ORNAMEN TRADISIONAL, SEJARAH DAN PERKEMBANGANNYA Oleh: Yudi Wibowo A. Eksistensi Ornamen Seni rupa telah ada sejak manusia ada di muka bumi ini. Berdasarkan penelitian para ahli menyatakan seni (karya seni) sudah ada sejak 60.000 tahun yang lampau. Buktinya berupa lukisan yang berupa torehan-torehan pada dinding dengan menggunakan warna yang menggambarkan kehidupan manusia purba. Susanto menyatakan: “Dalam bentuk visual, manusia yang hidup di gua-gua sekitar Prancis selatan, Spanyol, atau Maroko telah meninggalkan karya seni yang berupa teraan goresan pada dinding gua, patung atau alat-alat untuk hidup memiliki suatu wujud dari kepekaan dan kesan tertentu.” 1 Dalam perjalanan kebutuhan manusia yang pada mulanya sederhana, selanjutnya berkembang menjadi semakin kompleks, maka seni rupa berkembang pula mengikuti peradaban manusia. Di satu sisi seni rupa tetap bertahan pada kegiatan ekspresi pribadi, tetapi di lain sisi seni rupa telah berubah menjadi sarana untuk memenuhi kebutuhan manusia sehari-hari. Seni rupa yang bertujuan untuk kegiatan ekspresi pribadi dikenal dengan istilah seni rupa murni (fine art), sedangkan seni rupa yang bertujuan memenuhi kebutuhan manusia sehari-hari atau 1 Mike Susanto, Membongkar Seni Rupa (Yogyakarta: Penerbit Bukubaik, 2003), Hlm. 17 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
ORNAMEN TRADISIONAL,
SEJARAH DAN PERKEMBANGANNYA
Oleh: Yudi Wibowo
A. Eksistensi Ornamen
Seni rupa telah ada sejak manusia ada di muka bumi ini.
Berdasarkan penelitian para ahli menyatakan seni (karya seni) sudah
ada sejak 60.000 tahun yang lampau. Buktinya berupa lukisan yang
berupa torehan-torehan pada dinding dengan menggunakan warna
yang menggambarkan kehidupan manusia purba. Susanto
menyatakan:
“Dalam bentuk visual, manusia yang hidup di gua-gua sekitar Prancis selatan, Spanyol, atau Maroko telah meninggalkan karya seni yang berupa teraan goresan pada dinding gua, patung atau alat-alat untuk hidup memiliki suatu wujud dari kepekaan dan kesan tertentu.”1
Dalam perjalanan kebutuhan manusia yang pada mulanya
sederhana, selanjutnya berkembang menjadi semakin kompleks, maka
seni rupa berkembang pula mengikuti peradaban manusia. Di satu sisi
seni rupa tetap bertahan pada kegiatan ekspresi pribadi, tetapi di lain
sisi seni rupa telah berubah menjadi sarana untuk memenuhi
kebutuhan manusia sehari-hari. Seni rupa yang bertujuan untuk
kegiatan ekspresi pribadi dikenal dengan istilah seni rupa murni (fine
art), sedangkan seni rupa yang bertujuan memenuhi kebutuhan
manusia sehari-hari atau memiliki fungsi praktis dikenal dengan
sebutan seni rupa terapan (applied art).
Karya-karya seni rupa terapan adalah salah satu bagian penting
yang tidak dapat dipisahkan lagi dari kehidupan manusia hingga saat
ini. Benda-benda yang ada di sekitar kita, mulai dari yang sederhana,
1 Mike Susanto, Membongkar Seni Rupa (Yogyakarta: Penerbit Bukubaik, 2003), Hlm. 17
1
mulai dari benda-benda sederhana seperti perabotan rumah tangga
sampai pada benda-benda yang bentuknya sangat komplek, misalnya
bangunan rumah, merupakan karya seni rupa terapan.
