Top Banner
PANDANGAN PARA PENULIS MUSLIM INDONESIA TENTANG KONSEP KETUHANAN AGAMA HINDU (1970-2015) SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Agama (S.Ag.) Oleh Yuliana 1113032100028 JURUSAN STUDI AGAMA-AGAMA FAKULTAS USHULUDDIN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1439 H/ 2018 M
122

Yuliana 1113032100028 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40528/1/YULIANA-FUF.pdf · penulis sehingga dapat selalu berfikir positif guna melanjutkan

Jul 29, 2019

Download

Documents

doankhanh
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: Yuliana 1113032100028 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40528/1/YULIANA-FUF.pdf · penulis sehingga dapat selalu berfikir positif guna melanjutkan

PANDANGAN PARA PENULIS MUSLIM INDONESIA

TENTANG KONSEP KETUHANAN AGAMA HINDU

(1970-2015)

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Memperoleh

Gelar Sarjana Agama (S.Ag.)

Oleh

Yuliana

1113032100028

JURUSAN STUDI AGAMA-AGAMA

FAKULTAS USHULUDDIN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

1439 H/ 2018 M

Page 2: Yuliana 1113032100028 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40528/1/YULIANA-FUF.pdf · penulis sehingga dapat selalu berfikir positif guna melanjutkan
Page 3: Yuliana 1113032100028 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40528/1/YULIANA-FUF.pdf · penulis sehingga dapat selalu berfikir positif guna melanjutkan
Page 4: Yuliana 1113032100028 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40528/1/YULIANA-FUF.pdf · penulis sehingga dapat selalu berfikir positif guna melanjutkan
Page 5: Yuliana 1113032100028 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40528/1/YULIANA-FUF.pdf · penulis sehingga dapat selalu berfikir positif guna melanjutkan

i

ABSTRAK

Pandangan Para Penulis Muslim Indonesia Tentang Konsep Ketuhanan

Agama Hindu (1970-2015)

Skripsi ini berjudul Pandangan Para Penulis Muslim Indonesia Tentang

Konsep Ketuhanan Agama Hindu (1970-2015). konsep Ketuhanan dalam agama

Hindu memang cukup berhasil dalam membuat bingung benak para penganut

keyakinan lain yang berkesempatan untuk menyelaminya. Bahkan mereka telah

cukup berhasil untuk menciptakan pertentangan di antara orang-orang non Hindu

dan termasuk orang-orang Hindu sendiri yang tidak paham betul tentang

agamanya. Penelitian tentang karya para penulis Muslim itu dilakukakan dalam

beberapa tahap. Pertama, menjelaskan konsep ketuhanan Hindu menurut para

penulis Hindu. Kedua, mengungkapkan biografi dari para penulis Muslim dan

mendeskripsikan pandangan para penulis Muslim tentang konsep ketuhanan

agama Hindu. Ketiga, menguraikan konteks dan latar belakang tulisan para

penulis Muslim.

Setelah melakukan penelitian dan melewati beberapa tahap di atas, dapat

dikemukakan bahwa para penulis Muslim di era 70an-90an sepakat mengatakan

bahwa konsep ketuhanan agama Hindu adalah politeis, meski tidak semuanya

mengatakan dengan jelas. Pandangan ini terjadi, di akibatkan karena mereka

memandang Ilmu Perbandingan Agama untuk dakwah dan rata-rata dari mereka

memiliki latar belakang sebagai Da‟i. Mereka juga tidak belajar atau

mendengarkan langsung dari pemeluk agama Hindu, dan dalam menulis tentang

agama lain sebagian besar mereka menggunakan sumber referensi dari penulis-

penulis Muslim. Dan disusul dengan para penulis Muslim di era 90an sampe

terakhir 2015, mereka memiliki pandangan tersendiri terhadap konsep ketuhanan

agama Hindu, tidak menghakimi Hindu politeis. Dalam karyanya mereka

memandang agama Hindu dengan pandangan yang objektif dan mereka memberi

penjelasan berdasarkan langsung dari pemahaman orang Hindu sendiri.

Page 6: Yuliana 1113032100028 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40528/1/YULIANA-FUF.pdf · penulis sehingga dapat selalu berfikir positif guna melanjutkan

ii

KATA PENGANTAR

Alhamdulillah Rabb al-alamin, hanya ucapan syukur yang dapat terucap

atas segala nikmat yang telah Allah limpahkan kepada makhlukn-Nya. Tak lupa

salam serta sholawat selalu tercurah limpahkan kepada manusia yang

berpengetahuan luas serta berakhlakul karimah yakni nabi Muhammad S.A.W

yang telah berjuang menuntut umatnya dari kegelapan menuju cahaya yang terang

benderang.

Inilahlah akhir dari perkuliahan kami. meninggalkan segala mata kuliah di

semester tujuh yang kemudian dihadapkan dengan tugas akhir di semester delapan

untuk membuat sebuah karya tulis. Skripsi, merupakan gerbang akhir bagi semua

mahasiswa untuk mencapai kelulusan. Namun, untuk mencapai kelulusan ini

diperlukan persiapan, perjuangan serta doa untuk menyelesaikannya.

Oleh karena itu, puji syukur penulis panjatkan kepada Illahi Robbi yang

telah memberikan kesempatan, kemudahan, kelancaran serta limpahan kasih dan

sayang-Nya dlam mneyelesaikan tugas akhir ini, sehingga skripsi yang berjudul

“Pandangan Para Penulis Muslim Indonesia Tentang Konsep Ketuhanan

Agama Hindu (1970-2015)” ini dapat terselesaikan. Selain itu tak lupa juga

penulis ucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang

telah mendukung dan membantu baik secara langsung maupun tidak dalam

penulisan skripsi ini, pihak-pihak tersebut antara lain:

1. Kedua orang tua penulis yang telah menjadikan penulis seperti sekarang

ini, yang tak kenal lelah merawat, yang memberikan perhatian dengan

Page 7: Yuliana 1113032100028 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40528/1/YULIANA-FUF.pdf · penulis sehingga dapat selalu berfikir positif guna melanjutkan

iii

penuh kasih sayang dan perhatian untuk meluruhkan segala pikiran buruk

penulis sehingga dapat selalu berfikir positif guna melanjutkan skripsi ini,

penyemangat utama untuk meraih keberhasilan, tak pernah berhenti untuk

mendoakan penulis disetiap sujudnya serta selalu ada dalam suka dan

duka.

2. Bapak Dr. Media Zainul Bahri, M.A, selaku dosen pembimbing skripsi

yang telah bersedia memberikan ilmunya, meluangkan waktu dan

tenagannya, yang tidak pernah bosan membimbing penulis dalam waktu

yang cukup lama, dan memberi semangat kepada penulis untuk bisa cepat

dan tidak mengulur-ngulur waktu dalam menyelesaikan tugas akhir ini.

3. Bapak Dr. Media Zainul Bahri, M.A, selaku ketua Jurusan Studi Agama-

Agama dan ibu Hj. Dra. Halimah Mahmudy, M.Ag, selaku sekretaris

Jurusan Studi Agama-Agama yang telah banyak membantu penulis dalam

hal birokrasi administrasi juga pelayanan yang baik selama proses

penyelesaian skripsi ini.

4. Bapak Prof. Dr. Kautsar Azhari Noer selaku dosen penasehat akademik

yang sudah memberikan masukan untuk tema skripsi pertama kali yang

penulis angkat dan sudah bersedia menyetujui tema yang penulis angkat

tanpa memerlukan waktu yang lama, sehingga memudahkan penulis

kepada tahap-tahap berikutnya.

5. Seluruh staf dosen di Fakultas Ushuluddin, khususnya Jurusan Studi

Agama-Agama terutama, Ibu Hj. Siti Nadroh, MA, yang sudah bersedia

meluangkan waktunya untuk melihat judul penulis dan memberikan

Page 8: Yuliana 1113032100028 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40528/1/YULIANA-FUF.pdf · penulis sehingga dapat selalu berfikir positif guna melanjutkan

iv

masukan mengenai judul yang penulis akan teliti. Bapak Dr. Amin Nurdin

yang sudah bersedia meluangkan waktunya untuk menguji proposal skripsi

penulis dan Bapak Prof. Dr. Ridwan Lubis, MA, yang bersedia menguji

ujian kompre penulis dan memberikan ilmu serta wejangan yang tiada tara

manfaatnya.

6. Seluruh staf karyawan di Fakultas Ushuluddin, khususnya Jurusan Studi

Agama-Agama, terutama Pak Toto yang dari awal menjadi „pintu

penghubung‟ penulis dengan kampus UIN Syarif Hidayatullah Jakarta .

begitu juga seluruh staf karyawan di Perpustakaan Fakultas Ushuluddin

dan Perpustakaan Utama UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah

menyediakan fasilitas dalam rangka penulisan skripsi ini.

7. Keluarga tercinta, kelima kakakku Suparti, Juwanti, Sugianto, Riani dan

Rinda Wati yang selalu memberikan celotehan, nasehat, keluangan waktu,

dan dorongan semangat penulis agar cepat menyelesaikan tugas akhirku.

Terimakasih juga untuk adikku Sri Saputra yang dengan senang hati

mengantar penulis ketika bimbingan. Terimakasih juga untuk kakak-kakak

iparku I Ketut, Sumarji, Paidi, Sari, serta keponakan-keponakanku yang

selalu memberi warna, dan penyemangat penulis.

8. Terimakasih untuk Bu Yanah, salah satu dari sekian banyak orang yang

sudah berjasa dalam memwujudkan impian penulis bisa berkuliah di

Universitas impian.

9. Teman baik penulis, Andreansyah S. H untuk motovasi dan waktu luang

yang diberikan.

Page 9: Yuliana 1113032100028 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40528/1/YULIANA-FUF.pdf · penulis sehingga dapat selalu berfikir positif guna melanjutkan

v

10. Sahabat penulis, Mursanah S. Ag, Novi Karyahti, Fuji Ayu Amalia, Pipit

Fitrianti, yang selalu memberikan celotehan yang bermanfaat sehingga

penulis tergerak untuk segera menyelesaikan skripsi ini. memberikan

semangat, dan selalu setia mendengarkan keluh kesah penulis. Teruntuk

sahabatku Fadillah Yusuf, terimakasih banyak teman, telah meluangkan

waktu dan tenagamu untuk penulis.

11. Teman-teman seperjuangan Studi Agama-Agama, yang selalu

memberikan keceriaan dan kebahagiaan selama menimba ilmu di Jurusan

Studi Agama-Agama angkatan 2013.

12. Teman-teman KKN “RAIL” UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, yang

banyak memberikan pelajaran berharga tentang makna hidup dan

menjadikan hidup lebih berwarna.

Akhirnya al insanu mahalul khoto’ wa nisyan, manusia itu tempat salah

dan lupa. Meskipun begitu, semua tulisan yang terdapat dalam skripsi ini

merupakan murni hasil karya ilmiah penulis, dan dapat dipertanggung jawabkan.

Dengan kerendahan hati dan pikiran yang terbuka penulis mohon kepada pembaca

untuk dapat menyampaikan kritik dan saran guna perbaikan selanjutnya. Teruntuk

berbagai pihak yang berperan dalam penulisan skripsi, penulis mengucapkan

terimakasih.

Page 10: Yuliana 1113032100028 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40528/1/YULIANA-FUF.pdf · penulis sehingga dapat selalu berfikir positif guna melanjutkan

vi

DAFTAR ISI

Halaman

ANSTRAK ……………………………………………………………………… i

KATA PENGANTAR ………………………………………………………..

ii

DAFTAR ISI …………………………………………………………………….

vii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah …………………………………….... 1

B. Pembatasan dan Rumusan Masalah ………………………….. 6

C. Tujuan Penelitian ……………………………………………...

7

D. Manfaat Penelitian …………………………………………….. 7

E. Kajian Pustaka ……………………………………………....... 8

F. Kerangka Teoritik …………………………………………….. 8

G. Metodologi Penelitian dan Teknik Penulisan ………………… 15

H. Sistematika Penulisan ………………………………………… 18

BAB II KETUHANAN DALAM AGAMA HINDU

A. Periodesasi Sejarah Agama Hindu …………………………… 21

B. Doktrin Ketuhanan Agama Hindu ……………………………. 24

C. Doktrin Trimurti Hindu Bali ………………………………….. 41

Page 11: Yuliana 1113032100028 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40528/1/YULIANA-FUF.pdf · penulis sehingga dapat selalu berfikir positif guna melanjutkan

vii

D. Latar Belakang Agama Hindu Memiliki Banyak Dewa-Dewa .. 43

BAB III PANDANGAN PARA PENULIS MUSLIM TENTANG

KONSEP KETUHANAN AGAMA HINDU

A. Monoteisme Menurut Veda ………………………………… 45

B. Pandangan Penulis Muslim Periode 1970-1980 ……………… 54

C. Pandangan Penulis Muslim Periode 1990-2015 ……………… 79

BAB IV MEMAHAMI KONTEKS PARA PENULIS MUSLIM

INDONESIA TENTANG KONSEP KETUHANAN AGAMA

HINDU

A. Menghukumi Politeisme ..……………………………………… 91

B. Memandang Objektif ………………………………………....

100

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan …………………………………………………....

106

B. Saran-Saran …………………………………………………...

107

DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………....

108

Page 12: Yuliana 1113032100028 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40528/1/YULIANA-FUF.pdf · penulis sehingga dapat selalu berfikir positif guna melanjutkan

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Berbicara tentang konsep ketuhanan, agama Hindu sejak lama sudah

menjadi bulan-bulanan agama lainnya. Agama Hindu selama ini sering dituduh

miring sebagai agama politeisme, hal ini sendiri dikarenakan banyaknya nama

Dewa dalam agama Hindu. Bagi orang awam yang tidak tahu betul tentang agama

Hindu, maka banyaknya nama Dewa tersebut diartikan bahwa agama Hindu

menyembah banyak Tuhan. Bahkan banyak ungkapan juga kalau agama Hindu

menyembah patung.

Ketika saya duduk di bangku Sekolah Dasar, ada beberapa hal yang

menganggu saya tentang agama Hindu. Guru Ilmu Pengetahuan Sosial kelas lima

mengatakan, agama Hindu merupakan agama seribu Tuhan atau Dewa, agama

Hindu juga dikatakan ciptaan manusia. Akan tetapi yang sering disampaikan

ketika di bangku Sekolah Dasar yaitu agama Hindu menyembah patung-patung

dan inilah yang membuat saya berfikir bahwa agama Hindu adalah agama yang

menyembah banyak Tuhan. Pandangan atau kesalahpahaman ini sendiri muncul

akibat kurangnya informasi yang didapatkan tentang agama Hindu. Ditambah juga

penjelasan dari guru dan juga orang tua yang tidak tepat tentang agama Hindu

menjadi salah satu cikal bakal pemikiran yang salah tentang pandangan ketuhanan

agama Hindu.

Page 13: Yuliana 1113032100028 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40528/1/YULIANA-FUF.pdf · penulis sehingga dapat selalu berfikir positif guna melanjutkan

2

Pandangan tentang ketuhanan agama Hindu yang politeis tidak jarang

akibat penyampaian informasi yang kurang tepat yang didapat dari bangku

sekolah. Dari sini maka menimbulkan rentetan kesalahpahaman yang jika

dibiarkan maka mereka yang tidak mencari tahu atau tidak lagi mempelajari

agama Hindu, mereka akan selalu berpendapat bahwa agama Hindu politeis.

Setelah penulis menempuh pendidikan di jurusan Studi Agama-Agama di

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta barulah penulis mempelajari

dan mendalami bahwa konsep ketuhana Hindu tidak seperti yang dikatakan orang-

orang. Kalau kita lihat tentang pemahaman ketuhanan dalam perspektif Hindu

dinamai Brahman Vidya Kata Brahman berarti Tuhan, sedangkan Vidya berarti

pengetahuan tentang ketuhanan dalam agama Hindu. Dalam istilah yang lazim

dikenal dalam ilmu ketuhanan dinamai teologi (teology). Menurut Pudja, bahwa

teologi atau Brahman Vidya adalah ilmu tentang Tuhan. Dalam istilah lainnya

juga sering dipakai untuk memahami ilmu tentang ketuhanan dinamai Kajnanan.

Para penekun spiritual Hindu yang memahami Kajnanan adalah mereka yang taat

dan bkahti ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa dengan berbagai kemahakuasaaan

Tuhan.1

Agama Hindu sering dianggap sebagai agama politeis karena memuja

banyak Dewa, namun sebenarnya tidaklah sepenuhnya demikian. Karena dalam

agama Hindu, Dewa bukanlah Tuhan tersendiri. Menurut umat Hindu, Tuhan itu

Maha Esa tiada duanya, dan hanya ada satu kekuatan dan menjadi sumber dari

1I Ketut Subagiasta, Ketuhanan (Brahma Vidya) Dalam Persepektif Hindu,

www.portalgaruda.org/article.php/. Diakses pada 14 Maret 2018, pukul 11.12 WIB. h.1.

Page 14: Yuliana 1113032100028 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40528/1/YULIANA-FUF.pdf · penulis sehingga dapat selalu berfikir positif guna melanjutkan

3

segala yang ada, yang memanifestasikan diri-Nya kepada manusia dalam beragam

bentuk.2 Dalam pemahaman agama Hindu, Tuhan menjelma dalam banyak wujud.

Konsep satu Tuhan dalam banyak perwujudan ini berfungsi untuk memudahkan

manusia dalam memahami Tuhan Yang Maha Esa. Trinitas Hindu atau Trimurti,

wujud Dewa-dewi, titisan Dewa-dewi dalam bentuk planet dan binatang

merupakan perpanjangan bentuk (manifestasi) dari Tuhan.3

Jika kita merujuk pada banyaknya Dewa-dewa dalam agama Hindu, tidak

heran kalau banyak peneliti muslim berpendapat bahwa agama Hindu mempunyai

sistem ketuhanan politeis. Terjadinya penafsiran mengenai sistem ketuhanan

dalam agama Hindu yang dianggap politeis sendiri dikarenkan setiap agama

memiliki cara untuk menarik para pengikut agama tersebut, yang mana disini

setiap agama memiliki teknik dan juga cara masing-masing, dari hal inilah yang

menimbulkan penafsiran yang salah terhadap agama lain. Salah satunya agama

yang ditafsiran oleh orang yang bukan penganutnya yaitu agama Hindu, yang

merupakan agama tertua di dunia.4 Rupanya pandangan tentang agama Hindu

yang politeis tidak hanya terjadi pada orang-orang awam saja. Pandangan tersebut

juga terjadi pada mereka yang berada di tingkat akademik. Seperti halnya para

penulis Muslim dan juga para sarjana yang memiliki pandangan tentang agama

Hindu, mereka mengatakan bahwa agama Hindu adalah agama politeis. Dari hal

2Gede Pudja, Theologi Hindu (Brahma Widya), (Jakarta: Mayasari, 1977), h. 21.

3Bagus Takwin, Filsafat Timur: Sebuah Pengantar Ke Pemikiran-Pemikiran Timur

(Yogyakarta: Jalasutra, 2003), h. 52.

4GDE Sara Sastra, Konsepsi Monotheisme Dalam Agama Hindu (Surabaya: Paramita,

2005), h. 2.

Page 15: Yuliana 1113032100028 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40528/1/YULIANA-FUF.pdf · penulis sehingga dapat selalu berfikir positif guna melanjutkan

4

tersebut kembali menambah informasi yang kurang tepat tentang konsep

ketuhanan agama Hindu.

Asep Abdurahman dalam skripsi berjudul “Pandangan Umat Hindu

Modern Terhadap Dewa Ganesa” (2016). Melakukan studi tentang konsep

ketuhanan dalam agama Hindu, sebagai mahasiswa perbandingan agama ternyata

ia juga berkesimpulan kalau agama Hindu juga bersifat politeistik. Pandangan

tersebut ia lontarkan karena ia menyimpulkan dari beberapa pengertian Tuhan

dalam agama Hindu, yang dikatakan bahwa Hinduisme diartikan sebagai agama

yang menyembah banyak Tuhan atau politeistik. Menurutnya hal tersebut

disebabkan, karena dalam agama Hindu memiliki pemberian nama terhadap

masing-masing kekuatan atau fungsi atau manifestasi Tuhan. Misalnya ada

Brahma sebagai manifestasi Tuhan pencipta, Wisnu sebagai manifestasi Tuhan

pemelihara, dan Siwa sebagai manifestasi Tuhan pengambil atau pelebur. Maka

dari hal tersebut seolah-olah tampak bahwa agama Hindu mengenal banyak

Tuhan.5

Jauh sebelum Asep Abdurahman, para penulis Muslim memiliki

pandangan serupa. Para penulis Muslim yang menulis buku tentang agama-agama

yang di tujukan untuk kalangan Sekolah Tinggi Islam. Hasbullah Bakry misalnya

(1986) dalam bukunya yang berjudul Ilmu Perbandingan Agama mengatakan

bahwa tidak ada suatu agama lain yang mempercayai begitu banyak Dewa seperti

agama Hindu. Menurut Bakry dalam agama ini juga diakui ada Dewa tertinggi

5Asep Abdurahman. S, “Pandangan Umat Hindu Modern Terhadap Dewa Ganesa,”

(Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, Universitas Islam Negeri Jakarta, 2016), h. 25.

Page 16: Yuliana 1113032100028 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40528/1/YULIANA-FUF.pdf · penulis sehingga dapat selalu berfikir positif guna melanjutkan

5

seperti Brahma dalam Trimuti, maka tidak tepat jika disebut agama monoteis,

tetapi lebih tepat disebut sebagai agama politeis.6

Senada dengan Bakry, Agus Hakim (1973) juga mengatakan bahwa Tuhan

dalam agama Hindu disebut Brahma (mungkin yang dimaksud Brahman). Tetapi

seiring perkembangan zaman penganut agama Hindu beralih menjadi percaya

kepada Tuhan banyak yaitu Trimurti.7 Dengan demikian konsep ketuhanan Hindu

kemudian berubah menjadi politeis. Selain Bakry dan Hakim, Moh Rifai (1970)

dalam bukunya yang berjudul Perbandingan Agama, menjelaskan bahwa dalam

kitab Brahma diterangkan bahwa ibdah itu ditujukan hanya kepada Brahma

(mungkin yang dimaksud Brahman), yaitu Zat yang maha tinggi lagi azali. jika

dipandang sepintas, paham ini sama dengan monoteisme, tetapi sebetulnya sangat

berbeda sekali, karena mereka mempercayai bahwa segala yang terjadi dari

Dewa.8 Para penulis Barat juga berpendapat mengenai ketuhanan agama Hindu,

baik sebagai Indolog maupun sebagai informasi biasa, memberikan informasi

yang kurang tepat tentang agama Hindu. Umumnya mereka tetap menulis bahwa

agama Hindu adalah agama Politeisme satu pengertian yang diberikan karena

agama Hindu percaya pada banyak Dewa.9

Selain dari tulisan para penulis Muslim yang berkomentar tentang

ketuhanan Hindu. Hal lain yang mendorong peneliti mengambil judul ini karena

melihat respon dari penulis Hindu tentang pandangan-pandangan yang

6Hasbullah Bakry, Ilmu Perbandingan Agama (Jakarta: Widjaya Jakarta, 1986), h. 45.

7

Agus Hakim Perbandingan Agama “Pandangan Mengenai Kepercayaan Majusi,

Shabah, Yahudi, Kristen, Hindu, Budha, Sikh (Bandung: Diponegoro, 1973), h. 131.

8MOH Rifai, Perbandingan Agama (Semarang: Wicaksana, 1970), h. 88.

9Gede Pudja, Theologi Hindu, h. 5.

Page 17: Yuliana 1113032100028 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40528/1/YULIANA-FUF.pdf · penulis sehingga dapat selalu berfikir positif guna melanjutkan

6

mengatakan Hindu politeisme. Seperti Gede Pudja (1977), dalam bukunya yang

berjudul Theologi Hindu (Brahma Widya). Dalam bukunya Pudja membahas

tentang Tuhan dan Ketuhanan, buku tersebut untuk menjawab tulisan-tulisan yang

terutama ditulis oleh para penulis Barat yang memberikan informasi salah tentang

agama Hindu, yang umumnya dalam tulisannya mereka tetap menulis bahwa

agama Hindu adalah agama Politeisme.10

Dari permasalahan di atas maka yang menjadi objek kajian penulis yaitu

meliputi buku-buku yang ditulis oleh Penulis Muslim. Dalam permasalahan ini

maka penulis mengambil tema tentang ”Pandangan Para Penulis Muslim

Indonesia Tentang Konsep Ketuhanan Agama Hindu (1970-2015)”. Tulisan ini

diharapkan dapat memberikan penjelasan yang akurat mengenai konsep

ketuhanan dalam agama Hindu.

B. Pembatasan dan Rumusan Masalah

Sebagai lanjutan dari pembahasan atas apa yang penulis sampaikan pada

latar belakang masalah di atas, maka penulis akan membatasi penulisan skripsi ini

pada masalah ketuhanan dalam agama Hindu, karya-karya penulis muslim dan

juga apa sebenarnya konsep ketuhanan dalam agama Hindu.

Maka, untuk menghindari meluasnya permasalahan yang akan dibahas

atau dikaji dalam penulisan skripsi ini, penulis dirasa perlu membahasnya melalui

hal yang menjadi obyek kajian permasalahan dalam penelitian ini dan mengangkat

sebuah pokok permasalahan ke dalam pertanyaan:

10Gede Pudja, Theologi Hindu (Brahma Widya (Jakarta: Mayasari, 1977), h. 5.

Page 18: Yuliana 1113032100028 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40528/1/YULIANA-FUF.pdf · penulis sehingga dapat selalu berfikir positif guna melanjutkan

7

a. Bagaimana pandangan para penulis Muslim Indonesia tentang konsep

ketuhanan dalam agama Hindu (1970-2015?.

b. Apa konteks dan latar belakang tulisan para Penulis Muslim Indonesia

tentang konsep ketuhanan agama Hindu (1970-2015)?.

C. Tujuan Penelitian

Untuk lebih mudah menggambarkan secara jelas dan kongkrit dalam

pelaksanaan penelitian ini, maka dapat diketahui tujuan dari penelitian ini adalah:

a. Memberikan penjelasan tentang konsep ketuhanan dalam agama Hindu

yang sebenarnya.

b. Menekankan bahwa Dewa-dewa dalam agama Hindu bukanlah banyak

Tuhan, melainkan hanya nama-nama lain dari Tuhan Yang Esa.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

a. Secara teoritis penelitian ini dapat menambah pengetahuan terhadap

konsep ketuhanan agama Hindu.

b. Penelitian ini dapat bermanfaat untuk peneliti-peneliti sebelumnya

sebagai bahan pertimbangan mengenai konsep ketuhanan agama

Hindu yang monoteistik.

2. Manfaat Praktis

a. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran tentang

pandangan lebih dalam mengenai konsep ketuhanan monoteisme.

b. Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi untuk agama-

agama lain.

Page 19: Yuliana 1113032100028 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40528/1/YULIANA-FUF.pdf · penulis sehingga dapat selalu berfikir positif guna melanjutkan

8

c. Penelitian ini diharapkan dapat membuka wawasan masyarakat

khususnya bagi kebanyakan orang yang berpandangan salah tentang

Dewa yang hanya nama lain dari Tuhan yang esa.

E. Kajian Pustaka

Sejauh penulis melakukan penelusuran, belum menemukan seseorang

yang meneliti tentang pandangan para penulis Muslim tentang konsep ketuhanan

dalam agama Hindu. Namun demikian penulis menemukan tulisan yang

menyerupai tema tentang “Konsep ketuhanan Hindu”.

Jurnal Usuluddin yang dituliskan oleh Razaleigh bin Muhamat

“Kepercayaan Monotheisme di dalam Agama Hindu”, pada tulisan ini

diungkapkan bahwa unsur monoteisme merupakan wujud di dalam agama Hindu,

karena monoteisme adalah ukuran umum bagi sesuatu agama anutan. Akan tetapi

walaupun Hindu dilihat sebagai agama yang mempunyai unsur monoteisme yang

kuat pada peringkat awal kemunculannya, tetapi setelah ia berevolusi terlalu lama,

unsur monoteisme itu semakin lama semakin kabur. Kekaburan ini ditambah juga

dengan cara peyembahan penganut agama tersebut yang jelas menunjukkan

wujudnya unsur-unsur politeisme.

F. Kerangka Teoritik

a. Teori Gambaran Tuhan

Manusia pada dasarnya memerlukan suatu bentuk kepercayaan kepada

kekuatan gaib, kepercayaan itu akan melahirkan tata nilai guna menopang hidup

budayanya. Nilai-nilai itu kemudian melembaga dalam trdisi-tradisi yang

diwariskan turun temurun dan mengikat anggota masyarakat yang

Page 20: Yuliana 1113032100028 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40528/1/YULIANA-FUF.pdf · penulis sehingga dapat selalu berfikir positif guna melanjutkan

9

mendukungnya. Dalam sejarah kepercayaan umat manusia yang sudah ribuan

tahun, hanya tecatat beberapa perkembangan sistem kepercayaan kepada yang

gaib, yaitu:

1. Dinamisme

Kata dinamisme berasal dari kata Yunani “dynamis atau dynaomos”

yang artinya kekuatan atau tenaga. Jadi dinamisme adalah kepercayaan

(anggapan) adanya kekuatan yang terdapat pada berbagai barang, baik

yang hidup (manusia, binatang, dan tumbuh-tumbuhan), atau yang mati.11

Dinamisme yang menjadi bahasan disini berkaitan dengan kepercayaan

primitif. Harun Nasution menyatakan bahwa bagi manusia primitif, tingkat

kebudayaan masih relatif sangat rendah, setiap benda yang berada

disekitarnya bisa mempunyai kekuatan batin yang misterius.12

Masyarakat primitif hidup dalam kesederhanaan dalam berbagai

aspek, baik aspek materi maupun aspek kepercayaan. Pada dasarnya,

hidup mereka tergantung pada alam yang ada di sekitar mereka sebab alam

satu-satunya sumber kehidupan. Karena itu, bagi mereka alam merupakan

faktor yang dominan. Namun kadang-kadang alam tidak bersahabat,

seperti air yang mereka anggap sangat bermanfaat, tiba-tiba menimbulakn

bencana dan hal inilah yang menimbulkan suatu kepercayaan dalam diri

mereka bahwa alam meiliki kekuatan yang melibihi kekuatan mausia.13

11Abu Ahmadi, Perbandingan Agama (Jakarta: Rieke Cipta, 1991), h. 35.

12

A. Mukti Ali, Agama-Agama Di Dunia (Yogyakarta: IAIN Sunan Kalijaga Press, 1988),

h. 43.

13

Amsal Bakhtiar, Filsafat Agama (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1999), h. 58.

Page 21: Yuliana 1113032100028 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40528/1/YULIANA-FUF.pdf · penulis sehingga dapat selalu berfikir positif guna melanjutkan

10

2. Animisme

Animisme berasal dari bahasa latin anima yang berarti jiwa atau

roh. Bagi masyarakat primitif, semua alam dipenuhi oleh roh-roh yang

tidak terhingga banyaknya, tidak saja manusia atau binatang tetapi benda-

benda yang tidak hidup juga memiliki roh, seperti tulag atau batu. Jadi,

animisme adalah paham sebuah benda, baik bernyawa maupun tidak

bernyawa mempunyai roh atau Jiwa. Namun, pengertian roh dalam

masyarakat primitif tidak sama dengan pengertian roh dalam paham

modern. Mereka belum bisa membayangkan roh yang bersifat immateri.

