BAB I PENDAHULUAN - library.binus.ac.idlibrary.binus.ac.id/eColls/eThesisdoc/Bab1/bab 1_2013_0060.pdf · 10. Hidari minuman yang berakohol 11. Makanlah makanan yang aman bagi kesehatan
Post on 02-Mar-2019
217 Views
Preview:
Transcript
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Kebutuhan pokok manusia terbagi atas 3 golongan besar, yakni sandang,
pangan dan papan. Makanan merupakan salah satu kebutuhan pokok yang paling
crucial karena menyangkut kehidupan manusia itu sendiri secara langsung. Konsumsi
pangan merupakan faktor utama untuk memenuhi kebutuhan gizi yang selanjutnya
bertindak menyediakan energi bagi tubuh, mengatur proses metabolisme,
memperbaiki jaringan tubuh serta untuk pertumbuhan (Harper et al.,1986).
Makanan mengandung sejumlah nutrisi yang diperlukan untuk mendukung
proses kehidupan manusia. FAO (Food and Agriculture Organization) dan WHO
(World Health Organization) mengemukakan perlunya pemenuhan nutrisi makro
berupa energi (karbohidrat), protein dan lemak, serta nutrisi mikro berupa vitamin,
mineral, air dan serat secara seimbang dalam asupan makanan harian.
Makanan sehat menjadi suatu isu yang mengemuka terkait pola makan dengan
pemenuhan gizi seimbang, terutama dalam kehidupan masyarakat perkotaan yang
serba sibuk dan mengandalkan kepraktisan. Makanan selingan / cemilan menjadi
fokus utama disini, mengingat jenis penganan ini umumnya dibutuhkan pada saat
beraktivitas di luar rumah, sehingga pemenuhan kebutuhan akan cemilan ini
umumnya didapatkan di luar, seperti warung, mini market, supermarket, atau mall
2
terdekat. Beraneka ragam makanan selingan dapat dijumpai di pasar, mulai dari jenis
makanan ringan kering (snack), jajan pasar, hingga sejumlah penganan fresh lain.
Industri makanan dan minuman (food and beverage industry) menjadi lahan
bisnis yang paling digemari oleh banyak pemain. Hal ini mengingat tingkat
pemenuhan kebutuhan akan makanan dan minuman yang tinggi, memiliki stabilitas
permintaan yang cukup stabil serta memiliki tingkat pertumbuhan yang pesat. Ketua
Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (Gapmmi),
Adhi S. Lukman, mengungkapkan potensi pertumbuhan industri makanan dan
minuman yang pesat sebesar 10-13% pada tahun 2011 (Trust Industrial, n.d.). Jumlah
ini mencakup hampir 2 kali lipat dari tingkat pertumbuhan pada tahun 2010 yang
dikemukakan oleh BPS, yakni sebesar 6,64%.
BPS (2011) mengungkapkan bahwa pemenuhan kebutuhan akan makanan dan
minuman mengambil lebih dari 50% porsi pengeluaran tahunan masyarakat secara
umum. Lebih lanjut BPS mengungkapkan tingkat pertumbuhan industri makanan dan
minuman yang pesat, dimana mencapai 4,01% pada kuartal I 2011, yang mengalami
kenaikan hampir dua kali lipat dibandingkan periode 2010 sebesar 2,73%. Jumlah
penduduk Indonesia yang mencapi lebih dari 220 juta jiwa dan terus berkembang,
mengungkapkan besarnya potensi market yang dapat digarap dari industri ini. Faktor-
faktor tersebut menarik minat banyak pihak juga memunculkan berbagai polemik di
masyarakat, terkait banyaknya pemberitaan media yang mengungkap berbagai
praktek kecurangan dalam proses pembuatan makanan dan minuman yang dijual
bebas di pasaran.
3
Penganan yang dijual dalam keadaan fresh memiliki keunggulan lebih
daripada penganan instan yang telah melewati sejumlah proses pengawetan.
Pertanyaan yang kemudian mengemuka adalah, jenis penganan segar apakah yang
memenuhi kriteria sebagai makanan selingan yang bernutrisi dan benar-benar dapat
memposisikan dirinya sebagai makanan yang mampu menjaga metabolisme tubuh?
