195402700 Pneumothorax
Post on 08-Feb-2016
77 Views
Preview:
DESCRIPTION
Transcript
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pernafasan merupakan hal yang penting bagi semua kehidupan
termasuk manusia. Pernafasan diartikan sebagai kemampuan individu untuk
menghirup udara dan juga mengeluarkannya kembali. Dengan pernafasan
yang baik maka dapat diartikan bahwa orang tersebut memiliki fungsi
pernafasan tubuh yang baik dan juga memiliki kesehatan yang baik.
Di dalam melakukan pernafasan manusia juga sering mempunyai
masalah kesehatan yang berhubungan dengan pernafasan, mulai dari
permasalahan yang sederhana seperti kesulitan bernafas karena suatu penyakit
sampai ke permasalahan yang berat seperti pneumothorax.
Pneumothorax itu sendiri merupakan keadaan terdapatnya udara atau
gas dalam cavum atau rongga pleura. Dengan adanya udara dalam rongga
pleura tersebut, maka akan menimbulkan penekanan terhadap paru-paru
sehingga paru-paru tidak dapat mengembang dengan maksimal sebagaimana
biasanya ketika bernapas.
Pneumothorax itu sendiri merupakan suatu penyakit yang berbahaya
dikarenakan langsung berhubungan dengan organ utama pernafasan yaitu
paru-paru. Selain itu pneumothorax juga merupakan faktor resiko akhir dari
beberapa penyakit seperti tuberkulosis dan Penyakit Paru Obstruksi Kronik
(PPOK).
1.2 Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini untuk memberi wawasan kepada
pembaca mengenai segala sesuatu tentang pneumothorax, membagi
pengetahuan kepada pembaca agar terjadi peningkatan pengetahuan pada diri
pembaca dan diharapkan juga terjadi peningkatan status kesehatan terhadap
masyarakat umum maupun penderita pneumothorax untuk mencegah dan
merawat pneumothorax.
2
1.3 Manfaat
Manfaat dari penulisan makalah ini adalah memberikan pemahaman
kepada penulis dan pembaca mengenai konsep pneumothorax, dan diharapkan
masyarakat dapat mengaplikasikannya dalam kehidupan nyata. Makalah ini
juga dapat dijadikan sumber informasi dalam memberikan asuhan
keperawatan pada klien dengan pneumothorax.
3
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Pneumothorax
Pneumothorakx adalah adanya udara dalam rongga pleura.
Pneumothorax dapat terjadi secara spontan atau karena trauma (British
Thoracic Society 2003). arrest.
Pneumothorax ialah didapatkannya udara didalam kavum pleura
(Hendra Arif, 2000)
Pneumothorax adalah suatu kondisi adanya udara dalam rongga pleura
akibat robeknya pleura (Price & Willson, 2003).
Pneumothorax terjadi ketika pleura parietal ataupun visceral tertembus
(robek) dan rongga pleura terpapar dengan tekanan udara positif (Smeltzer et
al,2008).
Pneumothorax adalah keadaan terdapatnya udara atau gas dalam cavum
atau rongga pleura. Dengan adanya udara dalam rongga pleura tersebut, maka
akan menimbulkan penekanan terhadap paru-paru sehingga paru-paru tidak
dapat mengembang dengan maksimal sebagaimana biasanya ketika bernapas.
Pada kondisi normal, rongga pleura tidak terisi udara sehingga paru-paru
dapat leluasa mengembang terhadap rongga dada. Tekanan di rongga pleura
pada orang sehat selalu negatif untuk dapat mempertahankan paru dalam
keadaan berkembang (inflasi). Tekanan pada rongga pleura pada akhir
inspirasi - 4 s/d 8 cm H2O dan pada akhir ekspirasi - 2 s/d 4 cm H2O.
Rongga pleura adalah rongga yang terletak diantara selaput yang
melapisi paru-paru dan rongga dada. Selaput yang melapisi paru-paru yang
di kenal sebagai pleura ini ada dua, yaitu pleura parietalis dan pleura viseral.
Pleura visceral meliputi paru-paru termasuk permukaannya dalam fisura
sementara pleura parietalis melekat pada dinding thorax (dada), mediastinum
dan diafragma. Kerusakan pada pleura parietal dan/atau pleura viseral dapat
menyebabkan udara luar masuk ke dalam rongga pleura, Sehingga paru akan
kolaps atau runtuh.
4
Udara dalam kavum atau rongga pleura yaitu rongga terbentuk diantara
lapisan pleura parietalis dan pleura visceral, hal ini dapat ditimbulkan oleh:
a. Robeknya pleura visceralis
Hal ini menyebabkan pada saat inspirasi udara yang berasal dari
alveolus akan memasuki kavum pleura. Pneumothorax jenis ini disebut
sebagai closed pneumothorax. Apabila kebocoran pleura visceralis
berfungsi sebagai katup, maka udara yang masuk saat inspirasi tak akan
dapat keluar dari kavum pleura pada saat ekspirasi. Akibatnya, udara
semakin lama semakin banyak sehingga mendorong mediastinum kearah
kontralateral dan menyebabkan terjadinya tension pneumothorax.
b. Robeknya dinding dada dan pleura parietalis
Hal ini menyebabkan terjadinya hubungan antara kavum pleura
dengan dunia luar. Apabila lubang yang terjadi lebih besar dari 2/3
diameter trakea, maka udara cenderung lebih melewati lubang tersebut
dibanding traktus respiratorius yang seharusnya. Pada saat inspirasi,
tekanan dalam rongga dada menurun sehingga udara dari luar masuk ke
kavum pleura lewat lubang tadi dan menyebabkan kolaps pada paru
ipsilateral. Saat ekspirasi, tekanan rongga dada meningkat, akibatnya udara
dari kavum pleura keluar melalui lubang tersebut. Kondisi ini disebut
sebagai open pneumothorax .
c. Pembentukan gas dalam rongga pleura oleh mikroorganisme pembentuk
gas misalnya pada penyakit empiema.
2.2 Etiologi Pneumothorax
Pneumothorax disebabkan karena robekan pleura atau terbukanya
dinding dada. Dapat berupa pneumothorax yang tertutup dan terbuka atau
menegang, kurang lebih 75% trauma tusuk pneumothorak disertai hemotorak.
Pneumothorax menyebabkan paru kollaps, baik sebagian maupun
keseluruhan yang menyebabkan tergesernya isi rongga dada ke sisi lain.
Gejala sesak nafas progressif sampai sianosis gejala syok. Pneumothorax
paling sering terjadi spontan tanpa ada riwayat trauma, dapat pula sebagai
akibat trauma toraks dan karena berbagai prosedur diagnostik maupun
terapeutik.
5
Pneumothorax juga dapat terjadi setelah cedera pada dinding dada
seperti tulang rusuk patah, cedera penetrasi (tembakan senjata atau menusuk),
invasi bedah dada, atau mungkin sengaja diinduksi untuk runtuh paru-paru,
atau akibat tindakan Cardio Pulmonary Resuscitation (CPR) yang terlalu
kuat, tindakan biopsi paru melalui dinding dada.
Pneumothorax juga dapat berkembang sebagai akibat dari penyakit paru
yang mendasari, termasuk fibrosis kistik, penyakit paru obstruktif kronik
(PPOK), kanker paru-paru ,asma ,dan infeksi paru-paru
seperti empisema, tuberkulosis, pneumonia, sarkoidosis dan batuk rejan.