Karena itu, menurut mereka roh terdiri atas materi yang halus sekali.14

Dalam kepercayaan animisme, roh itu mengembara kesegala penjuru

tanpa tujuan. Namun, kepercayaan masyarakat animisme tidak

tersistematisasi dan absolut. Roh-roh yang ada di dalam berubah-ubah,

sesuai dengan kebutuhan mereka. Karena itu mereka tidak seperti teolog,

yang hanya memfokuskan pada Wujud yang Mutlak. Masyarakat sangat

relatif dalam tindak tanduk dan cara berpikir. Sebab, suatu saat bisa jadi

benda tertentu ditakuti dan disembah.15

3. Politeisme

Politeisme adalah kepercayaan bahwa ada banyak Tuhan. Kata itu

terdiri dari kata poly berarti banyak dan theos berarti Tuhan atau Dewa.

Tuhan yang banyak itu digambarkan sebagai beragam Dewa-dewa, Roh-

14Aslam Hady, Pengantar Filsafat Agama (Jakarta: CV. Rajawali, 1986), h. 30.

15

Amsal Bakhtiar, Filsafat Agama, h.64.

Page 22: Yuliana 1113032100028 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40528/1/YULIANA-FUF.pdf · penulis sehingga dapat selalu berfikir positif guna melanjutkan

11

roh dan makhluk gaib lainnya, yang masing-masing dibedakan struktur

ritual dan penghayatannya.16

Tujuan beragama dalam politeisme bukan

hanya menyembah Dewa-dewa itu, tetapi juga menyembah dan berdoa

kepada mereka untuk manjauhkan amarahnya dari masyarakat yang

bersangkutan.

4. Henoteisme

Henoteisme adalah kepercayaan yang tidak menyangkal adanya

Tuhan banyak, tetapi hanya mengakui Tuhan tunggal sebagai Tuhan yang

disembah.17

Henoteisme juga dipahami sebuah tahap keagamaan yang

berada di antara politeisme ke monoteisme. Tahap keagamaan yang

dimaksud adalah tahap perubahan keyakinan dari keyakinan bahwa ada

banyak Dewa yang berkuasa (politeis) sampai keyakinan bahwa hanya ada

satu Dewa berkuasa (monoteis). Henoteisme mempunyai sinonim yaitu

monolatrisme.

5. Monoteisme

Monoteisme berasal dari bahasa Yunani yaitu, Mono artinya satu

dan Theo artinya Tuhan.18

Monoteistik adalah kepercayaan yang

berdasarkan pada satu Tuhan.19

Istilah monoteisme sering dipakai dalam

pertentangannya dengan politeisme (penyembahan banyak Ilah atau

Dewa). Dimana hal itu dengan eksklusif ditolak oleh monoteisme. The

16Indarwati, Dualisme Keberagamaan Dalam Agama Jawa (Semarang, 2015), h. 29.

17

Amsal Bakhtiar, Filsafat Agama, h. 72.

18

GDE Sara Sastra, Konsepsi Monotheisme dalam Agama Hindu, h. 43.

19

Mujahid Abdul Manaf, Ilmu Perbandingan Agama (Jakarta: Raja Grafindo Persada,

1994), h. 19.

Page 23: Yuliana 1113032100028 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40528/1/YULIANA-FUF.pdf · penulis sehingga dapat selalu berfikir positif guna melanjutkan

12

Oxford Dictionary of Gereja Kristen memberikan definisi yang lebih

terbatas yakni sebagai sebuah kepercayaan pada satu (Tuhan) pribadi dan

transenden, sebagai lawan dari politeisme.20

dan panteisme.21

Dalam

Kamus Bahasa Indonesia, monoteisme diartikan sebagai ajaran yang

hanya mempercayai adanya satu Tuhan saja seperti agama Islam yang

kalimat syahadatnya berbunyi : “Tak ada Tuhan selain Allah”.22

Monoteisme dalam Ensiklopedia Gereja mengandung arti, iman

kepercayaan pengakuan dan kehormatan akan hanya satu Tuhan yang

maha tinggi. Tuhan diyakini mutlak ada, kekal, maha kuasa, maha tahu.23

Monoteisme adalah kepercayaan yang berdasarkan pada satu Tuhan.24

Monoteisme mengandung anggapan-anggapan bahwa yang mengatur

segala sesuatu berasal dari kekuatan mutlak yaitu Tuhan yang Maha Esa,

bukan lagi Dewa-dewa, benda-benda keramat, atau roh-roh sebagaimana

yang terdapat dalam animisme, dinamisme, ataupun politeisme.

Monoteisme itu jika Tuhan-tuhan asing yang disangka musuh atau saingan

tidak diakui lagi, yang ada di seluruh alam hanya ada satu Tuhan yaitu satu

Allah untuk seluruh manusia, satu Tuhan yang menjadikan manusia

20Politeisme bisa dipahami dari fenomena kepercayaan oleh manusia kepada berbagai

dewa (Tuhan, pen) personal, yang masing-masing memegang kekuasaan atas bidang kehidupan

yang berlainan, dapat diterangkan dalam berbagai sudut pandang. Lihat, Mariasusai Dhavamony,

Phenomenology of Religion, terj. A. Sudiarja, dkk (Yogyakarta: Kanisius, 1995), h. 140.

21

Panteisme adalah paham yang meyakini bahwa segala sesuatu di alam ini adalah Tuhan

dan Tuhan adalah seluruh alam ini. lihat, Amsal Bakhtiar, Filsafat Agama; Wisata pemikiran dan

keprcayaan Manusia, h. 94.

22

J.S, Badudu dan Sultan Mohammad Zain, Kamus Umum B. Indonesi (Jakarata : Pustaka

Sinar Harapan. 1996), h.908.

23

A. Heuken. SJ, Ensiklopedi Gereja (Jakarta: Yayasan Cipta Loka Caraka, 1993), vol.

III, h. 187-188.

24

Mujahid Abdul Manaf, Ilmu Perbandingan Agama, h. 13.

Page 24: Yuliana 1113032100028 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40528/1/YULIANA-FUF.pdf · penulis sehingga dapat selalu berfikir positif guna melanjutkan

13

kosmos ini, dan tidak ada Tuhan selain dia, maka faham inilah yang

dinamakan monoteisme.25

b. Hubungan Tuhan, Alam dan Manusia

1. Deisme

Deisme yaitu suatu paham atau aliran yang meyakini bahwa Tuhan

jauh berada diluar alam. Tuhan menciptakan alam dan memperhatikan

alam tersebut. Alam telah dilengkapi dengan peraturan-peraturan berupa

hukum-hukum alam yang tetap dan tidak berubah, sehingga secara

mekanis akan berjalan dengan sendirinya. Tuhan ibarat pembuat jam (the

clookmaker) yang tidak bercampur tangan lagi dalam proses bergeraknya

setelah jam itu selesai dibuat. Seorang Deis tidak memandang suatu buku

sebagai wahyu Tuhan dan tidak ikut serta dalam sembahyang kelompok

atau individual karena ia tidak mau menyembah kepada Tuhan yang

hadir.26

Karena alam berjalan sesuai dengan mekanisme tertentu yang tidak

berubah-ubah, maka dalam deisme tidak terdapat konsep mukjizat,

kejadian yang bertentangan dengan hukum alam. Begitu juga wahyu dan

doa dalam deisme tidak diperlukan lagi. Tuhan telah memberikan akal

kepada manusia, sehingga dia mampu mengetahui apa yang baik dan apa

yang buruk. Jadi menurut deisme manudia dan akalnya mampu mengurus

kehidupan dunia.27

25 Aslam Hady, Pegantar Filsafat Agama (Jakarta: CV. Rajawali, 1986), h.33.

26

Harun Nasution, Falsafah Agama (Jakarta: Bulan Bintang, 1979), h. 40-41.

27

Amsal Bakhtiar, Filsafat Agama: Wisata Pemikiran dan Kepercayaan Manusia

(Jakarta: Rajawali Pres, 2009), h. 89.

Page 25: Yuliana 1113032100028 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40528/1/YULIANA-FUF.pdf · penulis sehingga dapat selalu berfikir positif guna melanjutkan

14

2. Pantheisme

Panteisme28

adalah suatu kepercayaan bahwa Tuhan berada dalam

segala sesuatu dan bahwa segala sesuatu adalah Tuhan. Tuhan

disepadankan dengan segala sesuatu, karena kehadiran-Nya yang langsung

dan aktif di dunia ini mengenakan bentuk yang riil. Paham panteisme yang

bersifat persinal menyatakan bahwa karena Tuhan sendiri yang benar-

benar ada, maka apa yang ada itu adalah Tuhan atau setidak-tidaknya

suatu perwujudan dari Tuhan. Terdapat pandangan lain yang menganggap

Tuhan tidak personal, yakni sebagai jiwa universal atau realitas total.

Dalam pandangan ini semua wujud adalah pada Tuhan. Panteisme baik

yang bersifat personal maupun nonpersonal menganggap eksistensi total

sebagai realitas suci yang mengangdung segala-galanya.29

3. Theisme

Teisme adalah aliran atau paham yang mengakui Tuhan sebagai

ada yang personal dan transenden, dan berpartisipasi secara imanen dalam

penciptaan dunia dari ketiadaan melalui aktus penciptaan-Nya yang

bebas. Antara Tuhan dan manusia dapat terjalin hubungan I-Thou.30

Harun Nasution dalam bukunya “falsafah agam” menjelaskan

bahwa teisme sepaham dengan deisme, berpendapat bahwa Tuhan adalah

transenden, menyatakan bahwa, sungguhpun berada diluar alam, juga

dekat pada alam. Berbeda dengan deisme, teisme menyatakan bahwa alam

28Panteisme terdiri atas tiga kata, yaitu pan, berarti seluruh, teo, berarti Tuhan, dan isme,

berarti paham. Jadi pantheisme atau panteisme adalah paham bahwa seluruhnya adalah Tuhan.

29

Amsal Bakhtiar, h. 94.

30

O. Kattsoff, Pengantar Filsafat (Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya, 1987), h. 446. Lihat

juga dalam Titus Dkk, Persoalan-Persoalan Filsafat (Jakarta: Bulan bintang, 1984), 442.

Page 26: Yuliana 1113032100028 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40528/1/YULIANA-FUF.pdf · penulis sehingga dapat selalu berfikir positif guna melanjutkan

15

setelah diciptakan Tuhan, bukan tidak lagi derajat pada Tuhan, malahan

tetap terdapat-Nya. Tuhan adalah sebab bagi yang ada di alam ini. segala-

galanya bersandar kepada sebab ini. Tuhan adalah dasar dari segala yang

ada dan yang terjadi dalam alam ini. Alam ini tidak bisa terwujud dan

berdiri tanpa Tuhan. Tuhanlah yang terus menerus secara langsung

mengatur alam ini.31

G. Metode Penelitian dan Teknik Penulisan

Pada penelitian kali ini penulis mencoba menggunakan pendekatan

kualitatif. Penelitian kualitatif merupakan sebuah penelitian yang menekankan

analisis proses dari proses berfikir secara induktif yang berkaitkan dengan

dinamika hubungan antar fenomena yang diamati, dan senantiasa menggunakan

logika ilmiah. Penelitian kualitatif tidak berarti tanpa menggunkan dukungan dari

data kuantitatif, tapi lebih di tekankan pada kedalaman berfikir formal dari

peneliti dalam menjawab permasalahan yang di hadapi.32

Penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang berlandaskan pada

filsafat popstpositivisne digunakan untuk meneliti pada kondisi obyek yang

alamiah, (sebagai lawannya eksperimen) dimana peneliti adalah sebagai

instrument kunci, pengambilan sampel sumber data dilakukan secara purposive

dan snowbaal, teknik pengumpulan dengan gabungan, analisis data bersifat

31Harun Nasution, Falsafah Agama (Jakarta: Bulan Bintang, 1979), 42.

32Imam Gunawan, Metode Pnelitian Kualitatif Teori dan Praktik (jakarta : Bumi Aksara,

2013), h. 80.

Page 27: Yuliana 1113032100028 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40528/1/YULIANA-FUF.pdf · penulis sehingga dapat selalu berfikir positif guna melanjutkan

16

induktif/kualitatif, dan hasil penelitian kualitatif lebih menekankan makna dari

pada generalisasi.33

1. Jenis Penelitian

Untuk mewujudkan tujuan yang diharapkan dalam penelitian ini, maka

penulis menggunakan jenis penelitian metode kualitatif. Metode ini bersifat

deskriptif analistis. Deskriptif yang dimaksud oleh penulis yaitu metode penulisan

yang (berusaha) menggambarkan atau menguraikan hal-hal yang berkaitan dengan

judul skripsi ini menurut apa adanya secara jelas dan detail tanpa mengurangi

ataupun menambahkannya.

Kemudian dilanjutkan metode analitis kritis yang artinya memberikan

uraian-uraian kritis dan sistematis terhadap pokok-pokok pembahasan dan

permasalahan tanpa adanya upaya untuk memberikan penilaian tertentu terhadap

pembahasan skripsi ini. Hal ini dimaksudkan demi menghasilkan alur yang jelas

dan sistematis.

2. Teknik Pengumpulan Data

Sedangkan untuk mendapatkan data dalam penelitian ini peneliti

menggunakan studi kepustakaan (Library research) yaitu penelitian kepustakaan

atau penelitian kepustakaan murni.34

Studi kepustakaan adalah suatu teknik yang

digunakan untuk mengumpulkan data dengan cara membedah buku-buku yang

berkaitan dengan tema yang penulis buat sebagai dasar untuk memperoleh data,

baik data primer maupun data sekunder, data ini bersumber dari buku, majalah,

artikel, jurnal, koran dan lain-lain.

33

Sugiyono Metodologi penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, kualitatif, dan

R&D (Bandung : alfabeta, 2010), h.15

34

Sutrisno Hadi, Metodology Reseacrh (Yogyakarta: Andi Ofset, 1989), h.9.

Page 28: Yuliana 1113032100028 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40528/1/YULIANA-FUF.pdf · penulis sehingga dapat selalu berfikir positif guna melanjutkan

17

3. Pendekatan Penelitian

Dalam melakukan penelitian ini penulis menggunakan pendekatan

hermeneutic. Kata hermeneutik berasal dari istilah Yunani dari kata kerja

hermeneuein (menafsirkan) atau kata benda hermeneia (interpretasi).35

Pendekatan Hermeneutik merupakan unsur penting dalam memahami atau

memberikan makna dari sebuah teks. Ada juga yang mengatakan, hermeneutika

adalah disiplin yang berkepentingan dengan upaya memahami makna atau arti dan

maksud dalam sebuah konsep pemikiran. Dalam hal tersebut, masalah apa makna

sesungguhnya yang dikehendaki oleh teks belum bisa kita pahami secara jelas

atau masih ada makna yang tersembunyi sehingga diperlukan penafsiran untuk

menjadikan makna itu transparan, terang, jelas, dan gambling.

4. Sumber Data

Sumber data ialah asal data tersebut didapatkan, dalam hal ini peneliti

memiliki dua sumber data yaitu sumber primer dan sumber skunder, sumber data

primer dan sekunder yaitu sebagai berikut:

a. Sumber Primer adalah data yang bersangkutan langsung dengan tema

penelitian, yang sumbernya antara lain:

1. Abu Ahmadi. Sejarah Agama, Solo: CV. Ramadhani, 1986.

2. Abdullah Ali. Agama Dalam Ilmu Perbandingan. Bandung: Nuansa

Aulia, 2007.

3. Agus Hakim. Perbandingan Agama, Bandung: IKAPI, 1973.

35Richard E. Palmer, Hermeneutics Interpretation Theory in Schleirmacher, Dilthey,

Heidegger, and Gadamer diterjemahkan oleh Masnuri Hey dan Damanhuri dengan judul

Hermeneutik; Teori Baru Mengenai Interpretasi (Cet. II; Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005), h. 3.

Page 29: Yuliana 1113032100028 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40528/1/YULIANA-FUF.pdf · penulis sehingga dapat selalu berfikir positif guna melanjutkan

18

4. Alef Theria W. “Agama Hindu”. dalam Mukti Ali. Agama-Agama

Dunia. 1988.

5. Hasbullah Bakry. Ilmu Perbandingan Agama, Jakarta: Widjaya, 1986.

6. H. M. Arifin, M.Ed. Menguak Misteri Ajaran Agama-agama Besar,

Jakarta: PT Golden Trayon Press, 1986.

7. Jousoef Sou’yb. Agama-agama Besar di Dunia, Jakarta: Pustaka Al-

Husna, 1988.

8. K. H. Zainal Arifin Abbas, Perkembangan Pikiran Terhadap Agama,

Jakarta: Pustaka Al Husna, 1984.

9. Khotimah, Agama Hindu dan Ajaran-ajarannya, Riau: Daulat Riau,

2013.

10. Moh. Rifai. Perbandingan Agama, Semarang: Wicaksana, 1970.

11. M. Ali Imron, Sejarah Terlengkap Agama-agama Di Dunia,

Yogyakarta: IRCiSoD, 2015.

12. Mudjahid Abdul Manaf. Sejarah Agama-agama, Jakarta: PT. Raja

Grafindo Persada, 1996.

b. Sumber Sekunder adalah data yang relevan tapi tidak berhubungan

langsung yang didapat melalui literatur kepustakaan (Library Research),

seperti buku, jurnal, arsip, ensiklopedia, majalah, dan sumber kepustakaan

lainnya yang berhubungan dengan penelitian ini.

H. Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah pembahsan penelitian ini penulis menyusun skripsi

ini secara sistematis ke dalam lima bab sebagai berikut:

Page 30: Yuliana 1113032100028 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40528/1/YULIANA-FUF.pdf · penulis sehingga dapat selalu berfikir positif guna melanjutkan

19

BAB I PENDAHULUAN

Berisi pembahasan tentang pendahuluan yang terdiri dari latar belakang

masalah, pembatasan dan perumusan Masalah, tujuan Penelitian, manfaat

penelitian, kajian pustaka, kerangka teoritik, metode penelitian dan teknik

penulisan, dan sistematika penulisan.

BAB II KETUHANAN DALAM AGAMA HINDU

Pada bab ini membahas tentang konsepsi ketuhanan dalam agama Hindu

yang meliputi: periodesasi sejarah agama Hindu, naskah suci Hindu, Doktrin

tentang Brahman, pemahaman tentang keesaan Tuhan, Trimurti, konsep Dewa-

dewa, latar belakang historis dan sosiologis orang India menyembah Dewa-dewa

dibanding Brahman.

BAB III PANDANGAN PARA PENULIS MUSLIM TENTANG KONSEP

KETUHANAN AGAMA HINDU

Pada bab ini terdapat tiga sub bab: pertama, monoteisme menurut Veda.

kedua, Karya penulis Muslim periode 1970-1980. ketiga, dan Karya para penulis

Muslim periode 1990-2015.

BAB IV MEMAHAMI KONTEKS PARA PENULIS MUSLIM

Pada bab ini terdapat tiga sub bab: pertama, memahami tentang pandangan

para Muslim yang menghukumi politeis terhadap ketuhanan Hindu. Kedua,

memahami konteks tulisan para Penulis yang memandang ketuhanan Hindu

secara Objektif.

Page 31: Yuliana 1113032100028 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40528/1/YULIANA-FUF.pdf · penulis sehingga dapat selalu berfikir positif guna melanjutkan

20

BAB V PENUTUP

Bab ini berisi kesimpulan-kesimpulan yang di dapat dari penelitian-

penelitian dan berisi saran-saran yang sesuai dengan permasalahan yang di teliti.

Page 32: Yuliana 1113032100028 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40528/1/YULIANA-FUF.pdf · penulis sehingga dapat selalu berfikir positif guna melanjutkan

21

BAB II

KETUHANAN DALAM AGAMA HINDU

A. Periodisasi Sejarah Agama Hindu

1. Zaman-Zaman Weda

Kehidupan keagamaan umat Hindu didasarkan pada naskah suci yang

disebut Weda Samhita, yang mereka yakini sebagai ciptaan Brahma. Hanya para

resi saja yang mampu menerima isi Weda tersebut. Isi weda pada mulanya

berbentuk mantra-mantra, kemudia disusun dalam bentuk puji-pujian. Kitab suci

Weda terdiri dari Empat Samhita yaitu: Rigweda, Samaweda, Yajurweda, dan

Atharwaweda. Dalam kitab-kitab Weda tidak terdapat uraian mengenai doktrin-

doktrin maupun amalan-amalan ajaran Hindu yang khas. Tidak ada pemujaan

terhadap patung, tidak ada hal-hal yang berhubungan dengan ritus pemandian di

sungai-sungai yang dianggap suci, tidak ada uaraian tentang pertapaan di hutan,

dan tidak ada praktek yoga, dan tidak ada juga ajaran tentang avatara atau

penjelmaan.1

Unsur-unsur dasar dalam agama Weda yaitu: percaya dan takut kepada

daya-daya kekuasaan, ritus untuk mempengaruhi daya-daya kekuasaan, kesadaran

akan adanya tata tertib kosmos, dan kecenderungan kepada mistik. Sejak zaman

dahulu orang memberi penghargaan yang istimewa terhadap pengasingan diri

untuk bermeditasi. Pengetahuan yang didapat orang dari meditasi, dianggap

sesuatu yang lebih tinggi dari pada pengetahuan yang dicapai denga akal.

1Mukti Ali, Agama-Agama di Dunia (Yogyakarta: IAIN Sunan Kalijaga, 1988), h. 60-62.

Page 33: Yuliana 1113032100028 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40528/1/YULIANA-FUF.pdf · penulis sehingga dapat selalu berfikir positif guna melanjutkan

22

“meleburkan diri dalam daya-daya kekuasaan tersebut” diusahakan dengan

bermacam-macam cara. Maka disebutlah “orang yang tajam tiliknya para rsi, yang

dengan jalan demikian dapat mengetahui rahasia-rahasia dunia, hidup, dan

rahasia-rahasia ritus persembahan.2

Dalam agama Weda, tata tertib alam atau kosmos disebut rta, dan

dipandang sebagai pengejawantahan dari daya-daya kekuatan dan daya

kekuasaan. Setiap daya kekuatan adalah dewa sehingga harus dijaga

kelangsungannya. Untuk itu diperlukan penyelenggaraan ritus. Rta ini diyakini

diciptakan oleh dewa Waruna yang sekaligus bertindak sebagai penjaganya.

Hukumnya, tertibnya, harus dipatuhi oleh manusia. Waruna akan tahu bilamana

terdapat pelanggaran karena Waruna adalah dewa yang mengawasi seluruh dunia,

menghukum orang yang berdosa dan memberi ampun orang yang bersalah yang

dengan sungguh-sungguh memohon ampun kepadanya. Waruna adalah dewa

tertinggi dan dewa penguasa Rta.3

Dalam salam satu Samhita agama Weda, ada dewa tertua dalam Rigweda

adalah Dyaus (dewa langit) dan istrinya, Prtiwi (dewi bumi) dewa-dewa ini

kemudian terdesak oleh dewa-dewa yang lain. Seperti yang diketahui, dewa yang

terpenting adalah Indra. Setelah Indra, dewa yang terpenting adalah Agni, dewa

yang setelah Agni adalah Soma, dan dewa yang penting dalam urutan selanjutnya

adalah Waruna yang sering disebut Aditya, Putera Aditi, dewi kebaikan.

Sekalipun dalam agama ini didapati banyak sekali dewa, namun ia tidak dapat

2A. G. Honig, Ilmu Agama (Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1987 ), h. 84.

3Mukti Ali, Agama-Agama Di Dunia, h. 62.

Page 34: Yuliana 1113032100028 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40528/1/YULIANA-FUF.pdf · penulis sehingga dapat selalu berfikir positif guna melanjutkan

23

dikatakan politeistis karena ternyata dewa tertentu yang sedang dipuja selalu

dianggap sebagai dewa tertinggi yang memiliki segala kekuatan para dewa yang

lain. Dengan demikian yang ada hanya satu dewa tertinggi saja yang itu lebih

tepat kalau dikatakan sebagai kepercayaan henoteistik.4

2. Zaman Brahma

Brahmana adalah kitab suci yang menguraikan masalah yajna (sesaji) dan

upacara-upacaranya, yang meliputi arti suatu yajna serta tenaga ghaib apa yang

tersimpul dalam upacaranya dan sebagainya. Tiap-tiap yajna ditetapkan dengan

cermat sekali menurut peraturan-peraturannya. Penyimpangan sedikit saja dari

peraturan-peraturan itu dapat menyebabkan batal dan tidak sahnya suatu yajna.

Untuk yajna yang demikian pentingnya dan upacara-upacara yang begitu rumit,

diadakanlah kitab-kitab penuntun, yang disebut Kalpasutra. Kitab ini ada dua

macamnya sesuai dengan adanya dua macam yajna-yajna kecil.

3. Zaman Upanishad

Istilah Upanishad sendiri berasal dari kata upa, ni dan shad: upani dekat,

di dekatnya dan shad: duduk. Jadi Upanishad berarti duduk dekat, yaitu duduk di

dekat seorang guru untuk menerima ajaran dan pengetahuan yang lebih tinggi.

Istilah ini selanjutnya menjadi nama agama. Kitab Upanishad berbentuk dialog

antara seorang guru dan muridnya, atau antara seorang Brahmana dengan

Brahmana lainnya. Kita Upanishad adalah salah satu bagian saja kitab-kitab

Aranyaka, yang isinya menekankan pada ajaran rahasia yang bersifat mistik atau

4Mukti Ali, Agama-agama Di Dunia, hal. 62-63.

Page 35: Yuliana 1113032100028 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40528/1/YULIANA-FUF.pdf · penulis sehingga dapat selalu berfikir positif guna melanjutkan

24

magis. Kegiatan keagamaan di zaman Upanishad lebih ditekankan kepada ajaran

filsafat tentang Brahman dan segala ciptaan-Nya. Pandangan yang menonjol di

dalam kitab-kitab Upanishad itu adalah ajaran yang monistis dan absolut, artinya

ajaran yang mengajarkan bahwa segala sesuatu yang bermacam-macam dialikan

dari satu asas, satu realita yang tertinggi.5

Dalam zaman Upanishad pokok ajaran Brahman adalah sumber alam

semesta. Brahman adalah pencipta, yang menjadikan alam semesta ini. Brahman

yang transcendent (Nirguna Brahman) yang berada di luar alam semesta dan jauh

di atas alam semesta itu, adalah juga Brahma yang immanent (Saguna Brahman)

yang berada di alam semesta dan di dalam diri manusia yang disebut Atman. Ada

perbedaan yang sangat mendasar antara pengertian Brah,an dalam Upanishad

dengan pengertian kata tersebut dalam agama Brahmana. Mula-mula Brahman

berarti do‟a dan kemudian kekuatan gaib yang terkandung dalam do‟a.6

B. Doktrin Ketuhanan Agama Hindu

1. Naskah Suci Hindu

Dalam hal ajaran ketuhanannya, agama Hindu merupakan agama

monoteistik politeisme7

, yang pengikutnya percaya pada satu Tuhan, yaitu

Brahman (Roh yang mutlak), yang tak dapat dijangkau dan dimengerti oleh

5Ardhana Suparta, Sejarah perkembangan Agama Hindu di Indonesia (Surabaya:

Paramita, 2002), h. 14.

6Mukti Ali, Agama-Agama di Dunia (Yogyakarta: IAIN Sunan Kalijaga Press, 1988), h.

73.

7Monoteisme adalah paham yang percaya pada Tuhan yang satu dan berkuasa penuh atas

segala sesuatu, sedangkan monoteistik politeismme adalah pengakuan tentang Tuhan yang

diketahui dengan berbagai cara dan dipuja dalam berbagai bentuk. Lihat Bansi Pandit, Pemikiran

Hindu (Surabaya: Paramita, 2003), h. 14.

Page 36: Yuliana 1113032100028 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40528/1/YULIANA-FUF.pdf · penulis sehingga dapat selalu berfikir positif guna melanjutkan

25

manusia, namun terdapat berjuta-juta gambar yang membuat Brahman bisa dilihat

dan dikenal oleh para pemujanya, yang mana disebut dengan Dewa-dewi.

Kitab suci Weda, mengenai Tuhan Yang Maha Esa umumnya

digambarkan sebagai Tuhan yang berpribadi walau tidak jelas dalam kitab Purana.

Di dalam kitab suci Weda dinyatakan bahwa Tuhan Yang Maha Esa disebut

dengan berbagai nama oleh para maharsi sebagai dinyatakan dalam Mantraman

“Rgveda V.64.46” Indram mitram varunam agnim ahur, Atho divyah sa suparno

garutman, Ekam sadvipra bahudha vadanti, Agnim yamam matorisvanam ahuh.

(Mereka menyebutnya dengan indra, mitra, varuna, dan agni, ia bersayap

keemasan garuda. Ia adalah esa, para maharsi memberi banyak nama, mereka

mneyebutnya indra yama matarisvan). Di sini Tuhan Yang Maha Agung

digambarkan Suparna artinya yang bersayap indah, simbol mistik dalam Weda

untuk Tuhan Yang Maha Kuasa.8

Umat Hindu percaya bahwa yang kuasa atas segala yang ada dan tidak ada

yang luput dari kuasa-Nya adalah Tuhan Yang Maha Esa, karena tuhan tidak

terjangkau oleh pikiran maka orang membayangkannya bermacam-macam

menurut kemampuannya. Ia disebut Agni, Yama dan Matariswan. Ia panggil

Brahma sebagai pencipta, Wisnu sebagai pemelihara, Siwa sebagai pemralina.9

Pada periode Veda Tuhan Wisnu, Siwa dan lain-lain tidak begitu penting dan

pada periode epik Tuhan itu menjadi penting dan menjadi objek yang disembah,

8I Made Titib, Bhagavan Veda Sang Hyang Weda, Terjemahnya Veda Sabda Suci

(Pedoman Praktis Kehidupan), (Surabaya: Paramita, 1996), h.100.

9Hilman Hadikusuma, Antropologi Agama Bag. I (Pandangang Budaya Terhadap Aliran

Kepercayaan Agama Hindu, Budha, Khonghucu, Di Indonesia), (Bandung: PT. Citra Aditya

Bakti, 1993), h. 164.

Page 37: Yuliana 1113032100028 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40528/1/YULIANA-FUF.pdf · penulis sehingga dapat selalu berfikir positif guna melanjutkan

26

maka pada periode pertengahan ini Tuhan-tuhan itu berkembang menjadi nama

salah satu aliran dalam agama Hindu.10

Menurut pandangan Hindu, kenyataan (Brahman dalam Kitab

Upanishad11

) dapat dilihat dari dua aspek, yaitu transendental (Impersonal12

) dan

tetap ada (personal13

). Dalam aspek transendental-Nya, Kenyataan14

disebut

dengan Nirguna Brahman, yaitu Brahman tanpa atribut. Nirguna Brahman

bukanlan objek doa, tetapi objek meditasi dan pengetahuan. Tidak dapat

digambarkan, pengetahuan yang mutlak dan kebahagiaan yang mutlak dan orang

mengatakan ini sebagai keberadaan yang mutlak, pengetahuan dan kebahagiaan

yang obsolut (Sat-cit-ananda15

).16

Dalam pemahaman agama Hindu, Tuhan

menjelma dalama banyak wujud. Konsep satu Tuhan dalam banyak perwujudan

ini berfungsi untuk memudahkan manusia dalam memahami Tuhan Yang Maha

Esa. Trinitas Hindu atau Trimurti, wujud Dewa-Dewi, para Avatara atau titisan

10Umar Asasuddin Sokah, Din-I-Ilahi: Kontrofersi Keberagamaan Sultan Akbar Agung

(India 1560-1605), (Jogjakarta: Ittaqa Press, 1994), h. 29.

