PENDAHULUAN
Epilepsi ialah istilah yang digunakan untuk menggambarkan berbagai keadaan
yang mempunyai satu sifat khas sama, yakni adanya kecenderungan timbulnya gejala-
gejala klinis secara berjangkitan yang dikenal sebagai serangan-serangan epileptis.
Epilepsi merupakan masalah penting baik dipandang dari sudut i1mu
kedokteran maupun sosial. Diperkirakan, di seluruh dunia terdapat lebih dari duapuluh
juta orang penderita epilepsi, akan tetapi hanya sebagian kecil para penderita tersebut
telah dapat menikmati pengobatan secara mutakhir.
Di Indonesia epilepsi sudah lama dikenal oleh masyarakat dengan berbagai
nama, diantaranya ayan, sawan, celeng dll. Namun masih sering masyarakat
menganggap epilepsi atau ayan bukan sebagai penyakit, akan tetapi sebagai akibat
kekuatan gaib, kutukan atau kesurupan, sehingga banyak di antara para penderita
epilepsi tidak mendapat perhatian selayaknya. Epilepsi juga sering dikaitkan dengan
penyakit jiwa atau inteligensi rendah. Kurangnya pengertian tentang epilepsi
dikalangan masyarakat merupakan sebab utama mengapa masalah epilepsi belum
dapat ditanggulangi dengan baik.
Kebanyakan penderita tidak atau tidak teratur berobat ke dokter, anak-anak
yang menderita epilepsi sering tidak disekolahkan atau dikeluarkan dari sekolah karena
mendapat serangan-terangan kejang.
Walaupun belum pernah dilakukan penyelidikan epidemiologis tentang
epilepsi di Indonesia dapat dikatakan, bahwa epilepsi tidak jarang dijumpai, dalam
masyarakat. Jika dipakai angka-angka prevalensi dan insiden epilepsi yang didapatkan
dalam kepustakaan, yakni untuk prevalensi 5-10 pro mil dan insiden 0.5 pro mil, maka
dapat diduga, bahwa di Indonesia yang berpenduduk sekitar 180 juta orang, paling
sedikit terdapat 900.000 - 1.800.000 orang penderita epilepsi, sedangkan insiden
adalah 90.000 kasus epilepsi baru tiap tahun.
Ada pula yang mengatakan bahwa :
Prevalensi epilepsi diperkirakan ada sekitar 1 % ini berarti dari 220 Juts
penduduk di Indonesia ada sekitar 2.200.000 penderita epilepsi. WHO memperkirakan
2-5% dari penduduk dunia pernah mengalami kejang. Epilepsi terdapat pada semua
bangsa dengan hanya sedikit variasi pada penyebaran geografik. Pada laki ada sedikit
lebih banyak, ini mungkin. oleh karena karena lelaki lebih terpapar terhadap trauma
khususnya trauma kepala.
Sekitar 30% mendapat serangan pertamanya sebelum umur 4 tahun dan terjadi
50% pada umur 10 tahun serta 75% pada umur 20 tahun. Hanya 15% dari penderita
mengalami serangan pertamanya setelah umur 25 tahun dan kurang dari 2% mendapat
serangan pertamanya setelah 50 tahun. Insiden epilepsi lebih tinggi pada anak pertama
dibandingkan anak kedua, dan anak kedua lebih tinggi dibandingkan anak ketiga dan
seterusnya. Mungkin ini disebabkan anak pertama adalah pembuka jalan dibandingkan
anak kedua; penelitian belum dilakukan pada kasus sectio zaesaria. Anehnya banyak
epilepsi lobus temporalis timbul sekitar menjelang dewasa muda, padahal sangat
mungkin penyebabnya dari sklerosis lobus temporalis adalah proses kelahiran
bermasalah. Ini mungkin disebabkan karena pada umur menjelang dewasa otak si anak
bekerja lebih berat, berhubung sekitar umur itu si anak tersebut mulai berdikari.
Epilepsi adalah penyakit yang sangat penting di masyarakat kita; oleh karena
timbulnya pada umur kanak-kanak dan umur produktif, maka penanggplangannya
secara baik perlu dilakukan dan untuk ini diperlukan pengertian dan pemahaman
patofisiologi dan penyebabnya yang lebih baik. Epilepsi parsial ditemukan pada 2/3
penderita epilepsi dewasa dan pada penderita epilepsi anak-anak.
Sejarah Epilepsi
Keterangan epilepsi yang paling tua terdapat di lembaran Babylon. Yang
tersimpan di British Museum (1) Harsono.
Kata epilepsi berasal dari kata Yunani Epilam banein yang berarti sesuatu
yang menimpa seseorang dari luar hingga ia jatuh.
Epilepsi sudah dikenal sekitar 2000 tahun sebelum Masehi di daratan Cina,
namun Hippocrates ialah orang pertama yang mengenal epilepsi sebagai gejala
penyakit. Ia menganggap epilepsi sebagai penyakit otak yang disebabkan oleh berbagai
keadaan yang dapat difahami dan bukan sebagai akibat kekuatan gaib. Salah satu
definisi epilepsi pada zaman purbakala berbunyi : Epilepsi ialah kejang seluruh badan
disertai gangguan fungsi luhur. (2,3) Agoes.
Hippocrates, Soranus dan Aretaeus telah menggambarkan berbagai gejala yang
mendahului serangan epilepsi, misalnya rasa berat kepala, pusing, tinnitus, mencium
bau sesuatu tidak nyaman, dsb. Kata aura yang dalam bahasa Yunani berarti tiupan
angin pertama kali dipakai oleh Pelops dan Galenus.
Pada zaman renaissance para dokter lebih jelas menggambarkan bermacam
manifestasi epilepsi, diantaranya serangan yang tidak disertai kejang, akan tetapi
bersifat otomatisme atau yang timbul sebagai kehilangan kesadaraa sebentar disertai
berbagai jenis gerakan sebagian badan, misalnya kelopak mata, kepala dan lain-lain.
Orang pertama yang menggambarkan serangan otomatisme ialah Benivenius pada
tahun 1507 dan kemudian oleh Erastus (1581) dan Toxites (1644) juga diumumkan
kasus-kasus serangan epilepsi yang, bersifat otomatisme 4,5.
Sebagai telah dikemukakan serangan yang sekarang terkenal dengan nama,
absence atau serangan epilepsi petit mal telah digambarkan oleh Hippocrates, baru
abad ke-18 dan ke-19 jenis epilepsi tersebut, lebih jelas dilukiskan oleh para
penyelidik Kata absence pertama kali dipakai oleh Calmeil dalam tahun 1824,
sedangkan Kata petit mal dianjurkan oleh Esquirol (1838) (3,4).
Herpin (1867) dan Falret (1860) telah menggambarkan bangkitan
automatismus dan gejala psikosensorik yang disebut aura intelektuil (5).
Epilepsi fokal juga telah dikenal oleh Hippocrates. Ia menggambarkan suatu
serangan yang dialami oleh seorang yang pernah menderita trauma capitis. Serangan
kejang mulai pada bagian kontralateral dari tempat kepala terkena trauma. Dalam abad
ke-19 berbagai penyelidik menjelaskan pentingnya gejala permulaan serangan pada
epilepsi fokal dan bagaimana hubungan antara lesi lokal pada korteks serebri dan aura
atau pennulaan serangan epilepsi. Robert Todd memakai istilah hemiplegi epileptis
untuk kelumpuhan yang terjadi setelah serangan kejang fokal. Kelumpuhan tersebut
yang disebabkan oleh karena beberapa bagian otak sesudah serangan kehilangan fungsi
untuk sementara waktu, hingga sekarang masih disebut paralisis Todd (3).
Baru dalam bagian kedua abad ke-19 dilakukan penyelidikan secara ilmiah
mengenai dasar serangan epilepsi., Hughlings Jackson (1863 1899) danGoWers
(1881) memelopori penyelidikan epilepsi secara modern, yakni atas dasar anatomi dan
fisiologi. Jackson dengan teliti menggambarkan serangan epilepsi fokal motoris dan
mengemukakan hipotesis, bahwa serangan tersebut disebabkan oleh lepas-muatan
listrik di berbagai bagian otak tertentu.
Menurut Jackson epilepsi ialah gejala lepas-muatan listrik sebagian substansia
grisea otak yang berlangsung secara tiba-tiba, berlebih, cepat. tidak teratur dan bersifat
sementara.
Semua serangan dapat dijelaskan atas dasar hipotesis ini. Tergantung pada
bagian otak mana yang berlepas muatan dijumpai bermacam jenis serangan,
diantaranya yang bersifat motoris, sensoris, psikis, dll. Juga epilepsi grandmal dan
petit mal disebabkan oleh lepas-muatan listrik sebagian susunan saraf pusat. yakni
menurut Jackson di bagian hemister otak yang mempunyai fungsi tertinggi. Perbedaan
antara epilepsi grandmal dan petit mal hanva terletak pada kekuatan lepas-muatan.
Menurut Jackson semua jenis epilepsi mempunyai dasar sama. Diagnosa epilepsi tidak
didasarkan pada banyaknya atau kerasnya gejala, akan tetapi ada sifat paroksismal
timbulnya gejala-gejala, tersebut (6).
Dalam tahun 1888 Jackson mengumumkan suatu serangan epilepsi yang la
sebut bentuk epilepsi yang aneh (a peculiar variety, of epilepsy). Serangan tersebut
disertai tingkah laku penderita yang aneh seolah-olah bertujuan, sedangkan kesadaran
tidak seluruhnya hilang, akan tetapi berubah. Serangan demikian biasanya didahului
oleh bermacam halusinasi dan ilusi misalnya halusinasi pembau, pengecap,
pendengaran atau penglihatan, disertai gerakan kecap-kecap atau berludah. Jackson
menemukan keadaan demikian keadaan seperti mimpi (dreamy state).
Sebagai sebab ia menemukan berbagai lesi dalam lobus temporalis bagian
depan, yakni di unkus dan beberapa bagian sekitarnya. Dalam pemeriksaan bedah-
mayat Jackson juga menemukan beberapa sebab serangan kejang fokal, diantaranya
sifilis, gangguan peredaran darah otak, tumor dll. Diterangkan, bahwa lesi yang
menyebabkan lepas muatan listrik abnormal dapat menyebarkan lepas-muatan listrik
itu ke berbagai bagian korteks lainnya, sehingga serangan yang mulai pada salah satu
bagian badan dapat menjalar ke bagian lain, bahkan ke seluruh badan. Gowers selain
membuat klasifkasi serangan kejang juga telah menentukan berbagai jenis epilepsi,
bermacam aura yang mendahului serangan, berbagai faktor etiologi, faktor herediter.
cara membuat diagnose dan diagnose pertimbangan serta terapi.
Penyelidikan tentang epilepsi memasuki, tahap baru dengan adanya
pemeriksaan elektroensefalografi, yakni pemeriksaan faal otak dengan jalan mencatat
atau merekam potensial listrik otak dari permukaan kepala. Penyelidikan pertama
tentang fenomen otak dilakukan oleh Caton dalam tahun 1875, yang berhasil merekam
kegiatan listrik otak kera dengan menggunakan sebuah galvanometer halus. Hans
Berger antara tahun 1909 dan 1929 adalah orang pertama yang berhasil merekam
kegiatan listrik otak manusia dari permukaan kepala.
Gibbs dan Lennox (1937) menemukan berbagai kelainan elektroensefalografik
berupa ritme gelombang berfrekwensi 6 per sekon dengan puncak datar bercampur
gelombang tajam pada bangkitan yang mereka sebut epileptik equievalent atau
automatismus. Bangkitan tersebut mirip bangkitan epilepsi yang telah di gambarkan
Jackson. Mereka menandai epilepsi psychomotor
Gibbs dan Fuster (1948) berpendapat bahwa kebanyakan penderita yang menunjukkan
kelainan elektroensefalografik yang khas untuk epilepsi psychomotor. Mereka
berpendapat bahwa kelainan tersebut terutama terdapat pada daerah lobus temporalis.