Jika makanan selingan memiliki porsi yang terlalu ringan atau tidak memiliki
kandungan nutrisi yang baik, tentunya tidak efektif sebagai sebuah makanan yang
dimaksudkan untuk tetap menjaga metabolisme tubuh.
Keterbatasan jumlah produsen yang bergerak dalam bidang penyediaan
makanan ringan / cemilan sehat berbahan dasar daging menjadi suatu isu sekaligus
potensi pasar yang baik pula disini.
1.1.1. Nutrisi dan Pola Makan Sehat
Para ahli kesehatan dunia setuju bahwa pola makan yang sehat
merupakan dasar pemeliharaan kesehatan dan kehidupan yang baik, yang
bermanfaat bagi setiap aspek kesehatan manusia sepanjang hidup, baik secara
fisik dan emosional (eatingpatterns, n.d.). American Journal of Epidemiology
(Yunsheng Ma et al., 2003, p. 85-92) mendeskripsikan istilah eating patterns
atau pola makan yakni sebagai suatu frekuensi kegiatan makan itu sendiri,
suatu distribusi temporal dari kegiatan makan sepanjang hari. Pengaturan
pola makan 3 kali sehari diperkaya dengan 2 kali makanan selingan (cemilan)
4
di antara waktu makan utama, merupakan pola makan efektif yang mampu
menstimulasi metabolisme tubuh, menjaga kestabilan kadar gula darah dan
menjaga terjadinya overeating yang mengakibatkan obesitas (15 Tips, n.d.).
Pola makan ini kemudian terkait pula dengan suatu konsep gizi
seimbang, yakni terkait pada kualitas nutrisi yang terkandung dalam makanan
yang dibutuhkan oleh tubuh dalam keseharian. Berpedoman pada angka
kecukupan gizi internasional yang ditetapkan oleh FAO (Food and
Agriculture Organization) dan WHO (World Health Organization),
diperlukan adanya pemenuhan kebutuhan akan nutrisi makro berupa energi
(karbohidrat), protein dan lemak, serta nutrisi mikro berupa vitamin, mineral,
air dan serat secara seimbang dalam asupan makanan harian.
Departemen Kesehatan melalui Direktorat Gizi Masyarakat,
mengemukakan 13 Pedoman Umum Gizi Seimbang (PUGS) sebagai suatu
acuan bagi pemenuhan kebutuhan nutrisi dan pola konsumsi masyarakat
Indonesia yang baik, yang kemudian diimplementasikan dalam bentuk slogan
4 sehat 5 sempurna di Indonesia sejak tahun 1950 (Soekirman et al., 2005,
p.2). PUGS mencakup 12 pesan yang perlu diperhatikan, yakni:
1. Makanlah aneka ragam makanan
2. Makanlah makanan yang memenuhi kecukupan energi
3. Pilihlah makanan berkadar lemak sedang dan rendah lemak jenuh
4. Gunakan garam beryodium
5. Makanlah makanan sumber zat besi
5
6. Berikan ASI saja kepada bayi sampai umur 4 bulan dan
tambahkan MP-ASI sesudahnya
7. Biasakan makan pagi
8. Minumlah air bersih, aman yang cukup jumlahnya
9. Lakukan aktifitas fisik secara teratur
10. Hidari minuman yang berakohol
11. Makanlah makanan yang aman bagi kesehatan
12. Bacalah label pada makanan yang dikemas.
Gambar 1.1. Pedoman Umum Gizi Seimbang
Sumber: Departemen Kesehatan RI, 2005
6
1.1.2. Anak, Nutrisi dan Proses Pertumbuhan
Tumbuh kembang anak secara optimal merupakan harapan setiap
orang tua. Oleh sebab itu tidaklah mengherankan bahwa banyak orang tua
sangat cermat dalam memilih asupan nutrisi dan makanan bagi buah hati
mereka, khususnya pada tahapan usia dini seperti balita dan sekolah dasar,
dimana anak masih belum dapat mengatur sendiri pola makan mereka secara
optimal. Disini peran orang tua dalam proses pemilihan makanan menjadi
suatu hal yang crucial untuk menentukan tingkat pertumbuhan dan
perkembangan anak.
