2. Kajian Pustaka 2.1 Pengertian Ornamen · 2.1 Pengertian Ornamen Dalam kamus besar bahasa Indonesia, ornamen berarti hiasan dalam arsitektur, kerajinan tangan, lukisan, perhiasan
Post on 08-Nov-2020
17 Views
Preview:
Transcript
7
2. Kajian Pustaka
2.1 Pengertian Ornamen
Dalam kamus besar bahasa Indonesia, ornamen berarti hiasan dalam
arsitektur, kerajinan tangan, lukisan, perhiasan yang dibuat dengan cara dilukis
atau dipahat.5 Ornamen adalah salah satu bentuk ekpresi kreatif manusia jaman
dulu. Ornamen-ornamen itu dipakai untuk mendekorasi badan, dipahat pada kayu,
pada tembikar-tembikar, hiasan pada baju, alat-alat perang, bangunan, serta benda
dan bangunan seni lainnya. Bentuk dari ornamen dibagi atas 2 bentuk dasar yaitu:
1) Bentuk naturalis, yang terdiri dari, bentuk flora (hewan), bentuk fauna
(tumbuhan), bentuk manusia. Ciri khas dari bentuk naturalis adalah bentuk
garis lengkung yang bebas luwes dan berkesan pertumbuhan dan merupakan
bentuk dasar lingkungan hidup manusia.
2) Bentuk geometris, yaitu ornamen dengan dasar bentuk kotak, bulat, segi tiga.
Bentuk grafis ornamen bisa dalam bentuk titik dan garis yang sederhana,
sampai ke bentuk grafis yang rumit, seperti bentuk binatang.
2.2 Ornamen Sebagai Simbol Kebudayaan
Untuk dapat mengerti tentang ornamen sebagai simbol budaya terlebih
dahulu diketahui hubungan apa saja antara ornamen dan kebudayaan.
2.2.1 Kebudayaan
Untuk dapat mengerti tentang ornamen sebagai simbol budaya terlebih
dahulu mengetahui apa sebenarnya kebudayaan itu. Menurut Koentjaraningrat
kebudayaan adalah ”Seluruh sistem gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia
dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan
belajar”. Sehingga dihampir seluruh tindakan manusia adalah “kebudayaan”.
Manusia dapat belajar dengan kemampuan akal budinya untuk mengembangkan
berbagai tindakan.
Kebudayaan diambil dari kata sansakerta buddhayah yaitu terdiri dari
dua kata dari buddhi yang berarti budi (dalam bentuk jamak), atau akal sehingga
5 Poerwadarminta W.J.S, “Kamus umum Bahasa Indonesia.Balai Pustaka. Jakarta. 1991.
8
kebudayaan adalah hal-hal yang berkaitan dengan akal. Kata “kebudayan” sendiri
dibedakan dengan “budaya”, budaya sendiri diartikan sebagai daya dan budi dari
kata budi-daya. Budaya adalah hasil dari cipta, karsa, dan rasa, sedangkan
kebudayaan adalah hasil dari cipta, karsa, dan rasa, namun dalam “antropologi-
budaya” perbedaan ini dihilangkan. Dalam bahasa asing culture yang artinya
budaya berasal dari bahasa Yunani coler yang berarti “mengolah dan
mengerjakan”.
Kebudayaan itu sendiri dibagi kedalam tiga wujud, yaitu:
1) Wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks dari ide- ide, gagasan, nilai-nilai,
norma-norma, peraturan dan sebagainya. Bentuk dari kebudaya ini adalah adat
istiadat atau sistem budaya.
2) Wujud kebudayaan sebagi suatu kompleks aktivitas serta tindakan berpola dari
manusia dalam masyarakat. Merupakan kebudayaan yang disebut sistem
sosial, berhubungan dengan sistem sosial yang terdiri dari aktivitas-aktivitas
manusia yang berinteraksi , berhubungan, serta pergaulan mereka.
3) Wujud kebudayaan sebagai benda-benda hasil karya manusia.6 Kebudayaan
ini bisa disebut sebagai kebudayaan fisik. Merupakan total dari keseluruhan
hasil fisik dari aktivitas, pembuatan, dan karya manusia dalam lingkungan
masyarakatnya.
Menurut Abdulkadir Muhammad dalam bukunya “Ilmu Budaya Dasar”
(1988) manusia adalah mahluk budaya karena ia memiliki akal, perasaan, dan
kehendak Karena menusia adalah mahluk budaya ia mempunyai kebutuhan,
kebutuhan ini meliputi:
a. Kebutuhan ekonomis yaitu kebutuhan yang bersifat material (contoh:
kesehatan, aman)
b. Kebutuhan rohani (psikhis) berupa kebutuhan immaterial (contoh : religi,
hiburan, perkembangan pikiran melalui belajar)
c. Kebutuhan biologis, yaitu kebutuhan yang bersifat seksual.
Dalam kebudayaan terdapat 7 unsur universal, hal ini berdasarkan konsep
B. Malinowski seperti yang dikutip oleh Abdulkadir Muhammad yaitu bahasa,
6 Koentjaraningrat.”Pengantar Umum Antropologi”.Jakarta.1980.Hal 186.
9
sistem teknologi, sistem mata pencaharian, organisasi sosial, sistem pengetahuan,
religi, dan kesenian.
Dalam hal ini posisi ornamen bisa dikategorikan kedalam seni
berdasarkan pemikiran berikut.
Kesenian adalah segala ekspresi hasrat manusia akan keindahan,
keindahan adalah suatu konsep abstrak yang dapat dinikmati melalui konteks
tertentu. Keindahan itu jelas terlihat jika ia diwujudkan kedalam suatu karya.
Dalam bukunya “Ilmu Budaya Dasar”(1988) menyebutkan bahwa keindahan
hanyalah sebuah konsep, yang baru berkomunikasi setelah mempunyai bentuk.
Keindahan berasal dari kata indah yang berarti cantik, molek, elok, permai, yang
indah itu adalah bentuk. Indah yang diciptakan manusia dirasakan melalui karya
seni. Seni merupakan cara mengekspresikan hasrat manusia akan keindahan.
Menurut Koentjaraningrat (1980) seni dibagi menjadi dua bagian besar yaitu:
1) Seni rupa, yaitu kesenian yang dapat dinikmati dengan mata (Visual). Dalam
lapangan seni rupa ini terdiri dari seni lukir dan gambar, seni rias, sedangkan
seni patung dan seni relief termasuk kedalam seni ukir.
