Top Banner
48

You'll Never Walk Alone

Dec 05, 2014

Download

Documents

Clemens Bhajo

Majalah Animasi Misi Tunas Verbist-CICM
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
Page 1: You'll Never Walk Alone
Page 2: You'll Never Walk Alone
Page 3: You'll Never Walk Alone

Tunas Verbist Desember 2009 �

You’ll Never Walk Alone

Hidup ini indah. Namun akan jauh lebih indah jika hidup ini ditapaki bersama dengan orang-orang yang kita cintai. Pun jika hidup itu ter-asa menggetirkan; ketika langkah kaki mulai tidak seirama dan komitmen nampaknya ter-nafikan, yakinlah bahwa masih ada Dia yang menjaga langkah dan bahkan melangkah bersama kita dalam perjalanan menuju ke ti-tik yang sama.

“You’ll never walk alone!” ujar-Nya.Untukmu—yang kini beradu pandang dengan tulisan ini—buah nalar, rasa dan asa ini kami persembahkan. Mungkin ini takkan bisa, bah-kan tak layak untuk menjadi bingkisan Natal dari kami untuk Anda. Namun, kiranya ini bisa menjadi “sepotong permen” yang mem-beri rasa manis di bibir hati Anda, walaupun mungkin hanya sesaat. Dan kalaupun Anda tidak memiliki cukup waktu untuk mencecap atau bahkan menghabiskan “sepotong per-men” ini, kiranya ujaran-Nya di atas—yang juga menjadi pegangan kami—sudah cukup untuk mewakili semua rasa manis yang terle-bur dalam kumpulan tulisan ini. Selamat Natal saudara-saudariku. Semoga kedamaian dan kebahagiaan Natal yang kita rasakan, menguatkan kita untuk terus me-renda jalur kehidupan yang telah kita pilih dan kita perjuangkan selama ini. Teruslah ge-makan dalam hati kita bahwa Ia tidak akan pernah membiarkan kita berjalan sendiri.

“You’ll never walk alone!” tegas-Nya kem bali seraya mempererat genggaman tangan-Nya pada jemarimu dan jemariku! Salam sehati sejiwa, Redaksi

Penanggung Jawab UmumP. K. Herwine Susilo, CICM

RedaksiFr. Galuh Arjanta

Staf RedaksiFr. Paskalis Marianus Santo

Fr. Dhaniel Whisnu Fr. Wahyu Andreas

Illustrator & DokumentasiFr. Wahyu AndreasFr. Galuh Arjanta

PenerbitSkolastikat Sang Tunas - CICM

Alamat Redaksi Tunas Verbist Magazine

JL. Gotong Royong No. 71RT 12 / RW 003

Pondok Bambu - Jakarta Timur 13430

Tlp: 021 - 8632174Fax: 021 - 8632175

e-mail: [email protected]: [email protected]

Editor’s Note

Page 4: You'll Never Walk Alone

� Tunas Verbist Desember 2009

Editor’s Note

Sajian Utama3 Natal: Sebuah Peristiwa Tanpa

Arti.

Inspirasi6 Sebuah Email dari Sahabat.

8 Advent.

Opini9 Kota & Kaum yang Tak Tampak.

42 Menerima Kekurangan Diri.

44 Hidup Bersama Mereka.

22 Art Gallery

Refleksi10 Aduh Dunia

12 Yesus di dalam Diri Anak-anak Jalanan.

27 Narkoba “Pengkhianat” Asa.

Warta Komunitas14 Profil Para Frater Tingkat I.

20 Kronik Komunitas.

English Corner24 An Awareness of English.

26 The Cries of John The Baptist.

Humaniora30 Keterlibatan dalam Politik adalah Suatu Panggilan Kristiani.

Cerpen34 Kebahagiaan.

37Peri-peri Edelweiss.

Cerita Bijak39 Si Kaya yang Miskin.

MAT41 Perayaan Minggu Misi 2009.

Page 5: You'll Never Walk Alone

Tunas Verbist Desember 2009 �

Sajian Utama

Setiap mendekati bulan Desember, saya selalu ingin cepat-cepat merasakan sua-sana Natal. Ketika Natal tiba, ada sua-sana berbeda yang saya rasakan, ada warna dan wangi harum yang sangat khas yang tidak terjadi dalam kesempa-tan lain. Harum rumput yang hijau, udara yang sejuk, warna hijau bercampur putih dan merah yang selalu menghiasi masa Natal. Ada kerinduan dalam hati untuk cepat-cepat merasakan indahnya Natal. Untuk sebagian orang, kenangan Natal di masa kecil memang sungguh berarti karena kita mendapat banyak kado atau bingkisan Natal dari orang tua, yang arti-nya dapat berbaju baru ke Gereja pada hari Natal; bisa menikmati enaknya hi-dangan makanan dan aneka kue yang ada serta meriahnya kehadiran Sinterk-las. Oh… betapa indahnya suasana Na-tal!

Di negara kita hanya ada dua musim, tidak sama dengan negara-negara yang mempunyai empat musim, di mana di sana sangat terasa nuansa Natal dengan serba putih diselimuti oleh salju. Tetapi kita pun dapat merasakan indahnya nuansa Natal yang sejuk kare-na udaranya yang menyejukkan hati, ditambah dengan sukacita yang penuh. Namun, apakah tahun ini kita masih bisa mengalami nuansa Natal yang sejuk atau tidak? Apakah kita masih bisa mengalami Natal yang bermakna? Tahun ini khususnya dalam bu-lan November, satu bulan menjelang hari Natal tiba, saya sudah merasakan kerin-duan yang mendalam ingin cepat-cepat memasuki suasana Natal yang begitu in-dah. Namun dari semua keindahan Natal dan kemeriahannya itu, pernahkah kita berpikir mengenai makna yang ada di ba-lik semua itu? Saya juga tidak terlalu me-musingkan apa yang ada di balik semua itu, karena bagi saya Natal itu sungguh indah dan mengasyikkan. Saya tahu bah-wa Natal adalah kelahiran Tuhan kita Ye-sus Kristus, Allah yang menjadi manusia. Kelahiran seorang Penyelamat yang di-nanti-nantikan oleh banyak orang. Tetapi apakah hanya sebatas itu saja? Ataukah ada makna yang lebih berarti bagi kita dibalik peristiwa Natal itu sendiri? Bagi banyak orang, Natal merupakan saat yang tepat untuk merayakan kelahiran Sang Penebus dengan saling memberi ucapan selamat hari Natal, saling ber-bagi kebahagiaan, kebaikan, kemurahan hati, saling memaafkan dan menikmati indahnya nuansa kebersamaan bersama orang-orang tercinta. Bagi saya sendiri Natal sungguh mempunyai makna yang berarti di mana saya boleh berjumpa dengan Sang Penebus yang hadir men-jadi terang bagi hidup saya, lewat orang-orang yang hadir di sekitar saya dengan segala karakter dan keunikan mereka. Al-lah yang menjadi manusia menunjukkan

SebuahPeristiwa Tanpa Arti

Natal

Page 6: You'll Never Walk Alone

� Tunas Verbist Desember 2009

diri-Nya di dalam orang-orang yang se-lalu membagi kebahagiaannya dan juga segala peristiwa hidupnya kepada saya. Hidup kita tak akan berarti, tanpa Allah dan tanpa Putera-Nya terkasih yang se-lalu menyertai peziarahan kita. Seperti itu pulalah yang terjadi bila kita hidup tanpa ada orang-orang yang selalu memberi-kan hidup mereka dan rela berbagi den-gan kita dalam setiap peristiwa hidup kita. Kita tidak bisa menyalurkan kebahagiaan maupun kegundahan kita bersama mer-eka; kita juga tidak bisa merasakan apa yang mereka rasakan. Ada pengalaman yang begitu indah dua tahun yang lalu, ketika saya merayakan Natal di suatu paroki yang kecil dengan segala sesuatunya yang sederhana. Di situ saya dapat merayakan Natal ber-sama dengan umat dalam suasana yang gembira dan penuh dengan hal-hal yang baru dan jarang terjadi. Paroki tersebut memiliki beberapa stasi yang hanya di-layani oleh satu orang pastor. Tetapi pas-tor tersebut dapat melayani dan meray-akan Natal dengan semua umat di Stasi. Kegembiraan umat sungguh terasa den-gan pancaran raut wajah mereka yang berseri-seri. Tidak hanya umat Katolik yang hadir untuk merayakan indahnya Natal di stasi, tetapi juga ada umat dari gereja lain dan bahkan dari agama lain yang ikut merayakan Natal dan ikut ber-bagi kebahagiaan bersama-sama. Pesan Natal yang disampaikan oleh Malaikat Gabriel kepada Maria sungguh terasa dalam hati setiap umat dan juga dalam hati saya. Kebahagiaan, kegembiraan dan kebersamaan dapat mengalahkan segala perbedaan yang ada. Allah yang menjadi manusia sungguh-sungguh memberi hidup dan kegembiraan, serta mengatasi setiap perbedaan yang ada. Bagi orang Kristiani Natal merupakan Hari Raya peringatan kelahiran (Natal = natus, lat.) Yesus Kristus di Betlehem. Dengan kelahiran Yesus, kita diingatkan bahwa Allah selalu menyertai kita. Ia rela

menjadi manusia karena cinta-Nya kepa-da kita, berada dalam setiap kehidupan dan pengalaman kita serta menunjukkan solidaritas-Nya yang tanpa batas kepada kita. Sebelum memasuki masa Natal, kita melewati masa Adven (adventus = kedatangan, lat.) yang merupakan masa persiapan di mana kita mempersiapkan hati dan segenap diri kita untuk menyam-but kelahiran Penyelamat kita, Yesus Kristus. Dalam masa Adven itulah kita mempersiapkan diri dengan baik untuk menyambut kelahiran Yesus di dalam hidup kita, menyambut Penebus kita dengan penuh sukacita. Melalui masa Adven yang dirayakan selama empat pe-kan dengan empat lilin dalam lingkaran Adven yang dinyalakan setiap pekannya, menandakan bahwa semakin mendekati Natal, jalan kita pun semakin diterangi dengan cahaya kasih Tuhan lewat sim-bol lilin yang ada dalam lingkaran Adven. Empat lilin yang menyala pada pekan ke-empat masa Adven melambangkan “wak-tunya yang sudah genap” untuk kelahiran Almasih, “Cahaya Dunia”. Selain mempersiapkan diri me-nyambut Natal, tak lupa juga umat Kris-tiani mempersiapkan kemeriahan Natal tersebut dengan menghiasi rumah, ge-dung gereja, kapel maupun kantor-kan-tor dan tempat-tempat yang lain dengan Kandang Natal atau Gua Natal serta Po-hon Natal; mengirimkan ucapan Natal dengan Kartu Natal maupun lewat SMS, serta tak lupa juga memutar lagu-lagu Natal untuk semakin menambah kemeri-ahan Natal. Kegembiraan Natal dengan hiasan Kandang Natal atau Pohon Natal yang penuh dengan warna-warni seak-an menggambarkan diri kita yang juga penuh warna dalam menyambut kelahi-ran Sang Penebus. Di dalam semua sua-sana itulah, kita benar-benar merasakan suatu makna hidup yang sungguh berarti karena boleh menyambut Yesus Kristus sang Penebus untuk hadir dalam seluruh hidup kita, yang disambut dengan penuh

Page 7: You'll Never Walk Alone

Tunas Verbist Desember 2009 �

rasa gembira dan penuh warna-warni ke-hidupan. Membiarkan diri kita untuk di-kunjungi dan disapa oleh Yesus Kristus membuat kita menjadi anak-anak terang, untuk selanjutnya mengabarkan kabar gembira tersebut kepada semua orang. Dengan melihat apa yang dikabar-kan oleh Malaikat Gabriel kepada Maria dalam Injil Lukas 1: 26-38, yakni kabar gembira mengenai kelahiran Yesus yang disebut Anak Allah yang Mahatinggi, kita juga mengharapkan kehadiran Yesus di dalam hidup kita; di dalam diri dan hati kita yang juga merupakan kabar gembira bagi kita semua yang percaya. Kelahiran Yesus ini sudah diramalkan oleh para nabi sebelumnya bahwa seorang Raja akan lahir dan akan menyelamatkan bangsa Israel. Tetapi kemudian Yesus datang bu-

kan hanya untuk menyelamatkan bangsa Israel, melainkan semua bangsa yang ada di muka bumi. Kabar Gembira inilah yang menjadi misi Allah lewat Putera-Nya Yesus Kristus untuk disampaikan kepada semua umat manusia, supaya mereka selamat. Sebentar lagi kita akan meray-akan Natal, tetapi ada pertanyaan yang kadang terlintas dalam benak saya. Ma-sihkah kita dapat merasakan indahnya Natal nanti? Apakah kita masih dapat merasakan nikmatnya menghabiskan hari Natal bersama orang-orang yang kita cintai? Melihat keadaan bumi tempat tinggal kita ini yang semakin hari semakin tidak dapat diprediksi, apakah kita nanti-nya masih akan merasakan indahnya suasana Natal dengan udara yang sejuk,

aroma tumbuhan yang hijau dan basah karena embun? Apakah Natal masih merupakan sebuah makna yang berarti, ataukah akan menjadi sebuah peristiwa tanpa arti? Semoga Natal kita kali ini sungguh-sung-guh kita maknai bukan hanya melihat suasananya yang penuh dengan kegem-biraan, penuh warna-warni kemeriahan pesta, tetapi sungguh-sungguh men-jadi terang bagi kehidupan kita di mana Yesus Kristus sang Penebus lahir ke dalam dunia kita membawa terang dan menampakkan Allah yang menjadi ma-nusia yang selalu beserta kita! Semoga Natal kita tahun ini memberikan sesuatu yang baru yang benar-benar mengubah seluruh hidup kita. Semoga Natal atau Kelahiran Yesus Kristus Sang Penebus, dengan segala kegembiraan dan kemeri-ahannya bisa kita rasakan setiap hari.

Christian Palimbong

Selamat Hari Natal !!!Bersoraklah hai dunia!!!

Sambutlah sang Raja damai.

Page 8: You'll Never Walk Alone

� Tunas Verbist Desember 2009

Sahabatku terkasih,

Seperti kalian ketahui, kita semakin dekat dengan hari ulang tahun-Ku. Setiap tahun ada suatu perayaan khusus demi menghormati-Ku, dan Aku pikir tahun ini perayaan ini juga akan dirayakan.

Pada masa ini banyak orang berbelanja hadiah-hadiah, banyak iklan-iklan di radio dan televisi, dan di segenap penjuru dunia orang berbicara mengenai hari ulang tahun-Ku yang semakin menjelang.

Sungguh menyenangkan mengetahui bahwa, setidaknya setahun sekali, orang berpikir tentang Aku.

Seperti kalian tahu, perayaan hari ulang tahun-Ku dimulai bertahun-tahun yang silam.

Pada awalnya, orang tampaknya mengerti dan mengucap syukur atas segala yang telah Aku lakukan bagi mereka. Tetapi pada masa sekarang, tak seorang pun tampak-nya tahu alasan perayaan ini.

Sanak saudara, teman dan sahabat, berkumpul bersama dan bergembira ria, tetapi mereka tak mengerti makna perayaan. Aku ingat, tahun lalu ada suatu perayaan besar demi menghormati-Ku. Meja perjamuan penuh dengan sajian makanan yang lezat, kue-kue, buah-buahan, beraneka macam permen! dan coklat. Dekorasinya sungguh indah menawan, dan ada banyak sekali hadiah yang dibungkus cantik.