Kemajuan pesat di bidang neurotisiologi dan neurokimia setelah perang dunia
kedua, terutama dalam tiga dekade akhir ini telah memungkinkan penelitian lebih
mendalam tentang mekanisme dasar serangan epilepsi. Penelitian-penelitian tersehut
dan penelitian berbagai aspek lain epilepsi, diantaranya manifestasi klinis, diagnose,
pengobatan, aspek-aspek psikologis, sosial dan sebagainya telah banyak memberi
sumbangan dalam meningkat-kan pengertian tentang epilepsi dan penanggulangannya,
walaupun masih banyak yang belum diketahui.
PENGERTIAN EPILEPSI
Epilepsi adalah suatu kumpulan gejala atau yang mengenai otak, dicirikan oleh
gangguan fungsi kesadaran, motorik, sensorik dan aktivitas otonom, disebabkan oleh
gangguan fungsi sel-sel saraf otak paroksismal (1) Def.
Menurut Mahar Marjono ( 2003 ).
Epilepsi ialah manifestasi gangguan fungsi otak dengan berbagai etiologi,
namun dengan gejala tunggal khas, yakni serangan berkala yang disebabkan oleh
lepas-muatan listrik neuron-neuron otak secara berlebihan dan paroksismal.(2) Def
Sedangkan Simon Shorvon (2000) menyatakan epilepsi adalah kondisi dimana
penderitanya cenderung mengalami kejang epilepsi berulang lebih dari dua kali,
semantara kejang epilepsi didefinisikan sebagai manifestasi klinik yang berlebihan dari
satu kumpulan neuron otak. (3) Def
Pendapat lain menyatakan, epilepsi merupakan gangguan susunan syaraf pusat
(SSP) yang dicirikan oleh terjadinya serangan (seizure, fit, attack, spell) yang bersifat
spontan (unprovoked) san berkala. Serangan dapat diartikan sebagai modifikasi fungsi
otak yang bersifat mendadak dan sepintas, yang berasal dari sekelompok besar sel-sel
otak, bersifat sikron dan berirama.
Istilah epilepsi tidak boleh digunakan untuk serangan yang terjadi hanya sekali
saja atau serangan yang terjadi selama penyakit akut berlangsung. (4) Def
Sementara Definisi lain mengatakan.
Epilepsi adalah suatu pelepasan aktivitas listrik neuron otak secara periodik
dan. berlebih yang mengakibatkan hilangnya kesadaran, timbulnya gerakan abnormal,
fenomena sensorik abnormal, peningkatan aktivitas autonom, dan beberapa. gejala
psikis. Menurut WHO epilepsi adalah keadaan bangkitan akibat disfungsi semantara
sebagian atau seluruh jaringan otak oleh karena cetusan listrik populasi neuron peka
rangsang yang berlebih, menimbulkan gambaran motorik, sensorik, otonom atau psikis
yang tiba-tiba sesaat. (5) Def
Hughling Jackson (1997) berpendapat epilepsi adalah kekacauan yang datang
pergi dari sistem saraf pusat yang datangnya secara tiba-tiba dan berlebihan oleh
karena itu pelepasan aktifitas listrik yang tak teratur dari bagian kelabu otak/sustantia
grasea. Pelepasan listrik akan segera menghasilkan ganguan sensasi, kehilangan
kesadaran, kekacauan, psikis, kejang atau kombinasi. Definisi ini terkenal dengan
sebutan Definisi Jackson (6) Def
Epilepsi juga didefinisikan sebagai suatu gangguan kronik yang ditandai
dengan adanya bangkitan epileptik berulang akibat gangguan fungsi otak secara
intermiten yang terjadi oleh lepas muatan listrik abnormal neuron-neuron secara
paroksimal, akibat berbagai etiologi.
Bangkitan epilepsi adalah manifestasi klinis dari bangkitan serupa (stereotipik)
yang berlebihan dan abnormal, berlangsung secara mendadak dan sementara, dengan
atau tanpa perubahan kesadaran, disebabkan oleh hiperaktifitas listrik sekelompok sel
saraf di otak yang disebabkan oleh suatu penyakit otak akut (unprovoked).
Sindroma epilepsi adalah sekumpulan gejala dan tanda klinis epilepsi yang
terjadi bersama-sama meliputi berbagai etiologi, umur onset, jenis serangan, faktor
pecentus, kronisitas.
KLASIFIKASI.
Untuk mempermudah komunikasi antara para sarjana yang meneliti masalah
epilepsi serta penanggulangan penderita epilepsi dalam klinik diperlukan suatu
klasifikasi epilepsi. Sejak dahulu telah dicoba untuk membuat klasifikasi epilepsi,
namun hingga sekarang belum ada klasifikasi, yang memuaskan semua pihak, baik
para peneliti maupun mereka yang bekerja dalam klinik. Pada umumnya klasifikasi-
klasifikasi yang diusulkan hanya dapat mernenuhi kebutuhan tertentu. Para peneliti
ingin agar klasifikasi mencakup semua aspek epilepsi, termasuk fakta-fakta yang telah
ditemukan sebagai hasil penelitian dasar di bidang neurofisiologi, neurokimia, anatomi
dan patologi. Klasifikasi demikian akan sangat terinci dan kompleks. (1)
Sejak tahun 1969 klasifikasi sudah berganti empat kali. Berdasarkan hasil
karya Gastaut dkk dalam tahan 1969 the International League Against Epilepsy
bekerjasama dengan the World Federation of' Neurology dan the International
Federation of Societies For EEG And Clinical Neurophysiology mengusulkan dua
jenis klasifikasi, yakni klasifikasi serangan epilepsi dan klasifikasi epilepsi atau
sindrom epilepsi. Klasifikasi atas dasar serangan membagi serangan epilepsi menurut
gejala klinis, EEG iktal dan interiktal, dasar anatomis, etiologi dan usia. Dalam
klasifikasi tersebut dibedakan antara serangan yang sejak permulaan bersifat umum
disertai gejala klinis dan EEG bilateral dan serangan yang mulai sebagai gejala parsial
atau lokal. Dalam golongan serangan umum termasuk serangan absens (lena), serangan
tonis dan/atau klonis dan serangan miokloni. Serangan parsial dibagi dalarn serangan
parsial dengan gejala elementer (sederhana), termasuk gejala motoris, sensoris dan
otonom, dan serangan parsial dengan simtomatologi kompleks, biasanya disertai
kehilangan atau penurunan kesadaran dan gejala gangguan daya ingat (dismnesi),
afektif, psikosensoris dan psikomotoris. Gejala-gejala tersebut biasanya dikaitkan
dengan daerah kortikal atau subkortikal temporal atau frontotemporal. Serangan-
serangan fokal yang kemudian menjalar menjadi serangan umum dikelompokkan
dalam golongan tersendiri, yakni serangan parsial yam, sekunder menjadi serangan
umum. Dalarn klasifikasi serangan juga terdapat golongan yang disebut serangan
unilateral pada anak., yakni serangan dengan gambaran klinis dan EEG seperti
serangan umum, akan tetapi bermanifestasi pada satu hemisfer. Selanjutnya dalarn
klasifkasi dimasukkan golongan serangan yang tidak terklasifikasi karena kekurangan
data. 1,2,3
Pada tahun 1981 ILAE membuat klasifikasi serangan epilepsi yang kemudian
dipergunakan sebagai standar internasional. Klasifikasi ini memudahkan pertukaran
informasi tentang epilepsi dan juga bermanfaat untuk menentukan terapi yang tepat.
Klasifikasi serangan epilepsi didasarkan atas gambaran klinis dan pola yang tampak
pada EEG. Serangan epilepsi dibagi menjadi dua kategori ialah serangan parsial dan
serangan umum. Apabila awal serangan hanya melibatkan area otak yang terbatas
(localized) maka serangan epilepsi disebut sebagai serangan parsial. Sementara itu
apabila awal serangan melibatkan kedua hemisferium otak maka serangan epilepsi
disebut sebagai serangan umum. 4
Suatu perubahan penting yang dilakukan ialah, pada pembagian serangan
parsial. Dalam klasifikasi baru yang disebut serangan parsial, elementer atau sederhana
ialah semua serangan yang tidak disertai kehilangan atau penurunan, kesadaran,
walaupun gejala-gejala klinisnya dapat bervariasi, seperti gejala sensoris khas,
somatosensoris dst. sedangkan serangan parsial kompleks ialah serangan yang disertai
kehilangan atau penurunan kesadaran. Yang dimaksud dengan penurunan kesadaran
ialah ketidakmampuan penderita untuk beraksi secara wajar terhadap rangsang dari
luar oleh karena kesadarannya berubah. Klasifkasi yang direvisi juga masih
menunjukkan beberapa kelemahan, misalnya dalam golongan serangan parsial tidak
dapat dibedakan serangan yang berasal dari daerah lobus temporalis dan limbik dan
yang tercetus di daerah lain. Serangan dengan gejala psikis seperti dismnesi, disfagi,
kognitif, afektif yang dahulu termasuk serangan parsial kompleks sekarang
digolongkan serangan parsial elementer apabila kesadaran tidak menurun. Sebaliknya
serangan parsial yang disertai penurunan kesadaran disebut serangan parsial kompleks,
walaupun gambaran serangan sederhana seperti gejala somatosensoris. Pada tabel I
dapat dilihat klasifkasi 1981. 1
Untuk mengatasi banyaknya macam gejala klinis, maka tidak mungkin dipakai
Klasifikasi Tipe Serangan Kejang ILAE 1981 sehingga pada tahun 1985 ILAE
mempopulerkan klasifikasi lagi yang kemudian diperbaiki pada tahun 1989 yaitu
Klasifikasi Epilepsi dan Sindroma Epilepsi. Sindroma epilepsi adalah sekumpulan
gejala dan tanda klinis epilepsi yang terjadi bersama-sama meliputi berbagai etiologi,
umur, onset, jenis serangan, faktor pencetus dan kronisitas. 5
Klasifikasi ILAE 1981 untuk tipe serangan / bangkitan epilepsi. 3,5,6,7,8
Serangan parsial
1. Serangan parsial sederhana (kesadaran baik)
- Motorik
- Sensorik
- Otonom
- Psikis
2. Serangan parsial kompleks (kesadaran terganggu) disebut juga epilepsi lobus
temporalis/psikomotor
- Serangan parsial sederhana diikuti dengan gangguan kesadaran
- Gangguan kesadaran saat awal serangan
3. Serangan umum sekunder
- Parsial sederhana menjadi tonik klonik
- Parsial kompleks menjadi tonik klonik
- Parsial sederhana menjadi parsial kompleks menjadi tonik klonik
Serangan Umum
1. Absans (lena)
2. Mioklonik
3. Klonik
4. Tonik
5. Tonik klonik
6. Atonik
Tak tergolongkan
Klasifikasi ILAE 1989 untuk sindroma epilepsi.
