BAB 2 TINJAUAN TEORITIS 2.1 Tinjauan Teoritis
Post on 16-Oct-2021
12 Views
Preview:
Transcript
6
BAB 2
TINJAUAN TEORITIS
2.1 Tinjauan Teoritis
2.1.1 Anatomi dan fisiologi jantung
Sistem kardiovaskular dapat dianggap sebagai sistem transportasi tubuh,
sistem ini memiliki tiga komponen utama yaitu jantung, pembuluh darah
dan darah itu sendiri. Jantung adalah alat pemompa dan pembuluh darah
adalah rute pengiriman, darah dianggap sebagai cairan yang mengandung
oksigen dan nutrisi yang dibutuhkan tubuh dan membawa limbah yang
perlu dibuang (Virtual Medical Centre, 2013).
2.1.1.1 Jantung
Jantung adalah otot seukuran kepalan tangan dan berbentuk
kerucut dengan panjang 12 cm, lebar 9 cm dan tebal 6 cm,
7
terletak di antara dua paru-paru di sebelah kiri dari tengah dada,
memiliki empat ruang yaitu atrium kiri, atrium kanan, ventrikel
kiri dan ventrikel kanan (Virtual Medical Centre, 2013).
Jantung berfungsi untuk memompa darah ke seluruh tubuh
(Virtual Medical Centre, 2013).
Letak jantung berada di dalam toraks, antara kedua paru-paru
dan di belakang sternum, dan lebih menghadap ke kiri daripada
ke kanan. Kedudukannya yang tepat dapat di gambarkan pada
kulit dada kita (Evelyn C. Pearce, 2009).
Sebuah garis yang ditarik dari tulang rawan iga ketiga kanan, 2
sentimeter dari sternum, ke atas tulang rawan iga kedua kiri, 1
sentimeter dari sterneum, menunjuk kedudukan basis jantung,
tempat pembuluh darah masuk dan keluar. Titik di sebelah kiri
antara iga kelima dan keenam, atau di dalam ruang intercostal ke
lima kiri, 4 sentimeter dari garis medial, menunjukkan
kedudukan apeks jantung, yang merupakan ujung tajam ventrikel
(Evelyn C. Pearce, 2009).
2.1.1.2 Struktur jantung
Jantung merupakan sebuah organ yang terdiri dari otot. Otot
jantung merupakan jaringan istimewa karena kalau dilihat dari
bentuk dan susunannya sama dengan serat lintang, tetapi cara
bekerjanya menyerupai otot polos yaitu diluar kemauan kita
(dipengaruhi oleh susunan saraf otonom) (Syaifuddin, 2012).
Jantung terdiri atas 4 ruang, yaitu dua ruang yang berdinding
tipis disebut atrium (serambi) dan dua ruang yang berdinding
8
tebal disebut ventrikel (bilik) (Arif Muttaqin, 2012). Ini dibagi
oleh sebuah septum (sekat sehingga menjadi dua belah, kiri dan
kanan). Setiap ventrikel memiliki satu katup masuk searah dan
katup keluar searah. Katup trikuspidalis membuka dari atrium
kanan ke dalam ventrikel, dan katup pulmonalis membuka dari
ventrikel kanan ke dalam arteri pulmonalis. Katup mitral
membuka dari atrium kiri kedalam ventrikel kiri, dan katup aorta
membuka dari ventrikel kiri ke dalam aorta (Kasron, 2012).
Jantung terdiri atas tiga tipe otot jantung yang utama yakni otot
atrium, otot ventrikel, dan serabut otot eksitatorik dan konduksi
khusus. Tipe otot atrium dan ventrikel berkontraksi dengan cara
yang sama seperti otot rangka, hanya saja durasi kontraksi otot-
otot tersebut lebih lama. Sebaliknya, serabut-serabut khusus
eksitatorik dan konduksi berkontraksi dengan lemah sekali sebab
serabut-serabut ini hanya mengandung sedikit serabut kontraktif,
justru mereka memperlihatkan pelepasan muatan listrik berirama
yang otomatis dalam bentuk potensial aksi atau konduksi
potensial aksi yang melalui jantung, yang bekerja sebagai suatu
sistem eksitatorik yang mengatur denyut jantung yang berirama
(Guyton & Hall, 2012).
Jantung tersusun atas otot yang bersifat khusus dan terbungkus
sebuah membran yang disebut pericardium. Membran ini terdiri
dari atas dua lapis, pericardium visceral adalah membran serus
yang lekat sekali pada jantung dan pericardium parietal adalah
lapisan fibrus yang terlipat keluar dari basis jantung dan
membungkus jantung sebagai kantong longgar. Karena susunan
ini, jantung berada di dalam dua lapis kantong pericardium, dan
9
diminyaki dari cairan itu, jantung dapat bergerak bebas (Evelyn
C. Pearce, 2009).
Di sebelah dalam jantung di lapisi endothelium. Lapisan ini di
sebut endocardium. Katup-katupnya hanya merupakan bagian
yang lebih tebal dari membran ini. Tebal dinding jantung
dilukiskan terdiri atas tiga lapis; Perikardium, atau pembungkus
luar; Miokardium, lapisan otot tengah; Endocardium, batas
dalam (Evelyn C. Pearce, 2009).
Dinding otot jantung tidak sama tebalnya. Dinding ventrikel
paling tebal dan dinding disebelah kiri lebih tebal dan dinding
ventrikel sebelah kiri lebih tebal dari dinding ventrikel sebelah
kanan, sebab kekuatan kontraksi ventikel kiri jauh lebih besar
daripada kanan. Dinding atrium tersusun atas otot yang lebih
tipis (Evelyn C. Pearce, 2009).
Anatomi fisiologis otot jantung menggambarkan suatu gambaran
histologi otot jantung yang khas, yang memperlihatkan serabut-
serabutnya yang terpisah, bergabung kembali, dan menyebar
kembali. Otot jantung itu berlurik-lurik dengan pola yang sama
dengan pola yang terdapat pada otot rangka yang khas.
