Yendriwati: Dentinogenesis Imperfekta, 2004 USU Repository©2006
Yendriwati: Dentinogenesis Imperfekta, 2004 USU Repository©2006
Yendriwati: Dentinogenesis Imperfekta, 2004 USU Repository©2006
1
DENTINOGENESIS IMPERFEKTA
Abstrak
Dentinogenesis Imperfekta (DI) merupakan salah satu dari beberapa gangguan
pembentukan dentin yang bersifat herediter yang diturunkan secara autosomal dominan dan
dapat terjadi pada gigi sulung maupurt gigi tetap.
Etiologi dari DI adalah faktor genetik yang sampai saat in i belum dapat dijelaskan
secara pasti. Zhank dkk (2001) menemukan adanya suatu transisi C-T pada nukleutida 3658
yang menciptakan suatu penghentian pengkodean dalam exon 3 pada anggota keluarga yang
mengalami DI. Menurut Takagi dan Sasaki (1988) hal ini terjadi akibat adanya defisiensi
josfoprotein dentin sehingga mengganggu kalsifikasi dentin dan juga terjadi karena
penurunan kandungan mineral akibat sedikitnya kristal hidroksi apatit serta peningkatan
kandungan air dalam matriks ekstraseluler dentin dari gigi-gigi yang mengalami DI
Shield (1973) membagi DI secara klinis atas 3 tipe yaitu : DI tipe I, II dan III. DI tipe I
selalu timbul dengan Osteogenesis Imperjekta (OI) yang merupakan suatu kerusakan tulang
kombinasi, sedangkan DI tipe II tanpa disertai OI. DI tipe III disebut menurut tempat yaitu
Brandywine, suatu tempat dimana ada penduduk campuran orang Indian, orang Negro dan
orang kulit putih yang hidup terisolasi yang menunjukkan beberapa penyimpangan ciri.
Pendahuluan
Proses pembentukan dentin tidak selamanya dapat berlangsung secara normal. Pada DI
dentin dapat mengalami gangguan berupa penurunan kandungan mineral akibat sedikitnya
kristal hidroksi apatit serta peningkatan kandungan air dalam matriks ekstraseluler dentin
yang mengakibatkan terjadi gangguan pada struktur dentin. DI terjadi pada periode
perkembangan histodiferensiasi gigi dan dapat mengenai gigi sulung maupun gigi tetap.
Cacat pertumbuhan dan perkembangan DI diturunkan secara autosomal dominan yang terjadi
pada satu dari 8.000 kelahiran . 1,2,3,4,5
Menurut Shield (1973) secara klinis DI dapat diklasitikasikan atas 3 tipe yaitu :
1. tipe I (dentinogenesis imperfekta)
2. tipe II (dentin opalescent herediter)
3. tipe III (tipe Brandywine)
Yendriwati: Dentinogenesis Imperfekta, 2004 USU Repository©2006
Etiologi dari DI adalah kelainan genetik. Namun sampai saat ini kelainan genetik dari
DI masih belum dapat dijelaskan secara pasti, tetapi Zhank dkk (2001) menemukan adanya
suatu transisi C-T pada nukleotida 3658 yang menciptakan penghentian pengkodean dalam
exon3 pada gen tersebut.18
Gambaran klinis dari ketiga tipe pada umumnya adalah berupa mahkota gigi berbentuk
bulbous (bulat seperti lonceng) dari berwarna coklat kebiru-biruan. Pada DI tipe III selain
mahkota gigi berbentuk bulbous, juga menunjukkan gigi dengan penampilan seperti Shell
(kulit kerang). Akar gigi tipis, pendek, terlihat transparan sesudah pencabutan dan rongga
pulpa hilang bila dilihat secara radiologis. Secara histopatologis dentin terdiri dari
tubulus-tubulus yang tidak teratur dan sering terdapat matriks yang tidak mengalami
kalsifikasi. 1,8,12,13,14,15
Pengertian
Dentinogenesis Imperfekta (DI) merupakan gangguan pembentukan dentin yang
bersifat herediter, dimana terjadi anomali pada struktur dentin. Gangguan ini menyebabkan
kerusakan matriks predentin yang mengakibatkan dentin sirkumpulpa tidak terbentuk dan
tidak teratur