Berkaitan dengan letak fokus
1. Idiopatik (primer)
- Epilepsi anak benigna dengan gelombang paku di sentrotemporal
(Rolandik benigna)
- Epilepsi pada anak dengan paroksismal oksipital
- Primary reading epilepsy
2. Simtomatik (sekunder)
- Lobus temporalis
- Lobus frontalis
- Lobus parientalis
- Lobus oksipitalis
- Kronik progresif parsialis kontinua
3. Kriptogenik
Umum
1. Idiopatik (primer)
- Kejang neonatus familial benigna
- Kejang neonatus benigna
- Kejang epilepsi mioklonik pada bayi
- Epilepsi absans pada anak
- Epilepsi absans pada remaja
- Epilepsi mioklonik pada remaja
- Epilepsi dengan serangan tonik klonik pada saat terjaga
- Epilepsi tonik klonik dengan serangan acak
2. Kriptogenik atau simtomatik
- Sindroma West (spasmus infantil dan hipsaritmia)
- Sindroma Lennox Gastaut
- Epilepsi mioklonik astatik
- Epilepsi absans mioklonik
3. Simtomatik
- Etiologi non spesifik
Ensefalopati mioklonik neonatal
Sindrom Ohtahara
- Etiologi / sindrom spesifik
Malformasi serebral
Gangguan metabolisme
Epilepsi dan sindrom yang tak dapat ditentukan fokal atau umum
1. Serangan umum dan fokal
- Serangan neonatal
- Epilepsi mioklonik berat pada bayi
- Sindroma Taissinare
- Sindroma Landau Kleffner
1. Tanpa gambaran tegas fokal atau umum
Epilepsi berkaitan dengan situasi
1. Kejang demam
2. Berkaitan dengan alkohol
3. Berkaitan dengan obat-obatan
4. Eklamsi
5. Serangan berkaitan dengan pencetus spesifik (reflek
epilepsi)
ETIOLOGI
Pada epilepsi tidak ada penyebab tunggal. Banyak faktor yang dapat
mencederai sel-sel saraf otak atau lintasan komunikasi antar sel otak lebih kurang 65%
dari seluruh kasus tidak diketahui faktor penyebabnya.
Sebagian besar kasus epilepsi bersifat tidak diwariskan. Pada beberapa kasus
memang ada kecenderungan diwariskan, namun masih harus dicari faktor lainnya.
Perlu pula ditegaskan bahwa epilepsi tidak menular. (4 kali)
Belakangan ini diketahui epilepsi banyak disebabkan oleh gangguan herediter
dan juga disebabkan oleh pertumbuhan yang menyimpang terutama tentang migrasi
dari neuron-neuron waktu pertumbuhan.
Melalui MRI terungkap bahwa cortikal dysgenesis merupakan penyebab
epilepsi fokal yang menahun. Selain itu dicurigai epilepsi disebabkan oleh beberapa
faktor resiko yang sudah diketahui antara lain : trauma kepala, demam tinggi, stroke,
intoksikasi (obat-obat tertentu), tumor otak, masalah kardiovakuler tertentu, gangguan
keseimbangan elektrolit, infeksi (ensefalitis, menirgits) dan infestasi parasit terutama
cacing pita. (4), 13 E/, 8 kalsifiksi
Berdasarkan ILAE 1989 Etiologi dibagi :
1. Idiopatik : biasanya berupa epilepsi dengan bangkitan kejang umum,
penyebabnya tidak diketahui, umumnya berpredisposisi genetik.
2. Kriptogenik : dianggap simtomatik tapi penyebabnya belum diketahui,
termasuk disini sindrom West, sindrom Lennox Gestaut dan epeilepsi
mioklonik. Gambaran klinis berupa ensefalopati difus.
3. Simtomatik :
- Trauma
- Infeksi
- Kelainan konginetal
- Lesi desak ruang
- Gangguan peredaran darah otak
- Toksik (alkohol, obat)
- Kelainan neurodegeneratif
Epilepsi Psikomotor.
Epilepsi psikomotor atau epilepsi lobus temporalis atau juga disebut epilepsi
partial kompleks.
Bangkitan epilepsi yang disebabkan oleh suatu lesi pada lobus temporalis
sudah dikenal sejak Hippocrates.
Epilepsi lobus temporalis pada tahun 1881 oleh John Hughlings Jackson disebut :
Uncinate Fits dan Dream State.
Gibbs menganjurkan nama epilepsi psychomotor untuk bangkitan gerakan automatik
yang disertai kelainan EEG yang khas.
Menurut Lennox nama epilepsi lobus temporalis lebih tepat karena bangkitan
tersebut ternyata disebabkan oleh suatu fokus pada lobus temporalis, meskipun bagian
otak yang lain dapat ikut terlena.
Disebut epilepsi lobus temporalis oleh Mahar Marjono karena berhubungan
dengan lobus temporalis atau epilepsi psychomotor karena bangkitannya meliputi
bermacam gejala motorik dan mental.
Dinamakan epilepsi partial kompleks karena serangan disebabkan oleh
letupan fokal abnormal yang menimbulkan kehilangan kesadaran, amnesia atau
bingung selama ataupun setelah serangan.
Penderita dengan sindrom epilepsi lobus temporalis mencakup kreteria di bawah ini :
1. Sumber serangan lobus temporalis ditetapkan berdasarkan monitoring EEG
Intrakanial.
2. Tidak ada proses desak ruang.
3. Serangan dapat dieliminasi dengan pembedahan.
Definisi.
Menurut International Classificatioan of Epileptic Seizure revisi tahun 1981,
epilepsi partial kompleks adalah : serangan partial dimana serangan bersumber dari
lokal dalam area terbatas satu hemisfer sercbrum disertai gangguan kesadaran.
Menurut International League Against Apilepsy ( ILAE ) tahun 1985 epilepsi
lobus temporalis didefinisikan sebagai suatu kondisi yang ditandai serangan berulang
spontan (unprovoked) yang berasal dari lobus temporalis medial atau lateral.
Etiologi
Etiologi epilepsi lobus temporalis antara lain: 2.4 15 E = 5 Def, 16 E
- Post infeksi: herpes ensefalitis, atau meningitis bakterialis.
- Trauma mengakibatkan kontusio atau perdarahan dengan akibat
ensefalomalasia atau sikatrik kortikal.
- Hamartoma
- Tumor glioma
- angioma
- Vaskuler malformasi (cth, arterio-venous malformasi, cavernous
angioma)
- Gangguan migrasi neuronal
- Hipokampus sklerosis yang disebut dengan mesial temporal sklerosis
yang mulai masa kanak-kanak, kemudian remisi, tetapi muncul kembali
pada usia remaja atau awal dewasa muda dengan bentuk yang refrakter.
- Kejang demam lebih dari 15 menit, mempunyai gambaran fokal atau
terjadi berulang dalam 24 jam.
A. ANATOMI
Berat otak orang dewasa sekitar 2 % dari berat badan, bentuk setengah padat,
warna kelabu, terbungkus secara berlapis oleh selaput otak yang terdiri dari :
priamater, amehnoid dan dramater. Otak terlindung dalam tulang tengkorak :
Otak memiliki kurang lebih 15 miliar neuron yang membangun substansia
grisea dan substansia alba. Otak merupakan organ yang paling sangat kompleks dan
sensitif, berfungsi sebagai pengendali dan pengatur seluruh aktivitas kita : gerakan
motorik, sensasi, berpikir, dan emosi. Disamping itu, otak merupakan tempat
kedudukan memori dan juga pengatur aktivitas involunter atau otonom. Sel-sel otak
bekerja bersama-sama, berkomunikasi melalui signal-signal listrik. Kadang-kadang
dapat terjadi cetusan listrik yang berlebihan dan tidak beraturan dari sekelompok sel
yang menghasilkan serangan atau seizure. Sistem limbik merupakan bagian otak yang
paling sensitif terhadap serangan. Ekspresi aktivitas otak abnormal dapat berupa
gangguan motorik, sensorik, kognitif atau psikis.
Otak terbagi atas divisi korteks serebri, ganglia basalis, thalamus dan
hipothalamus, midbrain, pon, medula oblongata dan serebellum. Hemisferium sereberi
dibagi menjadi lobus frontalis, lobus parietalis, lobus okipitalis, lobus temporalis, dan
insula.
Lobus temporalis : di sebelah anterior dipisahkan dari lobus frontalis oleh
sulkus lateralis, di sebelah posterior dipisahkan dari lobus okipital dan parietal oleh
batas tak tegas. Di dalam sulkus lateralis yang dalam didapatkan bangunan korteks
yang disebut insula.
Lobus temporalis dari lateral mempunyai dua sulkus yang membatasi tiga
sulkus yaitu : sulkus superior, sulkus inferior dan girus superior, girus median, girus
inferior. Dari permukaan atas lobus temporalis yang menghadap sulkus lateralis
terdapat girus temporal transversa (Heschl) yang meluas ke medial arah lobus sentral.
Pada sebelah medial lobus temporalis terdapat :
Girus parahipokampus, girus oksipitotemporalis lateral (girus fusiform), girus
oksipitotemporalis medial dan unkus.
Hipokampus pada potongan melintang terbagi atas 2 regio utama yaitu :
- Cornu Ammonis (CA); tersusun atas stratum piramidale dan stratum radiatum.
- Girus dentata; tersusun atas sel granuler
Hipokampus (cornu ammonis 1) berhubungan dengan korteks enthorhinal (area
28 melalui subikulum, sedangkan girus dentata dihubungkan ke (cornu ammonis 4)
melalui Mossy fiber pathway. (10,11)
Hipokampus merupakan bagian dari sistem limbik yang berhubungan dengan
bagian-bagian otak lainnya melalui dua jalur utama, yaitu forniks dan jalur perforantes
baik untuk akson aferen maupun eferen (25).
Neokorteks (area korteks yang menutupi permukaan otak), hipokampus, dan
area fronto-temporal bagian mesial sering merupakan letak awal munculnya serangan
epilepsi. Area subkorteks misalnya talamus, substansia nigra dan korpus striatum
berperan dalam menyebarkan aktivitas serangan dan mencetuskan serangan epilepsi
umum. Pada otak normal, rangsang penghambat dari area subkorteks mengatur
neurotransmisi perangsang antara korteks dan area otak lainnya serta membatasi
meluasnya signal listrik abnormal.
Lobus temporal mendapat vaskularisasi dari dua sumber yaitu :
- arteri serebri media, dengan cabang : -a. temporal posterior, -a. temporal
anterior
- arteri serebri posterior
Dari ke 2 arteri tersebut hipokampus mendapat vaskularisasi dari :
- arteri hipokampus anterior, melalui a. choroidalis anterior
- arteri hipokampus media, melalui a. choroidalis posterior lateral
- arteri hipokapus posterior
berdasarkan ukurannya a. hipokampus terdiri dari : - large & small intrahippocampal
artery (27).
B. FISIOLOGI
Pada lobus temporalis terdapat daerah fungsional sebagai berikut :
a. Korteks area auditorus primer
Merupakan area Brodman 41 dan 42, terdapat dalam insula (girus Heschl).
Korniokorteks area pendengaran ini menerima impuls pendengaran dari korpus
genikulatum mediale melalui radiasio akustik yang berjalan melalui pars
sublentikularis krus posterior kapsula interna.
Pada hemisfer dominan, girus temporalis superior pars posterior (area 22)
dan girus angular (area 39) penting untuk fungsi pendengaran bahasa bicara dan
tulisan. Sedangkan hemisfer non-dominan berperan dalam pendengaran suara,
irama dan musik. (8,12)
b. Korteks area olfaktorik primer
Bagian anterior uncus merupakan bagian korteks area olafktorik primer
terpenting. Daerah yang lain meliputi kroteks prepiriformis (anterior 28) dan
substansia perforata anterior. Rhinensefalon dalam arti lebih terbatas meliputi
bagian susunan saraf yang menerima serat-serat dari bulbus olfaktorius sehingga
mencakup traktus olfaktorius, striae olfaktorius bagian tertentu korpus amygdaloid,
uncus, korteks prepiriformis dan substansia perforata anterior.
c. Visual pathways
Area visual ekstratriata melintas disebelah dalam dari lobus temporalis
sekitar krus posterior ventrikel lateralis.
d. Girus temporalis inferior dan medial.