2) Seni suara, ialah segala bentuk seni yang dapat dinikmati dengan indra telinga
(Audio). Seni suara meliputi seni musik, istrumen, dan seni sastra.
Bagian lain dari seni merupakan gabungan antara seni rupa dengan seni
suara adalah seni tari, drama, lawak, dan sebagainya yang merupakan gabungan
dari seni Audio dan Visual.
2.2.2 Ornamen Sebagai Seni Dalam Kebudayaan
Kesenian merupakan cara manusia memenuhi kebutuhan mereka akan
ekspresi hasrat akan keindahan
Dalam suatu budaya akan banyak dihasilkan kesenian-kesenian, kesenian
inilah yang menjadi bagian terpenting suatu budaya. Budaya merupakan hasil dari
akal budi manusia, menghasilkan karya seni. Bila berbicara tentang karya seni
berarti memasuki suatu bahasan yang luas.
Posisi ornamen bagian dari seni sebagai kebudayaan fisik dalam
kebudayaan dijelaskan dalam kerangka kebudayaan yang diperkenalkan oleh
Koentjaraningrat dalam bukunya “Pengantar Ilmu Antropologi” (1980).
10
Seni visual Seni audio
Seni Audio Visual
Gambar 2.1 Lingkup Kesenian
Gambar 2.2 Kerangka Kebudayaan
(Sumber :Pengantar Ilmu Antropologi, Koentjaraningrat 1980)
Sistem Budaya Sistem Sosial Kebudayaan Fisik
11
2.2.3 Nilai Dalam Kebudayaan
Nilai adalah sesuatu yang dipentingkan manusia menyangkut sesuatu
yang baik dan buruk, sebagai abstraksi, pandangan, atau maksud dari berbagai
pengalaman.
C.Kluckhohn seorang ahli antropologi membagi menjadi lima masalah
besar dalam kehidupan manusia. Lima masalah dasar ini secara umum dipakai
dalam menganalisa variasi dalam sistem nilai budaya dalam sebuah kebudayaan.
Sistem budaya yang juga diberi istilah sebagai world view atau pandangan dalam
hidup. Pandangan hidup berkembang dan dianut oleh dalam komunitas golongan
tertentu saja yang telah dipilih secara selektif, ia tidak dapat dikatakan sebagai
pandangan hidup seluruh masyarakat. Konsep pandangan hidup itu sendiri
merupakan sebagian dari nilai-nilai yang dianut oleh suatu masyarakat.
Tabel 2.1 Kerangka Kluckhohn Mengenai Lima Masalah Dasar Dalam Hidup Yang Menentukan Orientasi Nilai-Budaya Manusia.
(Sumber :Pengantar Ilmu Antropologi, Koentjaraningrat 1980)
Masalah dasar dalam hidup
Orientasi Nilai Budaya.
Hakekat hidup Hidup itu buruk Hidup itu baik Hidup itu uruk tetapi manusia wajib berikhtiar supaya hidup itu lebih baik.
Hakekat karya Karya untuk nafkah hidup
Karya itu untuk kedudukan, kehormatan, dan sebagainya.
Karya itu untuk menambah karya.
Persepsi manusia tentang waktu
Orientasi kemasa kini Orientasi kemasa lalu Orientasi kemasa depan
Pandangan manusia terhadap Alam
Manusia tunduk kepada lama yang dahsyat
Manusia menjaga keselarasan dengan alam
Manusia berhasyat menguasai alam.
Hakekat hubungan antara manusia dengan sesamanya.
Orietasi horizontal, rasa ketergantungan kepada sesamanya (jiwa gotong royong)
Orientasi vertikal, rasa ketergantungan kepada tokoh-tokoh atasan dan berpangkat.
Individualisme menilai tinggi usaha tas kekauatan sendiri.
Sistem nilai budaya berfungsi sebagai pedoman tertinggi bagi kelakuan
manusia dalam tingkatan yang abstrak. Bila mengarah ke sistem yang konkrit dan
berpedoman sistem nilai budaya, nilai ini bisa terwujud dalam aturan-aturan
khusus, hukum, dan norma-norma.
12
2.3 Ornamen Sebagai Desain Komunikasi Visual
2.3.1 Desain
Bila bicara tentang desain berarti bicara tentang proses, berangkat dari
pengertian desain yang dalam kamus The American College Dictionary disebut
sebagai rencana pendahuluan; perencanaan; membentuk atau memikirkan sesuatu
dalam benak; merancang “rencana”; menetapkan dalam pik iran; tujuan; maksud;
garis besar sketsa, rencana, seperti dalam kegiatan seni, bangunnan, gagasan
tentang mesin yang akan diwujudkan; merencanakan dan memberikan sentuhan
artistik yang akan dikerjakan dengan kepakaran yang tinggi; berbagai detail
gambar, bangunan, wahana lainnya untuk pekerjaan artistik; merupakan pekerjaan
artistik.
Didalam pengertian itu terdapat pemikiran, perencanaan, rancangan,
yang merupakan proses kreatif dalam menghasilkan karya desain. Ornamen
disebut sebagai desain karena dalam pembentukan ornamen itu sendiri mengalami
suatu proses desain dimana ornamen itu sendiri dibentuk dengan tujuan tertentu,
untuk mencapai tujuan inilah perlu adanya pemikiran-pemikiran sehingga
terbentuklah rancangan barupa gambar, lukisan, atau pahatan.
2.3.2 Komunikasi
Membahas tentang komunikasi, berarti berbicara tentang interaksi dua
orang atau lebih dalam memindahan atau gagasan kepada pihak lain. Dalam
komunikasi terdapat tiga komponen yaitu:
1) Pemberi pesan (komunikator)
2) Media (alat penyampaian)
3) Komunikan (orang yang menerima pesan)
Komunikasi visual merupakan salah satu bentuk komunikasi yang
dipakai manusia untuk menyampaikan pesan dalam bentuk bahasa non verbal
yang menggunakan mata sebagai indera sensasi. Sehingga segala bentuk hasil
karya manusia dalam bentuk gambar atau bentuk yang dapat diterima oleh indera
mata dan didalamnya ada usaha untuk menyampaikan pesan dikategorikan
kedalam komunikasi visual.