Benda-benda yang termasuk dalam kategori karya seni rupa
terapan dibuat tidak hanya mempertimbangkan aspek fungsionalnya
saja, melainkan juga mempertimbangkan aspek keindahan atau
estetika, karena kecenderungan manusia adalah mejadikan sesuatu
yang diciptakannya tampak indah. Hal ini sesuai dengan pendapat
Bastomi yang menyatakan bahwa:
“Menurut kodratnya manusia adalah makhluk yang mengenal keindahan. Manusia dalam usahanya menuju arah hidupnya memiliki dorongan dan keinginan untuk memperindah diri, memperindah benda-benda yang dimilikinya serta alam sekitarnya.”2
Pertimbangan estetika atau keindahan inilah yang mendorong
manusia untuk menambahkan sedemikian rupa hiasan-hiasan pada
benda-benda yang dibuatnya, misalnya gambar atau ukiran pada tiang
bangunan, pakaian, perabot rumah tangga, senjata tradisional, dan
lain sebagainya. Hiasan-hiasan pada benda-benda tersebut dikenal
dengan istilah ornamen.
Kata ornamen berasal dari bahasa latin “ornare”, yang berarti
menghiasi, dalam artian, sesuatu yang asal mulanya kosong terisi
hiasan sehingga menjadi tidak kosong. 3 Berdasar pada pengertian ini
dapat dikatakan bahwa, segala sesuatu, baik yang dibuat berupa
coretan, goresan, pewarnaan, ukiran, dan lain sebagainya dengan
tujuan untuk menambah keindahan atau hiasan disebut ornamen.
2 Bastomi dalam Edij Kismartanto, Membuat Ukiran dari Bahan Gabus (Jakarta: CV Pamularsih, 2007), Hlm 1.
3 Syafii dan Tjetjep Rohendi Rohidi, Ornamen Ukir (Semarang: IKIP Semarang press, 1987), Hlm 3.
2
Di dalam kehidupan sehari-hari ornamen dikenal pula dengan
istilah ragam hias. Jaelani Mengatakan bahwa ornamen bisa juga
disebut dengan ragam hias, mengapa demikian? Sebab terentuknya
ornamen dimaksudkan untuk menghias suatu bidang atau benda.4
Pada suatu ornamen tersusun dari beberapa motif hias atau pola
hias. Berkaitan dengan motif hias ini, Rais dan Suhirman menyatakan:
“pokok pikiran dan bentuk dasar dari perwujudan ornamen atau ragam hias yang meliputi segala bentuk alami ciptaan Tuhan, seperti binatang, tumbuh-tumbuhan, manusia, gunung, air, awan, dan batu-batuan. Selain itu, motif hias juga meliputi hasil daya kreasi manusia yang berbentuk garis atau bermotif hias garis, tumbuh-tumbuhan, binatang, manusia, khayalan, dan benda-benda mati.”5
Sedangkan mengenai pola hias, Tukiyo dan Sukarman
menyatakan:
“Pola hias merupakan unsur dasar yang dapat dipakai untuk menyusun sesuatu hiasan. Ia mengandung pengertian suatu hasil susunan dari motif hias tertentu dalam bentuk komposisi yang tertentu pula. Sebagai contoh misalnya pola hias kawung, pola hias Majapahit, Pajajaran, Mataram dan sebagainya.”6
Ornamen sangat mudah kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari,
misalnya ornamen pada plafon, tempat tidur, daun pintu, kain
(pakaian), lantai, dan lain-lain. Keberadaan ornamen telah ada sejak
jaman prasejarah dan sampai sekarang masih dibutuhkan
kehadirannya sebagai alat untuk memuaskan kebutuhan manusia akan
rasa keindahan.
4 Moh Charis Jaelani, Teknik Seni Mengukir Kayu (Yogyakarta: Absolut, 2007), Hlm 34.
5 Saiman Rais dan Suhirman, Penuntun Belajar Mengukir Kayu Bagi Pemula (Yogyakarta: Adicita Karya Nusa, 2000), Hlm 49.
6 Tukiyo dan Sukarman dalam Syafii dan Tjetjep Rohendi Rohidi, Ornamen Ukir (Semarang: IKIP Semarang press, 1987), Hlm 4.