Berperan dalam kegiatan belajar dan memori. Seperti diketahui belajar
adalah suatu proses untuk mendapatkan pengetahuan tentang dunia yang
dipengaruhi oleh pengalaman, sedangkan memori adalah simpanan informasi yang
dapat dipanggil kembali.
Memori terbagi atas :
I. Memori jangka pendek (segera dan baru) : berfungsi untuk knowing that
II. Memori jangka panjang berfungsi untuk knowing how yang dibagi atas :
1. memori deklaratif : a. ingatan / episodik b. semantik / umum
2. memori prosedural / non deklaratif
II.1.a.Memori deklaratif ingatan melibatkan :
( Lobus temporalis media
formasio hipokampus : - cornu ammon, girus dentata, subikulum,
korteks enthorinal
para hipokampus
amigdala
( Diensefalon
( Otak depan bagian basal
II.1.b.Memori deklaratif semantik pada :
- pengetahuan, nama, melibatkan temporalis girus inferior bagian anterior
- pengetahuan peralatan, melibatkan girus temporalis bagian tengah
II.2. Pada memori non deklaratif, lobus temporalis (media) hanya
sedikit terlibat yaitu terbatas pada dasar asosiatif dan pengulangan
konsep (11).
Istilah sistim limbik merupakan suatu pengertian luas dan meliputi lobus limbik
(uncus, hippokampus, girus parahippokampus, fasia dentata, girus cinguli, girus
subcallosum) dan nukleus subkortikalis yang bersangkutan
GEJALA KLINIK EPILEPSI PSIKOMOTOR (LOBUS TEMPORALIS)
BEBERAPA MANIFESTASI KLINIS SERANGAN EPILEPSIGambaran serangan epilepsi secara klinis tergantung pada fungsi daerah otak
yang tersangkut lepas muatan listrik epileptis, sehingga dapat dijumpai bermacam
gejala. Fokus di lobus temporalis akan menimbulkan berbagai gejala diantaranya
halusinasi, vertigo, dan sebagainya atau serangan yang lebih kompleks.
Epilepsi lobus temporalis mempunyai simtomatologi tersendiri dan sering
bersifat kompleks. Serangan epilepsi lobus temporalis dapat menjelma sebagai suatu
serangan sederhana apabila lepas muatan listrik fokus epileptogen tidak terlampau
keras atau meluas, misalnya serangan oditoris, olfaktoris dan sebagainya. Apabila
lepas muatan listrik meluas dan menyangkut daerah yang lebih luas maka
simtomatologi akan lebih kompleks misalnya berupa halusinasi, gejala otonom,
psikomotor, reaksi afektif, otomatisme dan sebagainya yang disertai perubahan
kesadaran dan amnesi mengenai serangan.
Serangan parsial kompleks (serangan lobus temporalis, psikomotor) biasanya
timbul dari lobus temporalis otak yaitu bagian dari otak yang terletak di bawah bagian
kepala yang kita sebut pelipis. Bagian dari lobus temporalis otak ikut menyusun sistem
limbik. Ini adalah sirkuit (sircuit) yang diketahui mempengaruhi sistem-sistem jantung,
pembuluh darah, pernafasan dan pencernaan.
Dasar neurofisiologis serangan epilepsi lobus temporalis terpusat pada
kompleks amigdala-hipokampus. Lepas muatan listrik di amigdala misalnya dapat
menjalar ke daerah kortikal dan subkortikal secara difus. Dalam semua serangan
epilepsi lobus temporalis rupanya sistem amigdala-hipokampus ikut terlibat dan dari
sini lepas muatan listrik tersebar ke daerah proyeksi sistem tersebut dan melibatkan
pula kedua lobus temporalis dan daerah kortikal serta subkortikal lainnya.
Yang termasuk dalam golongan ini epilepsi parsial yang disertai dengan
gangguan kesadaran. Gejala yang dikatakan kompleks ialah gejala motorik, sensorik
dan autonom yang memperlihatkan ciri yang tampaknya bertujuan dan terintegrasi.
Sekitar 50%-80% penderita terlebih dahulu mengalami aura (serangan parsial
sederhana). Aura yang paling sering muncul adalah rasa takut, perasaan mual, perasaan
aneh atau baal atau gangguan visual unilateral, dan kedutan (twitching) fokal pada
wajah atau jari-jari.
Gejala klinik yang biasa terlihat pada serangan parsial kompleks (lobus
temporalis, psikomotor) berupa:
Terjadi penurunan kesadaran; dalam hal ini penderita mengalami gangguan
dalam berinteraksi dengan lingkungannnya. Penderita dapat tampak sadar, namun
apabila diperiksa lebih dekat maka penderita tidak sadar akan lingkungannya, tidak
dapat menjawab pertanyaan atau dapat menjawab pertanyaan secara tidak tepat, dan
kemudian tidak dapat mengingat kembali tentang apa yang baru saja dialaminya.
Serangan parsial kompleks melibatkan bagian-bagian otak yang bertanggung jawab
atas berlangsungnya kesadaran dan memori, dan pada umumnya melibatkan kedua
belah lobus temporalis atau frontalis dan sistem limbik.
Sensasi Epigastrik
Sensasi epigastrik sebenarnya lebih merupakan halusinasi somatik, biasanya
berupa rasa tidak enak bercampur dengan perasaan takut. Sensasi epigastrik ini
biasanya naik ke dada, tenggorokan, dan kemudian ke mulut dan bibir sehingga mulut
penderita berkomat-kamit atau mengecapkan lidah dan bibir berkali-kali. Gejala
tersebut bersumber pada fokus epilepsi di lobus temporalis bagian anterior, dan
kadang-kadang melibatkan amigdala. Gejala ini sering disebut otomatisme sederhana
atau kompleks (aktivitas motorik yang berulang-ulang tanpa tujuan, tanpa arah dan
aneh). Gejala motorik juga berupa menarik-narik baju dan perilaku yang sulit
dimengerti.
Gejala kompleks yang lain berupa:
Halusinasi dan Ilusi
Pada epilepsi lobus temporalis dapat terjadi halusinasi pembauan atau
penghiduan, pengecapan lidah, pendengaran, penglihatan, dan vestibuler. Pada tipe
lobus temporal mesial berupa halusinasi visual, sedang temporal lateral berupa ilusi
seperti makropsia atau mikropsi. Pada beberapa penderita dapat terjadi perubahan
orientasi visual secara mendadak ataupun perubahan dalam hal depth perception.
Halusinasi kadang-kadang disertai oleh perubahan dalam apresiasi terhadap kecepatan
atau intonasi bicara serta gangguan persepsi waktu. Fenomena vestibuler dapat berupa
vertigo paroksismal. Menurut Acharya dkk aura olfaktori dikaitkan dengan adanya
tumor lobus temporalis.
Gangguan Memori
Gangguan memori dan keadaan seperti mimpi meliputi dymnesic syndrome
(djvu, jamais vu) dan keadaan seperti mimpi. Penderita merasa seakan-akan
melayang-layang atau terapung-apung, atau merasa bahwa jiwa dan raganya seolah-
olah terpisah. Disamping itu sering terdapat gangguan afektif yang berupa perasaan
takut, panik, cemas, ekstase, depresi atau kombinasi dari berbagai episode tadi. Hal ini
merupakan fenomena temporo-limbik.
Rata-rata serangan berlangsung selama 1-3 menit. Sesudah serangan penderita tampak
bingung, mengantuk, mengalami perubahan perilaku, dan lupa akan apa yang telah
terjadi.
EEG menunjukkan cetusan unilateral atau sering kali bilateral di daerah temporal atau
frontotemporal.
Hipergrafia
Hipergrafia meliputi tiga hal pokok ialah cara penulisan (misalnya memakai
bayangan cermin, kode, warna tinta yang berbeda-beda, kaligrafi), rituailized script
excessive (misalnya panjang tulisan dan atau frekuensi serta lamanya menulis), dan isi
atau tema tulisan (misalnya filosofi, etika, moral). Hipergrafia merupakan salah satu
perubahan tingkah laku yang terdapat pada epilepsi lobus temporalis.
Secara sederhana pasien-pasien dengan epilepsi lobus temporalis dengan
serangan partial komplek akan dijumpai aura diikuti dengan mata melebar (wide-
eyed), pandangan kosong (motionless stare), dilatasi pupil, dan berhenti bergerak.
Automatisme oral seperti mengecapkan bibir, mengunyah, dan menelan. Gerakan
otomatis tangan, atau postur dystonik unilateral diri lengan. Pasien setelah serangan
akan terlihat bingung, ini membedakannya dengan serangan absence. Adanya afasia
setelah serangan memberikan kesan bahwa lesi berasal dari epilepsi lobus temporal
dominan.
Manifestasi kompleksi tersebut berhubungan dengan kelainan pada lobus temporalis,
dikenal sebagai epilepsi lobus temporalis atau epilepsi psikomotor.
Epilepsi parsial merupakan suatu gejala dari gangguan serebral, maka penyakit
primernya harus ditentukan terlebih dahulu sebelum pengobatan ditentukan. Oleh
karena epilepsi parsial pada orang dewasa seringkali merupakan tanda pertama tumor
intrakranial maka perlu dilakukan pemeriksaan yang mendalam apalagi disertai tanda-
tanda defisit neurologi yang progresif.
Untuk mencapai keberhasilan pengobatan yang maksimal maka:
Buat diagnosis setepat mungkin dan kita harus yakin bahwa yang bersangkutan
menderita epilepsi.
Bicara dengan penderita/keluarganya mengenai penyakitnya.
Terangkan apa yang bisa dilakukan dalam aktivitas sehari-hari dan apa yang
sebaiknya jangan.
Terangkan tujuan pengobatan epilepsi dan mengapa obat harus dimakan
teratur.
Pilih obat yang sesuai dengan jenis bangkitan.
Mulai pengobatan dengan satu macam obat dan dosis rendah lalu secara
bertahap dinaikkan sampai dosis sesuai dengan berat badan penderita.
Jangan lupa menerangkan kemungkinan efek samping pengobatan.
Beberapa gejala efek samping obat harus diterangkan pada penderita/
keluarganya agar dapat lekas melapor bila terjadi.
Saat penderita datang untuk kontrol, tanyakan dan periksa apakah ada efek
samping, misalnya adakah gejala nystagmus atau hipertrofi gusi pada
pemberian difenilhidantoin.
Jangan lupa bahwa terapi medikamentosa epilepsi adalah terapi jangka
panjang, sehingga di negara kita dimana asuransi kesehatan hampir tak ada
maka harga obat adalah penting. Bila harga obat tak terjangkau dapat
dipastikan bahwa pengobatan akan gagal, karena penderita berhenti makan
obat.
Apa yang perlu diketahui dokter:
Ingat bahwa umumnya pengobatan epilepsi adalah jangka panjang, bahkan
seumur hidup.
Berikan obat sesuai dengan diagnosis bentuk bangkitan, sekurangnya apakah
ada epilepsi fokal atau umum.
Kenali farmako-kinetik dari obat yang akan kita pakai.
Mulai dengan satu jenis obat saja. Dosis berangsur dinaikkan sampai efektif
atau efek samping timbul.
Bila perlu mengganti obat, misalnya karena efek samping, dosis obat lama
diturunkan bertahap, dan dosis obat baru dinaikkan bertahap pula.
Ingat kemungkinan interaksi dengan obat lain dan sesama obat anti-epilepsi.
Lebih-lebih bila digunakan dalam jangka panjang. Misalnya pada tuberkulosis
atau apa yang mungkin terjadi bila kita mencampur fenitoin dan valproat.
Kapan kita menghentikan pengobatan.
Pengukuran kadar obat dalam serum darah, bila bangkitan epilepsi belum
terkendali atau ada kecurigaan non-compliance.
Harga obat.
