Top Banner
 BLOK MEDIKOLEGAL SKENARIO 1 MATA DIOBATI MENJADI BUTA KELOMPOK A-7 Ketua : Jody Reviyanto 1102011130 Sekretaris : Gladya Utami 1102011114  Anggota : Galuh Kresna 1102011112 Gammarida Magfirah 1102011113 Hafiz Arqusoy 1102011115 Jayanti Dwi Cahyani 1102011129 Joko Wijanarko 1102011131 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI TAHUN AJARAN 2013/2014
32

Wrap Up Sek 1 Malpraktek

Oct 09, 2015

Download

Documents

Hafiz Arqursoy

Athaua marwah
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
  • 5/19/2018 Wrap Up Sek 1 Malpraktek

    1/32

    BLOK MEDIKOLEGAL

    SKENARIO 1

    MATA DIOBATI MENJADI BUTA

    KELOMPOK A-7

    Ketua : Jody Reviyanto 1102011130

    Sekretaris : Gladya Utami 1102011114

    Anggota : Galuh Kresna 1102011112

    Gammarida Magfirah 1102011113

    Hafiz Arqusoy 1102011115

    Jayanti Dwi Cahyani 1102011129

    Joko Wijanarko 1102011131

    FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS YARSI

    TAHUN AJARAN 2013/2014

  • 5/19/2018 Wrap Up Sek 1 Malpraktek

    2/32

    Skenario

    Mata Diobati Menjadi Buta

    Tidak terima matanya menjadi buta, Haslinda bersama tim kuasa hukum dari

    Lembaga Bantuan Hukum Kesehatan mendatangi Polda Metro Jaya untuk melaprkan

    dugaan malpraktek dokter, Waldensius Girsang di Rumah Sakit Jakarta Eyes Center.

    Haslinda menuturkan, pada 6 Maret lalu, Kemerahan pada mata, kabur

    penglihatan, kepekaan terhadap cahaya (takut di potret), gelap, mata sakit sudah

    disampaikan ke dotker Fikri Umar Purba yang kemudian didiagnosis sebagai penyakit

    uveitis tuberkulosa. Namun beberapa hari kemudian setelah ditangani dokter Purba,

    mata Haslinda tidak kembali berfungsi normal atau menjadi buta.

    Sementara itu, dokter Purba yang ditemui di Rumah Sakit Jakarta Eyes Center

    membantah telah melakukan malpraktek terhadap Haslinda. Sebelum mengadukan ke

    pihak yang berwajib, Haslinda berkonsultasi pada seorang ustadz tentang hukum

    malpraktek menurut Islam.

    Dalam pengaduannya ke ruang pengaduan Polda Metro Jaya, Haslinda warga

    Kayu Mas, Pulogadung, Jakarta Timur ini tidak menyebutkan tuntutan materil dan

    inmateril kepada dokter Purba dan Rumah Sakit Jakarta Eyes Center sebagai pihak

    yang diduga melakukan malpraktek.

    Pengacara pasien juga menuliskan dasar gugatannya berdasarkan:

    1. Pasal 27 ayat (1) UUD 1945

    2. Kitab Undang-undang Hukum Pidana

    3.

    Kitab Undang-undang Hukum Perdata4. UU No.36 tahun 2009 tentang Kesehatan

    5. UU No.29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran

    6.

    UU No.44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit

    7. Kode Etik Kedokteran

    8. UU No.8 tahun 1999 tentang Pelindungan Konsumen

  • 5/19/2018 Wrap Up Sek 1 Malpraktek

    3/32

    Kata-kata sulit :

    1. Malpraktek : kesalaha yang dibuat dokter

    karena melakukan pekerjaan dibawah standard dan tidak sesuai prosedur.

    2. Uveitis Tuberkulosa : peradangan pada uvea yang

    disebabkan bakteri.

    3.

    Hukum pidana : hukum yang mengatur

    pelanggaran-pelanggaran kejahatan terhadap kepentingan umum.

    4. Hukum perdata : aturan hukum yang meengatur

    tingkah laku antara orang dengan orang lain yang berkaitan dengan hak dan

    kewajiban.

