BAB I PENDAHULUAN I.1 Latar Belakang Dengan kemajuan teknologi di dunia khususnya di Indonesia membuat pemakaian zat warna alam berkurang, dikarenakan keterbatasan bahan baku dan juga pengetahuan tentang zat warna alam itu sendiri. Kebanyakan orang lebih memilih memakai zat warna sintetik dikarenakan bahannya yang mudah didapat, juga mudah dalam proses pewarnaan serta harga dari zat warna sintetik relatif lebih murah. Pada dasarnya memang dibutuhkan keahlian dan juga ketelitian untuk membuat zat warna alam, karena zat warna alam harus diolah terlebih dahulu dan membutuhkan waktu yang lama. Zat warna alam memang memiliki karakteristik warna yang tergolong tidak cerah seperti warna-warna kayu, lain hal nya dengan zat warna sintetik yang dapat menghasilkan warna yang beragam. Namun, zat warna alam ini lebih ramah lingkungan karena tidak menghasilkan limbah yang berbahaya bagi makhluk hidup. Zat warna alam dapat dihasilkan dari batang, daun, buah, dan akar. Kali ini kami akan membahas zat warna alam yag dihasilkan dari daun, yaitu menggunakan daun jambu biji (Psidium guajava L). Daun jambu mudah didapat di Indonesia, karena daun jambu biji tumbuh di iklim yang tropis. Selain itu daun jambu biji juga memiliki daun yang berwarna hijau dengan rasa sepet. Dalam penelitian yang telah dilakukan ternyata daun jambu biji memiliki banyak kandungan senyawa, seperti polifenol, karoten, flavonoid dan tannin. Flavonoida merupakan kelompok flavonol turunan senyawa benzena yang dapat digunakan sebagai senyawa dasar zat warna alam. Berdasarkan studi literatur yang kami lakukan tanaman yang mengandung flavonoid akan memerikan warna kuning sampai coklat. 1
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Dengan kemajuan teknologi di dunia khususnya di Indonesia membuat
pemakaian zat warna alam berkurang, dikarenakan keterbatasan bahan baku dan
juga pengetahuan tentang zat warna alam itu sendiri. Kebanyakan orang lebih
memilih memakai zat warna sintetik dikarenakan bahannya yang mudah didapat,
juga mudah dalam proses pewarnaan serta harga dari zat warna sintetik relatif
lebih murah.
Pada dasarnya memang dibutuhkan keahlian dan juga ketelitian untuk
membuat zat warna alam, karena zat warna alam harus diolah terlebih dahulu
dan membutuhkan waktu yang lama. Zat warna alam memang memiliki
karakteristik warna yang tergolong tidak cerah seperti warna-warna kayu, lain
hal nya dengan zat warna sintetik yang dapat menghasilkan warna yang
beragam.
Namun, zat warna alam ini lebih ramah lingkungan karena tidak
menghasilkan limbah yang berbahaya bagi makhluk hidup. Zat warna alam dapat
dihasilkan dari batang, daun, buah, dan akar. Kali ini kami akan membahas zat
warna alam yag dihasilkan dari daun, yaitu menggunakan daun jambu biji
(Psidium guajava L).
Daun jambu mudah didapat di Indonesia, karena daun jambu biji tumbuh
di iklim yang tropis. Selain itu daun jambu biji juga memiliki daun yang berwarna
hijau dengan rasa sepet. Dalam penelitian yang telah dilakukan ternyata daun
jambu biji memiliki banyak kandungan senyawa, seperti polifenol, karoten,
flavonoid dan tannin. Flavonoida merupakan kelompok flavonol turunan senyawa
benzena yang dapat digunakan sebagai senyawa dasar zat warna alam.
Berdasarkan studi literatur yang kami lakukan tanaman yang mengandung
flavonoid akan memerikan warna kuning sampai coklat.