Statistik menunjukkan konsumsi makanan jadi pada tahun 2010
mencakup 14,6% total konsumsi masyarakat Indonesia. Hal ini melebihi
sepertiga dari konsumsi jenis padi-padian yang memiliki proporsi konsumsi
terbesar, yakni sebesar 36,9% pada tahun 2010 dengan tingkat kenaikan
konsumsi rata-rata sebesar lebih dari 2% per tahun selama kurun waktu 10
tahun terakhir (Badan Pusat Statistik, 2011).
Perkembangan jaman dan era globalisasi menyebabkan semakin
banyaknya jenis-jenis produk dan brand asing yang masuk ke pasar.
Demikian pula dengan pasar makanan dan minuman yang semakin dibanjiri
oleh berbagai brand asing. Beragam jenis makanan junk food yang praktis dan
memiliki cita rasa enak semakin memperkuat posisinya di masyarakat.
Chicken nugget, sereal berpemanis, daging olahan, minuman manis, kentang
7
goreng, donat dan pizza, menurut survei merupakan 7 jenis makanan favorit
anak yang tidak sehat dan berpotensi memicu obesitas pada jangka panjang
(Mikail & Chandra, 2011).
Rasa yang enak dan cara pengolahan yang praktis membuat makanan-
makanan ini menjadi pilihan masyarakat di tengah tingkat kesibukan yang
padat. Jenis makanan ini juga menjadi favorit anak-anak sehingga menjadi
pilihan banyak orang tua yang sibuk sebagai alternatif solusi cepat dan mudah
bagi pemenuhan lauk-pauk buah hati mereka. Hal ini merupakan suatu
permasalahan tipikal di berbagai belahan dunia termasuk Indonesia,
sebagaimana dikemukakan Greey dalam Journal Growing Nutrition Needs
(2007), bahwa junk food menjadi pilihan favorit anak dibandingkan dengan
jenis makanan sehat. Anak-anak pada jenjang usia ini juga cenderung pemilih
dalam hal makanan, dimana mereka hanya ingin mengkonsumsi jenis-jenis
makanan tertentu saja sesuai kegemaran mereka.
Namun jenis-jenis makanan tersebut juga memunculkan sejumlah
permasalahan baru, seperti kandungan nutrisi dan faktor kesehatan.
Kandungan nutrisi yang rendah dan penambahan sejumlah bahan pengawet
dalam proses pembuatannya, menyebabkan jenis makanan tersebut tidak
sesuai untuk dinikmati dalam jangka panjang. Konsumsi satu jenis makanan
saja secara terus menerus juga menyebabkan pemenuhan nutrisi yang tidak
seimbang bagi proses tumbuh kembang anak.
8
A. Kebutuhan Nutrisi Anak
Anak usia sekolah umumnya diklasifikasikan secara umum
pada range usia 6-12 tahun, sebagaimana juga ditetapkan oleh World
Health Organization (Lucas, 2004; Muaris, 2010). Anak-anak pada
fase ini mulai belajar bersosialisasi dengan lingkungan sosial sekolah
yang luas, mengembangkan kemampuan kognitif, interaksi sosial, serta
mengenal nilai-nilai sosial budaya di sekitarnya (Supartini, 2004,
p.114), sehingga membutuhkan asupan nutrisi yang beragam untuk
mendukung aktivitas keseharian mereka yang cenderung padat serta
proses tumbuh kembang yang optimal, baik fisik, intelektual, emosi,
serta sosial budaya. Pemenuhan nutrisi yang optimal pada fase ini
sangat berpengaruh pada proses pertumbuhan, kesehatan dan
kecerdasan pada fase berikutnya.
Konsumsi aneka varian makanan dibutuhkan bagi pemenuhan
nutrisi yang seimbang dalam fase ini. United States Department of
Agriculture (1999) mengemukakan Food Guide Pyramid for Young
Children sebagai panduan bagi orang tua dalam memilih asupan nutrisi
anak, sebagai berikut:
9
Gambar 1.2. USDA Food Guide Pyramid for Kids
Sumber: United States Department of Agriculture, 2005
10
Gambar 1.3. Food Serving Pyramid
Sumber: United States Department of Agriculture, 1999
Piramida ini terbagi dalam 6 golongan warna yang mewakili 5
kelompok besar makanan ditambah dengan 1 kelompok minyak
(USDA, 1999). Warna jingga dalam piramida di atas mewakili
golongan serealia dan biji-bijian, seperti beras, gandum, oatmeal, dan
sebagainya. Kelompok ini berada dalam bagian terbawah piramida,
menempati porsi terbesar dalam kebutuhan nutrisi harian sebesar 6
sajian per hari, karena merupakan sumber utama energi, karbohidrat
kompleks, serat, serta sejumlah vitamin dan mineral.