    5. Koed etik kedokteran : aturan aturan yang mengatur

    dalam praktik kedokteran yang dibuat oleh IDI

    6. Tuntutan material dan non-material : material adalah bernilai uang

    dan non-material adalah tuntutan berupa pidana/perdata

    Pertanyaan :

    1. Kapan seorang dokter bisa dikatakan malpraktek?

    2. Apa hukum malpraktek menurut Islam? Kenapa?

    3. Apa peranan LBHK terhadap dokter tersebut?

    4. Bagaimana penyelesaian dalam masalah ini?

    5. Apabila dinyatakan tersangka, hukum apa yang digunakan?

    6. Sumber apa saja yang bisa menyelesaikan kasus ini?

    7. Apa landaasan dokter agar tidak dituduh malpraktek?

    Jawaban :

    1. Saat dokter menangani pasien diluar prosedur dan dapat dibuktikan

    2. Haram karena merugikan orang lain

    3. Menyembatani tindakan-tindakan hukum yang berkaitan langsung terhadap

    kesehatan

    4. Pengadilan

    5. Tergantung pelanggaran yang dilakukan dokter

    6. KUHP, UU, KODEKI, MKDKI

    7. Rekam medis, dilakukannya Inform consent.

  • 5/19/2018 Wrap Up Sek 1 Malpraktek

    4/32

    Hipotesis

    Pasien dengan keluhan kelainan pada mata

    Tindakan dari dokter pada pasien

    Kebutaan

    Gugatan malpraktek

    Menanyakan ke Ustadz tentang Malpraktek menurut Islam Polisi, MKDKI

  • 5/19/2018 Wrap Up Sek 1 Malpraktek

    5/32

    Sasaran Belajar1. Memahami dan Mempelajari Malpraktek

    2. Memahami dan Mempelajari Inform Concent

    3. Memahami dan Mempelajari Rekam Medis

    4. Memahami dan Mempelajari Malpraktek dalam Pandangan Islam

  • 5/19/2018 Wrap Up Sek 1 Malpraktek

    6/32

    1. Memahami dan Mempelajari Malpraktek

    1.1

    Definisi

    Tindakan tenaga profesional (profesi) yang bertentangan dengan

    standard operating procedure (SOP), kode etik profesi, serta undang-undang

    yang berlakubaik disengaja maupun akibat kelalaianyang mengakibatkankerugian dan kematian terhadap orang lain. Batasan pengertian tersebut dapat

    diketahui bahwa malpraktik sebenarnya tidak hanya terjadi pada kelompok

    profesi dokter saja. Tetapi juga dapat terjadi pada kelompok profesi lainnya

    seperti advokat (pengacara), notaris, akuntan, dan profesi lainnya.

    Malpractice: kesalahan dalam menjalankan profesi yang timbul

    sebagai akibat adanya kewajiban-kewajiban yang harus dilakukan oleh dokter

    Malpraktek adalah kesalahan dalam menjalankan profesi medis yang

    tidak sesuai dengan standar profesi medis dalam menjalankan profesinya.

    Kadang malpraktek dikaitkan dengan penyalahgunaan keadaan karena

    keinginan untuk mencari keuntungan pribadi semata. Tidak jarang pula

    dengan menggunakan alasan tidak adanya informed consent, pasien

    menggugat atau menuntut ganti rugi kepada dokter dengan tuduhan

    malpraktek.

    1.2Klasifikasi

    Malpraktek dapat terjadi karena :

    Tindakan yang disengaja ( misconduct)-Kesengajaan yang dapat dilakukan dalam bentuk :

    -pelanggaran ketentuan etik

    -pelanggaran ketentuan disiplin profesi

    -pelanggaran hukum administrasi, hukum pidana dan perdata seperti

    melakukan kesengajaan yang merugikan pasien

    -pelanggaran wajib simpan rahasia kedokteran

    -penyerangan seksual

    -berpraktek tanpa SIP

    -sengaja melanggar standar

    -berpraktek diluar kompetensi

    Tindakan kelalaian ( negligence)Kelalaian ada 3 bentuk :

    a. Malfeasance

    melakukan tindakan yang melanggar hukum/ tidak tepat / tidak l

    ayak

    Misal ; melakukan tindakan medis tanpa indikasi yang memadai

  • 5/19/2018 Wrap Up Sek 1 Malpraktek

    7/32

    b.

    Misfeasance

    malakukan pilihan tindakan medis yang tepat tetapi dilakuakn

    dengan tidak tepat

    Misal : melakukan tindakan medis menyalahi/ tidak sesuai prosedur

    c.