Gunakan salah satu dari obat empat dasar dahulu (fenitoin, karbamazepin,
fenobarbital atau valproat), baru bila tak berhasil dicoba obat-obatan lain,
seperti gabapentin, topiramat, lamotrigin, oxcarbazepin, levatrirasetam.
Terapi Epilepsi
1. Terapi Medikamentosa
Tujuan pengobatan dari epilepsi adalah mengusahakan agar penderita epilepsi
dapat hidup senormal mungkin, bila mungkin disembuhkan. Pada sebagian besar
keadaan kita hanya dapat mengontrol bangkitan dan tak dapat menyembuhkan
penyakitnya, meski ada yang sesudah beberapa waktu akan sembuh sendiri, seperti
epilepsi Rolandik benigna.
Hal ini yang sering membuat kecewa penderita dan keluarganya. Dan dimanapun
di dunia, menderita epilepsi merupakan stigma dan bukan merupakan hal yang
dibanggakan.
2. Terapi Bedah
Akhir-akhir ini terapi bedah menjadi populer, tetapi kita harus tahu manfaat dan
keterbatasannya.
1. Pada permulaan, terapi bedah terutama untuk kasus dimana pengobatan
medikamentosa tidak berhasil dengan baik, apa yang disebut intractable
epilepsi.
2. Pada saat ini ada pendapat bahwa bila seorang anak dengan epilepsi dini, bila
mempunyai fokus jelas, seperti sklerosis hipokampus sepihak maka dianjurkan
terapi bedah dini, agar dengan terkendalinya bangkitan tak menimbulkan beban
aib sebagai penyandang epilepsi.
3. Terapi bedah dengan hasil terbaik adalah pada sklerosis hipokampus sepihak.
Pada lesiotomi, misalnya serebral disgenesis hasilnya kurang memuaskan.
Demikian juga korpus kalosotomi.
4. Saat ini tindakan bedah pada epilepsi di Indonesia baru dipelopori oleh dr.
Zainal Muttaqin di Semarang. Diharapkan bahwa hal ini akan dilanjuti oleh
sentra-sentra lain di mana ada bagian saraf, bedah-saraf dan anak. {Perlu
diingat bahwa tindakan ini perlu pendekatan multidisipliner, termasuk juga
psikologi dan psikiatri, dll. (vide makalah dr. Zainal Muttaqin)
DIAGNOSIS
Salah satu masalah dalam penanggulangan pasien epilepsi ialah menentukan dengan
pasti diagnosis epilepsi. Sebelum pengobatan dimulai, diagnosis epilepsi harus
ditegakkan. Salah diagnosis akan mempunyai akibat cukup luas bagi pasien.
Diagnosis terutama dibuat atas dasar gambaran serangan yang diceritakan oleh
penderita sendiri atau orang lain yang pernah melihatnya.
Jika ada fasilitas maka perlu pemeriksaan penunjang lain. (1/2) = D/
Diagnosis epilepsi ditegakkan berdasar
1. Anamnesis (auto dan aloanamnesis)
Pola / bentuk serangan
Lama serangan
Gejala sebelum, selama dan paska serangan
Frekuensi serangan
Faktor pencetus
Ada/ tidaknya penyakit lain yang diderita sekarang
Usia pada saat terjadinya serangan pertama
Riwayat kehamilan, persalinan dan perkembangan
Riwayat penyakit, penyebab atau terapi sebelumnya
Riwayat penyakit epilepsi dalam keluarga
2. Pemeriksaan fisik umum dan neurologis
Melihat adanya tanda-tanda dari gangguan yang berhubungan dengan epilepsi,
seperti trauma kepala, infeksi telinga atau sinus, gangguan kongenital, gangguan
neurologik fokal atau difus, kecanduan alkohol atau obat terlarang dan kanker.
3. Pemeriksaan penunjang
a. EEG
Indikasi :
- Membantu menegakkan diagnosis
- Menentukan prognosis pada kasus tertentu
- Pertimbangan dalam penghentian obat anti epilepsi
- Membantu dalam menentukan letak fokus
Rekaman EEG termasuk rekaman waktu tidur, stimulasi fotik, dan hiper-
ventilasi.
Kira-kira 29-38% dari pasien epilepsi dewasa, EEG tunggal menunjukkan
kelainan epileptiform. Bila diulang pemeriksaannya, gambaran
epileptiform meningkat 59-77%.3'7,8
Bila EEG normal dan persangkaan epilepsi sangat tinggi, maka dapat
dilakukan EEG ulangan dengan persyaratan khusus.
b. Pemeriksaan neuroimaging struktural dan fungsional
Indikasi :
- Semua kasus bangkitan pertama yang diduga ada kelainan struktural
- Perubahan bentuk bangkitan
- Terdapat defisit neurologik fokal
- Epilepsi bangkitan parsial
- Bangkitan pertama diataS usia 25 tahun
- Untuk persiapan operasi epilepsi
CT scan : dapat mendeteksi lesi fokal tertentu
MRI : merupakan prosedur imaging pilihan untuk epilepsi dengan
sensitivitas tinggi dan lebih spesilik dibanding CT scan. Dapat mendeteksi
sclerosis hipokampus, disgenesis kortikal, tumor dan hemangioma kavernosa.
Diindikasikan untuk intractable epilepsy yang sangat mungkin dilakukan terapi
pembedahan 7,9,10
c. Pemeriksaan Laboratorium
Darah : darah rutin, elektrolit, gula darah, fungsi hati, dll sesuai indikasi Cairan
serebrospinal : atas indikasi
Pemeriksaan-pemeriksaan lain dilakukan atas indikasi
Dagnosis pasti ditegakkan atas dasar adanya gejala dan tanda klinis bangkitan
yang ditunjang oleh gambaran epileptiform pada EEG.
DIAGNOSIS DIFERENSIAL
1. Pada neonatus dan bayi
Jittering
Apneu
2. Pada anak
Breath holding spel
Sinkop
Migren
Bangkitan psikogenik / konversi
Prolonged QT syndrome
Night terror
Tick
Hypercyanotic attack (pada tetralogi fallot)
3. Pada dewasa
Sinkop; dapat sebagai vasovagal attack, sinkop kardiogenik, sinkop
hipovolumik, sinkop hipotensi dan sinkop saat miksi (micturition syncope)
Serangan iskemik sepintas (TIA)
Vertigo
Transient global amnesia
Narkolepsi
Serangan panik, psikogenik
Menier
Tick
C. PENCETUS SERANGAN
Dalam penatalaksanaan epilepsi perlu ditanyakan hal-hal yang terjadi sebelum
muncul serangan, misalnya kelelahan fisik, kelelahan mental, kurang minum, kurang
tidur, terkena sinar matahari secara langsung, dan sinar dari layar monitor televisi
maupun komputer. Hal-hal tersebut sangat penting untuk mencegah terjadinya
serangan.
1. Cahaya tertentu
Cahaya tertentu dapat merangsang terjadinya serangan; epilepsi ini disebut
sebagai epilepsi fotosensitif atau fotogenik. Epilepsi jenis ini berkaitan dengan
epilepsi umum idiopatik.
Pada remaja, 18% di antaranya bersifat fotosensitif. Cahaya yang mampu
merangsang terjadinya serangan adalah cahaya yang berkedip-kedip dan / atau
yang menyilaukan. Keadaan demikian ini sering terjadi pada anak berumur 6 12
tahun.
Prinsip fotosensitif dipakai untuk pemeriksaan elektro-ensefalografi ialah
dengan memberi rangsangan cahaya berkedip-kedip (photic stimulation)9,10.
2. Kurang tidur
Kurang tidur maupun pola tidur yang tidak teratur dapat merangsang
terjadinya serangan. Diduga bahwa kurang tidur dapat menurunkan ambang
serangan yang kemudian memudahkan terjadinya serangan. Dengan demikian
kepada penderita perlu ditekankan untuk tidur secara teratur dan terjaga jumlah
jam tidurnya. kurang tidur dapat memperberat dan memperlama serangan.
Fenomena ini dapat digunakan untuk stimulasi penderita sebelum dilakukan
pemeriksaan EEG.
3. Faktor makan dan minum
Faktor makan dan minum sehari-hari dapat menjadi masalah pada penderita
epilepsi : Makan dan minum harus teratur, jangan terlalu lapar, terlalu haus, dan
sebaliknya : jangan terlalu kenyang, terutama terlalu banyak minum.
Hipoglikemia dapat memicu terjadinya serangan. Hipoglikemia maupun
hiperglikemia dapat memunculkan serangan pada orang yang tidak mengalami
epilepsi. Sementara itu ada penderita yang sensitif terhadap mentega, coklat, atau
keju (4,12).
4. Suara tertentu
Suara tertentu dapat merangsang terjadinya serangan. Epilepsi jenis ini
disebut epilepsi audiogenik atau epilepsi musikogenik. Suara dengan nada tinggi
atau berkualitas keras dapat menimbulkan serangan. Begitu mendengar suara yang
mengejutkan maka penderita langsung mengalami serangan yang sangat mendadak
sehingga mengejutkan orang lain 4,12.
5. Reading dan eating epilepsy
Reading epilepsy berarti serangan dirangsang oleh kegiatan membaca.
Bahan yang dibaca dapat berupa bacaan biasa (berita, cerita) maupun bacaan yang
memberi persoalan sehingga penderita harus berpikir. Eating epilepsy
menunjukkan bahwa serangan terjadi pada saat penderita mengunyah makanan.
Ada yang berpendapat bahwa faktor pencetusnya bukan kegiatan mengunyah tetapi
bahan makanan yang dikunyah 9,10,12.
6. Lupa dan/atau enggan minum obat
Penderita epilepsi harus diberitahu secara jelas bahwa lupa dan/atau enggan
minum OAE dapat menimbulkan serangan dan bahkan serangan yang muncul
dapat lebih lama atau lebih berat. Lupa minum obat paling sering terjadi pada
penderita yang minum obat dengan dosis tunggal. Sebaliknya, minum obat 2 atsu 3
ksli sehari dapat menimbulkan rasa bosan sehingga penderita enggan minum obat.
7. Drug abuse
Kokain, dengan berbagai bentuk konsumsi. dapat menimbulkan serangan
dalam waktu beberapa detik, menit, atau jam sesudah mengkonsumsinya. Serangan
sebagai akibat kokain ini dapat disertai dengan serangan jantung l3.
Amfetamin dan metilfenidat sering diberikan pada penderita attention
deficit disorder and hyperactivity (ADHD) dan narkolepsi. Apabila kedua jenis
obat ini diminum tanpa pengawasan dokter maka dapat menimbulkan gangguan
tidur, bingung, dan gangguan psikiatrik. Hal ini apabila terjadi pada penderita
epilepsi akan mudah terjadi serangan karena penderita lupa minum obat.
Disamping itu secara primer epilepsi merupakan salah satu kontra-indikasi untuk
pemberian metilfenidat 13.
Narkotika tidak berkaitan secara langsung dengan munculnya serangan
pada epilepsi. Narkotika menyebabkan penderita epilepsi lupa untuk minum obat.
Bila narkotika dikonsumsi dalam dosis besar dapat mengurangi penyediaan
oksigen ke otak; ini dapat menimbulkan serangan. Sementara itu, hipoksia dapat
menimbulkan status epileptikus l3.
8. Menstruasi
Hampir setengah dari wanita yang menderita epilepsi melaporkan adanya
peningkatan serangan pada saat menjelang, selama, dan/atau sesudah menstruasi.
Sebagian besar mengalami peningkatan (kuantitas dan kualitas) serangan pada
periode perimenstrual dan fase folikular. Hal ini berkaitan dengan kadar estrogen
yang tinggi dan rendahnya kadar progesteron. Gambaran seperti ini merupakan
refleksi excitatory effects dari estrogen dan inhibitory effects dari progesteron
terhadap ambang serangan 14,15.