13
Komunikasi bertujuan untuk membangun hubungan antara pemberi
pesan dengan penerima pesan, agar dapat saling memahami dan mengerti dan
menyampaikan arti, pesan dan makna.
Sejak lama kegiatan komunikasi telah dilakukan manusia dalam
menyampaikan pesan maupun informasi atau sekedar melakukan hubungan
sosialisasi dengan sesama manusia. Dengan berkembangnya peradapan manusia
menghadirkan dua bentuk komunikasi yang berbeda, bentuk itu adalah bentuk
komunikasi visual modern, dan bentuk komuniksai tradisional.
1) Komunikasi Visual Modern
Bentuk Komunikasi visual modern ditandai dengan dipakainya teknologi
sebagai penunjang komunikasi, komunikasi berkembang seiring
berkembangnya peradapan manusia mengenal teknologi. Kemajuan
komunikasi visual begitu pesat, pesan dapat disampaikan hanya dalam
hitungan detik, teknologi menciptakan beragam media baru, kini sebuah pesan
tidak hanya dapat didapati melalui media cetak namun juga dapat diterima
melalui media elektronik seperti televisi dan internet.
2) Komunikasi Visual Tradisional
Komunikasi visual modern memiliki bentuk yang sederhana dan memiliki
keterbatasan dalam menyampikan pesan. Bentuk komunikasi visual telah
dikenal masyarakat sejak lama, hal ini dapat dibuktikan ketika ditemukannya
tulisan-tulisan kuno, tulisan-tulisan ini tidak berbentuk huruf seperti sekarang,
melainkan memiliki bentuk visual yang dibentuk berdasarkan pengaruh alam
sekitar maupun pengaruh budaya setempat. Ketika menyampikan pesan dalam
bentuk tradisional orang jaman dulu menggunakan media dari alam, seperti
batu, kayu, daun, dan tanah liat. Karena media yang dipakai sangat sederhana
sehingga kadang komunikasi yang ingin disampaikan kurang berhasil akibat
berbagai hal, baik itu alat yang dipakai tidak mendukung dalam membentuk
pesan (alat untuk menulis dan sebagainya) ataupun kekuatan dari media
tersebut (daun yang cepat rusak, kayu yang mudah rusak).
Bentuk media tradisional seperti, ukiran dipermukaan dinding candi yang
mengisahkan kebudayaan setempat, lukisan pada dinding gua, ukiran pada
kayu, dan benda-benda purbakala lainnya. Bentuk-bentuk ini bisa dikatakan
14
sebagai bentuk komunikasi karena apa yang mereka buat bukan merupakan
karya yang hanya dibentuk berdasarkan unsur kesengajaan, melaikan karena
hasil karya mereka itu memiliki arti ataupun maksud ataupun sebuah pesan
yang ingin disampaikan dan dapat dimengerti walaupun yang mengerti akan
pesan tersebut terbatas. Pesan dalam bentuk gambar ini merupakan ornamen-
ormamen yang dibentuk secara sederhana dan kebanyakan bentuk itu
dipengaruhi oleh keadaan alam sekitar dan juga letak geografis penduduk
penghasil karya.
Ornamen merupakan simbol budaya dan budaya tidak dapat dipisahkan
begitu saja dengan manusia, sehingga ada ungkapan mahluk berbudaya. Seperti
yang diketahui kebudayaan dibangun dengan gagasan-gagasan, simbol-simbol dan
nilai-nilai sebagai reaksi dari manusia itu sendiri. Manusia berfikir, berperasaan,
dan bersikap, diungkapkan dengan simbolis.
Setiap orang akan membutuhkan sarana atau media dalam melakukan
komunikasi. Media yang paling umum digunakan adalah dalam bentuk simbolis
yang berisikan makna atau pesan yang ingin dikomunikasikan.
Ornamen dapat dikatakan sebagai komunikasi visual tradisional, ini
disebabkan karena ornamen bagi masyarakat tradisional merupakan bentuk
komunikasi mereka terhadap sesama maupun dengan penguasa alam semesta,
karena ornamen tersebut memiliki makna dan pesan bagi masyarakatnya.
Kebanyakan ornamen tradisional hanya dapat dimengerti sebagian orang
saja, hal ini berkaitan dengan bagaimana penanda itu dibentuk kerena ornamen
tersebut terdiri dari tanda-tanda. Tanda-tanda ini merupakan bagian terpenting
dalam penyampaian pesan dalam komunikasi agar dapat dimengerti. Tanda-tanda
ini dapat berupa ikon yaitu adanya kemiripan tanda dengan maksud atau pesan
yang ingin disampaikan; symbol yaitu tanda yang dibuat bendasarkan faktor
kesepakatan contohnya kode morse; indeks merupakan tanda yang dibentuk
berdasarkan faktor kedekatan tanda dengan maksud yang akan disampaikan.
Karena komunikasi terdiri dari tanda-tanda, dan setiap tanda dibentuk berdasarkan
beberapa faktor pembentuk tanda maka bisa dipahami mengapa ornamen hanya
bisa dimengerti sebagian orang atau hanya dimengerti orang-orang tertentu saja.
15
2.4 Semiotika Desain Ornamen
Semiotika adalah ilmu yang mempelajari tentang tanda dan makna,
menurut A.van Zoest (1996) dalam bukunya “Dasar-dasar semiotik”ilmu ini
pertama kali muncul pada tahun 1706, dikemukakan oleh Locke dengan “doktrin
dari sebagai bentuk tanda”. Tanda berpedoman pada suatu hal dan kemudian
diwujudkan dalam kata-kata.
Tokoh modern tentang semiotik adalah Charles Sanders Peirce (1839-
1914) mengenai tanda sebagai ikon, indeks, dan simbol(Ketiga insur itu
merupakan kesatuan simbol). Dalam teori semiotika semua tanda yang memiliki
pesan akan dikategorikan kedalam sebuah penanda.
Simbol berasal dari kata Yunani “sym-ballien” yang berarti melemparkan
bersama suatu (benda, perbuatan) dikaitkan dengan suatu ide. Ada juga pengertian
lain tentang simbol yaitu “symbolos”, yang berarti tanda atau ciri yang
memberitahukan sesuatuhal kepada seseorang. Dalam kamus umum bahasa
Indonesia simbol diartikan sebagai tanda, lukisan, perkataan, lencana, dan
sebagainya yang menyatakan sesuatu hal, atau mengandung maksud tertentu.