    Nonfeasance

    tidak melakukan tindakan medis yang merupakan kewajiban

    baginya

    Syarat terjadinya kelalaian, harus memenuhi 4 unsur :

    1. Adanya kewajiban untuk melakukan / tidak melakukan sesuatu

    2. Adanya pelanggaran / kegagalan memenuhi kewajiban tersebut

    3. Adanya kerugian/ cedera pada pasien

    4.

    Adanya hubungan kausalitas antara pelanggaran / kegagalan memebuhi kewajiban

    tersebut dengan cedera/ kerugian.

    Ketidak mahiran ( lack of skill)

    Jenis Malpraktek

    1. Malpraktek Etik

    Malpraktek etik adalah kesalahan profesi karena kelalaian dalam

    melaksanakan etika profesi, maka sanksinya adalah sanksi etika yang berupasanksi administrasi sesuai dengan tingkat kesalahannya. Contoh konkrit yang

    merupakan malpraktek etik ini antara lain :

    Dibidang diagnosticPemeriksaan laboratorium yang dilakukan terhadap pasien kadangkala

    tidak diperlukan bilamana dokter mau memeriksa secara lebih teliti. Namun

    karena laboratorium memberikan janji untuk memberikan hadiah kepadadokter yang mengirimkan pasiennya, maka dokter kadang-kadang bisa tergoda

    juga mendapatkan hadiah tersebut.

    Dibidang terapiBerbagai perusahaan yang menawarkan antibiotika kepada dokter

    dengan janji kemudahan yang akan diperoleh dokter bila mau menggunakanobat tersebut, kadang-kadang juga bisa mempengaruhi pertimbangan dokter

    dalam memberikan terapi kepada pasien. Orientasi terapi berdasarkan janji-

    janji pabrik obat yang sesungguhnya tidak sesuai dengan indikasi yang

    diperlukan pasien juga merupakan malpraktek etik.

    2. Malpraktek Yuridik

    Malpraktek yuridik dibedakan menjadi :

    a. Malpraktek Perdata (Civil Malpractice)

    Terjadi apabila terdapat hal-hal yang menyebabkan tidak dipenuhinyaisi perjanjian (wanprestasi) didalam transaksi terapeutik oleh dokter atau

  • 5/19/2018 Wrap Up Sek 1 Malpraktek

    8/32

    tenaga kesehatan lain, atau terjadinya perbuatan melanggar hukum

    (onrechmatige daad) sehingga menimbulkan kerugian pada pasien.

    Adapun isi dari tidak dipenuhinya perjanjian tersebut dapat berupa :

    Tidak melakukan apa yang menurut kesepakatan wajib dilakukan. Melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan tetapi

    terlambat melaksanakannya. Melakukan apa yang menurut kesepakatannya wajib dilakukan tetapitidak

    sempurna dalam pelaksanaan dan hasilnya.

    Melakukan apa yang menurut kesepakatannya tidak seharusnya dilakukan.

    Sedangkan untuk perbuatan atau tindakan yang melanggar hukum

    haruslah memenuhi beberapa syarat seperti :

    Harus ada perbuatan (baikberbuat naupun tidak berbuat) Perbuatan tersebut melanggar hukum (baik tertulis maupuntidak tertulis) Ada kerugian Ada hubungan sebab akibat (hukum kausal) antara perbuatan yang

    melanggar hukum dengan kerugian yang diderita. Adanya kesalahan (schuld)

    Sedangkan untuk dapat menuntut pergantian kerugian (ganti rugi)

    karena kelalaian dokter, maka pasien harus dapat membuktikan adanya empat

    unsure berikut :

    Adanya suatu kewajiban dokter terhadap pasien. Dokter telah melanggar standar pelayanan medik yang lazim. Penggugat (pasien) telah menderita kerugian yang dapat dimintakan ganti

    ruginya.

    Secara faktual kerugian itu disebabkan oleh tindakan dibawah standar.

    Namun adakalanya seorang pasien tidak perlu membuktikan adanya

    kelalaian dokter. Dalam hukum ada kaidah yang berbunyi res ipsa loquitoryang artinya fakta telah berbicara. Misalnya karena kelalaian dokter terdapat

    kain kasa yang tertinggal dalam perut sang pasien tersebut akibat tertinggalnya

    kain kasa tersebut timbul komplikasi paksa bedah sehingga pasien harus

    dilakukan operasi kembali. Dalam hal demikian, dokterlah yang harus

    membuktikan tidak adanya kelalaian pada dirinya.

    b.