Tetapi, adakah kalian tahu? Aku tidak diundang.

Aku adalah tamu kehormatan dan mereka bahkan tidak ingat untuk mengirimi-Ku undangan.

Pesta itu untuk-Ku, tetapi ketika hari besar itu datang, Aku dibiarkan di luar; mereka menutup pintu di depan muka-Ku ? padahal Aku begitu ingin bersama mereka, duduk dan makan bersama mereka.

Sesungguhnya, hal itu tidaklah mengejutkan-Ku, sebab beberapa tahun belakangan ini, semuanya menutup pintu bagi-Ku. Karena tak diundang, Aku memutuskan untuk ikut dalam pesta tanpa menarik perhatian. Aku masuk dan berdiri di pojok.

Mereka semuanya minum-minum; sebagian bahkan mulai mabuk dan melontarkan gu-rauan-gurauan dan menertawakan segala sesuatu. Sungguh, mereka riang-ria dalam pesta-pora.

Di puncak acara, seorang tua yang besar dan gendut berpakaian serba merah, ber-janggung putih panjang, memasuki ruangan sembari berseru Ho-Ho-Ho! Tampaknya ia mabuk. Ia duduk di atas sofa dan anak-anak berlarian menyonsongnya, seraya ber-seru, “Santa Claus, Santa Claus,” seolah pesta ini untuknya!

Tengah malam semua saling berpelukan satu sama lain. Aku juga merentangkan tangan-Ku sambil berharap seseorang akan memeluk-Ku. Dan tahukah engkau, tak

You’ve got mail !

Sebuah email dari sahabat...

Inspirasi

Page 9: You'll Never Walk Alone

Tunas Verbist Desember 2009 �

seorang pun datang untuk memberi-Ku pelukan.

Lalu, mereka mulai membagi-bagikan hadiah. Mereka membuka kado masing-masing dengan penuh rasa ingin tahu. Ketika semuanya telah mendapatkan bagian, Aku men-cari-cari, mungkin, ada satu hadiah untuk-Ku. Bagaimanakah gerangan perasaanmu ketika pada hari ulang tahunmu semua orang saling berbagi hadiah sementara engkau sendiri tidak mendapatkan apapun?

Sebab itu, Aku mengerti bahwa Aku tidak dikehendaki dalam pesta itu, dan Aku pun meninggalkan pesta diam-diam.

Setiap tahun, keadaannya semakin parah. Orang hanya ingat hadiah, pesta, makan dan minum. Namun tak seorang pun ingat akan Aku.

Aku rindu Natal ini engkau membiarkan-Ku masuk dalam hidupmu. Aku rindu engkau mengenali kenyataan bahwa lebih dari duaribu tahun yang lalu, Aku datang ke dalam dunia demi memberikan nyawa-Ku bagi kalian, di salib, demi menyelamatkan kalian.

Hari ini, Aku rindu kalian meyakini hal ini dengan segenap hati.

Aku rindu berbagi dengan kalian. Karena begitu banyak orang tak mau mengundang-Ku ke pesta mereka, maka Aku akan menyelenggarakan pesta-Ku sendiri; suatu pesta agung yang tak pernah dibayangkan orang, suatu pesta yang spektakuler. Sekarang Aku sedang melakukan persiapan-persiapan terakhir.

Hari ini Aku mengirimkan banyak undangan, juga untukmu. Aku rindu mengetahui apakah engkau bermaksud datang. Aku akan menyediakan tempat bagimu dan menu-liskan namamu dengan huruf-huruf emas dalam buku tamu-Ku.

Hanya mereka yang ada dalam daftar tamu akan diundang ke pesta.

Mereka yang tidak menjawab undangan ini akan tinggal di luar. Bersiaplah, sebab ke-tika semuanya telah siap, engkau akan menjadi bagian dari pesta agung-Ku.

Sampai jumpa. Aku mencintaimu!

Tertanda,Yesus

Dikutip dari: www.indocell.net/yesaya

Page 10: You'll Never Walk Alone

� Tunas Verbist Desember 2009

Segalanya telah cermat diatur untuk kedatanganku di dunia ini,

tak beda dengan kedatangan Sang Penyelamat.

Baru ketika genap waktunya… dan tepat tempatnya…serta siap keadaannya…

aku dilahirkan.Allah mernilih orang tua bagi Putra-

Nya, menghias mereka dengan kepriba-

dian yang sesuai untuk Putra yang akan dilahirkan.

Aku bicara dengan Allah tentang pria dan wanita pilihan-Nya

yang jadi ayah ibukusampai aku dapat menerima bahwa

mereka memang harus begitu, sebagaimana mereká ada

supaya aku dapat rnenjadi manusia apa adaku,

sesuai dengan maksud Allah.Seperti setiap anak manusia,

Yesus datang membawa warta ke-pada dunia.

Warta apa yang boleh kubawa? Kuminta bimbingan Tuhan untuk

dapat mengungkapkannya dengan sepatah kata

atau dengan lambang.Kristus datang ke dunia

untuk rnenempuh suatu jalan ter-tentu,

dan menggenapi suatu tujuan ter-

tentu.Ia bertekat menggenapi segala apa

yang “tertulis” bagi-Nya. Aku meninjau kembali

dan melihat penub rasa kagum apa yang “tertulis” bagiku

dan yang sudah digenapi dalam hidupku.

LJntuk segala yang telah ter!aksana; betapapun kecilnya,

kuucapkan “Terima kasih…”kusucikan dengan rasa syukurku.

Dengan pengharapan dan penyera-han

aku memandang ke masa depan, siap menerima segala yang akan ter-

jadi… Bersama Kristus,

aku berkata, “Ya. TeijadiIah…”Akhirnya kukenang lagu pujian yang

dinyanyikan para malaikat ketika Kristus dilahirkan

lagu damai dan sukacita yang memu-liakan Allah

Pernahkah kudengar lagu yang din-yanyikan para malaikat

pada hari kelahiranku ....?Dengan rasa gembira aku melihat

segala apa yang dilakukan lewat aku guna membuat dunia lebih bahagia

Dan bersama para malaikat aku ikut dalam lagu syukur yang

mereka nyanyikan pada hari kelahiranku.

Dikutip dari: Sumber Air Hidup, Anthony de Melo

Advent

Inspirasi

Page 11: You'll Never Walk Alone

Tunas Verbist Desember 2009 �

Opini

Jakarta merupakan kota yang sudah terbiasa dengan dingin, malam, dan panas. Sudah ratusan tahun ia berdiri melawan semuanya itu. Tapi malam ini terasa berbeda. Hujan menjatuh-

kan ujungnya yang tajam sehimgga seolah-olah ingin meluluhlantakkan seluruh isi kota. Seperti hukuman Tuhan atas kota Sodom dan Gomora yang mengerikan itu. Dari be-berapa sudut tampak beberapa lampu jalan yang berbaris rapi, namun cahayanya kuyup. Angin menderu lewat di antara celah-celah bangunan tinggi yang seperti jamur yang tumbuh tak teratur di musim hujan. Banyak orang lalu-lalang dan terburu-buru ingin me-nyelamatkan diri dari hujan.

Kota ini sudah terbiasa dengan keadaan seperti ini. Ia tidak menghiraukan apa yang dialami oleh orang-orang yang tinggal di dalamnya. Dan memang kota ini mengand-ung paras yang pura-pura baik. Kita hanya ingat wajahnya katika ia mampu menyalur-kan semua keinginan kita. Dan memaki-maki bila ia kurang mampu menampung apa yang kita mau. Akibat hanya menginginkan agar apa yang kita impikan terpenuhi, maka kita melupakan sesama yang ada di sekitar kita. Membuat mereka tersingkir atau disingkir-kan. Kelompok ini adalah orang-orang tak tampak.

Gelandangan yang merapat ke pojok-po-jok bangunan karena dingin. Para penjaga

malam yang menjaga tuan-tuan yang sedang bermimpi di dalam kamarnya, dan kupu-kupu malam yang selalu dikejar-kejar oleh para penjaga moral kota ini. Para pencopet yang selalu siap menghindar atau beraksi jika ada kesempatan. Di tempat lain ada bocah yang sedang melawan rasa lapar. Kita tahu bahwa pada suatu saat orang-orang ini akan men-emui ajalnya. Sudahkah kita berbuat sesuatu untuk menyelamatkan hidup mereka?

Kita mengakui bahwa yang tak tampak ini selalu hendak dikalahkan oleh mereka yang tampak.

Sekadar ingin menyegarkan pikiran kita yang sudah penuh sesak ini, saya ingin me-nyisipkan sebuah untaian pesan dari Yesus sendiri bahwa Ia datang untuk kelompok yang tak tampak ini. Lazarus yang miskin makan remah-remah roti yang jatuh dari meja orang kaya itu; perempuan yang berzinah hampir mati dirajam; orang Samaria yang dianggap kafir ternyata sangat baik hati; orang-orang cacat, sakit, dan lain-lain, pokoknya masih banyak kelompok yang tak tampak.

Ignasius Bria Nahak

Kota dan Kaum Yang Tak Tampak

Gelandangan yang merapat ke pojok-pojok bangunan karena dingin. Para penjaga malam yang menjaga tuan-tuan yang se-

dang bermimpi di dalam kamarnya, dan kupu-kupu malam yang selalu dikejar-kejar oleh para penjaga moral kota ini.

Page 12: You'll Never Walk Alone

�0 Tunas Verbist Desember 2009

Refleksi

“Pernah berpikir ‘tuk pergi……dan terlintas tinggalkan kau sendiri....sempat ingin sudahi sampai di sini…

…coba lari dari kenyataan…

Alunan lagu Slank membawa aku pada suatu permenungan panjang tentang kehidupan. Aku pun ingin mencoret se-

gala curahan perasaan di secarik kertas. Apa yang harus kutulis lagi? Sebab ke-hidupan kadang sulit untuk dipahami. Hanya dijalani. Saat masalah berdatangan bagai hujan. Sering tanpa diingini. Dan waktu yang tidak sesuai. Tapi apa yang harus dilakukan selain mengalaminya dengan tenang?

Aku menarik napas cukup panjang dan dalam kelelahan aku mulai melan-jutkan fragmen kehidupan ini. Berapa banyaknya hasrat, keinginan dan cita-cita kita yang terkandas, bukan karena ketidak mampuan kita, namun karena situasi dan kondisi yang sama sekali tidak mendu-kung kita? Berapa banyakkah kesedihan, kekecewan dan kepahitan telah melanda diri kita sehingga kita kadang mengalami perasaan putus asa dan tenggelam dalam kepasrahan pasif menerima kehidupan ini? “…Aduh dunia… semua itu ada pad-amu… engkaulah panggung pentas ke-hidupan kami.”

Tetapi, terkadang hidup itu mengge-likan. Saat ini, jika kita membayangkan masa-masa lalu yang hampir membuat kita putus asa bahkan dengan perasaaan yang nyaris hancur, sering kita merasa geli sendiri. Mengapa aku seperti itu da-hulu? Mengapa aku demikian tak mampu menguasai diriku saat itu? Jika demikian,

bukankah kekecewaan, kesulitan-kesuli-tan dan perasaan bahwa kita tak dipahami yang melanda kita saat ini, dapat pula menjadi suatu lelucon indah di masa de-pan. Waktu akan membuat kesedihan dan ketakutan kita saat ini kelak menjadi suatu gurauan yang menggembirakan hati.

Maka yang dapat aku sarankan saat ini hanyalah supaya kita terus menjalani hidup ini apa adanya. Seperti lagu dari group band D’Masiv yang berjudul “Jan-gan Menyerah.”

…tak ada manusia……yang terlahir sempurna…

… jangan kau sesali…… segala yang telah terjadi…

….Kita pasti pernah……Dapatkan cobaan yang berat……Seakan hidup ini tak ada artinya

lagi…

Kita telah belajar banyak hal, mengal-ami banyak keadaan yang menyedihkan, menyaksikan banyak konflik dan kehan-curan serta bencana di negeri kita, segala macam cobaan dan tantangan. Apakah semua itu mampu membuat dunia ini ber-henti berputar? Apakah semua itu dapat membuat kita semua ramai-ramai berhen-ti menikmati hidup? Berhenti memberi-kan cinta dan menerima cinta? Berhenti membuat dan melahirkan kehidupan baru bagi dunia? Tidak! Nampaknya tidak.

Aduh Dunia...

Page 13: You'll Never Walk Alone

Tunas Verbist Desember 2009 ��

Waktu berlalu, dan ingatan kita pun akan mengubur segala kekecewaan dan kesedi-han yang telah kita alami.

Hidup itu singkat. Maka sungguh tak berbahagialah kita, jika dalam kehidupan yang singkat ini, kehidupan yang telah di-berikan oleh Sang Pencipta, kita sia-siakan dengan hanya mengeluh dan mengeluh tanpa mampu berbuat sesuatu apa pun. Akibatnya, kita seringkali mempersalah-kan Tuhan. “Tuhan… mengapa penderi-taan ini harus terjadi pada diriku?” Kita hanya terpaku di depan pintu kesempatan yang telah tertutup, tanpa mampu dan mau melihat pintu lain yang terbuka lebar. Se-jarah telah mengajarkan kita betapa krisis seringkali berulang, namun kita adalah ciptaan-ciptaan yang telah dianugerahi kemampuan-kemampuan untuk berpikir dan memutuskan apa yang terbaik yang harus kita lakukan demi kebahagiaan kita semua. Hidup itu singkat bukan hanya untuk dipahami, tetapi terutama untuk di-jalani. Ya, dijalani apa adanya.

Dan inilah yang ingin aku tulis lagi di pagi yang mendung ini; menyambung fragmen pentas kehidupan yang semalam aku lalui, tetapi yang tak mampu aku abai-kan keindahannya. Pagi yang dibasahi hujan, tetapi membuat hati kita menjadi lembut dan penuh inspirasi. Ilham, kes-empatan dan kemampuan kita seringkali akan timbul justru saat kita dilanda kesul-itan dan kekecewaan yang mendalam. Ya, hanya dalam situasi krisis saja nalar dan rasa kita menjadi maksimal dan berdaya penuh. Bukan dalam suasana yang tenang dan tanpa tantangan. Maka dalam hidup yang dipenuhi segala macam tantangan inilah yang bisa memacu segala kemam-puan kita. Untuk mengakhiri fragmen singkat ini aku memutar kembali alunan lagu D’Masiv sebagai kekuatan bagi kita semua….….

…Syukuri apa yang ada……Hidup adalah anugerah…

…Tetap jalani hidup ini……Melakukan yang terbaik…

…Tuhan pastikan menunjukkan…….Kebesaran dan kuasa-Nya……Bagi hambanya yang sabar….

…Dan tak kenal putus asa…

…Jangan menyerah…...Jangan menyerah…...Jangan menyerah…

Fransiskus Mikael Sinu Keraf

Page 14: You'll Never Walk Alone

�� Tunas Verbist Desember 2009

Pengalaman yang nyata terjadi di kota Ja-karta, tentang realita kehidupan anak-anak jalanan. Menjadi pertanyaan penuntun reflek-si saya, sejauh mana saya peduli dengan ke-hidupan mereka, apa yang bisa saya berikan untuk mereka. Pengalaman seperti apa? Dan bagaimana pengalaman itu mampu membu-ka mata saya! Itu yang akan saya bagikan kepada para pembaca semua. Sekiranya bisa menggugah hati saudara untuk semakin peka dengan keadaan di sekitar kita.