Pneumothorax juga dapat terjadi akibat penggunaan ventilasi mekanis,
pada orang yang membutuhkan bantuan mekanik untuk bernapas. Tindakan
dari ventilator yang mendorong dan menarik udara masuk dan keluar dari
paru-paru dapat membuat ketidakseimbangan tekanan udara di dalam dada.
Paru-paru akan runtuh juga lengkap dengan jantung yang mungkin dapat
diperas ke titik yang tidak dapat bekerja dengan baik. Keadaan ini akan
menimbulkan pneumothorax yang parah dan merupakan keadaan darurat
medis dan dapat berakibat fatal.
Untuk jenis tertentu seperti pneumothorax spontan, disebabkan oleh
pecahnya kista atau kantung kecil (lepuh) pada permukaan paru-paru. Adanya
bula atau lepuh pada permukaan paru-paru ini tidak di ketahui penyebabnya
tetapi biasanya di hubungkan dengan orang yang kurus dan tinggi. Pecahnya
bula ini akan menyebabkan pneumothorax.
Selain penyebab diatas terdapat juga faktor predisposisi pada
pneumothorax. Faktor-faktor tersebut antara lain:
a. Jenis kelamin
Secara umum, pria jauh lebih mungkin untuk memiliki
pneumotoraks daripada wanita.
b. Merokok
Risiko meningkat dengan lamanya waktu dan jumlah rokok yang
dihisap, bahkan tanpa emfisema.
6
c. Umur
Jenis pneumothorax disebabkan oleh lecet udara pecah kista atau
bula (lepuh) kemungkinan besar terjadi pada orang antara 20 dan 40 tahun,
terutama jika orang tersebut adalah orang yang sangat tinggi dan kurus.
d. Genetika
Beberapa jenis pneumothorax tampaknya dalam keluarga.
e. Penyakit paru-paru
Memiliki penyakit paru yang mendasarinya - terutama emphysema,
fibrosis paru, sarkoidosis dan cystic fibrosis - membuat paru-paru lebih
mungkin runtuh atau kolaps.
f. Ventilasi mekanis
Orang-orang yang membutuhkan ventilasi mekanik untuk bernapas
secara efektif berada pada risiko tinggi pneumothorax
g. Riwayat pneumothorax
Siapapun yang telah mengalami pneumothorax akan beresiko
kembali mengalami pneumothorax dalam waktu satu sampai dua tahun
dari episode pertama. Ini dapat terjadi di paru-paru yang sama atau paru-
paru yang berlawanan.
h. Keadaan dan Aktivitas tertentu
Walaupun timbulnya bula atau lepuh pada permukaan paru-paru
tidak di ketahui dengan jelas penyebabnya dan juga pecahnya bula
tersebutpun tidak di ketahui penyebab pastinya, namun di duga adanya
perubahan tekanan udara akan memicu pecahnya bula, beberapa aktivitas
yang dianggap beresiko pecahnya bula adalah melakukan Scuba diving
(menyelam), Penerbangan, Mendaki gunung di dataran tinggi akan
memicu pecahnya bula atau lepuh.
2.3 WOC Pneumothorax
Secara umum WOC pneumothorax adalah sebagai berikut:
Alveoli disangga oleh kapiler yang lemah
Lemahnya dinding alveoli
Alveoli melebar
Tekanan di dalam alveoli meningkat
Udara menuju ke jaringan peribronkovaskuler
Udara mengoyak jaringan fibrotik peribronkovaskular
Robekan pleura yang tidak Robekan pleura yang
searah dengan jaringan hilus searah dengan jaringan hilus
Pneumothorax Pneumomediastinum
Udara mencari jalan ke jaringan
ikat yang longgar
Udara menyebar rata ke leher
dan dada
Emfisema subkutis
Keterangan:
Alveoli disangga oleh kapiler yang mempunyai dinding lemah dan
mudah robek, apabila alveoli tersebut melebar dan tekanan di dalam alveoli
meningkat maka udara dengan mudah menuju ke jaringan
peribronkovaskular. Gerakan nafas yang kuat, infeksi dan obstruksi
endobronkial merupakan beberapa faktor presipitasi yang memudahkan
terjadinya robekan. Selanjutnya udara yang terbebas dari alveoli dapat
mengoyak jaringan fibrotik peribronkovaskular. Robekan pleura ke arah yang
berlawanan dengan hilus akan menimbulkan pneumothorax sedangkan
robekan yang mengarah ke hilus dapat menimbulkan pneumomediastinum.
Dari mediastinum udara mencari jalan menuju ke atas ke jaringan ikat yang
longgar sehingga mudah ditembus oleh udara. Dari leher udara menyebar
merata ke bawah kulit leher dan dada yang akhirnya menimbulkan emfisema
subkutis. Emfisema subkutis dapat meluas ke arah perut hingga mencapai
skrotum.
Tekanan intrabronkial akan meningkat apabila ada tahanan pada saluran
pernafasan dan akan meningkat lebih besar lagi pada permulaan batuk, bersin
dan mengejan. Peningkatan tekanan intrabronkial akan mencapai puncak
sesaat sebelum batuk, bersin, mengejan, pada keadaan ini, glotis tertutup.
Apabila di bagian perifer bronki atau alveol ada bagian yang lemah, maka
kemungkinan terjadi robekan bronki atau alveol akan sangat mudah.
Selain patofisiologi umum diatas, terdapat juga patofisiologi pada jenis-
jenis pneumothorax tertentu, diantaranya:
Pneumothorax spontan
Terjadi karena lemahnya dinding alveolus dan pleura visceralis.
Apabila dinding alveolus dan pleura viceralis yang lemah ini pecah, maka
akan ada fistel yang menyebabkan udara masuk ke dalam cavum pleura.
Mekanismenya pada saat inspirasi rongga dada mengembang, disertai
pengembangan cavum pleura yang kemudian menyebabkan paru dipaksa
ikut mengembang, seperti balon yang dihisap. Pengembangan paru
menyebabkan tekanan intraalveolar menjadi negatif sehingga udara luar
masuk.
Pada pneumothorax spontan, paru-paru kolaps, udara inspirasi ini
bocor masuk ke cavum pleura sehingga tekanan intrapleura tidak negatif.
Pada saat inspirasi akan terjadi hiperekspansi cavum pleura akibatnya
menekan mediastinal ke sisi yang sehat. Pada saat ekspirasi mediastinal
kembali lagi ke posisi semula. Proses yang terjadi ini dikenal dengan
mediastinal flutter. Pneumothorax ini terjadi biasanya pada satu sisi,
sehingga respirasi paru sisi sebaliknya masih bisa menerima udara secara
maksimal dan bekerja dengan sempurna.
Closed pneumothorax
Berkumpulnya udara pada cavum pleura dengan tidak adanya
hubungan dengan lingkungan luar dikenal dengan closed pneumothorax.
