frozelsan.files.wordpress.com€¦ · Web viewPENDAHULUAN. Latar Belakang Masalah
Post on 19-Jan-2021
7 Views
Preview:
Transcript
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Penyalahgunaan narkotika dan obat-obat berbahaya (narkoba) di Indonesia
beberapa tahun terakhir ini menjadi masalah serius dan telah mencapai masalah
keadaan yang memperihatinkan sehingga menjadi masalah nasional. Korban
penyalahgunaan narkoba telah meluas sedemikian rupa sehingga melampaui
batas-batas strata sosial, umur, jenis kelamin. Merambah tidak hanya perkotaan
tetapi merambah sampai pedesaan dan melampaui batas negara yang akibatnya
sangat merugikan perorangan, masyarakat, negara, khususnya generasi muda.
Bahkan dapat menimbulkan bahaya lebih besar lagi bagi kehidupan dan nilai-nilai
budaya bangsa yang pada akhirnya dapat melemahkan ketahanan nasional.
Penyalahgunaan narkoba di Indonesia telah sampai pada titik yang
menghawatirkan. Berdasarkan data yang dihimpun Badan Narkotika Nasional,
jumlah kasus narkoba meningkat dari sebanyak 3.478 kasus pada tahun 2000
menjadi 8.401 pada tahun 2004, atau meningkat 28,9% pertahun. Jumlah angka
tindak kejahatan narkoba pun meningkat dari 4.955 pada tahun 2000 menjadi
11.315 kasus pada tahun 2004. data baru sampai juni 2005 saja menunjukkan
kasus itu meningkat tajam. Sekarang ini terdapat sekitar 3,2 juta pengguna
narkoba di Indonesia, secara Nasional dari total 111.000 tahanan, 30% karena
kasus narkoba, perkara narkoba telah menembus batas gender, kelas ekonomi
bahkan usia.
1
Tabel 1. Proyeksi Jumlah Penyalahgunaan Narkoba
Jenis Kelamin Skenario 2014 2015 2016 2017
Pria Naik 3,088.7 3,224.0 3,348.7 3,416.4Stabil 2,997.5 3,051.5 3,105.5 3,159.0Turun 2,884.6 2,837.6 2,803.8 2,783.4
Wanita Naik 1,058.4 1,109.6 1,157.1 1,200.5Stabil 1,025.2 1,046.6 1,068.1 1,089.5Turun 986.0 972.2 963.0 958.4
Total Naik 4147 4333 4505 4661Stabil 4022 4098 4173 4248Turun 3870 3809 3766 3741
Grafik 1. Proyeksi Jumlah Penyalahgunaan Narkoba
2014 2015 2016 20170
500100015002000250030003500400045005000
NaikStabilTurun
Maraknya peredaran narkotika di masyarakat dan besarnya dampak buruk
serta kerugian baik kerugian ekonomi maupun kerugian sosial yang
ditimbulkannya membuka kesadaran berbagai kalangan untuk menggerakkan
‟perang‟ terhadap narkotika dan obat-obatan terlarang lainnya (narkoba). Di
bidang hukum, tahun 1997 pemerintah mengeluarkan 2 (dua) Undang–Undang
yang mengatur tentang narkoba, yaitu Undang–undang Nomor 5 Tahun 1997
2
tentang Psikotropika dan Undang–Undang Nomor 22 Tahun 1997 tentang
Narkotika. Kedua undang-undang tersebut memberikan ancaman hukuman yang
cukup berat baik bagi produsen, pengedar, maupun pemakainya.