11

Kitab Upanishad adalah penafsiran filosofis atas kitab Veda, yang berisi tentang filsafat

Hindu, baik berisi mentera-mantera ataupun berbagai teori mengenai aspek ketuhanan. Lihat Gde

Sara Sastra, Konsepsi Monoteisme dalam Agama Hindu (Surabaya: Paramita, 2005).

12

Impersonal atau Transendental berarti pengenalan Tuhan tentang diri-Nya.

13

Personal atau imanen berarti pengenalan Tuhan melalui ciptaan-Nya.

14

Kenyataan maksudnya Tuhan, Dzat Yang Maha Esa.

15

Brahman memiliki 3 aspek, yaitu: Sat sebagai Maha Ada satu-satunya, tidak ada

keberadaan yang diluar beliau. Dengan kekuatannya Brahman telah menciptakan bermacam-

macam bentuk, warna, serta sifat banyak di alam semesta ini. Planet, manusia, binatang, tumbuh-

tumbuhan serta benda yang disebut benda mati berasal dari Tuhan dan kembali pada Tuhan bila

saatnya tiba. Cit sebagai Maha Tahu, Dialah sumber ilmu pengetahuan, bukan pengetahuan agama,

tetapi sebagai sumber segala pengetahuan. Ananda adalah kebahagiaan abadi yang bebas dari

penderitaan dan suka duka. Lihat, www.ang-gun.blogspot.com, dengan judul artikel “Konsep

Ketuhanan Dalam Agama Hindu”, diakses pada 8 Agustus 2017.

16

Bansi Pandit, Pemikiran Hindu (Surabaya: Paramita, 2003), h. 40-41.

Page 38: Yuliana 1113032100028 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40528/1/YULIANA-FUF.pdf · penulis sehingga dapat selalu berfikir positif guna melanjutkan

27

dari Wishnu Sang Tuhan, Dewata-Dewata, titisan Dewa-Dewa dalam bentuk

planet dan binatang merupakan perpanjangan bentuk (manifestasi) dari Tuhan.17

2. Doktrin Tentang Brahman

a. Brahman

Brahman Yang Satu, tanpa yang kedua, realitas yang tidak terbagi

dalam jiwa-jiwa atau makhluk pada satu sisi atau objek yang tak terhitung

banyaknya. Hal ini disebabkan karena avidya atau ketidak-tahuan. Avidya

menyebabkan atman yang satu tampak sebagai banyak jiwa merupakan

maya yang menyebabkan fenomena dunia ini. Brahman adalah penguasa

tertinggi dalam konsep ketuhanan Hindu. Berahma bersifat kekal, tidak

berwujud, imanen tak terbatas, tak berawal dan tak berakhir juga

menguasai segala bentuk, ruang, waktu, energi serta jagat raya dan segala

isi yang ada di dalamnya.18

Menurut Ngakan Putu Putra, secara literatur Brahman berarti „itu

yang besar dan agung‟ Brahman juga berarti Veda, kidung pujaan, seorang

pandita, seorang Brahmana, tapa, Tuhan pencipta, Jiwa tertinggi atau yang

Mutlak. Dalam ajaran Advaita Vedanta, Brahman sering disebut dengan

Jiwa tertinggi atau Yang Mutlak. Brahman tidak berkatan dengan ruang

meskipun ada di mana-mana. Ia bukan sesuatu apapun, Ia tidak

mempunyai hubungan ruang dengan lainnya. Brahman tidak terikat

17Bagus Takwin, Filsafat Timur: Sebuah Pengantar Ke Pemikiran-Pemikiran Timur

(Yogyakarta: Jalasutra, 2003), h. 52.

18

Bansi Pandit, Terj. Iga Dewi Paramita, Pemikiran Hindu “Pokoko-Pokok Pikiran

Agama Hindu Dan Filsafatnya” ( Surabaya: Paramita, 2005), h.42.

Page 39: Yuliana 1113032100028 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40528/1/YULIANA-FUF.pdf · penulis sehingga dapat selalu berfikir positif guna melanjutkan

28

dengan ruang, dan juga waktu. Kalau kita berbicara tentang sesuatu maka

kita menjelaskan sesuatu yang terbatas. Dalam Taittiriya Upanisad,

Brahman adalah ia kata-katanya tidak dapat diungkapkan, dan yang mana

tidak dapat di gapai oleh pikiran kita yang membingungkan. Menuurut

Maitri Upanishad, Brahman adalah tidak dapat diukur, tidak dapat

didekati, di luar konsepsi, di luar kelahiran, di luar logika dan di luar dari

pemikiran.

b. Saguna Brahman dan Nirguna Brahman

Menurut pandangan Hindu, Kenyataan (Brahman dalam

Upanishad) dapat dilihat dari dua aspek transenden (jauh), imanen (dekat).

Dalam aspek transendentalnya, kenyataan itu disebut dengan Nirguna

Brahman, yaitu Brahman tanpa atribut. Ini diterima sebagai sesuatu yang

satu dan tidak berbeda, yang tetap statis dan dinamis dan merupakan

prinsip mutlak yang menggaris bawahi jagat raya. Nirguna Brahman

bukanlah objek doa, tetapi objek meditasi dan pengetahuan. Tidak dapat

digambarkan, pengetahuan yang mutlak dan kebahagiaan yang mutlak

keberadaan yang mutlak, pengetahuan yang absolut dan kebahagiaan yang

absolut (sa-cit-ananda). Tidak terlahirkan, ada, meresap dan dasar, dan

intisari dari semua benda di jagat raya ini.19

Sedangkan dalam aspek imanen atau dekat, kenyataan Saguna

Brahman adalah Brahman dalam keabadian waktu yang keberadaanNya

19Bansi Pandit, Pemikiran Hindu, h. 40-41.

Page 40: Yuliana 1113032100028 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40528/1/YULIANA-FUF.pdf · penulis sehingga dapat selalu berfikir positif guna melanjutkan

29

bersifat maya dan tidak berwujud namun aktif dengan segala ciptaanNya.

Kata Saguna sejatinya berasal dati kata Sa + Guna yaitu sakti dan guna

yang berarti dengan kemahakuasaan sakti-Nya berupa Cadhu Sakti

disebutkan dapat memberikan kekuatan pada unsur Purusa Prakerti alam

semesta, bhuwana agung ini. Sebagai pengikat Tri Guna yang

sebagaimana disebutkan Tuhan-lah yang menjadi sumber pengendali

tertinggi atas semua ciptaan-Nya. Brahman dengan Saguna-Nya inilah

dengan tahapan perubahan sapta ongkara yang dalam Lontar Wrhaspati

Tattwa disebutkan, Brahman dengan sakti, guna dan swabhawanya, Ia

aktif dengan segala ciptaanNya. Sebagai Personal God, Saguna Brahman

ini dalam keyakinan umat Hindu (Panca Sradha) menuju Tuhan

disebutkan digambarkan sebagai pribadi dan dibayangkan dalam wujud

yang Maha Agung oleh alam pikiran manusia secara empiris. Meski

Brahman tidak terjangkau oleh pemikiran manusia atau tidak berwujud,

namun jikalau Brahman menghendaki dirinya terlihat dan terwujud, hal

tersebut sangatlah mudah dilakukan.20

Jika dilihat mengenai konsep ketuhanan Hindu ternyata sama

dengan Kristen, dalam pemahaman mereka Tuhan itu transenden sekaligus

imanen, jauh sekaligus dekat. Kalau berbicara mengenai konsep ketuhanan

yang transenden dan imanen sebenarnya juga terdapat dalam agama Islam,

hal tersebut dijelaskan dalam Al Qur‟an, yang terdapat dalam beberapa

20Gede Pudja, Isa Upanisad “Teks dan Terjemahan” (Jakarta: s.n, 1990), h. 16.

Page 41: Yuliana 1113032100028 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40528/1/YULIANA-FUF.pdf · penulis sehingga dapat selalu berfikir positif guna melanjutkan

30

surat. Mengenai Tuhan yang transenden ada dalam beberapa surat sebagai

berikut:

ب صار وهى انهطيف ان خبيز ل تد رك ال ب صار وهى يد ركه ال

Artinya: “Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedang Dia

dapat melihat segala penglihatan itu dan Dialah Yang Maha Halus, Maha

Teliti”. (Q.S. Al-An‟am: 103).

وي ي ه ٱن ع ع نغ ٱلل هد نف ظهۦ إ ا يج هد فإ ج

Artinya: “Dan barangsiapa berjihad, maka sesungguhnya jihadnya itu

untuk dirinya sendiri. Sungguh, Allah Mahakaya (tidak memerlukan

sesuatu) dari seluruh alam”. (Q.S. Al-Ankabut: 6).

رؤكى ف جا يذ و ى أس ع ٱل جا وي و أفظكى أس ض جعم نكى ي ر ت وٱل ى ههۦ فاطز ٱنظ يه ني ض ك

يع ٱن بصيز ء وهى ٱنظ ش

Artinya: “Allah Pencipta langit dan bumi. Dia menjadikan bagi kamu

pasangan pasangan dari jenis kamu sendiri dan dari jenis ternak

pasangan-pasangan juga. Dijadikan-Nya kamu berkembangbiak dengan

itu. Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia. Dan Dia Yang Maha

Mendengar, Maha Melihat”. (Q.S. Asy-Syura : 11).

Dalam Al Qur‟an juga terdapat penjelasan yang mengatakan bahwa

Tuhan itu imanen atau dekat, sebagai berikut:

Page 42: Yuliana 1113032100028 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40528/1/YULIANA-FUF.pdf · penulis sehingga dapat selalu berfikir positif guna melanjutkan

31

هى يا يهج ف ع يع تىي عه ٱن عز ض ف طتة أياو ثى ٱط ر ت وٱل ى هى ٱنذي خهق ٱنظ ض ويا ٱل ر

ا ب يا كتى وٱلل زج فيها وهى يعكى أي اء ويا يع ٱنظ ها ويا يشل ي زج ي بصيز يخ هى تع

Artinya: “Dialah yang menciptakan langit dan bumi dalam enam masa

kemudian Dia bersemayam diatas „Arsy. Dia mengetahui apa yang masuk

ke dalam bumi dan apa yang keluar dari dalamnya, apa yang turun dari

langit dan apa yang naik kesana. Dan dia bersama kamu dimana saja

kamu berada. Dan Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan”. (Q.S.

Al-Hadid: 4)

حب م ٱن ىريد أق زب إني ه ي ىص بهۦ ف ظهۥ وح هى يا تىط وع ظ ونقد خهق ا ٱل

Artinya: “Dan sungguh, Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui

apa yang dibisikan oleh hatinya, dan kami lebih dekat kepadanya dari

urat lehernya”. (Q.S. Qaaf: 6).

Jika lihat dari beberapa ayat di atas, awalnya menjelaskan bahwa

Tuhan berada di Arsy yang mengesankan Tuhan berada jauh dari alam.

Namun di akhir ayat, dia mengatur semua urusan menegaskan bahwa

Tuhan selalu memperhatikan alam (imanen). Jadi jelas bahwa ayat di atas

menjelaskan bahwa Tuhan adalah transenden dan sekalgus imanen. Akan

tetapi dalam agama Islam, meski di jelaskan dalam Al Qur‟an tentang hal

tersebut, Umat Islam tetap sama mengenai apa yang mereka sembah dan

namanyapun tidak berbeda-beda pula yaitu Allah SWT. Sedangkan dalam

agam Hindu meskipun mereka meyakini Tuhan yang tunggal, akan tetapi

mereka tidak menyembah langsung ke Brahman melainkan menyembah

Page 43: Yuliana 1113032100028 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40528/1/YULIANA-FUF.pdf · penulis sehingga dapat selalu berfikir positif guna melanjutkan

32

Dewa-dewa karena bagi mereka Brahman itu sangat sulit di jangkau oleh

akal pikiran manusia alias Brahman itu sangat tak terbatas, oleh karena itu

mereka memuja dewa-dewa sebagai perantara untuk ke Brahman.

3. Pemahaman Tentang Keesaan Tuhan dan Trimurti

a. Keesaan Tuhan

Berbicara tentang teologi Hindu (Brahma vidya), maka dalam

realita hidup beragama Hindu baik di Bali maupun oleh umat Hindu

Indonesia pada umumnya sesungguhnya telah memiliki istilah yang telah

sering dijadikan kajian oleh umat Hindu maupun para intelektual Hindu,

seperti kata dea, dewi, bhatara, bhatari, sasuhunan, ida bhatara, ida

bhatari, hyang manunggaling kawula lan gusti, basarah, atau istilah

lainnya dalam konteks ketuhanan dalam agama Hindu. Atau kalau di

Bharatiya istilah teologi Hindu untuk menamai Tuhan Yang Maha Esa

sering disebut dengan Bhagawan, Prabu, dan yang lainnya. Itu artinya

bahwa teologi Hindu baik di India maupun di Indonesia (termasuk Bali)

memiliki banyak sebutan, namun sesuai ajaran agama Hindu bahwa Tuhan

itu selalu esa/tunggal dan tidak ada Tuhan yang kedua.21

Tuhan adalah “Esa”. Maha kuasa dan maha ada dan menjadi

sumber dan segala yang ada. Tuhan adalah maha esa, maha tunggal tidak

ada duanya atau bandingannya. Tuhan maha besar dan tidak terbatas.

Seluruh alam raya ini adalah di dalam Tuhan. Sebab itu Sang Hyang

21I Ketut Subagiasta, Teologi, Filsafat, Etika dan Ritual Dalam Susantra Hindu

(Surabaya: Paramita, 2006), h. 5.

Page 44: Yuliana 1113032100028 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40528/1/YULIANA-FUF.pdf · penulis sehingga dapat selalu berfikir positif guna melanjutkan

33

Widhi yang tunggal itu menjadi Tuhannya seluruh alam, Tuhannya

matahari, tumbuh-tumbuhan, binatang, gunung-gunung, dan lain-lain

adalah Tuhannya semua sama manusia di Dunia. Di dalam kitab-kitab

filsafat kerohanian Hindu banyak tercantum renungan-renungan mengenai

ke-Esa-an Tuhan yang antara lain seperti “Ekam ewa adwityam Brahma”

artinya Tuhan itu hanya satu tidak ada yang kedua (eh, upanishad IV. 2.

1), “Sarva disah urdhvan varenya yoni svabhavan adhitis thaty ekah”

artinya seperti matahari menyinari semua daerah-daerah di atas, di bawah,

di sebrang, bersinar. Demikian juga Tuhan yang maha esa agung, dicintai,

memerintah atas semua makhluk yang terlahir dari kandungan.22

Konsepsi Keesaan Tuhan dalam diperjelas lagi dalam kitab Veda

pada Sloka Nasadiyasukta dsalam Rg Veda mandala 10, dimana diuraikan

proses penciptaan dunia, yang diciptakan oleh penciptaanntya yang Esa

yang disebut Pita yang artinya ayah. Bunyi selengkapnya dari

Nasadiyasukta Rg Veda 10.81.1. bunyinya: Yaima vis va bhuvanani

juhvad rsir hota nyasidat pita nah, (Sebelum diciptakannya alam semesta,

hanya ada satu-satunya Engkau (Tuhan), sebagai pencipta. Engkau yang

mencipta dunia ini disebut Pita “Ayah”).23

Disamping beberapa Sloka Veda yang telah disebutkan terlebih

dulu yang pada hakekatnya jelas menyebutkan Tuhan adalah Esa adanya.

Keesaan Tuhan juga dapat dibuktikan dalam Sloka Rg Veda di bawah ini:

22S. Radakrishnan, The Principal Upanisads (Upanisad-upanisad Utama), Terj. Dirjen

Bimas Hindu dan Budha (Jakarta: Yayasan Parijata, 1989),h. 282.

23

GDE Sara, Monotheisme, h. 49.

Page 45: Yuliana 1113032100028 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40528/1/YULIANA-FUF.pdf · penulis sehingga dapat selalu berfikir positif guna melanjutkan

34

Rg Veda Mandala I. 100.7. bunyinya: Sa visvaya esa ekah, (Ia

adalah Esa kepada siapa kita memuja). Rg Veda Mandala III. 54.8.

Ejad dhruvam patyate visvam ekam carat patatri visunam vi jatam,

(Ia adalah Esa dari semua yang bergerak dan yang tidak bergerak,

yang berjalan, yang terbang, semua ciptaan-Nya yang beraneka

rupa). Rg Veda Mandala III .55. 1. Mahad devanam asuratvam

ekam, (Dia Yang Esa adalah maha besar dari semua Dewa). Rg

Veda Mandala VIII. 1. 27. Ya eko asti dangsan a maham ugra abhi

vrataih, (Ia adalah Esa, indah, berkuasa, suci, kuat dan Maha adil).

Dari Sloka Rg Veda di atas jelas menyebutkan Tuhan adalah satu-

satunya (Esa), Tuhan adalah absolut, tiada hal yang dapat melebihiNya.

Karena Ia (Tuhan) adalah satu-satunya.24

b. Trimurti

Trimurti adalah tiga perwujudan dari tiga kemahakuasaan Tuhan

yang tunggal yang disebut Tri Sakti. Tri artinya tiga dan Murti artinya

perwujudan. Sakti artinya kemahakuasaan pengertian lebih lanjut tentang

kata murti dirumuskan sebagai berikut Murti adalah perpaduan dari purusa

dan Pradhana atau Prakrti (sakti) Purusa adalah unsur kejiwaan yang

memiliki kesadaran yang bersifat langgeng namun tanpa aktifitas,

sedangkan pradhana atau sakti adalah unsur kebendaan tanpa kesadaran

namun penuh dengan gerak dan aktifitas. Apabila itu bersatu padu dengan

24GDE Sara, Monotheisme, h. 51-52.

Page 46: Yuliana 1113032100028 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40528/1/YULIANA-FUF.pdf · penulis sehingga dapat selalu berfikir positif guna melanjutkan

35

pradhana menjadilah murti, seperti manusia dan jiwanya. Jadi, Tri murti

adalah perpaduan Tri Purusa dengan Tri Sakti (Pradhana).25

Di dalam cerita-cerita masyarakat kadang-kadang perpaduan

Purusa dengan Pradhana itu dilukiskan laksana hubungan suami istri

sehingga ketiga perwujudan Dewa memiliki pasangannya hal ini semata-

mata hanya satu metode untuk memudahkan pengertian bagi orang yang

tingkat pengentahuannya sederhana.26

Ketiga perwujudan seperti ini

terdapat dalam kitab-kitab purana mengajarkan 3 Dewa yang disebut

Trimurti, yaitu Brahmam Wisnu, Siwa.

1) Brahma merupakan sumber, benih dari semua yang ada. Seperti

yang dinyatakan oleh namanya, Dia merupakan

ketakterhinggaan tanpa batas, sebagai sumber dari ruang,

waktu dan penyebab, yang memunculkan nama dan wujud.

Secara filosofis, Dia merupakan tahap pertama dari manifestasi

tentang pernyataan keberadaan individual (ahankara). secara

teologis, Dia adalah pencipta yang tak terciptakan

(svayambhu), pribadi awal yang ada dengan sendirinya dan

melambangkan sifat rajas.27

2) Wisnu, yang juga dikenal sebagai Mahavisnu, merupakan

devata kedua dari trimurti Hindu, yang menyatakan

25I Wayan Maswinara, Dewa-Dewi Hindu (Surabaya: Paramita, 1999), h. 16-17.

26

G. Sura, dkk, Pengantar Tattwa Darsana (Filsafat), (Jakarta: Dirjen Bimas Hindu

Budha, 1981), h. 58-59

27

Yakni kemampuan keberadaan yang berasal dari pertemuan yang saling berlawanan

antara Siwa dan Wisnu.

Page 47: Yuliana 1113032100028 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40528/1/YULIANA-FUF.pdf · penulis sehingga dapat selalu berfikir positif guna melanjutkan

36

sattvaguna28

dan merupakan kekuatan (gaya) sentripetal yang

bertanggungjawab terhadap pemeliharaan, perlindungan dan

merawat alam semesta yang diciptakan ini.29

3) Siwa adalah devata terakhir dari Trimurti, yang

bertanggungjawab terhadap penyerapan alam semesta. Ia

merupakan perwujudan dari sifat Tamas,30

kelebaman

sentrifugal, kencenderungan menuju pembubaran dan

pelenyapan. Arti sebenarnya dari Siva adalah pada siapa Alam

semesta ini “tertidur” setelah pemusnahan dan sebelum siklus

penciptaan berikutnya. Semua yang lahir harus mati. Segala

yang dihasilkan harus dipisahkan dan dihancurkan keterpisahan

ini, daya dibalik penghancuran ini adalah Siwa. Siwa jauh lebih

banyak daripada itu. Keterpisahan alam semesta berakhir pada

pengurangan tertinggi, menjadi kekosongan tanpa batas.

Kekosongan tanpa batas, subtratum dari segala keberadaan,

dari mana berulang-ulang muncul alam semesta yang

tampaknya tanpa batas ini, adalah Siwa. Dengan demikian,

walaupun Siwa dilukiskan sebagai yang bertanggungjawab

terhadap penghancuran, dia juga bertanggungjawab terhadap

28Yakni sebagai daya keberadaan dan pemeliharaan.

29

Svami Harshananda, Deva Devi Hindu (Surabaya: Paramita, 2007), h. 23.

30

Yakni sebagai daya penyerap

Page 48: Yuliana 1113032100028 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40528/1/YULIANA-FUF.pdf · penulis sehingga dapat selalu berfikir positif guna melanjutkan

37

penciptaan dan pemeliharaan keberadaan ini. dalam pengertian

in, Brahma dan Wisnu juga adalah Siwa.31

Trimurti adalah perpaduan Tri Purusa dengan Tri Sakti yaitu

Brahma dengan saktinya Saraswati, Wisnu dengan saktinyta Sri Laksmi.

Siwa rudra dengan saktinya Uma Durgha. Tuhan dengan saktinya laksana

sebagai Api dengan kekuatan panasnya, sedangkan Brahma, Wisnu, Siwa

tanpa saktinya adalah Tri Purusa, Tri Sakti juga dimasudkan

kemahakuasaan mencipta, memelihara dan mengembalikan keasalannya.32

c. Konsep Dewa-dewa

Untuk mengetahui konsep tentang Dewa-Dewi dalam agama

Hindu, bahwa Hindu tidak tergantung hanya pada sebuah kitab suci

tunggal seperti yang dilakukan agama besar di dunia. Namun, keseluruhan

tubuh dari kepustakaan filosofis menerima kitab-kitab upanishad dan

Bhagavad Gita33

sebagai sumber yang dapat dipercaya dan tidak

bertentangan dengannya. Oleh karena itu, setiap konsep tentang Dewa-

Dewi yang didasarkan pada kitab-kitab ini disambut baik hampir semua

sekte Hinduisme.34

Sebelum membahas lebih dalam mengenai Dewa-dewa dalam

agama Hindu akan lebih baik jika memahami pengertian dari Dewa itu

sendiri. Secara etimologi Dewa berasal dari bahasa sansekerta, yaitu Dev,

31Svami Harshananda, Deva Devi Hindu, h. 32.

32

G. Sura, dkk, Pengantar Tattwa Darsana (Filsafat), h. 62.

33

Bhagavad Gita adalah kitab suci yang diperuntukkan umat Hindu.

34

I Wayan Maswinara, Dewa-Dewi Hindu, h. 1-15

Page 49: Yuliana 1113032100028 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40528/1/YULIANA-FUF.pdf · penulis sehingga dapat selalu berfikir positif guna melanjutkan

38

yang berarti sinar dan juga berarti terang35

, kata Dewa yang di pergunakan

di dalam Weda mempunyai dua arti36

. Terdapat Dewa yang dikatakan

sebagai pencipta dari Dewa-dewa lainnya. Dewa pencipta atau Dewa para

dewa-dewa yang disebut dengan istilah Dewata. Dewata merupakan asal

atau sumber dari semua penciptaan, baik alam semesta maupun Dewa-

dewa lainnya.37

Di dalam kitab suci Weda, Tuhan Yang Maha Esa disebut

Dewa atau Dewata. Kata ini berati: cahaya, berkilau, sinar gemerlap yang

semuanya itu ditunjukkan kepada manifestasi-Nya. Dutunjukkan kepada

matahari atau langit, termasuk api, petir, atau fajar.38

Berbicara tentang konsep Dewa-dewi dalam agama Hindu. Kiranya

wajar bagi manusia unuk mengawalinya dari dunia tempat ia tinggal dan

bergerak. Karena itu, jika dipandang dari sudut pandang ini, Dewa-dewi

dalam Hinduisme adalah Sang Pencipta. Namun, Dewa-dewi menciptakan

segenap alam semesta dan dunia ini bukan dari ketiadaan yang logis, akan

tetapi berasal dari dirinya sendiri. Setelah menciptakan, dia memelihara

dengan kekuasaannya, mengatur seluruhnya bagaikan seorang kaisar Maha

kuasa, membagi keadilam sebagai ganjaran dan hukuman, sesuai dengam

makhluk-makhluk yang ada. Pada akhir dari siklus penciptaan, Hinduisme

35Gede Pudja, Wedaparikrama (Jakarta: Lembaga Penyelenggara Penterdjemah Kitab

Sutji Weda, 1971), h. 29.

36

Dewa yang satu dimaksudkan Tuhan sedangkan Dewa-dewa lainnya dimaksudkan

makhluk Tuhan yang sama artinya dengan Malaikat.

37

Puja, Pengantar Agama Hindu II (Jakarta: Pen. Mayasari, 1984), h. 35.

38

I Made Titib, Teologi dan Simbol-Simbol Dalam Agama Hindu (Surabaya: Paramita), h.

21.

Page 50: Yuliana 1113032100028 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40528/1/YULIANA-FUF.pdf · penulis sehingga dapat selalu berfikir positif guna melanjutkan

39

medukung teori siklus penciptaan, dia menyerap segenap tatanan dunia

kedalam dirinya.39

Mengenai dewa, sesungguhnya kita berpikir tentang Tuhan,

dengan banyak jalan menyembah Dia dan dalam banyak bentuk. Kita beri

nama terpisah-pisah kepada masing-masing bentuk ini untuk membantu

kita di dalam menjalankan sembahyang dan renungan. Dia adalah

Tunggal, yang dibayangkan sebagai tiga, kemudian sebagai 33, dan

kemudian sebagai 33 karor (satu karor = sepuluh juta), berarti suatu

ketidak terbatasan bentuk-Nya, dimana Yang Maha Esa dapat

memanifestasikan diri-Nya, dan dipuja menurut selera dan kapasitas

pemuja-pemujaNya, dan menurut variasi fungsi yang tidak terhitung

jumlahya dari kemahasucian-Nya. Bentuknya mungkin berbeda-beda,

tetapi kebenaran yang terakhir adalah kemahasucian, yaitu Yang Maha

Esa.40

Dalam ajaran Agama Hindu Dewa merupakan manifestasi dari

Tuhan. Dewa tidak sama dengan Tuhan dan juga tidak sederajat dengan

kemahakuasaanNya bermanifestasi menjadi Dewa demi menjalin

hubungan dengan kehidupan manusia.41

Sri Kresna dalam Bhagavad gita,

7.22 bersabda: Sa taya sraddhaya yuktas, Tasyaradhanam ihate, Labhate

ca tatah Kaman, Mayaiva vihitan hi tan”, (Setelah diberi kepercayaan

39I Wayan Maswinara, Dewa-Dewi Hindu, (Surabaya: Paramita, 2007), h. 2.

40

Nyoman S. Pendit, Aspek-Aspek Agama Hindu “Seputar weda dan Kebajikan” (Jakarta:

Pustaka Manikgeni, 1993), h. 47.

41

I.B. Oka Punyatmaja, “Tuhan adalah Maha Esa”, dalam Putu Setia ed, Cendekiawan

Hindu Bicara (Jakarta: Yayasan Dharma Naradha, 1992), h. 14.

Page 51: Yuliana 1113032100028 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40528/1/YULIANA-FUF.pdf · penulis sehingga dapat selalu berfikir positif guna melanjutkan

40

tersebut, Mereka berusaha menyembah dewa tertentu, Dan memperoleh

apa yang diinginkan. Namun Sesungguhnya Aku sendiri yang

menganugerahkan berkat-berkat tersebut). Sloka di atas menjelaskan

sekaligus menegaskan bahwa derajat atau kekuatan Dewa masih dibawah

kekuasaan Tuhan. Maka dari itu, jika manusia hanya menyembah Dewa

tanpa menyembah Tuhan maka hal ini tidak dibenarkan, sebagaimana

yang telah dijelaskan dalam sloka di atas bahwa segala anugerah yang

manusia terima di dunia ini tidak terlepas dari Tuhan dan semuanya terjadi

karena kekuatan Tuhan.

Hal ini diibaratkan seperti matahari, semua mahkluk hidup yang

ada di bumi sangat membutuhkannya, semua tumbuh-tumbuhan

membutuhkan matahari karena tanpa sinarnya niscaya tumbuh-tumbuhan

yang ada di bumi takkan bisa tumbuh. Tumbuh-tumbuhan adalah sumber

makanan hewan dan hewan merupakan sumber makanan manusia, oleh

karena yang langsung menghidupi tumbuhan, hewan dan manusia adalah

sinar matahari. Sebagaimana yang telah diketahui bahwasanya matahari

tidak pernah langsung menyentuh makhluk yang ada di bumi. Akan tetapi

sinarnyalah yang menjadi perantara baginya untuk menghidupi atau

menyentuh makhluk atau kehidupan yang ada di bumi, karena tanpa

sinarnya tumbuh-tumbuhan, hewan, manusia dan makhluk-makhluk

Page 52: Yuliana 1113032100028 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40528/1/YULIANA-FUF.pdf · penulis sehingga dapat selalu berfikir positif guna melanjutkan

41

lainnya takkan bisa hidup. Seperti itulah Tuhan menjumpai manusia dan

juga makhluk lainnya yang ada di bumi.42

C. Doktrin Trimurti Hindu Bali

Agama Hindu di India maupun agama Hindu di lain tempat misalnya di

Jawa dan maupun di Bali tidak mempunyai perbedaan dalam inti keagamaannya,

yang berbeda hanyalah kulit luarnya saja yaitu tentang pelaksanaan upacara,

sedangkan isinya dan intinya tetap sama. Ajaran Hindu yang berkembang di

Indonesia adalaha ajaran Siva Sidhanta43

. Hindu Bali merupakan masyarakat yang

memiliki kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, dimana dalam praktiknya

dapat dicapai melalui perantara Dewa yang perwujudan Tuhan tersebut dinamai

Trimurti. Di antara ketiga Dewa tertinggi itu hanya Wisnu dan Siwa yang

mendapat pemujaan yang luar biasa. Hal ini adalah wajar mengingat bahwa yang

dihadapi manusia adalah apa yang sudah tercipta. Oleh karena itu, Dewa pencipta

dengan sendirinya terdesak oleh kepentingan manusia, yang lebih memperhatikan

berlangsungnya apa yang sudah tercipta. Kenyataannya bahwa segala apa akan

binasa karena waktu, selalu memenuhi perhatian manusia.