Warna hijau mewakili golongan sayuran, yang berada pada
tingkat yang sama dengan warna merah yang mewakili golongan buah-
11
buahan, dengan porsi pemenuhan sebesar 3 sajian per hari. Kedua
kelompok ini mengandung vitamin dan mineral kompleks serta asupan
serat dalam jumlah besar.
Warna biru mewakili susu dan produk-produk olahannya,
sebagai sumber kalsium dan vitamin D yang penting dalam proses
pertumbuhan. Kelompok ini berada dalam tingkat yang sama dengan
warna ungu yang mewakili kelompok protein hewani dan nabati,
seperti daging, ikan, telur dan kacang-kacangan, yang merupakan
sumber protein, zat besi dan zinc. Kedua kelompok ini memiliki porsi
pemenuhan yang setara, yakni sebesar 2 sajian per hari.
Kelompok terakhir diwakili dengan warna kuning yang
merepresentasikan minyak dan sejumlah makanan lain seperti permen,
yang sebaiknya dikonsumsi dalam porsi kecil. Hal ini mengingat
kandungan lemak, gula dan kalori dalam kadar tinggi, namun rendah
dalam kandungan vitamin dan mineral.
B. Perilaku Makan
Aktivitas yang padat menyebabkan dibutuhkannya sejumlah
asupan nutrisi yang sehat dalam jumlah tepat, dimana umumnya
meliputi 4-5 kali waktu makan termasuk makanan selingan. Anak-anak
pada fase ini mulai belajar mengenal lebih banyak varian makanan dan
cenderung pemilih terhadap jenis makanan tertentu saja akibat
12
penurunan sedikit tingkat nafsu makan (MRC Human Nutrition
Research, 2001; EUFIC, 2006).
Jenis-jenis makanan ringan, cemilan ataupun jajanan yang
mengandung banyak karbohidrat, gula, garam, dan penyedap rasa
menjadi favorit sebagian besar anak, dimana umumnya memiliki
kandungan nutrisi dan serat rendah yang membuat anak cepat kenyang,
mengganggu nafsu makan anak dan tidak menyehatkan. Padahal,
penelitian menunjukkan bahwa makanan selingan ternyata
berkontribusi sebanyak lebih dari sepertiga kebutuhan kalori total
harian (Lucile Packard Children’s Hospital at Stanford, n.d.). Karena
itu pemilihan makanan selingan yang sehat dan bernutrisi dalam porsi
seimbang sangat menunjang dalam pemenuhan kebutuhan nutrisi
harian anak secara optimal.
Keengganan anak-anak untuk mengkonsumsi sayur mayur juga
merupakan permasalahan tipikal di kalangan orang tua (Soenardi,
2000). Studi menyebutkan 56% anak tidak menyukai sayur dan buah
(Anonim, 2010). Hal ini perlu diperhatikan dengan cermat oleh orang
tua, mengingat buah dan sayur memiliki kandungan nutrisi yang tinggi
dan baik bagi perkembangan anak.
13
1.1.3. Tingkat Konsumsi Sayur dan Buah
FAO menggolongkan sayur dan buah dalam kelompok pangan yang
dikenal sebagai dietary desirable pattern, sebagaimana dikutip Aswatini,
Noveria dan Fitranita (Karsin, 2004). Keduanya merupakan sumber vitamin
dan mineral esensial dalam pemenuhan nutrisi harian tubuh yang berasosiasi
dengan tingkat kesehatan dalam jangka panjang.
Sayangnya, sejumlah data justru menunjukkan tingkat konsumsi sayur
dan buah masyarakat Indonesia yang rendah. Hasil Riset Kesehatan Dasar
2007 menunjukkan bahwa 93,6% penduduk Indonesia berusia di atas 10 tahun
kurang mengkonsumsi sayur dan buah. Hal ini didasarkan pada kategori
cukup konsumsi sayur dan buah, yakni minimal 5 porsi setiap hari
(Departemen Kesehatan, 2009).