Selanjutnya, otot jantung mempunyai miofibril-miofibril tertentu
yang mengandung filamen aktin dan miosin, yang hampir identik
dengan filamen yang dijumpai di dalam otot rangka; selama
kontraksi filamen-filamen ini terletak bersebelahan dan saling
menyisip terhadap satu sama lain seperti terjadi dalam otot
rangka (Guyton & Hall, 2012).
10
Otot jantung sebagai suatu sinsitium, tampak daerah-daerah
gelap yang menyilang serabut-serabut otot jantung yang disebut
sebagai diskus interklatus, namun diskus interklatus sebenarnya
merupakan membrane sel yang memisahkan masing-masing sel
otot jantung satu sama lainnya. Jadi, serabut-serabut otot jantung
terdiri atas banyak sel otot jantung yang saling berhubungan dan
terletak bersisian satu dengan lainnya dalam suatu rangkaian
(Guyton & Hall, 2012).
2.1.1.3 Peredaran darah dan saraf jantung
Arteri koroner kanan berasal dari sinus anterior aorta berjalan ke
depan antara trunkus pulmonalis dan aurikula dekstra
memberikan cabang-cabang ke atrium dekstra dan ventrikel
dekstra. Pada tepi inferior jantung menuju sulkus
antrioventrikularis untuk beranastomosis dengan arteri koronaria
kiri memperdarahi ventrikel dekstra. Arteri koronaria kiri lebih
besar dari arteri koronaria dekstra dari sinus posterior aorta
sinistra berjalan ke depan antara trunkus pulmonalis dan aurikula
kiri masuk ke sulkus atrioventrikularis menuju ke apeks jantung
memberikan darah untukventrikek dekstra dan septum
interventrikularis. Aliran vena jantung: Sebagian darah dari
dinding jantung mengalir ke atrium kanan melalui sinus
koronarius yang terletak di bagian belakang sulkus
atrioventrikularis merupakan lanjutan dari vena kardiak magna
yang bermuara ke atrium dekstra sebelah kiri vena kava inferior.
vena kardiak minimae dan media merupakan cabang sinus
koronarius, sisanya kembali ke atrium dekstra melalui vena
kardiak anterior, melalui vena kecil langsung ke ruang-ruang
jantung (Syaifuddin, 2012).
11
Vena cava Superior dan inferior menuangkan darahnya ke dalam
atrium kanan. Lubang vena kava inferior dijaga katup seminular
Eustakhius. Arteri pulmonalis membawa darah keluar dari
ventrikel kanan. Empat vena pulmonalis membawa darah dari
paru-paru ke atrium kiri. Aorta membawa darah keluar dari
ventrikel kiri (Evelyn C. Pearce, 2009)
Lubang aorta dan arteri pulmonalis dijaga katup seminular.
Katup antara ventrikel kiri dan aorta disebut katup aortic, yang
menghindarkan darah mengalir kembali dari aorta ke ventrikel
kiri. Katup antara ventrikel kanan dan arteri pulmonalis yang
menghindarkan darah mengalir kembali ke dalam ventrikel
kanan (Evelyn C. Pearce, 2009).
After blood has passed through capillary networks in the
myocardium, it enters a series of cardiac veins before draining
into the right atrium through a common venous channel called
the coronary sinus. Several veins that collect blood from a small
area of the right ventricle do not end in the coronary sinus but
instead drain directly into the right atrium. As a rule, the cardiac
veins follow a course the closely parallels that of the coronary
arteries (Patton & Thibodeau, 2010).
Arteri koronaria kanan dan kiri yang pertama-tama
meninggalkan aorta dan kemudian bercabang menjadi arteri-
arteri lebih kecil. Arteri kecil-kecil ini mengitari jantung dan
menghantarkan darah ke semua bagian organ ini. Darah yang
kembali dari jantung terutama dikumpulkan sinus koronaria dan
langsung kembali ke dalam atrium kanan (Evelyn C. Pearce,
2009).
12
Jantung di persarafi oleh serabut saraf simpatis, parasimpatis,
dan sistem saraf autonomi melalui fleksus kardiaksus. Saraf
simpatis berasal dari duktus simpatikus bagian servikal, torakal,
akan tetapi bagian atas saraf simpatis berasal dari nervus vagus.
Serabut afferent post ganglion berjalan ke nodus sinus atrialis
dan nodus atrioventrikularis yang tersebar ke bagian jantung
yang lain. Serabut afferen berjalan bersama nervus vagus dan
berperan sebagai reflek kardiovaskuler yang berjalan bersama
saraf simpatis (Syaifuddin, 2012).
2.1.1.4 Siklus jantung
Peristiwa yang terjadi pada jantung berawal dari permulaan
sebuah denyut jantung sampai permulaan denyut jantung
berikutnya disebut siklus jantung. Setiap siklus diawali oleh
pembentukan potensial aksi yang spontan di dalam nodus sinus.
Nodus ini terletak pada dinding lateral superior atrium kanan
dekat tampak masuk vena kava superior, dan potensial aksi
menjalar dari sini dengan kecepatan tinggi melalui kedua atrium
dan kemudian melalui berkas A-V ke ventrikel. Karena terdapat
pengaturan khusus dalam sistem konduksi dari atrium menuju ke
ventrikel, ditemukan keterlambatan selama lebih dari 0,1 detik
ketika impuls jantung dihantarkan dari atrium ke ventrikel.
Keadaan ini menyebabkan atrium akan berkontraksi mendahului
kontraksi ventrikel, sehingga akan memompakan darah ke dalam
ventrikel sebelum terjadi kontraksi ventrikel yang kuat. Jadi,
atrium itu bekerja sebagai pompa pendahulu bagi ventrikel, dan
ventrikel selanjutnya akan menyediakan sumber kekuatan utama
13
untuk memompakan darah ke sistem pembuluh darah (Guyton &
Hall, 2012).
Gelombang kontraksi ini bergerak melalui berkas His kemudian
ventrikel berkontraksi. Gerakan jantung terdiri atas dua jenis,
yaitu kontraksi atau sistol, dan pengenduran atau diastole.