Membicarakan masalah Ketuhanan tidak terlepas dari teori sumber

penciptaan alam. Teori-teori yang mengupas tentang sumber pencipta alam

semesta, kalau di India melalui pustaka suci Upanisad, namun di Bali melalui

Tattwa, seperti Wraspati Tattwa, Ganapati Tattwa, Tattwa Jnana, Purwa Bumi

Kemulan, Bhuwana Kosa Aji Sanghya dan lain-lainnya. Jadi dengan demikian

42Cudamani, Materi Kuliah Agama Hindu Perguruan Tinggi Umum (T.tp: T.pn, t.t.), h.

3-4.

43

Siva Sidhanta, yaitu ajaran yang menekankan pada pemujaan Linga dengan tokoh Tri

Murti yaitu Brahma, Wisnu dan Siva.

Page 53: Yuliana 1113032100028 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40528/1/YULIANA-FUF.pdf · penulis sehingga dapat selalu berfikir positif guna melanjutkan

42

yang disebut Tattwa di Bali adalah ajaran agama yang memuat tentang teori

Ketuhanan (Parama Siva).44

Jika diperhatikan realitas kehidupan agama Hindu di Bali, lebih menitik

beratkan kepercayaan kepada Tri Murti sebagai Manifestasi Tuhan Yang Maha

Esa yang disebut Sang Hyang Widhi. Ketiga Dewa Tri Murti tersebut pada

hakikatnya adalah lambang dari ketiga proses dunia, yaitu Cristhi (Ciptaan) yang

disebut Brahman, Sthiti (perlindungan) yang disebut Wisnu dan Pralaya

(pengembalian pada unsur semula) yang disebut Siva. Ketiga tersebut

disimbulkan dengan aksara “OM” yang terdiri dari Ang berarti Brahma, Ung

berarti Wisnu dan Mang berati Siva, jadi Ang + Ung + Mang sama dengan “OM”.

Hal tersebut sering terlihat pada setiap permulaan dari mantera dan “pemahbah”

(permulaan) tulisan lontar-lontar di Bali yang dimulai dengan ucapan “Om

Awignam Astu” yang artinya semoga atas nama Hyang Widhi dengan ke tiga

manifestasi-Nya, terhindar dari mara bahaya.45

Siva Sidhanta berasal dari kata Siva dan Sidhanta, Siva berarti paham Siva

sedangankan Sidhanta berarti pengetahuan tertinggi. Jadi Siva Sidhanta ajaran

Siva yang tertinggi. Di Bali ajaran Siva Sidhanta berkembang luas sampai kini,

adapun Maharsi yang mengembangkan ajaran Siva Sidhanta ke Bali ialah Mpu

Kuturan dan Dang Hyang Nirarta. Mpu Kuturan membawakan konsepsi pemujaan

pada Tri Murti sedangkan Dang Hyang Nirarta tentang konsepsi Tri Purusa,

bangunan Padmasana dan ajaran panca Yadnya.46

44Made Titib, Teologi dan Simbol-Simbol dalam Agama Hindu, h. 15.

45

Harun Hadiwijoyo, Agama Hindu dan Budha (Jakarta: Gunung Mulia, 2001), h. 72-73.

46

GDE Sara Sastra, Konsepsi Monotheisme Dalam Agama Hindu, h. 71.

Page 54: Yuliana 1113032100028 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40528/1/YULIANA-FUF.pdf · penulis sehingga dapat selalu berfikir positif guna melanjutkan

43

Dalam Hindu Bali diantara tiga Dewa tersebut yang dipandang sebagai

yang tertinggi adalah Dewa Siwa. Ia adalah sumber segala hidup, kesatuan segala

kuasa yang menciptakan, dan yang melahirkan di dalam alam semesta ini. Di

dalam dialah kedua jenis kelamin, lelaki dan perempuan dipersatukan. Sebagai

penjelmaan unsur lelaki ia dipuja sebagai Gunung Agung, sebagai Lingga, sebagai

Pasupati, sebagai Matahari dan lain lain. Sebagai penjelmaan unsur perempuan ia

dipuja sebagai Uma, ibu alam semesta, sebagai giriputri, istri Mahadewa, sebagai

Dewi Sri-dewi padi dan penuaian, sebagai Dewi Gangga dan Dewi Danu yang

menguasai sungai dan tasik. Penjelmaan Siwa sebagai unsur perempuan oleh

rakyat dipandang sebagai permaisuri Siwa.47

D. Latar Belakang Agama Hindu Memiliki Banyak Dewa-Dewa

Dalam kepercayaan agama Hindu mereka meyakini bahwa Tuhan itu

Maha Esa hanya ada satu. namun seringkali agama Hindu di kritik dan di cemooh

karena ia disebut dengan agama politeis karena menyembah banyak Dewa.

Sebenarnya Hindu tidak mempunyai banyak Dewa, akan tetapi sesungguhnya kita

berpikir tentang Tuhan, dengan banyak jalan dalam menyembah Dia dan dalam

banyak bentuk. Orang Hindu memberi namanya terpisah-pisah kepada masing-

masing bentuk ini untuk membantu kita di dalam menjalankan sembahyang dan

renungan. Dia adalah tunggal, yang dibayangkan sebagai tiga, kemudian tiga

puluh tiga, dan kemudia sebagai tiga puluh tiga karorn(satu karor= sepuluh juta),

yang berarti suatu ketidak terbatasan bentuk-Nya, dimana Yang Maha Esa dapat

Memanifestasikan diri-Nya, dan dipuja menurut selera dan kapasitas pemuja-

47Harun Hadiwijono, Agama Hindu Dan Budha (Jakarta: PT BPK Gunung Mulia, 2009),

h. 149

Page 55: Yuliana 1113032100028 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40528/1/YULIANA-FUF.pdf · penulis sehingga dapat selalu berfikir positif guna melanjutkan

44

pemujaNya, dan menurut variasi fungsi yang tidak terhitung jumlahnya dari

kemahasucian-Nya. Bentuk-Nya mungkin berbeda, nama-Nya mungkin berbeda,

tetapi kebenaran yang terakhir adalah kemahasucian, yaitu Yang Maha Esa.48

Orang Hindu memiliki banyak nama Dewa dikarenakan Tuhan dalam

manifestasinya memiliki fungsi tugas yang berbeda. Di setiap kali Tuhan

bermanifestasi dalam bentuk yang berbeda maka akan di panggil atau dijuluki

dengan nama yang berbeda. Contoh jika Tuhan bermanifestasi sebagai Dewa yang

mengatur hujan maka beliau akan dijuluki Dewa Indra dan juga Tuhan ingin

bermanifestasi sebagai Dewa pelebur maka beliau dijuluki sebagai Dewa Siwa

dan lain lain.

48Nyoman S. Pendit, Aspek-aspek Agama Hindu Seputar Weda dan Kebajikan (Jakarta:

PT Penebar Swadaya, 1993), h. 45-47.

Page 56: Yuliana 1113032100028 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40528/1/YULIANA-FUF.pdf · penulis sehingga dapat selalu berfikir positif guna melanjutkan

45

BAB III

PANDANGAN PARA PENULIS MUSLIM TENTANG KONSEP

KETUHANAN AGAMA HINDU

A. Monoteisme Menurut Veda

Paham ketuhanan agama Hindu sendiri sampai sekarang masih belum

dimengerti benar-benar oleh orang yang bukan beragama Hindu. Tuduhan yang

salah itu disebabkan karena penggambaran yang salah oleh para peneliti agama

serta melihat tidak secara menyeluruh. Sebenarnya kesalahan itu dapat dihindari

kalau mereka-mereka menyadari bahwa melihat sistem ketuhanan Hindu harus

dilihat secara konseptual dan menyeluruh, dengan melihat keseluruhan sumber

informasi yang di pergunakan. Agama Hindu biasanya dikritik dan dicemoohkan

karena ia disebut, apa yang dinamakan politeisme (menyembah banyak Tuhan).1

Agama Hindu adalah agama yang monoteisme atau percaya pada satu

Tuhan. Konsepsi keesaan Tuhan telah ada dalam Pustaka Suci Veda. Menurut

Veda, Tuhan adalah Esa, Maha Ada, dan menjadi sumber dari segala yang ada

dan tiada. Kepercayaan akan Keesaan Tuhan dalam Veda dapat dilihat dari

rumusan-rumusan ayat atau mantera yang terdapat dalam Rg Veda. Dalam

mantera-mantera tersebut keesaan Tuhan digambarkan dengan berbagai sifat-sifat

Keesaan Tuhan digambarkan dengan berbagai sebutan semula-mula Purusa (tak

terbatas), kemudian Hiranyagarbha ( pencipta semua makhluk), Prajapati ( asal

mula semua makhluk), Pita (ayah dari semua yang ada). Pemberian nama

terhadap sifat-sifat Tuhan ini adalah suatu hal yang tak dapat dielakkan, namun

tidak mempengaruhi hakikat-Nya yang hakiki. Karena menurut Veda yang absolut

1 Nyoman S. Pendit, Aspek-aspek Agama Hindu , h. 45.

Page 57: Yuliana 1113032100028 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40528/1/YULIANA-FUF.pdf · penulis sehingga dapat selalu berfikir positif guna melanjutkan

46

(Tuhan) itu adalah satu, hanya orang-orang bijaksana yang menyebutnya dalam

banyak nama.2 Hal ini tercantum dalam syair mantera Veda, yaitu Rg Veda

Mandaala I. 164-46 yang berbunyi : Ekam sad wipra bahuda wadanti, (Hanya

satu sang Hyang Widhi, hanya saja orang bijaksana menyebutnya dengan banyak

nama).

Syair mantera Veda diatas jelas menunjukkan bahwa Tuhan itu adalah

satu. Ia yang absolut, ia yang tunggal, ia satu-satunya, hanya sifat-sifat-Nyalah

yang digambarkan berbeda-beda oleh orang-rang yang bijaksana. Sebagai bukti

yang lain, yang menyatakan keesaan Tuhan telah tercantum dalam ayat-ayat Rg

Veda Mandala 10. Dengan kemahakuasaan-Nya yang tak terbatas, yang sukar

dijangkau pikiran, maka pertama kali dalam Veda Tuhan disebut “Purusa” yang

artinya tak terbatas. Hal ini jelas disebutkan dalam Purusa-Sukta, Rg Veda 10. 90.

1-2 yang berbunyi : Sahasra sirsa purusah, Sahasraksah sahasrapat, Sa bhumim

vis „vato vrta, Tyatisthad das angulam, Purusa evedam sarvam,Yadbhutam yacca

bhavyam. (Purusa mempunyai kepala, seribu mata dan seribu kaki (purusa tak

terbatas), beliau meliputi alam semesta ini dari semua arah, tetapi diri-Nya sendiri

(Purusa) lebih dari alam semesta ini dengan ukiuran 10 jari. Semua ini, semua

yang sudah jadi dan semua yang akan jadi adalah sama dengan Purusa atau Purusa

adalah sama dengan semua ini, yaitu semua yang sudah jadi dan semua yang akn

jadi). 3

Dalam syair Veda di atas Tuhan “Purusa” atau sifat Tuhan tidak terbatas.

Karena Tuhan menurut Veda adalah absolut, tidak ada keduanya. Hanya Tuhanlah

2GDE Sara, Monotheisme, h. 44-45.

3GDE Sara, Monotheisme, h. 44- 46.

Page 58: Yuliana 1113032100028 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40528/1/YULIANA-FUF.pdf · penulis sehingga dapat selalu berfikir positif guna melanjutkan

47

yang penguasa alam semesta, karena kuasa Tuhan lebih dari dunia ini, yang

berarti Tuhan adalah Tunggal ada-Nya.

Keabsolutan Tuhan yang kedua menurut Veda adalah “Hiranyagarbha”.

Kata “Hiranyagarbha” berarti didalam perut emas atau kandungan emas, dimana

tercipta semua makhluk. Kata hiranya berarti emas, dan garbha berarti perut.

Sebutan Hiranyagarbha untuk keabsolutan Tuhan ini terdapat dalam syair

Hiranyagarbha Sukta, Rg Veda 10. 121. 1 yang berbunyi: Hiranyagarbhah

samavartatagre, Bhutasya jatah parireka asit, Sa dadhara prthivim dyamutenam,

Kasmai devaya hivisa vidhema, (Saat pertama kali sebelum penciptaan semua

makhluk, beliau yang pernah mengangkat bumiu dan langit, kami berkorban

kepada Dewi ini dengan “howi”).4 Yang dimaksud dengan “Howi” ialah suatu

persembahan yang dibuat dari campuran mentega, beras, gula, serbuk menyan,

cendana dan buah-buahan yang kering, persembahan ini dilakukam pada upacara

Homa. Dari sloka diatas menyatakan bahea Tuhan adalah pencipta dan penguasa

alam ini, hanya Dia yang ada dan hanya Dia yang mengadakan. Berarti ia (Tuhan)

dilukiskan absolut dalam sloka Veda tersebut, ini berarti Ia (Tuhan) adalah Esa

ada-Nya.

Keabsolutan Tuhan dalam menciptakan seperti yang disebutkan dalam Rg

Veda di atas didukung lagi pada sloka Veda Smrti yaitu pada Manava

Dharmasastra I. 6 yang berbunyi: Tatah swayambhurbhagawan, Awyakto

wyanjayannidam, Mahabhutadi wrttaujah, Pradurasitta manudah, (Kemuliaan

Yang Maha Suci yang lahir (ada) sendiri, yang tak terbedakan, tetapi membuat

4GDE Sara, Monotheisme, h. 46-47.

Page 59: Yuliana 1113032100028 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40528/1/YULIANA-FUF.pdf · penulis sehingga dapat selalu berfikir positif guna melanjutkan

48

semua unsur, unsur besar dan lainnya, dapat dibeda-bedakan muncul dengan

kekuatan ciptaan-Nya yang tak tertahankan mengusir semua kegelapan itu).5

Demikian kekuatan Tuhan yang digambarkan sebagai sebuah perut emas atau

kandungan emas, yang ada sebelum semua ada, yang tercipta sebelum ada

ciptaan, dan menciptakan segala yang ada dalam alam semesta ini, Ia yang ada

mutlak, ialah satu-satuNya.6

Dalam Prajapati Sukta pada Rg Veda mandala 10, jelas disebutkan

tentang Keesaan Tuhan. Sifat Tuhan diberikan nama “Prajapati” yaitu asal segala

makhluk. Semua makhluk berdasarkan pada Prajapati, semua berkorban pada

prajapati. Dalam Sloka Rg Veda 10. 121. Berbunyi: Prajapate na tvedatenyanyo,

visva jatani pari ta bhabhuva, yatkamaste juhumastanno astu, vayam syam patayo

rayinam, (Oh, Prajapati, alam semesta ini tidak ada lain dari, Engkau, semuya

makhluk berdasarkan pada Engkau, semoga kami akan berhasil semua, kami

berkorban untuk-Mu supaya kai bisa memiliki harta benda).7 Dari peryantaan

Vede tersebut, Tuhan adalah asal segala yang ada, serta segala yang ada kembali

hanya kepada asalnya yaity Prajapati (Tuhan). Asal itu hanya satu-satunya yaitu

prajapati (Tuhan), jadi Tuhan Esa ada-Nya.

Tuhan yang digambarkan sebagai Ayah (Pita) adalah Tunggal ada-Nya

(Deva eka), ini disebutkan dalam Nasadiyasukta Rg Veda 10.81.3. yang berbunyi:

Vis‟vatas‟ cuksur uta vatomukho, vis vatobahur uta vis vataspat, sa bahubhyam

dhamati sam patatrair, dyava bhumi janayan dewah ekah, (Beliau memandang

terhadap semua arah, mempunyai wajah yang menghadap semua arah, tangan-

5GDE Sara, Monotheisme, h. 47-48.

6GDE Sara, Monotheisme, h. 46-47.

7GDE Sara, Monotheisme, h. 48.

Page 60: Yuliana 1113032100028 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40528/1/YULIANA-FUF.pdf · penulis sehingga dapat selalu berfikir positif guna melanjutkan

49

tangan beliau bisa menyentuh semua alam semesta dan kaki-kaki beliau juga

menyentuh seluruh alam semesta, beliau mengipasi dengan dua tangan bagaikan

dua sayap, dalam proses penciptaan langit dan bumi beliau adalah Yang

Tunggal).8 Dalam Rg Veda Mandala 10. 82.3 dengan jelas disebutkan Tuhan

(Pita) adalah tunggal. Ayatnya yaitu: Yo nah pita janita yo vidhata, dhamani veda

bhuvanani vis‟ va, yo devanam namadha eka eva, tam sampres „nam bhuvana

yantyanya, (Beliau ayah untuk kami, juga pencipta dan pelindung, Beliau tahu

tempat di seluruh alam semesta ini, tetapi beliau adalah tunggal (Esa) seluruh

dunia yang lain tergantung dari Beliau).9

Dari Nasadiyasukta di atas jelas Tuhan digambarkan sebagai seorang ayah

(Pita). Karena sifat Tuhan sebagai pencipta, pelindung seluruh alam ini, serta

pelebur alam ini. Dalam sukta ini dengan jelas dikatakan Tuhan adalah Tunggal

tiada duanya. Walaupun Tuhan digambarkan dengan berbdea-beda nama, naun

Tuhan tetap satu (Tunggal), dalam Veda telah jelas dikatakan Tuhan adalah

Tunggal adanya (Ekaha), hakikat Tuhan yang tunggal dikjuatkan lagi dengan

Sloka Rg Veda Mandala I. 164. 46 yang berbunyi: Indram mitram

warunamgnimahu ratho diwyah , sa suparno garutman ekam sad wipra bahuda,

wadantyagnim yaman mataricwanamahuh, (Mereka menanamkan Dia Indra ,

Mitra, Waruba, Agni, dan Dia Garutman bersayap mulia. Ia yang Tunggal itu,

pendeta menyebut-Nya berbeda-beda, mereka sebut Agni, Yama, Matariswam).10

Inilah apa yang dikomunikasikan oleh para Rsi Veda. Teori tentang

„persatuan dalam keragaman‟ bergema disini. Dengan demikian dapatlah

8GDE Sara, Monotheisme, h. 49-50.

9GDE Sara, Monotheisme, h. 50.

10

GDE Sara, Monotheisme, h. 50-51.

Page 61: Yuliana 1113032100028 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40528/1/YULIANA-FUF.pdf · penulis sehingga dapat selalu berfikir positif guna melanjutkan

50

dikatakan, bahwa setiap objek atau atom berada dalam berbagai kondisi.

„keragaman‟ adalah hubungannya adalah dengan „penciptaan‟ dan dalam

„persatuan‟ dalam kaitannya dengan pencarian unsur esensial alam semesta. Para

Rsi Veda menyebut hal itu dengan „Tripada‟ dan „Ekapada‟. Tripada adalah

Brahma dalam istilah relatifnya, kemudian Ekapada adalah Brahma yang

mengasimilasikan semua wilayah di dalamnya.11

Penegasan ini juga dapat dilihat

dalam beberapa sloka Rg Veda seperti disebutkan dalam Rg Veda Mandala. X.

14. 23. yang berbunyi: ekastvan atmapurusah, puranah, satyah svayamjyotir

ananta adyah, nityo‟ ksaro‟ jasarosukho niranjanah, purno dvayo mukta upadhi

to‟rtah, (Ia yang esa adalah jiwa yang selalu ada, nyata, bercahaya sendiri, awal

penyebab dari semua yang ada, tak berubah, tak terhancurkan, bahagia selalu, tak

tercemar oleh maya (ilusi), berkemampuan sendiri, tak ternilaim mutlak dan kekal

abadi).12

Rg Veda Mandala X. 81. 3. Yang berbunyi: Visvatascaksur uta

visvatomukho, Visvatobahuruta visvataspat, Sam bah ubyam dhamati sam

patatrair, Dhyavabh umi janayandeva ekah, (Ia yang mempumyai mata disetiap

penjuru, punya mulut disetiap tempat, punya tangan disemua arah dan kai

disemua tempat, Ia adalah Esa, menciptakan bumi dan langit, semua ini dilindungi

dengan tangan-tangan sebagai sayap-sayapNya).13

Dari Sloka ini jelas disebutkan

bahwa Ia (Tuhan) adalah tunggal, Ia adalah pencipta bumi dan langit dan

segalanya, Ia adalah pelindung dunia ini dan Ia ada dimana-mana karena Ia adalah

11Mahendra Mittal, Intisari Veda “Pesan Tuhan Untuk Kesejahteraan Umat Manusia”

(Surabaya: Paramita, t.t), h. 72.

12

GDE Sara, Monotheisme, h. 52.

13

GDE Sara, Monotheisme, h. 52-53.

Page 62: Yuliana 1113032100028 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40528/1/YULIANA-FUF.pdf · penulis sehingga dapat selalu berfikir positif guna melanjutkan

51

Mahakuasa dan ia adalah absolut. Kemahakuasaan Tuhan juga disebutkan dalam

beberapa Sloka lainnya yag ada dalam Rg Veda yang berbunyi sebagai berikut:

Rg Veda Mandala X. 82. 3. Yo nah pita janita yo vidh ata, dhamani veda

bhuvanani visva, yo devanam namo dha eko eva, tam samprainam bhuvana yanti

anya, (Ia Bapak Kita, pencipta kitam pelebur kitam ia yang tahu semua keadaan,

semua beda yang ada, Ia yang Esa, menyandang nama-nama Dewa yang berbeda,

kepada-Nya semua makhluk memajukan segala pertanyaan dan permohonan).14

Rg Veda Mandala. X. 114. 5. Suvarnam viprah kavayo vachobhir, ekam

santam bahudha kalpayanti, (Walaupun Ia Esa, tetapi para pujangga yang

bijaksana mengungkapkan dengan banyak nama yang indah didalam karya

mereka).15

Kedua Sloka tersebut jelas menunjukkan ke Esaan dari Tuhan, karena

ia adalah pencipta, pemelihara serta pelebur dari segala-galanya karena Ia adalah

Esa. Ia diberikan nama berbeda oleh para pujangga, para penyair karena

kekagumannya terhdap kemahakuasaan Tuhan, namun kenyataannya Ia (Tuhan)

itu hanyalah Satu atau Tunggal adanya.16

Sloka-sloka yang jelas-jelas

menyebutkan bahwa Tuhan adalah Tunggal tidak hanya dijumpai dalam Rg Veda

naun juga disebutkan dalam Kitab Suci Catur Veda lainnya seperti pada Kitab

Suci Sama Veda. Sloka sloka tersebut juga dengan jelas menyebutkan bahwa Ia

(Tuhan) adalah Esa adanya seperti Sloka dalam Sama Veda, Yajur Veda dan

Atharwa Veda, yang berbunyi: Sama Veda. I. 4. 313 (372) Sameta visva ojasa

pati divo, ya eka idbhur, Atithirjananam sa purwyo nutanam ajigisam, Tam

vartanir anu eka it vavtra, (Datanglah bersama, datang dengan kekuatan rohani

14GDE Sara, Monotheisme, h. 53.

15

GDE Sara, Monotheisme, h. 53-54.

16

GDE Sara, Monotheisme, h. 50-54.

Page 63: Yuliana 1113032100028 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40528/1/YULIANA-FUF.pdf · penulis sehingga dapat selalu berfikir positif guna melanjutkan

52

kepada Ia dari sorga yang Esa, merupakan tamu agung bagi manusia, Ia sangat

purba tetapi selalu baru. Semua jalan menuju kepadaNya, maha besar Ia yang

esa).17

Sama Veda. IV. 2.4.3.(372) Sameta visva ojas a patim divo, Ya eka id bhur

atithir janan am, Sa puryo nutanam ajigisan, Tam vartanir anu vavrta eka id,

(Marilah datang bersama, engkau semua, dengan kuat pada Penguasa Langit, dia

yang hanya Esa, tamu semua orang, Dia yang ingin kembali baru. KepadaNyalah

semua jalan tertuju, sesungguhnya Dia hanya Esa belaka).18

Dari kedua sloka Sama Veda di atas jelas menyebutkan bahwa Ia (Tuhan)

digambarkan sebagai kekuatan yang lain diluar manusia. Ia (Tuhan) adalah Esa

adanya, Ia (Tuhan) adalah pribadi yang berlainan dari dunia, Ia (Tuhan) bukan

obyek seperti benda-benda dunia, melainkan suatu wujud yang transenden yang

artinya Ia adalah obyek yang berada diluar lingkaran kemampuan pikiran.

Kejelasan ini tentang hal ini juga dikuatkan dengan isi Sloka dalam Yajur Veda

dibawah ini, yang berbunyi: Yajur Veda. XXXII.8; Wenas tat pasyam nihitam

guha sad, yatra wisman, Bhawati eka nidam, tasman nidam sam ca wi caiti,

Sarwam, sa otah protasca wibhuh prajasu, (Pujangga yang welas asih melihat

Tuhan bersembunyi di tempat rahasia, di tempat dimana alam ini mendapatkan

tempatnya, dimana terjadi pertemuan sehingga terciptakan semua. Tuhan Yang

Maha Esa terselimuti oleh benda-benda yang diciptakan-Nya).19

Yajur Veda. XXXII. 1; Tad ev agnis tad adityas, Tad vayus tad u candram

ah, Ta apah sa praj apatih, (Agni adalah Dia, Aditya adalah Dia, Vayu adalah

17GDE Sara, Monotheisme, h. 54.

18

GDE Sara, Monotheisme, h. 55.

19

GDE Sara, Monotheisme, h. 55-56.

Page 64: Yuliana 1113032100028 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40528/1/YULIANA-FUF.pdf · penulis sehingga dapat selalu berfikir positif guna melanjutkan

53

Dia, Candram adalah Dia, Apah adalah Dia, Prajaptilah Dia).20

Dalam Sloka

Yajur Veda diatas jelas menyebutkan bahwa Tuhan adalah Tunggal namun karena

kerahasiaanNya maka Ia (Tuhan) sukar diwujudkan, orang mengatakan Agni,

Aditya, Vayu, Candrama, Apah, Prajapati padahal semuanya itu adalah Dia

(Tuhan) itu sendiri, Dia (Tuhan) itu adalah Esa adanya. Pernyataan ini juga

disebutkan dalam Sloka lainnya dalam Yajur Veda. XL. 17; Hiranmeyana patrena

satyasyapihitam mukham, Yo „savaditye purusah so „savaham, AUM kham

brahma, (Oh umat manusia, Oleh-Ku, pelindung cemerlang, telah menutupi

wajah-Ku yang abadi,. Kekuatan yang tinggal di matahari (menjadikan matahri

bersinar di sana adalah Aku, Aku membentang di angkasa raya, Om adalah nama-

Ku).21

Dalam Sloka Yajyur Veda ini jelas mengatakan bahwa Ia (Tuhan) ada

dimana-mana, Ia adalah sumber dari kekuatan yang ada dan Ia (Tuhan)

disimbulkan dalam Huruf Suci AUM (OM). Karena AUM (OM) itu adalah Tuhan

itu sendiri dengan tiga sapeknya yaitu sebagai Pencipta, Pemelihara dan Pelebur.

Ke Esaan Tuhan juga telah dilukiskan dalam Sloka yang terdapat dalam Atharwa

Veda. V.10.27; Ekam sat wipra bahuda wadanti, (Esa kenyataan-Nya, para

pujangga mengatakan dengan banyak nama), Atharwa Veda. V.10.27; Ya etam

dewam eka, wartam veda, na dwitiya, Na tritiyas caturtho na apyucyate, Tam

idam nigatam sahah sa esa eka eka, Sarwe asmin dewa eka wrto bhawanti,

(Ketahuilah bahwa itu hanya Esa. Tidak Dua, tidak Tiga, tidak Empat disebutkan,

pada Dia kemahakuasaan itu terdapat, Dia itu Esa, hanya Esa, pada Dia semua

20GDE Sara, Monotheisme, h. 56.

21

GDE Sara, Monotheisme, h. 56-57.

Page 65: Yuliana 1113032100028 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40528/1/YULIANA-FUF.pdf · penulis sehingga dapat selalu berfikir positif guna melanjutkan

54

Dewa menjadi Esa adanya).22

Dalam Sloka yang ada di Arharwa Veda seperti

diatas jelas mengatakan bahwa Tuhan adalah Esa, bahkan dalam Sloka tersebut

lebih menegaskan lagi dengan kata bahwa Tuhan itu tidak dua, tidak tiga, tidak

empat tetapi dengan tegas mengatakan Tuhan itu adalah Esa, (tunggal) adaNya.

Dengan Sloka yang terdapat dalam Veda di atas berarti pemberian nama

kepada sifat-sifat Tuhan seperti Purusa, Hiranyagarbha, Prajapati dan Pita tidak

mempengaruhi haikat Tuhan yang hakiki, Tuhan adalah Esa. Yang lebih jelas lagi

dalam sloka-sloka di atas hakikat Tuhan lebih diperjelas yakni Tuhan bukan

obyek seperti benda duniawi, melainkan sesuatu wujud yang Transenden dan

sekaligus bersifat imanen. Karena Tuhan dalam Veda dipandang sebagai pribadi

yang berlainan dari dunia. Hal ini sama dengan konsep monoteisme yang

memandang Tuhan adalah pribadi yang berlainan dengan dunia ini. Berarti

konsep monoteisme dalam Veda yang merupakan kitab suci tertua, telah ada

padanya (kitab suci Veda), dan telah dituliskan dalama sloka-sloka Veda seperti

yang telah diuraikan di atas.23

B. Pandangan Penulis Muslim Periode 1970-1980

1. Moh Rifai

Sejauh penelusuran penulis, penulis tidak menemukan biografi Rifai,

tetapi berdasarkan informasi yang penulis ketahui, Rifai menulis beberapa buku,

yang berjudul Perbandingan Agama (1970), Pelajaran Agama Islam (1980), dan

Pelajaran Agama Islam. Rifai adalah Penulis Muslim pertama yang dibicarakan

dalam bab ini. Rifai menyebut agama Hindu dengan istilah agama Brahma

22GDE Sara, Monotheisme, h. 57.

23

GDE Sara, Monotheisme, h. 58.

Page 66: Yuliana 1113032100028 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40528/1/YULIANA-FUF.pdf · penulis sehingga dapat selalu berfikir positif guna melanjutkan

55

(mungkin yang di maksud Brahman), terlebih dahulu Rifai mengatakan tentang

perkembangan agama Brahman yaitu perkembangan filsafat Veda. Agama

Brahman dalam perkembangannya tidak terlepas dari perkembangan agama

sebelumnnya. Prof. Blecker mengatakan dalam bukunya Pertemuan Agama-

agama Dunia (1964) : “Biasanya Brahmanisme itu dikatakan kelanjutan dari

Vedisme. Tidak mudah untuk menunjukkan dimana titik peralihannya. Seperti

juga kita tidak dapat mempersoalkan dimana sebetulnya letak perbatasan antara

Brahmanisme dan Hinduisme. Tetapi sulit juga kita mengingkari bahwa,

Brahmanisme merupakan suatu phase dalam perkembangan kontinu dan Vedisme

sampai Hinduisme”.24

Brahman itu diartikan dengan mutlak atma, yakni zat yang tidak dapat

diinderai dan dia ada segala yang maujud. Brahman itu ada dari azal dan dia kekal

selama-lamanya, tidak serupa dengan sesuatu apa juga. Dia yang menjadi sebab

dari segala-galanya sebab dari bergeraknya yang bergerak, hidupnya segala yang

hidup. Mengenai Filsafat Ketuhanan dalam agama Brahma berbeda dengan apa

yang ada dalam ketuhanan agama lain. Dalam Kitab Brahmana diterangkan bahwa

ibadah itu ditujukan kepada Brahma saja, yaitu suatu zat yang maha tinggi lagi

azali. Menurut Rifai, jika dilihat sepintas paham diatas sama dengan monoteis,

tapi sebetulnya sangat berbeda sekali. Mereka mempercayai, bahwa segala yang

terjadi dari Dewa tegasnya Brahma itu adalah Kainat/alam dan keadaan alam ini

adalah Brahman. Paham ini merupakan kesatuan antara Dewa dan makhluk

(Pantheisme). Hal ini lebih terang lagi dalam falsafah mereka yang mengatakan :

24Moh Rifai, Perbandingan Agama (Semarang: Wicaksana, 1970), h. 83-84.