Pada percobaan ini kami akan menganalisa daun jambu biji sebagi zat
warna alam atau hanya sebagai pigmen warna saja. Maksud dan tujuan
percobaan ini adalah memanfaatkan dan mengembangkan daun jambu biji yang
dikenal di bidang kesehatan saja, namun daun jambu biji mempunyai kemampuan
untuk mewarnai bahan sebagai zat warna asam, sehingga dapat menambah dan
memperkaya jenis-jenis zat warna alam yang ada.
1
I.2 Rumusan Masalah
Masalah yang dibahas dalam penelitian ini adalah:
1. Apa saja kandungan dalam daun jambu biji?
2. Bagaimana cara pembuatan zat warna alam dari daun jambu biji?
3. Bagaimana melakukan pencelupan kain dengan zat warna dari daun jambu
biji ?
4. Diklasifikasikan sebagai apakah zat warna yang berasal dari daun jambu
biji ?
5. Bagaimana evaluasi kain setelah dilakukan pencelupan dengan daun
jambu biji?
I.3 Batasan Masalah
Batasan masalah dari penelitian ini adalah :
1. Kandungan yang terdapat pada daun jambu biji.
2. Pembuatan zat warna alam dari daun jambu biji dengan cara ekstraksi.
3. Zat warna diidentifikasi dengan pencelupan dengan berbagai macam
bahan, dengan pelarutan, dan pencelupan dengan berbagai variasi
pencelupan.
4. Klasifikasi jenis zat warna daun jambu biji.
5. Evaluasi hasi pencelupan dilakukan dengan uji ketuaan warna, uji
ketahanan luntur terhadap pencucian dan terhadap gosokan.
I.4 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Mengetahui kandungan senyawa pada daun jambu biji yang berpotensi
sebagai pemberi warna.
2. Mengetahui cara pembuatan zat warn alam.
3. Mengidentifikasi dan menguji suatu zat warna alam dengan
mengelompokannya ke dalam zat warna sintetik berdasakan kemiripan
sifatnya.
4. Dapat mengklasifikasikan jenis zat warna dari ekstrak kunyit.
5. Mangetahui proses pengujian terhadap hasil celup dengan zat warna daun
jambu biji.
I.5 Metodologi Penelitian
Percobaan ini dilakukan di laboratorium Kimia Zat Warna, Sekolah
Tinggi Teknologi Tekstil Bandung. Percobaan dilakukan dengan ekstraksi
2
dari daun jambu biji agar memperoleh zat warna alam dalam bentuk bubuk
(powder) dan melakukan pencelupan dengan variasi waktu pencelupan dan
proses pengerjaan iring. Metodologi penelitian didasarkan atas beberapa
hal :
1. Studi Literatur
2. Percobaan pembuatan zat warna secara langsung dengan proses
ekstraksi
3. Pengujian untuk evaluasi hasil pencelupan meliputi :
- Pengujian ketuaan warna (spektrofotometri)
- Pengujian ketahanan luntur terhadap pencucian
- Pengujian ketahanan luntur terhadap gosokan kering dan basah
I.6 Manfaat Penelitian
Dengan dilakukannya percobaan ini, kami berharap adanya manfaat
yang positif dalam dunia tekstil dengan dihasilkannya zat warna alam dari
daun jambu biji yang dapat mewarnai bahan tekstil serta zat warna yang
ramah lingkungan.
