270110130006 Erika Silviani Kelas B Tugas SI 2 2013
Post on 28-Jan-2016
222 Views
Preview:
DESCRIPTION
Transcript
STRATIGRAFI INDONESIASEDIMENTARY BASIN
Oleh :Erika Silviani270110130006
Kelas B
Fakultas Teknik GeologiUniversitas Padjajaran
2015
Kata Pengantar
Segala puji hanya milik Allah, yang tidak pernah berhenti memberikan nikmat dan
karunia Nya kepada umat manusia. Segala puji hanya bagi-Nya, yang dengan segala taufik
dan pertolongan-Nya semata, apa pun wujud kepentingan, pasti dapat dilaksanakan dengan
baik.
Shalawat dan Salam semoga tercurah limpahkan kepada panutan alam yang
senantiasa menjadi suri tauladan yang baik bagi semua umat manusia yaitu Nabi Muhammad
S.A.W
Dengan kehendak-Nya, Alhamdulilah saya dapat menyelesaikan makalah ini dengan
tepat waktu.
Manusia tempat nya lupa dan salah, makalah ini sangat jauh dari kata sempurna
sehingga kritik dan saran untuk mebuat suatu karya yang lebih baik lagi sangat di perlukan.
Jatinangor, September 2015
Penulis
BAB IPENDAHULUAN
1.1 Latar BelakangPada awal berkembangnya studi ilmu geologi dari tahun 1860 hingga 1960an, hampir
semua geologis menganggap cekungan laut umumnya berbentuk seperti palung linear,
yang disebut geosinklin, dimana di sana terakumulasi endapan tebal yang didominasi
sedimen laut dangkal seiring dengan subsidens yang dialami geosinklin(Dott, 1974).
Dengan berkembangnya konsep tektonik lempeng pada akhir tahun 1950an dan awal
1960an, pemikiran geologi berpindah dari konsep geosinklin. Saat ini geologis mengenal
ada beberapa jenis cekungan dan bermacam-macam mekanisme yang mengakibatkan
suatu cekungan terbentuk. Di bawah rubik umum analisis cekungan, geologis menaruh
perhatian pada kontrol tektonik global yang membentuk suatu cekungan dan kontrol
geologi(perubahan muka air laut, suplai sedimen, subsidens cekungan, dll) yang
mempengaruhi proses pengisian cekungan.
Cekungan sedimen adalah semacam depresi yang memiliki kapabilitas untuk menjadi
tempat terakumulasinya endapan sedimen. Subsidens dari kerak bumi bagian atas harus
terjadi sehingga depresi yang sedemikian rupa bisa terbentuk. Mekanisme yang dapat
menghasilkan subsidens yang cukup untuk membentuk cekungan antara lain mencakup
proses penipisan kerak, pembebanan tektonik, pembebanan subkrustal, aliran
astenosferik, dan densifikasi krustasl (Dickinson, 1993). Dalam hal ini akan dipelajari
beberapa hal yang berkaitan dengan cekungan sedimen.
1.2 Maksud dan Tujuan
Adapun maksud dan tujuan dalam pembuatan makalah ini adalah :
1. Memahami bagaimana mekanisme pembentukan cekungan sedimen
2. Mengetahui sedimen basin fill
3. Mengetahui evolusi dari basin fill
1.3 Rumusan Masalah
Batasan masalah dalam makalah ini adalah :