Simbol melibatkan tiga unsur yang merupakan dasar bagi semua makna
simbolik yaitu: simbol itu sendiri, satu rujukan atau lebih, dan hubungan antara
simbol dengan rujukan. Hubungan antara simbol sebagai penanda dengan sesuatu
yang ditandakan sifatnya konvensional, sehinga masyarakat dapat menafsirkan
ciri hubungan antara simbol dengan objek yang diacu dan menemukan maknanya.
Salah satu kebutuhan manusia adalah kebutuhan simbolisasi atau
penggunaan serta kemampuan menciptakan lambang. Sejak dulu ornamen dibuat
sebagai lambang oleh manusia untuk melakukan komunikasi. Salah satu
contohnya adalah ornamen pada candi, ornamen tersebut memiliki makna tertentu
pada setiap bentuknya. Masyarakat kuno mengunakan gambar sebagai alat
komunikasinya. Ornamen menjadi sebuah simbol ketika ia digunakan dengan
maksud tertentu membawa sebuah pesan. Menurut salah satu tokoh semiotik
Ferdinand de Sausure, menjelaskan tentang tanda terdiri dari petanda dan
penanda.
16
Tabel 2.2 Pedekatan Peirce Terhadap Tanda
Symbol/symbolic/simbol : merupakan tanda yang tidak menyerupai
bentuk penandanya, dibangun berdasarkan konvensi.Untuk
memahaminya maknanya harus dengan dipelajari dari segi konteksnya.
Contohnya huruf, angka, bahasa, code morse.
Icon/iconic/icon : merupakan tanda yang mengimitasi penandanya,
sehingga ada kesamaan, adanya kemiripan dengan penanda. Untuk dapat
mengeti maknanya cukup dengan dilihat saja. Contoh kartun, sound
effect, peta, foto.
Index/indexical/indeks: merupakan tanda yang hubungan tanda dengan
penandanya terbentuk dengan sebab-akibat. Untuk dapat memahami
maknanya bisa memperkirakan, berhubungan dengan pengalaman.
Contoh, jam, termometer, perkiraan cuaca, tanda tangan.
Sausure mengatakan bahwa untuk meneliti tentang tanda hanya perlu
meneliti dua hal yaitu “signified” (petanda) dan “signifier” (penanda). Bagi
Sausure tanda bukanlah merupakan sesuatu yang melambangkan sesuatu (konsep
atau referen) melainkan tanda adalah kesatuan antara “signified” dengan
“signifier”. Namun dalam buku yang berjudul “Dasar-dasar semiotik”
(Depeartemen pendidikan dan kebudayaan .1996 .hal-29) menyebutkan bahwa
teori ini tidak bisa membahas tentang tanda secara luas karena bersifat makna
yang individual.
Ilmu yang mempelajari tentang tanda ini memberikan kontribusi besar
pada ilmu komunikasi manusia. 1-2 adalah teori yang digunakan oleh Sausure dan
mengalami perkembangan sampai pada teori Roland Barthes yaitu adanya
perkembangan pada poin 3-6. Setiap tanda memiliki elemen berupa:
1) Penanda, mencakup icon (tanda yang berhubungan langsung dengan benda
yang dirujuk), indek (tanda yang berhubungan sebab-akibat), dan symbol
(merupakan tanda hasil konveksi).
2) Petanda, merupakan rujukan penanda
3) Tanda Denotatif, merupakan tanda yang ditampilkan secara visual diolah
menjadi informasi.
17
4) Penanda Konotatif tingkat kedua, merupakan pemaknaan tataran kedua
tentang makna.
5) Petanda Konotatif tingkat kedua, merupakan pemaknaan tataran kedua tentang
makna sebagai rujukan penanda konotatif.
6) Tanda Konotatif, tingkat makna yang paling dalam, dipahami dengan
mempelajari penanda konotatif.
Unsur konotatif lebih berhubungan dengan makna yang dibangun lewat
suatu pemahaman aspek konotatif yang lebih dalam, hal ini memungkinkan
makna sebuah penanda bukan hanya mengandung satu makna namun juga
memiliki makna lain yang juga dipengaruhi oleh konteks tertentu pula pada
tingkatan konotatif, konteks ini bisa berupa religi, sosial-kebudayaan, ideologi,
historis, dan lain sebagainya.
Gambar 2.3 Bagan Lingkup Teori Sausure dan Teori Roland Barthes
Gambar 2.4 Teori Ferdinand de Sausure
(Sumber : http://www.aber.ac.uk)
Tanda Denotatif
Makna Konotatif
Penanda Konotatif
Petanda Konotatif
Penanda Petanda
Tataran pertama
Tataran kedua
Teori Sausure tentang tanda
Lingkup teori Barthes
18
Gambar 2.5 Shannon and Weaver's "linear model"of 1949 (Sumber : http://www.olinda.com/edu/CinemaStudies/Semiotics/semiotics.htm)
Dalam web www.olinda.com Werner Hammerstingl (2002) “Semiotik”
yang mengulas tentang tiga tingkat masalah komunikasi yang ditulis oleh
Shannon and Weaver's, yaitu:
- Apakah simbol itu dikomunikasikan secara tepat (Technical problems)
- Apakah simbol itu mampu menyampaikan maksud komunikasi (semantic
problems)
- Apakah makna bisa memicu seseorang untuk bertindak. (effectiveness
problems).
Tabel 2.3 Keterangang Bagan Shannon and Weaver's "linear model"
Merupakan faktor penentu pembuat pesan dan pesan apa yang akan disampaikan
Bentuk dari pesan yang akan disampaikan (Audio, visual)
Segala gangguan yang menjadi penghalang antara pengirim pesan dengan
penerima pesan, ganguan ini merupakan ganguan yang tidak diduga oleh sumber
pesan.
Dikatakan Alex Sobur simbol tidak berdiri sendiri melainkan adanya
situasi atau konteks tertentu. Konteks merupakan situasi dan kondisi yang bersifat
lahir dan batin yang dialamai para peserta komunikasi. Konteks situ bisa terdiri
dari konteks fisik (Tempat, lokasi dan lainnya), konteks waktu, konteks historis,
konteks psikologis (batin), konteks sosial budaya, dan lainnya.