Lahirnya kedua undang–undang tersebut, terjadi kriminalisasi terhadap
penyalahguna narkoba. Ketentuan pidana pada Undang–Undang Psikotropika
diatur dalam Pasal 59 sampai dengan Pasal 64, sedangkan pada Undang–Undang
Narkotika diatur dalam Pasal 78 sampai dengan Pasal 99. Pengelompokan
kejahatan pada Undang–Undang Narkotika dan Psikotropika pada dasarnya tidak
berbeda, yaitu kejahatan yang menyangkut produksi, peredaran, penguasaan,
penggunaan, dan kejahatan lain misalnya menyangkut pengobatan dan
rehabilitasi, label dan iklan, transito, pelaporan kejahatan, dan pemusnahan. Baik
Undang–undang Psikotropika maupun Undang–undang Narkotika
mengamanatkan kewajiban untuk menjalani perawatan dan pengobatan atau
rehabilitasi bagi pecandu narkoba. Ketentuan mengenai “kewajiban” untuk
menjalani rehabilitasi bagi pengguna yang mengalami kecanduan, dalam Undang-
Undang Psiktropika diatur dalam Pasal 36 sampai dengan Pasal 39 dan pada
Undang–undang Narkotika diatur dalam Pasal 45. Adanya kriminalisasi terhadap
pengguna (terutama pemakai) narkotika dan adanya “mandat” bagi diberikannya
tindakan rehabilitasi kepada pecandunya, maka Lapas menjadi institusi negara
yang memainkan peran yang sangat penting dalam kebijakan penanganan
narkotika. Ia digunakan untuk “menghukum” dan juga “menjaga” sejumlah besar
orang yang memiliki pengalaman memakai dan bermasalah dengan narkotika. Ia
juga memiliki peran penting dalam upaya mengurangi dampak buruk yang
disebabkan oleh (pemakaian) narkotika. Pemakai atau pecandu narkotika dalam
3
perspektif hukum merupakan seorang pelaku pidana. Namun bila dicermati
dengan lebih seksama, banyak kalangan berpendapat bahwa sebenarnya mereka
merupakan korban dari sindikat atau mata rantai peredaran dan perdagangan
narkotika, psikotropika dan obat terlarang. Pecandu merupakan pangsa pasar
utama sebagai “pelanggan tetap”. Secara psikologis, mereka sulit melepaskan diri
dari ketergantungan, walaupun mungkin, sebenarnya mereka ingin lepas dari
jeratan narkotika yang membelitnya. Pecandu memerlukan penanganan yang
berbeda dalam proses pemidanannya. Berdasarkan pandangan tersebut, maka
”penghukumannya” pun perlu dilakukan tersendiri, dengan pola penanganan,
pembinaan, dan perlakuan yang berbeda pula. Di sinilah peran Lapas menjadi
vital dalam upaya membantu pecandu keluar dari jerat ketergantungan. Dengan
demikian, Lapas selain berfungsi sebagai “penjaga ketertiban umum”, juga
menjalankan fungsi rehabilitasi. Pembinaan Narapidana Narkotika tak lepas dari
pembangunan hukum pidana di Indonesia yang diwujudkan melalui penegakan
hukum pidana yang bekerja secara operasional melalui suatu sistem yang disebut
Sistem Peradilan Hukum Pidana (Criminal Justice System). Berbicara tentang
penegakan hukum pidana berarti kita membicarakan usaha menanggulangi
kejahatan di dalam masyarakat. Usaha menanggulangi kejahatan di dalam
masyarakat identik dengn pembicaraan Politik Kriminal atau “Criminal Policy”.
Politik Kriminal adalah usaha yang rasional dari masyarakat dalam
menanggulangi kejahatan. Usaha menanggulangi kejahatan dalam masyarakat
secara operasional dapat dilakukan dengan menggunakan hukum pidana (penal)
dan non hukum pidana (non penal) usaha penal dan non penal saling melengkapi.
4
Penanggulangan kejahatan melalui sarana penal secara operasional
dilakukan dengan melalui langkah-langkah perumusan norma-norma hukum
pidana baik hukum pidana materiil (Substantive Criminal Law), hukum pidana
formil (Procedural Criminal Law) maupun hukum pelaksanaan pidana
(Penitentiary Criminal Law). Sistem hukum pidana selanjutnya akan beroperasi
melalui suatu jaringan (network) yang disebut “Sistem Peradilan Pidana” atau
“Criminal Justice System”. Menurut Muladi, “Sistem Peradilan Pidana” harus
dilihat sebagai “The network of court and tribunals which deal whih criminal law
and its enforcement”. Sistem Peradilan Pidana di dalamnya mengandung gerak
sistemik dari subsistem-subsistem pendukungnya ialah Kepolisian, Kejaksaan,
Pengadilan dan Lembaga Koreksi atau Pemasyarakatan, yang secara keseluruhan
merupakan satu kesatuan yang berusaha mentransformasikan masukan (Input)
menjadi keluaran (Output) yang menjadi tujuan Sistem Peradilan Pidana yang
terdiri dari:
(1) Tujuan jangka pendek berupa resosialisasi pelaku tindak pidana.
(2) Tujuan jangka menengah berupa pencegahan kejahatan.
(3) Tujuan jangka panjang berupa kesejahteraan sosial. Lembaga
Pemasyarakatan (LP) mempunyai peran yang sangat besar dan
strategis di dalam penegakan hukum pidana, yang semua itu dapat
terwujud dalam pelaksanaan pembinaan bagi narapidana dan anak
didik pemasyarakatan. Pelaksanaan pembinaan inilah yang dikenal
dengan pemasyarakatan.
Pemasyarakatan merupakan bagian akhir dari sistem pemidanaan dalam
tata cara peradilan pidana, yang dikenal sebagai bagian integrasi dari Sistem
5
Peradilan Pidana (Integrated Criminal Justice Sytem). Dengan demikian,
pemasyarakatan baik ditinjau dari sistem, kelembagaan, cara pembinaan dan
petugas pemayarakatan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari suatu
rangkaian proses penegakan hukum.