1. Bagaimana mekanisme pembentukan cekungan sedimen ?
2. Apa saja material sedimen basin fill ?
3. Bagimana evolusi basin fill ?
BAB II
ISI
2.1 Mekanisme Pembentukan Cekungan Sedimen
Pembentukan cekungan sedimen erat hubungannya dengan gerakan kerak dan proses
tektonik yang dialami lempeng. Ingersol dan Busby (1995) menunjukkan bahwa
cekungan sedimen dapat terbentuk dalam 4 (empat) tataan tektonik: divergen, intraplate,
konvergen dan transform). Mekanisme pembentukan berdasarkan Dickinson (1993 dan
Ingersol dan Busby (1995) :
a. Penipisan kerak (crustal thinning) yaitu Perenggangan, erosi selama pengangkatan,
dan penarikan akibat magmatisme
b. Penebalan mantel litosper (mantle-lithospheric thickening) yaitu Pendinginan litosper
yang diikuti penghentian perenggangan atau pemanasan akibat peleburan adiabatik
atau naiknya lelehan astenosper
c. Pembebanan batuan sedimen dan gunungapi (sedimentary and volcanic loading) yaitu
Kompensasi isostatik lokal dari kerak dan perenggangan litosper regional, tergantung
kegetasan litosper, selama sedimentasi dan kegiatan gunungapi
d. Pembenan tektonik (tectonic loading), Kompensasi isostatik lokal dari kerak dan
perenggangan litosper regional, tergantung kegetasan dibawah litosper, selama
pensesaran naik (overthrusting) dan/atau tarikan (underpulling)
e. Pembenan subkerak (subcrustal loading), kelenturan litosper selama underthrusting
dari litosper padat
f. Aliran astenosper (asthenospheric flow), pengaruh dinamik aliran astenosper,
umumnya karena penunjaman litosper
g. Penambahan berat kerak (crustal densification), Peningkatan berat jenis kerak akibat
perubahan tekanan/ temperatur dan/atau pengalihan tempat kerak berberat-jenis tinggi
ke kerak berberat-jenis rendah
2.1.1 Cekungan Intrakraton (Intracratonic Basin)Cekungan intrakraton umumnya cukup besar terletak di tengah suatu benua
yang jauh dari tepian lempeng. Subsiden pada cekungan jenis ini umumnya
disebabkan oleh penebalan mantel-litosfir dan bembebanan oleh batuan sedimen atau
gunungapi (Boggs, 2001). Beberapa cekungan intrakraton ini diisi oleh endapan
klastika laut, karbonat, atau sedimen evaporit yang diendapkan mulai dari laut
epikontinental sampai darat. Cekungan tua jenis ini di antaranya adalah Cekungan
Amadeus dan Carpentaria di Australia, Cekungan Parana di Amerika Latin, dan
Cekungan Paris di Perancis. Sedangkan contoh cekungan modern jenis ini adalah
Cekungan Chad di Afrika.
2.1.2 Renggang (Rift)Cekungan akibat perenggangan ini umumnya sempit tetapi memanjang,
dibatasi oleh lembah patahan. Ukuran berkisar dari beberapa km sampai sangat lebar
seperti pada Sistem Renggangan Afrika Timur, dimana mempunyai lebar 30-40 km
dan panjang hampir 300 km. Cekungan ini dapat terbentuk oleh berbagai tataan
tektonik, namun yang paling umum oleh divergen. Perenggangan lempeng benua
seperti antara Amerika Utara dan Eropa terjadi pada Trias menghasilkan Punggungan
Tengah Atlantik (Mid-Atlantic Ridge). Sistem renggangan pada Afrika Timur
merupakan contoh sistem renggangan modern.
Aulakogen (Aulacogen)
Aulakogen adalah jenis khusus dari renggangan yang menyudut besar terhadap tepian
benua, dimana umumnya dianggap sebagai renggangan tetapi gagal dan kemudian
diaktifkan kembali selama tektonik konvergen. Palung yang sempit tapi panjang dapat
menggapai sampai kraton benua dengan sudut besar dari lajur sesar. Sedimen yang
mengisi cekungan jenis ini dapat berupa sedimen darat (misalnya kipas aluvium),
endapan paparan, dan endapan yang lebih dalam seperti endapan turbit. Contoh
aulakogen di antaranya Renggangan Reelfoot yang berumur Paleozoik dimana Sungai
Misisipi mengalir dan Palung Benue yang berumur Kapur dimana Sungai Niger
membelahnya.
2.1.3 Cekungan tepian benuaCekungan tepian benua dicirikan oleh kehadiran baji yang sangat besar dari
sedimen yang ke arah laut dibatasi oleh lereng landai dari benua dan sembulan.
Ketidakterusan struktur dijumpai di bawah sistem ini, antara kerak benua normal dan
kerak peralihan. Sedimen terendapkan pada sistem ini: pada paparan berupa pasir
neritik dangkal, lumpur, kabonat dan endapan evaporasi; pada lerengan terdiri atas
lumpur hemipelagik; dan pada sembulan benua berupa endapan turbit. Cekungan
renggangan (rift basin) dapat berhubungan dengan cekungan tepian benua. Contoh
yang baik dari cekungan jenis ini adalah pantai Amerika dan bagian selatan-timur
Kanada (Cekungan Blake Plateau, Palung Lembah Baltimor, Cekungan George Bank
dan Cekungan Nova Scotian) yang terbentuk pada akhir Trias- awal Jura oleh
renggangan dan terpisahnya Pangea. Beberapa cekungan itu terpisahkan dari laut
membentuk lapisan tebal dari endapan klastik arkosik dan endapan lakustrin;
berselingan dengan batuan gunungapi basa. Cekungan yang lain berhubungan dengan
laut, membentuk sedimen yang berkisar dari endapan evaporit sampai delta, turbit,
dan serpih hitam.