DI adalah suatu penyakit keturunan yang dominan yang tidak terpaut dengan jenis
kelamin, ini terlihat dengan frekwensi yang seimbang pada pria dan wanita.5,10,15 DI dapat
terjadi sendiri atau gabungan dengan kelainan mesodermal lainnya yaitu Osteogenesis
Imperfekta (OI) yang merupakan penyakit kerapuhan tulang.10
Klasifikasi
DI secara klinis diklasifikasikan atas 3 tipe (Shields, 1973) yaitu: 1,2,6,7,8,12,14
1. Tipe I (Dentinogenesis Imperfekta)
Kondisi ini merupakan satu dari beberapa manifestasi penyakit tulang yang
secara umum disebut Osteogenesisi Imperfekta (OI) yang diturunkan secara
autosomal dominan 1,2,6,11
2
Yendriwati: Dentinogenesis Imperfekta, 2004 USU Repository©2006
2. Tipe II (Dentin Opalescent Herediter)
Kondisi ini juga dikenal sebagai dentin transparan herediter yang tidak disertai
oleh OI dan diturunkan sebagai suatu rantai perikatan autosomal dominan.2,4,11
3. Tipe III (ripe Brandywine)
Kelainan ini disebut menurut tempat pertama kali kelainan ini ditemukan yaitu
pada tiga kelompok ras penduduk diantaranya orang Indian, orang Negro dan orang kulit
putih yang hidup terisolasi di Maryland yang dikenal sebagai populasi Brandywine yang
menunjukkan beberapa penyimpangan 1,11
Etiologi dan Patogenesis
Etiologi utama dari DI adalah faktor herediter, yang diturunkan secara autosomal
dominan, umumnya terjadi pada keluarga yang diketahui membawa sifat autosomal
dominan. 1
Apabila suatu sifat tertentu, misalnya kalsifikasi dentin yang tidak sempurna
diumpamakan sebagai D (dominan) dan kalsifikasi normal sebagai d (resesif),kemungkinan
kombinasi yang terjadi DD,Dd dan dd. DD adalah dominan homozigot dan Dd adalah
dominan heterozigot yang mana keduanya ini memiliki kalsifikasi dentin yang tidak
sempurna, sedangkan dd adalah homozigat resesif yang memiliki kalsifikasi dentin yang
sempurna. Individu yang terkena DI biasanya heterozigot dominan (Dd).7,9
Orangtua (Dd)
Gametes D I d
D Dd dd
Orangtua
(dd)
D Dd dd
Gambar 1. Jenis perkawinan, gamet-garnet dan genotip-genotip dari
keturunan yang mengalami Dl, suatu sifat autosomal dominan
(Bixler, Dentistry for the child and adolescent, 1998:97) 3
Yendriwati: Dentinogenesis Imperfekta, 2004 USU Repository©2006
Sebuah silsilah dari suatu keluarga besar di AS dengan DI ditunjukkan pada gambar I
yang memetakan 2 genotip yaitu Dd (yang terkena) dan dd (normal) dapat menghasilkan
hanya 2 jenis turunan, yaitu yang terkena dengan yang tidak terkena pada ratio yang sama
(Gambar 1), sebab kombinasi gamet adalah hal yang acak, semua kombinasi gamet dapat
menghasilkan turunan yang terkena dan yang tidak pada jumlah yang sama.9
Manifestasi DI muncul selama periode perkembangan histodiferensiasi gigi yaitu
proses pembentukan sel-sel spesialisasi yang mengalami perubahan histologis dalam
susunannya. DI terjadi akibat defisiensi fosfoprotein dentin yang berperan penting dalam
dentinogenesis yang berlangsung pada fase maturasi dentin Fosfoprotein mengandung protein
yang berperan penting dalam kalsifikasi dentin seperti fosforesin. Proses maturasi dentin
mulai berkembang bila vesikei matriks pada sel-sel odontoblas mulai muncul. Vesikel
matriks mengandung membran yang kaya akan fosfatidilserin yang memiliki kemampuan
dalam mengikat kalsium. Akibat dari defisiensi fosfoprotein ini proses kalsifikasi dentin akan
terganggu sehingga fosfatidilserin tidak berfungsi sebagaimana mestinya . Hodge dkk (1940)
melaporkan bahwa sifat fisik dan kimiawi dentin yang abnormal menunjukkan adanya