Page 67: Yuliana 1113032100028 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40528/1/YULIANA-FUF.pdf · penulis sehingga dapat selalu berfikir positif guna melanjutkan

56

Tat twam asi artinya “DIA” (Atma) itulah kamu. Masudnya : “Atma itu berada

dimana saja, juga dialam kita, dan kita itu adalah atma juga”. Jalan pikiran yang

semacam ini disebut dengan panteisme, tidak bertuhan.25

Segala sesuatu selain Brahman/Atman sebenarnya adalah bayangan dari

padanya, dan wujud yang sebenarnya adalah wujudnya Brahman. Paham

ketuhanan mereka dengan memperhatikan keterangan lain, sebenarnya tidak tegas

dan masih mengandung kerau-raguan. Pada keterangan lain ada pula dijumpai

bahwa Tuhan dan makhluk adalah dua yang berlainan; artinya tidak merupakan

kesatuan seperti yang disebutkan diatas. Dengan perkataan lain Brahman itu ada

pada tiap-tiap sesuatu, tetapi tidak mungkin menunjukkan orangnya. Brahma itu

adalah hayat yang mengalir pada setiap orang yang hidup, dan juga Brahma

adalah fikiran yang hidup di kepala setiap orang. Brahma itu tidak dapat

ditentukan, ia boleh lebih besar dan boleh lebih kecil seperti biji padi atau berupa

gambar pada mata manusia dan boleh besar sekali seperti hawa dan langit.26

Dalam membicarakan Dewa-dewa, Rifai menyatakan bahwa agama Hindu

pada pokoknya tidak mempercayai adanya Tuhan dalam arti kata yang sebenar-

benarnya, seperti dalam pengertian kita umat Islam. Unsur-unsur kepercayaan

kekuatan gaib, tidak tegas menurut filsafat Wedanta, semua benda ini hanyalah

khayalan belaka, pada hakekatnya semua itu Tuhan. Kekuasaan yang tidak

berwujud ini tak dapat digambarkan dalam pikiran, karena dorongan untuk

mengenal kekuasaan yang tak terlihat ini, maka orang Hindu mewujudkannya

25Moh Rifai, Perbandingan Agama, h. 88.

26

Moh Rifai, Perbandingan Agama, h. 89.

Page 68: Yuliana 1113032100028 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40528/1/YULIANA-FUF.pdf · penulis sehingga dapat selalu berfikir positif guna melanjutkan

57

dalam tiga diri yang disebut dengan Trimurti. Pada dasarnya ketiganya adalah

wujud dari satu ke Tuhanan. 27

Menurut Rifai, selanjutnya ketuhanan Hindu bisa di pandang dari sudut

pandang Islam. Sudah diterangkan bahwa pengertian ketuhanan Hindu sangat

berbeda dengan pengertian ketuhanan dalam agama Islam. Bahkan dapat

dikatakan kalau agama Hindu tidak mempercayai adanya Tuhan dalam arti yang

sebenarnya. Yang ada disana hanya kekuasaan gaib yang orang Hindu

mewujudkannya berupa Dewa dan Dewi. Sedangkan jika kita lihat agama Islam,

Islam hanya mempercayai Tuhan Yang Maha Esa dengan segala sifat

kesempurnaan-Nya tidak ada yang menyerupai-Nya dan tidak beranak dan tidak

pula diperanakan, sebagaimana yang disifatkan oleh surat Al Ikhlas ayat 1-4:

Artinya “ katakanlah hai Muhammad! Allah itu Esa, Allah tempat meminta. Tidak

beranak dan tidak di peranakan dan tidak ada yang menyerupaiNya”. Dalam al

Qur‟an sendiri disebutkan terdapat empat macam syirik, yaitu : percaya bahwa

Tuhan itu banyak, percaya bahwa selain Tuhan ada barang-barang yang

mempunyai sifat-sifat Tuhan, percaya bahwa sesuatu itu ada pertalian keluarga

dengan Allah, dan yang terakhir percaya bahwa ada sesuatu yang

dapatmengerjakan hal-hal yang hanya dapat dikerjakan oleh Allah sendiri.

Menurut Rifai, konsep ketuhanan Hindu monoteis jika keterangan itu

diambil dari sudut pandang agama Hindu. Akan tetapi menurut Rifai sendiri

konsep ketuhanan agama Hindu adalah Syirik. Karena agama Hindu tidak

mempercayai arti Tuhan yang sebenarnya dan menjadikan kekuasaan gaib sebagai

27Moh Rifai, Perbandungan Agama, h. 93.

Page 69: Yuliana 1113032100028 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40528/1/YULIANA-FUF.pdf · penulis sehingga dapat selalu berfikir positif guna melanjutkan

58

hal yang di puja yang diwujudkan berupa Dewa dan Dewi. Dari hal tersebut

jelaslah bahwa ketuhanan dalam agama Hindu sangat berbeda dengan Islam.

Bukti bahwa Hindu syirik dapat dilihat dalam al Qur‟an mengenai macam syirik

dan Hindu dapat dikategorikan syirik yang percaya bahwa selain Tuhan ada

barang-barang yang mempunyai sifat Tuhan.

2. K.H Agus Hakim

Sejauh penelusuran penulis, penulis tidak menemukan biografi Agus

Hakim, tapi berdasarkan informasi yang penulis ketahui, Hakim telah lama

bergerak di bidang dakwah, sehingga yang disajikan dalam karyanya yang

berjudul Perbandingan Agama merupakan hal-hal yang diperlukan bagi

pembinaan umat Islam. Menurut Hakim, Tuhan dalam agama Hindu disebut

Brahma (mungkin yang di maksud Brahman). Kalimat Brahman dalam bahasa

Hindu lama (Sansekerta) yaitu nama bagi Tuhan yang wujud dengan sendirinya,

Maha Esa dan Maha Kuasa yang bersifat azali, tidak berawal dan tidak berakhir,

yang menciptakan dan menjadi asal dari sekalian alam: Ia tidak dapat diraba

dengan panca indera tetapi hanya dapat diketahui dengan akal.28

Menurut Hakim, Brahma, awalnya Tuhan yang tunggal dalam agama

Hindu, tetapi penganut agama Hindu sekarang telah merubah kepercayaan

bertuhan satu (monoteis) kepada trimurti atau bertuhan tiga. Jika diperhatikan

dalam kitab Weda, kitab suci agama Hindu, di situ tidak ada disebutkan Tuhan

yang berbilang, hanya menyatakan ketuhanan Brahman semata-mata. Nama

Syiwa dan Wisnu memang ada disebut, tetapi bukan sebagai Tuhan, hanya

28Agus Hakim, Perbandingan Agama ( Bandung: IKAPI, 1973), h. 131.

Page 70: Yuliana 1113032100028 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40528/1/YULIANA-FUF.pdf · penulis sehingga dapat selalu berfikir positif guna melanjutkan

59

sebagai sifat. Wisynu sifat kasih sayang dan memelihara, Syiwa sifat Maha kuasa

dan memusnahkan. Kedua Dewa tersebut terlihat memiliki kedudukan yang

dengan Brahman, hal ini sendiri merupakan bentuk dari khayalan para pendeta

yang dengan menggunakan pemikiran mereka. Menempatkan kedua sifat Tuhan

itu sebagai Tuhan yang kedua dan ketiga.29

Menurut Hakim, konsep ketuhanan Hindu menjadi politeis. Awalnya

Hakim setuju mengenai Hindu yang monoteis, tetapi dengan perkembangan yang

terjadi dan akhirnya muncul konsep Trimurti yang menjadikan konsep ketuhanan

Hindu yang tadinya hanya mengakui satu Tuhan yang dinamai Brahma (mungkin

yang dimasud Brahman), yaitu yang telah menjadikan segala yang ada, dan

menjadi asal dari sekalian yang ada, bersifat abadi dan azali, tidak berawal dan

tidak berakhir. Dengan munculnya konsep Trimurti, agama Hindu memiliki

sesuatu yang banyak berdasar khayal, yaitu mengenai dua keadaan yang selalu

ada dalam keadaan alam yang telah terjadi, yaitu sejahtera dan binasa. Keduanya

itu timbul dari dua sifat Brahma (mungkin yang di maksud Brahman), yaitu

Wisnu dan Siwa, yang memelihara dan membinasakan. Dari kedua sifat Tuhan

Brahma itu di khayalkan lagi wujudnya, terdiri dari kanan dan kiri Brahma, dan

akhirnya di patungkan. Lalu dari situ timbul kepercayaan baru, bahwa Tuhan itu

tiga yang bersatu, disebut Trimurti.

3. K.H. Zainal Arifin Abbas

K. H. Zainal Arifin, seorang politis Nahdatul Ulama (NU) terkemuka yang

sejak remaja di zaman penjajahan Belanda sudah aktif dalam organisasi

29Agus Hakim, Perbandingan Agama, h. 132.

Page 71: Yuliana 1113032100028 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40528/1/YULIANA-FUF.pdf · penulis sehingga dapat selalu berfikir positif guna melanjutkan

60

kepemudaan NU, GP Ansor, jabatan terakhirnya ialah ketua DPRGR sejak 1960

hingga wafatnya 2 Maret 1963. Zainal lahir di Barus, Tapanuli Tengah, Sumatera

Utara pada 2 September 1909 sebagai anak tunggal raja Barus, Sultan Ramali bin

Sultan Sahi Alam Pohan dengan perempuan bangsawan asal Kotanopan,

Mandailing, Siti Baiyah boru Nasution. Dalam usia 16 tahun Zainul merantau ke

Batavia (Jakarta) dan bekerja di dinas pengairan pemerintah kotapraja (gameente).

Di kota ini Zainal sempat menajadi guru sekolah di daerah-daerah Jatinegara dan

Bukit Duri Tanjakan. Tahun 1930, Zainal mulai bergabung dengan Gerakan

Pemuda Ansor dan beberapa tahun kemudia sudah aktif di organisasi induk Nu,

sebagai ketua Majelis Konsul NU Jakarta hingga datangnya tentara Jepang. Pasca

proklamasi, Zainal duduk di Badan Pekerja Komite Nasional Indonesia Pusat (BP

KNIP). Cikal bakal lembaga legislatif Indonesia (DPR/MPR).30

Dalam karya Zainal yang berjudul Perkembangan Pikiran Terhadap

Agama-agama (1984), tidak menyebut istilah agama Hindu namun menyebut

dengan “agama Brahma”. Sebelum masuk dalam pembahasan mengenai agama

Brahma, Zainal terlebih dulu menjelaskan tentang kitab Veda, yang menurutnya

kitab suci Veda bukanlah kitab suci orang India dan Aria. Tetapi, kitab suci yang

anasirnya dibawa oleh orang-orang yang datang ke Lembah Punjab. Orang-orang

yang baru datang itu mencari usaha supaya penduduk yang asli menjadi terikat

kepada mereka dengan akrab sekali. Anasir-anasir kitab Veda yang dibawa

mereka diperintahkan supaya menjadi pelajaran tetap. Itulah yang terjadi sebelum

pada 15 abad sebelum Masehi. Adapun alasan kitab suci Veda bukan kitab orang

30Artikel di akses pada 25 Maret 2018 dari http://www.muslimedianews.com/2014/06/kh-

zainal-arifin-tokoh-ansor-di-masyumi.html#ixzz5B7sQNCkn.

Page 72: Yuliana 1113032100028 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40528/1/YULIANA-FUF.pdf · penulis sehingga dapat selalu berfikir positif guna melanjutkan

61

India yang asli, karena isi kita Veda itu banyak mengandung gambaran fikiran dan

masyarakat yang bertentangan dengan bukti-bukti gambaran fikiran masyarakat

orang India pada masa 15 abad sebelum Masehi. Dan kitab Veda tertulis dalam

bahasa Sansekerta, yaitu bahasa orang Aria sendiri, yang tidak dikenal oleh orang

India pada zaman pertamanya. Walaupun demikian kitab suci Veda dihitung

menjadi dokumentasi agama tertua di India.31

Mengenai pendapat Zainal tentang agama Brahma, Brahma itu satu

diantara nama-nama sifat Tuhan Yang Esa, yang tidak dapat diperhubungkan pada

yang lain dari pada Ia. Akan tetapi campur tangan pendeta melahirkan berbagai

akibat. Meski begitu mereka tidak berhasil melenyapkan perkembangan orang

terhadap siapakah Brahma itu. Kitab Upanishad sendiri menerangkan, bahwa

Brahma itu sama artimya dengan Wujud Yang Maha Tinggi, atau Atman. Arti

Brahma itu sebenarnya juga Weda, yaitu Jauhar yang tidak ada orangnya.

Dengan lain perkataan suatu Wujud Yang Ada, tetapi tidak ada rupanya dan tidak

ada zatnya. Jadi Brahma itu ada pada tiap-tiap sesuatu, tetapi tidak mungkin

menunjukkan orangnya. Brahma itulah tujuan pemeriksaan kita, Brahma itulah

hayat yang mengalir pada setip yang hidup, dan Brahma itulah fikiran yang

terdapat pada kepala setiap orang yang hidup. Brahma itu tidak dapat ditentukan,

ia boleh kecil sekali seperti biji padi atau berupa gambar pada mata manusia dan

boleh lebih besar dari pada hawa dan langit. Tegasnya Tuhan Yang Maha Esa

itulah Brahma.32

31Zainal Arifin Abbas, Perkembangan Pikiran Terhadap Agama (Jakarta: Pustaka Al

Husna, 1984), h.168.

32

Zainal Arifin Abbas, Perkembangan Pikiran Terhadap Agama, h. 204-205.

Page 73: Yuliana 1113032100028 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40528/1/YULIANA-FUF.pdf · penulis sehingga dapat selalu berfikir positif guna melanjutkan

62

Menurut Zainal, konsep ketuhanan agama Brahma (Zainal tidak menyebut

dengan agama Hindu) dengan tegas Zainal mengatakan bahwa Tuhan Yang Maha

Esa itulah Brahma. Menurutnya Brahma itulah tujuan, Brahma itulah hayat yang

mengalir pada setiap yang hidup, dan Brahma itulah fikiran yang terdapat pada

kepala setiap orang yang hidup, Brahma itu tidak dapat ditentukan, ia boleh kecil

sekali seperti biji padi atau berupa gambar pada mata manusia dan boleh lebih

besar dari pada hawa dan langit. Jadi Braham itu ada di tiap-tiap sesuatu, tetapi

tidak mungkin menunjukkan orangnya. Secara ringkas menurut Zainal, Brahma

itu maksudnya adalah Nama Tuhan Yang Maha Esa dan Maha Kuasa dalam

istilah agama yaitu zat Wahdatul Wujud yang tiada seorangpun dapat

menyifatinya selain daripada Tuhan sendiri dan tidak ada sesuatu apapun yang

menyerupainya diantara seluruh makhluk ini.

4. Hasbullah Bakry (1920-1975)

Hasbullah Bakry, di lahirkan di kota kecil Muaradua, tepi sungai

Komering, Kabupaten Ulu, Sumatera Selatan, pada hari Ahad 14 Muharram 1345

Hijriyah atau 25 Juli 1926. Sebelum belajar di pesantren pimpinan K.H.

Muhammad Bakry (ayah) dan K.H. Muhammad Sibawahi Bakry (kakak), lebidh

dulu ia memantaskan HIS (Hollandsch Inlandsche School). Selama mengaji di

pesantren, ia dibimbing langsung oleh ayah dan kakaknya, sehingga dalam dua

tahun ia mampu membaca qathrunnada (nahwu), I‟anatut‟thalibin (fiqih) dan

Jalalin (tafsir) cukup baik. Sejak 1945, sebagai Letnan Satu Infantri AD, Bakry

pernah memimpin sebuah kompi bersenjata dan menyerang sebuah regu

bersenjata lengkap Belanda di daerah Sungai Lumai, dekat Muaradua (25 Maret

Page 74: Yuliana 1113032100028 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40528/1/YULIANA-FUF.pdf · penulis sehingga dapat selalu berfikir positif guna melanjutkan

63

1949). Pada tahun 1951 Bakry pindah ke Teritorium III Siliwangi sebagai salah

seorang Imam Militer Angkatan Darat. Selam di Bandung (1951-1953), Bakry

menyelesaikan SMA di pendidikan Sastra.33

Pada tahun 1953 Bakry masuk Perguruan Tinggi Agama Islam Negeri

(PTAIN) Yogyakarta, dan memperoleh gelar sarjana (Doktorandus) Agama Islam

Jurusan Hukum Islam pada tanggal 22 Agustus 1960. Kemudian menjadi dosen di

Fakultas Ushuluddin IAIN Yogyakarta (1960-1961), dan juga menjadi dosen

IAIN Jakarta (1961-1962). Tahun 1962-1966 menjadi Kepala Imam Tentara atau

Kepala Kodam IV Sriwijaya di Palembang dengan pangkat Letnan Kolonel

Tituler Angkatan Darat, merangkap sebagai Ketua Umum Majelis Ulama

Sumatera Selatan. Pada tahun 1966 diangkat sebagai Kepala Pusroh Islam Polri

dengan pangkat Ajun Komisaris Besar Polisi Efektif. Pada tahun 1970 meraih

Sarjana Hukum dari Fakultas Hukum UIJ, dan pada tahun 1976 pensiun dengan

hormat dari ABRI.

Pada tahun 1979, sebagai Asisten Menteri Agama Bidang Hukum dan

Masyarakat, Bakry mengikuti perjalanan dinas Menteri Agama ke Timur Tengah

(Saudi Arabia/Kuwait, Bahrain dan EmiratArab). Pulang dari perjalanan itu Bakry

melanjutkan perjalanan ke Belanda, Perancis dan Spanyol dalam rangka melihat

perkembangan Islam di negeri-negeri tersebut, terutama peninggalan Kerajaan

Islam di Spanyol. Bakry sempat melihat dan shalat sunnat di Masjid Kordoba,

melihat Istana Alhambra di Granada dan Benteng Arab di Sevilla. Dengan

persetujuan Dr. Muhammad Natsir selaku sesepu Arrabithah Alam Islami, ia

33Biografi Hasbullah Bakry dalam Introduction of Bakry, http://www.geogle.com/ al-

Banna/biografi.htm. Diakses tanggal 17 November 2017.

Page 75: Yuliana 1113032100028 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40528/1/YULIANA-FUF.pdf · penulis sehingga dapat selalu berfikir positif guna melanjutkan

64

berangkat ke Australia pada tahun 1980 dalam rangka Fact-finding tentang

Muslim Communities di Australia, Bakry sempat datang di Sidney dan

memberikan Khutbah Jum‟at di Konsulat RI.

Sebelum mengemukakan pendapatnya tentang konsep ketuhanan Hindu,

Bakry terlebih dahulu menjelaskan tentang agama Hindu. Agama Hindu disebut

juga agama Brahma, agama Weda, atau agama Dharma. Tetapi lebih sering

disebut agama Hindu, disesuaikan dengan perkembangannya sejak semula di

daerah Sapta Sindhu (tujuh daerha penting di sekitar sungai Indus) di India Utara.

Agama Hindu tidak mempunyai Nabi. Diperkirakan agama Hindu yang sekarang

berasal dari ajaran seorang Nabi atau beberapa Nabi yang terkumpul menjadi satu

sejak seribu tahun lebih yang dikoleksi dalam sebutan kaum Brahmana (golongan

pendeta). Ada satu teori yang sulit di buktikan bahwa Brahman atau Brahmana,

berasal dari akar kata Abraham (nam Nabi Ibrahim), sehingga Brahmana disebut

juga kaum pengikut Nabi Ibrahim. Alasannya, dalam kitab Weda juga ada ajaran

tentang ke-Esa-an Tuhan. Tetapi teori itu hingga kini belum menemukan bukti-

bukti yang kuat.34

Menurut Bakry, tidak ada suatu agama lain yang mempercayai begitu

banyak Dewa seperti agama Hindu, karena itu, sungguhpun diakui bahwa dalam

agama ini ada Dewa tertinggi, seperti Dewa Brahma dalam Trimurti, namun

sistem ketuhanannya tidak tepat jika disebut monoteisme, akan tetapi sebaliknya

lebih tepat disebut politeisme yang paling nyata. Pengertian Tuhan dalam agama

Hindu, berbeda dengan pengertian Tuhan dalam agama Islam. Agama Hindu

34Hasbullah Bakry, Ilmu Perbandingan Agama, hal. 41.

Page 76: Yuliana 1113032100028 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40528/1/YULIANA-FUF.pdf · penulis sehingga dapat selalu berfikir positif guna melanjutkan

65

mempertuhankan Dewa-dewa, tetapi setiap Dewa-dewa memiliki derajat dan

kemuliaan yang berbeda dalam pandangan tiap sekte. Mula-mula disepakati ada

tiga Dewa tertinggi yang disebut Trimurti, yaitu Brahma35

, Wisnu36

, dan Syiwa37

.

Setelah Trimurti, barulah terdapat Dewa-dewa yang tidak terhitung jumlahnya.

Keunggulan ketiga Dewa Trimurti itu sendiri mengalami perubahan

terhadap para penganut agama Hindu di India. Di masa perkembangannya yang

pertama, Brahman sangatlah dipuja sebagai Dewa tertinggi dalam agama Hindu.

Tetapi, semakin lama terjadi perubahan sehingga Wisnu yang paling kuasa,

karena dialah yang dianggap betul-betul mengatur kehidupan manusia. Berkali-

kali Wisnu dianggap menjelma menjadi manusia sebagai raja yang berkuasa di

dunia. Timbul anggapan bahwa Rama sebagai penjelmaan Wisnu di India dan

Airlangga sebagai penjelmaan Wisnu di Indonesia. Kemudian, timbul pula suatu

sekte yang berkuasa, menganggap bahwa Dewa Syiwa itulah yang menjadi Dewa

tertinggi, karena dialah yang bisa menghukum dan menghancurkan dunia. Dia

juga muncul kembali sebagaimana Dewa-dewa lain. Misalnya sebagai Dewa

Mahakala yang menguasai kematian dan menyebabkan dunia binasa. Sebaliknya,

sebagai Dewa Batara Guru yang paling mengetahui hukumana apa yang patut

diberikan atas duna dan manusia. Dia bisa menjadi pengajar besar (mahaguru)

serta pertapa mulia (maharesi) yang tertinggi, maka Dewa Syiwa sering disebut

Mahadewa atau Mahaeswara yang berarti Raja Dewata Agung yang menguasai

langit dan bumi serta mati hidupnya segala makhlu. Dia tinggal di gunung yang

35Brahma dianggap Dewa pencipta alam.

36

Wisnu dianggap Dewa pemelihara.

37

Syiwa dianggap sebagai Dewa penghukum atau Dewa pembinasa terhadap perbuatan

jahat (tetapi kadang-kadang dianggap pembinasa terhadap apa saja), karena iu sangat diakuti.

Page 77: Yuliana 1113032100028 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40528/1/YULIANA-FUF.pdf · penulis sehingga dapat selalu berfikir positif guna melanjutkan

66

tertinggi(Mahameru). Gunung Semeru di Jawa dan Bukit Siguntang Mahameru di

Palembang., mungkin penamaannya akibat sekte Hindu Syiwa tersebut.38

Selain kepercayaan kepada Dewa-dewa terdapat juga kepercayaan

terhadap Dewi menurut ajaran agama Hindu. Penganut agama Hindu

beranggapan bahwa para Dewi adalah syakti dari para Dewa, maksudanya

penjelmaan kekuasaan tertentu yang berupa perempuan. Seperti syahkti yang

mendampingi Dewa Trimuti.39

Disamping syakti-syakti tersebut, dalam anggapan

agama Hindu para Dewa Tertinggi juga mempunyai kendaraan (tunggangan).

Sistem Dewa-dewa dalam agama Hindu juga ada sangkut pautnya dengan alam.

Selain alam, hewan-hewan tertentu juga dipuja sebagai penjelmaan para Dewa.40

Menurut Bakry, konsep ketuhanan agama Hindu adalah politeis dan sangat

berbeda dengan kosep ketuhanan agama Islam. Alasan Hindu politeisme karena

Hindu memiliki banyak Dewa, selain itu Hindu juga mempertuhankan Dewa-

dewa dan setiap Dewa memiliki derajat dan kemuliaan sendiri. Dalam agama

Hindu ada Dewa yang diunggulkan yang disebut Trimurti, setelah itu barulah

terdapat Dewa-dewa yang tidak terhitung jumlahnya. Dalam setiap sekte juga

berbeda dalam memberi kedudukan Dewa. Dan yang menguatkan bahwa Hindu

itu politeisme menurut Bakry, mengenai hewan-hewan yang dipuja. Dari hal

tersebut bahkan bisa dikatakan kalau Hindu agama yang syririk.

38Hasbullah Bakry, Ilmu Perbandingan Agama, h.45-46.

39

Syakti dari Dewa Syiwa sebagai raksasi yang menakutkan (Mahakala) adalah Dewi

Koli atau Dewi Durga, yaitu Dewi kematian. Syakti dari Dewa Wisnu disebut Dewi Sri, yaitu Dewi

Kebahagiaan. Sedangkan Syakti dari Dewa Brahma disebut Dewi Saraswati, yaitu Dewi Kesenian

atau Dewi Pengetahuan.

40

Hasbullah Bakry, Ilmu Perbandingan Agama, h. 47.

Page 78: Yuliana 1113032100028 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40528/1/YULIANA-FUF.pdf · penulis sehingga dapat selalu berfikir positif guna melanjutkan

67

5. Prof. Hm. Arifin. M. Ed

H. M. Arifin, lahir di Bogor pada tanggal 2 Agustus 1954. Sekolah di

Madrasah Ibtidaiyah Wajib Belajar di Nagrog, Ciampen Bogor tahun 1968.

Kemudian melanjutkan pendidikannya pada sekolah Pendidikan Guru Agama

(PDA) 4 tahun. Sambil bersekolah Arifin tinggal dan menginap (mondok) di

Pondok Pesantren Nurul Ummah dan tamat tahun 1972. Arifin melanjutkan

pendidikannya di sekolah Pendidikan Guru Agama tingkat Atas (PGAA) 6 tahun.

Seperti sebelumnya, kali ini Arifin mondok di Pesantren Jauharatun Naqiyah,

Cibeber Cilegon Serang Jawa Barat, dan tamat tahun 1974. Setelah itu Arifin

memperoleh gelar Sarjana Muda (BA) pada tahun 1979, dan Sarjana Lengkap

(baca: Drs) pada Jurusan Pendidikan Agama Islam Fakultas Tarbiyah Institut

Agama Islam Negeri (IAIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, tamat tahun 1981.41

Karir Arifin dimulai sebagai tenaga peneliti lepas pada Lembaga Studi

Pembangunan (LSP) di Jakarta tahun 1981-1982. Pada tahun yang sama menjadi

Direktur Koperasi Pelajar Kerja Sama Pemerintahan Jepang dengan Indonesia

pada Himpunan Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat (HP2M). Kemudian

menjadi instruktur pada Lembaga Bahasa dan Ilmu al Qur‟an (LBIQ) Daerah

Khusus Ibukota Jakarta tahun 1982-1985. Setelah itu, Arifin bertugas sebgai

dosen Mata Kuliah Filsafat Pendidikan Islam pada Fakultas Tarbiyah IAIN Syarif

Hidayatullah Jakarta, mulai tahun 1985. Mulai tahun 1990 bertugas sebagai doen

Fakultas Pascasarjana UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada bidang mata kuliah

Sejarah Sosial dan Pendidikan Islam. Arifin wafat pada tahun 2003, meski begitu

41Muhammad Haris, “Pendidikan Islam Dalam Perspektif Prof. H.M. Arifin” Ummul

Qura Vol VI, no. 2 (September: 2015): h.3.

Page 79: Yuliana 1113032100028 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40528/1/YULIANA-FUF.pdf · penulis sehingga dapat selalu berfikir positif guna melanjutkan

68

pemikiran serta peran dan perjuangan H. M. Arifin menjadikan kita bisa

mengambil hikmah atau nilai-nilai yang dibawa Arifin.42

Menurut Arifin bangsa Arya masuk ke India Utara dan bercampur dengan

penduduk asli membuat kepercayaan antar keduanya menjadi semacam

sinkretisme yang membentuk Agama Hindu. Teori-teori keagamaan yang

kemudian timbul dari agama tersebut juga menggambarkan pengaruh kebudayaan

bangsa Arya dan penduduk asli India. Dengan kata lain konsep-konsep

kebudayaan yang dibawa oleh bangsa Arya dalam bentuk kepercayaan Dewa-

dewa alam yang banyak di pengaruhi oleh kebudayaan Yunani itu, mengalami

peleburana (sinkretisme) dengan kebudayaan asli yang berisi kepercayaan gaib

yang berbentuk animisme, dinamisme, serta fetisisme di samping pemujaan

kepada naga, peri dan sebagainya. Dan ternyata masing-masing anasir dari kedua

kebudayaan tersebut, tetap dipertahankan dalam Agama Hindu India. Akan tetapi

anasir agama dalam Hinduisme selalu mengalami perkembangan menurut taraf

perkembangan kebudayaan Hindu pada masa-masa selanjutnya, sehingga keadaan

demikian menyebabkan beda-bedanya bentuk dan isi Hinduisme pada periode

permulaan perkembangannya dibanding dengan taraf perkembangan lebih lanjut

setelah Budhisme muncul dan berkembang.43

Oleh karena itu, menurut Arifin hal tersebut menampakkan perbedaan

yang menonjol antara agama Hindu permulaan (yang biasanya disebut Hindu

Wedha) dengan agama Hindu setelah berkembang (Agama Hindu setelah muncul

42Muhammad Haris, “Pendidikan Islam Dalam Perspektif Prof. H.M. Arifin” Ummul

Qura Vol VI, no. 2 (September: 2015): h.4.

43

H. M. Arifin, Menguak Misteri Ajaran Agama-agama Besar (Jakarta: PT Golden

Trayon Press, 2002), h.56.

Page 80: Yuliana 1113032100028 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40528/1/YULIANA-FUF.pdf · penulis sehingga dapat selalu berfikir positif guna melanjutkan

69

Budhisme). Perbedaan tersebut bisa dilihat dalam beberapa hal, sebagai berikut:

pertama, Agama Hindu Wedha tidak mengutamakan pemujaan kepada patung-

patung Dewa, tetapi lebih mementingkan cara-cara berkurban kepada Dewa-dewa,

membuat mantra-mantra dan menggunakannya, serta mementingkan upacara-

upacara. Jumlah Dewa-dewa yang dipuja ditetapkan sesuai dengan yang disebut

dalam kitab suci Weda. Sedangkan Agama Hindu sesudah Budhisme mengalami

perkembangan, yang kemudian lebih mementingkan pemujaan kepada patung-

patung Dewa. Jumlah Dewanyapun bertambah sehingga masing-masing golongan

atau orang terutama golongan Brahmana memuja patung-patung Dewa sendiri.44

Maka dengan memperhatikan banyak Dewa yang harus dipuja, mengenai

masalah upacara keagamaan bagi masyarakat Hindu merupakan tugas pokok

sehari-hari yang tidak boleh ditinggalkan. Oleh karena itu Hindusme pada

akhirnya dibedakan dalam 2 pengertian sebagai berikut. Pertama, Hinduisme Tua

(Agama Wedha) mengajarkan segala buah fikiran serta kebiasaan bangsa Hindu

yang bercorak keagamaan menurut kitab Weda dan kitab Brahmana. Kedua,

Hinduisme sesuda Budhisme, mengandung pengertian segala kebiasaan dan buah

fikiran bangsa Hindu yang berdasarkan atas kebudayaan bangsa Hindu.