6
Gambar 1. Poster Pengenalan Narkoba
1.1.1. Undang-Undang Pemasyarakatan
“Sistem pemasyarakatan adalah suatu tatanan mengenai arah dan batas
serta cara pembinaan Warga Binaan Pemasyarakatan berdasarkan Pancasila yang
dilaksanakan secara terpadu antara pembina, yang dibina, dan masyarakat untuk
meningkatkan kualitas Warga Binaan Pemasyarakatan agar menyadari kesalahan,
memperbaiki diri,dan tidak mengulangi tindak pidana sehingga dapat diterima
kembali oleh lingkungan masyarakat, dapat aktif berperan dalam pembangunan,
dan dapat hidup wajar sebagai warga negara yang baik dan bertanggung jawab“.
UU No. 12 Tahun 1995 Pasal 1 Ayat 2 tentang pemasyarakatan.
Sistem pemasyarakatan di Indonesia sebenarnya adalah pengganti dari
sistem kepenjaraan yang merupakan warisan kolonial. Istilah pemasyarakatan ini
pertama kali dicetuskan oleh Sahardjo dalam pidato penganugerahaan gelar
Doktor Honoris Causa dalam ilmu hukum Universitas Indonesia di Istana Negara
Jakarta pada tanggal 5 Juli 1963 dengan judul “Pohon Beringin Pengayoman
Hukum Pancasila-Manipol/ Usdek”, dimana selain mengemukakan tentang tujuan
pidana penjara yaitu disamping menimbulkan rasa derita pada terpidana karena 7
dihilangkannya kemerdekaan bergerak, pidana bertujuan untuk membimbing
terpidana agar bertobat, memberikan pendidikan supaya ia menjadi seorang
anggota masyarakat sosialis yang berguna. Dengan kata lain tujuan pidana adalah
pemasyarakatan.
Telah ada gagasan untuk menjadikan tujuan dari pidana penjara itu suatu
pemasyarakatan, dan walaupun sebutan dari rumah-rumah penjara itu telah diganti
dengan sebutan lembaga-lembaga pemasyarakatan, akan tetapi di dalam praktek
ternyata gagasan tersebut tidak didukung oleh suatu konsepsi yang jelas, tidak
7
didukung oleh sarana/ prasarana yang memadai, serta peraturan-peraturan yang
memadai. Undang-undang No 12 Tahun 1995 adalah peraturan-peraturan yang
dipergunakan sebagai pedoman untuk melakukan pemasyarakatan masih tetap
merupakan peraturan-peraturan yang dahulu dipergunakan sebagai pedoman
untuk melaksanakan hukuman-hukuman di dalam penjara.
Lahirnya sistem pemayarakatan membawa Bangsa Indonesia memasuki
era baru dalam pembinaan narapidana. Tujuan dari pembinaan narapidana adalah
supaya setelah kembali ke masyarakat, narapidana tidak melakukan pelanggaran
lagi, serta dapat berperan aktif dan kreatif dalam pembangunan. Dalam menjalani
proses pemasyarakatan, narapidana perlu diperhatikan hak-haknya dan perlu
diberi perlindunan hukum.
1.2. Kerangka Pemikiran
Narkotika adalah zat atau obat yang mengandung candu yang dapat
menimbulkan rasa mengantuk serta menghilangkan rasa sakit. Semula obat
ditujukan untuk kepentingan pengobatan dan sangat berbahaya jika
disalahgunakan karena apabila disalahgunakan akan membahayakan bagi yang
memakainya dan dapat menjadi pecandu narkotika atau sering juga disebut
ketergantungan pada narkotika. Pemakaian narkotika yang berlebihan dari yang
dianjurkan oleh seorang dokter akan membawa pengaruh terhadap si pemakai atau
pecandu, sebagai reaksi dari pemakaian narkotika, yang berupa pengaruh terhadap
kesadaran serta memberikan dorongan yang berpengaruh terhadap perilaku yang
dapat berupa penenang, menimbulkan halusinasi atau khayalan. Akibat dari
penyalahgunaan itu semua, maka akan timbul korban penyalahgunaan narkotika,
untuk itu perlu dilakukan usaha-usaha penanggulangannya, baik secara preventif,
8
represif dan rehabilitasi. Selain itu juga diperlukan kerjasama antara orang tua,
penegak hukum, pemerintah dan masyarakat.