Hormon steroid dapat menembus blood-brain barrier dengan mudah. Sel-
sel otak dapat dipengaruhi estrogen dan progesteron secara langsung. Estrogen
memudahkan terjadinya serangan dengan cara menu runkan ambang serangan;
progesteron bertindak SEPERTI OAE dengan cara menaikkan ambang serangan.
Estrogen mampu mempengaruhi aksis stres juga berpengaruh secara langsung
terhadap hipokampus dan amigdala. Estrogen memiliki dua jalur yang berbeda
untuk memudahkan terjadinya seranganla (14,15).
9. Stres
Stres dapat mempengaruhi fungsi otak melalui berbagai cara. Stres
berkaitan dengan berbagai jenis emosi yang tidak mengenakkan perasaan misalnya
kawatir, takut, depresi, frustrasi, dan marah.
Stres dapat mengganggu pola tidur. Stres dan cemas dapat memicu
terjadinya hiperventilasi. Pada penderita tertentu hiperventilasi merupakan faktor
pencetus terjadinya serangan. Penderita epilepsi dapat lupa minum obat karena
sedang stres. Stres dapat mengubah konstelasi hormon, peningkatan kadar hormon
berpengaruh terhadap ambang serangan (10,12).
EPILEPSI DAN GAYA HIDUP
Penting diingat bahwa beberapa penyandang epilepsi ringan, sedangkan
sebagian yang lain menyandang epilepsi berat. Pasien yang menyandang serangan
sekali setahun akan menjalani hidupnya berbeda dari yang menyandang serangan
sekali seminggu. Maka untuk mempertimbangkan gaya hidup penyandang epilepsi
perlu dipertimbangkan faktor-faktor sebagai berikut:
jenis serangan,
beratnya serangan,
bila serangan muncul, dan
usia pasien.
Ada beberapa butir petunjuk praktis berharga untuk diperhatikan:
Berenang
Seseorang penyandang epilepsi tidak diperkenankan berenang sendiri. Selalu
beritahu kawan tentang keadaannya dan jelaskan apa yang harus dikerjakan bila
serangan terjadi. Cegah penggunaan peralatan scuba, meloncat dan menyelam.
Mandi
Beberapa penyandang epilepsi tenggelam di dalam bak mandi. Jangan
meninggalkan penyandang epilepsi sendiri di dalam rumah bila sedang mandi; jaga
agar pintu kamar mandi tidak terkunci dan yakinkan bahwa air di dalam bak dangkal.
Pancuran
Risiko menggunakan pancuran ada 3 macam, yaitu:
Bila seseorang mendapat serangan mayor di dalam pancuran sukar untuk
menolongnya
Satu lengan atau kaki mungkin terdorong melewati panil gas. Pancuran harus
diangkat dengan gelas yang tidak gampang pecah. Gelas yang diperkuat
dengan kawat lebih berbahaya dibandingkan dengan gelas lembaran
Air panas mungkin dibuka penuh ketika terjadi serangan dengan akibat
terjadinya kebakaran. Secara idiil, sebaiknya dipasang pengendali suhu pada
sistem aliran air pada pancuran tersebut.
Bersepeda
Penyandang epilepsi lazimnya dapat bersepeda, perlu mendapat perhatian khusus,
terutama di dalamnya adalah menggunakan helm yang telah ditera. Anak-anak
yang seringkali menunjukkan serangan harus bersepeda di lingkungan yang cukup
terlindung.
Berkuda
Seorang penyandang epilepsi yang ingin berkuda harus menggunakan helm kepala,
dan jangan berkuda sendiri. Yang tidak berbeda bagi semua anak yang akan
berkuda.
Memanjat
Untuk penyandang epilepsi memanjat bukanlah kegemaran yang layak.
Menyelam menggunakan scuba
Penyandang epilepsi tidak mendapat izin untuk menggunakan tabung oksigen.
Mesin
Harus dihindari bekerja dengan mesin gergaji.
Bekerja
Dua faktor yang harus diperhatikan adalah kemungkinan penyandang epilepsi
dapat melukai diri sendiri atau menimbulkan celaka bagi orang lain, ketika orang
tersebut sedang mendapat serangan.
Karena itu ada beberapa pekerjaan yang tidak sesuai untuk penderita epilepsi
seperti pengemudi, pilot, polisi, tentara, bekerja di pabrik dengan alat-alat berat
atau mesin-mesin berbahaya, mengangkat barang-barang berat, dan lain-lain.
BAB IV PENGOBATAN
TUJUAN PENGOBATAN
Mengontrol gejala atau tanda secara adekuat dengan penggunaan obat yang
minimal.
PRINSIP PENGOBATAN
Pengobatan dilakukan bila terdapat minimum 2 kali bangkitan
dalam setahun.
Pengobatan mulai diberikan bila diagnosis telah ditegakkan
dan setelah penyandang dan atau keluarganya menerima
penjelasan tujuan pengobatan dan kemungkinan efek
samping.
Pemilihan jenis obat sesuai dengan jenis bangkitan.
Sebaiknya pengobatan dengan monoterapi.
Pemberian obat dimulai dari dosis rendah dan dinaikkan
bertahap sampai dosis efektif tercapai.
Pada prinsipnya pengobatan dimulai dengan obat anti epilepsi
lini pertama. Bila diperlukan penggantian obat, obat pertama
diturunkan bertahap dan obat kedua dinaikkan secara
bertahap.
Bila didapatkan kegagalan monoterapi maka dapat
dipertimbangkan kombinasi OAE.
Bila memungkinkan dilakukakan pemantauan kadar obat
sesuai indikasi.
REKOMENDASI
Pasien dengan serangan pertama direkomendasikan untuk dimulai terapi bila :
Dijumpai fokus epilepsi yang jelas pada EEG.
Pada pemeriksaan CT scan atau MRI otak dijumpai lesi bila
berkolerasi dengan bangkitan.
Dijumpai kelainan pada pemeriksaan neurologis yang
mengarah adanya kerusakan otak.
Ada riwayat epilepsi pada orang tua dan saudara kandung
kecuali kejang demam sederhana.
Ada riwayat infeksi otak atau trauma kapitis yang disertai
penurunan kesadaran.
Serangan pertama berupa status epileptikus.
bila berkorelasi dengan neurologis yang mengarah adanya kerusakan dan saudara
kandung kecuali kejang demam
PROGNOSIS
Perlu dipahami bahwa tidak semua kejadian yang bersifat paroksismal
merupakan serangan epilepsi. Identifikasi yang keliru tentang kejadian paroksismal
tadi dapat mengakibatkan kelirunya terapi, dan prognosis yang sebenarnya.
Di dalam prognosis epilepsi terdapat dua hal penting, ialah kesempatan untuk
mencapai remisi serangan serta kemungkinan terjadinya kematian secara prematur.
Data yang lengkap dan teliti tentang kedua hal tadi sangat penting untuk menentukan
terapi secara rasional maupun pemberian penyuluhan ataupun nasihat secara tepat.
Penelitian tentang prognosis epilepsi belum memberi hasil yang pasti karena masalah
metodologi dan adanya fakta bahwa epilepsi merupakan ekspansi dari sekian banyak
sindrom dengan faktor penyebab yang berbeda.
Dalam menentukan tingkat keberhasilan terapi epilepsi maka terdapat beberapa
kendala yang menyebabkan hasil penilaian tidak konsisten. Kendala-kendala tersebut
meliputi realibilitas, validitas, komparabilitas, obyektivitas, dan penentuan titik akhir
penilaian.
Di samping hal-hal tersebut di atas, ada berbagai faktor yang mempengaruhi
prognosis epilepsi. Faktor-faktor tersebut antara lain: etiologi, jenis serangan,
diagnosis, umur saat awitan, dan terapi.
Secara keseluruhan, risiko untuk terjadinya serangan ulang sesudah serangan
pertama bervariasi antara 27-80%. Alasan utama terjadinya variasi yang sangat lebar
adalah perbedaan dalam metodologi atau perbedaan dalam karakteristik kelompok
penelitian. Hanya sepertiga dari penderita dengan satu kali serangan tanpa provokasi
akan mengalami serangan lagi di masa 5 tahun mendatang, lebih kurang 75% dari
penderita yang mengalami serangan kedua atau ketiga mengalami serangan berikutnya
dalam waktu 5 tahun mendatang.
Risiko kematian pada epilepsi masih menjadi bahan perdebatan. Hal ini
disebabkan oleh metodologi yang berbeda serta sebab-sebab kematian pada epilepsi
yang bervariasi sehingga menimbulkan pertanyaan apakah kematian tadi secara
langsung disebabkan oleh epilepsi. Dari suatu penelitian epidemiologik, frekuensi
status epileptikus tiap tahuin di Amerika Serikat berkisar antara 102.000-152.000,
dengan 55.000 kematian sebagai akibat dari status epileptikus.
Prognosis: sekitar 40-69% penderita epilepsi psikomotor akan terkontrol
dengan baik.
Obat anti epilepsi yang bisa dipakai untuk Epilepsi psikomotor :
I Golongan pertama : - Fenitoin
- Karbamazepin
- Valproadi acid
- Phenobarbital
II Golongan kedua : - Felbamat
- Gabapentire
- Lamotrigin
- Okskarbazepin
- Primidone
- Klobazam
- Topinmate
- Tiagabine
- Vigabatrine
- Zonisamide
- Levetriracetam
OBAT PILIHAN PERTAMA
1. Fenitoin
Fenitoin merupakan senyawa hidantoin yang strukturnya mirip dengan
fenobarbital. Fenitoin berupa bubuk kristal dan larut dalam lemak. Fenitoin
merupakan asam lemah dan tidak begitu larut dalam air dengan derajad keasaman
tinggi tetapi larut dalam larutan alkali.
Fenitoin merupakan pilihan utama untuk serangan parsial maupun serangan
umum, kecuali mioklonus dan absence. Efektif untuk status epileptikus, sindrom
Lennox-Gestaut, dan sindrom epilepsi pada anak. Di Indonesia tersedia dalam
bentuk pulvis (harganya sangat muah), kapsul (dengan berbagai merek), dan ampul
juga dalam bentuk tablet yang dikombinasikan dengan fenobarbital.
Dosis
Dewasa dimulai dengan 100 200 mg/hari, dan untuk anak dimulai dengan
5 mg/kg. Dosis pemeliharaan untuk dewasa adalah 100 300 mg/hari dan untuk
anak adalah 4 8 mg/kg. Obat dapat diberikan 1 2 kali/hari. Kadar obat efektif
dalam serum berkisar antara 40 80 mol/L.
Farmakokinetik
Lebih dari 90% fenitoin diikat oleh albumin. Eliminasi fenitoin hampir
seluruhnya diekstraksi di hepar melalui proses oksidasi, hdiroksilasi glukuronidasi,
dan konjugasi. Fenitoin yang dieksresi melalui urin kurang dari 5%. Interaksi obat
yang relevan dengan farmakokinetik antara lain sebagai berikut :
- Vitabatrin menurunkan kadar fenitoin dalam serum
- Penambahan fenobarbital dapat meningkatkan/menurunkan kadar fenitoin.
- Fenitoin menurunkan kadar karbamazepin, lamotrigin, dan valproat.
- Fenitoin meningkatkan biotransformasi primidon dan fenobarbital.
- Fenitoin meningkatkan metabolisme deksametason dan kontrasepsi oral.
- Fenitoin menurunkan kadar teofilin, kinidin, digitoksin, kloramfenikol, dan
siklosporin.
- Pemberian isoniazid, sulfonamid, simetidin, diltiazem meningkatkan kadar
fenitoin.