2.1.4 Cekungan berhubungan dengan subduksi
Subduksi ditunjukkan dengan aktifnya tepian benus yang mana umumnya
dicirikan oleh adanya palung laut dalam, busur gunungapi aktif, rumpang parit-busur
(arc-trench gap) yang memisahkan ke duanya. Tataan subduksi terjadi lebih banyak
pada tepian benua dibandingkan pada besur samodra.
Sedimen terendapkan pada sistem subduksi ini lebih dikuasai oleh endapan
silisiklastik yang umumnya berupa batuan gunungapi berasal dari busur gunungapi.
Endapan ini dapat berupa pasir dan lumpur yang terendapkan pada paparan, lumpur
dan endapan turbit terendapkan dalam air yang lebih dapam pada lereng, cekungan,
dan parit. Sedimen pada parit dapat berupa endapan terigen yang terangkut oleh arus
turbit dari daratan, bersamaan dengan sedimen dari lempeng samodra yang
tersubduksikan. Ini umumnya membentuk kompleks akrasi. Batuan campuraduk
(melange) dapat terbentuk pada daerah akrasi ini, yang dicirikan oleh percampuran
dari batuan berbagai jenis yang tertanam pada masa dasar yang mengkilap (sheared
matrix).
Contoh yang baik dari sistem subduksi ini adalah subduksi Sumatra, Jepang,
Peru, Chili dan Amerika Tengah. Contoh cekungan busur muka purba di antaranya
adalah cekungan busur muka Great Valley, Kalifornia; Midland Valley, Inggris dan
Coastal range, Taiwan. Contoh cekungan busur belakang di antaranya terjadi pada
Jura Akhir – Awal Kapur terbentuk di belakang Busur Andean di Chili selatan.
2.1.5 Cekungan berhubungan patahan mendatar/transform
Patahan yang dapat membentuk cekungan ini adalah patahan mendatar
yang menoreh dalam kerak sampai membatasai dua lempeng yang berbeda (transform
fault) dan patahan yang terbatas dalam suatu lempeng dan hanya menoreh bagian atas
kerak (Sylvester, 1988). Cekungan yang berhubungan dengan patahan mendatar
regional terbentuk sepanjang punggung pemekaran, sepanjang batas patahan antar
lempeng, pada tepian benua dan daratan dalam lempeng benua. Gerakan sepanjang
patahan mendatar regional dapat membentuk berbagai cekungan nendatar (pull-apart
basin). Cekungan yang dibentuk karena patahan mendatar umumnya kecil, garis
tengahnya hanya beberapa puluh kilometer, walaupun ada beberapa yang sampai 50
km. Karena patahan mendatar terbentuk pada berbagai tataan geologi, cekungan ini
dapat diisi sedimen laut maupun darat. Ketebalan sedimen cenderung sangat tebal,
karena kecepatan sedimentasi yang tinggi yang dihasilkan oleh erosi dari daerah
sekitarnya yang berelevasi tinggi, dan boleh jadi ditandai dengan banyaknya
perubahan fasies secara lokal. Di Indonesia Cekungan jenis ini banyak terdapat
sepanjang Patahan Sumatra.
2.2 Sedimentari Basin Fills
Sedimen yang mengisi suatu cekungan merupakan faktor yang sangat
penting untuk dipelajari dalam analisa cekungan sedimen yang bersangkutan. Sedimen
tersebut dipelajari bagaimana proses terbentuknya, sifat batuan dan aspek ekonominya.
Proses pembentukan sedimen meliputi pelapukan, erosi, transportasi dan pengendapan,
sifat-sifat fisik, kimia dan biologi batuan; lingkungan pengendapan, dan posisi stratigrafi.