Kontraksi dari kedua atrium terjadi serentak dan disebut sistol
atrial, pengendurannya adalah diastole atrial. Serupa dengan itu
kontraksi dan pengenduran ventrikel disebut juga sistol dan
diastole ventrikel. Lama kontraksi ventrikel adalah 0,3 detik dan
tahap pengendurannya selama 0,5 detik. Dengan cara ini jantung
berdenyut terus-menerus, siang-malam, selama hidupnya. Dan
otot jantung mendapat istirahat sewaktu diastole ventrikuler
(Evelyn C. Pearce, 2009).
Kontraksi kedua atrium pendek, sedangkan kontraksi ventrikel
lebih lama dan lebih kuat. Dan yang dari ventrikel kiri adalah
yang terkuat karena harus mendorong darah ke seluruh tubuh
untuk mempertahankan tekanan darah ke seluruh tubuh untuk
mempertahankan tekanan darah arteri sistematik. Meskipun
ventrikel kanan juga memompa volume darah yang sama, tetapi
tugasnya hanya mengirimkan ke sekitar paru-paru di mana
tekanannya jauh lebih rendah (Evelyn C. Pearce, 2009).
Menurut Udjianti (2010) siklus jantung mempunyai dua fase
yaitu fase diastolic dan fase sistolik. Selama fase diastolik
ventrikel kanan terisi darah dari antrium kanan sedangkan
ventrikel kiri terisi darah dari vena pulmonalis. Pada fase sistolik
darah di ventrikel kanan dipompakan ke dalam arteri pulmonalis
14
menuju kapiler paru untuk proses oksigenasi. Sementara itu
darah dari ventrikel kiri dipompakan dan didistribusikan
keseluruh tubuh untuk membantu metabolisme jaringan.
2.1.1.5 Sirkulasi darah
Fungsi sirkulasi adalah untuk memenuhi kebutuhan jaringan
tubuh untuk mentransfer zat makanan ke jaringan tubuh untuk
mentransfer produk-produk yang tidak berguna untuk
menghantarkan hormone dari satu bagian tubuh ke bagian tubuh
yang lain, dan secara umum, untuk memelihara lingkungan yang
sesuai di dalam seluruh cairan jaringan tubuh agar sel bisa
bertahan hidup dan berfungsi secara optimal (Guyton & Hall,
2012).
Kecepatan aliran darah yang melewati sebagian besar jaringan
dikendalikan oleh respon dari kebutuhan jaringan terhadap zat
makanan. Jantung dan sirkulasi selanjutnya dikendalikan untuk
memenuhi curah jantung dan tekanan arteri yang sesuai agar
aliran darah yang mengalir di jaringan sesuai dengan jumlah
yang dibutuhkan (Guyton & Hall, 2012).
Evelyn C. Pearce (2009) jantung adalah organ utama sirkulasi
darah. Aliran darah dari ventrikel kiri melalui arteri, arteriola,
dan kapiler kembali ke atrium kanan melalui vena disebut
peredaran darah besar atau sirkulasi sistemik. Aliran dari
ventrikel kanan, melalui paru-paru ke atrium kiri adalah
peredaran darah kecil atau sirkulasi pulmonal.
2.1.1.6 Peredaran darah besar
15
Darah meninggalkan ventrikel kiri jantung melalui aorta ini
bercabang menjadi arteri lebih kecil yang menghantarkan darah
ke berbagai bagian tubuh. Arteri-arteri ini bercabang dan
beranting lebih kecil lagi hingga sampai arteriola. Arteri-arteri
ini mempunyai dinding yang sangat berotot yang menyempitkan
salurannya dan menahan aliran darah. Fungsinya adalah
mempertahankan tekanan darah arteri dan dengan jalan
mengubah-ubah ukuran saluran mengatur aliran darah dalam
kapiler. Dinding kapiler sangat tipis sehingga dapat berlangsung
pertukaran zat antar plasma dan jaringan interstisial. Kemudian
kapiler-kapiler ini bergabung dan membentuk pembuluh lebih
besar yang disebut venula, yang kemudian juga bersatu menjadi
vena, untuk menghantarkan darah kembali ke jantung. Semua
vena bersatu dan bersatu lagi hingga terbentuk dua batang vena,
yaitu vena kava inferior yang mengumpulkan darah dari badan
dann anggota gerak bawah, dan vena kava superior yang
mengumpulkan darah dari bagian kepala dan anggota gerak atas.
Kedua pembuluh darah ini menuangkan isinya kedalam atrium
kanan jantung (Evelyn C. Pearce, 2009).
2.1.1.7 Peredaran darah kecil (sirkulasi pulmonal)
Darah dari vena tadi kemudian masuk kedalam ventrikel kanan
yang berkontraksi dan memompanya ke dalam arteri pulmonalis.
Arteri ini bercabang dua untuk menghantarkan darahnya ke paru-
paru kanan dan kiri. Darah tidak sukar memasuki pembuluh-
pembuluh darah yang mengaliri paru-paru. Di dalam paru-paru
setiap arteri membelah menjadi arteriola dan akhirnya menjadi
kapiler pulmonal yang mengitari alveoli di dalam jaringan paru-
paru untuk memungut oksigen dan melepaskan karbondioksida
16
(Evelyn C. Pearce 2009). Kemudian kapiler pulmonal bergabung
menjadi vena dan darah dikembalikan ke jantung oleh empat
vena pulmonalis. Dan darahnya dituangkan ke dalam atrium kiri.
Darah ini mengalir masuk ke dalam ventrikel kiri. Ventrikel ini
berkontraksi dan darah dipompa masuk ke dalam aorta. Maka
kini mulai lagi peredaran darah besar (Evelyn C. Pearce, 2009).
Udema pulmonal menyertai kegagalan jantung sisi kiri. Cairan
jaringan berkumpul dalam paru-paru dan paru-paru ini menjadi
berfungsi lemah. Udema pulmonal juga dapat terjadi pada klien
yang overhidrasi (mendapat cairan terlampau banyak), paru-paru
menjadi penuh air dan ada kemungkinan ia “tenggelam” dalam
udema paru-parunya sendiri (Evelyn C. Pearce, 2009).
