkutan-jalan.
13
sudah mati sejak Tahun 2013 sedangkan STNK mobil yang dikendarainya
tersebut juga terlambat untuk pembayaran pajaknya sejak tahun 2011.
Berdasarkan keterangan saksi-saksi Pemohon, pada pokoknya menerangkan,
benar SIM (bukti T-3) maupun STNK (bukti T-2) yang ditunjukkan saat
diperiksa, sudah mati dan terlambat pembayaran pajaknya namun saat itu saksi
tidak mau untuk menandatangani surat tilang yang diberikan oleh petugas oleh
karena saat itu mobil yang dikendarai saksi yang akan disita, sehingga saksi
berpendapat bahwa penyitaan terhadap mobil yang dikendarai saksi tersebut tidak
sesuai dengan prosedur hukum.
Berdasarkan Pasal 106 ayat (5) jo Pasal 265 UULLAJ, SIM dan STNK
memang merupakan hal yang diperiksa oleh petugas polisi lalu lintas dalam hal
pemeriksaan kendaraan bermotor di jalan STNK dan SIM memiliki fungsi yang
berbeda. STNK berfungsi sebagai tanda bahwa kendaraan bermotor telah
diregistrasi ( lihat Pasal 65 UU LLAJ), sedangkan SIM berfungsi sebagai tanda
bukti legitimasi kompetensi, alat kotrol, dan data forensik kepolisian bagi
seseorang yang telah lulus uji pengetahuan, kemampuan, dan keterampilan untuk
mengemudikan kendaraan bermotor di jalan sesuai dengan persyaratan yang
ditentukan berdasarkan UULLAJ (Pasal1 angka 4 Perkapolri No. 9 Tahun 2012
tentang Surat Ijin mengemudi).
Hakim menilai bahwa yang dilakukan oleh anggota Satlantas Polres Salatiga
yang bernama Iptu. Harjan Widodo dalam melakukan penyitaan terhadap 1 (satu)
unit armada GRANDMAX Nomor Polisi H 8412 VC tersebut, didasarkan atas
pelanggaran terhadap Undang-Undang RI No. 22 Tahun 2009 Lalu Lintas dan
14
Angkutan Jalan, yang mana terhadap Undang-Undang tersebut bersifat khusus
dalam arti apabila terjadi suatu pelanggaran terhadap salah satu pasalnya,
penindakan pelanggaran lalu lintas dan angkutan jalan tersebut dilakukan
berdasarkan tata cara pemeriksaan cepat maka Anggota Satlantas dapat langsung
melakukan penyitaan terhadap barang bukti dan diberikan surat bukti pelanggaran
kepada si pelanggar untuk kemudian mengikuti persidangan di Pengadilan.
Mengenai penyitaan kendaraan bermotor oleh petugas polisi lalu lintas, hal ini
juga terkait dengan kewenangan polisi lalu lintas yang diatur dalam Pasal 260 ayat
1 huruf (d) Undang-Undang lalu Lintas dan Angkutan Jalan yaitu melakukan
penyitaan terhadap Surat Ijin mengemudi, kendaraan Bermotor, muatan, Surat
Tanda Nomor Kendaraan, Surat Tanda Coba kendaraan Bermotor,dan/atau tanda
lulus uji sebagai barang bukti, serta diperkuat juga pada Pasal 32 ayat (6)
Peraturan Pemerintah No. Tahun 2012 tentang Tata Cara Pemeriksaan Kendaraan
Bermotor di Jalan dan Penindakan Pelanggaran Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
Lebih khusus lagi didalam Lampiran angka 10, Keputusan Menteri
Kehakiman Republik Indonesia Nomor: M14-PW.07.03 Tahun 1983 tentang
Tambahan Pedoman Pelaksanaan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana,
dijelaskan bahwa “Penyitaan benda dalam keadaan tertangkap tangan, tidak perlu
mendapat izin dari Ketua Pengadilan negeri, akan tetapi setelah penyitaan
dilakukan wajib melaporkan kepada Ketua Pengadilan Negeri, sesuai dengan
ketentuan Pasal 38 ayat (2) karena keadaan tertangkap tangan disamakan
pengertiannya dengan keadaan yang sangat perlu dan mendesak. Jika penyitaan
tersebut dilakukan dalam suatu razia, tidak diperlukan izin dari Ketua Pengadilan.