3
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1. Landasan Teori
2.1.2. Jambu Biji/Daun Jambu Biji
a. Klasifikasi
Divisi : Spermatophyta
Anak divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Bangsa : Mytales
Keluarga : Myrtaceae
Marga : Psidium
Varietas : Psidium
guajava L
b. Sejarah Singkat
Jambu biji merupakan salah satu tanaman buah jenis perdu. Jambu biji
dalam bahasa Inggris disebut Lambo guava. Tanaman ini berasal dari
Brazilia Amerika Tengah, yang kemudian menyebar ke Thailand kemudian
ke negara Asia lainnya seperti Indonesia. Hingga saat ini telah
dibudidayakan dan menyebar luas di daerah-daerah Jawa. Jambu biji
sering disebut juga jambu klutuk, jambu siki, atau jambu batu. Jambu
tersebut kemudian dilakukan persilangan melalui stek atau okulasi dengan
jenis yang lain, sehingga akhirnya mendapatkan hasil yang lebih besar
dengan keadaan biji yang lebih sedikit bahkan tidak berbiji yang diberi
nama jambu Bangkok karena proses terjadinya dari Bangkok.
c. Morfologi
Tanaman jambu biji merupakan tanaman yang hidup pada iklim tropis
dan semitropis. Jambu merupakan buah yang terkenal di dunia karena
dapat dimakan. Tanaman jambu biji merupakan jenis tanaman perdu,
tingginya 5-10 meter, batang berkayu, bulat, kulit kayu licin, mengelupas,
bercabang, warna coklat kehijauan. Daun tunggal, bulat telur, ujungnya
tumpul, pangkal membulat, tepi rata, panjang 6-14 cm, lebar 3-6 cm,
pertulangan menyirip, warna hijau kekuningan. Daun muda berbulu abu-
abu, daun bertangkai pendek. Bunga tunggal di ketiak daun, mahkota
4
bulat telur, panjang 1,5 cm, warna putih kekuningan. Bakal buah
tenggelam, beruang 4-5, buah buni bundar, bentuk buah peer atau buah
bulat telur, warna putih kekuningan atau merah muda, panjang 5-8,5 cm
Cabangnya melengkung, berlawanan dengan daun. Warna bunga putih,
dengan kelopak yang membengkok ke dalam, 2 sampai 3 pada aksil daun.
Buahnya berukuran kecil, dengan panjang sekitar 3-6 cm. Bentuk buahnya
menyerupai buah pir, dengan warna kuning kemerahan saat matang
d. Kandungan Kimia pada Daun Jambu Biji
Flavonoid
Flavonoid merupakan salah satu dari kelompok senyawa fenolik
yang dapat ditemukan di buah dan sayur. Senyawa tersebut memiliki 15
atom karbon, terdiri dari dua cincin benzena tersubstitusi yang
dihubungkan oleh satu rantai alifatik yang mengandung tiga atom karbon
(Gambar 1.7). Kerangka dasar dari struktur flavonoida adalah sistem C6-
C3-C6.
5
Gambar 1. Struktur Flavonoid
Flavonoid telah diteliti memiliki berbagai aktivitas biologis.
Flavonoid berperan sebagai antikanker, antiviral, antiinflamasi,
mengurangi resiko penyakit kardiovaskuler dan berperan dalam
penangkapan radikal bebas. Kekuatan aktivitas antioksidan dari flavonoid
bergantung pada jumlah dan posisi dari gugus OH yang terdapat pada
molekul. Semakin banyak substitusi gugus hidroksi pada flavonoid, maka
aktivitas antiradikalnya semakin besar. Adanya gugus orto-katekol (3‘4‘-
OH) pada cincin B flavonoid merupakan faktor penentu kapasitas
antioksidan yang tinggi (Andersen et al., 2006).
Pinene, Guaijavarin, dan Quercetin
Daun jambu biji mengandung senyawa kimia yaitu Tanin, Zat Samak
Pirogalol, Minyak Lemak, Minyak Atsiri (euginol), Limomen, Kariofilen,
Quersetin, Damar, Triterpenoid, Asam Malat, Asam Ursolat, Asam
Guajaverin, Asam Krategolat, Asam Oleonolat, Asam Psidiolat,
Leukosianidin, Amritosida, dan Avikular in (Gunawan, 2001).
