: TANDA TANDA ZAMAN *{t % B € [/ber (bahasa Jerman, artin-va superior, di atas, melarnpaui) memporaliporandakan dunia lterj a 1'ang sudah terkodifikasi denganjelas. Itu sebabny'a, para sopil taksi di Jakarta memprotes keras L/ber. Prancis, yang ketat mengatur izin sopir taltsi, sontak liacau saat Uber masuk tanpa permisi. Prancis terkenal ketat mengatur dunia keria. Dalarn pertahsian, "izin mengemudi" harganl'a 3oo ribu euros (setara 4 miliar rupiah)! Nilai yang dianggap rvajar. karena uang ini menjadi'jaminan pensittn" szrat si sopir' hendak berhenti kerja. Dalam sekali "klik" aplikasi L'ber, sistem itu bu1'ar, karena konsumen bisa mendapatlian kendaraan dengan harga murah dari seorang sopir tanpa izin bertaksi. Lainn1,a, Airbnb, aplikasi 1,ang memudahkan konsumen mendapatltan penginapan murah di berbagai kota dari seseorang 1-ang inerniliki kamar kosong di rumahnya. Aliibatn-'-a, bisnis hotel klasik di Prancis kelimpungan. Ada juga aplikasi Le Bon Coin yang mempertemukan para pemilik barang antik dengan kolektor. Berkat aplikasi, semua gampang dan kedua belah pihak senang. Aplikasi merevolusi makna pekerjaan. Dalam sehari, orang bisa rnenjadi sopir Llber, penjual bara-ng natik, dan penyedia penginapan. Berkat aplikasi, semua orang bisa menjadi apa saja seturut ritme yang ia maui. Lucunya, utopia pekerjaan dengan aplikasi di masyarakat neolib ini justru mirip mimpi Karl Marx tentang masl,arakat komunis sbb: "Dalam masyarakat komunis, tak seorangpun terkurung dalarn lingkaran aktivitas yang eksklusif, karena tiap orang bebas rnembentuk diri dalam bidang -vang diinginkan; (mas1-arakat komunis adal ah) masyarakat produksi dalam arti luas, yang mengizinkan siapa saja melakukan sesuatu pada hari ini, sesuatu yang lain esoh hari lainnya lagi, pergi berburu pada pagi hari, memancing pada siang hari memancing, mengurusi peternakan di rumah pada sore hari, dan asyik membuat kritik pada malam hari, seturut yang kusukai, tanpa pernah sekalipun menjadi pemburu, nelayan, gembala atau kritikus" (bdk. "Uber et les metamorphoses du travail", Philosophie Magazine No. 9t, Juiilet/Aoirt zor5: r8-r9). Dengan Uber dan berbagai aplikasi 1'ang beredar saat ini, mimpi komunisme clan utopia neoliberalisme berjumbuh di peiaminan. Karl Nlarx rnenjadi nabi ireoliberalisme? Ironi lucu. namun riil. I(onsumen selalu mencari 1.ang lebih mudah, nvanran, dan murah. Kemajuan memang tidak bisa dilalvan, karena orang memang sulia maju. Namun tak ada tuarteg 1'ang gratis, tak ada lieiryamanan 1'ang takberbayar. Dan 1'ang paling diuntungkan adalah perusahaan aplihasi. Nilai perusahaan Lrber di Bursa Amerika Serikat mencapai 5r rniliar dolar (Rp672,7 triliun) per April zot6. Jadi siapa 1'ang n-remba-var? Para sopir Llber dan pengemudi Gojek tentu senang karena bisa bekerja semaun)'a. Namun pernahliah mereka menghitung penl.usutan harga kendaraan pribadi -vang dipakai? Bagaimana dengan sistem poin 1'ang rnelvajibkan mereka bekerja sekeras-kerasnya demi mendapatkan setoran harian dan bonus? Bagairnana nanti bila usia mereka tidak kompetitif? Sistem aplikasi, kalau tidak dirvaspadai, menimbulkan kelas proletar yang meluas. ,vang irarus bekerja fisik secara keras, dan harnpir tanpa kemungkinan meningkatkan diri untuk naik kelas sosial. Di Prancis, sejak zoo4 bermunculan Driue, sebuah hypermarket besar, terletal< di pinggiran kota. Dengan aplikasi ini, konsumen bisa memesan belanja minggtrannya on-line (bdk. "Les damn6s de l'H1'per", Philosophie Magazine No. 9o, Juin zor5: 31-35). Dengan adanya 6 juta orang.vang rutin berbelanja ler,r,at aplikasi, maka setiap tahun ada 3o juta pesanan. Artinya, setiap detik ada "klik" pesanan belanja online. Dan tiap "klik" diikuti gerak pekerja di Driue yang mengambilkan aneka barang pesanan di rah-rak yang sudah diatur rapi di hypermarkef seluas 4.ooo meter persegi. Nomor 05-06, Tahun Ke-65, ,OrO BASIS ffiflt.ry t g#lg