- Aspirin dan valproat meningkatkan kadar fenitoin total.
Mekanisme aksi
Fenitoin memblokade gerakan ion di dalam sodium channels selama proses
depolarisasi. Fenitoin menekan aktivitas listrik paroksismal, blokasi terhadap
potensiasi pasca-tetanik, dan mencegah penyebaran serangan epilepsi. Fenitoin
menghambat kalsium dan sekuestrasi kalsium di dalam terminal saraf; dengan
demikian menghambat pelepasan neurotransmiter voltage-dependent di sinapsis.
Fenitoin juga menghambat aksi kalmodulin dan second messenger system.
Efek samping
Nistagmus, ataksia, diplopia, disartria, dizziness, letargi, mengantuk, nyeri
kepala, diskinesia, ensefalopati akut, hipersensitivitas, ruam kulit, demam,
diskrasia darah, hiperplasi gusi, defisiensi folat, anemia megaloblastik, defisiensi
vitamin K, disfungsi tiroid, penurunan imunoglobulin, perubahan perasaan hati,
depresi, kulit wajah kasar, hirsutisme, neuropati perifer, osteomalasia,
hipokalsemia, disfungsi hormonal, hilangnya libido, perubahan jaringan ikat,
pseudolimfoma, hepatitis, vaskulitis, miopati, defek koagulasi, dan hipoksia
sumsum tulang.
Penggunaan fenitoin di klinik
Fenitoin paling sering digunakan di seluruh dunia. Di Amerika Utara, lebih
kurang 50% resep baru tertulis fenitoin. Besrnya penggunaan fenitoin di Indonesia
belum diketahui secara pasti.
2. Fenobarbital
Fenobarbital dikenal sejak 192 dan paling murah. Fenobarbital berupa
kristal bebas aam, larut dalam nonpolar solvent, tidak larut dalam air. Bentuk
garam natrium larut dalam air, tidak stabil dalam larutan.
Merupakan pilihan utama untuk serangan parsial, serangan umum
(termasuk absence dan mioklonus). Efektif untuk status epileptikus, sindrom
Lennox-Gastaut, sindrom epilepsi pada anak, kejang demam dan serangan
neonatal.
Rentang dosis
Dewasa diawali dengan 30 mg/hari, dilanjutkan dosis pemeliharaan 30
180 mg/hari. Untuk anak, dosis pemeliharaan adalah 3 8 mg/hari dan untuk
neonatus berkisar antara 3 4 mg/hari, diberikan 1 2 kali/hari. Kadar efektif
dalam serum berkisar antara 40 70 mol/L.
Farmakokinetik
Ketersediaan hayati fenobarbital pada dewasa adalah antara 80 100%
setelah pemberian oral atau intramuskularis. Konsentrasi puncak dalam plasma
terjadi 1 3 jam sesudah pemberian oral. Pemberian intramuskularis, puncak
konsentrasi puncak dalam serum dicapai dalam waktu 4 jam, dan konsentrasi
puncak dalam plasma sama dengan pemberian oral.
Wakto paro terpanjang diantara OAE, antara 75 120 jam. Fenobarbital
diekskresi di hati maupun di ginjal melalui parahidroksilasi dan konjugasi menjadi
asam glukuronat. Ekstraksi menurun pada keadaan urin yang asam, dipengaruhi
faktor umur, genetik, status nutrisi dan interaksi obat. Waktu paro pada bayi lebih
lama daripada dewasa, yaitu 110 jam (pernah dilaporkan mencapai 400 jam).
Interaksi obat yang relevan dengan farmakokinetik antara lain sebagai berikut :
- Valproat meningkatkan kadar fenobarbital secara bermakna.
- Asetazolamid sedikit meningkatkan kadar fenobarbital.
- Fenobarbital menurunkan kadar valproat dan dapat menurunkan kadar
karbamazepin.
- Interaksi antara fenobarbital dan fenitoin tidak konsisten.
- Kloramfenikol meningkatkan kadar fenobarbital.
- Kinin dan fenotiazin menurunkan kadar fenobarbital.
- Fenobarbital menurunkan kadar teofilin, kloramfenikol, digoksin, warfarin,
simetidin.
- Fenobarbital meningkatkan metabolisme kontrasepsi oral.
- Fenobarbital berpotensi untuk menimbulkan perdarahan dan kegagalan
kontrasepsi.
Mekanisme aksi
Fenobarbital obat non selektif, sebagai pembatas perluasan aktivitas
epilepsi maupun meninggikan nilai ambang serangan. Fenobarbital terutama untuk
menurunkan sodium and potassium counctance. Fenobarbital menurunkan calcium
influx, dan mempunyai efek langsung terhadap GABA receptor enhancing
postsynaptic chloride conductance. Fenobarbital juga menekan glutamate
excitability dan meningkatkan postsynaptic GABAergic inhibition.
Efek samping terpenting
Terganggunya fungsi kognitif dan perubahan perilaku; terutama pada
golongan anak. Efek pada saraf pusat : gerakan menjadi lamban, gangguan
memori, hilangnya konsentrasi, rasa mengantungk dan (pada anak) terjadi aktivitas
hiperkinetik paradoks. Pengamatan klinis pada penderita dewasa, efek samping
umumnya bersifat ringan.
Rasa mengantuk muncul awal pengobatan, biasanya menghilang setelah
pemberian obat jangka lama. Perubahan perilaku, termasuk depresi, mudah
tersinggung, dan kadang agresif, terutama anak dan penderita dengan kerusakan
otak. Pengobatan jangka lama menimbulkan nistagmus, ataksia, dan penurunan
libido. Penderita lansia dengan penyakit otak organik cenderung mengalami
perasaan bingung dan mudah tersinggung.
Penggunaan fenobarbital di klinik
Efek samping yang berupa rasa mengantung dan kelambanan mental.
3. Karbamazepin
Karbamazepin merupakan senyawa trisiklik dan pada awalnya untuk
mengobati neuralgia trigeminal, neuralgia glosofaringeal, dan digunkan pula
sebagai antidepresan. Sejak tahun 1959 digunakan sebagai OAE dan karbamazepin
obat pilihan pertama yang utama untuk jenis serangan parsial dan jenis tertentu
serangan umum. Karbamazepin tidak efektif untuk jenis serangan absence,
mioklonus, dan akinetik.
Rentang dosis
Dosis awal adalah 100 mg, diberikan pada malam hari. Dosis pemeliharaan
adalah 400 1600 mg/hari, dengan dosis maksimum 2400 mg/hari. Dosis
pemeliharaan untuk anak umur < 1 tahun : 100 200 mg; 1 5 tahun : 200 400
mg; 5 10 tahun : 400 600 mg; dan 10 15 tahun : 600 1000 mg. Untuk anak-
anak dapat dipakai dosis sebagai berikut : 10 40 mg/kg/hari.
Farmakokinetik
Sekitar 75 85% karbamazepin diabsorbsi di traktus gastrointestinalis.
Absorbsi berjalan lambat dan tidak menentu. Karbamazepin mempunyai sifat
farmakokinetik yang agak unik.
- Pada penderita yang berbeda, dengan dosis sama dapat terjadi variasi intra- dan
interindividual dalam hal kadar obat dalam serum.
- Mengalami metabolisme menjadi carbamazepin-10,11-epoxide yang berada
dalam darah dan zat ini terbukti mempunyai efek antikonvulsan sekaligus
berperan dalam terjadinya efek samping.
- Mempunyai waktu paro awal 20 40 jam, tetapi karbamazepin mengalami oto-
induksi (proses ini selesai dalam waktu 1 bulan) sehingga waktu paro menurun
menjadi 11 27 jam sesudah terapi jangka panjang, dan 5 14 jam selama
terapi kombinasi.
Antara 75 85% karbamazepin diikat oleh protein plasma. Fraksi
karbamazepin bebas berkisar antar 20 24$ dari konsentrasi plasma total.
Konsentrasi dalam cairan serebrospinal berkisar antara 17 31%.
Mengalami metabolisme di hati. Pertama kali mengalami epoksidasi
menjadi carbamazepin 10,11-epoxide dan kemudian mengalami hidrolisis menjadi
carbamazepin 10,11-trans-didydrodiol. Ada metabolit yang terkonjugasi dan
kurang dari 1% diekskresi melewati urin. Beberapa interaksi obat :
- Menginduksi metabolisme siklosporin A, antidepresan trisiklik
- Kadar karbamazepin meningkat dengan pemberian calcium-channel blockers
(verapamil, diltiazem), eritromisin dan antibiotik makrolid lainnya, isoniazid,
simetidin, dan propoksifen
- Meningkatkan metabolisme fenitoin dalam berbagai derajad
- Meningkatkan biotransformasi primidon menjadi fenobarbital
- Meningkatkan metabolisme valproat, etosuksimid, dan lamotrigin
- Metabolisme karbamazepin ditingkatkan oleh fenitoin, fenobarbital, dan
felbamat
- Felbamat meningkatkan kadar carbamazepin epoxide
Mekanisme aksi
Sudah diketahui bahwa karbamazepin melakukan stabilisasi membran
neuron baik yang pre- maupun pascasinaptik dengan cara blokade terhadap saluran
natrium. Mekanisme ini mungkin merupakan hal utama di samping mekanisme
yang lain dalam bentuk blokade terhadap NMDA (N-methyl-D-aspartate) receptor
activated sodium dan blokade terhadap aliran masuknya kalsium ke dalam sel.
Aksi terhadap saluran natrium mengurangi cetusan berulang yang terus-menerus
dari aksi potensial yang merupakan aktivitas epileptik. Ada dugaan karbamazepin
beraksi terhadap reseptor yang lain, termasuk reseptor-reseptor purin, monoamin,
dan asetilkolin.
Efek samping
Efek samping karbamazepin pada umumnya terjadi pada awal terapi, atau
apabila dosisnya terlalu tinggi. Efek samping yang paling sering pada awal terapi
adalah rasa mengantuk, nyeri kepala, diplopia, dizziness, dan ataksia. Dapat
dihindari dengan pemberian dosis awal serendah mungkin kemudian dinaikkan
secara perlahan-lahan. Dosisnya terlalu tinggi efek samping adalah ataksia,
dizziness dan pandangan kabur dari diplopia.
Efek samping kardiovaskular paling sering terjadi pada penderita lanjut
usia (lansia). Mungkin disebabkan oleh penyakit kardiovaskular arteriosklerotik.
Disfungsi nodus sinus atau A-V block, sering pada penderita berusia di atas 70
tahun dan menghilang dengan penurunan dosis.
Efek samping dermatologis bervariasi, dari ruam ringan (sekitar 3%)
sampai dermatitis eksfoliativa, nekrolisis epidermal toksika, systemic lupus
erythematosus, dan sindroma Steven Johnson yang dapat bersifat fatal.
Efek samping yang mengangkut elektrolit cukup bervariasi. Hiponatremia
ringan (Na < 135 mEq/L) terjadi pada 20% penderita. Hiponatremia sedang (Na <
130 mEq/L) sering berkaitan dengan usia lanjut, dosis yang tinggi, dan kadar Na
dasar yang memang rendah.
Efek samping yang menyangkut tiroid berupa penurunan kadar T3 dan T4;
jarang berlanjut menjadi ke arah hipotiroidisme secara klinis. Teratogenik :
malformasi defek kraniofasial ringan, hipoplasi kuku, dan keterlambatan
pertumbuhan.
Penggunaan karbamazepin di klinik
Di Indonesia tersedia beberapa jenis merek (termsuk generik), dalam
kemasan blister, tablet 200 mg. Juga tersedia tablet controlled-release.
Karbamazepin juga digunakan untuk keluhan nyeri pascaherpetik, neuralgia
trigeminal, dan diabetes insipidus. (Harus memberi tahun penderita tentang
kemungkinan muncul ruam, vesikel, atau bula di kulit; secara implisit ada
kewaspadaan tentang kemungkinan munculnya sindrom Steven-Johnson).