    Malpraktek Pidana (Criminal Malpractice)

    Terjadi apabila pasien meninggal dunia atau mengalami cacat akibatdokter atau tenaga kesehatan lainnya kurang hati-hati atua kurang cermat

    dalam melakukan upaya penyembuhan terhadap pasien yang meninggal dunia

    atau cacat tersebut. Malpraktek medis yang dipidana membutuhkan

    pembuktian adanya unsure culpa lata atau kelalaian berat atau zware schulddan pula adanya akibat fatal atau serius.

    1. Malpraktek pidana karena kesengajaan (intensional)

    Misalnya pada kasus-kasus melakukan aborsi tanpa indikasi medis,

    euthanasia, membocorkan rahasia kedokteran, tidak melakukan pertolongan

    pada kasus gawat padahal diketahui bahwa tidak ada orang lain yang bisa

    menolong, serta memberikan surat keterangan dokter yang tidak benar.2. Malpraktek pidana karena kecerobohan (recklessness)

  • 5/19/2018 Wrap Up Sek 1 Malpraktek

    9/32

    Misalnya melakukan tindakan yang tidak lege artis atau tidak sesuai dengan

    standar profesi serta melakukan tindakn tanpa disertai persetujuan tindakan

    medis.

    3. Malpraktek pidana karena kealpaan (negligence)

    Misalnya terjadi cacat atau kematian pada pasien sebagai akibat

    tindakan dokter yang kurang hati-hati atau alpa dengan tertinggalnya alatoperasi yang didalam rongga tubuh pasien.

    4.

    Malpraktek Administratif (Administrative Malpractice)

    Terjadi apabila dokter atau tenaga kesehatan lain melakukan

    pelanggaran terhadap hukum Administrasi Negara yang berlaku, misalnya

    menjalankan praktek dokter tanpa lisensi atau izinnya, manjalankan praktek

    dengan izin yang sudah kadaluarsa dan menjalankan praktek tanpa

    membuat catatan medik.

    Dua macam pelanggaran administrasi tersebut adalah :

    a. Pelanggaran hukum administrasi tentang kewenangan praktek kedokteran

    b. Pelanggaran administrasi mengenai pelayanan medis

    1.3. Menjelaskan Upaya Pencegahan Malpraktek

    Dengan adanya kecenderungan masyarakat untuk menggugat tenaga medis

    karena adanya malpraktek diharapkan tenaga dalam menjalankan tugasnya selalu

    bertindak hati-hati, yakni:

    a. Tidak menjanjikan atau memberi garansi akan keberhasilan upayanya, karena

    perjanjian berbentuk daya upaya (inspaning verbintenis) bukan perjanjian akan

    berhasil (resultaat verbintenis)b. Sebelum melakukan intervensi agar selalu dilakukan informed consent.

    c.Mencatat semua tindakan yang dilakukan dalam rekam medis.

    d.Apabila terjadi keragu-raguan, konsultasikan kepada senior atau dokter.

    e.Memperlakukan pasien secara manusiawi dengan memperhatikan segala

    kebutuhannya.

    f.Menjalin komunikasi yang baik dengan pasien, keluarga dan masyarakat sekitarnya.

    Upaya menghadapi tuntutan hukum

    Apabila upaya kesehatan yang dilakukan kepada pasien tidak memuaskan sehingga

    perawat menghadapi tuntutan hukum, maka tenaga kesehatan seharusnyalah bersifat pasif

    dan pasien atau keluarganyalah yang aktif membuktikan kelalaian tenaga kesehatan. Apabila

    tuduhan kepada kesehatan merupakan criminal malpractice, maka tenaga kesehatan dapat

    melakukan :

    a.Informal defence, dengan mengajukan bukti untuk menangkis/ menyangkal bahwa

    tuduhan yang diajukan tidak berdasar atau tidak menunjuk pada doktrin-doktrin yang

    ada, misalnya perawat mengajukan bukti bahwa yang terjadi bukan disengaja, akan tetapi

    merupakan risiko medik (risk of treatment), atau mengajukan alasan bahwa dirinya tidak

    mempunyai sikap batin (men rea) sebagaimana disyaratkan dalam perumusan delik yang

    dituduhkan.

    b.