Kegiatan apostolat dalam pendidikan calon imam merupakan suatu kebutuhan, dan bukan kewajiban, karena orang ter-kadang melakukannya sebagai suatu beban, sehingga pemahaman seperti ini yang perlu diluruskan sesuai dengan tujuan dasar keg-iatan apostolat dalam pendidikan calon imam. Dilihat dari pengertiannya, ‘apostolat’ berarti kerasulan yang menuju pada pelayanan. Un-tuk pendidikan calon imam, kata ‘pelayanan’ tentunya sudah tidak asing lagi, karena pada dasarnya mereka akan diutus untuk melay-ani umat.

Akhirnya datang juga. Sebuah kalimat penuh pengharapan akan masa penantian yang cukup lama berkecamuk di benak saya, “Dimanakah saya akan ditugaskan?” Ternya-ta selama setahun ke depan, saya akan melayani anak-anak jalanan. Itulah jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang selama ini mengganggu pikiran saya. Perasaan saya saat itu takut dan bingung. Apa yang bisa saya berikan untuk mereka? Lantas dengan cara bagaimana saya bisa dekat dan mema-suki kehidupan mereka? Bukannya mereka itu liar, nakal, dan bagian dari sampah ma-

syarakat? Bayang-bayang seperti itu sema-kin membuat saya takut, dan malas.

Dengan beberapa teman yang telah lama bertugas dalam pendampingan kepada anak-anak jalanan, saya memulai misi seb-agai seorang frater. Di sebuah rumah kon-trakan yang kecil, saya memperkenalkan diri kepada anak-anak jalanan, kemudian juga kepada kakak Pembina di komunitas Home of Pro Life. Komunitas ini merupakan wadah bagi beberapa relawan yang berkarya untuk anak-anak jalanan. Secara khusus, tempat ini menjadi peristirahatan dan penampungan bagi mereka. Perkenalan kami lanjutkan den-gan sharing bagaimana seluk beluk perjala-nan Home of Pro Life. dalam kesempatan ini kakak pembina menyodorkan sebuah album foto berukuran besar, berwarna merah. Aku mulai membukanya dan sontak hatiku ber-kata, “Ya Tuhan, kenapa seperti ini?” Dari halaman pertama sampai akhir berisi foto anak-anak jalanan yang menderita berbagai jenis penyakit, antara lain; HIV/AIDS, tumor, kanker, yang pada akhirnya berujung pada kematian. Selain itu, ada pula kumpulan foto tentang kegiatan-kegiatan anak-anak jalanan di Home of Pro Life. Saya ‘jijik’ melihatnya, dan bahkan enggan untuk berlama-lama melihatnya. Seperti inikah yang akan saya layani? Perasaanku semakin kacau, antara sedih melihat penderitaan mereka, dan takut apabila penyakitnya sampai menular kepada saya.

“Tenang Frat, tidak usah cemas. Mungkin Tuhan memakai mereka untuk menyatakan diri-Nya,” kata kak Apri, salah seorang Pem-bina di Home of Pro Life.

Tetapi carilah dahulu kerajaan Allah dan ke-benarannya maka semuanya itu akan dit-

ambahkan kepadamu (Mat 6:33)

Yesus di dalam diri anak-anak jalanan

Refleksi

Page 15: You'll Never Walk Alone

Tunas Verbist Desember 2009 ��

Kata-kata yang sederhana namun memi-liki makna yang cukup mendalam ini, mem-buat saya terhenti sejenak untuk berpikir. Benar juga apa yang telah dikatakan kak Apri, mungkin Tuhan memilih mereka untuk menyatakan diri-Nya.

”Ya, mungkin juga kak, kitakan juga tidak tahu bagaimana rencana Tuhan menyatakan diri-Nya,” sahutku.

Sepintas melihat latar belakang kehidu-pan mereka, sangatlah berbeda dengan yang kita alami. Segala sesuatu bisa kita dapatkan dengan mudah, semudah kita membalikkan telapak tangan, karena orang tua masih ber-sedia memperhatikan dengan memenuhi ke-butuhan kita. Namun kehidupan mereka jauh berbeda. Dalam hidup ini mereka berjuang seorang diri, tanpa orang tua, dan sanak saudara. Seakan-akan masuk ke dalam du-nia yang baru, yang seringkali membuat mer-eka menjadi shock melihat situasi hidup yang berat dan menantang, yang akhirnya mem-bawa mereka dalam dunia 3P: pengemis, pengamen, dan pencopet. Dunia yang sama sekali tidak mereka inginkan.

Kehidupan mereka membuat hati saya trenyuh (perasaan terharu). Mereka menin-ggalkan kampung halaman, untuk mengadu nasib di kota Jakarta. Namun bukan keba-hagiaan yang mereka dapatkan, melainkan penderitaan. Dalam sharing pribadi dengan salah satu anak jalanan di Home of Pro Life, dia mengungkapkan isi hatinya demikian:

“Frater enak ya, sudah memiliki hidup yang pasti. Tujuan yang dikejar sudah jelas. Apa yang ingin dicapai sudah ada, dan masa depan frater sudah terjamin. Kalau diri saya, susah… Saya tidak tahu masa depan saya akan seperti apa? Segala sesuatunya serba belum pasti. Saya sudah capek dan tidak tahu harus bagaimana. Hari-hari saya berlalu begitu saja, tanpa suatu kepastian.”

Melihat situasi yang mereka hadapi, tidak banyak yang bisa saya berikan. Saya hanya berusaha lebih banyak mendengarkan, den-gan harapan bisa membantu meringankan beban mereka. Kegiatan yang saya lakukan di Home of Pro Life selain mendengarkan sharing, juga menjadi tenaga pengajar bagi anak-anak yang sekolah. Semangat dan ketekunan mereka dalam belajar telah me-nyadarkan bahwa pandangan saya selama ini ternyata salah. Justru di dalam diri mereka

tumbuh secara alami kemauan yang besar untuk menuntut ilmu, karena mereka ingin sama seperti anak-anak pada umumnya. Dengan kemampuan seadanya saya mem-bantu mereka dalam belajar, dan mencoba untuk menjadi sahabat bagi mereka.

Dengan penuh rasa syukur saya meneri-ma tugas ini, diutus ke tengan-tengah hiruk pikuknya kehidupan Jakarta untuk menemani anak-anak jalanan yang kurang beruntung. Pengalaman ini membuka cakrawala pikiran dan hati saya menjadi semakin peka den-gan keadaan di sekitar, yang sering kali saya abaikan begitu saja, akibat segala kesibukan dan kepentingan pribadi yang telah menutup mata dan hati saya untuk melihat keadaan mereka yang cukup memprihatinkan. Ter-kadang saya menyadari kehadiran mereka dalam hidup. Namun karena berbagai hal, keberadaan mereka hilang dari pikiran dan hati saya. Dalam hal ini saya menjadi arogan, sombong, dan tidak peduli akan kehidupan mereka. Dengan mengumbar kemewahan dan bersikap apatis, sebenarnya saya telah membuat jarak dengan mereka.

Pengalaman apostolat dengan anak-anak jalanan, telah membuka mata dan hati saya yang sekian lama tertutup. Kini saya lebih menghargai dan peka dengan kehidupan anak-anak jalanan. Merasakan kebersamaan pada saat belajar, pada saat makan, men-dengarkan pengalaman atau syaring suka duka mereka semakin membuat saya dekat dengan anak-anak jalanan. Kehadiran mere-ka membantu saya menemukan Yesus yang tinggal di dalam diri mereka. Sehingga nilai pelayanan saya semakin berarti.

Bernardus Didin Setiawan

Page 16: You'll Never Walk Alone

�� Tunas Verbist Desember 2009

Warta KomunitasDikala langit gelap, dan hu-jan lebat membasahi selatan Jakarta, tepat di sebuah rumah sakit di daerah Pon-dok Indah lahirlah seorang anak laki-laki. Pada waktu itu tepat tanggal 3, bulan Maret, tahun 1988. Ia tum-buh dan berkembang di

Salam sehati sejiwa! Bertemu lagi dengan saya, Bernadus Didin, dalam Majalah Tunas Verbist edisi Natal. Pada kesepatan ini saya akan mem-perkenalkan lebih dalam tentang diri saya. Nama lengkap saya Bernadus Didin Setiawan, kelahiran Malang 27 Mei 1989. Saya anak kedua dari dua bersaudara. Saya tinggal di Desa Tumpakrejo, Kecamatan Kalipare, Malang Selatan. Sedangkan

dalam sebuah keluarga yang bahagia, ia memiliki empat saudara laki-laki, dan seorang perempuan. Ia adalah seorang yang suka berpetualang, dan menyukai sesuatu yang berhubungan dengan du-nia teater. Dia hanya seorang laki-laki biasa yang juga punya impian. Ia ingin menggapai seluruh mimpinya, ia ingin meraihnya, dan memeluknya erat-erat. Maka setelah lulus dari seminari menen-gah, ia memberanikan diri untuk bergabung den-gan CICM. Perjalanannya masih panjang, masih banyak tikungan-tikungan yang harus ia lewati, mungkin ia akan memeluk mimpinya, atau bahkan melepas semua impian itu.

Leonardus Aldo Hutama Gunawan

Profil Frater Tingkat I

hobi saya adalah ber-main bola (sepak bola atau futsal). CICM menjadi pilihan hidup saya karena saya melihat persaudaraan-nya yang begitu kuat, dan merupakan salah satu tarekat interna-tional yang karya mis-

inya tersebar di seluruh penjuru dunia. Atas dasar inilah, saya memilih CICM, karena saya berani bermimpi mengubah wajah dunia menjadi wajah Kristus, dan saya ingin mewujudkan impian itu le-wat tarekat ini.Orang tua menjadi sosok yang cukup berpengaruh dalam diri saya. Kehadiran mereka berdua senan-tiasa menguatkan saya dalam jalan panggilan ini. Di saat saya dalam kebimbingan, orang tualah yang pertama hadir dan membantu saya. Saya melihat karya Tuhan bekerja dalam diri orang tua saya.

Bernardus Didin Setiawan

Saya, Safer Kromen, adalah seorang petual-ang. Saya berusaha menggapai hari terjanji dalam getaran nafas kehidupan yang kian hari kian menggulung benang pengalaman, diiringi beragam warna dalam syair “Aku Di-panggil dan Akan Pergi” yakni misionaris. Saya adalah anak pertama dari lima ber-saudara. Mengapa saya berada di Sang Tu-nas? Ehem… ceritanya panjang. Tetapi se-cara singkat, saya ingin jadi petualang. Hobi saya bervariasi. Bisa main bola kaki, futsal, angkat besi, bisa menggambar dan yang satu ini adalah yang paling dominan di meja makan…(???). Motto saya “be your self” dan prinsip hidup saya ialah “tomorrow must be success”. So, ini saja perkenalan singkat dari saya. Semoga dapat dukungan dari sidang pembaca, teman-teman, dan terutama dari ortu (orang tua) yang saya kasihi. Amin.

tomorrow must be success!

Saferius Doi Kromen

Page 17: You'll Never Walk Alone

Tunas Verbist Desember 2009 ��

Bernama lengkap Andreas Gabriel Wahyu Apridianto, biasa dipanggil den-gan nama Wahcu. Dilahirkan di Jakarta, pada tanggal 4 April, 20 tahun silam. Pemuda berambut ikal yang suka ber-petualang ini, memiliki hobi berkreativi-tas. Lebih dari separuh usia hidupnya, ia habiskan di luar ‘rumah’. Berdasarkan refleksi perjalanan hidupnya, ia memilih menjalani kehidupan sebagai Mission-aris CICM. Dengan motto hidup, “Life is Beautiful”, dunia akan tampak lebih indah bila kita melihatnya dari mata seorang Wahcu.

Sungguh menyenangkan bisa berkenalan dengan orang sepertinya. Dia dikenal dengan sebutan George Dominic. Pria yang berkela-hiran Kota Kinabalu, Sabah, MALAYSIA, tanggal 20 Juli 1988 ini, berasal dari Flores Larantuka. Meskipun bertanah kelahiran Ma-laysia, ia tetap berkebangsaan Indonesia.

Oknum ini memulai pendidikan dasarnya di St. Anthony Penampang, Sabah, Malay-sia dan kemudian melanjutkan pendidikan yang sederajat dengan SMP di SMK Bahang Penampang, Sabah, Malaysia. Pada tahun 2000 ia kembali ke Indonesia sebagai suatu ungkapan cintanya kepada Negara Indonesia dan melanjutkan pendidikannya di SMP Neg-eri 2 Larantuka, Flores Timur. 3 tahun di Flores ia berhijrah ke tanah Jawa demi melanjutkan

pendidikan di tingkat SMA di Seminari Mari-anum. Setelah 4 tahun di sana ia membulat-kan tekadnya untuk menjadi seorang imam misionaris dengan bergabung dalam tarekat CICM. Sampai sekarang ia masih tetap eksis di jalur itu. Tentang kepribadian dan hal-hal lain yang ada pada dirinya, mungkin akan lebih menyenangkan jika saudara-saudari yang terkasih dalam Kristus berkenalan lang-sung dengan orangnya. Jangan takut karena orang ini sangat ramah, baik hati, suka me-nolong dan tahu terima kasih.

George Dominic

Saint Wahjoe

“l ife is beautiful”

Page 18: You'll Never Walk Alone

�� Tunas Verbist Desember 2009

Password: Kamu yang merasa diri cakep, boleh lanjut baca!!!!!

“Siapa kamu?” tan-yamu sedikit penasaran. Pria bertinggi 160 cm, den-gan bentuk wajah yang oval dan ber-body atletis, akan menjawabmu santun.

“Afi, lengkapnya Gregorius Afioma”“Kenapa ada di sini?” timpalmu pula se-

makin penasaran. Kamu akan kaget, sebab respon pertamanya tertawa lepas plus se-nyum manis dari lesung pipi yang samar. Lalu pria tamatan Seminari Pius XII “Kiss-all,” (Kisol) Manggarai, pada tahun 2008 itu malah balik bertanya.

“Adakah pertanyaan yang lain yang ada pada-Mu?”

Engkau sejenak berpikir. Wajahmu mem-biaskan kebingungan. Selepas kemudian, engkau menggeleng-geleng kepala. Sedang-kan pria yang gemar main catur ini, kelihatan sibuk mengurai tali sepatu futsalnya yang terbelit. Dengan matamu yang terus merayu dan sikapmu yang masih membujuk, ia akan menjawab.