Pada bagian daun jambu biji mengandung minyak esensial
dengan komponen utama yaitu α-pinene, β-pinene, limonene, menthol,
lime, unslaked lime, dan fluxing lime. Sifat-sifat fisik kapur adalah,
berbentuk gumpalan yang tidak teratur, warnanya putih atau putih keabu-
abuan, kadang-kadang bernoda kekuningan atau kecoklatan yang
disebabkan oleh adanya unsur besi.
Fero Sulfat (FeSO4) atau yang dikenal tunjung merupakan jenis
garam yang bersifat higroskopis, artinya mudah menyerap uap airdari
udara. Air akan terikat secara kimia dalam molekul kristal dan disebut air
kristal. Tunjung memiliki sifat-sifat antara lain larut dalam air, namuntidak
larut dalam alkohol, tidak berbau dan beracun, menguap pada suhu 300C.
Penggunaannya sebagai zat pewarna besi oksida, garam logam. Air
tunjung aman bagi lingkungan, mudah didapat, murah harganya serta
terbukti dapat dipakai sebagai pembangkitwarna (Fiksator).
2.1.5 Pengujian Hasil Pencelupan
Ketuaan Warna
Ketuaan warna hasil celup akan diperoleh jika pada saat proses
pencelupan zat warna masuk ke dalam bahan secara maksimal. Oleh
karena itu, ketuaan warna dipengaruhi oleh daya serap kain, kasesuaian
jenis zat warna dengan jenis kain. Ketuaan warna dipengaruhi oleh
perbandingan larutan (Rasyid Djufri 1976:121), yaitu perbandingan antara
jumlah larutan dengan bahan tekstil yang dicelup. Warna tua diperoleh
pada perbandingan larutan yang rendah, dimana zat warna yang terserap
lebih besar dari yang terlepas dalam larutan.
Ketahanan Luntur
Penilaian tahan luntur warna pada tekstil dilakukan dengan
mengamati adanya perubahan warna asli dari contoh uji sebagai : tidak
berubah, ada sedikit perubahan dan sama sekali berubah. Di samping
dilakukan pengujian terhadap perubahan warna yang terjadi juga
dilakukan penilaian penodaan terhadap kain putih setelah kain yang diuji
dimasukkan dalam alat laundrymeter dan crockmeter.
Penilaian secara visual dilakukan dengan membandingkan
perubahan warna yang terjadi dengan suatu standar perubahan warna.
16
1. Standar Skala Abu – abu(Grey Scale )
Standar skala abu – abu digunakan untuk menilai perubahan warna
pada uji tahan luntur warna. Standar skala abu – abu terdiri dari 5 pasang
lempeng standar abu –abu dan setiap pasang menunjukkan perbedaan
atau kekontrasan warna yang sesuai dengan nilai tahan luntur warnanya.
Nilai skala abu–abu menentukan tingkat perbedaan atau kekontrasan
warna dari tingkat terendah sampai tertinggi. Tingkat nilai tersebut adalah
5, 4, 3, 2 dan 1.
2.Standar Skala Penodaan (Stainning Scale).
Standar skala penodaan dipakai untuk menilai penodaan warna
pada kain putih yang digunakan dalam menentukan tahan luntur warna.
Seperti pada standar skala abu – abu, penilaian penodaan pada kain
adalah 5, 4, 3, 2 dan 1 yang menyatakan perbedaan penodaan terkecil
sampai tersebar. Standar skala penodaan terdiri dari 5 pasang lempeng
standar putih dan abu – abu, yang setiap pasang menunjukkan perbedaan
atau kekontrasan warna yang sesuai dengan nilai penodaan warna.
2.2. Hipotesa
Dari literatur yang ada tentang daun jamu biji (Psidium guajava L), didapat kandungan seperti, polifenol, karoten, flavonoid dan tannin, sehingga daun jambu biji dapat mewarnai kain. Tannin yang terkandung bersifat pemberi warna, selain itu dengan adanya senyawa flavonoid yang memberikan warna kuning sampai coklat. Sehingga dari hasil ekstraksi daun jambu biji dapat mencelup kain nylon dengan warna coklat keemasan
17
dengan ketuaan warna, ketahanan cuci, tahan gosok kering dan tahan gosok basah yang berbeda.