    Formal/legal defence, yakni melakukan pembelaan dengan mengajukan atau menunjukpada doktrin-doktrin hukum, yakni dengan menyangkal tuntutan dengan cara menolak

  • 5/19/2018 Wrap Up Sek 1 Malpraktek

    10/32

    unsur-unsur pertanggung jawaban atau melakukan pembelaan untuk membebaskan diri

    dari pertanggung jawaban, dengan mengajukan bukti bahwa yang dilakukan adalah

    pengaruh daya paksa. Berbicara mengenai pembelaan, ada baiknya perawat

    menggunakan jasa penasehat hukum, sehingga yang sifatnya teknis pembelaan

    diserahkan kepadanya. Pada perkara perdata dalam tuduhan civil malpractice dimana

    perawat digugat membayar ganti rugi sejumlah uang, yang dilakukan adalahmementahkan dalil-dalil penggugat, karena dalam peradilan perdata, pihak yang

    mendalilkan harus membuktikan di pengadilan, dengan perkataan lain pasien atau

    pengacaranya harus membuktikan dalil sebagai dasar gugatan bahwa tergugat (perawat)

    bertanggung jawab atas derita (damage) yang dialami penggugat. Untuk membuktikan

    adanya civil malpractice tidaklah mudah, utamanya tidak diketemukannya fakta yang

    dapat berbicara sendiri (res ipsa loquitur), apalagi untuk membuktikan adanya tindakan

    menterlantarkan kewajiban (dereliction of duty) dan adanya hubungan langsung antara

    menterlantarkan kewajiban dengan adanya rusaknya kesehatan (damage), sedangkan

    yang harus membuktikan adalah orang-orang awam dibidang kesehatan dan hal inilah

    yang menguntungkan tenaga perawatan.

    1.4. Alur Hukum Penanganan Malpraktek

    Pada dasarnya penanganan kasus malpraktik dilakukan dengan mendasarkan kepada

    konsep malpraktik medis dan adverse events yang diuraikan di atas. Dalam makalah ini

    tidak akan diuraikan pelaksanaan pada kasus per-kasus, namun lebih ke arah hasil

    pembelajaran (lesson learned) dari pengalaman penanganan berbagai kasus dugaan

    malpraktik, baik dari sisi profesi maupun dari sisi hukum.

    Suatu tuntutan hukum perdata, dalam hal ini sengketa antara pihak dokter dan rumah

    sakit berhadapan dengan pasien dan keluarga atau kuasanya, dapat diselesaikan melalui dua

    cara, yaitu cara litigasi (melalui proses peradilan) dan cara non litigasi (di luar proses

    peradilan).

    Apabila dipilih penyelesaian melalui proses pengadilan, maka penggugat akan

    mengajukan gugatannya ke pengadilan negeri di wilayah kejadian, dapat dengan

    menggunakan kuasa hukum (pengacara) ataupun tidak. Dalam proses pengadilan umumnya

    ingin dicapai suatu putusan tentang kebenaran suatu gugatan berdasarkan bukti-bukti yang

    sah (right-based) dan kemudian putusan tentang jumlah uang ganti rugi yang "layak"

    dibayar oleh tergugat kepada penggugat. Dalam menentukan putusan benar-salahnya suatu

    perbuatan hakim akan membandingkan perbuatan yang dilakukan dengan suatu norma

    tertentu, standar, ataupun suatu kepatutan tertentu, sedangkan dalam memutus besarnya

    ganti rugi hakim akan mempertimbangkan kedudukan sosial-ekonomi kedua pihak (pasal1370-1371 KUH Perdata).

    Apabila dipilih proses di luar pengadilan (alternative dispute resolution), maka kedua

    pihak berupaya untuk mencari kesepakatan tentang penyelesaian sengketa (mufakat).

    Permufakatan tersebut dapat dicapai dengan pembicaraan kedua belah pihak secara

    langsung (konsiliasi atau negosiasi), ataupun melalui fasilitasi, mediasi, dan arbitrasi, atau

    cara-cara kombinasi. Fasilitator dan mediator tidak membuat putusan, sedangkan arbitrator

    dapat membuat putusan yang harus dipatuhi kedua pihak. Dalam proses mufakat ini

    diupayakan mencari cara penyelesaian yang cenderung berdasarkan pemahaman

    kepentingan kedua pihak (interest-based, win-win solution), dan bukan right-based. Hakim

    pengadilan perdata umumnya menawarkan perdamaian sebelum dimulainya persidangan,

    bahkan akhir-akhir ini hakim memfasilitasi dilakukannya mediasi oleh mediator tertentu.