Sirkulasi portal, darah dari lambung, usus, pancreas, dan limpa
dikumpulkan di vena porta (pembuluh gerbang). Di dalam hati
vena ini membelah diri ke dalam system kapiler kemudian
bersatu dengan kapiler-kapiler arteri hepatica. Arteri ini
menghantarkan darah dari aorta kehati dan menjelajahi seluruh
organ ini. Persediaan darah ganda ini dikumpulkan sebuah sistem
vena yang bersatu membentuk vena hepatica. Vena ini
menghantarkan darahnya ke vena kava inferior kemudian ke
jantung. Bendungan (obstruksi) portal dapat terjadi bila satu atau
beberapa cabang vena portal terbendung, misalnya karna ada
cidera parah pada hati atau dalam beberapa keadaan pada
peradangan hepar. Bila obstruksi ini parah, dapat diikuti
komplikasi asites, yaitu penimbunan cairan berlebihan dalam
rongga peritoneum. Sirkulasi koroner (peredaran dalam jantung)
17
menyediakan darah untuk jantung sendiri (Evelyn C. Pearce,
2009).
2.1.2 Pengertian
Gagal jantung adalah suatu keadaan dimana terjadi penurunan
kemampuan fungsi kontraktilitas yang berakibat pada penurunan fungsi
pompa jantung sehingga tidak mampu mempertahankan cardiac output
(CO) yang cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh
(Corwin, 2001; Price, 1995).
Heart Failure (HF) is a progressive condition with several stages as
outlined by the ACC/AHA Task Force (Stages A-D, see Fig. 5.1).
(Bender, 2011)
Heart Failure (HF) is an abnormal clinical syndrome involving impaired
cardiac pumping and or filling. HF, formerly called congestive HF, is the
terminology preferred today since not all patients will have pulmonary
congestion or volume overbad.
(Lewis, 2011)
Gagal jantung adalah sindrom klinik dengan abnormalitas dari struktur
atau fungsi jantung sehingga mengakibatkan ketidakmampuan jantung
untuk memompa darah ke jaringan dalam memenuhi kebutuhan
metabolisme tubuh (Darmojo, 2012 cit Ardini 2011)
18
Gagal jantung kongestif (CHF) adalah suatu keadaan patofisiologis
berupa kelainan fungsi jantung sehingga jantung tidak mampu memompa
darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan dan
kemampuannya hanya ada kalau disertai peninggian volume diastolik
secara abnormal (Mansjoer dan Triyanti, 2012).
Gagal jantung adalah suatu keadaan dimana jantung tidak dapat
mempertahankan sirkulasi yang adekuat yang ditandai oleh adanya suatu
sindroma klinis berupa dispneu (sesak nafas), dilatasi vena dan edema
yang diakibatkan oleh adanya kelainan struktur atau fungsi jantung
(Sudoyo, 2006).
2.1.3 Etiologi
2.1.3.1 Gangguan kontraksi otot jantung
a. Miokarditis
b. Infark miokard
c. Aritmia
d. Obat-obatan
2.1.3.2 Beban kerja jantung yang meningkat
a. Insufisiensi aorta
b. Insufisiensi mitral
c. Tranfusi yang berlebihan
d. Hipervolemia sekunder
e. Stenosis aorta
2.1.3.3. Gangguan pengisian jantung
a. Stenosis mitral
b. Stenosis trikuspid
19
c. Tamponade jantung
d. Perikarditis
2.1.3.4 Meningkatnya kebutuhan tubuh akan oksigen
a. Anemia
b. Hipertiroidisme
c. Demam
d. Beri-beri
2.1.4 Tanda Gejala
Menurut Mansjoer dan Triyanti (2012). Manifestasi klinis dari gagal
jantung tergantung dari etiologinya, tetapi secara umum dapat digambarkan
sebagai berikut :
2.1.4.1 Sesak nafas (dyspneu)
Peningkatan tekanan pengisian bilik kiri menyebabkan transudasi
cairan ke jaringan paru. Penurunan compliance (regangan) paru
menambah kerja nafas. Sensasi sesak nafas juga disebabkan
penurunan aliran darah ke otot pernafasan. Awalnya , sesak nafas
timbul saat betraktivitas (dyspnea on effort) dan jika gagal jantung
makin berat sesak juga timbul saat beraktivitas.
2.1.4.2 Ortopnea (sesak saat berbaring)
Pada saat posisi berbaring, maka terdapat penurunan aliran darah
di perifer dan peningkatan volume darah di sentral (rongga dada).
Hal ini berakibat peningkatan tekanan bilik kiri dan udema paru.
Kapasitas vital juga menurun saat posisi berbaring.
2.1.4.3 Paroxysmal Nocturnal Dyspneu ( PND ) yaitu sesak tiba-tiba pada
malam hari disertai batuk- batuk.
2.1.4.4 Takikardi dan berdebar- debar yaitu peningkatan denyut jantung
akibat peningkatan tonus simpatik.
20
2.1.4.5 Batuk- batuk
Terjadi akibat udema pada bronchus dan penekanan bronchus oleh
atrium kiri yang dilatasi.Batuk sering berupa batuk yang basah dan
berbusa, kadang disertai bercak darah.
2.1.4.6 Mudah lelah
Terjadi akibat curah jantung yang kurang yang menghambat
jaringan dari sirkulasi normal dan oksigen serta menurunnya
pembuangan sisa katabolisme. Juga terjadi akibat meningkatnya
energi yang digunakan untuk bernafas dan insomnia yang terjadi
akibat distres pernafasan dan batuk.
2.1.4.7 Sianosis
Penurunan tekanan oksigen di jaringan perifer dan peningkatan
ekstraksi oksigen mengakibatkan peningkatan methemoglobin
kira-kira 5 g / 100 ml sehingga timbul sianosis.
2.1.4.8 Adanya suara jantung P2 , S3, S4 menunjukkan insufisiensi mitral
akibat dilatasi bilik kiri atau disfungsi otot papilaris.
2.1.4.9 Edema ( biasanya pitting edema ) yang dimulai pada kaki dan
tumit dan secara bertahap bertambah ke atas disertai penambahan
berat badan.
2.1.4.10 Hepatomegali (pembesaran hepar)
Terjadi akibat pembesaran vena di hepar. Bila proses ini
berkembang maka tekanan pada pembuluh portal meningkat
sehingga cairan terdorong keluar rongga abdomen yang disebut
asites.