Hal tersebut didasarkan alasan bahwa tindakan Polisi dalam mengadakan razia itu
15
adalam merupakan tindakan preventif yang berada diluar jangkauan KUHP,
KUHP hanya mengatur keadaan setelah tindak pidana terjadi (represif).12
Hakim berpendapat bahwa tindakan dari anggota Satlantas Polres Salatiga
Iptu. Harjan Widodo, yang melakukan penyitaan terhadap1 (satu) unit armada
GRANDMAX Nomor Polisi H 8412 VC tersebut, telah sesuai dengan aturan
hukum khususnya Undang-Undang RI No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas
dan Angkutan Jalan, Peraturan Pemerintah No. 80 Tahun 2012 tentang Tata Cara
Pemeriksaan Kendaraan Bermotor di Jalan dan Penindakan Republik Indonesia
Nomor: M.14-PW.07.03 Tahun 1983 tentang Tambahan Perdoman Pelaksanaan
Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, sehingga Hakim berkesimpulan
bahwa permohonan dari Pemohon tersebut tidak beralasan hukum dan oleh karena
itu haruslah ditolak.Oleh karena tuntutan pokok Pemohon ditolak, maka tuntutan
terhadap ganti kerugian secara moril dan materiel sebagaimana yang diajukan
oleh Pemohon, harus pada dinyatakan ditolak sehingga permohonan pra peradilan
Pemohon tersebut haruslah ditolak untuk seluruhnya.13
Sebagai salah satu pilar untuk menegakkan hukum dan keadilan, Hakim
mempunyai peranan menentukan sehingga kedudukannya dijamin Undang-
Undang. Dengan demikian, diharapkan tidak adanya direktiva/campur tangan dari
pihak maupun terhadap para Hakim ketika sedang menangani perkara.
Sebaliknya, didalam sisi begitu pula untuk para Hakim dalam penanganan perkara
hendaknya dapat bertindak arif dan bijaksana, ketangguhan mentalitas,
menjunjung tinggi nilai keadilan dan kebenaran materiil, bersifat aktif dan
12
Budiman, Arief. 2003. Perkembangan Hukum Pidana Indonesia, PT. RajaGrafindo: Jakarta. 13
Putusan No.01/Pra.Pid/2014/PN.Sal
16
dinamis, berlandaskan kepada perangkat hukum positif, melakukan penalaran
logis sesuai dan selaras dengan teori dan praktik, sehingga kesemuanya itu
bermuara kepada putusan yang akan dijatuhkannya harus dapat
dipertanggungjawabkan dari aspek ilmu hukum itu sendiri, hak asasi terdakwa,
masyarakat dan negara, diri sendiri serta Demi Keadilan Berdasarkan KeTuhanan
Yang Maha Esa. Konkretnya, dalam menerapkan hukum acara dan hukum
materiel hendaknya hakim tidak memihak dan bertindak adil sesuai pandangan
dari sisi yang objektif guna menjatuhkan putusan secara konkret.14
Dalam memutuskan kesalahan terdakwa, kedudukan dan fungsi “Keyakinan
Hakim” ternyata lebih signifikan dan lebih dominan, karena dalam praktek
peradilan meskipun dimuka sidang pengadilan penuntut umum telah mengajukan
puluhan alat bukti yang sah dalam berbagai bentuk, yaitu saksi, orang ahli, surat
dan lain-lain, namun kalau hal tersebut tidak berhasil menimbulkan keyakinan
hakim maka hakim tidak akan memutuskan bahwa terdakwa bersalah dan oleh
karena itu hakim juga tidak mengajukan pidana terhadap dakwaan.15
Sebagaimana
diketahui dengan diundangkannya UU No 8 Tahun 1981 tentang KUHAP pada
tanggal 31 desember Tahun 1981 (Lembar Negara RI Tahun 1981 No. 3209)
terhadap hukum acara pidana telah memberikan semangat baru dalam system
penegakan hukum di Indonesia. Hal ini Nampak dengan adanya beberapa hal
yang baru bersifat fundamental apabila dibandingkan dengan hukum acara pidana
yang lama diantaranya adalah tercantumnya :
1. Hak-hak tersangka dan terdakwa ;
14
Lilik Mulyadi,S.H.,M.H, Hukum Acara Pidana Normatif, Teoretis, Praktik Dan Permasalahannya, P.T. Alumni, Bandung, 2007, Hal. 75
15 HMA Kaffal, Penerapan KUHAP dalam Praktik Hukum, Malang, 2005, Hal. 37
17
2. Bantuan hukum pada semua tingkat pemeriksaan ;
3. Penggabungan perkara perdata pada perkara pidana dalam hal ganti rugi ;
4. Pengawasan pelaksanaan putusan hakim ;
5. Wewenang Hakim pada pemeriksaan pendahuluan, yaitu pra peradilan.
Sehubungan dengan itu perlu adanya keserasian juga kesetaraan dalam
pelaksanaan aturan-aturan KUHAP yang berisikan dengan upaya paksa dengan
dijunjung tinggi HAM. Karena dengan adanya upaya paksa seperti penangkapan,
penyitaan, penggeledahan baik barang atau maupun badan. Berdasarkan
pengertian dari penyidikan dan penyitaan yang dijelaskan diatas, maka penyitaan
adalah proses hukum dimana, penindakan pelanggaran lalu lintas dan angkutan
jalan didasarkan atas temuan dalam proses kendaraan bermotor di jalan, laporan
dan/atau, dan rekaman peralatan elektronik sehingga dilakukan penyitaan terhadap
barang buki.
