LAPORAN PRAKTIKUM ALAT DETEKSI DAN PENGUKURAN RADIASI MATERI : DETEKTOR GEIGER-MULLER Disusun Oleh : Nama : Zulhajji Lubis NIM : 011200324 Jurusan : Teknokimia Nuklir Kelompok : Rekan Kerja : 1. Salman Yasir Tanggal Praktikum : 29 oktober 2013 Asisten : Maria Christina P. SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI NUKLIR BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL YOGYAKARTA 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
LAPORAN PRAKTIKUM
ALAT DETEKSI DAN PENGUKURAN RADIASI
MATERI :
DETEKTOR GEIGER-MULLER
Disusun Oleh :
Nama : Zulhajji Lubis
NIM : 011200324
Jurusan : Teknokimia Nuklir
Kelompok :
Rekan Kerja : 1. Salman Yasir
Tanggal Praktikum : 29 oktober 2013
Asisten : Maria Christina P.
SEKOLAH TINGGI TEKNOLOGI NUKLIR
BADAN TENAGA NUKLIR NASIONAL
YOGYAKARTA
2013
1
DETEKTOR GEIGER-MULLER
I. TUJUAN
1. Menggambar daerah plato serta menentukan tegangan kerja detektor
2. Menguji kestabilan system pencacah yang digunakan
3. Menentukan waktu mati detektor
4. Menentukan efisiensi detektor
5. Menentukan aktivitas suatu sumber radiasi
II. DASAR TEORI
II.1. Definisi Detektor
Radiasi merupakan suatu cara perambatan energi dari sumber energi ke
lingkungannya tanpa membutuhkan medium atau bahan penghantar tertentu. Radiasi
nuklir memiliki dua sifat yang khas :
· tidak dapat dirasakan secara langsung dan
· dapat menembus berbagai jenis bahan.
Oleh karena itu untuk menentukan ada atau tidak adanya radiasi nuklir
diperlukan suatu alat, yaitu pengukur radiasi, yang digunakan utuk mengukur kuantitas,
energi, atau dosis radiasi. Panca indera manusia secara langsung tidak dapat
digunakan untuk menangkap atau melihat ada tidaknya zarah radiasi nuklir, karena
manusia memang tidak mempunyai sensor biologis untuk zarah radiasi nuklir.
Walaupun demikian, dengan bantuan peralatan instrumentasi nuklir maka manusia
dapat mendeteksi dan mengukur radiasi nuklir. Jadi manusia sepenuhnya tergantung
pada peralatan instrumentasi nuklir untuk mengetahui dan memanfaatkan zarah radiasi
nuklir tersebut.
Detektor merupakan suatu bahan yang peka terhadap radiasi, yang bila dikenai
radiasi akan menghasilkan tanggapan mengikuti mekanisme yang telah dibahas
sebelumnya. Perlu diperhatikan bahwa suatu bahan yang sensitif terhadap suatu jenis
radiasi belum tentu sensitif terhadap jenis radiasi yang lain. Sebagai contoh, detektor
radiasi gamma belum tentu dapat mendeteksi radiasi neutron. (Anonim, 2011)
2
II.2. Tipe Detektor Radiasi
Detektor radiasi bekerja dengan cara mengukur perubahan yang disebabkan
oleh penyerapan energi radiasi oleh medium penyerap. Sebenarnya terdapat banyak
mekanisme yang terjadi di dalam detektor tetapi yang sering digunakan adalah proses
ionisasi dan proses sintilasi.
Apabila dilihat dari segi jenis radiasi yang akan dideteksi dan diukur, diketahui ada
beberapa jenis detektor, seperti detektor untuk radiasi alpha, detektor untuk radiasi
beta, detektor untuk radiasi gamma, detektor untuk radiasi sinar-X, dan detektor untuk
radiasi neutron. Kalau dilihat dari segi pengaruh interaksi radiasinya, dikenal beberapa
macam detektor, yaitu detektor ionisasi, detektor proporsional, detektor Geiger muller,
detektor sintilasi, dan detektor semikonduktor atau detektor zat padat.