2.1.4.11 Anoreksia dan mual akibat pembesaran vena dan stasis vena di
dalam rongga abdomen
2.1.4.12 Nokturia (rasa ingin kencing di malam hari)
Terjadi karena perfusi ginjal dan curah jantung akan membaik saat
istirahat.
21
2.1.5 Patofisiologi
Jantung yang normal dapat berespons terhadap peningkatan kebutuhan
metabolisme yang menggunakan mekanisme kompensasi yang bervariasi
untuk mempertahankan kardiak output. Ini mungkin meliputi: respons
sistem syaraf simpatetik terhadap baro reseptor atau kemoreseptor,
pengencangan dan pelebaran otot jantung untuk menyesuaikan terhadap
peningkatan volume, vasokonstriksi arteri renal dan aktivasi sistem renin
angiotensin serta respon terhadap serum-serum sodium dan regulasi ADH
dari reabsorbsi cairan.
Kegagalan mekanisme kompensasi di percepat oleh adanya volume darah
sirkulasi yang di pompakan untuk menentang peningkatan resisitensi
vaskuler oleh pengencangan jantung. Kecepatan jantung memperpendek
waktu pengisian ventrikel dan arteri koronaria, menurunnya kardiak ouput
menyebabkan berkurangnya oksigenasi pada miokard.
Peningkatan tekanan dinding pembuluh darah akibat dilatasi menyebabkan
peningkatan oksigen dan pembesaran jantung (hipertropi) terutama pada
jantung iskemik atau kerusakan, yang menyebabkan kegagalan mekanisme
pemompa. (Junadi, Purnawan, 2013).
Patway
Preload
meningkat
Afterload
meningkat
Contractcility menurun
Perikarditis,
Temponade
Dysritmia, Obat-obatan
dan infark miokard
Stenosis aorta/hipertensi,
tranfusi >>
22
Kompensasi kerja jantung terutama ventrikel kiri
(Otot jantung menebal, mengeras, elastisitas
menurun, kemampuan kontraksi turun, ukuran
jantung membesar (LVH)
Penurunan ejeksi darah sistemik
Penurunan Cardiac output
pengeluaran katakolamin
peningkatan frekwensi denyut jantung,
peningkatan tahanan perifer
G3 perfusi pada jaringan periper
Bila tak tertanggulangi timbul dekompensasi
(tekanan darah turun) (nadi meningkat)
G3 perfusi jaringan
bendungan pada daerah
proksimal ventrikel kiri
Bendungan pada atrium kiri
Bendungan pada paru
Rh +/+, Sesak nafas, Asidosis
respiratorik
Oedem paru
Ggn pertukaran gas
23
2.1.6 Pemeriksaan Penunjang
2.1.6.1 Hitung sel darah lengkap: anemia berat atau anemia gravis atau
polisitemia vera
2.1.6.2 Oksimetri nadi : saturasi oksigen mungkin rendah, terutama GJK
akut memperbutuk PPOM atau GJK kronis.
2.1.6.3 Hitung sel darah putih: Lekositosis atau keadaan infeksi lain
2.1.6.4 Analisa gas darah (AGD): menilai derajat gangguan
keseimbangan asam basa baik metabolik maupun
respiratorik. Gagal ventrikel kiri di tandai dengan alkalosis
respiratorik ringan (dini) atau hipoksemia dengan peningkatan
PCO2 (akhir)
2.1.6.5 Fraksi lemak: peningkatan kadar kolesterol, trigliserida, LDL yang
merupakan resiko CAD dan penurunan perfusi jaringan
2.1.6.6 Serum katekolamin: Pemeriksaan untuk mengesampingkan
penyakit adrenal
2.1.6.7 Kecepatan sedimentasi (ESR) : mungkin meningkat, menandakan
reaksi inflamasi akut.
2.1.6.8 Tes fungsi ginjal : menilai efek yang terjadi akibat CHF terhadap
fungsi hepar atau ginjal. Peningkatan BUN menandakan
penurunan perfusi ginjal. Kenaikan baik BUN dan kreatinin
merupakan indikasi gagal ginjal
2.1.6.9 Tes fungsi hati : Albumin/transferin serum : mungkin menurun
sebagai akibat penurunan pemasukan protein atau penurunan
sintesis protein dalam hepar yang mengalami kongesti.
2.1.6.10 Tiroid: menilai peningkatan aktivitas tiroid
24
2.1.6.11 Echocardiogram: menilai senosis/ inkompetensi, pembesaran
ruang jantung, hipertropi ventrikel
2.1.6.12 Cardiac scan: menilai underperfusion otot jantung, yang
menunjang penurunan kemampuan kontraksi.
2.1.6.13 Rontgen toraks: untuk menilai pembesaran jantung dan edema
paru. Bayangan mencerminkan dilatasi/hipertorfi bilik atau
perubahan dalam pembuluh darah mencerminkan peningkatan
tekanan pulmonal.
2.1.6.14 Kateterisasi jantung: Menilai fraksi ejeksi ventrikel.
2.1.6.15 Sonogram (ekokardiogram, ekokardiogram doople) : dapat
menunjukan dimensi pembesaran bilik, perubahan dalam
fungsi/struktur katup, atau area penurunan kontratilitas
ventrikuler.
2.1.6.16 EKG: menilai hipertropi atrium/ ventrikel, iskemia, infark, dan
disritmia
(Sumber: Wajan Juni Udjianti, 2010)
2.1.7 Komplikasi
Menurut Barbara C. long (2010), komplikasi gagal jantung kongestif
adalah sebagai berikut :
2.1.7.1 Efusi pleura: di hasilkan dari peningkatan tekanan kapiler.
Transudasi cairan terjadi dari kapiler masuk ke dalam ruang
pleura. Efusi pleura biasanya terjadi pada lobus bawah darah.
2.1.7.2 Aritmia: pasien dengan gagal jntung kongestif mempunyai risiko
untuk mengalami aritmia, biasanya disebabkan karena
tachiaritmias ventrikuler yang akhirnya menyebabkan kematian
mendadak.