“Aku di sini sedang mencari dan menanti jawaban atas pertanyaan-Mu, Mengapa aku di sini? tutur pria yang lahir 20 tahun silam, tepatnya 7 Mei. Pria itu pun berharap engkau tertegun mendengar jawaban itu ha……

Ada seorang anak muda yang termenung di depan sebuah monitor, entah apa yang dia pikirkan. Tapi sepertinya dia sedang bingung, bagai-kan seorang siswa yang memikirkan jawa-ban yang tepat dan benar dalam ujian yang dijalaninya, hehehe… Setelah ditelusuri, ternyata anak muda itu se-dang bingung membuat otobiografinya. Dia nggak punya ide. Dia nggak begitu kreatif dalam hal membuat otobiografi kayak gitu. Memang sih nggak ada tuntutan untuk buat yang kreatif, tapi kalo nggak kreatif kurang menarik dong…

Ok… lanjut saja ceritanya, dan ternyata anak muda itu adalah orang yang menulis ini… siapa sih dia?Dia itu adalah saya, yang bernama lengkap Andrew Supit, saya lahir di sebuah kota di ujung utara Indonesia, tepatnya di Manado. Saya lahir 20 tahun yang lalu (kayaknya 20 tahun lebih deh) pada tanggal 1 Juli 1989, dan saya juga besar dari keluarga Katolik yang taat… Dan saya sebenarnya tidak pu-nya saudara kandung alias anak tunggal…Kalau mengenai hobi, saya senang memba-ca khususnya buku-buku novel (tentunya ada buku yang lain-lain), selain itu saya juga suka menulis puisi walaupun belum profesional, sekadar iseng aja… Terus apalagi ya… Oh iya saya lupa, sebe-lum saya mengakhiri perkenalan ini, saya mau membagi sebuah kata-kata bijak yang menjadi pegangan buat saya. Kata-kata ini saya ambil dari ucapan mother Theresa (dia favorit saya) yang mengatakan, “Sedikit yang kita miliki, banyak yang kita berikan. Tampak-nya mustahil tetapi itulah logika cinta.” Kayaknya itu aja, soalnya udah nggak punya ide lagi nih, hehe… kalau ingin lebih menge-nal saya datang saja ke Skolastikat “Sang Tunas” CICM, Pondok Bambu.Sekian dan terima kasih.

Andrew

Supit

GregoriusAfioma

Page 19: You'll Never Walk Alone

Tunas Verbist Desember 2009 ��

Mentari pagi mulai menampakkan sinarnya di sebelah timur. Ayam-ayam pun berkokok menandakan hari baru telah tiba. Di awal hari yang baru itu, seorang bayi pun telah lahir ke dunia. Tangisan pertamanya menan-dakan bahwa ia telah lahir ke dunia dengan selamat. Kedua orang tuanya menyambut dengan gembira kelahirannya. Burung-bu-rung pun turut bernyanyi melagukan nyany-ian pagi menyambut pagi yang indah dan kelahiran seorang bayi.

Bayi tersebut bernama Surianus Mang-gau. Ia berasal dari sebuah keluarga petani dari Tana Toraja. Orang-orang di sekitar bi-asa memanggilnya dengan nama “Suri”.

Sekarang ia sedang menjalani panggilan-nya di Pondok Bambu, sebagai seorang frater tingkat pertama di pra-novisiat CICM.

Hobi yang paling disenanginya adalah jalan-jalan, nonton TV, main game, dengar musik, baca buku cerita dan komik, serta main bulutangkis dan juga tennis meja. Men-genai musik, ia paling suka mendengarkan jenis musik R&B. Bahkan ia sampai men-goleksi kaset-kaset R&B, demi memuas-kan telinganya, hehehe. Sedangkan motto hidupnya adalah “Talk Less and Do More”.

Surianus Manggau

“Talk Less

and Do More”

HALO semuanya… jumpa lagi dalam rubrik Tunas Verbist Magazine yang makin hari ma-kin keren aja. Balik lagi di awal bulan Okto-ber, saat mendekati musim penghujan bersa-ma saya “Pria Sejati.“ Selanjutnya, saya akan memperkenalkan siapakah “Pria sejati“ itu. Buka mata hatimu, buka mata imanmu, he-hehe! Ya, terimalah salam hangatku bagimu sekalian, “COR UNUM ET ANIMA UNA”.Nama : Yohanes Christian MauSapaan : Yohan (universalis), Totte (expecio)Zodiak : The universality member of LIBRAT T L : Dili (sekarang Ibu Kota Republik Demokratik Timor Leste), 21-10-1989

Kalau soal hobby, saya suka bermain gitar, meskipun cuma tahu kunci-kunci dasar dan juga bermain basket serta hal-hal lainnya, yang penting bisa menyenangkan saya dan semuanya. Karena saya berasal dari Atapupu yang merupakan wilayah perbatasan dengan Timor Lesta, maka untuk musik, saya lebih suka lagu-lagu porto alias lagu-lagu portugis yang penuh dengan irama dansa. Saya merasa tertarik dengan gaya hidup dan semangat para misionaris CICM. Oleh karena itu, saya memilih CICM sebagai tangga bagi saya dalam menapaki jalan panggilan, khu-susnya menjadi seorang misionaris religius. Baru setahun lebih saya bergabung bersama CICM, namun banyak hal yang sudah saya alami baik suka maupun duka. Tapi satu hal yang paling indah dan tak akan saya lupakan ketika bersama CICM, yaitu persaudaraan yang begitu akrab dalam semangat sehati sejiwa.Mungkin, cukup sampai di sini dulu perkena-lan diri saya. Kalau ada waktu baru disam-bung lagi. Kemarin, hari ini, hari esok, masih menunggu kita untuk bercerita. Thank You!

Yohanes Christian Mau“Big is Beautiful”

Page 20: You'll Never Walk Alone

�� Tunas Verbist Desember 2009

Salam perdamaian!!!!!!. Saya adalah Jan, King, Ronaldo, atau juga John yang mempu-nyai nama lengkap Johanes Ria Raja. Dari ketiga nama sapaan di atas kayaknya ‘JOHN’ menjadi sapaan terfavorit sejak 9 tahun tera-khir (dihitung dari tahun 2000). Kalau tidak salah dan keliru, saya dilahirkan di Bogor pada tanggal 1 Februari 1989. Kurang lebih 15 tahun lamanya (1989-2004), hidup saya tercurah sepenuhnya di kota impian Depok. Lalu 4 tahun sesudahnya (2004-2008) saya sempat mengembara di bumi Seminari Stella Maris Bogor. Dan akhirnya sejak September 2008 sampai diterbitkannya majalah ini, saya masih ‘menempa diri’ di Skolastikat CICM, Sang Tunas Pondok Bambu, Jakarta (Markas besarnya Tunas Verbist Magazine) gitu loh... Jadi barang siapa yang menemukan ses-eorang yang memiliki bentuk tubuh propor-sional (bobot: 75 kg; bebet: 186 cm; bibit: 2x lebih unggul; babat: apa saja); kelakuan ‘cuk-up demokratis’, romantis, sadis, simbolis, dan IS-is yang lainnya; ‘lumayan” bergaya ketika sedang berolaraga; sangat menyukai sepak bola, futsal dan musik (khususnya gitar cuy); serta sangat memuja Iwan Fals dan om Bob Marley, angkatan ‘08 dan Neo-platonisme. Pastikan orang itu adalah Jhon...Gue banget, damai aja ya cuy... Ha… ha… ha...

John King

Ronaldo

Petikan gambus dan kecapi terus men-emani kesunyian. Malam yang indah dan tenang saat itu menghentikan sejenak kejahatan yang setia menemani dunia. Bahkan waktu seolah berhenti berjalan karena terkagum menikmati indahnya dunia, serta tangisan bayi pada 20 No-vember 1989, yang semuanya terangkai menjadi harmonisasi indah yang ikut me-warnai indahnya malam itu. Dengan se-nyum kebahagian, kedua orang tuanya menamai bayi itu Norbertus Roy Fer-nando Seran. Waktu kembali berputar, dan bayi itu bertumbuh menjadi anak yang pandai dan murah hati.

Kesadaran akan nilai pendidikan yang tinggi membuat kedua orang tuanya ber-

sepakat untuk menyekolahkan Roy di SDK Lafaek fera, SMPK Don Bosko, At-ambua (1-2), SMPN I (2-3), dan Seminari Sta. Maria Immaculata Lalian, Atambua, Timor, NTT. Sekarang pria ini bergabung dan bermimpi bersama dengan CICM untuk mengubah wajah dunia menjadi wajah Kristus, sambil bergulat dengan Filsafat-Teologi di Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara, Jakarta.

Pengagum berat Valentino Rossi ini, menjadi seorang “pebalap” dalam lapan-gan hijau. Karena kecepatan dan kelihaian menggocek bola, ia pun diberi gelar “pan-geran futsal”. Olahraga dan musik sudah menjadi rangkaian nada yang mengalir dalam aliran darahnya. Akhir kata, keper-cayaannya bahwa Tuhan itu tidak pernah terlambat atau terlalu cepat, membuat ia selalu tabah dalam menghadapi segala tantangan yang datang menggoyahkan panggilannya.

Roy Seran

“Anak Timor”

Page 21: You'll Never Walk Alone

Tunas Verbist Desember 2009 ��

November dalam hitungan harinya yang ke-23. Di tengah malam berbintang, suara tangisanku memecah seakan ingin membangunkan dunia yang sedang terlelap. Keterasinganku ditemani canda dan tawa keluarga. Mereka tampak bahagia oleh kehadiranku sebagai putra pertama dari keempat saudaraku yang kini terpisah jauh dariku. Saat itu aku sungguh tak tahu dan tak sadar tentang siapa aku. Namun satu hal yang pasti mereka telah menamaiku. Pada suatu kesempatan berahmat sembari membisikan kata-kata dengan curahan air yang membasahi kepalaku, namaku disakralkan oleh sang utusan. Semuanya sah dengan tangisanku yang hilang dalam seruan amin umat Tuhan Jika saat itu aku sudah tahu dan sadar, aku mungkin saja menolak semua identitas ini. Namun kini aku sudah tahu dan menerima diriku apa adanya. Jika saat nanti ada orang menan-yakan identitasku, aku akan menjawabnya dengan bangga. Saat ini aku akan mengatakannya pad-amu kalau nama saya Klemens Bhajo tapi kebanyakan orang menyapaku Emen. Kata orang aku seorang seniman dan aku mengiyakan itu. Mendengarkan musik reggae sambil melukis adalah kesukaanku. Pendidikan dan panggilanku sejalan. TKK selesai tanpa tanda tamat, Sekolah Dasar biasa saja tetapi di sinilah aku merasa terpanggil. Aku lalu masuk Sem. Menengah di Mataloko-Ngada tetapi gagal di tahun kedua. Waktu tersisa di SMP kuselesaikan di Virgo Fidelis-Maumere. Dalam asuhan nene’ Domi alias Sem. San Dominggo aku berhasil. Tanpa ragu aku melamar dan masuk CICM walaupun saat itu aku tak tahu pasti apa sesungguhnya CICM. Yang aku tahu adalah tantangannya,”Beranikah engkau bermimpi, mengubah wajah dunia menjadi wajah Kristus?” Dan aku bangga menyebut sehati sejiwa setelah kualami hidup dalam dunia CICM baik saat menjadi anggota TOR Sang Tunas Makassar maupun saat ini warga Skolastikat Sang Tunas Jakarta. CICM asssssssssyiiiikkkkkkkk . . . ! Klemens Bhajo

Pada hari ketiga bulan Mei tahun 1989, aku terlahir ke du-nia. Suara tangisanku di Poliklinik Waibalun pun mencip-takan kebahagiaan bagi pasangan Antonius Kedati dan Rosalia Kelen. Kehadiranku telah dinanti seorang saudari dan dua saudaraku. Dan aku pun dinamai Yohanes Hegon Kelen Kedati dengan ‘No Egon’ sebagai sapaan manisku. Setelah pendidikan S2 (SD dan SMP) di Waibalun, diriku melalanglang buana ke ta-nah Jawa, tepatnya di Sem. Marianum, Probolinggo. Di sanalah, diriku ditempa dan dididik oleh para Carmelit. Berawal dari tempat ini jugalah, aku dijuluki ‘Nesta’dan sampai sekarang nama ini melekat sebagai nama panggilanku. Setelah 4 tahun berada di ‘penjara suci’ ini, aku memilih CICM sebagai ‘pelabuhan’ panggilanku. Motto: COR UNUM ET AMINA UNA dari CICM lah yang membuatku tertarik untuk masuk dan hidup di dalamnya. Setelah menjalani Tahun Orientasi Ro-hani (TOR) di Makassar, kini aku pun menjadi penghuni SST dan menjalani kuliah di STF Driyarkara. Hidup yang tidak direfleksikan adalah hidup yang tidak pantas dijalani. Kata-kata Socrates ini membuat aku terus mencari tujuan dan makna hidupku. Dengan irex alias ikut rencana X’tus dan kuku bima atau kuat aku bersama Ibu Maria (tentu Ma-ria ibu Yesus), pencarianku terhadap tujuan dan makna hidup lebih mendalam dan indah. Namun, ketika aku berada pada titik jenuh, aku pun mengatasinya dengan bercocok tanam atau menonton sepak bola. Kedua hal di inilah kesenangan saya yang selalu dapat menghibur saya.Maka, kenalilah diri nda!

Yohanes Hegon Kelen Kedati

Page 22: You'll Never Walk Alone

�0 Tunas Verbist Desember 2009

Kronik

Oktober7 Hari ini komunitas SST kedatan-

gan seorang seminaris bernama Dwi dari Seminari Menengah Wacana Bhakti. Ia datang ke komunitas SST untuk melaku-kan kegiatan live in supaya dapat sema-kin mengenal kehidupan CICM.

11 Fr. Galuh sangat berbahagia karena merayakan ulang tahunnya pada hari ini. “Selamat ultah, daeng! Semoga semakin teguh dalam jalan panggilanmu. Untung sekarang tidak lagi dibuang ke kolam, ya,” kata Fr. Afi.

12-16 Hari ini para frater sedang meny-iapkan amunisi (pikiran) serta senjata (in-gatan), untuk menghadapi Ujian Tengah Semester (UTS). Yang serius ya, frat… keep on fighting!

14 Salah satu karyawati kami, Sdri. Yuli, hari ini merayakan hari ulang tahun-nya. Selamat ultah, ya! Semoga tetap se-mangat dalam pengabdianmu.

21 Hari ini Fr. Yohan (Tote), pria tam-bun asal Timor, merayakan hari ulang ta-hunnya. “Setia dalam panggilan ya, frat. Ingat teman, ko su pi (kau sudah pergi) jauh-jauh dari Timor meninggalkan ban-yak kebahagiaan, demi mencari kebaha-giaan yang sejati,” kata Fr. Roy (‘tempro’ alias teman paroki dari Fr. Yohan).

22 Hari ini para frater SST Pondok Bambu mendapat kunjungan 2 anggota General Government, yang bermarkas di Italia, dalam tarekat CICM, yaitu P. Gabby Gessyen, CICM, dan P. Philip Yu, CICM. “Selamat datang Pater, di dalam komunitas kami. Dan terima kasih pula atas masukan-masukannya bagi kami!”

24-25 Mission Sunday Camp atau Per-ayaan Minggu Misi, diadakan di Bumi

Perkemahan Cibubur. Acaranya berlang-sung seru, karena para frater dan mudika yang hadir penuh semangat mengikuti kegiatan ini. Tema yang diangkat adalah “You’ll never walk alone”. Ya, memang benar bahwa kita tidak pernah berjalan sendirian. Sebab akan selalu ada te-man dan sahabat di samping kita yang menggenggam tangan kita dan mem-bantu mengatasi segala tantangan hidup kita.

29 Hari ini komunitas SST mengada-kan perayaan ultah bulanan bagi teman-teman yang berulang tahun pada bulan Oktober ini, yaitu Fr. Galuh dan Fr. Yo-han.