Pada saat ekspirasi, udara juga tidak dipompakan balik secara maksimal
karena elastic recoil dari kerja alveoli tidak bekerja sempurna. Akibatnya
bilamana proses ini semakin berlanjut, hiperekspansi cavum pleura pada
saat inspirasi menekan mediastinal ke sisi yang sehat dan saat ekspirasi
udara terjebak pada paru dan cavum pleura karena luka yang bersifat katup
tertutup terjadilah penekanan vena cava, shunting udara ke paru yang
sehat, dan obstruksi jalan napas. Akibatnya dapat timbulah gejala pre-
shock atau shock oleh karena penekanan vena cava. Kejadian ini dikenal
dengan tension pneumothorax.
Open pneumothorax
Pada open pneumothorax terdapat hubungan antara cavum pleura
dengan lingkunga luar. Open pneumothorax dikarenakan trauma penetrasi.
Perlukaan dapat inkomplit (sebatas pleura parietalis) atau komplit (pleura
parietalis dan visceralis). Bilamana terjadi open pneumothorax inkomplit
pada saat inspirasi udara luar akan masuk kedalam cavum pleura.
Akibatnya paru tidak dapat mengembang karena tekanan intrapleura tidak
negatif. Efeknya akan terjadi hiperekspansi cavum pleura yang menekan
mediastinal ke sisi paru yang sehat.
Saat ekspirasi mediastinal bergeser ke mediastinal yang sehat
terjadilah mediastinal flutter. Apabila terjadi open pneumothorax komplit
maka saat inspirasi dapat terjadi hiperekspansi cavum pleura mendesak
mediastinal ke sisi paru yang sehat dan saat ekspirasi udara terjebak pada
cavum pleura dan paru karena luka yang bersifat katup tertutup.
Selanjutnya terjadilah penekanan vena cava, shunting udara ke paru yang
sehat, dan obstruksi jalan napas. Akibatnya dapat timbulah gejala pre-
shock atau shock oleh karena penekanan vena cava. Kejadian ini dikenal
dengan tension pneumothorax
2.4 Klasifikasi Pneumothorax
Pneumothorax lebih sering terjadi pada penderita dewasa yag berumur
sekitar 40 tahun. Laki-laki lebih sering dari pada wanita. Pneumothorax
sering dijumpai pada musim penyakit batuk. Terdapat beberapa jenis
pneumothorax yaitu:
Berdasarkan penyebabnya:
1. Pneumothorax spontan
Pneumothorax spontan yaitu setiap pneumothorax yang terjadi
secara tiba-tiba dan terjadi tanpa penyebab yang jelas. Pneumothorax
tipe ini dapat diklasifikasikan lagi kedalam dua jenis, yaitu:
a. Pneumothorax spontan primer
Pneumothorax spontan primer yaitu pneumothorax yang terjadi
secara tiba-tiba tanpa diketahui sebabnya atau tanpa penyakit dasar
yang jelas pneumothorax ini juga terjadi pada penderita yang tidak
ditemukan penyakit paru-paru. Pneumothorax ini diduga disebabkan
oleh pecahnya kantung kecil berisi udara di dalam paru-paru yang
disebut bleb atau bulla.
Penyakit ini paling sering menyerang pria berpostur tinggi-
kurus, usia 20-40 tahun, lebih sering pada laki-laki muda sehat
dibandingkan wanita. Pneumothorax tipe ini terjadi akibat ruptur
bulla kecil (12 cm) subpleural, terutama di bagian puncak paru.
Faktor predisposisinya adalah merokok sigaret dan riwayat keluarga
dengan penyakit yang sama.
b. Pneumothorax spontan sekunder
Pnemothorax spontan sekunder yaitu pneumothorax yang
terjadi dengan didasari oleh riwayat penyakit paru yang telah
dimiliki sebelumnya. Pneumothorax spontan sekunder merupakan
komplikasi dari penyakit paru-paru misalnya penyakit paru
obstruktif menahun, asma, fibrosis kistik, tuberculosis, batuk rejan,
penyakit ini juga paling sering terjadi pada pasien bronkitis dan
emfisema yang mengalami ruptur emfisema subpleura atau bulla.
Penyakit dasar lain yang dapat menyebabkan pneumothorax
ialah pneumonia, abses paru atau Ca paru, penyakit paru obstruksi
kronis (PPOK), dan infeksi paru.
2. Pneumothorax traumatik
Pneumothorax traumatik ialah pneumothorax yang terjadi akibat
adanya suatu trauma, akibat cedera traumatik pada dada, baik trauma
penetrasi maupun bukan, traumanya bisa bersifat menembus (luka
tusuk, peluru) atau tumpul (benturan pada kecelakaan kendaraan
bermotor) yang menyebabkan robeknya pleura, dinding dada maupun
paru. Pneumothorax traumatik ini juga bisa merupakan komplikasi dari
tindakan medis tertentu (misalnya torakosentesis)
Pneumothorax tipe ini juga dapat diklasifikasikan lagi ke dalam dua
jenis, yaitu :
a. Pneumothorax traumatik non-iatrogenik, yaitu pneumothorax yang
terjadi karena jejas kecelakaan, misalnya jejas pada dinding dada,
barotrauma.
b. Pneumothorax traumatik iatrogenik, yaitu pneumothorax yang terjadi
akibat komplikasi dari tindakan medis. Pneumothorax jenis ini pun
masih dibedakan menjadi dua, yaitu :
a) Pneumothorax traumatik iatrogenik aksidental
Ialah suatu pneumothorax yang terjadi akibat tindakan medis
karena kesalahan atau komplikasi dari tindakan tersebut, misalnya
pada parasentesis dada, biopsipleura.
b) Pneumothorax traumatik iatrogenik artifisial (deliberate) adalah
suatu pneumothorax yang sengaja dilakukan dengan cara
mengisikan udara ke dalam rongga pleura. Biasanya tindakan ini
dilakukan untuk tujuan pengobatan, misalnya pada pengobatan
tuberkulosis sebelum era antibiotik, maupun untuk menilai
permukaan paru.
3. Pneumothorax karena tekanan
Terjadi jika paru-paru mendapatkan tekanan berlebihan sehingga
paru-paru mengalami kolaps. Tekanan yang berlebihan juga bisa
menghalangi pemompaan darah oleh jantung secara efektif sehingga
terjadi syok.
Berdasarkan jenis fistulanya:
1. Pneumothorax tertutup (Simple Pneumothorax)
Pneumothorax tertutup terjadi bila tidak ada pergerakan udara
pada pernafasan. Pada tipe ini, pleura dalam keadaan tertutup (tidak ada
jejas terbuka pada dinding dada), sehingga tidak ada hubungan dengan
dunia luar.
Tekanan di dalam rongga pleura awalnya mungkin positif, namun
lambat laun berubah menjadi negatif karena diserap oleh jaringan paru
disekitarnya. Pada kondisi tersebut paru belum mengalami reekspansi,
sehingga masih ada rongga pleura, meskipun tekanan di dalamnya
sudah kembali negatif. Pada waktu terjadi gerakan pernapasan, tekanan
udara di rongga pleura tetap negatif.
2. Pneumothorax terbuka (Open Pneumothorax)
Pneumothorax terbuka yaitu pneumothorax dimana terdapat
hubungan antara rongga pleura dengan bronkus yang merupakan bagian
dari dunia luar (terdapat luka terbuka pada dada).
Pneumothorax terbuka, bila udara dapat keluar masuk ke dalam
rongga pleura pada pernapasan (respirasi).