Pengertian yang kedua ini lebih luas lagi. Sebab memasukkan ke dalamnya anasir

kebudayaan selain Hinduisme.45

Mengenai konsep ketuhanan dalam agama Hindu, Arifin juga menjelaskan

terpisah antara Agama Hindu Weda dan Agama Hindu setelah Budhisme. Konsep

ketuhanan agama Hindu pada masa Agama Hindu Weda, menurut Arifin memiliki

44H. M. Arifin, Menguak Misteri Ajaran Agama-agama Besar, h.56-57.

45

H. M. Arifin, Menguak Misteri Ajaran Agama-agama Besar, h.57.

Page 81: Yuliana 1113032100028 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40528/1/YULIANA-FUF.pdf · penulis sehingga dapat selalu berfikir positif guna melanjutkan

70

konsep ketuhanan yang politeis yang dimanifestasikan dalam jumlah Dewa-dewa

yang disebutkan dalam kitab-kitab Weda sebanyak 32 Dewa. Jumlah 32 Dewa

tersebut memiliki fungsi masing-masing dalam kehidupannya dengan manusia.

Dewa-dewa tersebut dipandang sebagai tokoh simbolis dari satu Dewa pokok

yaitu Brahma. Dari 32 Dewa tersebut yang banyak mendapat pujian ialah Dewa

Indra dan Dewa Agni (Api). Jadi 2 orang Dewa tersebut yang selalu disebut dalam

upacara/ kurban. Tetapi dalam perkembangan Hinduisme lebih lanjut , nama-

nama Dewa tersebut tidak pernah disebut lagi dalam upacara, apalagi setelah

muncul faham Trimurti.46

Selanjutnya mengenai konsep ketuhanan agama Hindu setelah Budhisme,

pada masa ini mengalami perkembangan yang luas, sehingga banyak hal yang

dijadikan pedoman pada kitab suci Weda seperti Dewa-dewa dan cara upacara,

mengalami perubahan atau pengurangan. Terutama dalam konsep ketuhanan

mengalami perkembangan dengan kehendak atau kebutuhan masyarakatnya,

sehingga hal ini memunculkan ragam filsafat Ketuhanan yang berbeda dengan

dasar-dasar yang diberikan semula. Jumlah Dewa dan kedudukannya sering

mengalami perubahan-perubahan, misalnya jika dalam Hindu Weda belum

dikenal Dewa Trimuti, maka dalam Hinduisme ini muncul filsafat Trimurti. Dan

setelah muncul aliran Vedanta, Trimurti tersebut di pandang sebagai

penggambaran dari kekuasaan yang Esa yaitu Brahman.47

Keadaan demikian dapat pula dilihat dalan konsep Agama Hindu Dharma

di Bali dimana muncul Dewa-dewa baru seperti Bregu (Dewa sabung ayam); juga

46H. M. Arifin, Menguak Misteri Ajaran Agama-agama Besar, h.58-60.

47

H. M. Arifin, Menguak Misteri Ajaran Agama-agama Besar, h.62.

Page 82: Yuliana 1113032100028 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40528/1/YULIANA-FUF.pdf · penulis sehingga dapat selalu berfikir positif guna melanjutkan

71

Dewa Kama dan Ratih (Dewa Cinta). Dalam agama Hindu Dharma pemujaan

Siwa memegang peranan penting bagi kehidupan pemeluk-pemeluknya, sehingga

timbul upacara-upacara penting untuk menghindarkan diri dari kemarahan Dewa

tersebut. Segala peristiwa yang jelek selalu dihubungkan dengan kekuasaan Siwa

Mahakala. Bila dalam keadaan marah disebut dengan “Rudra”. Tempat tinggal

Siwa menurut kepercayaan Hindu Dharma ialah di Puncak Gunung Agung. Di

India, tempat tinggal Dewa-dewa ialah Puncak Gunung Himalaya (sebagai

kahyangan).48

Dari uraian-uraian di atas, maka jelaslah bahwa bagi Arifin corak ke

Tuhanan Hinduisme adalah Politeisme yang infinitif (tidak terbatas) Dewa-dewa

dapat digambarkan secara fantastis dalam bentuk manusia biasa ataupun luar

biasa, yang dipatungkan. Namun setelah timbul pemikiran yang mendalam,

politeisme tersebut dikembalikan kepada kekuatan universal tertinggi yang

bersifat Esa yang oleh aliran Vedanta disebut Brahman.49

6. Jousoef Sou‟yb

Joesoef Sou‟yb adalah seorang ulama lokal yang berasal dari Sumatera

Barat, lahir pada tanggal 14 Juli 1916 di Lhamie (Aceh Barat), dan wafat di

Medan pada tanggal 15 Juli 1992. Istrinya bernama Saniah binti Sinaro.

Orangtuanya yang laki-laki bernama Haji Syu‟ayb dari suku Piliang dan

orangtuanya sama-sama berasal dari Bayur Maninjau, ibukota Kecamatan

Tanjung Raya, Kabupaten Agam, Sumatera Barat. Dari wilayah Kecamatan ini

48HM. Arifin, Menguak Misteri Ajaran Agama-agama Besar, h.63-65.

49

HM. Arifin, Menguak Misteri Ajaran Agama-agama Besar, h.65.

Page 83: Yuliana 1113032100028 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40528/1/YULIANA-FUF.pdf · penulis sehingga dapat selalu berfikir positif guna melanjutkan

72

lahir beberapa tokoh Nasioal. 50

Sou‟yb mengawali pendidikan formalnya di

Volkschool Bayur Maninjau selama dua tahun, yaitu dari tahun 1922 sampai

dengan tahun 1924. Kemudian karena kedua orangtuanya kembali pindah ke Aceh

Timur, maka proses belajar-mengajarnya pun berpindah ke Rantau Panjang, salah

satu kecamatan di Aceh Timur. Setelah tamat dari Volkschool pada tahun 1924, ia

melanjutkan pendidikannya pada Sekolah Gubernemen di Langsa pada tahun

1925 hingga menyelesaikan pendidikannya pada tahun 1927.

Pendidikan agama sou‟yb diperoleh dari Lembaga Pendidikan Perguruan

Sumatera Thawalib Padang Panjang, Sumatera Barat dari tahun 1928 sampai

dengan 1930. Pada masa itu Padang Panjang adalah pusat perguruan agama Islam.

Sou‟yb menimba ilmu agama Islam pada Perguruan Tarbiyah Islamiyah Candung

Bukit Tinggi selama 4 tahun. Kemudian dari Tarbiyah Islamiyah Candung Bukit

Tinggi ini Sou‟yb dinyatakan lulus tingkat takhashsush atau spesialisasi agama

Islam., dengan meraih Ijazah Ahliyah sebagai bukti mempunyai keahlian dalam

bidang agama Islam.

Profesi Sou‟yb51

mengawali karir sebagai wartawan pada tahun 1939.

Sou‟yb mulai menulis berita, press rilis, komentar, menulis artikel, karya ilmiah

dalam berbagai surat kabar, majalah, buletin di media cetak lainnya. Profesi

sebagai wartawan (jurnalis) inilah yang pada akhirnya menghantarkannya kelak

menjadi seorang cendekiawan. Karena profesinya sebagai wartawan ini kemudian

mendorongnya untuk belajar mengenai berbagai hal, sehingga kemudian

50M. Yakub, “Karya-karya sejarah Joesoef Sou‟yb dalam Historiografi Islam Indonesia,”

(Disertasi, Pascasarjana Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010), h. 104.

51

Joesoef Sou‟yb tidak mempunyai anak. Beliau memiliki anak angkat, yang bernama

Anzis Khan, Dosen Fakultas Dakwah IAIN Sumatera Utara; dan Didi, meninggal pada umur dua

puluhan tahun.

Page 84: Yuliana 1113032100028 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40528/1/YULIANA-FUF.pdf · penulis sehingga dapat selalu berfikir positif guna melanjutkan

73

menjadikan dirinya sebagai seorang yang ahli diberbagai bidang. Seperti terlihat

dalam karya-karya yang dihasilkannya. Setelah Sou‟yb berhenti sebagai

wartawan, Haji Abdullah Manat pimpina Firma Azeima Company mengangkat

Sou‟yb sebagai kepala pembukuan, yang akhirnya diangkat untuk memeriksa

pembukuan pada cabang Firma Azeima Company diseluruh daerah di Indonesia

sejak tahun 1962 sapai tahun 1984. Selain aktif sebagai pembukuan Sou‟yb juga

aktif sebagai dosen di berbagai perguruan tinggi di Medan. Sou‟yb menjadi dosen

luar biasa di Universitas Muhammadiyah Sumatera Utara tahun 1967, di

Universitas Islam Sumatera Utara tahun 1971, dan Institusi Agama Islam Negeri

(IAIN) Sumatera Utara Medan sejak tahun 1980 sampai akhir hayatnya.

Menurut Sou‟yb, keyakinan di dalam agama Hindu sudah jauh berbeda

dari keyakinan yang hidup di dalam agama Brahma. Sekalipun agama Hindu itu

tetap berpegang kepada Kitab Veda. Tetapi agama Hindu itu telah lebih

berpegang tentang penafsirannya daripada pokok isi Kitab Veda. Bisa kita lihat

dalam ajaran kitab Veda bahwa alam semesta itu beserta segenap makhluk-

makhluk jasmani, adalah diciptakan oleh Wujud Tunggal Maha Sempurna, yang

dipanggilkan dengan Brahman. Zatnya dipanggilkan Brahma, Kasta tertinggi di

dalam masyarakat yang berkewajiban memikul dan menyebarkan ajaran Brahma

itu disebut dengan Brahmin. Kasta Brahmin itu biasa pula dipanggilkan dengan

Brahmana.52

Selanjutnya di dalam kitab Veda dinyatakan Brahman itu yang

merupakan Wujud Tunggal Pencipta, memiliki sifat-sifat kesempurnaan. Tidak

dapat diraba, tidak dapat dilihat, dan tidak dapat didengar. Oleh agama Hindu, Ia

52Joesoef Sou‟yb, Agama-Agama Besar Di Dunia (Jakarta: Pustaka Al- Husna, 1988), h.

43-44.

Page 85: Yuliana 1113032100028 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40528/1/YULIANA-FUF.pdf · penulis sehingga dapat selalu berfikir positif guna melanjutkan

74

dikenali dengan pertnyataannya didalam alam semesta. Brahman itulah saja yang

mesti disembah dan dipuja, lainnya tidak.53

Keyakinan serupa di dalam agama Brahma masih dapat dijejaki pada

pembahasan-pembahasan teologis di dalam kitab Upanishad, yang berbunyi, In

the beginning there was Existence, One only, without a second (Pada permulaan

sekali berada suatu Wujud, Cuma Maha Esa, tanpa ada yang kedua) Upanishad-

Chandogyia. Tuhan Maha Esa adalah merupakan pokok keyakinan di dalam

agama Brahma itu. Akan tetapi Tuhan Maha Esa itu dinyatakan meresapi seluruh

alam dan berada pada seluruh alam. Seperti yang terdapat dalam kita Upanishad,

Mundaka yang berbunyi, Brahman is supreme,. He is self-luminous. He is beyond

all thought. Subtler than the subtlest is He, farthest than the farthest, nearer than

the nearest. He resides in the lotus of the hearth of every being (Brahman itu

maha agung. Dia cemerlang sepanjang zatnya. Dia berada di luar seluruh

pemikiran. Dia maha gaib dari yang paling gaib, maha jauh dari yang paling jauh,

maha dekat dari yang paling dekat. Dia bersemayam di dalam seroja hati setiap

makhluk).54

Dari petikan bebarapa ayat Upanishad tersebut, dapat disaksikan

bahwa keyakinan yang murni di dalam agama Brahma itu berasaskan keesaan

Ilahi yang murni (Pure Monoteis), seperti halnya dengan keyakinan di dalam

agama Yahudi dan agama Islam dewasa ini.

Tantangan pada masa belakangan agama Brahma makin tersudut pada

anak benua India, karena pihak agama Jain yang mudah memperoleh pengikut

dalam lapisan bawah, dan begitu agama Budha yang cepat tersebar dengan luas

53Joesoef Sou‟yb, Agama-Agama Besar Di Dunia, h. 44.

54

Joesoef Sou‟yb, Agama-Agama Besar Di Dunia, h. 45.

Page 86: Yuliana 1113032100028 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40528/1/YULIANA-FUF.pdf · penulis sehingga dapat selalu berfikir positif guna melanjutkan

75

dalam lapisan bawahan. Untuk mengejar ketinggalannya itupun timbul penafsiran

terhadap kitab Veda dan perkembangan penafsiran yang lama kelamaan semakin

menyimpang dari pokok isinya. Sejalan dengan hal tersebut agama Brahma

dinyatakan agama Hindu, yaitu agama bagi seluruh Hindia (India). Menurut

penafsiran di dalam Hindu bahwa Brahman adalah wujud Azali dalam keadaan

diam (unmoving), pada saat kodratnya bergerak menciptakan alam semesta maka

Brahman itu menjelma dalam wujud Brahma. Lalu yang memelihara alam

semesta itu menyebabkan menjelma dalam wujud Vishnu dan kodarrtanya yang

mengembalikan setiap sesuatu di dalam alam semesta kepada asalnya, melalui

pembinasaan itu menjelma menjadi Sivha. Itu tiga oknum Brahman, yang disebut

dengan Trimurti.55

Manifestasi kodrat itu lambatlaun di dalam penghayatan ajaran

itu berkembang menjadi personifikasi, yaitu menjadi Tiga Oknum yang berdiri

sendiri dengan wewenang sendiri. Yang masing-masing dari tiga oknum brahman

memperoleh perkembangan dengan melahirkan pasangannya yang disebut dengan

Trisakti.

Menurut Sou‟yb, konsep ketuhanan agama Hindu sudah jauh berbeda

dengan agama Brahma. Sou‟yb tidak mengatakan Hindu politeis atau dengan kata

lain Hindu syirik, hanya saja menurut Sou‟yb ada perbedaan yang sangat

menonjol antara agama Brama dan agama Hindu. Karena dalam karyanya

tersebut, Sou‟yb mengutip beberapa dari isi kitab Upanishad, jelas dalam kitab

Upanishad kalau Tuhan Maha Esa. Bahkan Sou‟yb mengatakan, bahwa keyakinan

yang murni di dalam agama Brahma itu berasaskan keesaan Ilahi, seperti halnya

55Joesoef Sou‟yb, Agama-Agama Besar Di Dunia, h. 50.

Page 87: Yuliana 1113032100028 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40528/1/YULIANA-FUF.pdf · penulis sehingga dapat selalu berfikir positif guna melanjutkan

76

agama Yahudi dan agama Islam. Namun yang disebut oleh Sou‟yb adalah agama

Brahma bukan agama Hindu, karena lambat laun setelah berganti nama menjadi

agama Hindu terjadi pula perubahan kepercayaan, perubahan itu sendiri terjadi

akibat agama Hindu hanya berpegang pada penafsiran kitab Veda bukan pokok isi

kitab Veda. Sou‟yb memang tidak secara tegas mengatakan bahwa Hindu politeis,

tetapi dalam karyanya tersebut Sou‟yb menyebut Henoteisme dalam agama

Hindu, yaitu tentang pemujaan Dewa-dewa. Penganut agama Hindu, tanpa

mengingkari perwujudan Dewa-dewa dan Dewi-dewi lainnya, maka pihak-pihak

tertentu cuma menunjukkan pemujaan senantiasa terhadap Dewa tertentu atau

Dewi tertentu saja.

7. Alef Theria Wasim

Alef adalah Dosen Perbandingan Agama Fakultas Ushuluddin UIN Sunan

Kalijaga Yogyakarta. Alef, memandang India sebagai negeri serba ganda, baik

dalam bangsa, budaya, maupun sosial agama. Karena yang kita bahas dalam

tulisan ini mengenai konsep Ketuhanan agama Hindu maka disini yang akan

penulis jelaskan mengenai pemikiran Alef yaitu pandangannya tentang agama.

Khusus tentang Agama, Hindu menyerap ide-ide, penalaran dan aliran dari Weda,

agama Hindu menyerap sistem korban dan Dewa-dewa alam. Dari Brahmana,

Agama Hindu menyerap kepercayaan kekalnya kitab-kitab Weda, sistem kasta,

upacara-upacara yang rumit dan perayaan keagamaan. Dari Upanishad, Hindu

Page 88: Yuliana 1113032100028 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40528/1/YULIANA-FUF.pdf · penulis sehingga dapat selalu berfikir positif guna melanjutkan

77

menyerap konsep tentang realitas tertinggi, juga tentang pengertian kesatuan

dengan Tuhan.56

Membahas soal Tuhan, salah satu unsur penting menurut Alef adalah

unsur teologi dan filsafat. Agama Hindu mempercayai realitas tertinggi hanya

satu, akan tetapi yang satu itu tidak membatasi sebagai realitas Tuhan yang

personal. Selain itu agama Hindu juga percaya pada Dewa-Dewa yang jumlahnya

sangat banyak yang dianggap mengatur alam.57

Sumber-sumber nilai ajaran

agama Hindu baik dalam Weda, Brahman, dan Upanishad dibawa oleh seorang

yang dalam istilah Hindu disebut Rsi atau Muni. Meskipun sebenarnya dalam

agama Hindu tidak dapat diketahui secara pasti pendirinya atau siapa pembawa

pertama ajaran-ajarannya. Masih menurut agama Hindu beribu-ribu tahun lalu

para Rsi dan Muni melakukan meditasi sehingga mampu memperoleh inspirasi

dan mampu menginterpretasikan atau menafsirkan ajaran-ajaran Hindu secara

terinci. Dalam agam Hindu Rsi ini dipercaya mampu melihat dan tahu akan

kebenaran agama Hindu yang di wahyukan kepada mereka sehingga apa yang

mereka dengar pengetahuan tersebut sering disebut Sruti. Apa yang didengar lalu

biasanya dibuat teks-teks yang ada kalanya disebut dengan mantra-mantra yang

menjadi pokok dalam melakukan meditasi.58

Hubungan manusia dan Tuhan dalam Agama Hindu bisa dilihat dari salah-

satu upacara mereka yang disebut Korban. Upacara Korban dilakukan untuk

memuliakan para leluhur dengan harapan supaya para Dewa melindungi manusia

56Alef Theria Wasim, “Agama Hindu” dalam Mukti Ali, Agama-agama Dunia

(Yogyakarta: IAIN Sunan Kalijaga Press, 1988), h. 55.

57

Alef Theria Wasim, “Agama Hindu” dalam Mukti Ali, Agama-agama Dunia, h. 56.

58

Alef Theria Wasim, “Agama Hindu” dalam Mukti Ali, Agama-agama Dunia, h. 56-57.

Page 89: Yuliana 1113032100028 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40528/1/YULIANA-FUF.pdf · penulis sehingga dapat selalu berfikir positif guna melanjutkan

78

dari gangguan roh jahat, juga supaya para Dewa memberikan kelancaran,

ketenangan serta kemurahan. Namun tujuan utamanya adalah untuk membujuk

atau merayu para Dewa untuk mengabulkan permohonan para manusia. Artinya

adalah dalam kepercayaan umat Hindu para Dewa dapat dirayu dengan

melakukan korban oleh manusia agar dapat memenuhi keinginan manusia

tersebut.59

Masih mengenai tentang Dewa, ada Dewa yang bernama Purusa yaitu

sebuah makhluk yang besar berwujud laki-laki. Makhluk ini memiliki seribu

kepala, mata dan kakinya menutupi bumi, Purusa disebut sebagai yang ada dan

yang akan ada, dan disebut sebagai Dewa yang tidak akan pernah mati. Selain

manusia berkorban untuk Dewa, para Dewa juga melakukan persembahan korban

dengan Purusa ini, dan dari sini jugalah awal mula teori tentang kasta.60

Menurut

Alef, mengenai konsep ketuhanan agama Hindu Alef tidak memandang secara

objektif tetapi Alef memandang secara subjektif dan juga tidak memberikan

pandangan bahwa agama Hindu itu monoteis atau politeis dan yang lainnya.

Tetapi Alef, hanya memberikan komentar tentang agama Hindu yang serba ganda

dan mengenai konsep ketuhan Hindu, menurut Alef agama Hindu mempercayai

tentang realitas tertinggi hanya ada satu, tetapi penganut Hindu tidak membatasi

sebagai realitas Tuhan yang personal. Dalam arti, agama Hindu mempercayai

Tuhan Esa, tetapi dapat bermanifestasi dalam jumlah banyak yang dalam agama

Hindu disebut Dewa-dewa.

59Alef Theria Wasim, “Agama Hindu” dalam Mukti Ali, Agama-agama Dunia, h. 65.

60

Alef Theria Wasim, “Agama Hindu” dalam Mukti Ali, Agama-agama Dunia, h. 71.

Page 90: Yuliana 1113032100028 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40528/1/YULIANA-FUF.pdf · penulis sehingga dapat selalu berfikir positif guna melanjutkan

79

C. Pandangan Penulis Muslim Periode 1990-2015

1. Mudjahid Abdul Manaf

Sejauh penelusuran penulis, penulis tidak menemukan biografi Mudjahid

Abdul Manaf, tapi berdasarkan informasi yang penulis ketahui, Mudjahid

merupakan Dosen Perbandingan Agama di IAIN Semarang. Menurut Mudjahid,

Dewa-dewa pada zaman permulaan Weda ini, pada hakikatnya adalah seperti

kepercayaan bangsa Arya di Iran sebelum mereka masuk India dahulu. Jadi

politeis yaitu mempercayai dan menyembah banyak Dewa dan Dewa-dewa itu

antara satu dengan yang lain sama tinggi kedudukannya. Pandangan mereka

terhadap wujud Dewa itupun masih kabur, belum ada gambaran tentang adanya

tata tertib alam atau kosmos yang disebut “arta” dan dipandang sebagai

pengejawantahan dari daya kekuatan. Tiap daya kekuatan adalah Dewa. Karena

itu arta harus dijaga kelangsungannya sehingga dapat berjalan sebagai mana

mestinya. Untuk selalu menjaga kelangsungan ini perlu diadakan ritus. Menyalahi

tata tertib atau arta dianggap dosa. Maka ritus atau upacara dilakukan

dimaksudkan untuk mengembalikan kepada keadaan semula.61

Menurut kepercayaan kuno, disamping Dewa-dewa masih ada lagi roh-roh

jahat yang berkuasa dan sebagian merupakan musuh Dewa. Dewa-dewa tersebut

kadang-kadang satu di antaranya dianggap paling atas tetapi di saat lain berganti

Dewa lain yang dianggap menduduki tempat tinggi. Seperti Indra

kemudianWaruna dan pada saat lain Prajapati yang tertinggi. Karena belum

adanya gambaran tentang dewa yang berpribadi, maka sikap penyembahan

61Mudjahid Abdul Manaf, Sejarah Agama-Agama (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,

1994), h. 10.

Page 91: Yuliana 1113032100028 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40528/1/YULIANA-FUF.pdf · penulis sehingga dapat selalu berfikir positif guna melanjutkan

80

mereka terhadap Dewa-dewanya bukan sebagai makhluk yang rendah terhadap

Tuhan Yang Maha Kuasa, melainkan sebagai daya upaya mempengaruhi

kekuatan-kekuatan gaib agar mengikuti kehendak mereka. Jadi hubungan mereka

dengan kekuatan-kekuatan tersebutt bersifat magis, sehingga fungsi ritus menjadi

amat penting sebagai alat untuk mempengaruhi Dewa-dewa.62

Menurut Mudjahid, tentang konsep ketuhanan agama Hindu politeis.

karena agama Hindu mempercayai banyak Dewa-dewa dan setiap Dewa memiliki

kedudukan yang sama tinggi. Dalam agama Hindu sendiri konsep Dewa-dewa

masih menempati posisi yang kabur, karena belum ada gambaran tentang adanya

Dewa yang tertinggi.

2. T.H. Thalhas

Teuku Hasan Thalhas, lahir di Pulau Aceh Utara pada tanggal 5 April

1934. Sejak kecil ia telah mendapatkan pendidikan formal di tempat kelahirannya

hingga dalam lembaga Volks School pada tahun 1941-1943. Pendidikan agama

secara formal baru dinikmatinya ketika memasuki Madrasah al-Muslim

Peusangan pada tahun 1948. Pendidikan formal keagamaannya pun semakin

diasah ketika memasuki lembaga Pra SMI Lho‟ Seumawe di bawah asuhan

T.M.Hasby Ash-Shiddieqy. Ia juga pernah mendalami ilmu agama Islam di PGA

Negeri Kutaraja dan Bogor pada tahun 1951 sampai 1955. Pendidikan Hakim

Agama Negeri ditempuhnya di kota Yogyakarta selama 4 tahun, tepatnya tahun

1955 hingga 1958, dan dikota yang sama ia melanjutkan pendidikan agama di

Perguruan Tinggi Agama Islam sejak tahun 1958 sampai 1961 sampai

62Mudjahid Abdul Manaf, Sejarah Agama-Agama, h. 10-11.

Page 92: Yuliana 1113032100028 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40528/1/YULIANA-FUF.pdf · penulis sehingga dapat selalu berfikir positif guna melanjutkan

81

memperoleh gelar BA. Ia menyempatkan diri mengikuti pendidikan di Fakultas

Ushuluddin, Institut Agama Islam Negeri Sunan Kalijaga di Yogyakarta, Jurusan

Perbandingan Agama dan berhasil memperoleh gelar sarjana. Selain pendidikan

formal keagamaan, ia juga menempuh pendidikan ekonomi di Jakarta pada tahun

1974.63

Menurut Thalhas, dalam agama Hindu tidak ada pengertian atau konsep

tentang Tuhan dalam arti kata yang sebeneranya seperti dalam Islam. Hinduisme

mempertuhannkan Dewa-dewa. Sati diantara Dewa tersebut menjadi Dewa

tertinggi. Itupun tidak untuk selama-lamanya. Dalam sejarah Hindu, Dewa-dewa

itu silih berganti memegang kekuasaan sebagai Tuhan yang tertinggi. Misalnya

Trimurti, akan tetapi ketiga oknum Dewa tersebut sifatnyanya selalu berubah.

Ketika Dewa yang satu luntur kedudukannya maka di ganti Dewa lainnya. Tapi

bagi penduduk yang bermazhab masing-masing Dewa yang mereka sembah tetap

yang memiliki kedudukan yang tinggi. Dalam agama Hindu ada juga kepercayaan

kepada Dewa. Orang yang beranggapan bahwa kegiatan Dewa dapat menjelma

menjadi perempuan, yang disebut Sakti. Di samping itu mereka juga percaya pada

setiap Dewa-dewa terdapat Dewi-dewi. Selain itu juga, setiap Dewa mereka

yakini memiliki kendaraan.64

Pokok ajaran pangkal ajaran Hindu tentang Dewa-dewa berasal dari

paham animisme. Maka tidak heran apabila dalam Hindu banyak sekali Dewa-

dewa. Semuanya merupakan penjelmaan kekuatan alam. Semua Dewa dipuja oleh

63Tamrin, Paradigma Penafsiran al-Qur‟an Nusantara (Analisis Penafsiran Aceh „Tafsir

Pase‟), (Palu: STAIN Datokaramah), h. 3-6.

64

T.H. Thalhas, Pengantar Studi Ilmu Perbandingan Agama (Jakarta: Galura Pase, 2006),

h. 59-61.

Page 93: Yuliana 1113032100028 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40528/1/YULIANA-FUF.pdf · penulis sehingga dapat selalu berfikir positif guna melanjutkan

82

orang Hindu agar memberikan kebaikan. Selain Dewa, dalam agama Hindu

binatang65

juga merupakan objek pemujaan. Thallhas juga berbicara tentang

ajaran Hindu Bali, orang Bali sendiri mengatakan agamanya dengan “Gamabali”

atau “Gamatirta”. Tirta artinya air, karena secara bahasa dan linguistik Hindu

berarti air (Shindu). Ajaran Hindu Bali atau Hindu Dharma juga percaya kepada

Tuhan Yang Maha Esa, yang dalam prakteknya dapat dicapai melalui jalan

perantara Dewa. Mereka percaya adanya Dewa-dewa sebagai makhluk Tuhan

yang mempunyai kedudukan sebagai perantara hidup kebatinan dan keagamaan

antara manusia dan Tuhan. Dewa-dewa itu mereka anggap sebagai malaikat.

Dewa-dewa menurut keyakinan mereka dikenal ada tiga puluh tiga Dewa yang

terpenting, sedangkan masyarakat Hindu Bali lebih memuliaka Dewa Shiwa

daripada Dewa-dewa lainnya. Ini menunjukkan bahwa agama Hindu bali

menganut aliran Shiwa.66

Menurut Thallhas, Hindu tidak memiliki konsep ketuhanan seperti dalam

Islam konsep ketuhananya jelas. Tetapi Hindu mempertuhankan Dewa-dewa

meski begitu Thallhas tidak mengatakan kalau agama Hindu politeis, tetapi

Thallhas mengatakan kalau adanya konsep Dewa-dewa berasal dari paham

animisme jadi tidak heran kalau Hindu memiliki banyak Dewa. Tetapi ketika

berbicara tentang Hindu Bali, Thallhas mengatakan dengan jelas kalau Hindu Bali

percaya kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan Dewa sendiri dikatakan sebagai

malaikat.

65Kera dulu menjadi tentara Rama, sebagai penjelmaan Wisnu di bawah pimpinan

Hanoman. Binatang-binatang lain yang harus dipuja di antaranya; Lembu, Ular dan Buaya.

66

T.H. Thalhas, Pengantar Studi Ilmu Perbandingan Agama, h. 64-67.

Page 94: Yuliana 1113032100028 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40528/1/YULIANA-FUF.pdf · penulis sehingga dapat selalu berfikir positif guna melanjutkan

83

3. Prof. Dr. H. Abdullah Ali, MA.

Abdullah Ali, Lahir di Cirebon, 27 November 1949. Berprofesi sebagai

Guru Besar Ilmu Sosial atau Sosiologi Antropologi di Sekolah Tinggi Agama

Islam Negeri (STAIN) Cirebon. Mengawali pendidikan selama 6 tahun di Sekolah

Rakyat Islam (SRI) Daru‟l Hikam Cirebon 1962, 4 tahun di PGA Daru‟l Hikam

Cirebon (1966), 6 tahun di PGA Negeri Cirebon 1969, S1 Fakultas Ushuluddin

Jurusan Perbandingan Agama IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta 1976, S2

Antropologi Universitas Indonesia (UI) Jakarta 1991, S3 Sosiologi-Antropologi

Universitas Pajajaran (Unpad) Bandung 2003.67

Pengalaman Karir Akademik, dimulai dengan menjadi Dosen Luar Biasa

pada Fakultas Tarbiyyah IAIN SGD Cirebon sejak tahun 1977, dan diangkat

sebagai dosen tetap tahun 1980 pada institusi yang sama. Pengalaman

kepemimpinan, ketua tim pembina Mahasiswa, Kepala Biro Riset (1980-1981),

Ketua Jurusan Bahasa Arab (1981-1982), Ketua Jurusan PAI (1982-1983), Ketua

Jurusan Tadris IPS/Bhs. Inggris Fakultas Tarbiyyah IAIN Cirebon (1983-1990),

Pudek I PTI, Kepala Pusat Pengabdian Masyarakat (1996-1998), Ketua Jurusan

Dakwah (1998-2000), dan Pembantu Ketua IV STAIN Cirebon (2000-2002).68

Abdullah Ali, dalam membicarakan mengenai ketuhanan agama Hindu,

Ali mengawalinya dengan menjelaskan kelahiran agama Hindu. Menurut Ali,

kelahiran agama Hindu di latarbelakangi dengan akulturasi kebudayaan antara

bangsa Aria sebagai bangsa pendatang dari Iran, dengan bangsa Dravida sebagai

penduduk asli India. Dengan segala kepercayaan dan kebudayaan yang bersifat

67Abdullah Ali, Agama Dalam Ilmu Perbandingan (Bandung: Nuansa Aulia, 2007), h.