2.1.7.3 Trombus ventrikuler kiri: pada gagal jntung kongestif akut dan
kronik, pembesaran ventrikel kiri dan penurunan kardiac output
25
beradaptasi terhadap adanya pembentukan thrombus pada
ventrikel kiri. Ketika thrombus terbentuk, maka mengurangi
kontraktilitas dari ventrikel kiri, penurunan suplai oksigen dan
lebih jauh gangguan perfusi. Pembentukan emboli dari thrombus
dapat terjadi dan dapat disebabkan dari Cerebrivaskular accident
(CVA)
2.1.7.4 Hepatomegali: karena lobus hati mengalami kongestif dengan
darah vena sehingga menyebabkan perubahan fungsi hati.
Kematian sel hati, terjadi fibrosis dan akhirnya sirosis
2.1.8 Penatalaksanaan
Tujuan dari penatalaksanaan gagal jantung adalah memperpanjang hidup
pasien dengan mengembalikan kepastian fungsi menjadi normal atau
mendekati normal.
Pengobatan yang ideal pada gagal jantung adalah melakukan koreksi
terhadap penyakit yang mendasari, tetapi hal ini kadang-kadang tidak
mungkin dilakukan.
2.1.8.1 Dasar-dasar pengobatan gagal jantung
a. Koreksi terhadap penyakit yang mendasari.
1. Penyakit hipertensi
2. Pembedahan untuk penggantian katub.
b. Pencegahan dan pengobatan faktor predisposisi.
1. Pengobatan infeksi.
26
2. Pembatasan konsumsi garam.
3. Mengontrol aritmia.
c. Memperbaiki kontraktilitas mikard.
1. Digitalis
2. Beta 1 adrenergik
3. Beta 2 adrenergik
d. Mengurangi beban jantung.
1. Aktivitas fisik diturunkan.
2. BB diturunkan.
3. Obat-obatan yang dapat menurunkan preload dan afterload.
e. Koreksi terhadap garam dan cairan.
f. Penyuluhan bagi pasien atat keluarga.
1. Memberi pengertian tentang penyakit dan faktor yang
memperberat keadaan.
2. Anjurkan melakukan aktivitas sesuai kemampuan fungsi
jantung.
3. Pekerjaan yang sesuai dengan kemampuannya.
2.1.9 Pemeriksaan Penunjang
2.1.9.1 Foto polos dada
a. Proyeksi A-P: konus pulmonalis menonjol, pinggang jantung
hilang, cefalisasi arteria pulmonalis.
b. Proyeksi RAO: tampak adanya tanda-tanda pembesaran atrium
kiri dan pembesaran ventrikel kanan
2.1.9.2 Elektro Kardiografi (EKG)
Irama sinus atau atrium fibrilasi, gel. mitral yaitu gelombang P
yang melebar serta berpuncak dua serta tanda RVH, LVH jika
lanjut usia cenderung tampak gambaran atrium fibrilasi
27
2.2 Rencana Asuhan Klien Gagal jantung
2.2.1 Pengkajian
a. Aktivitas dan Istirahat
1. Gejala: Mengeluh lemah, cepat lelah, pusing, rasa
berdenyut dan berdebar.
Mengeluh sulit tidur (ortopneu, dispneu paroksimal
nokturnal, nokturia, keringat malam hari).
2. Tanda: Takikardia, perubahan tekanan darah, pingsan
karena kerja, takpinea dan dispnea.
b. Sirkulasi
1. Gejala: Menyatakan memiliki riwayat demam reumatik
hipertensi, kongenital: kerusakan arteial septal, trauma
dada, riwayat murmur jantung dan palpitasi, serak,
hemoptisisi, batuk dengan/tanpa sputum, riwayat anemia,
riwayat shock hipovolema.
2. Tanda: Getaran sistolik pada apek, bunyi jantung; S1
keras, pembukaan yang keras, takikardia. Irama tidak
teratur; fibrilasi arterial.
c. Integritas Ego
Tanda: menunjukan kecemasan; gelisah, pucat, berkeringat,
gemetar. Takut akan kematian, keinginan mengakhiri hidup,
merasa tidak berguna, kepribadian neurotik.
d. Makanan/Cairan
1. Gejala: Mengeluh terjadi perubahan berat badan, sering
penggunaan diuretik.
2. Tanda: Edema umum, hepatomegali dan asistes,
pernafasan payah dan bising terdengar krakela dan mengi.
28
e. Neurosensoris
1. Gejala: Mengeluh kesemutan, pusing
2. Tanda: Kelemahan
f. Pernafasan
1. Gejala: Mengeluh sesak, batuk menetap atau nokturnal.
2. Tanda: Takipneu, bunyi nafas; krekels, mengi, sputum
berwarna bercak darah, gelisah.
g. Keamanan
1. Gejala: Proses infeksi/sepsis, riwayat operasi
2. Tanda: Kelemahan tubuh
h. Penyuluhan/pembelajaran
1. Gejala: Menanyakan tentang keadaan penyakitnya.
2. Tanda: Menunjukan kurang informasi
2.3 Diagnosa Keperawatan
2.3.1 Penurunan cardiac output b/d perubahan kontraktilitas mikard.
Rasional:
Gagal jantung terjadi ketika jantung tidak sanggup untuk berperan sebagai
pompa secara normal sehingga menghasilkan insufisiensi cardiac output
yang terjadi baik pada waktu istirahat atau aktivitas. Tindakan keperawatan
bertujuan untuk menurunkan beban kerja jantung sehingga akan
meningkatkan efisiensi jantung sebagai pompa.
2.3.2 Gangguan keseimbangan cairan (volume cairan) b/d penurunan cardiac
output.
Rasional:
29
Dengan penurunan perfusi ginjal sebagai akibat sekunder dari penurunan
cardiac output cairan dan sodium akan menyebabkan juga penahanan
(retensi) potasium dengan resiko fatal dysritmia.
2.3.3 Pertukaran gas tidak efektif b/d perubahan membran alveolar capilary.
Rasional:
Pada kondisi normal pertukaran O2 dan CO2 terjadi pada membran alveoli
kapiler. Dengan adanya kelainan paru akan menyebabkan perubahan
membran alveoli kapiler. Pertukaran gas O2 dan CO2 akan terganggu dan
menjdi tidak efektif, yang mana hal tersebut akan mempengaruhi jantung
baik untuk tugasnya sebagai pompa atau untuk kebutuhan O2 metabolisme
jantung sendiri.