Ornamen Dayak dikatakan sebagai alat komunikasi karena adanya informasi yang
dikandung oleh ornamen itu sendiri, dan ornamen ini juga melalui sebuah proses
desain karena adanya usaha untuk merancang dan merencanakan sesuatu sesuai
19
dengan tujuan yang hendak dicapai sehingga ornamen bisa dikatakan sebagai
desain komunikasi. Sebagai desain komunikasi ia memiliki tujuan
mengkomunikasikan sebuah pesan. Pesan ini bisa dipahami melalui proses
komunikasi melalui teori semiotik ini dimana dijelaskan bahwa makna budaya
dan religi merupakan suatu simbol-simbol. Sehingga keberhasilan suatu budaya
terletak pada keberhasilan simbol-simbol mewujudkan nilai-nilai yang ada pada
masyarakat tersebut. Simbol dipakai karena hanya simbol yang dapat menyimpan
makna kebudayaan. Makna bisa ditelaah lewat reference atau acuan seperti pada
teori Seasure. Reference ini bisa benda, peristiwa, proses, atau kenyataan.
2.4.1 Ornamen Sebagai Simbol-simbol Budaya dan Religi
Menurut pernyataan James P. Spradley (1997:121), yang dikutip oleh
Alex Sobur dalam bukunya “Semiotika Komunikasi” yang mengatakan “Semua
makna budaya diciptakan dengan menggunakan simbol-simbol” dia juga
mengutip pernyataan Clifford Geertz (1992:51) yang mengatakan “Makna hanya
bisa disimpan di dalam simbol”.
Dalam memahami ornamen sebagai simbol-simbol budaya dan religi,
sangat terkait dengan kontekstual dalam masyarakat dan kebudayaanya sendiri.
Seperti yang dikatakan Geertz dalam buku yang ditulis Susanto (1992:57) dan
dikutif oleh Alex Sobur, mengatakan:
Kebudayaan adalah sebuah pola dari makna-makna yang tertuang dalam dalam simbol-
simbol yang diwariskan melalui sejarah. Kebudayaan adalah sebuah system dari konsep-
konsep yang diwariskan dan dituangkan dan diungkapkan dalam bentuk -bentuk simbolik
melalui mana manusia berkomunikasi, mengekalkan dan memperkembangkan pengetahuan
tentang kehidupan ini dan bersikap terhadap kehidupan ini.7
Dalam pernyataan tersebut ditekankan tentang manusia berkomunikasi lewat
simbol sebagai rumusan sentral kebudayaan. Simbol dianggap terbentuk melalui
dinamisasi interaksi sisoal, yang diwariskan secara historis, berisikan nilai-nilai,
sebagai acuan , dan memberikan petunjuk bagaimana warga budaya tertentu
7 Alex Sobur.Semiotika Komunikasi.2003.hal 178.
20
berperilaku dalam menjalani hidup. Simbol ini membawa pesan komunikasi dan
representasi kenyataan sosial.
Dengan adanya perbedaan sikap, kesadaran dan juga bentuk-bentuk
pengetahuan yang berbeda-beda, menghasikan budaya yang bebeda pula. Seni
berfungsi sebagai sistem kebudayaan sehingga seni bisa menjamah ideologi,
politik, dan aspek kehidupan lainnya.
Agama sebagai sebuah dimensi kebudayaan yang oleh Greertz yang
dikutip oelh Alex Sobur diuraikan kedalam dua poin penting yang diambil dari
kalimatnya tentang agama yang berbunyi “Agama adalah satu sistem simbol yang
bertujuan untuk menciptakan perasaan dan motivasi kuat, mudah menyebar, dan
tidak mudah hilang dalam , menurutnya agama adalah “satu sistem simbol yang
bertujuan untuk menciptakan perasaan dan motivasi kuat, dan tidak mudah hilang
dalam diri seseorang dengan cara membentuk konsepsi ini kepada pancara-
pancaran faktual, dan pada akhirnya perasaan dan motivasi ini akan terlihat
sebagai suatu realitas yang unik”. Dalam menjelaskan hubungan agama dengan
suatu sistem budaya, ke tiga poin tersebut adalah:
1) “Sebuah sistem simbol”, adalah segala sesuatu yang memberikan ide kepada
seseorang, dimana seseorang berangkat dari sebuah ide misalnya sebuah objek
khusus yang memberikan perbuatan tertentu tampa berkata-kata mengenai
benda yang memiliki hubungan khusus terhadap penerima pesan, misalnya
salib bagi orang Kristiani, salib merupakan objek yang dibangun dari ide
tentang penyaliban Yesus yang mati di kayu salib, memberikan kekuatan
batin. Yang menjadi inti pengertian ini adalah sebuah simbol bukan hanya
menjadi sebuah sistem yang melingkupi masyarakat tertentu akan tetapi
simbol ini sudah merupakan simbol publik yang diangkat dari pemikiran
pribadi tentang simbol tersebut, sehingga bila simbol itu ingin diangkat atau
dimengerti orang lain, secara gampang hanya dengan mengkristalkan apa yang
menjadi pemikiran orang tersebut.
2) “Saat dikatakan bahwa simbol-simbol tersebut menciptakan perasaan dan
motivasi kuat, mudah menyebar dan tidak mudah hilang dalam diri
seseorang”, dikatakan agama sebagai motivasi yang menyebabkan orang
merasakan dan melakukan sesuatu, motivasi ini dibimbing oleh seperangkat
21
nilai, nilai yang memberika batsan yang baik dan buruk, apa yang penting, apa
yang benar, dan salah bagi dirinya.
Simbol-simbol, seperti juga ikon-ikon merupakan bentuk yang didasari oleh
prinsip kemiripan, atau analogi, atau benda yang mempunyai karakteristik yang
sama dengan sesuatu yang lain. Dalam pengalaman keagamaan terdapat satu
kesamaan yaitu adanya hal yang sakral dan memberi petunjuk tentang
supranatural.
2.4.2 Makna Denotatif dan Konotatif Ornamen
Untuk mengali makna yang lebih dalam dari sebuah simbol dalam bentuk
ornamen adalah dengan membedakan antara makna denotatif dengan makna
konotatif. Makna denotatif meliputi hal yang ditunjuk oleh kata-kata. Makna
denotatif merupakan makna yang memiliki hubungan tingkat pertama pada
rujukannya. Makna denotatif ini lebih mengarah kepada makna dasar. Pada
ornamen makna denotatifnya merupakan gambaran dari apa yang dimaksud atau
benda yang dimaksud.