Dalam keadaan ini tekanan intrapleura sama dengan tekanan
udara luar. Pada pneumothorax terbuka tekanan intrapleura sekitar nol.
Perubahan tekanan ini sesuai dengan perubahan tekanan yang
disebabkan oleh gerakan pernapasan.
Pada saat inspirasi tekanan menjadi negatif dan pada waktu
ekspirasi tekanan menjadi positif. Selain itu, pada saat inspirasi
mediastinum dalam keadaan normal, tetapi pada saat ekspirasi
mediastinum bergeser ke arah sisi dinding dada yang terluka (sucking
wound)
3. Pneumothorax Ventil (Tension Pneumothorax)
Pneumothorax dalah pneumothorax dengan tekanan intrapleura
yang positif dan makin lama makin bertambah besar karena ada fistel di
pleura viseralis yang bersifat ventil. Pneumothorax ventil atau valvular
terjadi bila udara hanya dapat masuk ke rongga pleura pada inspirasi
dan tidak dapat keluar pada ekspirasi.
Pada waktu inspirasi udara masuk melalui trakea, bronkus serta
percabangannya dan selanjutnya terus menuju pleura melalui fistel yang
terbuka. Waktu ekspirasi udara di dalam rongga pleura tidak dapat
keluar .Akibatnya tekanan di dalam rongga pleura makin lama makin
tinggi dan melebihi tekanan atmosfer. Udara yang terkumpul dalam
rongga pleura ini dapat menekan paru sehingga sering menimbulkan
gagal napas
Pada pneumothorax ventil ini udara yang terperangkap dalam
rongga pleura bertambah dengan cepat yang menyebabkan rongga
pleura tersebut makin membesar, sehingga mendesak mediastinum dan
struktur-struktur dada serta pembuluh-pembuluh darah di situ yang
mengembalikan darah ke jantung sehingga akibatnya terjadi gangguan
sirkulasi dimana terjadi penghambatan pengembalian darah vena ke
jantung (venous return). Hal ini akan dapat menjadi fatal jika tidak
segera dirawat.
Penyebab tersering dari tension pneumothorax adalah komplikasi
penggunaan ventilasi mekanik (ventilator) dengan ventilasi tekanan
positif pada penderita dengan kerusakan pada pleura viseral. Tension
pneumothorax dapat timbul sebagai komplikasi dari pneumothorax
sederhana akibat trauma toraks tembus atau tajam dengan perlukaan
parenkim paru tanpa robekan atau setelah salah arah pada pemasangan
kateter subklavia atau vena jugularis internal..
Kadangkala defek atau perlukaan pada dinding dada juga dapat
menyebabkan pneumothorax ventil, jika salah cara menutup defek atau
luka tersebut dengan pembalut (occhusive dressings) yang kemudian
akan menimbulkan mekanisme flap-valve. Pneumothorax ventil juga
dapat terjadi pada fraktur tulang belakang toraks yang mengalami
pergeseran (displaced thoracic spine fractures).
Pneumothorax ventil juga ditandai dengan gejala nyeri dada,
sesak, distress pernafasan, takikardi, hipotensi, deviasi trakes, hilangnya
suara nafas pada satu sisi dan distensi vena leher. Sianosis merupakan
manifestasi lanjut. Karena ada kesamaan gejala antara pneumothorax
ventil dan tamponade jantung maka sering membingungkan pada
awalnya tetapi perkusi yang hipersonor dan hilangnya suara nafas pada
hemitoraks yang terkena pada tension pneumothorax dapat
membedakan keduanya
Berdasarkan luasnya paru yang mengalami kolaps
1. Pneumothorax parsialis, yaitu pneumothorax yang menekan pada
sebagian kecil paru (kurang dari 50% volume paru).
2. Pneumothorax totalis, yaitu pneumothorax yang mengenai sebagian
besar paru (lebih dari 50% volume paru)
2.5 Manifestasi Klinis Pneumothorax
Gejala pneumothorax sangat bervariasi, tergantung kepada jumlah
udara yang masuk ke dalam rongga pleura dan luasnya paru-paru yang
mengalami kolaps (mengempis). Gejalanya bisa berupa:
Nyeri dada tajam yang timbul secara tiba-tiba, dan semakin nyeri jika
penderita menarik nafas dalam atau terbatuk
Sesak nafas
Dada terasa sempit
Mudah lelah
Denyut jantung yang cepat
Warna kulit menjadi kebiruan akibat kekurangan oksigen.
Gejala-gejala tersebut mungkin timbul pada saat istirahat atau tidur.
Gejala lainnya yang mungkin ditemukan:
Hidung tampak kemerahan
Cemas, stres, tegang
Tekanan darah rendah (hipotensi)
2.6 Penatalaksanaan Pneumothorax
Penatalaksanaan pneumothorax tergantung dari jenis pneumothorax.
Dasar pengobatan pneumothorax tergantung pada berat dan lamanya keluhan
atau gejala, adanya riwayat pneumothorax sebelumnya, jenis pekerjaan
penderita. Sasaran pengobatan adalah secepatnya mengembangkan paru yang
sakit sehingga keluhan- keluhan juga berkurang dan mencegah pneumothorax
kambuh kembali. Pneumothorax mula-mula diatasi dengan pengamatan
konservatif bila kolaps paru-paru 20% atau kurang. Udara sedikit demi sedikit
diabsorbsi melalui permukaan pleura yang bertindak sebagai membran basah,
yang memungkinkan difusi oksigen dan karbondioksida. Pemilihan
penatalaksanaan tergantung pada :
Tipe pneumothorax yang diderita
Luas pneumothorax
Gejala klinis, terjadinya kebocoran udara yang menetap (persistent air
leak)
Faktor risiko lain: jenis kelamin, pekerjaan, kebiasaan merokok, dll
Penatalaksanaan (terapi) yang dapat dilakukan ialah
1. Tindakan medis
Tindakan yang dilakukan disini berupa tindakan observasi, yaitu
dengan mengukur tekanan intra pleura menghisap udara dan
mengembangkan paru. Tindakan ini terutama ditunjukan pada
pneumothorax tertutup atau terbuka, sedangkan untuk pneumothorax ventil
tindakan utama yang harus dilakukan dekompresi tehadap tekanan intra
pleura yang tinggi yaitu dengan cara membuat hubungan udara ke luar.
Observasi ini merupakan prosedur non-invasif. Bila hubungan antara
alveoli dan rongga pleura dihilangkan, maka udara di dalam rongga pleura
akan diabsorbsi secara betahap. Kecepatan absorpsi antara berkisar 1,25 %
dari volume hemitoraks setiap 24 jam. ACCP (American College of Chest
Physicians) membagi klinis penderita atas penderita dalam kondisi stabil,
jika :
Laju napas < 24 x/menit
Denyut jantung 60-120 x/menit
Tekanan darah normal
Saturasi oksigen > 90 % (tanpa asupan oksigen)
Setelah observasi penderita dapat dipulangkan dan datang kembali
ke rumah sakit bila terdapat gejala klinik yang memberat. Observasi tidak
dilakukan pada penderita dengan pekerjaan atau kondisi yang mengandung
resiko tinggi terjadinya rekurensi. Tindakan fisioterapi dengan pemberian
penyinaran gelombang pendek pada pneumothorax spontan kurang dari 30
%, secara bemakna meningkatkan absorbsi udara dibandingkan dengan
hanya observasi saja.