3
Gambar 1
Pola hias Pajajaran yang terbentuk oleh motif-motif.7
Gambar 2
Pola hias kawung yang terbentuk oleh motif-motif.8
B. Sejarah Ornamen
7 Soepratno, Ornamen Ukir Kayu Tradisional Jawa Jilid 1(Semarang: Effhar dan Dahara Prize, 2007), Hlm 18.8 Aep S. Hamidin, Batik Warisan Budaya Asli Indonesia (Jakarta: Buku Kita, 2010), Hlm 18.
4
Penciptaan suatu karya seni pada umumnya senantiasa berkaitan
dengan suatu tujuan tertentu. Tidak berbeda dengan karya seni
ornamen yang penciptaannya selalu berhubungan dengan tujuan
tertentu pula. Beberapa tujuan diciptakannya ornamen diuraikan
sebagai berikut:
1. Untuk menghias.
Bentuk-bentuk ornamen diciptakan hanya untuk menghias
saja demi keindahan suatu bentuk (benda ) atau bangunan,
dimana ornamen tersebut ditempatkan. Penerapannya biasanya
pada alat-alat rumah tangga, arsitektur, pada pakaian (batik,
bordir, tenun, dan lain-lain) pada alat transportasi dan sebagainya.
Hal ini sesuai dengan pendapat Soepratno yang menyatakan
bahwa:
”Ornamen dimaksudkan untuk menghias suatu bidang atau benda, sehingga benda tersebut menjadi indah seperti yang kita lihat pada hiasan kulit buku, piagam, kain batik, tempat bunga dan barang-barang lainnya.9
2. Untuk menyatakan suatu nilai secara simbolis.
Karya ornamen yang diciptakan pada umumnya mempunyai
tujuan untuk memperindah suatu benda saja, namun tidak sedikit
ornamen yang diciptakan untuk menyatakan suatu nilai tertentu
secara simbolis, menurut norma-norma tertentu (adat,
kepercayaan, dan sistem sosial lainnya). Bentuk, motif dan pola
ornamen penempatannya sangat ditentukan oleh norma-norma
tersebut terutama norma kepercayaan yang harus ditaati, untuk
menghindari timbulnya salah pengertian akan makna atau nilai
simbolis yang terkandung didalamnya. Oleh karena itu pengerjaan
suatu ornamen simbolis harus mengikuti aturan-aturan yang
9 Soepratno, Ornamen Ukir Kayu Tradisional Jawa Jilid 1(Semarang: Effhar dan Dahara Prize, 2007),
Hlm 1.
5
ditentukan. Contoh ornamen simbolis ini misalnya motif kala, motif
pohon hayat sebagai lambang kehidupan, motif burung phonik
sebagai lambang keabadian, motif padma, swastika, dan
sebagainya. Hal ini sesuai dengan pendapat Sunaryo yang
menyatakan bahwa: ”Fungsi simbolis ornamen pada umumnya
dijumpai pada produk-produk benda upacara atau benda pusaka
dan bersifat keagamaan atau kepercayaan, menyertai nilai
estetisnya”.10
Kecenderungan manusia untuk menghias atau membuat
ornamen sudah ada sejak zaman prasejarah. Temuan keping-
keping benda prasejarah berupa senjata-senjata, benda-benda
tembikar, peti mati, dan lain sebagainya oleh para ahli Arkeologi
cukup menjadi bukti akan hal ini. Pada umumnya ornamen pada
benda-benda prasejarah yang berupa tembikar masih berupa
motif-motif yang berbentuk sederhana dan biasanya geometris.
Gambar 3.Ornamen pada tembikar dengan cara ditoreh, dicukil, ditekan atau dicap dalam
keadaan masih basah merupakan temuan benda prasejarah. 11
Ada beberapa pola hias yang tersusun dari motif geometris
yang ditemukan, yaitu meander, tumpal, swastika, dan pilin. Pola