Walaupun jenis peralatan untuk mendeteksi zarah radiasi nuklir banyak
macamnya, akan tetapi prinsip kerja peralatan tersebut pada umumnya didasarkan
pada interaksi zarah radiasi terhadap detektor (sensor) yang sedemikian rupa sehingga
tanggap (respon) dari alat akan sebanding dengan efek radiasi atau sebanding dengan
sifat radiasi yang diukur.
Jadi detektor radiasi dapat dibedakan menjadi 3 yaitu :
a) Detektor Isian Gas
b) Detektor Sintilasi
c) Detektor Semikonduktor
II.3. Detektor Geiger Muller
Pencacah Geiger atau yang biasa disebut detektor Geiger Muller merupakan
salah satu detektor yang menggunakan prinsip ionisasi. Detektor Geiger muller
ditemukan oleh seorang Fisikawan bernama Hans Geiger bersama seorang ilmuwan
bernama Ernest Rutherford pada tahun 1908. Pada awalnya, detektor ini hanya terdiri
atas sebuah kawat di dalam sebuah tabung yang diselubungi oleh logam dengan
jendelanya yang berupa gelas atau mika. Kawat dan tabung logam tersebut terhubung
pada sebuah power supply.
3
Pada mulanya, detektor ini hanya dapat mendeteksi radiasi alpha, baru
kemudian dikembangkan oleh Walther Muller (murid Geiger) sehingga dapat digunakan
untuk mendeteksi bebrapa jenis radiasi yang lain. Pada tahun 1948, detektor ini
disempurnakan oleh Sydney H. Liebson dengan mengganti gas dalam tabungnya
menggunakan gas halogen sehingga dapat berumur lebih panjang.
Pencacah Geiger, atau disebut juga Pencacah Geiger-Müller adalah sebuah alat
pengukur radiasi ionisasi. Pencacah Geiger bisa digunakan untuk mendeteksi radiasi
alpha dan beta. Sensornya adalah sebuah tabung Geiger-Müller, sebuah tabung yang
diisi oleh gas yang akan bersifat konduktor ketika partikel atau foton radiasi
menyebabkan gas (umumnya Argon) menjadi konduktif. Alat tersebut akan
membesarkan sinyal dan menampilkan pada indikatornya yang bisa berupa jarum
penunjuk, lampu atau bunyi klik dimana satu bunyi menandakan satu partikel. Pada
kondisi tertentu, pencacah Geiger dapat digunakan untuk mendeteksi radiasi gamma,
walaupun tingkat reliabilitasnya kurang. Pencacah geiger tidak bisa digunakan untuk
mendeteksi neutron. (Prima, 2011)
Bagian – bagian Detektor Geiger Muller :
Gambar 1. Detektor Geiger Muller
Katoda yaitu dinding tabung logam yang merupakan elektroda negatif. Jika
tabung terbuat dari gelas maka dinding tabung harus dilapisi logam tipis.
Anoda yaitu kawat tipis atau wolfram yang terbentang di tengah – tengah tabung.
Anoda sebagai elektroda positif.
4
Isi tabung yaitu gas bertekanan rendah, biasanya gas beratom tunggal dicampur
gas poliatom (gas yang banyak digunakan Ar dan He).
Prinsip kerja Detektor Geiger Muller :
Detektor Geiger Muller meupakan salah satu detektor yang berisi gas. Selain
Geiger muller masih ada detektor lain yang merupakan detektor isiann gas yaitu
detektor ionisasi dann detektor proporsional. Ketiga macam detektor tersebut secara
garis besar prinsip kerjanya sama, yaitu sama-sama menggunakan medium gas.
Perbedaannya hanya terletak pada tegangan yang diberikan pada masing-masing
detektor tersebut.