255.

68

Abdullah Ali, Agama Dalam Ilmu Perbandingan, h. 256.

Page 95: Yuliana 1113032100028 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40528/1/YULIANA-FUF.pdf · penulis sehingga dapat selalu berfikir positif guna melanjutkan

84

Vedawi, telah menjadi thesa di satu pihak, dan kepercayaan bangsa Dravida yang

animis telah menjadi antithesa di lain pihak. Dari sinkretisme antara keduanya,

lahir agama Hindu (Hinduisme) sebagai synthesa. Berlatar belakang statusnya

sebagai bangsa pendatang, maka bangsa Aria merasa memiliki kelebihan daripada

bangsa Dravida. Kedudukan bangsa Aria yang terdiri dari para brahmana ahli

kitab itu, bagaimanapun tidak bisa disejajarkan dengan orang-orang awam pada

umumnya, sehingga tidaklah menherankan jika di kemudian hari agama Hindu

lebih banyak diwarnai oleh adanya klasifikasi masyarakat penganutnya ke dalam

kasta-kasta. Karena kaum brahmana yang menguasai kitab Veda telah menjadi

kleompok penentu ajaran Hindu, karena itu agama Hindu dikenal juga dengan

istilah agama Brahmana atau disebut Dharma dalam bahasa Sansekerta. Dari sisi

lain, agama Hindu terkadang disebut juga agama Weda, yang wujud lahiriahnya

terdiri dari empat kelompok, yaitu: Rig Weda, Sama Weda, Yayur Weda, dan

Atharwa Weda.69

Ali, menyebut ketuhanan Trimurti mengenai konsep ketuhanan agama

Hindu. Menurut Ali, sistem ketuhanan Hindu mendekati paham materialisme

yang bersifat naturalis, karena disandarkan pada peristiwa dan kejadian alam,

sehingga hampir segala gejala dan gerak alamiah merupakan manifestasi dari

lambang kekuatan. Jadi menurut Ali, kepercayan terhadap kekuatan yang

majemuk itu tidak heran jika menggiring ketuhanan Hindu ke arah politeisme

yang memuja banyak Dewa.70

69Abdullah Ali, Agama Dalam Ilmu Perbandingan, h. 159-160.

70

Abdullah Ali, Agama Dalam Ilmu Perbandingan, h. 161.

Page 96: Yuliana 1113032100028 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40528/1/YULIANA-FUF.pdf · penulis sehingga dapat selalu berfikir positif guna melanjutkan

85

Ketuhanan yang politeis dalam agama Hindu, menurut Ali, akan jelas

terlihat ketika memperhatikan pemujaannya, yang tidak hanya dilakukan kepada

satu Dewa, akan tetapi bermacam-macam Dewa sesuai dengan gerak alam.

Seperti halnya, penguasa matahari oleh Dewa Surya, langit dan lautan oleh Dewa

Waruna, hujan dan perang untuk Dewa Indra, atau angin topan untuk Dewa

Maruta dan bumi oleh Dewi Pertiwi.71

Ali juga membicarakan tentang agama

Hindu Bali, menurut Ali, agama Hindu Bali merupakan perpaduan antara Hindu,

Budha dan adat istiadat masyarakat Bali sendiri, dimana pengaruh Hindu tampak

pada upacara pembakaran mayat, pembagian kasta, dan lain-lain. Sedangkan

pengaruh Budha, dapat dilihat terutama sekali pada kesukaan masyarakat Bali

terhadap hal-hal ghaib (kebatinan).72

Berbicara tentang ketuhanan Hindu, menurut Ali, dasar kehidupan Bali

asli sudah agamis, sehingga kehadiran Hindu dan Budha cukup mendapat tempat

tersendiri untuk dapat berkembang lebih maju. Menurut Ali, agama Hindu Bali

sendiri sangat mempercayai peranan Dewa-dewa yang disimbolkan dalam wujud

patung-patung di setiap pura, sekaligus dengan tempat pemujaannya, bahkan

sampai ke rumah-rumah sekalipun. Sebagai Dewa tertinggi yang menguasai langit

dan bumi serta sumber kehidupan, adalah sang Hyang Titah atau disebut juga

Sang Hyang Widhi (Widiwasa).73

Meurut Ali, konsep ketuhanan agama Hindu

mendekati paham matrealisme. Paham yang menyandarkan pada kekuatan

majemuk, kemudian paham inilah yang menurut Ali menggiring agam Hindu ke

71 Abdullah Ali, Agama Dalam Ilmu Perbandingan, h. 161-162.

72

Abdullah Ali, Agama Dalam Ilmu Perbandingan, h. 175.

73

Abdullah Ali, Agama Dalam Ilmu Perbandingan, h. 175.

Page 97: Yuliana 1113032100028 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40528/1/YULIANA-FUF.pdf · penulis sehingga dapat selalu berfikir positif guna melanjutkan

86

arah politeis, hal ini juga semakin diperkuat dengan pemujaan kepada Dewa-

dewa.

4. Khotimah, M. Ag

Khotimah dilahirkan di Pulaukijang Indragiri Hilir, 16 Agustus 1974

merupakan dosen di Fakultas Ushuluddin Jurusan Perbandingan Agama dalam

bidang Agama-agama Dunia. Jenjang pendidikan Madrasah Ibtidaiyah dan

Madrasah Tsanawiyah diselesaikan di Pulaukijang, Madrasah Aliyah diselesaikan

di Kotabaru keritang INHIL. Pendidikan S1 dan S2 di UIN Riau. Diangkat

menjadi dosen tetap di Fakultas ini pada tahun 2005. Tulisan-tulisan ilmiah

berupa penelitian-penelitian yang terkat dengan masalah problem-problem sosial

keagamaan terus dilakukan setiap tahunnya. Karya berupa buku ber ISBN yang

telah diterbitkan adalah Gerakan Pembaharuan Agama-agama (2009), buku

Agama Hindu ini merupakan buku kedua (sebelum Buku ajar agama Yahudi dan

Kristen yang di tulis bersama Tarpin, M. Ag.) yang disususn khusus sebagai

bahan ajar bagi mahasiswa Perbandingan Agama yang menjadikan mata kuliah

Agama Hindu sebagai salah satu mata kuliah wajib.

Menurut Khotimah, sistem ketuhanan Hindu mendekati paham

matrealisme yang mendekati paham matrealisme yang bersifat naturalis, karena

disandarkan pada peristiwa dan kejadian alam, sehingga segala gejala dan gerak

alamiah merupakan manifestasi dari lambang kekuatan. Tidaklah mengherankan

jika menurut kepercayaan terhadap kekuatan yang majemuk itu menggiring

ketuhanan Hindu kearah politeisme yang menuju banyak Dewa. Diantara sekian

banyak Dewa yang dipuja sebagai sumber kekuatan, hakikatnya terkoordinasi

Page 98: Yuliana 1113032100028 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40528/1/YULIANA-FUF.pdf · penulis sehingga dapat selalu berfikir positif guna melanjutkan

87

dalam ketuhanan Trimurti. Dalam agama Hindu, kepercayaan adanya Tuhan

adalah dasar-dasar keyakinan umat beragama Hindu yang disebut sebagai Panca

Sraddha. Dalam menuju ke jalan Tuhan, umat beragama Hindu perlu menghayati

apa yang diajarkan dalam Panca Sraddha karena pada akhir keyakinan Panca

Sraddha ini adalah Moksa yaitu Peringkat menuju Tuhan.74

Agama Hindu mengajarkan tentang keyakinan adanya Tuhan Yang Maha

Esa sebagaimana agama-agama lain pada umumnya. Agama Hindu memiliki dua

konsep ketuhanan yaitu: Nirguna Brahman (Tuhan yang tanpa wujud) yang

disebut dengan Brahman. Dan Saguna Brahman (Tuhan dalam bentuk pribadi)

yang merupakan dasar konsep Trimurti. Tuhan dalam agama Hindu adalah

Brahman yang merupakan asal dari segala yang ada, dan yang akan ada, baik yang

bersifat nyata (sekala) maupun yang tidak nyata (niskala). Alam semesta jagad

raya ini adalah ciptaan Tuhan sebagai wujud nyata akan kemahaberadaan Tuhan.

Percaya terhadap adanya Tuhan mempunyai pengertian yakin dan iman terhadap

Tuhan itu sendiri. Yakin dan iman ini merupakan pengakuan atas dasar keyakinan

bahwa sesungguhnya Tuhan Yang Maha Esa, Maha Kuasa dan Maha segalanya.

Tuhan Yang Maha Kuasa, disebut juga Hyang Widhi (Brahman) adalah Ia yang

berkuasa atas segala yang ada ini.75

Menurut Khotimah, Dewa-dewa yang di manifestasikan tersebut juga

dipanggil sebagai Trimurti adalah tiga wujud Sang Hyang Widhi. Wujud-

wujudnya adalah Brahman, Wisnu dan Siwa. Tiga Dewa Trimurti berhubungan

dengan tiga guna dalam permainan kosmis dalam penciptaan, pemeliharaan dan

74Khotimah, Agama Hindu dan Ajaran-ajarannya (Riau: Daulat Riau, 2013), h. 41.

75

Khotimah, Agama Hindu dan Ajaran-ajarannya, h. 42.

Page 99: Yuliana 1113032100028 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40528/1/YULIANA-FUF.pdf · penulis sehingga dapat selalu berfikir positif guna melanjutkan

88

pemusnahan (pengembalian ciptaannya ke asalnya). Wisnu melambangkan

sattavaguna, Siwa melambangkan sifat tammas, dan Brahma berdiri antara

keduanya ini dan melambangkan sifat rajas.76

Menurut Khotimah, konsep

ketuhanan Hindu adalah percaya akan Tuhan ada dan Maha Kuasa. Bisa dikatakan

bahwa agama Hindu memiliki konsep ketuhanan yang Monoteis, tetapi untuk

memberi kemudahan bagi para pemeluknya mereka membagi konsep ketuhanan

menjadi dua konsep yaitu, Saguna Brahman dan Nirguna Brahman. Disini yang

sering di puja oleh pemeluk Hindu yaitu Saguna Brahman, yang merupakan dasar

dari konsep Trimurti.

5. M. Ali Imron

Sejauh penelusuran penulis, penulis tidak menemukan biografi Rifai, tapi

berdasarkan informasi yang Penulis ketahui, Imron adalah dosen IAIN Lampung.

Menurut Imron, Agama Hindu meliputi berbagai aliran serta pandangan luas

terhadap hukum dan aturan tentang moralitas sehari-hari yang berdasarkan karma,

dharma, dan norma kemasyarakatan. Agama ini memang cenderung seperti

himpunan berbagai pandangan filosofis atau intelektual daripada seperangkat

keyakinan yang baku dan seragam. Apabila dikaji lebih dalam, agama Hindu lebih

merupakan suatu cara hidup daripada kumpulan kepercayaan. Sejarahnya juga

menerangkan mengenai isi kandungannya yang meliputi berbagai kepercayaan,

hal-hal yang harus dilakukan, dan yang boleh dilakukan. Agama ini tidak

mempunyai kepercayaan yang membawanya turun hingga kepada penyembahan

76 Khotimah, Agama Hindu dan Ajaran-ajarannya, h. 47.

Page 100: Yuliana 1113032100028 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40528/1/YULIANA-FUF.pdf · penulis sehingga dapat selalu berfikir positif guna melanjutkan

89

batu dan pohon-pohon, dan membawanya naik pula kepada masalah-masalah

falsafah yang abstrak dan halus.77

Berbicara mengenai sistem kepercayaan Hindu, menurut Imron, Weda

menjadi kitab suci yang menjadi pedoman bagi umat Hindu dalam menjalankan

aktivitas keagamaan mereka. Tidak hanya itu, melalui suci ini juga, umat

diajarkan tentang etika dan tata cara hidup sebagai makhluk sosial. Banyak yang

berpendapat bahwa Hindu merupakan agama yang beraliran politeisme karena

memuja banyak Dewa, namun menurut Imron tidak sepenuhnya demikian. Sebab,

dalam agama Hindu bukanlah Tuhan sendiri. Menurut umat Hindu, Tuhan itu

Maha Esa dan tiada duanya. Dalam salah satu ajaran filsafat Hindu, Adwaita

Wedanta, dijelaskan bahwa hanya ada satu kekuatan dan menjadi sumber dari

segala yang ada (Brahman), yang memanifestasikan diri-Nya kepada manusia

dalam beragam bentuk.78

Untuk memahami konsep ketuhanan Hindu, menurut Imron seseorang

dapat merujuk kepada ajaran agama Hindu yang di bangun atas tida kerangka

dasar, yaitu Tattwa, Susila, dan Acara Agama. Ketiganya merupakan satu

kesatuan entegral yang tak terpisahkan serta menjadi dasar dalam setiap perilaku.

mengenai konsep ketuhanan maka yang akan penulis bahas disini mengenai

Tattwa (filsafat), dalam pandangan Imron; sebagai dasar keyakinan Hindu tattwa

mencakup lima hal yang disebut Panca Sradha pokok-pokok keimanan tersebut

terdiri atas Widhi Tattwa, Atma Tattwa, Karmaphala Tattwa, Punarbhawa

77M. Ali Imron, Sejarah Terlengkap Agama-agama Di DuniaDari Masa Klasik Hingga

Masa Modern (Yogyakarta: IRCisOd, 2015), h. 70.

78

M. Ali Imron, Sejarah Terlengkap Agama-agama Di Dunia, h. 87-88.

Page 101: Yuliana 1113032100028 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40528/1/YULIANA-FUF.pdf · penulis sehingga dapat selalu berfikir positif guna melanjutkan

90

Tattwa, dan Moksa Tattwa.. Keimanan srada kepada Tuhan merupakan dasar

kepercayaan yang harus dipegang teguh oleh para penganut agama Hindu.

Mengenai Widhi Tattwa atau yang biasa kita dengan sebutab Brahman yaitu

percaya adanya Tuhan, dikutip dari tulisan Pudja (1999: 3), konsep ketuhanan

dalam agama Hindu disebut Brahmawidya, yang artinya sama dengan telogi, yaitu

ilmu yang mempelajari tentang Tuhan. Brahman dalam agama Hindu berarti

Tuhan, gelar yang diberikan kepada Tuhan sebagai Dzat yang maha memberikan

kehidupan kepada semua ciptaan-Nya; Dia adalah Dzat Yang Maha Kuasa.79

Oleh karena itu, menurut Imron, konsep ketuhanan Hindu tidaklah politeis

meski banyak yang berpedapat kalau Hindu politeis, Imron mengatakan agama

Hindu tidak politeis berdasakan pengakuan umat Hindu yang baginya Tuhan itu

Maha Esa dan tidak ada duanya. Karena itu, menurut Imron, umat Hindu wajib

meyakini atau beriman terhadap Hyang Widhi (Brahman). Akan tetapi menurut

ajaran Hindu Tuhan Yang Maha Esa tidak terjangkau oleh pikiran dan indra, jadi

yang gaib disebut dengan berbagai nama sesuai dengan jangkauan pikiran, nama

Dia hanya satu, tunggal ada-Nya. Karena Tuhan itu tidak terjangkau oleh pikiran

maka orang membahayangkan bermacam-macam sesuai dengan kemampuannya.

Tuhan Yang Tunggal itu dipanggilnya dengan banyak nama sesuai dengan fungsi-

Nya.80

79M. Ali Imron, Sejarah Terlengkap Agama-agama Di Dunia, h. 88-89.

80

M. Ali Imron, Sejarah Terlengkap Agama-agama Di Dunia, h. 90.

Page 102: Yuliana 1113032100028 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40528/1/YULIANA-FUF.pdf · penulis sehingga dapat selalu berfikir positif guna melanjutkan

91

BAB IV

MEMAHAMI KONTEKS PARA PENULIS

A. Menghukumi Politeisme

Studi tentang agama-agama di kalangan Muslim Indonesia mulai

berkembang pada dekade 40-an dan 50-an. Pada dekade ini muncul beberapa

literatur tentang agama-agama yang ditulis oleh beberapa intelektual Muslim pada

masa itu. Pada dekade 60-an, literatur tentang agama-agama yang ditulis oleh

sarjana Muslim semakin banyak bermunculan dengan tema-tema perbandingan

dan ada yang sudah menggunakan kata “Perbandingan” dalam judulnya. Masuk

dekade 70-an perbincangan tentang penelitian agama mulai marak, dan pada

dekade ini muncul para Penulis Muslim yang menulis tengang agama, di antara

buku yang terbit pada dekade ini adalah Perbandingan Agama (1970 karya Moh.

Rifai, Perbandingan Agama (1973) karya Agus Hakim, Ilmu Perbandingan

Agama (1986) karya Habullah Bakry, Menguak Misteri Agama-agama Besar

(1986) H. M. Arifin. M. Ed, Agama-agama Besar Di Dunia (1988) Jousoef

syu’yb, Sejarah Agama-agama (1996) Mudjahid Abdul Manaf. Sebagian besar

buku yang ditulis oleh sejumlah intelektual Muslim pada dekade di atas

sebagaimana di lihat dari isi karya-karya mereka, masih berisi tulisan-tulisan yang

bercorak teologis, dengan menggunakan kriteria agama sendiri untuk menilai

agama lain, hal ini tidak jarang akan menimbulkan sikap apologis, apologetik dan

bahkan provokatif.1

1Ahmad Norma Permata, Metodologi Studi Agama (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2000),

h. 25.

Page 103: Yuliana 1113032100028 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40528/1/YULIANA-FUF.pdf · penulis sehingga dapat selalu berfikir positif guna melanjutkan

92

Dari penjelasan yang disampaikan pada bab sebelumnya, yaitu para

Penulis Muslim yang menulis tentang konsep ketuhanan agama Hindu, maka dari

uraian diatas dapat kita lihat mereka memiliki pandangan yang serupa dalam

menulis karya-karya tentang Perbandingan Agama yang di dalamnya ada

pembahasan bahwa agama Hindu itu politeis yaitu Moh. Rifai, Agus Hakim,

Hasbullah Bakry, Jousouf Sou’yb, Mujahid Abdul Manaf dan H. M. Arifin.

walaupun tidak semuanya mengatakan dengan tegas kalau Hindu politeis, tapi

dari tulisan meraka dapat kita amati pendapat mereka tentang agama Hindu

mengarah kepada ketuhanan Hindu yang politeis.

Mereka menyadari Perbandingan Agama sebagai kajian ilmiah dengan

pendekatan ilmiah pula, namun sepenuhnya setuju dengan gaung semangat

dakwah, finalitas dan kesempurnaan Islam dibanding agama lain dan

kekhawatiran jika Perbandingan Agama sepenuhnya menjadi kajian ilmiah lalu

digunakan secara tidak benar akan menggoyahkan atau membahayakan akidah

(keyakinan).2 Jika kita lihat dari latar belakang penulis, ada bebarapa hal yang

menjadi latarbelakang tulisan dari para Penulis mengatakan Hindu politeis,

sebagai berikut:

1. Ilmu Perbandingan Agama Untuk Dakwah

Mereka yang hidup pada tahun-tahun 70an-80an, sebagian besar masih

memandang Ilmu Perbandingan Agama untuk dakwah. Meskipun tidak semuanya

kuliah di Jurusan Perbandingan Agama tetapi kebanyakan dari mereka belajar di

Jurusan Perbandingan Agama. Ilmu Perbandingan Agama di kaum Muslim

2Media Zainul Bahri, Wajah Studi Agama-agama “Dari Era Teosofi Indonesia (1901-

1940) Hingga Masa Reformasi (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2015), h.194-195.

Page 104: Yuliana 1113032100028 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40528/1/YULIANA-FUF.pdf · penulis sehingga dapat selalu berfikir positif guna melanjutkan

93

Indonesia secara formal akademik lahir di PTAIN (Perguruan Tinggi Agama

Islam Negeri) Yogyakarta pada 1961, setelah berdirinya dua pendidikan tinggi

Islam Negeri, yaitu di PTAIN Yogayakarta dan ADIA Akademi Dinas Ilmu

Agama) Jakarta. Kelahiran jurusan PA di Fakultas Ushuluddin tidak bisa lepas

dari Professor Mukti Ali, seorang cendikiawan Muslim terkemuka yang meraih

gelar Doktor. Namun, menurut menurut Mukti Ali, harus diakui keadaan studi

agama khususnya agama Islam, di Indonesia pada tahun 1950 dan 1960-an masih

sangat lemah. Sebab kelemahan dalam pengembangan ilmu agama, khususnya

Islam, antara lain (1) kekurangan bacaan ilmiah, (2) kekurangan penelitian secara

ilmiah, (3) kekurangan diskusi akademis, dan (4) masih rendah penguasaan

bahasa asing di antara sebagian besar mahasiswa dan dosen, sementara relatif

sedikit buku-buku ilmu agama yang ditulis dalam bahasa Indonesia yang

pembahasannya sangat analitik.3

Ada juga faktor-faktor fundamental lainnya pada masa itu menurut Mukti

Ali adalah: pertama, kehidupan keagamaan di Indonesia yang lebih menekankan

aspek mistik, tepatnya lebih ke “amaliah” daripada “pemikiran”. Karena itu

kehidupan keagamaan model itu jauh dari pendekatan agama secara ilmiah.

Kedua, pemikiran ulama-ulama di Indonesia dalam Islam masa itu lebih banyak

ditekankan dalam bidang fikih dengan pendekatan yang sangat normatif. Ketiga,

dengan kondisi itu muncullah reaksi di kalangan pemikir-pemikir Muslim

Indonesia, seperti Professor Harun Nasution, Guru Besar Filsafat Islam IAIN

Syarif Hidayatullah, Jakarta. Ia menentang kehidupan agama yang serba mistis

3Media Zainul Bahri, Wajah Studi Agama-agama, h. 185-187.

Page 105: Yuliana 1113032100028 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40528/1/YULIANA-FUF.pdf · penulis sehingga dapat selalu berfikir positif guna melanjutkan

94

dan pendekatan agama secara normatif yang terpusat kepada fikih. Karenanya, ia

menulis buku-buku yang amat penting dan fundamental dalam bidang Ilmu Kalam

dan Filsafat. Meski demikian, Ilmu Perbandingan Agama, dalam menghadapi

reaksi seperti itu, menurut Mukti Ali, tetap mesti berhati-hati supaya ilmu itu tidak

terseret ke dalam Teologi maupun Filsafat Agama.

Keempat, timbulnya semangat dakwah yang begitu hebat di Indonesia,

terutama setelah terjadi pemberontakan komunis pada 1965. Dengan

pemberontakan itu umat Islam jadi sadar bahwa dakwah di Indonesia harus lebih

ditingkatkan. Semangat dakwah yang seperti ini menimbulkan satu cabang ilmu

pengetahuan sendiri, yaitu “Ilmu Dakwah” atau “Misiologi”. Jika dalam

perbandingan Agama, agama-agama diuraikan sebagaimana adanya dengan

berusaha untuk mencari persamaan dan perbedaan antara satu agama dan agama

lainnya, maka dalam Ilmu Dakwah, agama-agama diuraikan dalam hubungannya

dengan agama Islam untuk menunjukkan keunggulan Islam atas agama-agama

lain. Tentu saja ilmu Perbandingan Agama berbeda dengan Ilmu Dakwah.4

Kelima, yang menjadi penyebab ilmu Perbandingan Agama kurang

berkembang di Indonesia adalah dugaan bahwa ilmu ini datang dari Barat. Karena

itu, orang-orang Islam melihatnya dengan curiga. Keenam, peserta-peserta kuliah

Perbandingan Agama kurang menguasai ilmu-ilmu bantu Perbandingan Agama,

seperti sejarah, sosiologi, antrpologi, arkeologi, yaitu ilmu-ilmu yang dapat

membantu orang untuk memahami fenomena berbagai agama. Selain itu,

kekurangan lainnya yaitu peserta Jurusan ilmu ini kurang memahami bahasa

4 Media Zainul Bahri, Wajah Studi Agama-agama, h. 187.

Page 106: Yuliana 1113032100028 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40528/1/YULIANA-FUF.pdf · penulis sehingga dapat selalu berfikir positif guna melanjutkan

95

asing. Bahasa menjadi salah satu hal penting, karena hal yang ideal jika orang

yang ingin mempelajari ilmu Perbandingan Agama itu harus memahami bahasa

asli dari kitab suci dan ajaran-ajaran dari agama yang akan dipelajarinya.5

Definisi Mukti Ali yang berkutat pada soal menghubungkan satu agama

dengan agama lain dan menemukan persamaan serta perbedaan struktur dan

pranata agama-agama kelihatannya menjadi ikon definisi yang baku sejak era

1960 masa Mukti Ali hingga pertengahan 1990, bahkan hingga saat ini. kita dapat

menemukan definisi-definis tersebut dalam beberapa karya yang sudah disebutkan

sebelumnya. Definisi yang serupa mengenai Perbandingan Agama disebabkan

referensi yang dirujuk adalah sama. Biasanya referensi yang dirujuk oleh para

penulis di atas adalah karya Mukti Ali. Dalam perkembangannya, studi ini

memang terdapat definisi lain yang lebih spesifik dan variatif. Selama memakai

nama “Perbandingan Agama” untuk mencari persamaan dan perbedaan seolah

menjadi ikon yang tak biasa dilepaskan dari kajian ini, meskipun masuk pula

pengertian-pengertian lain, baik yang lebih spesifik maupun lebih luas.6

Jika dilihat dari berbagai definisi yang telah disebut dapat pula dipahami

bahwa tujuan studi ini adalah untuk membandingkan berbagai ajaran dan sitem

keagamaan yang berbeda-beda. Hal tersebut yang kemudian menimbulkan

pertanyaan, untuk apa agama dibanding-bandingkan. Mengutip dari salah satu isi

Pasal Khusus yang dibuat Mukti Ali berjudul “Guna dan faedah Ilmu

Perbandingan Agama bagi seorang Muslim” yang isinya: pengetahuan tentang

agama-agama lain, bukan hanya berguna bagi para mubaligh, tetapi adalah sangat

5Media Zainul Bahri, Wajah Studi Agama-agama, h. 188.

6Media Zainul Bahri, Wajah Studi Agama-agama, h. 188-192.

Page 107: Yuliana 1113032100028 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40528/1/YULIANA-FUF.pdf · penulis sehingga dapat selalu berfikir positif guna melanjutkan

96

penting bagi setiap Muslim, untuk mencari segi-segi persamaan antara agama

Islam dengan agama-agama bukan Islam. Hal ini sangat berguna untuk

perbandingan, untuk membuktikan, dimanakah segi-segi dari agama Islam yang

melebihi agama-agama lain, berguna juga untuk menunjukkan bahwa agama-

agama lain datang sebelum Islam itu adalah sebagai pengantar terhadap kebenaran

yang lebih luas dan lebih penting, ialah agama Islam.7

Dari salah satu isi dari Pasal khusus yang dibuat Ali, dapat dipahami,

manfaat dari Perbandingan Agama bagi kaum Muslimin adalah untuk berdakwah.

Kegiatan dakwah Islam yang menjadi bagian dari studi Perbandingan Agama

dalam kenyataan Ali itu cukup mengejutkan. Karena mengingat tiga hal tentang

Ali, yaitu: (1) Ali adalah salah satu murid “Kinasih” Wilfred C. Smith, Mahaguru

Perbandingan Agama di Mc Gill, Kanada yang sangat ia kagumi karena

kedalaman dan objektivitasnya sebagai ilmuwan, (2) Ali juga mengkritik

pandangan apologis Louis Jordan tentang “superioritas dan inferioritas agama”,

dan (3) Ali menjelaskan bahwa ilmu itu berbeda dengan ilmu dakwah, meskipun

Perbandingan Agama lahir di masa-masa semangat dakwah Islam yang

menggelora. Memang dari awal, Ali telah menegaskan ketidaksetujuaannya atas

pandangan “ilmu untuk ilmu,” sebagaimana “seni untuk seni”.8

Baginya, ilmu bertujuan untuk ibadah, karena hidup adalah bentuk ibadah

kepada Allah. Ibadah di sini bagi Ali adalah bahwa ilmu Perbandingan Agama

ditujukan juga untuk mempermudah terwujudnya kerukunan hidup

antarberagama. Namun, tujuan pertama untuk menunjukkan superioritas Islam,

7Media Zainul Bahri, Wajah Studi Agama-agama, h. 192.

8Media Zainul Bahri, Wajah Studi Agama-agama, h. 193-194.

Page 108: Yuliana 1113032100028 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40528/1/YULIANA-FUF.pdf · penulis sehingga dapat selalu berfikir positif guna melanjutkan

97

inilah problem dalam konteks studi ilmiah Perbandingan Agama. Pernyataan itu

tentu jauh dari semangat menjadikan Perbandingan Agama sebagai ilmu yang

independen dengan metode ilmiah tertentu yang dapat diakui nilai objektivitasnya.

Pada sisi lain, apologia Ali dapat dipahami jika menyadari kehidupan umat Islam

dan corak kajian Islam yang eksklusif, berorientasi melulu fikih dan teologi, dan

karena itu muncul semangat dakwah yang tinggi di era 1960-an. Dan semangat

dakwah yang terdapat dalam kajian Ali, yang kemudian diteruskan oleh beberapa

murid intelektualnya dan hal inilah yang menjadikan penulis Muslim yang sudah

disebutkan di atas menulis karya dengan semangat dakwah.9

2. Mereka Tidak Belajar Langsung dari Para Pemeluk Agama Hindu

Untuk memahami sebuah agama yang menghasilkan suatu nilai yang

objketif tidak terlepas dari kerangka cara berfikir yang berlandasan pemikiran

adalah sangat menentukan penilaian objektif terhadap sebuah keyakinan (agama).

Hal ini karena agama bukan saja mengajarkan hal-hal yang rasionil, tapi juga

sebuah dogma, doktrin metafisis, supra natural yang perlu sebuah keyakinan yang

dijalankan tanpa di rasionalkan. Maka jika semua kajian dan pemahaman terhadap

agama dirasinalkan dengan tujuan untuk menghasilkan sebuah kajian dan

pemahaman yang objektif dan ilmiah, maka justru metode, fremawork kajian

untuk memahami yang dipakai adalah tidak objektif dan ilmiah, maka secara

otomatis hasilnyapun sangat tidak objektif. Jadi, ketika para penulis Muslim

tersebut ingin memahami agama Hindu maka perlunya melihat dan memahami

landasan pemikiran dan pandangan hidup dari pemeluk agama Hindu itu. Karena

9 Media Zainul Bahri, Wajah Studi Agama-Agama, h. 194

Page 109: Yuliana 1113032100028 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40528/1/YULIANA-FUF.pdf · penulis sehingga dapat selalu berfikir positif guna melanjutkan

98

tidak objektif bahkan rancuh apabila mereka menggunakan agama Islam untuk

memahami agama Hindu.10

Dalam buku Perbandingan Agama yang mereka tulis, mereka menyatakan

bahwa agama Hindu itu adalah politeis, hal tersebut bisa diduga bahwa para

penulis tersebut orang yang belum tahu tentang hakikat kebenaran agama Hindu.