Seperti yang dikutif oleh Alex Sobur dari pernyataan Berger makna
konotatif merupakan makna yang didasarkan atas perasaan atau pikiran yang
timbul atau ditimbulkan. Pada ornamen makna konotatif dipengaruhi oleh
beberapa aspek, seperti budaya, sosial, lingkungan, dan lain sebagainya. Makna
ornamen itu akan dimengerti melalui konteks-konteks tertentu berupa sudut
pandang pembuat lambang, sehingga bukan tidak mungkin satu ornamen memiliki
makna konotatif yang lebih dari satu, tergantung dari mana konteks si penerima
pesan dalam memahami sebuah simbol dalam bentuk ornamen.
Dalam beberapa kasus tentang makna simbol akan ditemukan perubahan
makna ini merupakan hal yang biasa karena adanya perubahan lingkungan, akibat
pertukaran tanggapan indra, atau bahasa.
2.4.3 Aspek Ideologi Pada Ornamen
Bila membahas ornamen dengan analisa ideologi, tidak akan lepas juga
membahas tentang mitologi atau mitos, setiap ideologi harus didasarkan pada
uraian dan keterangan yang dapat membuat orang percaya, keterangan dan uraian
22
ini biasanya berbentuk sebuah cerita, cerita inilah yang disebut sebagai mitos
(Aart van Zoest.1996). Mitos oleh manusia dipakai sebagai media komunikasi
guna memenuhi kebutuhan non- fisik. Mitos memberikan pemahaman sesuatu
diluar kemampuan manusia untuk memahami sesuatu fakta yang terjadi. Hal
semacam ini sering dijumpai pada ornamen-ornamen yang menceritakan tentang
asal mula kehidupan manusia. Kebutuhan manusia akan non-fisik ini mendorong
mereka untuk mengisi alam pikiran mereka dengan mitos. Mitos itu dipicu oleh
keterbatasan indera manusia. Mitos dapat diterima pada waktu tertentu, dan waktu
itu ketika:
1) Keterbatasan pengetahuan, berhubungan dengan penciptaan alat indera
2) Keterbatasan penalaran manusia pada masa itu; dan
3) Hasrat ingin tahunya terpenuhi
Dalam ornamen ideologi mengarahkan si penerima pesan ke dalam
gambaran tertentu, menimbulkan rasa percaya, bentuk lain dari hasil ideologi
dapat dilihat pada ornamen yaitu adanya teladan atau nilai moral yang diambil dan
dihayati dalam hidup seseorang. Sebagai contoh penokohan pada wayang
memberikan rasa dan nilai tersendiri bagi siapa saja yang pernah menyaksikan
pentasnya, seperti pada tokoh gareng, petruk atau tokoh semar yang dianggap
sebagai tokoh yang bijaksana, angapan ini bukan tidak berdasar, melainkan mitos
ataupun ceritalah yang membentuk sebuah ide.
Menurut Alex Sobur mitos merupakan uraian naratif atau penuturan
sesuatu yang suci, yaitu kejadian-kejadian yang luar biasa di luar pikiran manusia
dan mengatasi pengalaman sehari-hari manusia.
Dalam mengkaji ideologi dapat menggunakan pendekatan V.O. Kye
(Alex Sobur.2003.Hal 216-218), yaitu:
1) Ideologi dapat dilihat sebagai kumpulan pandangan atau ide, menyangkut
tentang hal yang dilaranng maupun hal diperbolehkan, ideologi seperti ini
telah dijadikan batasan-batasan yang telah mengalami pensosialisasian pada
kehidupan keluarga, kehidupan agama dan lain sebagainya.
2) Ideologi dilihat dari segi tingkatan maupun penggolongan, berkaitan dengan
tingkat sosial, etnis atau agama, sehingga kedudukan sosialnya sangat
berpengaruh pada ideologi yang dianutnya, menentukan nilai-nilai dan
23
keyakinan seseorang. Pendekatan ini berhubungan erat dengan proses belajar
bermasyarakat.
3) Ideologi dikaji melalui pengamatan terhadap kebutuhan-kebutuhan individu
masyarakat yang dipenuhinya. Ideologi membantu membentuk rasa pada diri
seseorang. Ideologi pada pengertian ini sangat berkaitan erat dengan pribadi
seseorang yang mengalami perkembangan, menimbulkan penolakan, dan
menerima sesuatu.
4) Ideologi sebagai hubungan masyarakat dengan penguasa, menyangkut tetang
penggambaran tokoh yang dijadikan pemimpin dan menjalankan sistem
kemasyarakatan, sebagai bentuk yang dijadikan acuan dan dipercaya benar
dalam menerima ideologi sebagai suatu kebenaran, berkaitan erat dengan poin
ketiga mengenai individu sebagai penentu dengan melihat pemimpin sebagai
acuan kebenaran dan sangat berakibat pada acuan apabila terjadi kesalahan
pandangan, dan tentunya berisikan makna moral.
2.5 Ornamen Tradisional
Ornamen tradisional memiliki berbagai bentuk dan media yang beragam,
ornamen-ornamen tesebut berkaitan erat dengan kebudayaan, jaman dulu ornamen
dipakai sebagai penghias gua-gua, benda-benda perlengkapan rumah tangga,
penghias perlengkapan keagamaan, sehingga media yang dipakai selalu
berhubungan erat dengan kehidupan masyarakat.
2.5.1 Fungsi Ornamen Tradisional
Dalam fungsinya ornamen sebagai salah satu cara manus ia tradisional
melakukan komunikasi, menunjukan maksud serta keinginan dan gagasan mereka,
komunikasi ini bisa berbentuk komunikasi horizontal (manusia dengan manusia)
maupun hubungan vertikal (manusia dengan penciptanya). Hal ini dapat
dibuktikan ketika diketemukannya ornamen-ornamen pada benda-benda pemujaan
seperti candi di Indonesia. Ornamen juga berfungsi sebagai komunikasi horizontal
yaitu sebagai alat mereka untuk berkomunikasi dan bersosialisasi antar
sesamanya.