2. Tindakan dekompresi
Tindakan dekompresi ini dilakukan dengan cara membuat
hubungan rongga pleura dengan dunia luar dengan cara :
a. Menusukan jarum melalui dinding dada terus masuk ke rongga pleura
dengan demikian tekanan udara yang positif di rongga pleura akan
berubah menjadi negatif kerena udara yang positif di rongga pleura
akan berubah menjadi negatif karena udara yang keluar melalui jarum
tersebut.
b. Membuat hubungan dengan udara luar melalui kontra venil. Cara yang
dapat dilakukan antara lain:
a) Dapat memakai infus set
b) Jarum abbocath
c) Pipa WSD (Water Sealed Drainage)
Pipa khusus (thoraks kateter) steril, dimasukkan ke rongga
pleura dengan perantara thorak atau dengan bantuan klem penjepit
(pean). Pemasukan pipa plastik (thoraks kateter) dapat juga
dilakukan melalui celah yang telah dibuat dengan insisi kulit dari
sela iga ke 4 pada baris aksila tengah atau pada garis aksila belakang.
Selain itu dapat pula melalui sela iga ke 2 dari garis klavikula
tengah. Selanjutnya ujung sela plastik di dada dan pipa kaca WSD
dihubungkan melalui pipa plastik lainnya, posisi ujung pipa kaca
yang berada dibotol sebaiknya berada 2 cm di bawah permukaan air
supaya gelembung udara dapat dengan mudah keluar melalui
tekanan tersebut.
d) Penghisapan terus – menerus ( continous suction )
Penghisapan dilakukan terus-menerus apabila tekanan intra
pleura tetap positif, penghisapan ini dilakukan dengan memberi
tekanan negatif sebesar 10 – 20 cm H2O dengan tujuan agar paru
cepat mengembang dan segera terjadi perlekatan antara pleura
viseralis dan pleura parentalis. Apabila paru telah mengembang
maksimal dan tekanan intrapleura sudah negatif lagi, drain-drain
dapat dicabut, sebelum dicabut drain ditutup dengan cara dijepit atau
ditekuk selama 24 jam. Apabila paru tetap mengembang penuh,
maka drain dicabut.
3. Tindakan bedah
a. Dengan pembukaan dinding thoraks melalui operasi, dan dicari lubang
yang menyebabkan pneumothorax dan dijahit.
b. Pada pembedahan, apabila dijumpai adanya penebalan pleura yang
menyebabkan paru tidak dapat mengembang, maka dilakukan
pengelupasan atau dekortisasi.
c. Dilakukan reseksi bila ada bagian paru yang mengalami robekan atau
ada fistel dari paru yang rusak, sehingga paru tersebut tidak berfungsi
dan tidak dapat dipertahankan kembali.
d. Pilihan terakhir dilakukan pleurodesis dan perlekatan antara kedua
pleura ditempat fistel.Pleurodesis Dilakukan terutama untuk mencegah
rekurensi terutama penderita dengan risiko tinggi untuk terjadinya
rekurensi.
ialah:
Tindakan bedah yang dapat dilakukan untuk menangani pneumothorax
a. Torakoskopi
Tindakan torakoskopi untuk masih menjadi perdebatan, karena
pada dasarnya sekitar 64 % dari tindakan torakoskopi tidak terjadi
rekurensi pada pemasangan. Tindakan yang dilakukan adalah reseksi
bula dan pleurodesis. Torakoskopi harus dilakukan bila paru tidak
mengembang setelah 48-72 jam.
b. Torakotomi
Merupakan tindakan akhir apabila tindakan yang lain gagal.
Tindakan ini memiliki angka rekurensi terendah yaitu kurang dari 1 %
bila dilakukan pleurektomi dan 2-5 % bila dilakukan pleurodesis
dengan abrasi mekanik.
2.7 Pencegahan Pneumothorax
Pencegahan pneumothorax dapat dilakukan dengan cara:
a. Pada penderita PPOM, berikanlah pengobatan dengan sebaik-baiknya,
terutama bila penderita batuk, pemberian bronkodilator anti tusif ringan
sering-seringlah dilakukan dan penderita dianjurkan kalau batuk jangan
keras-keras. Juga penderita tidak boleh mengangkat benda-benda berat
atau mengejan terlalu kuat.
b. Penderita TB paru, harus diobati dengan baik sampai tuntas. Lebih baik
lagi bila penderita TB masih dalam tahap lesi minimal, sehingga
penyembuhan dapat sempurna tanpa meninggalkan cacat yang berarti.
Selain pencegahan diatas dapat juga dilakukan pencegahan dengan cara
rehabilitasi yang dilakukan dengan cara:
a. Penderita yang telah sembuh dari pneumothoraks harus dilakukan
pengobatan secara baik untuk penyakit dasar
b. Untuk sementara waktu ( dalam beberapa minggu ), penderita dilarang
mengejan, mengangkat barang berat, batuk atau bersin yang terlalu keras.
c. Kontrol penderita pada waktu tertentu, terutama kalau ada keluhan batuk
atau sesak nafas.
2.8 Pengobatan Pneumothorax
Tujuan pengobatan adalah mengeluarkan udara dari rongga pleura,
sehingga paru-paru bisa kembali mengembang. Pada pneumothorax yang
kecil biasanya tidak perlu dilakukan pengobatan, karena tidak menyebabkan
masalah pernafasan yang serius dan dalam beberapa hari udara akan diserap.
Penyerapan total dari pneumothorax yang besar memerlukan waktu
sekitar 2-4 minggu. Jika pneumothoraxnya sangat besar sehingga menggangu
pernafasan, maka dilakukan pemasangan sebuah selang kecil pada sela iga
yang memungkinkan pengeluaran udara dari rongga pleura. Selang dipasang
selama beberapa hari agar paru-paru bisa kembali mengembang. Untuk
menjamin perawatan selang tersebut, sebaiknya penderita dirawat di rumah
sakit.
Pengobatan tambahan yang dapat kita lakukan antara lain:
1. Apabila terdapat proses lain diparu, maka pengobatan tambahan ditujukan
terhadap penyebabnya, yang difokuskan pada:
Apabila terjadinya proses tuberkolosis paru, diberi obat anti
tuberkolosis
Untuk mencegah obstipasi dan memperlancar defekasi, penderita diberi
pengobatan ringan dengan tujuan supaya saat defekasi, penderita tidak
dapat perlu mengejan terlalu keras.
2. Istirahat total
Penderita dilarang melakukan kerja keras (mengangkat barang
berat), batuk, bersin terlalu keras, mengejan.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
PNEUMOTHORAX
3.1 Pengkajian
Secara umum pengkajian dimulai dengan mengumpulkan data tentang:
1) Identitas pasien
Identitas yang kita kaji disini ialah identitas pasien dan identitas
penanggung jawab. Identitas pasien berisi tentang nama, umur, jenis
kelamin, alamat, agama, pendidikan, pekerjaan, status, suku bangsa,
nomor rekam medis, tanggal masuk rumah sakit, tanggal pengkajian,
diagnosa medis. Umur pasien dapat menunjukkan tahap perkembangan
pasien baik secara fisik maupun psikologis. Jenis kelamin dan pekerjaan
perlu dikaji untuk mengetahui hubungan dan pengaruhnya terhadap
terjadinya masalah atau penyakit, dan tingkat pendidikan dapat
berpengaruh terhadap pengetahuan klien tentang masalah atau
penyakitnya. Selain identitas pasien hal yang perlu dikaji ialah identitas
penanggung jawab pasien. Identitas penanggung jawab setidaknya berisi
tentang nama, umur, jenis kelamin, alamat, pekerjaan, dan hubungan
dengan pasien. Identitas penanggung jawab perlu untuk dikaji untuk
mendapatkan kemudahan baik terhadap perawat maupun pasien.