November4 “Happy birthday to you… Happy

birthday to you… Happy birthday Father Anis… Happy birthday to you!” Ya, pada hari ini komunitas SST larut dalam keg-embiraan karena merayakan ulang tahun salah seorang formator kami, yaitu Pater Yohanes Karinus Laga Muda, CICM atau yang akrab dipanggil Pater Anis. “Semo-ga pater semakin semangat dan selalu setia dalam tugas pelayanannya. Amin”

18 Tepat pukul tiga sore, para frater sudah tampak segar dan berbondong-bondong menuju ke kapel sambil mem-bawa Kitab Suci. “Ada apa, ya? Oh, rupa-nya hari ini kami mengadakan rekoleksi bulanan yang dibawakan oleh Pater Kaytanus Saleky, CICM. Yah, yang jelas banyak sekali tawa dan sumber inspirasi yang kami dapat hari ini, hehehe...! Teri-ma kasih pater karena telah membagikan banyak pengalamannya kepada kami.”

Skolastikat Sang Tunasdari waktu ke waktu

Page 23: You'll Never Walk Alone

Tunas Verbist Desember 2009 ��

20 Fr. Roy tampak ceria hari ini. Se-nyumannya yang menawan serta hid-ungnya yang selalu kembang-kempis menunjukkan bahwa ia sedang bahagia hari ini. Oh, ternyata hari ini ia merayakan ulang tahunnya. “Semoga kamu semakin semangat ya, dalam panggilanmu!” kata Fr. Galuh.

23 Hari ini Fr. Emen merayakan hari ulang tahunnya, walaupun ia terlihat agak lelah karena baru saja pulang dari ekspedisi Gunung Papandayan di Garut. “Hehehe, kau hebat sekali teman, karena kau akhirnya berhasil menaklukan Gu-nung Papandayan. Untung sekali ya kau tidak bertemu harimau di gunung itu,” kata Fr. Yandi.

26 Teman kami, Roni, hari ini ber-pamitan kepada semua anggota komu-nitas SST karena ia telah memutuskan untuk meninggalkan tarekat CICM. “Yah, kami hanya dapat mendoakanmu, teman, semoga kau berhasil dalam hidupmu di luar sana.”

Pada malam ini juga, komunitas SST mengadakan perayaan ulang tahun bu-lanan untuk Fr. Roy, Fr. Emen, dan Pater Anis, yang berulang tahun pada bulan

ini. Acaranya sendiri berlangsung sangat heboh. Bahkan para frater berhasil mem-buat Br. Sule ikut bergoyang dangdut. “He he he . . . tarik lagi mang!”

27 Para frater terlihat sibuk sekali pada hari ini. Oo, ternyata mereka semua berangkat menuju Paroki Kristus Salva-tor Slipi untuk melakukan gladi bersih dalam rangka perayaan ekaristi hari jadi tarekat CICM, sekaligus pentahbisan Br. Sule menjadi seorang diakon.

28 “CICM… duta misi Gereja… Se-lalu agung namamu… CICM…,” suara emas para frater SST berpadu merdu dengan suara para umat yang hadir pada misa sore hari ini, di Paroki Kristus Salvator, Slipi. Ya, hari ini tarekat CICM tengah merayakan hari jadinya yang ke-147. Rasa syukur dan pujian pun sema-kin membahana karena pada perayaan ekaristi kali ini Br. Fransiskus Sule, CICM ditahbiskan menjadi diakon oleh Uskup Banjarmasin, Mgr. Piet Bodeng Timang, Pr. “Proficiat, ‘Budi’!” (Bruder Diakon-red) timpal Fr. Santos debgan istilahnya yang terkesan maksa. Semoga semakin se-mangat dalam pelayanannya.

Keluarga BesarCongregatio Immaculati Cordis Mariae

Provinsi Indonesiamengucapkan

Proficiatatas rahmat tahbisan Diakon yang telah diberikan

kepada

Br. Fransiskus Sule, CICM

Oleh:Mgr. Piet Bodeng Timang, Pr

Pada tanggal 28 November 2009Di Gereja Kristus Salvator, Slipi - Jakarta

Page 24: You'll Never Walk Alone

�� Tunas Verbist Desember 2009

Mother TheresaWahyu Andreas

John Paul IIWahyu Andreas

“Hanya tergantung”Lokasi: Kamar 33Wahyu Andreas

Page 25: You'll Never Walk Alone

Tunas Verbist Desember 2009 ��

“Menyambut Langit Pagi”Lokasi: Situ Patenggang, Jawa BaratGaluh Arjanta

“Indahnya Saat Berdua”Lokasi: Muara Angke,

Jakarta UtaraWahyu Andreas

“Cinta itu TIDAK Buta!”Lokasi: Malioboro, YogyakartaGaluh Arjanta

Page 26: You'll Never Walk Alone

�� Tunas Verbist Desember 2009

English Corner

There is no denying that English has been commonly used today. Almost in every part of this world people use Eng-lish to communicate with others or with new people. We also know that there are countries where English seems to be the mother language, such as England, Aus-tralia, and the United States of America. English, for them, has been thoroughly inculcated. They are the native speaker of English. Then, how about us who were born in land where English is not the com-monly-used language? Learning English, of course, is needed to fulfill the demands for a mastery of the English.We find several informations about Eng-lish from various sources and from our daily experience. Firstly, English is an international language. Although the speaker of English is less than Mandarin, its using is spread almost in every part of the world. In contrast to Mandarin that is used in a region only. That is why English become the main reference language to communicate broadly. For example, an Indonesian has to speak English when he arrive in Singapore and find informa-tion about everything. But, an English-man will speak in English when he arrive in Jakarta and the officer will serve him in English also. Secondly, English is used in various sec-tors of life, such as trade, economy, poli-tic, tourism, education, etc. In the sector of education, for example, English is pro-

vided as one of the compulsory curicu-lum. We study English from elementary school to high school. Now, let us try to narrow the scope of the using of English in our congrega-tion, CICM. Besides French, English is the official language of our congregation. English is used in the meeting of CICM priests, regionally and internationally as well. English become the unifier of the members of CICM who come from differ-ent part of the world and from different cultural background. In so doing, I have to use English when I talk with my confreres from other countries. This, of course, de-mands for perverance in mastering Eng-lish especially in my iniatial formation to be a CICM. How do we deal with this?There are many effective ways to improve our ability in speaking English: the for-mal and non-formal way. English lesson in school or English course are the for-mal ways we know. We, of course, have experienced it when we are in elemen-tary school, secondary school and high school. English become a structured-sys-tematic lesson in this formal way.Non-formal is followed by a private study. We just choose the most effetive and available way for us, such as knowing five new vocabulary by heart everyday, read-ing English text to have a good pronunci-ation, listening English song or wacthing film with English text to get more ability in hearing. In so doing, we master the four

AN AWARENESS

OF ENGLISH

Page 27: You'll Never Walk Alone

Tunas Verbist Desember 2009 ��

ability when we learn language, that are reading, writing, speaking, and listening. We can exercise the four ability by a rou-tine practice.All our effort, of course, will face difficul-ties. In my experience, people do not so interested in English because there is no awereness yet that English is an impor-tant and global language. People always think why we have to learn English. Is it rarely used, isn’t it? The second fac-tor is hesitation about capability to learn English. People regard English as a so complicated language that they have no enough ability to master it. Indonesian is difficult to learn, even less English. An intention is the first decisive step for-ward. But it is not enough. The difficulties still emerge. An Indonesian, for example, has difficulty to speak English. How do we describe this difficulty? Let me use the term of “double analysis”. To say an Eng-lish sentence means you have to choose, firstly, which words to be used. Secondly, we decide which structure or grammar or tenses to be used. The “double analysis” become its own difficulty not only for In-donesian to speak English, but also for Englishman to speak Indonesian or oth-er languages. It should be overcome by making people accoustomed, and daily practice will guarantee. There are many advantages when we learn English. Reading a book written in

English, for students of high school, is a demand. A book written in English is more representative and exellent to be source for homework or even for minithesis. Therefore most professor in high school or college offer or recommend English text book to students as main reference in lecturer or in working homework. After learning all facts and tendencies above, what supposed to be our attitude about English? Do you interested in Eng-lish now? Of course, this is depend on every person. An awareness about the importance of English is the first step. Awareness will bring about efforts. Aware-ness will motivate us to try to speak, to listen, to read, and to write. Awereness will bring us to the deep of the English. Thus, we are global human just like Eng-lish as a global language. I try to learned English as far as I can by using means that is available around me. English week is a very beautiful moment to pratice English. It begin with a courage to exprese a little thing such as greeting and asking for help. If you don’t know some words ask people around you or just cobine it with Indonesian word and people will appreciate it more. Then, try to read written-in-English books with a loud voice in your room. I am certain it will help you to pronounce English well. Last, try to write your idea in English. By do-ing the little, you will get the greater then. By trying to use simple English everyday, you will get huge advantage sooner or later. How about you? I challenge you from now on.

Marcelino V. Poluakan

Page 28: You'll Never Walk Alone

�� Tunas Verbist Desember 2009

John the Baptist was a prophet — a chosen messenger whose role in life was to prepare the way for God’s entry among his people. He came out of the desert and captured the imagination of the people who flocked to hear him, by announc-ing that the long awaited day of salvation was about to dawn on them. His words stung like the lash of a whip as he repri-manded his listeners for their loose life-styles which were making them careless and apathetic. The Baptist’s message was simple: ‘Do penance, reforms your lives by prayer and fasting for the Kingdom of God is at hand.’ The voice of John the Baptist speaks to us across the ages and urges us to prepare a place for the Lord in our hearts.

Advent is an invitation to conver-sion and John the Baptist gives us some down-to-earth advice on how to change our lives for the better. He talks about filling in valleys of prejudice, leveling down mountains of pride and straight-ening out the crooked paths of injustice. We ask ourselves what in our lives needs a complete turning around to allow God to come close to us. There are areas and dark corners of ourselves which we do not want disturbed even though we are aware that they prevent God from enter-ing into our innermost being. This Advent time of prayer and penance brings home

to us the need to make a fresh start if only to prevent spiritual drift. Preparing a way for God in our hearts is a time-consuming and costly business. It demands listening to what God is saying to us and, if nec-essary, acting upon it by making changes in our behavior. Welcoming God involves removing all blockages and obstacles which prevent him from coming close. Preparing a way for the Lord may mean walking a new path. Christ cannot save us without our co-operation. Like a true gentleman He does not force an entry into our lives but waits to be invited.

The voice of John the Baptist reminds us that we have the important task of an-nouncing Christ to others. Our every-day life is a message telling everyone through acts of kindness, honesty and faithful-ness that Christ is right here with us. We may be the only book about Christ which many people will ever read. His gospel of love is the answer to the problems of our troubled world. John the Baptist invites us to turn this Advent season into a real spiritual homecoming by making the ne-cessary preparations for the arrival of the Savior into our lives.

P. Anis Laga, CICM

The cries of John the Baptist then and now are still the same in nature for the human being

keeps on committing the same error; his message is always actual in every age

The Cries of John The Baptist

Page 29: You'll Never Walk Alone

Tunas Verbist Desember 2009 ��

Laju Metromini 47, jurusan Pondok Kopi-Senen, melambat ketika lampu lalu lintas di Jalan Pemuda, Rawa Man-gun, Jakarta Timur memancarkan cahaya merahnya. Hatiku sedikit gusar didesak waktu mulai kuliah yang kian dekat. Di tengah kegusaran itu, sepintas sempat aku rekam dalam ingatanku, tulisan poster

iklan yang dipanjang di depan Mall Arion “Narkoba menyerang siapa saja, dimana saja, dan bagaimanapun caranya”.

Kalimat itu mengingatkan aku pada kejadian beberapa hari lalu, ketika aku menjenguk sepupuku di rumah sakit. Di kamar yang bersebelahan dengannya, ter-dapat seorang pemuda yang tewas akibat tabrakan mobil. Sekujur tubuhnya ber-simbah darah. Tulang-tulangnya tampak remuk di beberapa bagian tubuh. Be-berapa saat kemudian, aku kaget dengan teriakan histeris seorang ibu di dekat situ. Lalu aku bergerak mendekat ke ibu itu.

“Bu, kenapa?” tanyaku dengan rasa iba. Ibu itu tak sanggup menjawab. Ia larut dalam isak tangis yang memilukan. Berkali-kali ia memukul dinding kamar rumah sakit dengan tangan kanannya. Ke-

palanya bersandar ke tembok. Ia berdiri lunglai. Terkesan ada sebuah penyesalan yang dalam dari peristiwa itu.

“Pak, ternyata teman saya ini pemakai narkoba,” sahut pria paruh baya di samp-ingku. Mukaku langsung kecut. Terang-nya pula, ibu tersebut baru mengetahui hal itu dari hasil visum dokter, bahwa dalam tubuh anaknya ada narkoba dalam dosis tinggi.

“Ia make’ mulai dengan tablet, hiru-pan, kemudian menyuntik, sehingga men-jadi ketergantungan hebat,” imbuh pria itu dengan setengah berbisik. Aku hanya diam dengan wajah prihatin atas peris-tiwa itu.

Bulan lalu, peritiwa yang hampir sama juga sempat aku dengar dari curhat te-

man kelasku. Ia tampak sedih mengenang kondisi mantan pacarnya yang kini mendekam dalam penjara. Ia berubah menjadi mudah tersinggung; cepat marah tanpa alasan yang jelas; sering menguap dan mengantuk; malas; sering melamun dan tidak mempedulikan kebersihan atau penampilan diri; pelupa seperti orang pikun; sering cemas; mudah stress atau gelisah; sukar tidur dan mudah curiga. Memang semula ia merasa asing den-gan sikap pacarnya, namun ia belum be-rani bertanya terus terang. Sampai suatu saat, peristiwa yang memiriskan hatinya datang. Pacarnya tertangkap polisi sedang nyimeng (menghisap ganja—red.) di kos temannya. Padahal semula pacarnya itu dikenal anak yang baik, berprestasi, dan sopan di kalangan teman-temannya di

Narkoba “Pengkhianat” Asa

Narkoba memang selalu dide-sain dalam bentuk promosi yang menggiurkan segala kalangan, sekaligus menggandeng perin-

gatan berbahaya

Refleksi

Page 30: You'll Never Walk Alone

�� Tunas Verbist Desember 2009

kampus. Bahkan ia sangat diperhatikan kedua orangtuanya yang cukup mapan. Teman saya itu mengaku, dulu ia sangat tergila-gila dengannya. Tak jarang, ia berkhayal tentang sebuah bahtera rumah tangga bersama pacarnya itu pada suatu saat nanti. Namun, kini semua angan-an-gan itu telah dibilas dengan cucuran air mata kecewa.

Meski terbukti berbahaya seperti be-berapa pengalaman tersebut, namun peng-guna narkoba tetap saja meningkat setiap tahun. Parahnya lagi, kalangan pelajar dan mahasiswa menjadi lahan tumbuh sum-burnya pengguna narkoba. Berdasarkan data Badan Narkotika Nasional (BNN) tahun 2006, tercatat sebanyak 83.000 pe-lajar menjadi pengguna narkoba, belum termasuk mahasiswa (Kompas, 26/6/08). Sedangkan dari tahun 2006-2007 terjadi kenaikan 5,6 persen pengguna narkoba di kalangan pelajar dan mahasiswa. Dengan demikian, jumlah penyalahgunaan nar-koba di kalangan pelajar dan mahasiswa yang mencapai 1,1 juta orang atau ham-pir 30 persen dari total pengguna narkoba yang ada di Indonesia pada tahun 2006 naik menjadi 1,7 juta orang pada tahun 2007 (Kompas,6/8/08).