24
2.5.2 Makna Ornamen
Tanda dan makna dalam ornamen tradisional memiliki filosofi yang
dalam, mengenai hidup dan kehidupan masyarakat, mengandung makna yang
membimbing manusia dalam berperilaku serta berisikan pesan-pesan sosial bagi
setiap tatanan kehidupa.
1) Ornamen Yang Bersifat Vertikal
Ornamen yang bersifat vertikal mereka gunakan untuk berkomunikasi,
menyatakan hubungan mereka dengan pencipta-Nya, berisikan pesan-pesan
dan gagasan, permohonan, dan keinginan mereka terhadap pencipta-Nya,
menunjukan ketaatan religius mereka. Ornamen-ornamen ini mereka
gambarkan disetiap bangunan-bangunan keagamaan, dengan harapan
keinginan-keinginan mereka terkabul dan juga bisa menjalin hubungan yang
baik dengan Penciptanya.
2) Ornamen Yang Bersifat Horizontal
Dengan menggunakan ornamen sebagai alat berkomunikasi Horizontal ,
masyarakat tradisional menggunakan ornamen untuk menyampaikan pesan
dan makna sosial yang menuntun mereka berperilaku dimasyarakat, berisikan
pesan moral, hikayat cerita, memiliki pesan historis. Ornamen-ornamen seperti
ini dapat dilihat dalam kesenian seperti wayang, candi-candi yang
mengisahkan sejarah seperti candi Borobudur yang mengisahkan kehidupan
manusia.
2.6 Ornamen Tradisional Dayak Ngaju
Ornamen bagi suku-suku di Indonesia merupakan satu hasil budaya yang
memiliki kedudukan dalam setiap tatanan kehidupan, keunikan masing-masing
ornamen yang dihasilkan setiap suku ini sangat beragam, salah satu ornamen yang
menarik untuk di pelajari adalah ornamen masyarakat Dayak khususnya Dayak
Ngaju yang terdapat di kepulauan Kalimantan, yang bendiam di provinsi
Kalimantan Tengah. Keunikanya terletak pada bagaimana setiap ornamen itu
mereka pakai bukan hanya sebagai penghias alat-alat maupun penghias hasil seni
kriya, akan tetapi dipakai juga guna melakukan komunikasi secara visual,
25
mengungkapkan sejarah secara historis, menyimpan pilosofi hidup, memiliki nilai
magis dan dipakai secara umum bagi setiap masyarakat Dayak.
1) Fungsi Ornamen Dayak Ngaju
Ornamen merupakan seni yang dibangun dari pemikiran-pemikiran dan akal
serta ide manusia. Seni itu dibuat sebagai tempat menuangkan berbagai kreasi
dan daya imajinasi mereka. Bagi masyarakat Dayak Ngaju fungsi ornamen
bagi mereka merupakan bentuk komunikasi mereka kepada Sang Pencipta dan
komunikasi antar sesama. Ornamen tertentu mereka pakai untuk upacara-
upacara keagamaan melakukan hubungan dengan Sang Penciptanya melalui
ornamen yang diukirkan pada benda-benda keramat maupun dilukiskan pada
kain-kain, mereka berharap akan mendapatkan kesejahteraan hidup, baik
ketika berada di dunia maupun bila mereka hidup dalam alam sorga. Motif-
motif pada kayu, anyaman, dan tekstil merupakan perlindungan mereka
terhadap roh-roh jahat.8 Di kediaman mereka tinggal juga dihiasi dengan
ornamen-ornamen tertentu sebagai perwujudan serta lambang nilai
kekeluargaan yang mereka anut, memberikan kekuatan bagi segenap anggota
keluarga melakukan tugasnya.
Ranying merupakan nama Sang Pencipta bagi masyarakat Dayak Ngaju,
ornamen yang sangat berpengaruh dalam kehidupan religius mereka pada
jaman dulu ialah ornamen Batang Garing. Batang Garing ini mengisahkan
kehidupan religius mereka, serta hubungan mereka dengan Ranying,
memberikan perlinndungan dan memberikan kekuatan secara rohani.
Ornamen juga mereka pakai untuk mengkomunikasikan secara visual kepada
manusia yang satu dengan manusia yang lainnya, mereka bisa menyatakan
kekuatan, dan keberanian dalam bentuk ornamen pada perlengkapan perang
sampai pada perhiasan mereka. Mereka juga menggunakan ornamen sebagai
penuntun kehidupan, dengan menghubungkan tanda-tanda pada ornemen
tersebut dengan benda yang diwakilinya, seperti Burung Enggang yang
melambangkan kesetiaan, reflkesi makna ini mereka ambil dari kenyataan
tentang kehidupan burung itu di alam nyata secara langsung.
8 Sellato Bernard .Naga dan Burung Enggang.
26
2) Bentuk Ornamen Dayak Ngaju
Bentuk-bentuk ornamen Dayak Ngaju merupakan hasil dari pengalaman dan
pengamatan mereka terhadap lingkungan, berupa bentuk alam, tumbuhan, dan
hewan. Kebanyakan bentuk ini mereka buat secara sederhana dan kurang
detail, yang membedakan bentuk ornamen Dayak Ngaju dengan Dayak
lainnya yang ada di Kalimantan ialah bentuk elemen dari ornemen tersebut
yang selalu simetris. Ornamen mereka gambar dengan garis lembut dan luwes,
kebayakan berbentuk sulur daun dengan bentuk tajam pada beberapa sudut.
Bentuk hewan juga dipakai Dayak Ngaju dalam bentukan ormamennya,
bentukanya sederhana, hewan yang digambarkan terdiri dari hewan yang
benar-benar ada, serta hewan yang merupakan sebuah legenda atau cerita
rakyat. Seperti yang dituturkan oleh nara sumber Yemina Yulita, bentuk khas
yang dimiliki oleh ornamen Dayak Ngaju adalah selalu digambarkan secara
bilateral atau simetris, mengunakan warna merah, hijau, dan hitam. Dari buku
panduan pemugaran sandung Ngabe Sukah Pahandut juga didapati
penggunaan warna tidak hanya terbatas pada warna tersebut di atas namun
juga ada warna lain seperti kuning dan putih.