1.2.1. Pendapat Hadiman
Menurut Hadiman, bahwa penyalahgunaan narkotika dewasa ini telah
mencapai situasi yang mengkhawatirkan sehingga menjadi persoalan negara. Hal
ini sangat memprihatinkan karena korban 13 penyalahgunaan narkotika di
Indonesia akhir-akhir ini cenderung semakin meningkat dan mencakup tidak
hanya terbatas pada kelompok masyarakat yang mampu tetapi juga merambah ke
kalangan masyarakat yang kurang mampu dan melibatkan anak-anak atau remaja
muda usia, suatu hal yang agak merisaukan mengingat mereka sebenarnya adalah
generasi yang menjadi harapan kita untuk meneruskan kelangsungan hidup bangsa
secara terhormat. Peningkatan pengendalian dan pengawasan sebagai upaya
mencegah dan memberantas Tindak Pidana penyalahgunaan dan peredaran
Narkotika, sangat diperlukan karena kejahatan Narkotika pada umumnya tidak
dilakukan oleh perorangan secara berdiri sendiri, melainkan dilakukan secara
bersama-sama bahkan dilakukan oleh sindikat yang terorganisasi secara mantap,
rapi dan sangat rahasia. Di samping itu, kejahatan Narkotika yang bersifat
transnasional dilakukan dengan menggunakan modus operandi dan teknologi
canggih, termasuk pengamanan hasil-hasil kejahatan Narkotika. Perkembangan
kualitas kejahatan narkotika tersebut sudah menjadi ancaman yang sangat serius
bagi kehidupan umat manusia. Tindak Pidana Penyalahgunaan narkotika
tampaknya semakin merajalela, terutama di kota-kota besar yang merupakan
tempat terjangkitnya wabah narkotika yang seolah-olah tidak dapat dibendung
lagi. Penyalahgunaan narkotika ini bukan lagi sebagai mode (gengsi) tetapi
9
motivasinya sudah dijadikan semacam tempat pelarian. Akhir-akhir ini
penyalahgunaan narkotika tidak saja menjadi kendala di kota-kota besar tetapi
mulai meramba ke desa-desa. Selama ini yang melakukan penyalahgunaan
narkotika berasal dari keluarga yang dianggap mampu. Penyalahgunaan narkotika
bukan lagi sebagai lambang kejantanan, keberanian, modern dan lain-lain tetapi
motivasinya telah dikaitkan dengan pandangan yang lebih jauh dan
ketergantungan serta dijadikan pelarian karena frustasi dan kecewa. Bangsa
Indonesia, saat ini sedang dihadapkan pada keadaan yang sangat
mengkhawatirkan akibat semakin maraknya penggunaan narkotika, kekhawatiran
ini semakin dipertajam akibat meluasnya peredaran narkotika di kalangan generasi
muda. Selain itu Indonesia yang beberapa waktu lalu menjadi tempat transit dan
pasar bagi peredaran narkotika, saat ini sudah berkembang menjadi produsen
narkotika.
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Narkotika dan Penyalahgunaan Narkotika
Istilah narkotika yang dikenal di Indonesia berasal dari bahasa Inggris
“Narcotics” yang berarti obat bius, yang sama artinya dengan kata “Narcosis”
dalam bahasa yunani yang berarti menindurkan atau membiuskan. Namun pada
dasarnya narkotika itu sendiri adalah senjenis tumbuhan yang mempunyai bunga
yang dapat membius orang menjadi tidak sadar dalam arti terbius dan tidak
merasakan apa-apa. Pengertian narkotika itu sendiri sebenarnya menyangkut:
opium, morphine, heroin, codein, dan jenis-jenis lainnya seperti barbiturates.
Benzedrine dan soduium amytal yang tidak kurang pula daya addiction-nya.
Narkotika atau zat yang menyebabkan ketidaksadaran atau pembiusan,
karena zat tersebut bekerja mempengaruhi susunan saraf sentral atau saraf pusat
dengan cara menghisap atau menyuntikan zat tersebut secara terus menerus ke
dalam badan.
Menurut Pendapat Soedarto dalam ceramahnya di Fakultas Hukum
Universitas Sumatera Utara, beliau menarik kesimpulan bahwa “Narkotika
merupakan suatu bahan yang menimbulkan rasa, menghilangkan rasa nyeri dan
sebagainya.
Pada mulanya zat Narkotika ditemukan orang yang penggunaannya
ditujukan untuk kepentingan umat manusia, khususnya di bidang pengobatan.
Dengan berkembangan pesat industri obat-obatan dewasa ini, maka kategori jenis
zat-zat Narkotika semakin meluas pula seperti halnya yang tertera dalam lampiran
11
Undang-Undang Narkotika No. 22 Tahun 1997. Dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi tersebut, maka obat-obat semacam narkotika
berkembang pula cara pengolahannya. Namun belakangan diketahui pula zat-zat
narkotka tersebut memiliki daya kecanduan yang bisa menimbulkan si pemakai
bergantung hidupnya terus-menerus pada obat-obat narkotika itu. Dengan
demikian, maka untuk jangka waktu yang mungkin agak panjang si pemakai
memerlukan pengobatan, pengawasan, dan pengendalian guna bisa disembuhkan.
Secara umum ide keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.