Beberapa faktor yang mempengaruhi proses pengendapan dan sifat sedimen adalah:
1. Litologi batuan induk, akan sangat mempengaruhi komposisi sedimen yang berasal
dari batuan tersebut;
2. Topografi dan iklim dimana batuan induk berada, mempengaruhi kecepatan denudasi
yang menghasilkan sedimen yang kemudian diendapkan dalam cekungan;
3. Kecepatan penurunan cekungan bersamaan dengan kecepatan kenaikan/penurunan
muka laut; dan
4. Ukuran dan bentuk dari cekungan.
Analisa cekungan merupakan hasil interpretasi yang berdasarkan pada
proses sedimentasi, stratigrafi, fasies dan sistem pengendapan, peleoseanografi,
paleogeografi, iklim purba, analisa muka laut, dan petrografi/mineralogi (Klein, 1995;
Boggs, 2001). Penelitian sedimentologi dan analisa cekungan sekarang ini ditikberatkan
pada analisa fasies sedimen, siklus subsiden, perubahan muka laut, pola sirkulasi air laut,
iklim purba, dan sejarah kehidupan. Model pengendapan semakin meningkat digunakan
untuk mengetahui lebih baik tentang pengisian cekungan dan pengaruh berbagai
parameter pengisian cekungan seperti pasokan sedimen, besar butir, kecepatan penurunan
cekungan, dan perubahan muka laut. Sebagai bahan untuk analisa cekungan, dibutuhkan
berbagai data, mulai data dari singkapan sampai data bawah permukaan. Data tersebut
termasuk data hasil pemboran dalam, studi polarisasi magnetik dan eksplorasi geofisika.
Teknik analisa cekungan yang umum dilakukan pada sedimentary basin fill adalah :
1. Penampang Stratigrafi
Data lengkap dan akurat tentang sedimen dari singkapan maupun inti bor,
baik ketebalan maupun litologi setiap himpunan sedimen, merupakan hal yang sangat
penting untuk interpretasi sejarah bumi. Untuk menghimpun data tersebut diperlukan
pengukuran dan pemerian secara teliti dan akurat pada singkapan dan/atau inti bor.
Kegiatan menghimpun data ini jamak disebut pembuatan penampang stratigrafi
terukur, yang meliputi pemerian litologi, sufat-sifat perlapisan, dan kenampakan
lainnya dari batuan. Pemakaian teknik tertentu dalam melakukan pengukuran
penampang stratigrafi sangat tergantung pada kegunaan hasil pengukuran dan
keadaan singkapan diukur di alam. Kottlowski (1965) menunjukkan beberapa cara
dan peralatan untuk melakukan pembuatan penampang stratigrafi.
Sejumlah penampang stratigrafi dapat dipakai dalam pembuatan
penampang melintang stratigrafi yang sangat bermanfaat dalam korelasi stratigrafi,
interpretasi struktur dan perubahan fasies yang boleh jadi diikuti oleh perubahan dari
lingkungan dan arti ekonomis. Penampang melintang digambarkan segai ilustrasi
yang menggambarkan keadaan lokal dari suatu cekungan, sering pula disiapkan dalam
rangka pembuatan peta fasies, atau bahkan menggambarkan runtunan stratigrafi
seluruh cekungan. Pada umumnya penampang stratigrafi menggambarkan dua
demensi dari litologi dan/atau ciri struktur dari suatu unit stratigrafi atau unit yang
memotong suatu wilayah geografi.
2. Diagram Pagar
Informasi stratigrafi dapat pula disajikan dalam diagram pagar yang
menggambarkan pandangan tiga dimensi stratigrafi dari suatu daerah atau wilayah
tertentu. Dengan cara ini hubungan antar satuan stratigrafi dapat dilihat dengan jelas.
Sayangnya, bagian pagar depan akan menutup sebagian belakangnya; sehingga
menyulitkan pembuat untuk menyuguhkan gambar yang baik dan jelas.
3. Peta Struktur
Untuk menggambarkan bentuk dan orientasi cekungan serta geometri
pengisian cekungan diperlukan peta struktur. Pada dasarnya, kontur pada peta ini
adalah kumpulan titik-titik yang mempunyai elevasi sama dari bagian atas atau bawah
suatu datum tertentu. Struktur lokal seperti antiklin dan sinklin dapat dengan mudah
dikenali pada peta jenis ini. Peta struktur ini sangat berguna dalam eksplorasi baik
hidrokarbon maupun mineral dan batubara. Dasar cekungan dapat digambarkan
dengan peta ini, apabila menggunakan datum bagian bawah lapisan tertua pengisi
cekungan yang bersangkutan. Dengan begitu topografi purba dapat diinterpretasi
dengan mudah.