Seperti Rifai, Thalhas, Agus, dan lainnya tampaknya mereka mencoba mengulas

agama Hindu secara subjektif dan cenderung chauvinis11

, artinya ketika

menguraikan perihal Hindu, mereka menggunakan kriteria agamanya sebagai

tolak ukur dan secara sepihak menempatkan agamanya sebagai “yang paling

mutlak benar”. Padahal jelas bahwa agama Hindu sebagaimana halnya agama-

agama resmi lainnya yang diakui keberadaannya adalah juga agama wahyu yaitu

suatu agama yang ajaran-ajarannya diturunkan oleh Tuhan Yang Maha Esa

melalui perantara para Maharsi.12

Masalahnya sekarang orang hendaknya tidak melihat keberadaan agama

Hindu hanya dari bagian kulit luar saja, sehingga muncul pandangan sempit

bahwa agama Hindu itu adalah agama yang politeis. Pandangan yang kurang tepat

ini terjadi juga akibat mereka yang tidak mencoba memahami dan menyelami

agama Hindu dari keutuhan kerangkanya yang dibangun atas tiga bagian yaitu

tattwa (filosofi), etika (perilaku kesusilaan), dan Yajna (upakara dan upacara).

Jika mereka berpijak pada pola pikir objektif, utuh dan niat yang murni diyakini

10Andika Maheva Wicaksono, “Hindu Bukanlah Agama Budaya,” diakses pada 8 April

2018 dari http://ukkh.stikom.edu/hindu-bukanlah-agama-budaya.html.

11

Chauvinis adalah ajaran atau paham mengenai cinta tanah air dan bangsa yang

berlebihan. Makna ini kemudian diperluas hingga mencakup fanatisme ekstrem dan tak berdasar

terhadap sesuatu kelompok yang diikuti.

12

I Gusti Ketut Widana, Hindu Berkiblat Ke India? Dan Pertanyaan Lain Tentang Hindu

(Denpasar: PT BP, 2001), h. 17.

Page 110: Yuliana 1113032100028 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40528/1/YULIANA-FUF.pdf · penulis sehingga dapat selalu berfikir positif guna melanjutkan

99

tidak akan lahir karya-karya tulisan yang justru mengingkari kemahakuasaan

Tuhan dalam mewahyukan ajaran-ajaranNya melalui agama-agama yang berbeda-

beda nama dan cara mencapainya.13

3. Buku-Buku atau Referensi yang Dibaca Sebagian Besar dari Sumber-

Sumber Islam.

Jika kita lihat lebih dala karya-karya mereka yang melahirkan tulisan pada

tahun 1970-1980an, mereka adalah orang-orang yang di training dalam lembaga-

lembaga Pendidikan Islam atau organisasi Islam untuk kepentingan dakwah, dan

mereka adalah kader-kader lembaga Islam. Karena untuk kepentingan dakwah

tentu karya-karya mereka tidak objektif, tapi subjektif. Jadi Perandingan

Agamanya beravidiasi kepada organisasi atau lembaga Islam jadi bukan

Perbandingan Agama di Universitas yang lebih netral. Semangat dakwah mereka

sangat tinggi oleh karena itu referensi yang dibaca sebagian besar dari Sarjana

Muslim, baik Sarjana Muslim yang dari Timur Tengah ataupun yang dari

Indonesia. Dapat dipastikan juga mereka tidak belajar langsung dari pemeluknya

terutama Hindu.

Dalam karya yang berjudul Perbandingan Agama, Rifai juga banyak

mengutip dari karya Penulis Muslim seperti Zainal Arifin Abbas, Hasbullah

Bakry, Mukti Ali dan lain lain. Rifai juga mengambil dari penulis Hindu yaitu G.

M. A. Pujo, meski begitu tetap saja Rifai tetap memberi pandangan jika Hindu

adalah politeis, dalam tulisannya juga Rifai selalu membandingkan antara Hindu

dan Islam. Seperti ketika berbicara tentang Dewa-dewa, Rifai mengatakan jika

13I Gusti Ketut Widana, Hindu Berkiblat Ke India? Dan Pertanyaan

Lain Tentang Hindu, h.21.

Page 111: Yuliana 1113032100028 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40528/1/YULIANA-FUF.pdf · penulis sehingga dapat selalu berfikir positif guna melanjutkan

100

agama Hindu pada pokoknya tidak mempercayai adanya Tuhan dalam arti yang

sebenar-benarnya, seperti dalam pengertian kita ummat Islam.14

Seperti karya Thallhas Pengantar Study Ilmu Perbandingan Agama, yang

di dalamnya juga ada pembahasan mengenai agama Hindu. Dalam karyanya

tersebut, Thallhas banyak mengutip dari penulis Muslim seperti Zainal Arifin,

Hasbullah Bakry, bahkan mengutip dari Honig yang dalam tulisan Honig sendiri

jelas dikatakan bahwa penulis menulis karyanya secara subjektif dan Honig juga

bukan seorang pemeluk Hindu melainkan kristen, jadi bisa jadi Honig menulis

kerya berdasarkan sudut pandang agama yang Honig anut.15

Seharusnya ketika

menulis tentang agama yang bukan yang dianut, penulis harus lebih banyak

mengambil sumber referensi dari penganut langsung agama yang sedang diteliti.

Supaya memperoleh informasi langsung dan informasi yang jelas, yang nantinya

pennulis bisa menyimpulkan pandangannya dengan tidak sepihak.

B. Memandang Objektif

1. Bersifat Lebih Akademik

Di masa reformasi terutama di atas tahun 2000-an di kalangan dosen-

dosen muda UIN Yogyakarta dan Jakarta sebenarnya terdapat keinginan yang

kuat untuk mengganti nama Jurusan atau Program Studi menjadi religious studies

seperti yang ada di Barat atau dalam istilah Indonesia menjadi “studi-studi

Agama”. Tidak semata-mata ingin merubah, beberapa suara dari generasi muda

UIN Yogyakarta yang menghendaki perunahan nama memiliki alasan pokok

misalnya nama Perbandingan Agama di masa reformasi terlalu sensitif. Di masa

14Moh. Rifai, Perbandingan Agaama, h. 93.

15

A. G. Honig, Ilmu Agama (Jakarta: PT BPK Gunung Mulia, 2011), h. 60.

Page 112: Yuliana 1113032100028 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40528/1/YULIANA-FUF.pdf · penulis sehingga dapat selalu berfikir positif guna melanjutkan

101

ketika meguatnya fundamentalisme agama, istilah perbandingan agama selalu

menjadi sasaran/hantaman keras kaum Islamis yang menganggap program studi

itu “berbahaya”. Dari prospek lapangan pekerjaan, sarjana Perbandingan Agama

juga sulit bersaing karena nama Perbandingan Agama kurang layak jual. Alasan

lain menurut Muttaqin, adalah bahwa ilmu Perbandingan Agama di masa Orde

Baru belum memiliki epistemologi yang mapan. Saat itu, studi Perbandingan

Agama lebih mengarah ke aktivitas dibanding kegiatan akademik atau

pengembangan keilmuan. Sedangkan saat ini, ilmu Perbandingan Agama telah

berkembang pesat, baik dari sisi metodologis maupun dari aspek materi-

materinya.16

Apabila ilmu Perbandingan Agama adalah ilmu yang mempelajari,

mengkaji agama-agama, dan tujuannya dapat memahami kemudian

mendeskripsikan sesuai dengan pengeertianyang dipercayai dan diakui oleh

pemeluk-pemeluknya17

, maka pada dasarnya ilmu Perbandingan Agama di dunia

Islam telah ada seiring munculnya Islam. Karena al-Qur’an yang merupakan kitab

suci dan rujukan utama umat Islam banyak membahas agama-agama di luar

Islam18

, termasuk agama yang sudah tidak berkembang. Di samping itu al-Qur’an

memberikan pedoman bagaimana seharusnya bersikap terhadap agama-agama

lain.

16Media Zainul Bahri, Wajah Studi Agama-Agama, h. 389.

17

Ali Anwar dan Tono Tp, Rangkuman Ilmu Perbandingan Agama

dan Filsafat (Bandung: Pustaka Setia, 2005), h. 145.

18

Di antaranya adalah: Surat Al-Baqarah(2): 62, yang menyebutkan

keberadaan agama-agama selain Islam. Surat An-Nisa(4): 46, menyebutkan

beberapa sifat orang-orang Yahudi. Dan masih banyak ayat-ayat al-Qur’an

lainnya yang berbicara tentang agama-agama di luar Islam.

Page 113: Yuliana 1113032100028 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40528/1/YULIANA-FUF.pdf · penulis sehingga dapat selalu berfikir positif guna melanjutkan

102

Seiring dengan kemajuan ilmu pengetahuan di berbagai bidang, terutama

tentang ilmu Perbandingan Agama, muncul penulis-penulis Muslim yang menulis

tentang agama Hindu tidak memandang secara subjektif akan tetapi secara

objektif, di antaranya adalah K.H. Zainal Arifin Abbas, ia menulis buku berjudul:

Perkembangan Pikiran Terhadap Agama, dalam buku tersebut tidak ada

perkataan yang mengatakan bahwa agama Hindu Politeisme atau menyembah

banyak Tuhan. Justru buku tersebut memuat keterangan yang positif tentang

agama Hindu. Dalam buku Zainal tersebut, Zainal mengulas tentang Brahma,

yang menurutnya Brahma itulah tujuan. Secara ringkas menurut Zainal, Brahma

nama Tuhan Yang Maha Esa dan Maha Kuasa.19

Selain zainal, ada juga Alef

Theria Wasim dan M. Ali Imron yang tidak menghukumi Hindu Politeisme.

Dari uraian di atas serta penelaahan lebih dalam terhadap karya-karya

penulis Muslim tentang Perbandingan Agama, meski tidak semua karyanya

terkhusus pada Perbandingan Agama, dapat disimpulkan bahwa dalam mengkaji

dan meneliti agama-agama di luar Islam, baik dengan tujuan untuk mendapatkan

pemahaman yang benar dan objektif tentang suatu agama maupun sebagai

pembelaan dan bantahan terhadap tuduhan-tuduhan yang dialamatkan kepada

Islam, senantiasa mereka tetap menulis karya berlandaskan pada metode ilmiah

dan objektif.20

19Zainal Arifin Abbas, Perkembangan Pemikiran Terhadap Agama, h.

201.

20

Dr. Anis Malik Thoha, pakar Perbandingan Agama di Internasional

Islamic University Malaysia (IIUM), dalam salah artikelnya yang berjudul

“Objectivity and the Scientific Study of Religion” menyimpulkan bahwa

“objketif” dalam al-Qur’an adalah bersikap adil dalam segala hal (In the

Qur’en, this “objectivity” is associated with al-adl (justice), a principle that

must be enforced in all situation), termasuk adil terhadap objek yang diteliti.

Dalam Jurnal Intellectual Discourse, IIUM Press, Vol 17, No. 1/2009, h. 89.

Page 114: Yuliana 1113032100028 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40528/1/YULIANA-FUF.pdf · penulis sehingga dapat selalu berfikir positif guna melanjutkan

103

2. Tidak Semata Untuk Dakwah

Jika pada bagian para penulis Muslim yang sepakat tentang ketuhan Hindu

Politeis karena memang latar belakang mereka yang sebagian adalah seorang Dai

tidak heran jika dalam karyanya yang mereka kobarkan adalah semangat Dakwah,

karyanya juga bercorak teologis, tetapi beberapa penulis juga tidak menjadikan

corak teologis sebagai kecenderungan untuk mengkaji agama-agama lain. Karena

dengan mulai berkembangnya Jurusan Perbandingan Agama, kajian agama-

agama di kalangan intelektual Muslim tidak lagi semata-mata menggunakan

perspektif teologis, mereka mulai beralih ke perspektif ilmiah dalam mengkaji

agama.21

Karena mereka yang melahirkan karya-karya tentang Perbandingan

Agama yang menulis karyanya secara ilmiah, memang di gembleng di dunia

akademik dan mereka adalah Alumni dari Perbandingan Agama yang sudah mulai

objektif, mereka juga belajar/ mendengarkan langsung dari para pemeluk agama

Hindu. Karena itu mereka sudah bersikap akademik maka dalam karya mereka

tidak lagi semata-mata untuk kepentingan dakwah, maka pemikiran yang

akademik yang lebih mereka tonjolkan disini.

Semangat dakwah yang terjadi di kalangan intelektual Muslim di era

1960-an, bersamaan dengan itu Mukti Ali memiliki kekhawatiran jika salah

menggunakannya, ilmu ini akan berbahaya bagi Islam. Abdullah Ali

mempertegas, jika tidak benar dan tidak teapat penggunaannya, dapat

menggoyahkan dan membahayakan kepercayaan (akidah) sendiri (Islam), namun

21Rahmadi, dkk, Dinamika Pemikiran Sarjana Muslim tentang

Metodologi Studi Agama di Indonesia: Kajian terhadap Literatur Terpublikasi

Tahun 1964-2012, Tashwir Vol. 1 No. 2, Juli-Desember 2013, h. 31.

Page 115: Yuliana 1113032100028 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40528/1/YULIANA-FUF.pdf · penulis sehingga dapat selalu berfikir positif guna melanjutkan

104

sebaliknya, ilmu Perbandingan Agama akan bermanfaat sekali, jika benar

mempergunakannya, untuk mengembangkan agama Islam lebih lanjut, dan nicaya

ditemukannya cara-cara baru untuk mempertahankan Islam. Hal lain yang bisa

diperoleh yaitu terciptanya toleransi, kerukunan dan komunikasi yang baik di

antara para pemeluk agama yang beragam.22

3. Sumber/ Referensi Seimbang

Pengumpulan data dan informasi tentang fenomena-fenomena atau hal-hal

yang diteliti merupakan sesuatu yang sangat urgen dari segi metodologi, baik

dalam ilmu Perbandingan Agama maupun dalam ilmu-ilmu lainnya. Karena ini

sebagai langkah awal untuk mengidentifikasi nilai keilmiahan dan keobjektifan

dari penelitian tersebut. Dalam bidang ilmu Perbandingan Agama proses

pengumpulan data tentang agama yang diteliti dari sumbernya yang asli adalah

suatu yang mutlak. Seorang peneliti harus memperoleh data-data tentang agama

yang ia tulis dari sumber pertama (primer). Adapun sumber asli tentang suatu

agama secara umum terbagi pada tiga kategori, yaitu: Kitab Suci, yaitu kitab yang

dibawa oleh pendiri sebagai sumber ajaran bagi pengikut-pengikutnya. Kitab-

kitab yang membahas biografi perjalanan pendiri suatu agama yang ditulis

langsung oleh pengikutnya juga dapat digolongkan sebagai kitab suci. Syarah

atau Tafsir yang disusun oleh pendiri atau ulama-ulama yang menonjol dari suatu

agama atas kitab sucinya. Namun perlu disebutkan bahwa syarah atau penafsiran-

penafsiran tersebut senantiasa berbeda satu sama lain sesuai dengan mazhab

penulisnya. Berinteraksi langsung dengan pendiri agama dan atau dengan

22 Media Zainul Bahri, Wajah Studi Agama-agama, h. 197.

Page 116: Yuliana 1113032100028 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40528/1/YULIANA-FUF.pdf · penulis sehingga dapat selalu berfikir positif guna melanjutkan

105

pemeluk-pemeluk agama yang diteliti secara umum. Metode semacam ini dalam

ilmu penelitian modern dikenal dengan istilah metode pengamatan langsung, yang

bisa diposisikan sebagai salah satu bagian metode deskriptif, yaitu metode ilmiah

yang digunakan dalam ilmu Antropologi dan Etnologi.

Seorang peneliti dalam bidang ilmu Perbandingan Agama diharuskan

memiliki pengetahuan yang cukup terhadap ilmu-ilmu bantu, karena hal ini

bertujuan membantunya melakukan kajian tentang agama-agama secara benar.

Seperti ilmu bahasa, seorang peneliti kajian ilmu Perbandingan Agama hendaknya

memiliki kemampuan dan penguasaan terhdap bahasa asli agama yang ditelitinya,

karena jika mengandalkan terjemah tidak mungkin dapat memahami secara

benar.23

Sudah banyak penulis Muslim Indonesia yang menulis tentang agama

Hindu. Meski tidak semuanya mengakui tentang Hindu yang monoteis, ada juga

sebagian yang dalam karyanya menjurus atau merujuk kalau Hindu adalah Politeis

yaitu Alef Theria Wasim, K. H. Zainal Arifin, M. Ali Imron, dan Khotimah.

mereka adalah para Alumni Perbandingan Agama yang memang sudah mulai

objektif. Dalam karyanya mereka menggunakan referensi yang ditulis oleh orang-

orang yang berkompeten di bidangnya, dan mereka juga menulis karyanya yang

didalamnya terdapat ulasan tentang agama Hindu secara objektif, dengan

memaparkan apa adanya sesuai dengan referensi yang ada baik yang ditulis oleh

orang Hindu sendiri ataupun non Hindu.

23

Ibrahim Turki, „Ilmu Muqaranatu al Adyan „Inda Mufakkiru al-

Islam (Iskandaria: Darul Wafa, 2002), h. 95-97.

Page 117: Yuliana 1113032100028 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40528/1/YULIANA-FUF.pdf · penulis sehingga dapat selalu berfikir positif guna melanjutkan

106

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dalam periodesasi sejarah agama Hindu terbagi menjadi tiga zaman.

Pertama, zaman weda dalam zaman ini terdapat kepercayaan yang percaya

terhadap para dewa, percaya pada Rta dan terdapat dewa yang populer yaitu Agni,

Indra, Rudra, dan Waruna. Kedua, dalam agama Brahmana pemujaan terhadap

matahari ditekankan, pada zaman ini juga mengenal dengan upacara korban dan

juga kasta. Ketiga, pada zaman upanishad menentang ajaran-ajaran agama

Brahmana, terutama tentang ajaran korban. Jika kita lihat dari periodesasi agama

Hindu, dapat kita simpulkan setiap zaman memiliki ajarannya sendiri dan bahkan

memiliki dewa-dewa yang diunggulkan. Jika ada yang berpandangan bahwa

Hindu politeis, bisa jadi yang menjadi bahan rujukannya yaitu zaman weda.

Berdasarkan hasil kajian yang telah dijelaskan oleh penulis pada bab-bab

sebelumnya, mengenai pandangan para penulis Muslim tentang konsep ketuhanan

agama Hindu, yang di mulai dari tahun 1970-1990 rata-rata dari penulis Muslim

periode tersebut sepakat mengatakan agama Hindu memiliki konsep ketuhanan

yang politeis, kemudian disambut oleh para penulis Muslim tahun 1990-2015,

mereka juga sepakat dengan tidak mengatakan secara jelas kalau Hindu memiliki

konsep ketuhanan yang politeis, tetapi mereka memberi penjelasan berdasarkan

kacamata Hindu, dari pandangan para penulis tersebut maka, dapat disimpulkan

beberapa hal, diantaranya: Pertama, para penulis Muslim sebagian besar masih

berpandangan subjektif dalam menulis karya tentang agama lain, terkesan

Page 118: Yuliana 1113032100028 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40528/1/YULIANA-FUF.pdf · penulis sehingga dapat selalu berfikir positif guna melanjutkan

107

menghakimi atau menilai ketuhanan agama Hindu dengan ukuran Agama sendiri.

Mereka tidak belajar langsung atau tidak mendengar langsung dari pemeluk

agama Hindu. Kedua, tulisan-tulisan tentang konsep ketuhanan agama Hindu

berada dalam atmosfer bahwa Studi Perbandingan Agama untuk kepentingan

dakwah. ketiga, kondisi demikian itu karena latar belakang para penulis Muslim

sebagai Da’i. Studi Perbandingan Agama juga selalu berafiliasi dengan lembaga

Pendidikan Islam. keempat, terdapat beberapa penulis Muslim yang memandang

objektif dan seimbang dalam referensi.

B. Saran-Saran

Ada beberapa saran yang dapat penulis sampaikan dari hasil penelitian ini

yaitu:

1. Tentu terdapat banyak kekurangan dalam penelitian ini, karena itu

diharapkan kritik dan saran dari pembaca.

2. Untuk para penulis yang ingin mengkaji tentang agama lain,

hendaknya lakukan penelitian secara objektif dan menggali informasi

langsung dari pemeluk atau tokoh-tokoh agama yang akan di kaji.

3. Bagi pembaca jika ada kesalahan dalam penelitian ini khususnya

ditingkat peneliti universitas agar bisa memperbaikinya dengan sebaik

mungkin. Dan untuk jurusan Studi Agama Agama supaya menjadi

khasanah keilmuan bagi generasi selanjutnya.

4. Pada Fakultas Ushuluddin diharapkan memperbanyak lagi referensi

tentang agama Hindu dari para Sarjana Hindu.

Page 119: Yuliana 1113032100028 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40528/1/YULIANA-FUF.pdf · penulis sehingga dapat selalu berfikir positif guna melanjutkan

108

DAFTAR PUSTAKA

A. Buku

Abbas, Zainal Arifin. Perkembangan Pikiran Terhadap Agama. Jakarta: Pustaka

Al Husna, 1984.

Ahmadi, Abu. Perbandingan Agama. Jakarta: Rieke Cipta, 1991.

Ali, Abdullah. Agama Dalam Ilmu Perbandingan. Bandung: Nuansa Aulia. 2007.

Ali, Mukti. Agama-Agama Di Dunia. Yogyakarta: IAIN Sunan Kalijaga Press,

1988.

Anwar, Ali dan Tp, Tono. Rangkuman Ilmu Perbandingan Agama dan Filsafat.

Bandung: Pustaka Setia, 2005.

Arifin, H.M. Menguak Misteri Ajaran Agama-Agama Besar. Jakarta: PT. Golden

Trayon press, 2002.

Badudu, J.S. dan Zain, Sultan Muhammad. Kamus Umum Bahasa Indonesia.

Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1996.

Bahri, Media Zainul. Aneka Pendekatan Studi Agama-Agama. Jakarta: Pustaka

Pelajar, 2014.

_____. Wajah Studi Agama-Agama “Dari Era Teosofi Indonesia (1901-1940)

Hingga Masa Reformasi”. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2015.

Bakhtiar, Amsal. Filsafat Agama. Jakarta: Logos Wecana Ilmu, 1999.

Bakry, Hasbullah. Ilmu Perbandingan Agama. Jakarta: Widjaya Jakarta, 1986.

Coonolly, Peter. Aneka Studi Pendekatan Agama. Yogyakarta: LKIS, 2009.

Cudamani, Materi Kuliah Agama Hindu Perguruan Tinggi Umum. T.tp: T.pn, t.t.

Gunawan, Imam. Metode Penelitian Kualitatif Teori dan Praktik. Jakarta: Bumi

Aksara, 2013.

Hadi, Sutrisno. Metodology Reseacrh. Yogyakarta: Ando Ofset, 1989.

Hadikusuma, Hilman. Antropologi Agama Bag. I (Pandangan Budaya Terhadap

Aliran Kepercayaan Agama Hindu, Budha, Khonghucu, Di Indonesia).

Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1993.

Hadiwijono, Harun. Agama Hindu dan Budha. Jakarta: Gunung Mulia, 2001.

Hady, Aslam. Pengantar Filsafat Agama. Jakarta: CV. Rajawali, 1986.

Hakim, Agus. Perbandingan Agama “Pandangan Mengenai Kepercayaan

Majusi, Shabiah, Yahudi, Hindu, Budha, Sikh. Bandung: Diponegoro, 1973.

Page 120: Yuliana 1113032100028 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40528/1/YULIANA-FUF.pdf · penulis sehingga dapat selalu berfikir positif guna melanjutkan

109

Harshananda, Svami. Deva Devi Hindu. Surabaya: Paramita, 2007.

Heuken, A. Ensiklopedia Gereja. Jakarta: Yayasan Cipta Loka Caraka, 1993.

Honig, A. G. Ilmu Agama. Jakarta: PT. BPK Gunung Mulia, 2011.

Imron, M. Ali. Sejarah Terlengkap Agama-Agama Di Dunia Dari Masa Klasik

Hingga Masa Modern. Yogyakarta: IRCisOd, 2015.

Indarwati. Dualisme Keberagamaan Dalam Agama Jawa. Semarang: t.t, 2015.

Kattsof, O. Pengantar Filsafat. Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya, 1987.

Khotimah. Agama Hindu dan Ajaran-Ajarannya. Riau: Daulat Riau, 2013.

Manaf, Mudjahid Abdul. Ilmu Perbandingan Agama. Jakarta: Raja Grafindo

Persada, 1994.

Mansur, Sufa‟at. Agama-Agama Besar Masa Kini. Yogyakarta: Pustaka Pelajar,

2011.

Maswinara, I Wayan. Dewa-Dewi Hindu. Surabaya: Paramita, 1999.

Mittal, Mahendra. Intisari Veda “Pesan Tuhan Untuk Kesejahteraan Umat

Manusia”. Surabaya: Paramita, t.t.

Nasution, Harun. Falsafah Agama. Jakarta: Bulan Bintang, 1979.

Pandit, Bansi. Pemikiran Hindu. Surabaya: Paramita, 2003.

_____. Terj. Iga Dewi Paramita. Pemikiran Hindu”Pokok-Pokok Pikiran Agama

Hindu Dan Filsafatnya”. Surabaya: Paramita, 2005.

Palmer, Richard E. Hermeneutics Interpretation Theory in Schleirmacher,

Dilthey, Heidegger, and Gadamer diterjemahkan oleh Masnuri Hey

dan Damanhuri dengan judul Hermeneutik; Teori Baru Mengenai

Interpretasi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2005.

Pendit, Nyoman S. Aspek-Aspek Agama Hindu “Seputar Weda dan Kebajikan”.

Jakarta: Pustaka Manikgeni, 1993.

Permata, Ahmad Norma. Metodologi Studi Agam. Yogyakarta: Pustaka Pelajar,

2000.

Pudja, Gede. Theologi Hindu (Brahma Widya). Jakarta: Mayasari, 1977.

_____. Wedaparikram. Jakarta: Lembaga Penyelenggaraan Penterdjemah Kitab

Sutji Weda, 1971.

Puja. Pengantar Agama Hindu II. Jakarta: Mayasari, 1984.

Page 121: Yuliana 1113032100028 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40528/1/YULIANA-FUF.pdf · penulis sehingga dapat selalu berfikir positif guna melanjutkan

110

Radakrishnan, S. The Principal Upanisads (Upanisad-Upanisad Utama). Terj.

Dirjen Bimas Hindu dan Budha. Jakarta: Yayasan Parijata, 1989.

Rifai, Moh. Perbandingan Agama. Semarang: Wicaksana, 1970.

Sastra, GDE Sara. Konsepsi Monotheisme Dalam Agama Hindu. Surabaya:

Paramita, 2005.

Setia, Putu. Cendekiawan Hindu Bicara. Jakarta: Yayasan Dharma Naradha,

1992.

_____. Suara Kaum Muda Hindu. Jakarta: Yayasan Dharma Nusantara dan Forum

Cendekiawan Hindu Indonesia, 1993.

SJ, A. Heuken. Ensiklopedi Gereja. Jakarta: Yayasan Cipta Loka Caraka, 1993.

Sokah, Umar Asasuddin. Kontrofersi Keberagamaan Sultan Akbar Agung (India

1560-1605). Yogyakarta: Ittaqa Press, 1994.

Sou‟yb Joesoef. Agama-Agama Besar Di Dunia. Jakarta: Pustaka Al-Husna,

1988.

Subagiasta, I Ketut. Teologi, Filsafat, Etika dan Ritual Dalam Susantra Hindu.

Surabaya: Paramita, 2006.

Sugiyono. Metodologi Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif,

dan R&D. Bandung: Alfabeta, 2010.

Sura, G., dkk. Pengantar Tattwa Darsana (Filsafat). Jakarta: Dirjen Bimas Hindu

Budha, 1981.

Suparta, Ardhana. Sejarah Perkembangan Agama Hindu di Indonesia. Jakarta:

Paramaita, 2002.

Takwin, Bagus. Filsafat Timur: Sebuah Pengantar Ke Pemikiran-Pemikiran

Timur. Yogyakarta: Jalasutra, 2003.

Tamrin. Paradigma Penafsiran al-Qur‟an Nusantara (Analisis Penafsiran Aceh

„Tafsir Pase‟). Palu: STAIN Datokaramah, t.t.

Thalhas, T.H. Pengantar Studi Ilmu Perbandingan Agama. Jakarta: Galura Pase,

2006.

Titib, I Made. Bhagavan Veda Sang Hyang Weda. Terjemahnya Veda Sabda Suci

(Pedoman Praktis Kehidupan). Surabaya: Paramita, 1996.

_____. Teologi dan Simbol-Simbol Dalam Agama Hindu. Surabaya: Paramita.

Turki, Ibrahim. „Ilmu Muqaranatu al Adyan „Inda Mufakkiru al-Islam. Iskandaria:

Darul Wafa, 2002

Page 122: Yuliana 1113032100028 - repository.uinjkt.ac.idrepository.uinjkt.ac.id/dspace/bitstream/123456789/40528/1/YULIANA-FUF.pdf · penulis sehingga dapat selalu berfikir positif guna melanjutkan

111

Widana, I Gusti Ketut. Hindu Berkiblat Ke India? Dan Pertanyaan Lain Tentang

Hindu. Denpasar: PT. BP, 2001.

B. Disertasi

Yakub, M. “Karya-Karya Sejarah Joesoef Sou‟yb dalam Historiografi Islam

Indonesia”. Pascasarjana Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Jakarta, 2010.

C. Skripsi

Abdurahman, Asep. Pandangan Umat Hindu Modern Terhadap Dewa Ganesa.

Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin dan Filsafat: Universitas Islam Negeri

Jakarta, 2016.

Indarwati. Dualisme Keberagamaan Dalam Agama Jawa. Skripsi S1 Fakultas

Ushuluddi, Universitas Islam Negeri Walisongo, 2015.

D. Jurnal Ilmiah

Haris, Muhammad. “Pendidikan Islam Dalam Perspektif Prof. H.M. Arifin”

Ummul Qura Vol. VI, no. 2, 2015

Rahmadi, dkk. Dinamika Pemikiran Sarjana Muslim Tentang Metodologi Studi

Agama di Indonesia: Kajian terhadap Literatur Terpublikasi Tahun 1964-

2012, Tashwir Vol. 1 No. 2, Juli-Desember 2013.

E. Link Internet:

http://www.geogle.com/al-Banna/biografi.htm. Diakses pada 17 November 2017.

http://www.muslimmedianews.com/2014/06/kh-zainal-arifin-tokoh-ansor-di-

masyumi.html. Di akses pada 25 Maret 2018.

http://ukkh.stikom.edu/hindu-bukanlah-agama-budaya.html. Diakses pada 8 April

2018.

Subagiasta, I Ketut. Ketuhanan (Brahma Vidya) Dalam Perspektif Hindu.

www.portalgaruda.org/article.php/. Diakses pada 14 maret 2018.