  • 5/19/2018 Wrap Up Sek 1 Malpraktek

    11/32

    Dalam hal tuntutan hukum tersebut diajukan melalui proses hukum pidana, maka pasien

    cukup melaporkannya kepada penyidik dengan menunjukkan bukti-bukti permulaan atau

    alasan-alasannya. Selanjutnya penyidiklah yang akan melakukan penyidikan dengan

    melakukan tindakan-tindakan kepolisian, seperti pemeriksaan para saksi dan tersangka,

    pemeriksaan dokumen (rekam medis di satu sisi dan bylaws, standar dan petunjuk di sisi

    lainnya), serta pemeriksaan saksi ahli. Visum et repertum mungkin saja dibutuhkanpenyidik. Berkas hasil pemeriksaan penyidik disampaikan kepada jaksa penuntut umum

    untuk dapat disusun tuntutannya. Dalam hal penyidik tidak menemukan bukti yang cukup

    maka akan dipikirkan untuk diterbitkannya SP3 atau penghentian penyidikan.

    Selain itu, kasus medikolegal dan kasus potensial menjadi kasus medikolegal, juga harus

    diselesaikan dari sisi profesi dengan tujuan untuk dijadikan pelajaran guna mencegah

    terjadinya pengulangan di masa mendatang, baik oleh pelaku yang sama ataupun oleh

    pelaku lain. Dalam proses tersebut dapat dilakukan pemberian sanksi (profesi atau

    administratif) untuk tujuan penjeraan, dapat pula tanpa pemberian sanksi - tetapi

    memberlakukan koreksi atas faktor-faktor yang berkontribusi sebagai penyebab terjadinya

    "kasus" tersebut. Penyelesaian secara profesi umumnya lebih bersifat audit klinis, dan dapat

    dilakukan di tingkat institusi kesehatan setempat (misalnya berupa Rapat Komite Medis,konferensi kematian, presentasi kasus, audit klinis terstruktur, proses lanjutan dalam

    incident report system, dll), atau di tingkat yang lebih tinggi (misalnya dalam sidang Dewan

    Etik Perhimpunan Spesialis, MKEK, Makersi, MDTK, dll). Bila putusan MKEK

    menyatakan pihak medis telah melaksanakan profesi sesuai dengan standar dan tidak

    melakukan pelanggaran etik, maka putusan tersebut dapat digunakan oleh pihak medis

    sebagai bahan pembelaan.

  • 5/19/2018 Wrap Up Sek 1 Malpraktek

    12/32

  • 5/19/2018 Wrap Up Sek 1 Malpraktek

    13/32

    A.

    MKEK :

    Dalam hal seorang dokter diduga melakukan pelanggaran etika kedokteran (tanpa

    melanggar norma hukum), maka ia akan dipanggil dan disidang oleh Majelis Kehormatan Etik

    Kedokteran (MKEK) IDI untuk dimintai pertanggung-jawaban (etik dan disiplin profesi)nya.Persidangan MKEK bertujuan untuk mempertahankan akuntabilitas, profesionalisme dan

    keluhuran profesi. Saat ini MKEK menjadi satu-satunya majelis profesi yang menyidangkan kasus

    dugaan pelanggaran etik dan/atau disiplin profesi di kalangan kedokteran. Di kemudian hari

    Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI), lembaga yang dimandatkan untuk

    didirikan oleh UU No 29 / 2004, akan menjadi majelis yang menyidangkan dugaan pelanggaran

    disiplin profesi kedokteran.

    Proses persidangan etik dan disiplin profesi dilakukan terpisah dari proses

    persidangan gugatan perdata atau tuntutan pidana oleh karena domain dan jurisdiksinya

    berbeda. Persidangan etik dan disiplin profesi dilakukan oleh MKEK IDI, sedangkan gugatan

    perdata dan tuntutan pidana dilaksanakan di lembaga pengadilan di lingkungan peradilan

    umum. Dokter tersangka pelaku pelanggaran standar profesi (kasus kelalaian medik) dapat

    diperiksa oleh MKEK, dapat pula diperiksa di pengadilan tanpa adanya keharusan salingberhubungan di antara keduanya. Seseorang yang telah diputus melanggar etik oleh MKEK

    belum tentu dinyatakan bersalah oleh pengadilan, demikian pula sebaliknya.