4. Peta Isopak
Peta isopak adalah suatu peta yang konturnya menghubungkan titik-titik
yang mempunyai ketebalan sama dari suatu lapisan atau satuan batuan. Ketebalan
suatu satuan batuan tergantung dari kecepatan pasokan sedimen dan ruang yang
tersedia pada cekungan. Ruang pada cekungan merupakan fungsi dari geometri
cekungan dan kecepatan subsiden cekungan. Bagian yang menebal secara abnormal
merupakan pusat pengendapan, sebaliknya yang menipis abnormal adalah daerah
yang sebelum pengendapan merupakan tinggian atau sudah lebih banyak tererosi
setelah pengendapan. Dengan peta jenis ini dapat digambarkan keadaan cekungan
sebelum dan selama pengendapan, sehingga apabila dilakukan analisa peta isopak
untuk setiap satuan pada cekungan dimana mereka diendapkan, akan mendapatkan
informasi perubahan struktur cekungan dari waktu ke waktu.
5. Peta Paleogeologi
Peta paleogeologi adalah peta yang menggambarkan kondisi geologi
tertentu di bawah atau di atas suatu unit tertentu. Sebagai contoh, kita dapat mengupas
semua satuan batuan mulai dari unit stratigrafi tertentu untuk melihat satuan batuan di
bawah unit stratigrafi tertentu tersebut. Kemudian kita gambarkan peta geologi di atas
alas satauan batuan tersebut. Peta semacam ini disebut peta superkrop (supercrop
map). Dengan yang cara sama, satuan batuan di atas suatu formasi atau tubuh batuan
tertentu dapat pula digambarkan. Peta superkrop umumnya dibuat pada batas
ketidakselarasan, tetapi dapat pula dibuat pada suatu satuan batuan yang mempunyai
ciri tertentu. Manfaat peta jenis ini adalah untuk interpretasi pola aliran purba, pola
pengisian cekungan, pergeseran garis pantai, penimbunan secara gradual dari
paleotopografi.
6. Peta Litofasies
Peta fasies menggambarkan vareasi sifat litologi atau biolofi dari satuan
stratigrafi tertentu (Boggs, 2001). Peta fasies yang umum dipakai adalah peta
litofasies dimana menyajikan beberapa aspek komposisi dan tekstur batuan. Peta
litofasies yang umum dipakai adalah:
a. peta perbandingan klastik (clastic-ratio map) da
b. peta litofasies tiga komponen.
Peta perbadingan klastik menunjukkan kontur dari perbandingan klastik yang
sebanding. Sedangkan perbandingan klastik adalah perbandingan dari jumlah
kumulatif ketebalan endapan klastik dan jumlah kumulatif endapan non-klastik,
sebagai contoh:
(konglomerat + batupasir + serpih)
------------------------------------------
(batugamping + dolomit + evaporit + batubara)
Peta jenis ini sangat bermafaat untuk melihat hubungan litologi dengan
tepi cekungan dimana sedimen tersebut diendapkan. Tentu saja bagian yang nilai
perbandingan klastiknya relatif tinggi menunjukan bagian tersebut dekat dengan asal
batuan atau sangat mungkin tepi cekungan. Sedangkan bagian yang nilai
perbandingan klastiknya rendah menunjukkan bagian tersebut relatif jauh dari tepi
cekungan. Dengan peta ini juga dapat diketahui arah tranportasi sedimen secara
regional dalam cekungan itu. Peta litofasies tiga komponen menyajikan rata-rata atau
pola kelimpahan relatif dalam suatu satuan stratigrafi dari tiga komponen litofasies
(Boggs, 2001).
7. Analisa Arus Purba
Analisa arus purba adalah suatu teknik yang digunakan untuk mengetahui
arah aliran dari arus purba pembawa sedimen ke dalam suatu cekungan pengendapan
(Boggs, 2001). Tentu saja, dengan teknik ini akan diketahui juga arah kemiringan
lereng purba baik lokal maupun secara regional dan sekaligus asal dari sedimen yang
terendapkan. Analisa arus purba dapat dilakukan dengan mempelajari secara
mendalam dari berbagai struktur sedimen, seperti silang siur, alur sungai, dan ripple
mark. Geometri dan kecenderungan dari suatu unit batuan sering dapat membantu
untuk interpretasi lingkungan pengendapan dan arah arus purba. Orientasi dari
kepingan batuan berbutir besar (seperti kerakal dan brangkal), ketebalan lapisan,
vareasi litologi dalam suatu lapisan dapat dipakai untuk interpretasi arah arus purba
dan lokasi asal atau sumber batuan.