Direktur Budidaya dan Pasca Panen Sayur dan Tanaman Obat Ditjen
Holtikultura Kementerian Pertanian, Yul Bahar, menyebutkan bahwa tingkat
konsumsi sayur masyarakat Indonesia saat ini rata-rata hanya sebesar 41,9
kg/kapita/tahun. Jumlah ini sangat jauh dibandingkan standar konsumsi yang
ditetapkan oleh FAO sebesar 73 kg/kapita/tahun. Survei dalam workshop yang
diadakan oleh Kementrian Kesehatan lebih lanjut menunjukkan bahwa 27%
masyarakat Indonesia tidak memasukan sayur dalam menu keseharian mereka
(Pitakasari, 2011).
14
Tingkat konsumsi sayur dan buah ini juga bervariasi di sejumlah
daerah di Indonesia. Data BPS (2007) mengindikasikan tingkat konsumsi
sayur yang lebih rendah di daerah perkotaan dibandingkan daerah pedesaan.
Sebagai contoh, DKI Jakarta sebagai ibukota negara memiliki proporsi rata-
rata pengeluran per kapita untuk sayur mayur sebesar 11,7% yang mencapai
kurang dari sepertiga pengeluaran untuk makanan dan minuman jadi pada
tahun 2007. Jumlah ini lebih rendah daripada rata-rata proporsi pengeluaran
untuk sayur mayur seluruh Indonesia sebesar 12,1%. Hal ini sangat
bertentangan dengan proporsi konsumsi sayur yang terjadi di daerah
pedesaan, misalnya Maluku Utara, yang mencapai proporsi tertinggi sebesar
23,6%, 2 kali lipat lebih besar dibandingkan pengeluaran untuk makanan dan
minuman jadi yang hanya mencapai 12,8% pada tahun 2007 (BPS, 2007).
1.1.4. Tingkat Konsumsi Daging
Daging merupakan sumber protein hewani serta sejumlah vitamin dan
mineral esensial bagi tubuh. Daging dan bagian-bagian organ tubuh hewan
mengandung senyawa vitamin yang lengkap, mulai dari vitamin A, B-
kompleks (thiamin, riboflavin, niacin, biotin, vitamin B6 dan B12, asam
pantothenic dan folacin), hingga vitamin D, E, dan K; sebagaimana diungkap
Food and Agriculture Organization dalam FAO Food and Nutrition Papers
(Bender, 1992). Daging juga merupakan sumber mineral yang kaya, seperti
15
zat besi, tembaga, seng dan mangan. Karena itu konsumsi daging menjadi
suatu hal yang penting dalam memenuhi asupan nutrisi harian yang seimbang.
Penelitian menunjukkan bahwa konsumsi daging terbukti memiliki korelasi
positif dengan tingkat kecerdasan dan nilai human development index suatu
negara (Daryanto, 2009).
Secara umum, tingkat konsumsi daging masyarakat Indonesia
tergolong rendah dibandingkan negara-negara lain, baik daging sapi, ayam
maupun ikan. Direktorat Pangan dan Pertanian Indonesia (2010)
mengemukakan rata-rata konsumsi daging sapi segar penduduk Indonesia
hanya sekitar 2,24 kg per tahun per kapita, dengan peta sebaran yang terpusat
sebesar 60% wilayah Jawa Barat, DKI Jakarta, Jawa Tengah, Yogyakarta dan
Jawa Timur. Hal ini berpengaruh pada tingkat konsumsi yang tidak merata,
dengan DKI Jakarta, Bali dan Kalimantan Timur sebagai daerah dengan
tingkat konsumsi daging terbesar senilai lebih dari 10 kg/kapita/tahun
(Direktorat Pangan dan Pertanian BAPPENAS, 2006). Jumlah tersebut masih
jauh di bawah standar konsumsi daging segar yang dicanangkan FAO pada
tahun 2008, yaitu sebesar 33 kg/tahun/kapita dalam rangka memerangi
kekurangan gizi.