Dengan mengkaji identitas penanggung jawab maka perawat dapat
dengan mudah memberitahukan segala informasi yang berhubungan
dengan pasien, sementara manfaat bagi pasien ialah pasien dapat
mengetahui dengan pasti siapa yang bertanggung jawab terhadap dirinya
dan dapat bertanya segala sesuatu yang berhubungan dengan
perawatannya kepada si pasien.
2) Riwayat Kesehatan
a. Keluhan utama
Keluhan utama yang biasa dirasakan pasien ialah nyeri
pleuritik hebat, nyeri pada dada kiri luar dan nyeri tersebut terasa
seperti cekit-cekit pada lokasi tersebut dan nyeri tersebut dirasakan
bertambah bila pasien bergerak. Nyeri yang dirasakan pasien disini
bersifat kronis. Keluhan lain yang dirasakan pasien ialah dispnea
(apabila pneumothorax tersebut sudah luas). Waktu sesak dan nyeri
yang dirasakan ialah kadang-kadang atau sesaat. Pasien juga
mengeluh batuk, keluhan batuk yang dirasakan pasien disini ialah
masih terjadinya batuk kering. Klien juga merasa sesak. Keluhan
yang berhubungan dengan gangguan aktivitas klien ialah klien
mengeluh terjadinya gangguan kebutuhan istirahat dan tidur
dikarenakan penyakit yang diderita.
b. Riwayat penyakit sekarang
Adanya nyeri dada yang disertai sesak nafas mendadak dan
makin lama makin berat. Nyeri dada unilateral meningkat karena
pernapasan timbul gejala batuk, nyeri menjalar ke paru atau lengan
pada bagia yang sakit, oksprea dengan aktifitas ataupun istirahat
sampai pada kesulitan bernafas, takikardi, gelisah. sesak nafas yang
dirasakan semakin lama semakin berat. Sesak nafas dirasakan tiba-
tiba. Adanya sesak di daerah dada sebelah kiri.
c. Riwayat penyakit dahulu
Klien yang mempunyai riwayat TBC paru, Bronkitis kronis,
emfisema, Asma Bronkiale, kanker paru lebih beresiko terkena
pneumothorax. Kaji pula apakah klien memiliki penyakit lain yang
berhubungan dengan saluran pernafasan dan dapat mengakibatkan
pneumothorax. Kaji pula apakah pasien memiliki riwayat
pengobatan ataupun pembedahan yang berhubungan dengan
pneumothorax.
3) Riwayat Psikososial
a. Konsep Diri
Hal yang perlu dikaji ialah identitas pasien yang terdiri dari
status pasien dalam keluarga, apakah ia puas dan dapat menerima
status dan posisinya di dalam keluarga dan apakah pasien puas
terhadap jenis kelaminnya. Kaji apakah pasien senang terhadap
peran yang ia miliki di dalam keluarga dan masyarakat.
Kaji harapan pasien mengenai penyakit yang dideritanya,
apakah dia berharap cepat sembuh dan dapat kembali menjalani
peran dan fungsi yang ia miliki atau sebaliknya. Kaji sosial dan
interaksi pasien, apakh pasien mendapatkan dukungan dari keluarga
dan lingkungan sosialnya.
b. Spiritual
Kaji tentang pandangan pasien terhadap pemilik kehidupan ini
dan kepada siapa ia menggantungkan harapannya, serta kaji pula
kegiatan keagamaan apa yang bermakna, nerarti, dan diharapkan saat
ini.
4) Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan pasien disini meliputi inspeksi, palpasi, perkusi, dan
auskultasi. Pemeriksaan yang dilakukan berupa:
a. Pada Inspeksi: akan terlihat terjadinya pencembungan pada sisi
yang sakit (hiper ekspansi dinding dada)pada waktu respirasi,
bagian yang sakit gerakannya tertinggal, trakea dan jantung
terdorong ke sisi yang sehat , deviasi trakhea, ruang interkostal
melebar.
b. Pada Palpasi: Pada sisi yang sakit ruang antar iga dapat normal
atau melebar, iktus jantung terdorong ke sisi toraks yang sehat,
fremitus suara melemah atau menghilang pada sisi yang sakit.
Jika ada Tension pneumothorax maka akan teraba adanya
detensi dari vena jugularis di sekitar leher.
c. Perkusi: Suara ketok pada sisi sakit, hipersonor sampai timpani
dan tidak menggetar, batas jantung terdorong ke arah toraks
yang sehat apabila tekanan intrapleura tinggi, pada tingkat yang
berat terdapat gangguan respirasi/sianosis dan gangguan
vaskuler/syok.
d. Auskultasi : Pada bagian yang sakit suara napas melemah
sampai menghilang, suara vokal melemah dan tidak menggetar
serta bronkofoni negative
Selain pemeriksaan diatas kita juga melakukan pemeriksaan
persistem yaitu sebagai berikut:
a. Sistem Pernafasan
Sesak napas
Nyeri
Batuk-batuk
Terdapat retraksi klavikula/dada
Pengambangan paru tidak simetris
Fremitus menurun dibandingkan dengan sisi yang lain
Pada asukultasi suara nafas menurun, bising napas yang
berkurang/menghilang
Pekak dengan batas seperti garis miring/tidak jelas
Dispnea dengan aktivitas ataupun istirahat
Dispnea dengan aktivitas ataupun istirahat
b. Sistem Kardiovaskuler
Nyeri dada meningkat karena pernapasan dan batuk
Takikardi, lemah
Pucat, Hb turun /normal.
Hipotensi
c. Sistem Persarafan
Tidak ada kelainan
d. Sistem Perkemihan
Tidak ada kelainan
e. Sistem Pencernaan
Tidak ada kelainan
f. Sistem Muskuloskeletal dan Integumen
Kemampuan sendi terbatas
Ada luka bekas tusukan benda tajam
Terdapat kelemahan
Kulit pucat, sianosis, berkeringat, atau adanya kripitasi sub
kutan
g. Sistem Endokrin
Terjadi peningkatan metabolisme
Kelemahan
5) Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik yang dilakukan terdiri dari:
a. Foto Rontgen
Gambaran radiologis yang tampak pada fotoröntgen kasus
pneumothorax antara lain:
Bagian pneumothorax akan tampak lusen, rata dan paru
yang kolaps akan tampak garis yang merupakan tepi paru.
Kadang-kadang paru yang kolaps tidak membentuk garis,
akan tetapi berbentuk lobuler sesuai dengan lobus paru.
Paru yang mengalami kolaps hanya tampak seperti
massaradio opaque yang berada di daerah hilus. Keadaan
ini menunjukkan kolaps paru yang luas sekali. Besar kolaps
paru tidak selalu berkaitan dengan berat ringan sesak napas
yang dikeluhkan.