2.3.4 Gangguan perfusi jaringan b/d penurunan aliran darah.
Rasional:
Gagal janung kongesti terjadi ketika jantung tidak sanggup berperan
sebagai pompa secara normal, menghasilkan suatu insufisiensi cardiac
output yang terjadi baik waktu istirahat atau aktivitas. Tindakan perawatan
bertujuan menurunkan beban kerja jantung sehingga akan meningkatkan
efisiensi jantung sebagai pompa sehingga akan terjadi perbaikan sirkulasi
darah.
2.4 Perencanaan
2.4.1 Penurunan cardiac output berhubungan dengan perubahan kontraktilitas
miokard.
Tujuan: Penurunan cardiac output tidak terjadi
Kriteria standart:
30
Subyektivitas standart:
a. Pasien mengatakan nyeri dada berkurang.
b. Pasien mengatakan sesak nafas berkurang.
c. Pasien mengatakan dapat melakukan aktivitas sendiri.
Obyektifitas pasien:
a. Vital sign dalam batas normal.
b. Diaphoreses tidak ada.
c. Pengeluaran urine adekwat.
d. Sesak nafas berkurang.
Intervensi dan Rasionalisasi
a. Catat suara jantung
Rasionalisasi:
S1 dan S2 mungkin lemah karena terdapat kelemahan dalam memompa.
Irama Gallop sering ada (S3 dan S4) sebagai akibat masuknya darah ke
dalam bilik yang membesar. Murmur merupakan gambaran adanya
ketidak normalan/ stenosis katup.
b. Monitor tekanan darah
Rasionalisasi:
Pada awal, pertengahan, atau kronik CHF, tekanan darah meningkat
karena peningkatan SVR. Pada CHF yang berat, badan jantung tidak
bisa bertambah panjang agar untuk bisa kompensasi dan bisa terjadi
hipotensi yang berat/irreversible.
c. Monitor pengeluaran urine, catat penurunan pengeluaran urine, warna,
dan kekentalan urine.
31
Rasionalisasi:
Sebagai akibat peningkatan bendungan vena, maka ginjal bereaksi
karena adanya penurunan cardiac output dengan retensi air dan sodium.
Pengeluaran urine biasanya menurun oleh karena perpindahan cairan
kembali ke dalam sirkulasi ketika berbaring.
d. Palpasi denyut peripher.
Rasionalisasi:
Penurunan cardiac output akan menyebabkan kelemahan denyut pada
arteri radialis, poplitea, dorsalis pedis, dan posttibial. Denyut dapat
cepat atau reguler dan mungkin terdapat pulsus alternans (denyut yang
kuat diselingi denyut yang lemah).
e. Lihat warna kulit, pucat atau cyanosis.
Rasionalisasi:
Pucat menunjukkan berkurangnya perfusi peripher sebagai akibat
sekunder dari tidak adekwatnya cardiac output, vasokonstriksi, dan
anemia cyanosis terjadi oleh karena CHF yang sukar sembuh.
f. Istirahatkan pasien dengan posisi semi fowler pada tempat tidur atau
kursi. Bantu perawatan fisik sesuai indikasi.
Rasionalisasi:
Istirahat harus dijaga selama akut atau CHF yang sukar sembuh untuk
memperbaiki efisiensi dari kontraksi jantung dan mengurangi
kebutuhan O2 miokard dan beben kerja jantung.
g. Tinggikan kaki, hindari tekanan di bawah lutut. Menganjurkan aktive/
pasive exercise meningkatkan latihan jalan yang di toleransi.
Rasionalisasi:
32
Akan menurunkan statis pada vena dan bisa mengurangi terjadinya
thrombus/emboli.
h. Colaborative:
Berikan O2 lewat nasal canule/masker sesuai indikasi.
Rasionalisasi:
Meningkatnya persediaan O2 untuk kebutuhan miokard untuk
menanggulangi hipoxia/iskemia.
Pemberian diuretik
Rasionalisasi:
Jenis dan dosis diuretik tergantung dari derajat gagal jantung dan
stadium dari fungsi ginjal. Pengurangan preload adalah penting dalam
pengobatan pada pasien dengan cardiac output yang relatif normal
yang disertai oleh gejalala-gejala bendungan. Pemberian loup diuretik
akan mengurangi reabsorbsi dari sodium dan air.
Pemberian digoxin
Rasionalisasi:
Meningkatkan kekuatan kontraksi jantung dan melambatkan kecepatan
denyut jantung (heart rate) dengan menurunkan kecepatan konduksi
dan memperpanjang periode refrakter dari AV junction untuk
meningkatkan efisiensi cardiac output.
2.4.2 Gangguan keseimbangan cairan (volume cairan) b/d penurunan cardiac
output.
Tujuan: Keseimbangan cairan tidak terganggu.
33
Kriteria standart:
Subyektivitas standart:
a. Pasien mengatakan tubuhnya tidak bengkak lagi.
b. Pasien mengatakan sesak nafas berkurang.
Obyektifitas pasien:
a. Berat badan stabil
b. Vital sign dalam batas normal.
c. Edema tidak ada.
d. Suara nafas jelas.
e. Volume cairan stabil dengan pemasukan dan pengeluaran.
Intervensi dan Rasionalisasi
a. Monitor pengeluaran urine, catat jumlah, warna, dan berapa kali sehari.
Rasionalisasi:
Urine yang keluar mungkin sedikit dan pekat (terutama selama sakit)
karena penurunan perfusi ginjal. Tidur dengan posisi setengah duduk
dakan memperbaiki deuresis, oleh karena itu pengeluaran urine mungkin
meningkat pada malam hari/selama istirahat.
b. Monitor masukan dan pengeluaran dalam 24 jam.
Rasionalisasi:
Terpai diuretik menghasilakn pengeluaran urine yang banyak/mendadak
(hipovolemia), sekalipun edema, acites sudah tidak ada.
c. Jaga posisi bed rest dalam posisi semi fowler selama fase akut.