18
Menimbang Daun Jambu Biji 605 gram
Ekstraksi daun jambu biji seberat 600 gramPengujian Kandungan Air Pada Daun Jambu Biji Seberat 5 gram
Daun jambu biji dibersihkan, dipotong kecil-kecil, direbus dalam air dengan perbandingan 1: 20
Ekstraksi 600 gram daun jambu biji ditambah 12 liter air didihkan sampai air tersisa 1/3, hingga 4 liter Disaring. Filtratnya dipisahkan Didapat 1 liter filtrate.
Diuapkan untuk pembuatan zat warna bubuk sebanyak 2,5 literLakukan proses pencelupan pada berbagai bahan sebanyak 150 ml
Uji KapilaritasIdentifikasi zat warna
Lakukan proses pencelupan pada berbagai kain dengan hasil warna yang paling tua sebanyak 150 ml
Tanpa pengerjaan iring Dengan Pengerjaan Iring
Evaluasi hasil pencelupan
Ketuaan warna (K/S) Spektrofotometri Ketahanan Luntur
Ketahanan Cuci Ketahanan gosokan
BAB III
PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN
Percobaan
3.1. Diagram Alir Proses
19
3.2. Proses Ekstraksi Daun Jambu Biji
3.2.1. Maksud dan Tujuan
Mendapatkan ekstrak daun jambu biji yang akan digunakan untuk pembuatan zat warna bubuk dan larutan pada proses pencelupan.
3.2.2. Alat dan Bahan
– Panci– Kompor gas– Timbangan– Botol– Pisau
– Pengaduk
– Saringan
– Irisan daun jambu biji
– Air
3.2.3 Cara Kerja1. Menimbang daun jambu biji sebanyak 600 gram untuk ekstraksi bahan,
kemudian dipotong kecil-kecil.
2. Memasukkan 600 gram potongan kecil daun jambu biji tersebut ke
dalam panci yang telah berisi 12 L air (1:20) dan memasaknya sampai
dengan mendidih.
3. Membiarkan pendidihan sampai larutan yang tersisa hanya 1/3 bagian
(± 4 liter), kemudian filtrat dan endapan yang terbentuk dipisahkan
dengan cara penyaringan.
4. Memasukkan hasil ekstraksi yang berupa filtrat ke dalam botol kosong,
lalu menyimpannya dalam lemari es.
3.2.4. Hasil Ekstraksi
Berat daun jambu biji = 600 gram
Air yang digunakan = 12 liter
Filtrat yang didapat = 4 liter
20
Pembuatan zat warna = 1,5 liter
Poses pencelupan = 2,5 liter
3.3. Pengujian Kadar Air (MC/MR)
3.3.1. Maksud dan Tujuan
Mengetahui kandungan kadar air dalam daun jambu biji.
3.3.2. Alat dan Bahan
– Timbangan
– Cawan porselen
– Oven
– Daun jambu biji yang sudah dipotong kecil (5 gram)
3.3.3. Cara Kerja
1. Membersihkan daun jambu biji.
2. Menimbang daun jambu biji sebanyak 5 gram dimasukkan ke dalam
cawan, kemudian memananaskannya dalam oven dengan suhu 100°C
selama 6-10 jam.
3. Setelah 10 jam cawan diangkat dan dimasukkan ke dalam eksikator
selama 30 menit.