Narkoba memang selalu didesain dalam bentuk promosi yang menggiurkan segala kalangan, sekaligus menggandeng peringatan berbahaya. Bandingkan saja dengan komposisi pengguna narkoba di kalangan pelajar pada tahun 2006. Peng-guna narkoba di kalangan sekolah dasar (SD) tercatat sebanyak 8.449 pelajar. Jumlah pelajar (SD) pengguna narkoba tersebut meningkat sekitar 30 persen dari tahun sebelumnya. Peningkatan pengguna Narkoba juga terjadi pada pelajar seko-lah menengah pertama (SMP) dan seko-lah menengah atas (SMA). Berdasarkan data BNN tahun 2004, tercatat sebanyak 18.000 pelajar SMP dan SMA pengguna

Narkoba. Jumlah tersebut meningkat sekira 400 persen pada 2006 menjadi sebanyak 73.253 pelajar SMP dan SMA yang menjadi pengguna Narkoba (Kom-pas, 26/6/08).

Menakar dalam refleksi kritis berdasar-kan data tersebut, tentu masalah narkoba memunculkan pesimisme akan masa de-pan bangsa. Malahan juga mengerutkan harapan yang pernah tertanam mapan dalam slogan “Generasi Muda, Generasi Penerus Bangsa.” Berhadapan dengan kondisi sekarang, rasa-rasanya slogan itu isapan jempol semata. Bahkan lebih mi-rip dengan idealisme utopis.

Apalagi pada lain pihak, negara ini ter-cabik-cabik konsentrasinya dengan situ-asi negara yang labil. Rawan manipulasi politik dan “lidah” hukum yang nyaris pu-tus. Pada gilirannya banyak kisruh tampil ke permukaan dan merembes luas. Hal

“Generasi Muda, Generasi Penerus Bangsa.”

Page 31: You'll Never Walk Alone

Tunas Verbist Desember 2009 ��

inilah yang acapkali menyandera mental masyarakat untuk berkembang. Demikian pun nalar bekerja di luar kepatutan sebab sarat dengan muatan kepentingan pribadi. Ujung-ujungnya, banyak masalah yang terlantarkan begitu saja dan sedemikian rupa terpelihara menjadi bom waktu. Lantas, di manakah kita menaruh harapan untuk menyambut kecerahan di masa de-pan?

Mungkin saatnya juga kita bangkitkan kembali semangat yang pernah merangkak dalam kelam. Apalagi momentum segar sedang membungkus kita dimana kabinet baru telah terpilih dan fajar tahun 2010 yang kian dekat. Kita coba memetakan lagi strategi perjuangan kita dengan me-nyambungkan kembali harapan yang per-nah tercecer. Potret buram yang pernah ada sebenarnya mengajak kita untuk lebih berkreasi dan tekun. Dalam pada itu, kita perlu membalikkan aktivitas nalar pada jalur yang benar. Di samping juga, nurani perlu diasah agar mampu mematangkan perilaku.

Oleh karena itu, pertama-tama kita per-lu menjaga “kemurnian” generasi muda. Meskipun kepincangan generasi muda kian akut, namun perhatian yang serius dan intensif dapat menormalkan kemba-li keadaan tersebut. Sebab, kaum muda, bagaimanapun juga menjadi pemegang tunggal surat “wasiat” atas negara ini. Hanya dengan bahu-membahu dan me-nyingsing lengan bersama antara generasi muda dan generasi tua, negara ini dapat selamat.

Gregorius Afioma

Page 32: You'll Never Walk Alone

�0 Tunas Verbist Desember 2009

“Kita membutuhkan jembatan, bu-kan tembok!” Demikianlah seruan Paus Yohanes Paulus II menanggapi pemban-gunan tembok pemisah antara wilayah Israel dan Palestina. Tembok pada dasarnya memisahkan, sehingga hanya akan melanggengkan konflik. Sedang-kan jembatan menghubungkan, sehingga betapapun rapuhnya akan memperlancar perjumpaan.

Dalam banyak hal, dunia politik lebih doyan membangun ‘tembok’ pemisah, ketimbang ‘jembatan’ penghubung. Keti-dakadilan, kesenjangan, kemiskinan, konflik, korupsi, kekerasan dan daftar panjang pelanggaran HAM adalah tan-da nyatanya. Keputusan politik kerap kali tidak membawa masyarakat ke arah yang lebih baik. Maka, harapan akan ke-hadiran tata dunia yang adil dan damai, berkemanusian dan lebih layak didiami, menjadi semakin jauh— seakan-akan be-rada di dunia yang lain. Di tengah sub-urnya politik yang mengabdi keuntungan dan dijalankan dengan orientasi pada ke-pentingan sempit ini, masyarakat tentu-nya mendambakan hadirnya politik yang menjunjung tinggi moralitas. Masyarakat mengharapkan hadirnya politisi yang ber-moral yang mampu melihat kesakralan politik.

Konteks IndonesiaHarapan ini bergema pula di tengah

kehidupan sosial-politik di Indonesia. Mungkin lebai (baca: lebih) bila kita membandingkan para politisi di negeri ini dengan ‘beo’: mengikuti, membenarkan, bahkan membela prilaku yang sudah jelas melanggar prinsip moral. Akibatnya, pe-nyelewengan dibenarkan dan kebenaran dipersalahkan. Meskipun sekarang ini orang berteriak menyerukan anti korupsi, kenyataannya perilaku yang korup masih saja terjadi (bahkan ditengarai terjadi pula di depertemen dan komisi yang tugas dan kewenangannya seharusnya bekerja atas dasar moralitas, yaitu departemen agama, departemen pendidikan, bahkan KPK dan kepolisian sendiri). Jelas, negara diru-gikan secara ekonomis, apalagi secara moral. Walaupun negara dirugikan demi kepentingan kekuasaan dan pertimban-gan politik sempit, persoalan ini tidak dituntaskan pengusutannya (untuk tidak mengatakan dibiarkan saja). Akibatnya, pelanggaran demi pelanggaran tetap ter-jadi, bahkan terjadi semakin menjadi-jadi. Dalam konteks seperti ini, kemudian

Keterlibatan dalam Politik adalah Suatu Panggilan Kristiani

Humaniora

Page 33: You'll Never Walk Alone

Tunas Verbist Desember 2009 ��

timbul suatu pertanyaan: Apakah dunia politik memang demikian adanya? Mun-cullah suatu dorongan untuk kembali me-lihat politik pada dirinya sendiri.

Politik itu Kotor?Dalam banyak hal, problem dunia ini

disebabkan oleh “permainan” politik dan “ulah” para politisi. Kemudian muncul-lah ungkapan lama yang masih sering kita dengar sampai saat ini: Politik memang kotor. Dalam berpolitik, orang boleh me-nipu, berpura-pura dan penuh retorika. Setiap momen menyediakan kesempatan. Setiap kesempatan menyediakan peluang. Akhirnya, setiap peluang adalah keuntun-gan. Dapat digambarkan bahwa seperti itulah wajah politik kita saat ini. Setiap momen dilihat sebagai kesempatan untuk memperoleh peluang demi mendapatkan keuntungan. Para elite lebih sibuk dengan urusan trik-taktik, tarik-ulur dan kompro-mi-lobi demi kepentingan dan keuntun-gan pribadi atau golongan.

Kemudian timbul pertanyaan: Apak-ah politik selalu begitu? Paus Yohanes Paulus II dalam khotbah dan sambutan-nya saat Yubileum untuk para pejabat pemerintahan, anggota perlemen dan politisi Katolik (Roma, 4-5 November 2000) menyebutkan bahwa menjadi poli-tisi adalah suatu panggilan. Suatu pang-gilan untuk melayani sesama. Dalam hal ini, Paus mengutip ensiklik Paus Paulus IV, Octogesima Adveniens, yang menye-butkan politik merupakan sesuatu yang dibutuhkan sebagai komitmen dalam me-layani sesama. Dengan demikian, politik pada dirinya sendiri adalah bersih dan bermoral. Politik ada karena dan untuk menciptakan kebaikan bagi segenap umat manusia (common good). Politik adalah kekuasaan yang membebaskan. Ia adalah

alat pembebasan bagi yang terbelenggu, miskin dan tak punya identitas. Dalam perspektif inilah politik dilihat sebagai panggilan yang sangat kristiani. Berpoli-tik merupakan panggilan untuk memberi kesaksian akan kehadiran Allah yang penuh kasih dan karya-Nya yang meny-elamatkan segenap umat manusia.

Apabila benar bahwa politik pada dir-inya sendiri tidaklah kotor, maka wajah politik yang kotor dan licik itu adalah ulah dari mereka yang terlibat di dalam-nya. Mereka tidak lagi melihat dan meng-hidupi politik sebagai wadah untuk me-layani, dan sebagai kesempatan untuk membangun wajah dunia yang semakin manusiawi. Lagi, mereka melihat poli-tik sebagai sarana untuk meraup keun-tungan, sekalipun harus mengorbankan

Page 34: You'll Never Walk Alone

�� Tunas Verbist Desember 2009

pihak lain. Bila demikian halnya, politik telah kehilangan rohnya. Akibatnya, wa-jah politik menjadi semakin kotor.

Politik yang BermoralApakah kekotoran tersebut dapat

dibersihkan? Bagi Paus, bukan hanya dapat, tetapi harus dibersihkan! Caranya, kembali ke fundamen dasar nilai morali-tas. Hanya dengan menjunjung tinggi ni-lai-nilai moral, politik akan ditempatkan sebagai sarana untuk membangun kepent-ingan dan kesejahteraan bersama.

Kekuasaan cenderung korup dan ber-main dalam tataran kepentingan. Kehen-dak baik belaka tidak menjamin suatu perilaku dan cara berpolitik yang baik. Kekuasaan perlu memiliki pembatasan dan moralitas merupakan sarana dasar untuk membatasi ruang-lingkup, ke-wenangan, serta pengaruh dari kekuasaan itu. Dasar dari moralitas politik ada pada kepentingan umum. Maka sejauh mana seorang politikus memperjuangkan ke-pentingan umum, menjadi ciri kuat untuk menilai bahwa ia memiliki kredibilitas moral serta integritas pribadi.

Orang dapat menyaksikan dengan jelas apa yang dihasilkan oleh politik kepent-ingan sempit: kemanusiaan dilukai, ke-adilan diingkari dan kebenaran ditutupi. Akibatnya, wajah dunia semakin ter-cabik, wajah Tuhan semakin pudar, dan wajah citra Allah semakin rusak. Bagi Gereja (Katolik), persoalan ini tidak saja menjadi persoalan politis, tetapi juga per-soalan moral. Bahkan, bukan hanya itu, ini juga adalah persoalan religius. Umat manusia membangun masyarakat tanpa Tuhan. Masyarakat tanpa Tuhan adalah masyarakat yang mengabaikan keluhuran martabat pribadi manusia, mengingkari kebenaran, dan mengabaikan keadilan. Semua ini adalah realitas sosial ketika

politik bungkam terhadap moral yang benar. Singkatnya, politik tanpa moral adalah politik yang jelek, bahkan mem-bahayakan. Dalam konteks seperti inilah, Gereja memiliki kewenangan berbicara mengenai kebenaran, kemanusian dan ke-adilan sebagai suatu prinsip untuk reflek-si, kriteria penilaiaan, dan arahan untuk bertindak. Kewenangan tersebut bukan dari dirinya sendiri, melainkan dari Kris-tus, karena panggilannya sebagai sakra-men keselamatan Allah.

Keterlibatan dalam Politik adalah suatu Panggilan Kristiani

Jika keseluruhan gagasan yang diban-gun dalam tulisan ini diringkaskan dalam satu kalimat, maka dapatlah dikatakan bahwa Gereja (Katolik) membebaskan umatnya untuk berpolitik, asal politik itu dilandasi nilai moral yang benar. Ni-lai moral yang dimaksudkan adalah nilai moral yang digali dari pewahyuan Allah dalam Injil dan tradisi Gereja. Tentu saja ini tidak berarti bahwa nilai-nilai moral yang dimaksudkan itu hanya berupa mo-ralitas yang ‘jatuh dari langit’ tetapi juga moralitas yang ‘tumbuh dari bawah’ yang kerap kali lebih logis dan sederhana, kare-na mengikuti konteks hidup yang berubah dengan cepat.

Page 35: You'll Never Walk Alone

Tunas Verbist Desember 2009 ��

Dalam kerinduan akan hadirnya tata dunia yang baru dan di tengah kecemasan terhadap masa depan yang semakin run-yam, kita dipanggil untuk membawa war-ta pembebasan Kristus. Panggilan terse-but adalah panggilan untuk memulihkan wajah citra Allah yang telah rusak. Atau bisa dikatakan mengembalikan masyara-kat sebagai masyarakat yang hidup den-gan Tuhan. Berangkat dari kesadaran ini, keterlibatan dalam politik menjadi sangat relevan dan mendesak. Mendesak karena kebijakan politik identik dengan hajat hidup dan tata kehidupan orang banyak. Bila kebijakan disalahgunakan, maka dunia yang dibangun adalah dunia yang tidak berketuhanan, berperikemanusiaan dan berkeadilan.

Dengan demikian dapat dikatakan bahwa berpolitik menjadi penting karena moral dan iman (yang senantiasa memi-liki dimensi spiritualitas dan sosial) dija-dikan inspirasi batin dalam aktivitasnya. Ruang berpolitik harus berdimensi mo-ralitas dan itulah perjuangan umat Kato-lik. Tentu ini merupakan tugas raksasa karena kita sedang berhadapan dengan realitas sosial-politik yang telah direduksi dalam seni melakukan kompromi dan ta-war-menawar kepentingan. Tak jarang, hal-hal yang dijadikan bahan kompromi adalah prinsip-prinsip dasar dalam mo-ralitas politik. Jadi, pilihan berpolitik dengan moral bukan hanya tugas yang raksasa tetapi juga mengandung resiko. Resiko yang dimaksudkan adalah pengor-banan kepentingan diri yang juga berarti panggilan pada ‘kemartiran’. Kemartiran di sini tidak diartikan begitu saja sebagai dibunuh, tetapi dapat juga berarti kehilan-gan jabatan, penyingkiran, pembunuhan karakter, teror, bahkan acaman kekerasan. Siapkah kita?

RefleksiJika gagasan dasar di balik panggilan

berpolitik adalah panggilan untuk mem-bangun tata dunia yang berketuhanan, dan tata kehidupan yang berprikemanusiaan dan berkeadilan, maka panggilan berpoli-tik itu tidak perlu dipahami semata-mata sebagai panggilan untuk berpolitik praktis. Panggilan berpolitik pada intinya adalah panggilan untuk menyerukan kebenaran, menentang kejahatan dan membela ke-adilan. Dengan demikian, panggilan ini dapat juga dihayati dalam kehidupan se-hari-hari tanpa harus terlibat dalam poli-tik praktis (seandainya memang tidak ada akses untuk itu). Kita bisa memulainya dari lingkungan kita yang paling kecil dan terjangkau, yaitu tempat tinggal, komu-nitas dan tempat kerja kita masing-mas-ing. Kita pelihara dan kita kembangkan sikap dan tindak kejujuran, kesunggu-han bekerja mencari nafkah secara halal, memperhatikan sesama yang menderita, mengalang solidaritas dan membina per-saudaraan, betapa pun kecil ruang-ling-kupnya dan penuh onak-durinya. Sebab, kesetiaan kita dalam tanggung jawab dan perkara kecil dapat menjadi ukuran bagi kesetiaan kita dalam tanggung jawab dan perkara besar. Lebih dari semuanya itu, baiklah juga kita jujur mengakui bahwa kita pun tidak jarang dicekam oleh rasa takut, usaha mencari selamat sendiri, leb-ih pandai melempar kritik dan mengeluh daripada berbuat sesuatu yang nyata dan positif. Dalam konteks ini, mungkin tepat kalau mengutip dan merenungkan ayat ini, “Hendaknya terangmu bercahaya di depan orang, supaya mereka melihat per-buatanmu yang baik dan memuliakan Ba-paMu yang di surga (Mat 5: 16).