Apabila ke dalam labung masuk zarah radiasi maka radiasi akan mengionisasi
gas isian. Banyaknya pasangan eleklron-ion yang lerjadi pada deleklor Geiger-Muller
tidak sebanding dengan tenaga zarah radiasi yang datang. Hasil ionisasi ini disebul
elektron primer. Karena antara anode dan katode diberikan beda tegangan maka akan
timbul medan listrik di antara kedua eleklrode tersebut. Ion positif akan bergerak kearah
dinding tabung (katoda) dengan kecepatan yang relative lebih lambat bila dibandingkan
dengan elektron-elektron yang bergerak kea rah anoda (+) dengan cepat. Kecepatan
geraknya tergantung pada besarnya tegangan V. sedangkan besarnya tenaga yang
diperlukan untuk membentukelektron dan ion tergantung pada macam gas yang
digunakan. Dengan tenaga yang relatif tinggi maka elektron akan mampu mengionisasi
atom-atom sekitarnya. sehingga menimbulkan pasangan elektron-ion sekunder.
Pasangan elektron-ion sekunder inipun masih dapat menimbulkan pasangan elektron-
ion tersier dan seterusnya. sehingga akan terjadi lucutan yang terus-menerus
(avalence).
Kalau tegangan V dinaikkan lebih tinggi lagi maka peristiwa pelucutan elektron
sekunder atau avalanche makin besar dan elektron sekunder yang terbentuk makin
banyak. Akibatnya, anoda diselubungi serta dilindungi oleh muatan negative elektron,
sehingga peristiwa ionisasi akan terhenti. Karena gerak ion positif ke dinding tabung
(katoda) lambat, maka ion-ion ini dapat membentuk semacam lapisan pelindung positif
5
pada permukaan dinding tabung. Keadaan yang demikian tersebut dinamakan efek
muatan ruang atau space charge effect.
Tegangan yang menimbulkan efek muatan ruang adalah tegangan maksimum
yang membatasi berkumpulnya elektron-elektron pada anoda. Dalam keadaan seperti
ini detektor tidak peka lagi terhadap datangnya zarah radiasi. Oleh karena itu efek
muata ruang harus dihindari dengan menambah tegangan V. penambahan tegangan V
dimaksudkan supaya terjadi pelepasan muatan pada anoda sehingga detektor dapat
bekerja normal kembali. Pelepasan muatan dapat terjadi karena elektron mendapat
tambahan tenaga kinetic akibat penambahan tegangan V.
Apabila tegangan dinaikkan terus menerus, pelucutan alektron yang terjadi
semakin banyak. Pada suatu tegangan tertentu peristiwa avalanche elektron sekunder
tidak bergantung lagi oleh jenis radiasi maupun energi (tenaga) radiasi yang datang.
Maka dari itu pulsa yang dihasilkan mempunyai tinggi yang sama. Sehingga detektor
Geiger muller tidak bisa digunakan untuk mengitung energi dari zarah radiasi yang
datang. (Diah, 2012)
Kalau tegangan V tersebut dinaikkan lebih tinggi lagi dari tegangan kerja Geiger
Muller, maka detektor tersebut akan rusak, karena sususan molekul gas atau campuran
gas tidak pada perbandingan semula atau terjadi peristiwa pelucutan terus
menerusbyang disebut continous discharge. Hubungan antara besar tegangan yang
dipakai dan banyaknya ion yang dapat dikumpulkan dapat dilihat pada gambar dibawah
ini:
6
Gambar 2. Grafik hubungan antara tegangan kerja dan ion yang dikumpulkan
Pembagian daerah tegangan kerja tersebut berdasarkan jumlah ion yang
terbentuk akibat kenaikan tegangan yang diberikan kepada detektor isian gas. Adapun
pembagian tegangan tersebut dimulai dari tegangan terendah adalah sebagai berikut:
I = daerah rekombinasi
II = daerah ionisasi
III = daerah proporsional
IV = daerah proporsioanl terbatas
V = daerah Geiger Muller
Kurva yang atas adalah ionisasi Alpha, sedangkan kurva bawah adalah ionisasi
oleh Beta. Kedua kurva menunjukkan bahwa pada daerah tegangan kerja tersebut,
detektor ionisasi dan detektor proporsional masih dapat membedakan jenis radiasi dan
energi radiasi yang datang. Dengan demikian, detektor ionisasi dan detektor
proporsional dapat digunaknan pada analisis spectrum energi. Sedangkan detektor
Geiger Muller tidak dapat membedakan jenis radiasi dan energi radiasi.