16
Tabel 1.1. Rata-rata Konsumsi Protein (gram) per Kapita
Menurut Kelompok Makanan, 1999, 2002 - 2010
No. Komoditi 1999 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010
1 Padi-padian 25.04 24.42 24.29 24.05 23.69 23.33 22.43 22.75 22.06 21.76
2 Umbi-umbian 0.43 0.43 0.44 0.53 0.45 0.41 0.4 0.42 0.33 0.32
3 Ikan 6.07 7.17 7.91 7.65 8.02 7.49 7.77 7.94 7.28 7.63
4 Daging 1.33 2.26 2.62 2.54 2.61 1.95 2.62 2.4 2.22 2.55
5 Telur dan susu 1.43 2.33 2.22 2.38 2.71 2.51 3.23 3.05 2.96 3.27
6 Sayur-sayuran 2.23 2.49 2.75 2.57 2.52 2.66 3.02 3.01 2.58 2.52
7 Kacang-kacangan 4.81 6.36 5.85 5.52 6.31 5.88 6.51 5.49 5.19 5.17
8 Buah-buahan 0.33 0.45 0.46 0.43 0.43 0.39 0.57 0.52 0.41 0.47
9 Minyak dan lemak 0.42 0.53 0.54 0.48 0.48 0.45 0.46 0.39 0.34 0.34
10 Bahan minuman 0.79 1.13 1.01 1.03 1.08 1 1.13 1.06 0.98 1.05
11 Bumbu-bumbuan 0.66 0.79 0.69 0.71 0.82 0.81 0.76 0.73 0.68 0.69
12 Konsumsi lainnya 0.53 0.75 0.74 0.76 1.03 0.95 1.43 1.37 1.21 1.21
13 Makanan jadi 4.62 5.34 5.84 6.01 6,44* 5.83* 7,33* 8,36* 8,10* 8,03*
JUMLAH 48.67 54.45 55.37 54.65 55.27 53.65 57.66 57.49 54.35 55.01
Keterangan : * Termasuk minuman beralkohol
**2003, 2004 dan 2006 mencakup 10.000 panel; dan 2007,
2008 dan 2009 mencakup panel 68.800 rumah tangga
Sumber : Badan Pusat Statistik, 2011
Data di atas mengindikasikan jumlah konsumsi daging yang hanya
mencapai 4,6% dari total keseluruhan total konsumsi protein masyarakat
Indonesia pada periode 2010. Tingkat pertumbuhan konsumsi daging juga
cenderung lambat, dengan laju rata-rata sebesar 4,28% per tahun pada periode
2003-2007 (Kemetrian Pertanian, Dirjen Peternakan, n.d.).
17
Demikian pula dengan konsumsi daging ayam. Sebagaimana
dikemukakan oleh Ketua Umum Gabungan Perusahaan Perunggasan
Indonesia (Gappi), Anton Supit, hingga saat ini tingkat konsumsi daging ayam
masyarakat Indonesia tergolong sangat rendah, yakni sebesar 4,8
kg/tahun/kapita dengan kecenderungan peningkatan lebih dari 20% pada
tahun 2008 (Suhendra, 2009; KPPU, 2010). Data tersebut lebih lanjut
mengindikasikan jumlah konsumsi daging ayam yang mencakup 84,07% dari
total konsumsi daging ternak lainnya di Indonesia, dimana sepertiganya
terpusat di wilayah DKI Jakarta. Namun, jumlah ini ternyata masih jauh
dibandingkan dengan negara lain seperti Malaysia yang mencapai tingkat
konsumsi 38,5 kg/tahun/kapita dan Amerika Serikat sebesar 46
kg/tahun/kapita.
1.1.5. Benchmarking
Setiap bidang usaha memiliki kompetitornya masing-masing.
Demikian pula bidang usaha jajanan/cemilan di Indonesia, khususnya DKI
Jakarta yang memiliki tingkat kompetisi tinggi.
Dari hasil observasi yang dilakukan, kompetitor utama yang ada di
area sekolah adalah penjaja makanan keliling, seperti gorengan, siomay,
batagor, burger, pizza, minuman ringan, dan sebagainya. Penjual makanan
18
ringan dan jajanan yang biasa dijual di kantin sekolah, warung serta mini
market juga menjadi kompetitor bagi usaha ini.