2882/70, Narkotika atau obat bius itu dapat diartikan sebagai semua bahan yang
pada umumnya mempunyai efek kerja yang bersifat:
a. Membiuskan (dapat menurunkan kesadaran)
b. Merangsang (meningkatkan prestasi kerja)
c. Menagihkan (mengikat/ketergantungan)
d. Mengkhayal (halusinasi). korban secara fisik maupun psikis
Pengertian Narkotika secara umum adalah suatu zat yang dapat
menimbulkan perubahan perasaan, suasana pengamatan/penglihatan karena zat
tersebut mempengaruhi susunan syaraf pusat.
Berdasarkan Undang-Undang No. 22 Tahun 1997, pengertian Narkotika
adalah zat yang dapat menimbulkan pengaruh-pengaruh tertentu bagi mereka yang
menggunakannya dengan memasukkannya ke dalam tubuh. Narkotika adalah zat
atau obat yang berasal dari tanaman baik sintetis maupun semisintetis yang dapat
menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa nyeri dan
dapat menimbukan ketergantungan.
12
2.2. Jenis-Jenis Narkotika
Jenis-jenis narkotika yang sering digunakan adalah:
1. Ganja atau Mariyuana
Dibuat dari bunga dan daun dari sejenis tumbuhan rumput di India
(dalam ilmu tumbuhan disebut Cannabis Sativa. Mariyuana yang sudah
jadi (siap pakai) seperti zat yang hampir sama dengan tanah kasar yang
merupakan oregana, warnanya biru gelap. Penggunaannya biasanya diisap
seperti rokok dalam bentuk batangan maupun pipa. Akibat yang
ditimbulkan oleh pemakaian ganja ini:
a. Dapat menimbulkan halusinasi atau khayalan.
b. Badan merasa enteng dan mengantuk.
c. Tidak perduli terhadap lingkungan sekitarnya.
d. Kehilangan semangat untuk belajar dan bekerja.
e. Mudah putus asa dalam menghadapi cobaan hidup.
2. Candu atau Opium
Tumbuhan candu dinamakan Papever Somniferum, yang diambil
adalah getah dari buahnya. Opium termasuk narkotika jenis Depressans
yang mempunyai pengaruh hypnotics (mengantuk) dan trangalizers
(penenang). Penggunaannya biasanya diisap dengan pipa yang dibuat
dengan buatan khusus sehingga candu jarang digunakan oleh remaja
karena penggunaannya yang merepotkan. Akibat yang dapat ditimbulkan
dengan pemakaian candu ini yaitu dapat merusak cromosom (suatu
partikel kecil yang mempengaruhi sifat temurun dari orang tua ke anak).
13
3. UPS
Adalah kependekan dari Pepper Uppers adalah istilah-istilah yang
digunakan untuk menggambarkan narkotika-narkotika yang memberikan
perasaan vitalitas. Yang termasuk narkotika jenis ini adalah:
a. Amphetamines
Adalah narkotika stimulant, khusus digunakan dalam periode yang
pendek untuk mengurangi nafsu makan (appetite). Amphetamines ini
biasa berbentuk pil atau kapsul. Amphetamines bekerja menstimulis
system syaraf pusat, yang kemudian menstimulir bagian-bagian tubuh
seperti: memperkeras degup jantung, menaikan tekanan darah dan
menstimulir bagian-bagian dari otak yang mengatur semangat dan
kewaspadaan. Sehingga Amphetamines dapat mengakibatkan
kombinasi rangsangan yang ditandai dengan perasaan- perasaan
terhibur, rasa gugup yang tertentu atau tidak tenang. Akibat yang
ditimbulkan dengan pemakaian Amphetamines ini adalah:
1) Kehilangan pertimbangan yang normal.
2) Dapat menimbulkan ketagihan atau kecanduan.
3) Cenderung untuk menggunakan yang lain yang lebih keras
sifatnya.
4) Mudah marah.
5) Suka bicara tapi agak gugup.
6) Si anak kelihatannya sangat senang yang tidak seperti biasanya.
7) Dapat menimbulkan kekejangan bagi yang kecanduan.
14
b. Cocaine
Pada dasarnya hampir sama dengan Amphetamines tapi rangsangan
yang ditimbulkan lebih sebentar dan sering diikuti dengan depresi
hebat. Bentuknya seperti kristal putih atau bubuk putih dan cara
menggunakannya dengan diinjeksikan, kadang sering dicampur dengan
heroin.
2.2.1. Jenis-Jenis Narkotika II
Jenis-jenis narkotika menurut UU No. 22 Tahun 1997:
Golongan I
1. Tanaman Papaver somniverum L dan semua bagian-bagiannya termasuk
buah dan jeraminya, kecuali bijinya.
2. Opium mentah yaitu getah yang membeku sendiri diperoleh dari buah
tanaman Papaver somniverum L.