Adapun Putusan Hakim dalam PUTUSAN No. 01 / Pra.Pid / 2014 / PN.Sal
PRA PRADILAN TERHADAP PENYITAAN KENDARAAN BERMOTOR
KARENA KETERLAMBATAN PEMBAYARAN PAJAK STNK” :
MENGADILI
1. Menolak permohonan Pemohon untuk seluruhnya :
2. Membebankan kepada Pemohon untuk membayar biaya perkara yang
hingga kini ditaksir sebesar : NIHIL :
Berdasarkan pada kasus penilangan beserta penyitaan diatas, Pertimbangan
Hakim haruslah tepat dengan menggunakan asas-asas keadilan. Oleh karena itu,
berdasarkan uraian yang telah dikemukakan diatas penulis tertarik untuk
melakukan penelitian yang dituangkan ke dalam skripsi dengan judul
18
“PERTIMBANGAN HAKIM PRA PRADILAN TERHADAP PENYITAAN
KENDARAAN BERMOTOR DALAM PELANGGARAN LALU LINTAS
(STUDI KASUS PUTUSAN NOMOR 01/Pra.Pid/2014/PN.Sal)
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas, dirumuskan permasalahan sebagai berikut :
1. Bagaimanakah Pertimbangan Hakim dalam Putusan No. 01 / Pra.Pid 2014
PN.Sal ?
C. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini, yaitu:
Untuk mengetahui pertimbangan Hakim dalam Putusan No. 01 / Pra.Pid
2014 PN.Sal Pra Pradilan terhadap penyitaan kendaraan bermotor karena
keterlambatan pembayaran pajak STNK.
D. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini, yaitu :
1. Manfaat Teoristis
Hasil penulisan ini diharapkan dapat menambah wawasan dan memberi
pengetahuan mengenai pertimbangan Hakim dalam Putusan No. 01 / Pra.Pid /
2014 / PN.Sal Pra Pradilan terhadap penyitaan kendaraan bermotor karena
keterlambatan pembayaran pajak STNK.
2. Manfaat Praktis
Hasil penulisan ini diharapkan dapat memberi sumbangan pemikiran
yuridis yang berkaitan dengan pelaksanaan pertimbangan Hakim dalam Putusan
19
No.01/ Pra.Pid/2014/PN.Sal Pra Pradilan terhadap penyitaan kendaraan bermotor
karena keterlambatan pembayaran pajak STNK.
E. Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan ini yaitu :
1. Pendekatan yang digunakan penulis dalam penelitian ini adalah pendekatan
yuridis normatif karena yang diteliti ialah pertimbangan hakim. Pendekatan ini
dilakukan dengan menelaah putusan hakim dikaitkan dengan perundang-
undangan yang berkaitan dengan masalah hukum yang sedang penulis
amati.16
2. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang akan digunakan dalam penulisan ini adalah
penelitian deskriktif, karena penelitian ini merupakan penelitian awal yang
mengarah pada analisis Putusan.
3. Jenis dan Teknik Pengambilan Data
Jenis data yang dipakai dalam penjatuhan putusan yaitu, data sekunder,
berupa:
a. Bahan Hukum Primer, yaitu bahan-bahan yang mengikat, seperti
norma-norma, peraturan dasar, dan peraturan perundang-undangan
yaitu yang terdiri dari, Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang
Kepolisian Republik Indonesia, KUHP, KUHAP, Peraturan Pemerintah
No. 4 tahun 1993 tentang Pemeriksaan Kendaraan Bermotor di Jalan,
Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas Angkutan
16
Peter Mahmud M, Penelitian Hukum, Kencana, Jakarta, 2011, Hlm 136
20
Jalan, Peraturan Pemerintah Pasal 32 No.80 Tahun 2012 Tentang Tata
Cara, pemeriksaan kendaraan bermotor di Jalan dan Penindakan
Pelanggaran Lalu lintas dan Angkutan Jalan.
b. Bahan Hukum Sekunder, yaitu yang memberi penjelasan mengenai
bahan hukum primer seperti rancangan undang-undang hasil penelitian,
Putusan No 01/Pra.Pid/2014/PN.Sal, karya dari kalangan hukum, dan
sebagainya.
F. Unit Amatan dan Unit Analisis.
Unit Amatan dari penelitian ini, yaitu:
a. Undang-undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Republik
Indonesia.
Peraturan Pemerintah No. 4 tahun 1993 tentang Pemeriksaan Kendaraan
Bermotor Di Jalan.
b. KUHAP
c. Undang-Undang No. 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan.
d. Peraturan Pemerintah No. 80 Tahun 2012 tentang Tata Cara Pemeriksaan
Kendaraan Bermotor di Jalan dan Penindakan Pelanggaran Lalu Lintas
dan Angkutan Jalan.
e. Lampiran angka 10, Keputusan Menteri Kehakiman Republik Indonesia
Nomor: M.14-PW.07.03 Tahun 1983 tentang Tambahan Pedoman
Pelaksanaan Kitan Undang-Undang Hukum Acara Pidana.
f. Putusan No. 01/Pra.Pid/2014/PN.Sal.
Sedangkan yang menjadi Unit Analisis peneliti, yaitu Pertimbangan
Hakim tentang Penyitaan Kendaraan Bermotor Karena keterlambatan
21
Pembayaran Pajak STNK dan Surat Izin Mengemudi (SIM) yang sudah mati,
pada Perkara Nomor: 01/Pra.Pid/2014/PN.SAL.
top related