Leoyd Ongki Sanggaria

Page 36: You'll Never Walk Alone

�� Tunas Verbist Desember 2009

Perlahan, ia menghirup nafas panjang. Sesekali dihembuskannya kembali den-gan lambat. Bola matanya bercengkrama santun dengan orang-orang yang men-gelilinginya. Karismanya sebagai orator ulung makin matang. Apalagi pengikut-nya kian hari, kian bertambah. Namun, sejenak kemudian ia kelihatan membisu. Membaca bahasa tubuhnya memberi per-tanda, ia sedang bergulat dengan nostal-gia masa lalu.

“Apa yang menjadi tujuan hidup manusia?” demikian pertanyaan pokok Sokrates dalam buku Etika Nikhomache-ia yang membuat dahinya berkerut pada permulaan studinya di Yunani. Pertanyaan ini memancing benaknya berlabuh pada nostalgia-nostalgia yang lain di masa lalu di Athena.

“Tujuan hidup manusia adalah keba-hagiaan,” jelas Epiktetos dengan serius. Epiktetos adalah gurunya di Atena yang

mengampu bidang moralitas.“Apa itu kebahagiaan dan bagaimana

mencapainya?” timpal Liong Tse dengan hasrat ingin tahu yang memburu pada suatu ketika. Liong Tse kemudian men-jadi sahabat karibnya dalam berdiskusi tentang kebahagiaan. Ia berasal dari Tibet, daratan Cina—yang juga meminati ilmu filsafat. Mendengar pertanyaan tersebut, Epiktetos hanya memamerkan senyum puas. Lalu ia pun mengakhiri kuliahnya.

“Sekian saja, diskusi kita hari ini!” pa-parnya dengan senyum puas yang tersisa. Jawaban itu menyisakan sederet pertan-yaan di antara murid-muridnya. Dalam perjalanan pulang, Liong Tse mengham-piri pria paruh baya dari Timur Tengah ini. Perangainya menawan. Berhidung mancung dengan dagu berbentuk belahan yang simetris. Rambut pirangnya terurai panjang sebatas bahu. Otot-otot badannya kelihatan perkasa. Kepandaiannya pun telah teruji dan diakui di kalangan Civi-tas Akademika Filsafat Athena. Liong Tse menyapanya dengan penuh keseganan.

“Yesus!”Yesus pun menoleh dengan senyum

ramah yang melekat di bibirnya.“Menurutmu apa itu kebahagiaan dan

bagaimana mencapainya?” sergap Liong Tse tanpa berbasa-basi lagi. Sebelum menjawab, Yesus terdiam sejenak. Ke-mudian ia menerangkan dengan senyu-man yang terus memoles suasana diskusi siang itu.

Kebahagiaan“Tujuan hidup manusia adalah keba-

hagiaan,” jelas Epiktetos dengan serius.

Cerpen

Page 37: You'll Never Walk Alone

Tunas Verbist Desember 2009 ��

“Kebahagiaan adalah tujuan yang pal-ing akhir yang ingin dicapai manusia. Karena itu, jika tercapai, tak akan ada lagi yang diinginkan manusia. Kebahagiaan tidak bisa diusahakan secara langsung, melainkan kita melakukan apa yang kita ketahui akan menghasilkan kebahagiaan. Itu hanya terjadi jika kita mengendalikan hawa nafsu dan bertindak dengan pertim-bangan rasio yang matang.” Liong Tse mengangguk-angguk. Raut wajahnya ma-sih menyimpan rasa penasaran.

“Menurut kamu, apakah uang dan pangkat dapat membahagiakan?” timpal Yesus dengan rileks. Ia mencoba mencair-kan suasana diskusi yang terkesan beku dan serius siang itu. Sontak pertanyaan itu mengingatkan Liong Tse pada ilus-trasi Plato. Lalu ia membeberkan dengan semangat yang meluap-luap.

“Uang dan pangkat ibarat gentong yang bocor. Meski diisi berulang-ulang tak akan pernah penuh. Demikian pun dengan uang dan pangkat tak akan pernah memuaskan, sehingga belum menjamin terciptanya kebahagiaan.”

“Ha… kamu mengutip Plato ya!” sa-hut Yesus sambil tertawa lepas. Liong Tse pun melebur dalam kelucuan yang me-nertawakan jawabannya sendiri. Matanya semakin menyempit dengan lesung pipi yang tampak kentara.

“Rabi!” tegur Petrus pelan. Yesus tampak terkejut. Setengah berbisik, Pe-trus menuturkan pesan.

“Orang banyak sedang menanti pen-gajaranmu!”

Yesus yang baru saja tersadar dari lamunannya, mengatur kembali posisi duduknya di atas sebuah batu. Jemari kakinya mengibas-ibas di atas rerumpu-tan hijau. Sementara rambutnya, terurai dihembus angin siang di puncak bukit itu. Hening sebentar sambil menatap ke

langit, ia menghirup nafas dalam. Den-gan suara nyaring ia mulai berorasi. Lalu disusul keheningan dan konsentrasi yang mendalam para pengikutnya.

“Saudara-saudara! Berbahagialah oleh sebab kebenaran, karena merekalah yang empunya kerajaan surga. Berbahagialah kamu, jika karena Aku, kamu dicela dan dianiaya dan kepadamu difitnahkan sega-la yang jahat.” Ajaran ini terinspirasi dari kematian Sokrates, pemikir besar Yunani yang coba menggoyahkan kepongahan pemerintah pada zamannya. Ia menempa pemikiran kaum muda dengan dialog-dia-log yang menjernihkan nalar dan morali-tas. Namun, ia dijerat dengan fitnah yang menjatuhkannya pada hukuman mati den-gan meminum racun. Kesetiaannya pada kebenaran, membuatnya tak gentar meng-hadapi kematian. Yesus pun menangkap sinyal yang sama. Ajarannya acap kali menimbulkan kecaman dari para pemuka Yahudi. Yesus menyadari, bukan hal yang mustahil, nasib-Nya akan sama dengan Sokrates.

Kemudian Yesus memberikan perum-pamaan-perumpamaan sebagaimana ia biasa mengajar. Terik matahari yang me-nyengat tak mengerutkan antusiasme para pengikutnya yang jumlahnya membludak di lereng bukit yang lapang itu. Di akhir pengajarannya, senyuman optimisme

Page 38: You'll Never Walk Alone

�� Tunas Verbist Desember 2009

kembali terpancar dari bibir-bibir yang menua dalam harapan akan kebebasan dari penderitaan penjajahan Romawi. Begitu Yesus beranjak, Ia langsung disergap pertan-yaan oleh seorang pria bertubuh jangkung.

“Guru!”Yesus menoleh dan menatapnya teliti. Rambutnya berwarna hitam pekat. Berwajah

oval dengan kulit sawo matang yang tampak manis. Namun raut wajah-nya menam-pakkan hasrat yang mendalam akan sesuatu. Ia adalah orang asing. Yesus menanggap-inya dengan keramahan yang khas.

“Apa yang ingin kulakukan bagimu?”“Guru, saya Soekarno dan saya orang Indonesia. Negeri kami telah lama dijajah

bangsa asing. Kami telah muak dengan penderitaan, namun tak satu pun dari kami yang berani memimpin untuk keluar dari penderitaan ini. Sudikah Guru mengajar-kan saya cara berorasi yang baik, sehingga saya bisa mengajar dengan baik tentang kebahagiaan?” beber Soekarno dengan penuh keraguan sebagai orang asing. Apalagi bahasa Ibraninya yang belum terlalu fasih.

“Ikutilah Aku!” jawab Yesus dengan tegas.

Gregorius Afioma

Page 39: You'll Never Walk Alone

Tunas Verbist Desember 2009 ��

Pagi yang segar dengan langit berwa-jah sendu menyambut bangunku di kaki bumi yang asing. Ia ramah namun tak menegur ataupun menyapa dengan se-nyum, melainkan dengan wajahnya yang diam, ia memberiku makna bagaimana menghargai hari baru.

Ini mungkin menjadi secuil kenan-ganku dalam memori yang terabaikan masa. Sebuah kekaguman yang bakal dikucilkan waktu... tapi aku tahu, ia ber-harga. Kembali lagi aku menatap langit yang tetap tegar di ketinggiannya, namun ia tak berubah dengan wajah sendu itu, memandang ke arahku dalam kebisuan yang tak bisa kumengerti. Dan di saat itu bumi yang asing memanjakanku dengan hembusan angin dingin. Aku gemetar na-mun masih diam. Akhirnya sebuah kisah perjalanan pun dimulai dari kaki Gunung Papandayan.

Langit masih tetap di atas, dan bumi masih terus aku jejaki dalam langkah yang bergairah. Semuanya aku nikmati tanpa menyadari ada sekelumit perasaan ragu untuk mencapai puncak gunung yang ma-sih jauh dari rangkulan tanganku. Ini me-mang bukan sekedar melangkah, bukan juga sekedar penjelajahan melainkan se-buah realisasi akan makna persahabatan yang mulai menciut dalam egoku.

Perlahan namun pasti, kakiku terus meretasi jalan menuju puncak. Segala keraguan mengikis seluruh kepercayaan diriku, langkah demi langkah, dari jejak menuju jejak berikutnya. Aku tak tahu mengapa rasa percaya diriku mulai hi-lang. Mungkin karena aku merasa malu dengan tatapan bunga sepanjang musim, yang dalam diamnya mengiringi perjala-nanku. Aku mulai lelah dan serasa dunia telah mengabaikanku dalam ketakberday-aanku. Apakah ini yang namanya jatuh dalam kehampaan hidup? Dunia dan orang-orang serasa mengucilkanku dalam kesendirian diri? Ternyata aku salah. Bahkan bunga sepanjang musim pun me-nolongku dengan caranya sendiri, aroma dari setiap kelopak mahkotanya mem-beriku nafas baru.

Kadang di saat aku berpikir bahwa aku telah ditinggalkan, aku malah makin di-kuatkan oleh cerita-cerita akan kesetiaan dan bentuk cinta lain yang belum pernah kutemukan sebelumnya. Ini kualami saat aku berpikir bahwa aku adalah Peri Edel-waiss, bunga sepanjang musim. Tetapi yang terjadi bukanlah diriku sendiri, me-lainkan aku yang ada bersama sahabat-sa-habatku, para Peri Edelweiss.

Rasa lelah menceburkan aku dalam paham yang keliru. Aku mengecewakan

Peri-peri Edelweiss

Aku tak berjalan sendirian, para peri ada bersamaku, merangkulku dan membawaku pada sebuah pemahaman akan keindahan hidup di puncak kebersamaan. Inilah keindahan yang terabaikan dunia,

jiwa yang terpenjara dalam ego manusia… dan Edelweiss yang dikucilkan pandangan kebanyakan orang.

Page 40: You'll Never Walk Alone

�� Tunas Verbist Desember 2009

sahabatku, aku melemahkan seman-gat mereka dan aku adalah beban mer-eka. Aku mengakui kekeliruanku karena segera dalam kelelahan itu, kudapati ulu-ran tangan dan semangat dari senyum sa-habatku. Mereka mencintaiku, karena itu mereka mengabaikan kemegahan puncak dan memilih bersamaku dalam ketakber-dayaan yang semakin membuatku beru-saha untuk meraih puncak dalam pijakan kaki.

Aku tak berjalan sendirian, para peri ada bersamaku, merangkulku dan mem-bawaku pada sebuah pemahaman akan keindahan hidup di puncak kebersa-maan. Inilah keindahan yang terabaikan dunia, jiwa yang terpenjara dalam ego manusia…,dan edelweiss yang dikucil-kan pandangan kebanyakan orang.

Kini, semua rasa dan cemas perlahan mulai luntur bersama waktu. Para Peri Edelweiss mengajarkanku bagaimana mencintai dan bertindak sebagai sahabat serta memberiku arti menghargai hidup dalam kebersamaan. Mungkin para Peri Edelweiss mulai terlupakan orang karena kehadirannya dianggap sebuah kebetulan, seperti halnya Edelweiss tumbuh di tem-pat terpencil tanpa sedikit pun menunjuk-kan keindahannya , dan hanya bagi para Peri Edelwaiss…,ia berarti taman surga yang berbunga tanpa kenal musim. Jika aku mengabaikan sahabatku, para Peri Edelweiss itu, masihkah aku mampu mencapai keindahan puncak dalam kes-endirian? Bagaimana aku bisa memak-nainya jika tanpa mereka yang tersenyum bangga terhadapku?

Inilah sebuah kisah perjalanan yang mengajariku menjadi Peri Edelweiss, yang menghargai setiap pengorbanan kecil dari seorang sahabat, seperti halnya diriku mengagumi keindahan bunga sepanjang musim…,Edelwaiss setapak demi setapak

sepanjang perjalananku menuju puncak. Jika tanpa para peri, bagaimana keinda-han Edelweiss dipahami? Mungkin sudah saatnya diriku membiarkan sekuntum Edelweiss tumbuh di hatiku, yang tetap berbunga sepanjang musim dan memberi keindahan walau sering dikucilkan wak-tu. Mungkin dengan adanya Edelweiss yang tumbuh di hatiku, mengundang para Peri Edelweiss datang mendekapku dan membawaku ke puncak pemahaman hidup. Sahabat-sahabatku, kamulah para Peri Edelweiss itu. Karenamu, Edelweiss telah menjadi bunga yang dikagumi ha-tiku karena itu, kubiarkan ia tumbuh di hatiku sebagai memori terindahku akan berartinya seorang sahabat.

Dedikasiku untuk sahabat-sahabat yang tak pernah meninggalkanku dalam kesendirian yakni perjalanan menuju impianku…berdiri dengan senyum lebar di atas puncak keberhasilan karena aku ingin menjadi peri sekaligus Edelweiss yang berdiri dan tumbuh di puncak se-hingga boleh memandang luasnya dunia dan mengerti bahwa engkau mencintaiku sahabat...because of you…I’ll never walk alone!

William Novack

Page 41: You'll Never Walk Alone

Tunas Verbist Desember 2009 ��

Dikisahkan, seorang bangsawan mempunyai seorang pembantu setia yang telah bekerja padanya sedari ke-cil. Pembantu itu adalah anak yatim pia-tu terlantar yang dipungut oleh ayahnya di suatu tempat. Sedangkan si bang-sawan adalah orang yang berkelimpa-han harta, gemar berfoya-foya, namun tidak peduli dengan orang-orang di sekitarnya yang miskin dan menderita.

Suatu hari, si majikan memberi tu-gas kepada pembantu tersebut pergi ke luar kota untuk menagih hutang. Sebelumnya, dengan nada pongah dia berpesan, “Pembantuku, setelah kamu berhasil menagih semua hutang itu, pergilah berkeliling kota untuk mencari dan membelikan barang yang belum aku miliki.”

Di dalam hati, si bangsawan ter-tawa geli, sebab ide menugaskan si pembantu untuk mencari dan membeli barang yang belum dia punya, sebena-rnya bertujuan untuk mempermainkan pembantunya demi menyombongkan dirinya sendiri. Hal itu dilakukan kare-na dia tahu bahwa di rumahnya yang indah dan dipenuhi dengan kekayaan yang berlimpah itu, tidak ada sesuatu barang berharga apapun yang belum dimilikinya.