2.7 Gambaran Umum Kebudayaan Dayak Ngaju
1) Pekerjaan
Kebudayaan suatu suku bangsa mempunyai ciri-ciri yang sama atau ciri yang
bersifat universal. Meskipun terdapat kemiripan antara suku, masih pula
terdapat perbedaan-perbedaan. Perbendaan ini akibat dari berbeda-bedanya
pekerjaan atau propesi masyarakatnya. Ada komunitas petani, nelayan,
pemburu, dan lain sebagainya. Menurut kepercayaan orang Dayak, sebelum
mereka memulai pekerjaan atau upacara adat, mereka berkewajiban
memberikan sesajen kepada roh atau dewa. Hal ini mereka lakukan untuk
mendapatkan kemujuran dalam pekerjaanya.
2) Lingkungan
Tempat tinggal dalam suku Dayak sangat berpengaruh terhadap kebudayaan
mereka. Dengan tinggal ditepi laut, atau ditengah hutan memunculkan
perbedaan-perbedaan pada perlengkapan rumah, barang-barang krajinan, alat
27
musik serta berpengaruh pada pola hidup mereka. Dengan adanya pengaruh
ini timbulah batasan-batasan pada cara mereka menyelesaikan masalah,
sehingga orang di pesisir pantai sangat sulit hidup di tengah hutan begitu pula
sebalingya karena mereka sudah terbiasa dengan masalah lingkunganya.
3) Kesenian
Dalam Masayrakat Dayak Ngaju terdapat bermacam-macam bentuk kesenian
seperti seni suara, biasa disebut dengan istilah sansana, karungut, karunya,
dan dindang. Dalam seni tari terdapar berbagai tari yang digunakan pada
upacara-upacara tertentu, seperti tasai, kanjan, dan tandik hulu.
Dalam seni ukir, bentuk kesenian akan tapak kompleks dengan beragam
jenisnya. Pada peti mati misanya, banyak terdapat ukiran-ukiran religius. Pada
rumah ukiran ini nampak sebagai lambang dari keluarga yang tinggal
didalamnya. Ukiran juga nampak pada tembikar, anyaman, dan perlengkapan
rumah hingga alat perang.
2.8 Buku Referensi Ornamen Dayak Ngaju
1) Pembahasan tentang uk iran masyarakat Dayak Ngaju dapat dibaca dalam buku
“Tarian dan Ukiran Daerah Kalimantan Tengah”, karya Demang Yohanes
Salilah (1978). Dalam buku ini memuat tentang asal mula dari beberapa tari-
tarian masyarakat Dayak, dan mengulas tentang beberapa ukiran yang terdapat
di Kalimantan Tengah, memuat nama ukiran, asal ukiran, suku yang biasa
memakai ukiran, disertai gambar ukiran yang dibuat secara manual dengan
alat yang sederhana sehingga cukup menyulitkan ketika menerjemahkan
secara visual beberapa gambar tersebut. Buku ini dipakai oleh banyak institusi
pendidikan maupun kebudayaan dalam menggali tentang ukiran Dayak Ngaju.
Buku yang diterbitkan secara tebatas ini belum mengalami perubahan ataupun
revisi kedalam bentuk yang lain.
2) Buku lain yang membahas tentang ornamen Dayak Ngaju berjudul Ilustrasi
dan Perwujudan Lambang Batang Garing dan Dandang Tingang, sebuah
buku yang dikarang oleh Y. Nathan Ilon. Buku ini mebahas tentang makna
secara historis terbentuknya ornamen Batang garing yang dikenal oleh
masyarakat Dayak sebagai pohon kehidupan. Buku ini juga membahas tentang
28
suku Dayak Ngaju berdasarkan buku yang dikarang oleh CH. F. H. Duman
(1924) mengenai asal suku-suku di Kalimantan Barat, mengatakan bahwa
“Yang disebut suku Dayak Kalimantan, diketahui terdiri dari tujuh gugusan
induk suku Dayak, yaitu Dayak Ngaju, Dayak Apu Kayan, Dayak Iban, Dayak
Klemantan/Ketungau, Dayak Murut, Dayak Punan, dan Dayak Ot Danum.9
Buku ini mengatakan bahwa pewarisan budaya, sejarah , serta seni beserta
pengaruh yang dihasilkan suku Dayak tidak dilakukan secara tulisan
melainkan secara lisan berupa cerita dan legenda pokok, disitu ditulis “Bahasa
berupa kiasan yang melukiskan legenda pokok yang dominan ini ternyata
telah mengilhami dan menjadi sumber kehidupan spiritual, mempengaruhi
pula aspek seni sastera dan kebudayaan”.
3) Dalam buku yang berjudul “Naga dan Burung Enggang”, karya Bernard
Sellato, menjelaskan tentang asal mula Dayak secara keseluruhan (Borneo)
mengulas tentang alam, tumbuhan, hewan, kesenian, mengulas tentang
ideologi, dan memuat contoh ukiran-ukiran Dayak. Disebutkan pula dalam
buku ini bahwa latar belakang masyarakat Dayak dalam membuat karya seni
tradisonal karena pengaruh lingkungan alam. Perubahan-perubahan motif
ornamen akibat pengaruh-pengaruh luar yang masuk ke Kalimantan juga
diulas, disini dikatakan akibat masuknya beberapa kepercayaan dan
kebudayaan baru menghasilkan bentuk-bentuk baru dan membentuk peralihan
motif.
4) Buku yang berjudul “Analisis Potensi, Strategi Pengembangan dan Pemasaran
Kesenian kalimantan Tengah” yang diterbitkan oleh Departemen Periwisata,
Seni dan Budaya Kalimantan Tengah ini merupakan buku penunjang lain yang
membahas tentang kesenian serta pariwisata ini membahas seputar kesenian
daerah KalimantanTengah. Buku ini juga memaparkan data tentang keadaan
geografis, iklim, mengulas tentang religi serta upacara keagamaan masayrakat
Dayak Ngaju. Gambaran tentang kesenian daerah dapat ditemukan pada buku
ini, menjelaskan tentang seni tari, ukir, dan kebudayaan lainnya.
5) Buku yang juga dipakai sebagai referensi lainnya adalah buku yang berjudul
“Kalimantan Memanggil” oleh Tjilik Riwut (1958). Dalam buku ini memuat
9 Nathan Ilon .Y.Ilustrasi dan Perwujudan Lambang Batang Garing dan Dandang Tingang, hal 4.
29
tetang keadaan alam dan lingkungan Kalimantan Tengah, menyangkut
keadaan hutan, ke aneka ragaman flora dan fauna.
top related