kalsifkasi yang secara kimiawi, memiliki kandunagn air yang tinggi sekitar 15-20 %
sedangkan yang normal 8-10 %. Terdapat juga kandungan morganik yang rendah sekitar
70-75 % sedangkan yang normalnya 80-85 %, sehingga secara fsik, kekuatan mikronya lebih
rendah dari normal. Akar gigi menunjukkan peningkatan kecendrungan menjadi fraktur
ketika dikenai oleh tekanan yang ringan sekalipun. 16,17
Pada DI, dentin menunjukkan sejumlah penyimpangan secara biokimia dan ultra
struktur, sedangkan studi dengan menggunakan mikroskop elektron, mikroskop sinar dan
fluoresensi, menunjukkan bahwa mantel dentin tebalnya normal yaitu 20-30 um, . Menurut
beberapa peneliti mantel dentin kadang abnormal. Tubulus dentin lebar, jumlahnya sedikit
dan ke arah pulpa jumlahnya makin berkurang, sedangkan di perifer menunjukkan
anastomosis yang luar biasa banyaknya. Adanya perubahan wama pada dentin terjadi karena
di dalam tubulus dentin diendapkan berbagai mineral. Dentin yang berubah warna ini
menembus email samar-samar. Segera setelah erupsi perubahan warna hanya sedikit
4
dan semakin bertambah dengan berjalannya waktu. Makin tua ternyata elemen-elemen juga
cepat menjadi aus yang ada hubungannya dengan kerusakan email. Dentin yang terbuka
berubah menjadi warna coklat seperti terlihat translusen yang mungkin berhubungan dengan
berkurangnya tubuli. 2,6,17
Di dalam dentin yaitu di dalam tubulus dentin dijumpai pembuluh-pembuluh darah
yang keberadaannya telah mempengaruhi diskolorisasi. Dalam kondisi ini terdapat adanya
degenerasi sistemik dari odontoblas dan menyatu di dalam matriks sehingga menyebabkan
obliterasi pulpa. 2,17
Zhang dkk (2001) meneliti suatu keluarga Cina dengan DI tipe II dimana mereka
menemukan adanya suatu transisi C-T (Gambar 2) pada nukleotida 3658 yang menciptakan
suatu penghentian pengkodean dalam exon 3 dalam anggota keluarga yang mengalami DI
tersebut. Akibat dari mutasi ini mereka menemukan anggota yang dikenai dalam 3 generasi
menunjukkan diskolorisasi dan atrisi yang parah dari gigi geligi mereka, dengan kamar pulpa
yang terobliterasi. 14,18
Gambar 2. Kondisi perubahan dari bagian exon 3 gen DSPP menunjukkan transisi C-T
(http://www.nature.com/ng/journal/v27/n2/fig _tab/ng0201_151_F2.html)
5
Yendriwati: Dentinogenesis Imperfekta, 2004 USU Repository©2006
Gambaran Klinis dari DI
1. Tipe I (Dentinogenesis Imperfekta)
DI Tipe I selalu timbul dengan kombinasi OI yang merupakan suatu kerusakan
tulang yang kompleks yang dapat menimbulkan fraktur tulang multiple dengan
persentasi kejadian 60%, sendi-sendi yang sangat mudah bergerak 50%, sklera biru 90%
dan gangguan pendengaran yang progresif 60 % serta kerusakan dentin 50 %. 2.
DI tipe I biasanya memperlihatkan gambaran translusensi kekuningan pada gigi
geligi susu ataupun gigi permanen (Gambar 3 ), dan terdapat banyak variasi ekspresi dari
keseluruhan gigi yang terkena, hanya sedikit yang menunjukkan perubahan warna yang
ringan 6,10
Gambar 3. DI terlihat warna kebiru-biruan, abu-abu kecoklatan atau abu-abu
kekuninangan.
Pada gigi yang terdiskolorisasi, sering terdapat enamel yang rusak (patah), yang
mengakibatkan atrisi yang cepat. Ciri klinis yang paling menyolok adalah warna biru
muda sampai biru tua atau coklat. Mahkota gigi sering berbentuk bulbous sebagai akibat
konstriksi servikal yang kuat, akar gigi tipis dan pendek dan ternyata transparan sesudah
pencabutan. Pada tipe ini gigi geligi sulung maupun permanen dapat terkena.