3. Opium masak terdiri dari: candu, jicing, dan jicingko.
4. Tanaman koka
5. Daun koka
6. Kokain mentah
7. Kokaina
8. Tanaman ganja
9. Tetrahydrocannabinola
10. Delta 9 tetrahydrocannabinol
11. Asetorfina
12. Acetik-alfa metilfetanil
13. Alfa metilfentanil
15
14. Alfa metiltiofentanil
15. Beta hidroksifentanil
16. Beta hidroksi 3 metil
17. Desamorfina
18. Etorfina
19. Heroina
20. Ketobemidona
21. 3 metilfentanil
22. 3 metiltiofentanil
23. MPPP
24. Para fluorofentanil
25. PEPAP
26. Tiofentanil
Golongan II
1. Alfasetilmetadol
2. Alfameprodina
3. Alfametadol
4. Alfaprodina
5. Alfentanil
6. Dll
16
Tabel 2. Penggolongan Obat-Obatan
NO JENIS CONTOHGOL I. GOL. II GOL. III GOL. IV
1 Narkotika Papaver, Opium Petidin Kodein
Kokain/crack Morfin Difeknoksilat
Ganja/marijuana Fentanil
Haroin/putaw MetadonCannabis
2 Psikotropika MDMA/ecstasy Sekobarbital Amobarbita
l Diazepam
Lisergida/LSD Metamfetamin/sabu Pentazosine Halozepa
mLorazepamTriazolam
3Bahan Adiktif Lainnya
Alkohol
Rokok, kopi, teh
Zat perekat, lem, bensin
Obat-obatan
2.3. Ketentuan Tindak Pidana Narkotika
Masyarakat modern sekarang ini di mana kehidupannya itu sudah sangat
rumit, maka diperlukan aturan-aturan yang mengatur kehidupan para warga
masyarakat, apalagi jika diamati bahwa dirasakan adanya perubahan-perubahan
kondisi sosial yang mungkin terjadi dalam masyarakat juga sangat cepat, oleh
karenanya hendaklah harus ditangani dengan segera dan sungguh-sungguh oleh
aparat penegak hukum. Akan tetapi, jika dilihat secara sosiologis bahwa
masyarakat pun harus bertanggung jawab pula atas timbulnya kejahatan tersebut,
sebab masyarakat itu juga merupakan korban dari kejahatan, dengan pengertian
bahwa tidak mungkin terjadi kejahatan jika tidak menimbulkan korban, meskipun
17
ada beberapa kejahatan yang tidak menimbulkan korban dipihak lain (crime
without cictim), seperti perjudian, prostitusi, dan penyalahgunaan obat-obatan
terlarang.
2.3.1. Penerapan dan Peradilan Tindak Pidana Narkotika
Undang-Undang No. 22 Tahun 1997 di samping mengatur penggunaan
narkotika, menetapkan perbuatan-perbuatan yang dilarang berhubungan dengan
narotika, yang bilamana dilakukan merupakan penyalahgunaan narkotika yang
tergolong tindak kejahatan.50 Di dalam Undang-Undang No 22 tahun 1997 Bab
XII, Ketentuan Pidana, beberapa pasal yang mencantumkan sanksi-sanksi pidana
atau pelanggaran yang menyangkut penyalahgunaan narkotika, antara lain sebagai
berikut:
18
Gambar 2. Hukuman Menanam Ganja
2.3.2. Pasal-Pasal Hukum Narkotika
Pasal 78
(1) Barang siapa tanpa hak dan melawan hukum:
a. Menanam, memelihara, mempunyai dalam persediaan, memiliki,
menyimpan atau menguasai narkotika Golongan I dalam bentuk
tanaman atau
b. Memiliki, menyimpan untuk dimiliki atau untuk persediaan, atau
menguasai narkotika Golongan I bukan tanaman, dipidana dengan
pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling
banyak Rp. 500.000.000 (lima ratus juta rupiah).
Pasal 79
(1) Barang siapa tanpa hak dan melawan hukum:
a. Memiliki, menyimpan untuk dimiliki atau untuk persediaan, atau
menguasai narkotika Golongan II, dipidana dengan pidana penjara
paling lama 7 (tujuh) tahun dan denda paling banyak Rp.
250.000.000 (dua ratus lima juta rupiah).
b. Memiliki, menyimpan untuk dimiliki atau untuk persediaan, atau
menguasai narkotika Golongan III, dipidana dengan pidana penjara
paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp.
100.000.000 (seratus juta rupiah).