4. Mengeluarkan cawan dan menimbang bahan sampai didapatkan berat
tetap sebagai Berat Kering (BK), kemudian menghitung Moisture Regain
bahan dengan rumus :
3.3.4. Perhitungan Kadar Air
Berat Cawan = 70,26 gram
Berat daun jambu biji = 5 gram
Berat Cawan + Daun = 75,26 gram
Berat Daun Kering = 75,26 – 72,76 = 2,5 gram
Kadar Air (MR) = berat basa h−berat kering
berat kering×100%=75,26−72,76
75,26×100%=50%
MC = berat basa h−berat kering
berat kering×100%=75,26−72,76
75,26×100%=50%
3.4. Pembuatan Zat Warna Bubuk
3.4.1. Maksud dan Tujuan
21
Mengetahui kandungan zat warna bubuk (%) dalam 1500 ml larutan
zat warna hasil ekstraksi daun jambu biji.
3.4.2. Alat dan Bahan
– Panci
– Kompor
– Pengaduk
– Piala gelas
– Cawan
– Kertas saring
– Oven
– Eksikator
– Filtrat daun jambu biji
3.4.3. Cara Kerja
1. Memanaskan 1500 ml filtrat daun jambu bii dari hasil ekstraksi.
2. Memindahkan sisa filtrat ke dalam cawan kemudian ditimbang.
3. Memasukkan cawan tersebut kedalam oven agar sisa filtrat menjadi
kering dalam suhu 102°C.
4. Menimbang kembali berat cawan dan filtrat yang telah kering sampai
beratnya tetap.
5. Menghitung % kadar zat warna bubuk.
3.4.4. Perhitungan
Berat cawan : 60,20 gram
Berat cawan + pasta daun jambu biji : 78,20 gram
Kandungan zat warna bubuk : 78,20 – 60,20 = 18,00 gram
Kandungan air :
[ 15001500×600 g]−kandungan zat warna (g )
[ 15001500×600 g]
×100%
600g−18,00 g
600g×100%=97%
Kandungan zat warna : 100 – 97 = 3 %
3.5. Identifikasi Zat Warna
3.5.1 Pencelupan Berbagai Jenis Kain
3.5.1.1. Maksud dan Tujuan
Sebagai langkah analisa awal untuk mengetahui zat warna yang
terkandung di dalam daun jambu biji dengan melihat hasil celupan pada
kain yang tertua.
22
3.5.1.2. Alat dan Bahan
- Filtrat daun jambu biji
- Kain nylon
- Kain kapas
- Kain akrilat
- Kain sutera
- Kain rayon
- Piala gelas 500 ml
- Pengaduk
- Kasa
- Pemanas / bunsen
- Timbangan
3.5.1.3. Resep
Ekstrak daun jambu biji
Vlot = 1 : 30
Suhu = 90°C
Waktu = 30 menit
3.5.1.4. Langkah Kerja
1. Menyiapkan filtrat daun jambu biji dengan volt 1:30
2. Mencelup berbagai jenis kain (kapas, rayon, nylon, akrilat, dan sutera) selama 1 jam.
3. Melakukan proses pencucian.
3.5.1.5. Data Percobaan dan perhitungan Berat kain = 4,97 gram
Kebutuhan larutan = 4,97 × 30 = 149,1 ml
3.5.1.6. Hasil percobaan
Setelah dilakukan identifikasi dengan cara pencelupan pada
berbagai bahan, hasil pencelupan dengan warna tua, yaitu pada bahan
nylon maka dari itu bahan yang kami uji untuk pencelupan dengan zat
warna daun jambu biji hanya dilakukan pada bahan nylon saja.
3.6. Pencelupan Kain Nylon dan Proses Iring
3.6.1. Maksud dan Tujuan
Mencelup kain Nylon dengan hasil ekstraksi daun jambu biji dan
penambahan zat pembantu dengan variasi waktu (10’, 20’, 35’, dan 50’),
selanjutnya hasilnya akan dilakukan pengujian ketuaan warna, ketahanan
luntur, tahan gosok kering dan tahan gosok basah.
3.6.2. Alat dan Bahan - Gelas Ukur - Piala glas 500 ml