Jantung dan trakea mungkin terdorong ke sisi yang sehat,
spatium intercostae melebar, diafragma mendatar dan
tertekan ke bawah. Apabila ada pendorongan jantung atau
trakea ke arah paru yang sehat, kemungkinan besar telah
terjadi pneumothorax ventil dengan tekanan intra pleura
yangtinggi.
b. Analisa Gas Darah
Analisis gas darah arteri dapat memberikan gambaran
hipoksemi meskipun pada kebanyakan pasien sering tidak
diperlukan. Pada pasien dengan gagal napas yang berat secara
signifikan meningkatkan mortalitas sebesar 10%.
c. CT-Scan Toraks
CT-scan toraks lebih spesifik untuk membedakan antara
emfisema bullosa dengan pneumothorax, batas antara udara
dengan cairan intra dan ekstrapulmoner dan untuk membedakan
antara pneumothorax spontan primer dan sekunder.
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa yang dapat muncul pada pasien dengan pneumothorax adalah:
1. Ketidakefektifan pola pernapasan berhubungan dengan ekspansi paru
yang tidak maksimal karena trauma
2. Inefektif bersihan jalan napas berhubungan dengan peningkatan sekresi
sekret dan penurunan batuk sekunder akibat nyeri dan keletihan
3. Perubahan kenyamanan berhubungan dengan nyeri akut trauma
jaringan dan reflek spasme otot sekunder
4. Kurang pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan paparan, tidak
mengenal penyakit dengan sumber informasi
3. Intervensi
Intervensi keperawatan pada diagnosa keperawatan 1
“Ketidakefektifan pola pernapasan berhubungan dengan ekspansi paru
yang tidak maksimal karena trauma”
Tujuan: Pola pernapasan efektif
Kriteria Hasil Intervensi Rasional
1. Memperlihatkan
frekuensi nafas
yang efektif
2. Mengalami
perbaikan
pertukaran gas
pada paru-paru
3. Adaptif mengatasi
faktor-faktor
penyebab
1. Berikan posisi yang
nyaman, biasanya dengan
peninggian kepala tempat
tidur. Balik ke sisi yang
sakit. Dorong klien untuk
duduk sebanyak mungkin.
1. Meningkatkan inspirasi
maksimal, meningkatkan
ekpansi paru dan ventilasi
pada sisi yang tidak sakit.
2. Observasi fungsi
pernapasan, catat
frekuensi pernapasan,
dispnea atau perubahan
tanda-tanda vital
2. Distress pernapasan dan
perubahan pada tanda vital
dapat terjadi sebgai akibat
stress fifiologi dan nyeri
atau dapat menunjukkan
terjadinya syock
sehubungan dengan
hipoksia
3. Jelaskan pada klien bahwa
tindakan tersebut
dilakukan untuk menjamin
keamanan
3. Pengetahuan apa yang
diharapkan dapat
mengurangi ansietas dan
mengembangkan kepatuhan
klien terhadap rencana
teraupetik
4. Jelaskan pada klien
tentang etiologi/faktor
pencetus adanya sesak
atau kolaps paru-paru
4. Pengetahuan apa yang
diharapkan dapat
mengembangkan kepatuhan
klien terhadap rencana
teraupetik
5. Pertahankan perilaku
tenang, bantu pasien untuk
kontrol diri dengan
menggunakan pernapasan
lebih lambat dan dalam
5. Membantu klien mengalami
efek fisiologi hipoksia,
yang dapat
dimanifestasikan sebagai
ketakutan/ansietas
6. Perhatikan alat bullow
drainase berfungsi baik,
cek setiap 1 - 2 jam
6. Untuk mengontrol keadaan
pasien
7. Kolaborasi dengan tim
kesehatan lainnya. Dengan
dokter, radiologi dan
fisioterapi dalam
pemberian antibiotika,
analgetika, fisioterapi
dada, konsul foto toraks
7. Kolaborasi dengan tim
kesehatan lain unutk
engevaluasi perbaikan
kondisi klien atas
pengembangan parunya
Intervensi keperawatan pada diagnosa keperawatan 2
“Inefektif bersihan jalan napas berhubungan dengan peningkatan sekresi
sekret dan penurunan batuk sekunder akibat nyeri dan keletihan”
Tujuan: Jalan nafas lancar/normal
Kriteria Hasil Intervensi Rasional
1. Klien
menunjukkan
batuk yang efektif
2. Tidak ada lagi
penumpukan sekret
di saluran
pernafasan
3. Klien nyaman
1. Jelaskan klien tentang
kegunaan batuk yang
efektif dan mengapa
terdapat penumpukan
sekret di saluran
pernapasan
1. Pengetahuan yang
diharapkan akan membantu
mengembangkan kepatuhan
klien terhadap rencana
teraupetik.
2. Ajarkan klien tentang
metode yang tepat
pengontrolan batuk
2. Batuk yang tidak terkontrol
adalah melelahkan dan
tidak efektif, menyebabkan
frustasi
3. Nafas dalam dan perlahan
saat duduk setegak
mungkin
3. Memungkinkan ekspansi
paru lebih luas
4. Lakukan pernapasan
diafragma
4. Pernapasan diafragma
menurunkan frekuensi nafas
dan meningkatkan ventilasi
alveolar
5. Tahan nafas selama 3 - 5
detik kemudian secara
perlahan-lahan, keluarkan
sebanyak mungkin
melalui mulut.
5. Meningkatkan volume
udara dalam paru
mempermudah pengeluaran
sekresi sekret.
6. Lakukan nafas ke dua,
tahan dan batukkan dari
dada dengan melakukan 2
batuk pendek dan kuat.
6. Pengkajian ini membantu
mengevaluasi keefektifan
upaya batuk klien.
7. Auskultasi paru sebelum
dan sesudah klien batuk.
7. Sekresi kental sulit untuk
diencerkan dan dapat
menyebabkan sumbatan
mukus, yang mengarah
pada atelektasis
27
8. Ajarkan klien tindakan
untuk menurunkan
viskositas sekresi :
mempertahankan hidrasi
yang adekuat;
meningkatkan masukan
cairan 1000 sampai 1500
cc/hari bila tidak
kontraindikasi.
8. Untuk menghindari
pengentalan dari sekret atau
mosa pada saluran nafas
bagian atas.
9. Dorong atau berikan
perawatan mulut yang
baik setelah batuk.
9. Hiegene mulut yang baik
meningkatkan rasa
kesejahteraan dan
mencegah bau mulut
10. Kolaborasi dengan tim
kesehatan lain. Dengan
dokter, radiologi dan
fisioterapi dalam
pemberian expectoran,
pemberian antibiotika,
fisioterapi dada, konsul
foto toraks
10. Expextorant untuk
memudahkan mengeluarkan
lendir dan menevaluasi
perbaikan kondisi klien atas
pengembangan parunya.
Intervensi keperawatan pada diagnosa keperawatan 3
“Perubahan kenyamanan berhubungan dengan nyeri akut trauma jaringan
dan reflek spasme otot sekunder”
Tujuan: Nyeri berkurang/hilang
Kriteria Hasil Intervensi Rasional
1. Nyeri berkurang/
dapat diadaptasi
Pasien tidak
gelisah
1. Jelaskan dan bantu klien
dengan tindakan pereda
nyeri nonfarmakologi dan
non invasif.