2. Tipe II (Dentin Opalescent Herediter)
Pada DI tipe II, keiainan ini tidak disertai dengan kerusakan tulang (OI). Kelainan
DI tipe II menunjukkan gambaran klinis pada gigi yang dikenai hampir sama dengan
gambaran klinis yang terdapat pada DI tipe I. 4,6,7
6 Yendriwati: Dentinogenesis Imperfekta, 2004
USU Repository©2006
3. Tipe III (Tipe Brandywine)
DI pada tipe III menunjukkan gigi geligi dengan penampilan seperti shell (kulit
kerang) dan pembukaan pulpa pada gigi desidui yang tidak terdapat pada dua tipe
lainnya. Mahkota cenderung berbentuk bulbous dan sudah atrisi sewaktu erupsi. Pada DI
tipe III kedua gigi geligi dapat terkena, baik gigi sulung maupun gigi permanen. 2 DI
tipe III terdapat pada tiga kelompok ras yang terisolasi di Maryland yang dikenal sebagai
populasi Brandywine. 11
Gambar 4. DI dengan mahkota berbentuk bulbous dengan atrisi yang parah. (framer and
Lawton, Oral and Dental Disease, 1966: 180)
Gambaran Radiologis
1. Tipe I (Dentinogenesis Imperfekta)
Gambaran radiologis dari DI tipe I yaitu mahkota gigi berbentuk bulbous dengan
penyempitan ke arah servikal, dengan akar yang pendek dan tumpul. Walaupun akarnya
pendek dan tumpul namun sementum, membran periodontal dan tulang alveolar terlihat
normal. 18,20 Ruang pulpa don saluran akar menyempit sesudah erupsi atau segera setelah
erupsi sehingga menyebabkan obliterasi pada ruang pulpa dan saluran akar sebagian atau
seluruhnya (Gambar 5). 1.2,4,5,7,15
7
Yendriwati: Dentinogenesis Imperfekta, 2004
USU Repository©2006
Gambar 5. Pada gambaran rontgen terlihat bahwa tipe I dan tipe II sama, menunjukkan mahkota
berbentuk bulbous, akar yang kecil, dan saluran akar yang terobliterasi.
(http://www.dental.mu.edu/oralpath/spesent/dentinogenesis/sld002.htm)
2. Tipe II (Dentin Opalescent Herediter)
Gambaran radiologi pada DI tipe II sama dengan gambaran radiologi yang
ditunjukkan pada DI tipe I (Gambar 5).
3. Tipe III (Tipe Brandywine)
Mahkota berbentuk bulbous dan sudah aus sewaktu erupsi. Karena fraktur spontan
terjadi pembukaan pulpa pada gigi sulung. Pada DI tipe III ini tidak ditemukan obliteri
pulpa namun menunjukkan kamar pulpa yang lebih besar dari normal (Gambar 6).
Gambar 6. Pada gambaran rontgen terlihat pada tipe III Menunjukkan pembesaran kamar pulpa
yang menonjol.
(http://wtw.dental.mu.eduloraTlath/present/dentinogenesis/sld002.htm)
8
Yendriwati: Dentinogenesis Imperfekta, 2004 USU Repository©2006
Gambaran Histopatotogi
Pada penderita DI, struktur enamel cenderung dalam keadaan normal sedangkan dentin
menunjukkan gangguan dalam strukturnya. Pada pemeriksaan mikroskop cahaya mantel
dentin terlihat abnormal dan sirkumpulpa dentin terlihat daerah yang tidak teratur dan
amorphous (tidak berbentuk), matriks organik yang padat serta kalsifikasi interglobular.
1,3,6
Pada gigi yang terkena DI memiliki ukuran tubulus dentin yang pendek dan lebar yang
bervariasi serta memiliki diameter yang lcbih besar dari normal. Tubulus dentin yang
jumlahnya sedikit dan kearah pulpa jumlahnya makin berkurang, sedangkan diperifer
menunjukkan anastomosis yang luar biasa banyaknya (bercabang-cabang),sehingga
menunjukkan arah yang tidak teratur, serta sering terdapat matriks yang tidak
terklasifikasi. 1,2,3,6,7,16,17
Gambar 7. Gambaran scaning electron dari dentin pasien yang mengalami DI,
gambar ini menunjukkan adanya kekurangan tubulus dentin.
Gambar 8. Tubulus detin pada gigi normal
(http://www.dental.mu.edu/oralpath/spresent/dentinogenesis/sld002.htm)
9
Yendriwati: Dentinogenesis Imperfekta, 2004 USU Repository©2006
Yendriwati: Dentinogenesis Imperfekta, 2004 USU Repository©2006
Kesimpulan
Dentinogenesis Imperfekta (DI) merupakan suatu kelainan herediter yang diturunkan
secara autosomal dominan yang tidak terpaut dengan jenis kelamin. DI terjadi pada periode
perkembangan histodeferensiasi dan dapat terjadi pada gigi sulung maupun gigi tetap.
Etiologi dari DI adalah kelainan genetik, namun sampai sekarang masih belum dapat
dijelaskan secara pasti. Zhank dkk (2001) menemukan adanya suatu transisi C-T pada
nukleotida 3658 yang menciptakan suatu penghentian pengkodean dalam exon 3 pada
anggota keluarga yang mengalami DI. Kemungkinan hal tersebut dapat menyebabkan
terjadinya defisiensi fosfoprotein dentin yang mengakibatkan fosfatidiserin mengalami
penurunan kemampuan dalam mengikat kalsium sehingga mengganggu proses kalsifikasi.