Tampak dari gambar tersebut bahwa daerah kerja detektor Geiger Muller terletak
pada daerah V. pada tegangan kerja Geiger Muller elektron primer dapat dipercepat
membentuk elektron sekunder dari ionisasi gas dalam tabung Geiger Muller. Dalam hal
ini peristiwa ionisasi tidak tergantung pada jenis radiasi dan besarnya energi radiasi.
Tabung Geiger Muller memanfaatkan ionisasi sekunder sehingga zarah radiasi yang
7
masuk ke detektor Geiger Muller akan menghasilkan pulsa yang tinggi pulsanya sama.
Atas dasar hal ini, detektor Geiger Muller tidak dapat digunakan untuk melihat spektrum
energi, tetapi hanya dapat digunakan untuk melihat jumlah cacah radiasi saja. Maka
detektor Geiger Muller sering disebut dengan detektor Gross Beta gamma karena tidak
bisa membedakan jenis radiasi yang datang.
Besarnya sudut datang dari sumber radiasi tidak mempengaruhi banyaknya
cacah yang terukur karena prinsip dari detektor Geiger Muller adalah mencacah zarah
radiasi selama radiasi tersebut masih bisa diukur. Berbeda dengan detektor lain
misalnya detektor sintilasi dimana besarnya sudut datang dari sumber radiasi akan
mempengaruhi banyaknya pulsa yang dihasilkan.
Kelebihan Detektor Geiger Muller, antara lain:
1. Konstruksi simple dan Sederhana
2. Biaya murah
3. Operasional mudah
Kekurangan Detektor Geiger Muller, antara lain:
1. Tidak dapat digunakan untuk spektroskopi karena semua tinggi pulsa sama.
2. Efisiensi detektor lebih buruk jika dibandingkan dengan detektor jenis lain.
3. Resolusi detektor lebih rendah.
4. Waktu mati besar, terbatas untuk laju cacah yang rendah.
Tegangan kerja (HV) yang diberikan pada detektor Geiger Muller (GM) dapat
mempengaruhi laju cacah yang dihasilkan. Hal ini merupakan salah satu karakteristik
dari setiap detektor GM. Adapun perubahan laju cacahnya mengikuti kurva karakteristik
seperti gambar.3 dibawah ini:
8
Gambar 3. Kurva plato detektor GM
Tegangan kerja detektor dipilih pada daerah plato atau tepatnya pada 1/3 lebar plato.
Kemiringan daerah plato juga perlu diketahui untuk melihat keandalan detektor. Hal ini
dapat ditentukan dengan persamaan berikut:
Lp=(N ¿¿2−N1)
(V ¿¿2−V 1)N1 x100% ¿¿
Dimana:
Lp = Kemiringan plato (% per volt atau % per 100 volt)
N1 = Laju cacah pada awal daerah plato, V1 (cpm atau cps)
N2 = Laju cacah pada akhir daerah plato, V2 (cpm atau cps)
Nilai kemiringan yang masih dianggap baik adalah lebih kecil dari 0,1 %per volt.
Kestabilan suatu alat ukur radiasi dapat ditentukan dengan menggunakan prinsip
‘chi square test’. Nilai chi square nya dapat dihitung dengan persamaan berikut :
X2= 1R∑i
n
(R i−R)2
Dimana :
X2 = Nilai chi square
R = Laju cacahan rata-rata (cpm atau cps)
Ri = Laju cacahan setiap pengukuran (cpm atau cps)
Untuk pengujian dengan melakukan sepuluh kali pengukuran berulang (N=10),
system pencacah masih bisa dikatakan stabil bila nilai chi square nya berkisar antara
3,33 hingga 16,9.