1. Pendekatan denganmenggunakan relaksasi dan nonfarmakologi lainnya telah menunjukkan keefektifan dalam mengurangi nyeri.
28
2. Dapat
mengindentifikasi
aktivitas yang
meningkatkan/men
urunkan nyeri
3. Pasien tidak
gelisah
2. Ajarkan Relaksasi:
Tehnik-tehnik untuk
menurunkan ketegangan
otot rangka, yang dapat
menurunkan intensitas
nyeri dan juga tingkatkan
relaksasi masase.
2. Akan melancarkan
peredaran darah, sehingga
kebutuhan O2 oleh jaringan
akan terpenuhi, sehingga
akan mengurangi nyerinya.
3. Ajarkan metode distraksi
selama nyeri akut
3. Mengalihkan perhatian
nyerinya ke hal-hal yang
menyenangkan
4. Berikan kesempatan
waktu istirahat bila terasa
nyeri dan berikan posisi
yang nyaman; misal waktu
tidur, belakangnya
dipasang bantal kecil
4. Istirahat akan merelaksasi
semua jaringan sehingga
akan meningkatkan
kenyamanan
5. Tingkatkan pengetahuan
tentang: sebab-sebab
nyeri, dan
menghubungkan berapa
lama nyeri akan
berlangsung
5. Pengetahuan yang akan
dirasakan membantu
mengurangi nyerinya. Dan
dapat membantu
mengembangkan kepatuhan
klien terhadap rencana
teraupetik.
6. Kolaborasi denmgan
dokter, pemberian
analgetik
6. Analgetik memblok lintasan
nyeri, sehingga nyeri akan
berkurang.
7. Observasi tingkat nyeri,
dan respon motorik klien,
30 menit setelah
pemberian obat analgetik
untuk mengkaji
efektivitasnya.
Pengkajian yang optimal akan
memberikan perawat data
yang obyektif untuk
mencegah kemungkinan
komplikasi dan melakukan
intervensi yang tepat..
29
30
Intervensi keperawatan pada diagnosa keperawatan 4
“Kurang pengetahuan berhubungan dengan keterbatasan paparan, tidak
mengenal penyakit dengan sumber informasi”
Tujuan: Setelah tindakan keperawatan dilakukan diharapkan pengetahuan
pasien bertambah
Kriteria Hasil Intervensi Rasional
1. Klien bisa
menjelaskan
pengertian
penyakit
2. Klien bisa
menjelaskan
penyebab
penyakit
3. Klien bisa
menjelaskan
tanda dan
gejala penyakit
4. Klien bisa
menjelaskan
perawatan
penyakit
5. Klien bisa
menjelaskan
pencegahan
penyakit
1. Kontrak waktu dengan
pasien
1. Menetapkan waktu
untuk pendidikan
kesehatan
2. Berikan pendidikan
kesehatan
2. Meningkatkan
pengetahuan pasien
3. Evaluasi pengetahuan
pasien
3. Mengetahui
keberhasilan
pendidikan kesehatan
4. Anjurkan kepada klien
untuk melakukan apa
yang telah
disampaikan dalam
pendidikan kesehatan
4. Mengingatkan kembali
pada pasien
4. Implementasi
Implementasi yang dilakukan sesuai intervensi
5. Evaluasi
Evaluasi yang dilakukan sesuai tujuan dan kriteria hasil. Termasuk di
dalamnya evaluasi proses.
31
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Paru-paru adalah organ yang penting bagi manusia karena digunakan
untuk bernafas. Paru-paru tersusun dari beberapa bagian diantaranya pleura,
mediastenum, lobus, bronkus, bronkiolus, dan alveoli. Pada paru-paru juga
terdapat gangguan yang dapat menyebabkan gangguan fungsi paru, salah
satunya pneumothorax.
Pneumothorax adalah keadaan terdapatnya udara atau gas dalam cavum
atau rongga pleura. Dengan adanya udara dalam rongga pleura tersebut, maka
akan menimbulkan penekanan terhadap paru-paru sehingga paru-paru tidak
dapat mengembang dengan maksimal sebagaimana biasanya ketika bernapas
Pneumothorax disebabkan karena robekan pleura atau terbukanya
dinding dada. Pneumothorax menyebabkan paru kollaps, baik sebagian
maupun keseluruhan. Faktor predisposisi pada pneumothorax antara lain jenis
kelamin, merokok, umur, genetika, penyakit paru-paru, ventilasi mekanis,
riwayat pneumothorax, keadaan dan aktivitas tertentu. Pneumothorax dibagi
ke dalam beberapa jenis yaitu berdasarkan penyebabnya (pneumothorax
spontan, pneumothorax traumatik, pneumothorax karena tekanan),
berdasarkan jenis fistulanya (pneumothorax tertutup, pneumothorax terbuka,
pneumothorax ventil), berdasarkan luasnya paru yang mengalami kolaps
(pneumothorax parsialis dan pneumothorax totalis).
3.2 Saran
Pneumothorax merupakan salah satu penyakit pernafasan yang berbahaya.
Untuk itu hal yang perlu dilakukan agar menghindari penyakit ini ialah
dengan memiliki pengetahuan yang baik mengenai pneumothorax kemudian
mengaplikasikan segala pengetahuan yang dimiliki di kehidupan nyata. Selain
itu kita juga harus menjaga pola hidup kita agar segala sesuatu yang buruk
pada saluran pernafasan kita seperti pneumothorax dapat dicegah.
32
DAFTAR PUSTAKA
Price, Sylvia Anderson. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
Ed.6. Jakarta : EGC, 2005
Carpenito, Lynda Juall. Diagnosa Keperawatan : Aplikasi Pada Praktik Klinis.
Ed.6 Jakarta : EGC, 1998
Smeltzer, Suzanne C. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Ed.8. Jakarta :
EGC, 2001
Doenges,Marilyn E. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk Perencanaan
dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Ed.3. Jakarta : EGC, 1999
Buku Ajar Ilmu Bedah, Ed.2. Jakarta : EGC,2004
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Ed.3. Jakarta : Balai Penerbit FKUI, 200
American College of Chest Physicians. Management of spontaneous
pneumothorax: An
American College of Chest Physicians Delphi Consensus Ststement. Chest 2001 ;
119: 590-602
ii33
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................
i DAFTAR ISI..........................................................................................................
ii BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1
1.2 Tujuan....................................................................................................... 1
1.3 Manfaat ..................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Pneumothorax......................................................................... 3
2.2 Etiologi Pneumothorax ............................................................................. 4
2.3 WOC Pneumothorax ................................................................................ 7
2.4 Klasifikasi Pneumothorax ...................................................................... 10
2.5 Manifestasi Klinis Pneumothorax .......................................................... 14
2.6 Penatalaksanaan Pneumothorax ............................................................. 15
2.7 Pencegahan Pneumothorax..................................................................... 18
2.8 Pengobatan Pneumothorax ..................................................................... 19
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN PNEUMOTHORAX
3.1 Pengkajian .............................................................................................. 20
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan............................................................................................. 31
3.2 Saran ....................................................................................................... 31
DAFTAR PUSTAKA
top related