“Biarkan saja dia pusing dan ke-capekan berjalan mencarikan barang buatku, hahahaha…,” serunya sambil

tertawa-tawa dalam hati, membayang-kan pembantunya akan frustasi.

Beberapa hari kemudian, saat pem-bantunya pulang, si bangsawan me-nyambutnya dengan antusias. Ia ingin tahu barang apa yang berhasil dibeli oleh pembantunya. Tetapi alangkah kaget dan marah ketika tahu bahwa uang yang berhasil ditagih, dihabis-kan si pembantu dengan memberikan barang-barang kepada orang miskin di sana. Tanpa mendengar alasannya, si pembantu dihukum cambuk. Kemu-dian ia juga dipotong gajinya, dan sejak saat itu si bangsawan memperlakukan pembantu tersebut dengan kasar dan penuh makian.

Tiba suatu ketika, terjadi bencana alam yang luar biasa di sana. Seluruh harta si bangsawan musnah dan dia pun jatuh bangkrut. Karena musibah yang memporak-porakan desa itu, ke-mudian si bangsawan memutuskan untuk pergi ke kota lain guna mencari kehidupan baru. Sementara si pem-bantu yang sering dicacinya, tetap se-tia mengikutinya.

Berhari-hari kemudian, setibanya mereka di sebuah kota, penduduk di sana menyambut mereka dengan baik dan ramah. Bahkan banyak di antara mereka yang memberi mereka makan dan tumpangan. Mendapat perlakuan yang sangat ramah tersebut, si bang-

Si Kaya yang Miskin

Cerita Bijak

Page 42: You'll Never Walk Alone

�0 Tunas Verbist Desember 2009

sawan keheranan. Ia tidak menyangka akan mendapat perlakuan seperti itu. Lantas, ia pun bertanya kepada si pem-bantu.

Pembantu itupun kemudian mem-berikan penjelasan, “Tuanku, saya per-nah kemari beberapa waktu lalu. Tuan pasti ingat, sewaktu memberi tugas ke-pada saya untuk membelikan barang yang belum Tuan miliki dari semua uang hasil tagihan. Uang itu telah saya belikan cinta kepada orang-orang yang membutuhkan bantuan saat itu. Waktu itu Tuan telah punya semua barang. Hanya satu barang yang Tuan belum miliki, yaitu CINTA. Maka, waktu itu saya membelikannya untuk Tuan. Dan cinta itulah yang sekarang ini memberi kehidupan baru kepada kita. Semoga Tuan memahami dan tidak lagi marah atas tindakan saya waktu itu.”

Dengan mata berkaca-kaca, si bang-sawan kemudian memeluk pembantu setianya itu. Ia pun berucap, “Seka-rang aku sadar, aku adalah orang kaya yang miskin …, miskin cinta, miskin perhatian pada orang lain. Terima ka-sih sahabat …. maafkan aku. Aku telah memperlakukanmu dengan tidak se-mena-mena. Padahal engkau telah membelikan cinta yang tidak aku miliki. Sekarang, justru cinta itulah yang me-nolong kita untuk memulai kehidupan baru.”

Kita hidup di dunia ini tidak sendiri, namun saling bergantung satu sama lain. Kita tidak pernah berjalan send-irian. Kita sangat membutuhkan orang lain agar hidup kita tidak menjadi kaku dan monoton. Disadari atau tidak kita memiliki keterkaitan satu sama lain. Karena itu, apa yang kita lakukan pada

orang lain dan apa yang kita perbuat saat ini, bisa memberi dampak yang terkadang tidak kita sangka di masa mendatang. Jika kita menebar kebai-kan, niscaya kitapun akan mendapat balasan kebaikan itu.

Mari, kita asah naluri dan nurani kita agar makin terbiasa membantu orang lain. Dengan begitu, kita telah menam banyak benih cinta yang buahnya kelak akan membawa kita kepada kebaha-giaan yang sesungguhnya.

Disadur dari Andrie Wongso, 20 Wis-dom & Success, Jakarta: AW Publish-ing, 2008. Erwin Palallungan

Page 43: You'll Never Walk Alone

Tunas Verbist Desember 2009 ��

Pada peringatan Minggu Misi ta-hun ini, MAT (Mission Animation Team) tarekat CICM bersama para frater dari Skolastikat SangTunas CICM Jakarta, memperingatinya melalui kegiatan camp-ing bersama sejumlah OMK dan semina-ris. Mereka berasal dari paroki St. Anna, Duren Sawit dan St. Bernadeth, Ciledug serta Seminari Menengah Stella Maris, Bogor.

Dua tahun berturut-turut sebelumnya, peringatan Minggu Misi ini (hanya) dia-dakan di Skolastikat Sang Tunas CICM, Pondok Bambu. Namun perayaan kali ini, yang berlangsung dari tanggal 24-25 Ok-tober 2009, mengambil tempat dan sua-sana yang berbeda yakni di Bumi Perke-mahan dan Wisata (BUPERTA), Cibubur. Hal ini dimaksudkan agar para peserta – yang sebagian besar adalah pelajar dan mahasiswa/i – sungguh-sungguh keluar dari rutinitas dan kesibukannya sehari-hari kemudian sejenak menyadari dan memahami tugas misioner yang dimil-ikinya serta berdoa bagi para misionaris yang sedang berkarya di tanah misi.

Pada perayaan tahun ini, panitia pe-nyelenggara mengusung tema: “You’ll Never Walk Alone” dan acara ini secara khusus didedikasikan bagi karya misi di benua Afrika. P. Herwine Susilo, CICM, yang mendampingi perayaan misi tahun ini, turut berbagi pengalaman suka-duka hidupnya selama menjadi misionaris sela-ma lima tahun di Kasayi, Congo. “Setelah dibaptis, setiap orang beriman Kristiani memiliki identitas misionaris dalam selu-

ruh perjalanan hidupnya. Dengan men-jadikan Yesus Kristus sebagai teladan hidup, kita pun diutus menjadi misionaris di tempat kita masing-masing, melalui peran dan fungsi yang kita miliki.”, tegas P. Herwine dalam salah satu sesinya.

Melalui tema perayaan Minggu Misi tahun ini, para peserta diajak untuk me-nyadari bahwa karya misi merupakan tanggung jawab kolektif dari seluruh umat beriman Kristiani. Dengan demiki-an, perayaan Minggu Misi juga sekaligus sebagai bentuk dukungan mereka terha-dap karya misioner dalam Gereja Kato-lik. Salah satu hal yang sangat berkesan pada perayaan kali ini di mana seluruh peserta memberikan sumbangan sukare-la sebagai wujud konkret dukungan mer-eka terhadap misi. Donasi tersebut dijan-jikan oleh P. Herwine, CICM bahwa akan diserahkan melalui misionaris Indonesia yang berkarya di Kasayi, Congo demi membantu kelangsungan karya misi di sana.

Galuh Arjanta

“Setelah dibaptis, setiap orang beriman Kristiani memiliki iden-

titas misionaris dalam seluruh perjalanan hidupnya”

Perayaan Minggu Misi 2009

Mission Animation Team

Page 44: You'll Never Walk Alone

�� Tunas Verbist Desember 2009

Saya mengungkapkan bahwa dari dalam diriku timbul kerinduan yang begitu besar untuk men-jadi kudus. Namun saya merasakan kehinaan diriku, ketidakberdayaan

di dalam usaha untuk mencapai dambaan hatiku. Kendati demikian saya tidak men-jadi putus asa karena saya yakin bahwa Allah akan terus menyempurnakan saya. Walaupun hina dan tak berdaya, saya boleh merindukan kekudusan. Saya me-nyadari bahwa saya tidak mungkin men-jadi besar. Oleh sebab itu, saya harus menerima diri apa adanya dengan segala ketidaksempurnaanku. Sebagai akibat-nya, saya merasakan kedamaian di dalam jiwaku kendati tetap ada kekurangan di dalam diriku. Saya berusaha menerima diri sebagaimana adanya. Saya tidak merasa cemas sedikitpun dalam mengha-dapi segalanya, bahkan sebaliknya saya berbangga dengan diriku sendiri. Karena saya sadar bahwa cinta menutupi segala sesuatu. Saya merefleksikan demikian:

“Masih banyak ketidaksempurnaan dalam diriku, tetapi saya sekarang tidak heran lagi tentang apa saja. Saya sama sekali tidak cemas melihat bahwa kelema-han itu bersumber dari diriku sendiri. Se-

baliknya, saya malah menemukan ketida-ksempurnaan baru dalam diriku. Bila saya ingat bahwa cinta menutupi banyak dosa, maka itu berarti saya menimba kekayaan dari tambang yang telah dibuka oleh Ye-sus bagiku”.

Secara umum, teman-teman ko-munitasku menilai saya sebagai seorang yang penuh dengan kekurangan, terutama kurang bijaksana dalam berpendapat. Na-mun saya melihat diri sebagaimana adan-ya. Saya mengungkapkannya demikian:

“Menurut pandangan komunitas, saya adalah anggota tarekat banyak memiliki kekurangan; seseorang yang tidak me-miliki kecakapan; dan kurang bijaksana dalam berpendapat. Itulah sebabnya, Allah dengan selubung-Nya kemudian mengatasi kekurangan-kekuranganku, lahir dan batin. Sewaktu aku menerima pujian-pujian dari teman sekomunitasku, di satu pihak saya merasakan bahwa tin-dakan mereka itu sebagai dorongan bagi saya untuk semakin menjadi lebih baik. Di pihak lain, saya tidak dapat menyom-bongkan diri atas pujian-pujian yang saya terima, sebab saya menyadari banyaknya kekurangan yang masih tinggal di dalam diri saya.”

Namun saya boleh sedikit bergembira karena diriku menjadi kesaksian yang me-

MENERIMA KEKURANGAN DIRI

Opini

Page 45: You'll Never Walk Alone

Tunas Verbist Desember 2009 ��

nyatakan betapa indahnya sikap menerima diri apa adanya. Dengan menerima diri kita apa adanya, orang tidak akan menjadi lekas putus asa di dalam menghadapi se-gala ketidaksempurnaannya. Orang akan menjadi tenang dan damai dalam perjuan-gan menuju kekudusan, puncak cinta ka-sih. Seandainya semua jiwa yang lemah dan tidak sempurna merasa seperti yang dirasakan oleh yang terkecil, yakni diri-ku, maka tak akan ada putus asa sedikit-pun ketika mencapai puncak cinta kasih. Sebab Yesus tidak meminta hasil yang besar, melainkan hanya meminta peny-erahan diri dan hati yang tahu berterima kasih. Di saat saya mengalami jatuh dan lemah dalan kehidupanku ini, toh saya tetap tabah dan mampu menanggung se-galanya dengan penuh kesabaran. Me-nerima diri sebagai orang lemah dan kecil adalah kunci kekuatan hidupku. Dan lagi, saya merasa bahagia, jika saya mengeta-hui bahwa saya masih kurang sempurna. Itu berarti, saya membutuhkan kehadiran Allah sendiri pada saat saya mengalami kesulitan.

Luapan hatiku karena menerima diri apa adanya, mengungkapkan peng-hayatan yang sempurna dalam seman-

gat jiwa rasul agung, yaitu St. Paulus. Ia mengatakan demikian, “Bermegah atas kelemahan, dalam kelemahan nampaklah kuasa Allah, senang dan rela dan tinggal dalam kelemahan.” Oleh karena itu, ti-daklah mengherankan bahwa saya tidak putus asa dalam menghadapi ketidaksem-purnaanku. Pemahaman ini saya temukan melalui proses bimbingan rohani bersama pastor pembimbingku.

Berkat pastor pembimbing ro-haniku, saya menjadi sadar bahwa sedikit kekurangan dalam diriku tak akan me-nyedihkan hati Allah yang maharahim, sejauh aku terus berusaha memperbaiki diriku. Beliau sebagai wakil Allah dapat mengatakan bahwa Allah sangat puas dengan usahaku! Oh, betapa senang ha-tiku ketika mendengar kata-kata peng-hiburan itu. Saya tak pernah mendengar pencerahan yang demikian. Kepastian itu sungguh memenuhi hati saya dengan suka cita. Semenjak itu saya mampu menang-gung dengan sabar segala tantangan yang saya hadapi demi menapaki jalan panggi-lan ini. Dalam lubuk hatiku saya merasa bahwa semua hal itu benar, karena hati Allah yang baik lebih lembut daripada hati seorang ibu.

Silfirianus Nampung

Page 46: You'll Never Walk Alone

�� Tunas Verbist Desember 2009

Sebagai orang baru dalam komunitas SST, selain mengamati bagaimana ko-munitas melewati waktu mereka dari terbitnya matahari sampai terbenamnya, saya perlu menyesuaikan diri dengan kegiatan komunitas yang serba diatur oleh pukulan lonceng. Bunyi lonceng itulah yang menentukan, misalnya, ka-

pan saya harus bangun atau kapan saya boleh merasa lapar. Yang lebih menjeng-kelkan lagi adalah teriakan dari tetangga lewat pengeras suara yang membangunkan orang sekitar jam empat untuk bersembayang subuh. Dan tentunya saya tidak bisa mengikuti semua jam-jam yang telah ditentukan di komunitas. Saya sudah terbiasa tidur siang lama. Di SST ini tidur siangnya hanya sampai jam tiga, padahal itu tidak cukup untuk saya. Keuntungan sebagai formator, saya bisa tidur siang sampai jam empat. Kebiasaan semakin sulit diubah kalau umur semakin bertambah.

Para frater adalah orang muda yang se-lain mempunyai semangat yang berapi-api dengan tenaga yang sepertinya tak kunjung habis, mereka juga mempunyai idealisme yang masih tinggi. Mereka mampu berolahraga setiap hari tanpa merasa lelah. Mereka mampu begadang di ruang komputer untuk menyelesaikan tugas mereka. Mereka tahan panas dalam metro mini saat pergi kuliah. Melihat se-mangat dan idealisme mereka yang hid-up itu, saya mempertanyakan semangat dan idealisme saya dulu saat saya juga masih frater. Keuntungan hidup di tengah orang muda seperti para frater di SST, semangat dan idealisme saya dibaharui.

Hidup bersama para calon CICM di SST membuat saya di satu pihak mengenal keterbatasan saya, dan di lain pihak ter-dorong untuk terus bermimpi. Hidup ber-sama ini mengandaikan kehadiran saya yang penuh di dalam komunitas. Hanya dengan kehadiran saya yang nyata, entah itu di kapel, di ruang makan dan dapur, di lapangan, di ruang TV atau di saat mencuci piring, memasak dan mem-bersihkan rumah, saya bisa mengatakan bahwa saya hidup bersama dengan me-

Hidup Bersama Mereka

reka. Mereka tidak hanya calon CICM atau frater, tetapi mereka pertama-tama adalah sesama saya dalam komunitas. Kegembiraan dan keluh kesah mereka, mudah-mudahan, menjadi bagian dari hidup saya sendiri. Demikian juga den-gan kebahagiaan dan kekesalan atau ke-jengkelan saya, semoga, menjadi bagian dari hidup mereka juga.

Diakon Fransiskus Sule, CICM

Para frater adalah orang muda yang selain mempunyai semangat yang

berapi-api dengan tenaga yang sepertinya tak kunjung habis, mer-

eka juga mempunyai idealisme yang masih tinggi.

Opini

Page 47: You'll Never Walk Alone
Page 48: You'll Never Walk Alone