Detektor GM termasuk detektor yang lambat sehingga unuk pencacahan
aktivitas tinggi, hasil cacahnya harus dikoreksi terhadap waktu mati detektor tersebut,
yang dapat ditentukan berdasarkan persamaan di bawah ini:
Γ=N1+N2−N 12−Nb
N122−N 1
2−N22
Dimana :
Γ = Waktu mati detektor (menit atau detik)
N1 = Laju cacah sumber 1 (cps)
9
N2 = Laju cacah sumber 2 (cps)
N12 = Laju cacah sumber 1 dan sumber 2 secara bersama-sama (cps)
Nb = Laju cacah latar belakang (cps)
Adapun untuk mengoreksi hasil cacah terhadap waktu digunakan persamaan
seperti di bawah ini:
N sebenarnya=N o
1−No .Γ
Dimana :
No = Laju cacah sebelum dikoreksi (menit atau detik)
N1 = Laju cacah setelah dikoreksi (menit atau detik)
Oleh karena tidak seluruh radiasi yang dilepaskan sumber dapat tercacah oleh
detektor, maka efisiensi detektor perlu ditentukan untuk menunjukkan korelasi antara
nilai cacah yang ditunjukkan system pencacah GM dan aktivitas sumber sebenarnya.
Nilai efisiens ini dapat ditentukan dengan persamaan di bawah ini: (Tim Asisten ADPR,
2009)
η= RA . p
Dimana :
η = Efisensi detektor (cps/Bq)
R = Laju cacah (cps)
A = Aktivitas sumber sebenarnya (Bq)
P = Probabilitas pancaran radiasi
Nilai efisiensi dari setiap detektor sangat dipengaruhi oleh faktor geometri antara
sumber dan detektor, sehingga apabila jarak antara sumber dan detektor berubah, nilai
efisiensinya juga berubah.
Detektor GM merupakan detektor yang banyak dipakai baik sebagai system
pencacahan maupun dalam kerja lapangan (surveymeter). GM seperti halnya detektor
gas lain yang bekerja berdasarkan ionisasi gas bila dikenai radias. Bila detektor ini
diberikan tegangan daerah GM, elektron-elektron terkumpul di anoda dan pulsa-
pulsanya dicacah. Keuntungan GM adalah dapat menghasilkan pulsa listrik yang
sangat besar dibandingkan dengan detektor-detektor lain. Akan tetapi, detektor GM
tidak dapat membedakan energy radiasi yang mengenainya. Jadi, energy radiasiyang
10
mengenai detektor akan tercacah. GM sangat baik dipakai untuk mendeteksi partikel
beta, sedangkan jika dipakai untuk mendeteksi partikel alpha dan gamma kurang
efisien. Gas isian yang dipakai pada tabung GM adalah Hc, Ar, Kr, atau Xe. Biasanya
gas yang digunaka dicampur dengan gas peredam seperti uap etil alcohol, klor, brom
dan kejenuhan ionisasi. Permukaan detektor yang peka biasanya adalah lapisan tipis
dari mika (1,5-0,5 mg/cm2), alumunium (Al-7 mg/cm2) atau gelas (15 mg/cm2). Tekanan
campuran gas dalam detektor biasanya kurang dari 1 atm.
Diah, Septia. 2012. Detektor Geiger Muller. Sumber: http://septiadiah-fst09.web.unair.ac.id/artikel_detail-48045-Laporan%20Praktikum-R1%20Detektor%20Geiger%20Muller.html. Diakses pada tanggal 29 November 2012.
Prima, Anandhaka. 2011. Detektor Geiger Muller. Sumber: http://anan-dk.blogspot.com/2011/10/v-behaviorurldefaultvmlo.html. Diakses pada tanggal 19 November 2012.