Tabel 1.2. Perbandingan Kompetitor
Kompetitor Harga Health Concern
Gorengan Rp. 500 - 1.000 Tidak
Burger Rp. 6.000 - 10.000 Tidak
Pizza Rp. 6.000 - 15.000 Tidak
Siomay Rp. 5.000 - 10.000 Tidak
Batagor Rp. 5.000 - 10.000 Tidak
Makanan ringan / snack Rp. 1.000- 10.000 Tidak
Roti, donat Rp. 2.000 - 5.000 Tidak
Minuman ringan Rp.1.500 - 5.000 Tidak
Sumber: Data primer yang diolah, 2012
Dari tabel diatas, dapat dilihat bahwa kompetitor yang ada tidaklah
begitu peduli terhadap kesehatan konsumen. Tingkat persaingan harga antar
kompetitor juga cenderung tinggi, mengingat ragam pilihan jajanan yang luas.
Namun bidang usaha ini ternyata tetap memiliki daya tarik tersendiri,
sekalipun dengan jumlah kompetitor yang besar. Hal ini mengingat bahwa
sebagian besar kompetitor berskala kecil hingga menengah, bersifat lokal, dan
belum memperhatikan faktor kesehatan dalam produk yang ditawarkan.
Health concern yang semakin meningkat di masyarakat Indonesia, khususnya
masyarakat ibukota seperti Jakarta, menjadi suatu peluang bagi pembangunan
bisnis baru di bidang ini.
19
Selain kompetitor sekolah tersebut, kompetitor dengan produk sejenis
yang paling mendekati produk Sö Ré Ji adalah Bulaf. Bulaf merupakan
produsen beraneka ragam sosis, dengan adanya varian sosis sayuran yang
memiliki kemiripan dengan produk Sö Ré Ji. Namun Bulaf memiliki
kelemahan karena tidak begitu dikenal oleh masyarakat, sekalipun telah
berdiri selama 3 tahun. Hal ini mengungkapkan potensi pasar yang masih
memungkinkan untuk dimasuki oleh Sö Ré Ji secara luas.
Dari sisi harga, Bulaf menawarkan harga yang tergolong menengah,
tidak terlalu murah, namun juga tidak terlalu mahal, yakni berkisar antara Rp.
20.000 - Rp. 35.000. Faktor pembeda utama disini adalah bahwa Bulaf hanya
menjual frozen product, sedangkan Sö Ré Ji selain menjual frozen product
juga menjual produk ready to eat melalui penggunaan booth.
Dari hasil perbandingan tersebut, dapat disimpulkan bahwa peluang Sö
Ré Ji untuk memasuki pasar ini masih cukup luas, yang dapat diperbesar
dengan perencanaan dan pemilihan strategi yang tepat untuk pengembangan
dan perluasan bisnis di masa mendatang.
1.2. Tujuan
Tujuan pembuatan business model berdasarkan latar belakang dan sejumlah
survei pasar yang ada, meliputi:
20
1. Memenuhi kebutuhan akan makanan selingan berkualitas berbahan dasar
daging dan sayuran segar
2. Membantu memenuhi asupan nutrisi harian, terutama protein hewani,
serat, vitamin dan mineral esensial dengan berbagai manfaat yang
dikandungnya
3. Solusi untuk mengkonsumsi daging dan sayuran secara lengkap, mudah
dan menyenangkan
4. Membantu memenuhi kebutuhan masyarakat akan adanya makanan sehat
yang bebas dari kandungan bahan-bahan berbahaya
5. Inovasi baru dari produk sosis, mulai dari bahan dasar, proses, kandungan
nutrisi, hingga penyajian dan cara menikmati
1.3. Manfaat
Dengan adanya pembentukan business model ini, diharapkan dapat tercapai
sejumlah manfaat berikut:
1. Memberikan manfaat nyata kepada masyarakat luas berupa adanya
produsen makanan ringan / cemilan berkualitas yang bernutrisi, halal,
sehat, dan bebas bahan-bahan berbahaya
2. Sebagai inpirasi bagi entrepreneur muda lainnya dalam pembentukan
jenis-jenis bisnis baru yang inovatif, baik dalam hal produk, value,
maupun metode dalam menikmati suatu produk
top related