Pasal 80
(1) Barang siapa tanpa hak dan melawan hukum:
a. Memproduksi, mengolah, mengekstrasi, mengkonversi, merakit,
atau menyidiakan narkotika Golongan I, dipidana dengan pidana
19
penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling banyak
Rp. 1.000.000.000 (satu miliar).
b. Memproduksi, mengolah, mengekstrasi, mengkonversi, merakit,
atau menyidiakan narkotika Golongan II, dipidana dengan pidana
penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak
Rp. 500.000.000 (lima ratus juta rupiah).
c. Memproduksi, mengolah, mengekstrasi, mengkonversi, merakit,
atau menyidiakan narkotika Golongan III, dipidana dengan pidana
penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan denda paling banyak Rp.
200.000.000 (dua ratus juta rupiah).
20
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Tipe Penelitian
Tipe penelitian yang di gunakan dalam penelitian ini adalah
melalui pendekatan metode penelitian kualitatif. Metode kualitatif adalah
penelitian yang bermaksud untuk memahami fenomena tentang apa yang
dialami oleh subjek penelitian, misalnya perilaku, persepsi, motivasi,
tindakan, dan lain-lain, secara holistik. Dengan cara deskripsi dalam
bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks yang alamiah dan dengan
memanfaatkan berbagai metode alamiah (Moleong, L. J, 2004 : 6).
Penelitian kualitatif ini juga dimaknai dengan serangkaian kegiatan
penelitian yang mengembangkan pola pikir induktif dalam menarik suatu
kesimpulan dari suatu fenomena tertentu. Pola pikir induktif ini adalah
cara berpikir dalam rangka menarik kesimpulan dari sesuatu yang lengkap
dari permasalahan yang bersifat umum. Dengan pendekatan ini peneliti
dapat memperoleh gambaran yang lengkap dari permasalahan yang
bersifat khusus kepada yang sifatnya khusus kepada yang sifatnya umum.
Dengan pendekatan ini peneliti dapat memperoleh gambar yang lengkap
dari permasalahan yang dirumuskan dengan memfokuskan pada proses
pencarian makna dibalik fenomena yang muncul dalam penelitian. Dengan
harapan agar informasi yang dikaji lebih bersifat komprehensif,
mendalam, alamiah dan apa adanya.
21
3.1.1. Hasil Penelitian
Paradigma adalah suatu cara pandang untuk memahami kompleksitas
dunia nyata. Sebagaimana yang dikutip Deddy Mulyana, menurut Patton
paradigma tertanam kuat dalam sosialisasi penganut dan praktisinya, paradigma
menunjukan pada mereka apa yang penting, absah, dan masuk akal. Sebagai yang
dikemukakan oleh Anderson, adalah ideology dan praktik suatu komunitas
ilmuwan yang menganut suatu pandangan yang sama atas realitas, memiliki
seperangkat kreteria yang sama untuk menilai aktifitas penelitian dan
menggunakan metode serupa (Mulyana, 2006 : 9).
3.2. Teori Penelitian
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan teori interaksi simbolik dan
juga teori tradisi fenomenologis. Teori interaksi simbolik termasuk ke dalam
paradigma definisi sosial. Dalam paradigma definisi sosial terdapat teori
didalamnya antara lain teori interaksi simbolik, teori tindakan, dan juga teori
fenomenologi. Teori interaksi simbolik berinduk pada perspektif fenomenologis.
Istilah fenomenologis merupakan satu istilah generik yang merujuk pada semua
pandangan ilmu sosial yang menganggap kesadaran manusia dan makna
objektifnya sebagai titik sentral untuk memperoleh pengertian atas tindakan
manusia dalam sosial masyarakat.
Tabel 3. Jumlah Pemakai Obat-Obatan
2007 2008 2009 2010 2011Narkotika 11.380 10.008 11.140 17.897 19.128Psikotropika 9.289 9.783 8.779 1.181 1.001Bahan Aditif 1.961 9.573 10.964 7.599 9.067
22
Narkoba 22.630 29.364 30.883 26.667 29.796
Grafik 2. Grafik Pemakai Obat-Obatan
2007 2008 2009 2010 20110
5,000
10,000
15,000
20,000
25,000
30,000
35,000
NarkotikaPsikotropikaBahan AditifNarkoba
23
Gambar 3. Indonesia Melawan Narkoba
BAB IV
PEMBAHASAN
Disampaikan
Kepala BNN, Gories Mere,
dalam sambutannya
di Hari Anti Narkotika
Internasional (HANI), dalam survei BNN sejak tahun 2007, prevalensi
penyalahgunaan narkoba penduduk Indonesia yang berumur 10-59 tahun ialah
sebagai berikut :
4.1. Faktor Pendorong Penyalahgunaan Narkoba
24
Gambar 4. Penyalahgunaan Narkoba Penduduk Indonesia
Faktor individu, lingkungan atau sosial, dan ketersediaan.