4. Valproat
Valproat disintesis pertama kali tahun 1882 dan digunakan sebagai pelarut
organik. Valproat dipasarkan di Eropa awal tahun 1960, digunakan di Amerika
Seriakt tahun 1978. Pernah dipasarkan sebagai garam magnesium atau kalsium,
sebagai asam, juga sebagai natrium hidrogen divalproat. Valproat digunakan untuk
serangan umum (termasuk mioklonus dan absence, sebagai drug of choice), dan
juga untuk serangan parsial, sindrom Lennox-Gastaut, sindrom epilepsi pada anak,
dan kejang demam.
Rentang dosis
Dosis awal 400 500 mg/hari (dewasa), 20 mg (dewasa), 20 mg/kg BB
(anak < 20 kg), 40 mg/kg (anak > 20 kg). Dosis pemeliharaan : 500 2500 mg/hari
(dewasa), 20 40 mg/kg/hari (anak < 20 kg), 20 30 mg/kg/hari (anak > 20 kg).
Untuk anak tidak dianjurkan bentuk slow-release. Obat dapat diberikan 2 3
kali/hari.
Farmakokinetik
Valproat diabsorbsi secara cepat dan hampir sempurna,ketersediaan hayati
mendekati 100%. Konsentrasi dalam plasma mencapai puncak dalam waktu 13
menit sampai 2 jam (biasanya sekitar 1,5 jam). Protein plasma mengikat 85 95%
valproat. Valproat juga masuk secara cepat ke dalam kompartemen cairan
serebrospinal dan otak; mekanisme transportasinya belum diketahui secara jelas.
Valproat mengalami eliminasi di dalam hati dengan berbagai cara. Proses
eliminasi utama adalah oksidasi beta yang diikuti oleh glukuronidasi. Metabolisme
valproat dikenal setidak-tidaknya 30 metabolit; sebagian di antaranya bertanggung
jawab atas terjadinya efek sampingl.
Berinteraksi dengan OAE lainnya dengan mekanisme yang belum
diketahui secara jelas. Interaksi ringan dan tidak menimbulkan masalah klinis.
Manfaat klinis valproat tidak berkorelasi secara erat dengan kadar obat dalam
plasma. Valproat meningkatkan kadar fenobarbital, fenitoin, etosuksimid,
karbamazepin dan lamotrigin dalam plasma.
Mekanisme aksi
Mekanisme aksi valproat tidak pasti. Meningkatkan fungsi GABA, efek ini
hanya terjadi pada konsentrasi yang tinggi. Di samping itu ada potentisiasi pada
GABA-mediated postsy-naptic inhibition, tetapi maknanya tidak jelas. Valproat
juga menghambat enzim penghancur GABA den semialdehid dehidrogenase
suksinat, serta dapat meningkatkan sintesis GABA dengan cara merangsang
dekarboksilase asam glutamat. Valproat menghambat transmisi pendorong yang
dimiliki oleh aspartat, glutamat den gamahidroksibutarat melalui mekanisme yang
belum sepenuhnya dimengerti.
Efek samping
Pada awal terapi terjadi efek samping yang terkait dengan dosis berupa
mual, muntah, dan keluhan gastro intestinal lainnya. Hal demikian ini dapat
dicegah dengan kemasan enteric coated.
Efek samping yang lain dapat berupa bertambahnya berat badan (30% dari
semua penderita) terutama pada wanita. Maka salah satu dugaan adalah
menurunnya oksidasi beta terhadap asam lemak.
Lebih kurang 10% penderita mengalami tremor yang berhubungan dengan
dosis. Sementara itu 2% mengeluh mengantuk berat setelah minum valproat
disertai keluhan bingung dan mudah tersinggung. Efek lain rambutnya mudah
sekali rontok. Reaksi idiosinkrasi berupa gagal hati, pankreatitis, dan
trombositopenia. Pada penderita dewasa meningkatkan risiko terjadinya penyakit
metabolik tulang; tulang mengalami osteopeni osteoporosis.
Penggunaan valproat di klinik
Di Indonesia valproat mulai dikenal dan digunakan menjelang tahun 2000.
Harga obat ini relatif lebih mahal. Di pasaran dunia valproat tersedia dalam bentuk
garam natrium, kalsium; dan magnesium; bentuk asam, sodium hydrope
divalproate, atau valpromid. Selain itu juga ada sediaan enter coated dan formulasi
intermediate den slow-release, injeksi intravena, dan supositoria rektal.
OBAT PILIHAN KEDUA
1. Felbamat
Di Amerika Serikat felbamat tahun 1993 memperoleh lisensi sebagai OAE
ajuvan dan monoterapi untuk penderita dewasa dengan serangan parsial, dengan
atau tanpa serangan umum sekunder. Felbamat juga digunakan sebagai OAE
ajuvan untuk anak dengan sindrom Lennox-Gastaut. Setelah felbamat diizinkan
untuk dipakai di Eropa menimbulkan anemia aplastik dan gagal hepar sehingga
felbamat saat ini penggunaannya sangat terbatas.
Rentang dosis
Dosis awal 1200 mg/hari (dewasa) terbagi 3 atau empat kemudian dapat
dinaikkan menjadi 2400-3600 mg/hari dalam waktu satu minggu. Dosis pada anak
adalah 15 mg/kg/hari, dosis dapat dinaikkan secara bertahap menjadi
45 mg/kg/hari. Dosis pemeliharaan antara 1200-3600 mg/hari (dewasa) dan 45-80
mg/kg/hari (anak).
Farmakokinetik
Felbamat diberikan secara oral, diabsorpsi dengan baik. Kadar puncak
dalam plasma dicapai dalam waktu 1-4 jam. Felbamat didistribusikan ke berbagai
jaringan termasuk otak. Penetrasi blood-brain barrier mirip dengan fenitoin dan
fenobarbital. Pada manusia, sekitar 20-25% konsentrasi total diikat oleh albumin.
Metabolisme felbamat terjadi di hati melalui hidroksilasi dan konjugasi.
Eliminasi di hati ini meningkatkan potensi interaksi sejumlah obat. Waktu paro
felbamat pada laki-laki normal adalah 20 jam dengan kisaran antara 13-30 jam
(sebagal obat tunggal). Pada penderita epilepsi yang menerima fenitoin atau
karbamazepin, waktu paro felbamat memendek, berkisar antara 13-14 jam.
Mekanisme aksi
Aksi spesifik felbamat tidak diketahui secara jelas. Tampaknya felbamat
menghambat reseptor NMDA (N-methyl-D-aspartate), mengatur hantaran saluran
natrium. Felbamat tidak mempengaruhi GABA atau ikatan reseptor benzodiazepin.
Efek samping
Efek samping yang paling sering insomnia, mual, penurunan nafsu makan,
penurunan berat badan, lelah, ataksia, letargi, dan dizziness.
Penggunaan felbamat di klinik
Penggunaan felbamat terbatas pada kasus epilepsi parsial berat atau
sindrom Lennox-Gastaut yang tidak teratasi dengan OAE lain.
Gabapentin
Hubungan struktural galapentin sangat dekat dengan GABA. Agonis
GABA, tapi tidak beraksi atau sedikit beraksi terhadap reseptor GABAA maupun
GABAB, juga tidak berpengaruh terhadap sintesis atau ambilan GABA. Awalnya
gabapentin diteliti manfaatnya sebagai antispasmodik dan sebagai OAE. Amerika
Scrikat, Eropa daratan dan berbagai negara lainnya lisensi sebagai OAE. Ada yang
menggunakan sebagai analgetik. Untuk epilepsi, gabapentin dipakai sebagai ajuvan
untuk serangan parsial atau serangan umum sekunder.
Rentang dosis
Dosis awal 300 mg/hari; dosis pemeliharaan 900-4800 mg/hari dapat
diberikan 2-3 kali/hari. Dosis untuk anak adalah 15-30 mg/kg/hari. Dosis
pemeliharaan individual optimal ditentukan oleh perkembangan klinis; dosis awal
yang rendah dapat mengurangi kemungkinan ataksia atau rasa mengantuk.
Farmakokinetik
Gabapentin mudah menerobos blood-brain barrier dan rasio plasma:
cairan serebrospinal mendekati 0,1. Kadar serum puncak tercapai dalam waktu 2-
4 jam (oral).
Gabapentin tidak mengalami perubahan kimiawi dan seluruhnya
dikeluarkan tanpa perubahan bentuk. Tidak ada interaksi obat, tidak menginduksi
sistem enzim hati. Waktu paro eliminasi hanya 5-9 jam, dianjurkan diberikan 3x
sehari. Kadar obat dalam plasma mencapai tingkat stabil setelah beberapa hari,
waktu paro tidak mengalami perubahan walaupun diberikan dalam waktu yang
lama.
Mekanisme aksi
Mekanisme aksi belum diketahui secara pasti, terikat oleh reseptor saluran
kalsium di neokorteks otak dan hipokampus.
Efek samping
Dosis 1800 mg/hari efek samping mengantuk (36%), dizziness (24%),
nistagmus (17%), nyeri kepala (9%), tremor (15%), rasa lelah (11%), diplopia
(11%), rinitis (11%) dan mual/muntah (6%). Sebagian besar efek samping bersifat
ringan. Penderita tertentu ada yang mengalami penambahan berat badan.
Penggunaan gabapentin di klinik
Di Indonesia Gabapentin juga untuk mengatasi nyeri.
2. Lamotrigin
Lamotrigin diakui dan disetujui sebagai OAE tambahan, tetapi aman
dan manjur sebagai OAE tunggal untuk penderita baru juga untuk serangan yang
tidak teratasi dengan OAE standar. Lamotrigin bermanfaat untuk serangan parsial
maupun umum dan kemungkinan bermanfaat untuk sindrom Lennox-Gastaut
maupun absence pada anak. Lamotrigin dapat sebagai alternatif untuk penderita
yang mengalami kenaikan berat badan atau efek samping valproat yang berkaitan
dengan hormon. Tampaknya dapat memperbaiki kadar kolestero.
Rentang dosis
Dosis awal 12,5-25 mg/hari; dosis pemeliharaan antara 100-200 mg, baik
sebagai obat tunggal maupun kombinasi dengan valproat, 200-400 mg bila
dikombinasi dengan obat yang menginduksi enzim. Lamotrigin diberikan 2 kali
sehari.
Ada saran bila lamotrigin dikombinasikan dengan valproat maka dosisnya
adalah 25 mg/hari selama 2 minggu kemudian 50 mg/hari selama 2 minggu,
akhirnya dinaikan secara bertahap sampai 150 mg dua kali sehari. Bila
dikombinasikan dengan karbamazepin, fenitoin, fenobarbital atau primidon maka
dosis awal lamotrigin adalah 50 mg dua kali sehari, kemudian dinaikkan sampai
100-200 dua kali sehari.
Pada anak, bila dikombinasikan dengan valproat maka dosis awalnya
adalah 0,5 mg/kg/hari dan dosis pemeliharaan adalah 1-5 mg/kg/hari. Bila
dikombinasikan dengan karbamazepin, fenitoin, fenobarbital atau primidon, maka
dosis awalnya adalah 2 mg/kg/hari dan dosis pemeliharaan antara 5-15 mg/kg/hari.
Sementara itu, dosis pemeliharaan individual akan ditentukan oleh perkembangan
klinis penderital.
Farmakokinetik
Pemberian lamotrigin secara oral diabsorbsi secara baik. Puncak
konsentrasi dicapai dalam waktu 1-3 jam setelah minum obat. Ada puncak kedua
akibat reabsorbsi intestinal terhadap obat yang masi