Gambaran klims pada DI baik itu pada DI tipe I dan II hampir sama yang ditandai
dengan adanya mahkota berbentuk bulbous, mudah pecah dan atrisinya email secara
bertahap serta gigi dengan warna biru muda sampai biru tua atau coklat yang akan berubah
menjadi lebih gelap dengan bertambahnya usia, sedangkan pada DI tipe III menunjukkan
gigi geligi berbentuk bulbous dengan penampilan seperti Shell (kulit kerang) dan pembukaan
pulpa yang multiple.
Gambaran radiologis pada DI tipe I dan II dapat terdiagnosa dengan adanya obliterasi
ruang pulpa dan saluran akar sebagian atau seluruhnya, sedangkan pada DI tipe III obliterasi
pulpa tidak terjadi namun terdapat kamar pulpa yang luas, bahkan lebih besar dari normal.
Gambaran histopatologis pada DI tipe I, II dan III adalah sama menunjukkan bentuk
tubulus dentin yang pendek, lebar dan bervariasi dan memiliki diameter yang lebih besar dari
normal. Tubulus dentin jumlahnya sedikit dan ke arah pulpa jumlahnya makin berkurang,
sedangkan di perifer menunjukkan anastomosis yang luar biasa banyaknya
(bercabang-cabang), sehingga menunjukkan arah yang tidak teratur serta sering terdapat
matriks yang tidak terklasifikasi.
10
Yendriwati: Dentinogenesis Imperfekta, 2004 USU Repository©2006
Daftar Pustaka
1 Auerkari El dan Surjadi A. Aspek genetika molecular, klasifikasi dan upaya
penanggulangannya. J Kedokteran Gigi Jakarta, Universitas Indonesia. 1999;vol 6:
31-6.
2 Schuurs AHB, Moorer WR, Prahl-Andersen B, et.al. Patologi gigi geligi. Yogyakarta,
Universitas Gajah Mada Press 1992; 105-10.
3 Gage JP, Symons AL, Romaniuk K, et.al.Hereditary opalescent dentine: variation in
expression. J Dent Child 1991; 134-9.
4 Dummett CO. Pediatric Dentistry: Infancy Through Adolescent. 21th ed. Philadelphia:
WB Saunders Company, 1988: 57-68.
5 Finn SB. Clinical pedodontics. 4th ed. Philadelphia: WB Saunders Company, 1973:
610-33.
6 Burkets. Oral Medicine. 8th ed. Philadelphia: JB Lippincott Company, 1984: 546-7.
7 Nakata M and Wei SHY. Pediatric dentistry: total patient care. Philadelphia: Lea and
Febiger, 1988: 352-73.
8 Regezi JA and Sciubba JJ. Oral Pathology: Clinical Pathologic Correlation.
Philadelphia: WB Saunders Company, 1989: 477-9.
9 Bixler D. Dentistry for the child and adolescent. 5th ed. St Louis: CV Mosby
Company, 1988:90-115.
10 Mundi E, Aires B, Argentina. Oral Pathology. 2th ed Philadelphia WB Siurlders,
1980: 54-9.
11 Prabhu SR, Wilson DF, Daftary DK, et.al. Oral Disease in the Tropics. New York.
Oxtvra University Press 1092: 549-52.
12 Dentinogenesis Imperfecta Type II. Available at
http://www.forp.usp.br/bdj/t0771.html.
13 Dentinogenesis Imperfecta. Available at:
http://dentalimplants-usa.com/Conditions/congen.html.
14 Dentinogenesis Imperfecta l : DGI. Available at:
http://www3.ncbi.nlm.gov/htbin-post/Omim/dispmim?125490
11
Yendriwati: Dentinogenesis Imperfekta, 2004 USU Repository©2006
15 Dentinogenesis Imperfecta. Available at:
http://w.w.w.parentplace.com/dentist/qas/0,10338,239347 107074,00.html
16 Farmer ED and Lawton FE. Stone's Oral and Dental Disease. 5 th ed. London: The
English language Book Society and E & S Livingstone Ltd, 1996: 175-82.
17 Soames JV and Southam JC. Oral Pathologi. Oxford: Oxford University Press,
1985:10-1.
18 DSPP mutation in dentinogenesis imperfecta Shield type II. Available at:
http://www.nature.com/ng/journal/v27/n2/fig_tab/ng0201_151 F2.html
19 Dentinogenesis Imperfecta. Available at:
http://www.dental.mu.edu/oralpath/spresent/dentinogenesis/sld002.html
12