4.1.1. Ciri-Ciri Pecandu Narkoba
A. Perubahan Fisik dan Lingkungan Sehari-hari
a. Jalan sempoyongan, bicara pelo (tidak jelas)
b. kamar selalu dikunci
c. Ssering didatangi atau menerima telepon dari teman-teman yang
tidak dikenal.
d. ditemukan obat-obatan, peralatan seperti kertas timah, jarum
suntik, korek api di kamar/di dalam tasnya.
e. sering kehilangan uang/barang yang berharga di rumah.
4.1.2. Perubahan Psikologis dan Perilaku Sosial
a. Malas belajar.
b. Mudah tersinggung.
c. Sulit berkonsentrasi.
d. Menghindari kontak mata langsung, melamun, atau linglung.
e. Berbohong atau manipulasi keadaan.
f. Kurang disiplin dan suka membolos.
g. Mengabaikan kegiatan ibadah.
h. Menarik diri dari aktivitas keluarga dan sering mengurung diri di
kamar/tempat-tempat tertutup.
4.2. Cara Pencegahan Penggunaan Narkoba
Hidup sehat tanpa narkotika untuk para guru dan orang tua, serta mulailah
dengan hubungan antara orang tua dan anak yang baik.
25
BAB V
KESIMPULAN
5.1. Kesimpulan
Narkoba singkatan dari narkotika, psikotropika dan bahan adiktif lainnya.
Penyalahgunaan narkoba adalah penggunaan Narkoba bukan untuk maksud
pengobatan tetapi ingin menikmati pengaruhnya dalam jumlah yang berlebihan.
Jumlah pengguna narkoa di Indonesia setiap tahunnya selalu mengalami
peningkatan. Di kalangan remaja penggunaan narkoba memberikan dampak
negatif bagi mereka yang menggunakannya.
Berbagai upaya untuk melaksanakan pencegahan, pemberantasan
penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba sudah banyak dilakukan oleh
pemerintah, khususnya melalui organisasi forum seperti BNN/BNP/BNKab/Kota
namun hingga kini belum menjawab kebutuhan di lapangan.
Hal ini sangat memerlukan bentuk kerja sama, komitmen dan konsistensi
pada setiap tatanan elemen bangsa, baik pada tatanan personal, institusional
maupun sosial. Hal-hal untuk mencegah penggunaan Narkoba antara lain :
1. Jangan sekali-kali mencoba dengan kadar berapapun, dengan jenis
apapun, dan dengan dalih apapun.
2. Carilah pergaulan yang aman, di tempat yang aman dengan orang-
orang yang aman, dan pada waktu yang aman.
3. Dapatkan kasih sayang yang tulus dari keluarga dengan saling
memperhatikan, saling mengasihi, dan saling mebutuhkan.
26
Kembangkan kasih sayang ini pada saudara, sahabat, dan teman-
teman.
4. Waspadalah terhadap siapapun dengan tetap menjalani hidup yang
wajar. Katakan “TIDAK” pada narkoba.
5. Mendekatkan diri kepada Tuhan yang Maha Esa dengan rajin
menjalankan ibadah dan memohon kekuatan kepada-Nya. Tanpa
kekuatan dari Tuhan, manusia penuh dengan segala kelemahan.
5.2. Saran
Obat-obatan terlarang bukanlah jawaban yang tepat bagi semua masalah,
bahkan sebaliknya, akan menimbulkan masalah yang jauh lebih besar. Pemakai
obat-obatan terlarang adalah orang yang mengalami kerugian besar, dan dapat
berakhir pada kematian.
Tindakan yang paling baik untuk menanggulangi bahaya narkoba adalah
mencegah keterlibatan dengan narkoba itu sendiri karena pencegahan jauh lebih
baik dibandingkan dengan pengobatan.
27
Tabel 4. Rencana Kegiatan Makalah
No KegiatanAgustus 17 Sept 17 Okt 17 Nov 17 Des 17 Jan 18
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1. Pembuatan makalah
2. Studi kepustakaan
3. Penyusunan desain penelitan
4. Penyusunan instrumen pengambilan data
5. Pangambilan data
6. Pengolahan data
7. Analisa data
8. Pembuatan laporan penelitian
9. Presentasi
10. Seminar hasil penelitian
11. Penggandaan & pengiriman laporan hasil penelitian
12. Penyusunan naskah & pemuatan artikel di jurnal ilmiah
28
DAFTAR PUSTAKA
http://www.karyailmiah.com/
http://smpnu2dukuhturi.com
http://BNN.go.id/pengguna
http://www.pramukanet.org
http://id.wikipedia.org
http://belajarpsikologi.com/pengertian-narkoba
http://makassar.tribunnews.com/2012/11/27/
http://indonesiabergegas.com/
http://lukitanatalia.blogspot.com/2012/02/dampak-negatif-penggunaan-rokok.html
http://rehabnarkoba.blogspot.com/2012/07/9-ciri-pecandu-shabu-shabu.html
http://www.anneahira.com/zat-adiktif.html
29
top related