8. Studi Provenan (Asalmuasal) Batuan
Komposisi dari suatu batuan sedimen klastika yang mengisi suatu
cekungan sangat dipengaruhi oleh komosisi batuan sumbernya. Komposisi itu tentu
saja juga dipengaruhi oleh pelapukan dan iklim daerah yang bersangkutan. Studi
provenan meliputi: (a) Komposisi litologi dari asal batuan, (b) tataan tektonik dari
daerah asal batuan, dan (c) iklim, topografi, dan kemiringan daerah asal batuan
(Boggs, 2001). Vareasi litologi dari batuan asal dipelajari dari berbagai jenis mineral
dan kepingan batuan yang dijumpai pada suatu batuan sedimen klastika.
2.3 Evolusi Basin Fill
Ada banyak klasifikasi jenis cekungan sedimen, dengan menggunakan kriteria yang
berbeda dan tentu saja oleh orang yang memiliki pemikiran berbeda pula. Terminologi
yang digunakan pun macam-macam, bahkan kadang saling bertentangan. Untungnya,
tujuan klasifikasi cekungan ini cuma satu, yaitu : untuk membantu analisis evolusi
struktur dan stratigrafi cekungan dalam rangka mencari hidrokarbon. Syn-depositional,
sedimentasi bersamaan dengan subsidence, jenis facies sedimen pengisi cekungan akan
dipengaruhi oleh perubahan akomodasi, pola penyebaran facies dapat diprediksi; di
bagian pinggiran facies dangkal, di tengah cekungan facies yang lebih dalam.
Post-depositional, cekungan terbentuk lebih belakangan dibandingkan dengan
sedimentasi yang lebih dulu terjadi. Pola penyebaran facies sedimen-sedimen yang lebih
tua tidak dikontrol oleh morfologi cekungan yang terbentuk belakangan tapi mengikuti
cekungan yang terbentuk lebih awal. Pre-depositional, cekungan terbentuk lebih dulu,
lalu subsidence terjadi dengan cepat karena tektonik sehingga lokasi depocentre dalam ,
baru kemudian sedimen masuk ke cekungan setelah tektonik berhenti.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pembentukan cekungan sedimen erat hubungannya dengan gerakan kerak
dan proses tektonik yang dialami lempeng. Ingersol dan Busby (1995) menunjukkan
bahwa cekungan sedimen dapat terbentuk dalam 4 (empat) tataan tektonik : divergen,
intraplate, konvergen dan transform). Sedimen yang mengisi suatu cekungan
merupakan faktor yang sangat penting untuk dipelajari dalam analisa cekungan
sedimen yang bersangkutan. Sedimen tersebut dipelajari bagaimana proses
terbentuknya, sifat batuan dan aspek ekonominya. Ada banyak klasifikasi jenis
cekungan sedimen, dengan menggunakan kriteria yang berbeda dan tentu saja oleh
orang yang memiliki pemikiran berbeda pula. Terminologi yang digunakan pun
macam-macam, bahkan kadang saling bertentangan. Untungnya, tujuan klasifikasi
cekungan ini cuma satu, yaitu : untuk membantu analisis evolusi struktur dan
stratigrafi cekungan dalam rangka mencari hidrokarbon
3.2 Saran
Sangat penting memahami bagaimana karateristik suatu cekungan, proses terbentuk
nya serta material apa saja yang mengisi cekungan itu, hingga nanti nya dapat di
manfaatkan.
Daftar Pustaka
Boggs, Jr. S.(2006): Principal of Sedimentology and Stratigraphy 4th edition, Hal 550-553, Pearson Education, inc., Upper Saddle River New Jersey.
http://seageost.blogspot.co.id/2014_10_01_archive.html
http://www.tulane.edu/~sanelson/eens211/earths_interior.htm,diakses tanggal 20
Septemberr 2015
Allen, 2005. Phillip A & Allen, John R. Basin Analysis. Oxford: Blackwell Publishing Ltd.
Hay, Edward A. 1975. Physical Geology Principle and Perspectives, Second Edition. New
Jersey : Prentice Hall, Inc.
Reynolds, et al. 2013. Exploring geology. New York : McGraw-Hill
USGS Paper : This Dynamic Earth : The Story of Plate Tectonics
http://apayangkaupikirkan.blogspot.co.id/2009/06/pengenalan-dasar-basin.html
top related