Rasionalisasi:
34
Posisi setengah duduk meningkatkan filtrasi glomerulus dan menurunkan
produksi ADH, sehingga mempertinggi diuresis.
d. Monitor BB tiap hari.
Rasionalisasi:
Diuretik dapat menghasilkan perpindahan cairan dan hilangnya BB secara
cepat/berlebihan.
e. Nilai distensi leher dan pembuluh darah peripher. Awasi daerah-daerah
yang mudah terjadi edema dan catat adanya edema yang menyeluruh.
Rasionalisasi:
f. Ubah posisi sesering mungkin, tinggikan kaki ketika duduk, lihat
permukaan kulit jaga agar tetap kering, sediakan alas apabila ada indikasi.
Rasionalisasi:
Adanya edema, sirkulasi yang lambat, perubahan intake nutrisi, dan
bedrest yang lama merupakan kumpulan sterssor yang mempengaruhi
kelangsungan kesehatan kulit sehingga membutuhkan pengawasan yang
cermat.
g. Dengarkan suara nafas, catat peningkatan atau adanya suara seperti cracles
(gemeretak), dan whesing.
Rasionalisasi:
Volume caira yang berlebihan sering menyebabkan bendungan paru
(pulmonal). Gejala dari edema paru mungkin merupakan refleksi dari
gagal jantung kiri.
h. Monitor BP dan CVP.
Rasionalisasi:
35
Hipertensi dan peningkatan CVP menunjukkan adanya volume cairan yag
berlebihan dan mungkin direfleksikan pada bendungan pulmonal.
i. Colaborative: Pemberian diuretika.
Rasionalisasi:
Meningkatkan kecepatan pengeluaran urine dan mungkin menghambat
reabsorbsi dari sodium di tubulus renalis.
2.4.3 Pertukaran gas tidak efektif b/d perubahan membran alveolar capilary.
Tujuan: Pertukaran gas efektif.
Kriteria standart:
a. Menunjukkan ventilasi dan axygenasi jaringan yang adekwat dengan
ABGS/oxygenatori. Dalam pengukuran tersebut klien masih dalam batas
normal dan bebas dari tanda-tanda respiratory distress.
Klien mampu berpartisipasi dalam terapi sesuai kemampuan.
Intervensi dan Rasionalisasi
a. Auskultasi suara nafas, catat adanya cracles, dan whezing.
Rasionalisasi:
Hal tersebut menunjukkan adanya bendungan pulmonal/penumpukan
sekret yang membutuhkan penanganan lebih lanjut.
b. Anjurkan pasien untuk batuk efektif dan nafas dalam.
Rasionalisasi:
Membebaskan jalan nafas agar jalan nafas efektif sehingga pemasukan O2
ke dalam tubuh adekwat.
c. Anjurkan pasien untuk sering mengubah posisi.
36
Rasionalisasi:
Membantu mencegah atelektasis dan pneumonia.
d. Atur posisi fowler dan bed rest.
Rasionalisasi:
Mengurangi konsumsi/kebutuhan O2 dan merangsang pengembangan paru
secara maksimal.
e. Colaborasi pemberian O2 sesuai dengan indikasi.
Rasionalisasi:
Meningkatkan konsentrasi O2 alveolar yang akan mengurangi hipoxemia
jaringan.
f. Colaborasi pemberian:
1. Deuretik
Rasionalisasi:
Mengurangi bendungan alveolar sehingga meningkatkan pertukaran
gas.
2. Bronchodilator
Rasionalisasi:
Meningkatkan pemasukan O2 dengan jalan dilatasi saluran nafas yang
menyempit.
2.4.4 Gangguan perfusi jaringan b/d penurunan aliran darah
Tujuan: Gangguan perfusi jaringan dapat diatasi.
Kriteria standart:
37
Tanda Vital dalam batas normal yaitu: sistole: 100-140 mmHg, diastole: 70-
90 mmHg, nadi: 60-100 x/mnt, respirasi: 16-24 x/mnt.
Daerah perifer hangat.
Pasien tidak pucat/cyanosis.
Intervensi dan Rasionalisasi
a. Berikan posisi fowler atau semi fowler.
Rasionalisasi:
Fasilitas pengembangan diafragma, memperluas pertukaran gas, dan
mengurangi terjadinya hypoxia.
b. Observasi TTV
Rasionalisasi:
Pada mulanya tekanan darah bisa meningkat, kemudian apabila cardiac
output membahayakan maka tekanan darah akan turun. Perubahan TTV
menunjukkan gangguan dalam perfusi jaringan.
c. Anjurkan pasien istirahat di tempat tidur atau mengurangi aktivitas.
Rasionalisasi:
Dengan istirahat akan menurunkan kebutuhan O2 miokard.
d. Kaji bila ada kecemasan.
Rasionalisasi:
Kecemasan meningkatkan katekolamin dimana akan meningkatkan kerja
jantung.
e. Jaga lingkungan nyaman dan tenang. Batasi pengunjung bila perlu.
Rasionalisasi:
38
Emosional akan meningkatkan kerja jantung.
f. Observasi adanya gangguan irama jantung.
Rasionalisasi:
Irama jantung yang tidak teratur menyebabkan cardiac output yang tidak
adekwat sehingga perfusi jaringan menurun.
g. Observasi adanya takikardi, perubahan pulse, kulit dingin, dan keringat
banyak.
Rasionalisasi:
Adanya tanda-tanda diatas merupakan petunjuk adanya perfusi jaringan
dimana hal tersebut akan memperburuk kondisi jantung.
h. sama dengan tim medis dalam EKG, pemberian O2, β blocker, obat yang
memudahkan BAB.
Rasionalisasi:
EKG: Segmen ST depresi dan gelombang T mendatar dapat
menunjukkan adanya peningkatan kebutuhan O2 miokard.
O2: Meningkatkan O2 bagi miokard dan mencegah dari
hipoxia/ischemik.
β blocker: Efek menurunkan hearth rate dan sistole.
Obat yang memudahkan BAB:
Mekanisme kerja dari sistem pencernaan mempengaruhi dari
kerja jantung. Dengan pemberian laksatif, maka akan
mengurangi kerja jantung.
top related