    Persidangan MKEK bersifat inkuisitorial khas profesi, yaitu Majelis (ketua dan

    anggota) bersikap aktif melakukan pemeriksaan, tanpa adanya badan atau perorangan sebagai

    penuntut. Persidangan MKEK secara formiel tidak menggunakan sistem pembuktian

    sebagaimana lazimnya di dalam hukum acara pidana ataupun perdata, namun demikian tetap

    berupaya melakukan pembuktian mendekati ketentuan-ketentuan pembuktian yang lazim.

    Dalam melakukan pemeriksaannya, Majelis berwenang memperoleh :

    1. Keterangan, baik lisan maupun tertulis (affidavit), langsung dari pihak-pihak terkait

    (pengadu, teradu, pihak lain yang terkait) dan peer-group / para ahli di bidangnya yang

    dibutuhkan

    2. Dokumen yang terkait, seperti bukti kompetensi dalam bentuk berbagai ijasah/ brevet dan

    pengalaman, bukti keanggotaan profesi, bukti kewenangan berupa Surat Ijin Praktek TenagaMedis, Perijinan rumah sakit tempat kejadian, bukti hubungan dokter dengan rumah sakit,

    hospital bylaws, SOP dan SPM setempat, rekam medis, dan surat-surat lain yang berkaitan

    dengan kasusnya.

    Majelis etik ataupun disiplin umumnya tidak memiliki syarat-syarat bukti seketat

    pada hukum pidana ataupun perdata. Bars Disciplinary Tribunal Regulation, misalnya,

    membolehkan adanya bukti yang bersifat hearsay dan bukti tentang perilaku teradu di masa

    lampau. Cara pemberian keterangan juga ada yang mengharuskan didahului dengan

    pengangkatan sumpah, tetapi ada pula yang tidak mengharuskannya. Di Australia, saksi tidak

    perlu disumpah pada informal hearing, tetapi harus disumpah pada formal hearing (jenis

    persidangan yang lebih tinggi daripada yang informal). Sedangkan bukti berupa dokumen

    umumnya disahkan dengan tandatangan dan/atau stempel institusi terkait, dan pada bukti

    keterangan diakhiri dengan pernyataan kebenaran keterangan dan tandatangan (affidavit).

    Dalam persidangan majelis etik dan disiplin, putusan diambil berdasarkan bukti-

    bukti yang dianggap cukup kuat. Memang bukti-bukti tersebut tidak harus memiliki standard of

    proof seperti pada hukum acara pidana, yaitu setinggi beyond reasonable doubt, namun juga

    tidak serendah pada hukum acara perdata, yaitu preponderance of evidence. Pada beyond

    reasonable doubt tingkat kepastiannya dianggap melebihi 90%, sedangkan pada preponderance

    of evidence dianggap cukup bila telah 51% ke atas. Banyak ahli menyatakan bahwa tingkat

    kepastian pada perkara etik dan disiplin bergantung kepada sifat masalah yang diajukan.

    Semakin serius dugaan pelanggaran yang dilakukan semakin tinggi tingkat kepastian yang

    dibutuhkan.

    Perkara yang dapat diputuskan di majelis ini sangat bervariasi jenisnya. Di MKEK

    IDI Wilayah DKI Jakarta diputus perkara-perkara pelanggaran etik dan pelanggaran disiplin

    profesi, yang disusun dalam beberapa tingkat berdasarkan derajat pelanggarannya. Di Australia

    digunakan berbagai istilah seperti unacceptable conduct, unsatisfactory professional conduct,unprofessional conduct, professional misconduct dan infamous conduct in professional respect.

    Namun demikian tidak ada penjelasan yang mantap tentang istilah-istilah tersebut, meskipun

  • 5/19/2018 Wrap Up Sek 1 Malpraktek

    14/32

    umumnya memasukkan dua istilah terakhir sebagai pelanggaran yang serius hingga dapat

    dikenai sanksi skorsing ataupun pencabutan ijin praktik.Putusan MKEK tidak ditujukan untuk kepentingan peradilan, oleh karenanya tidak dapat

    dipergunakan sebagai bukti di pengadilan, kecuali atas perintah pengadilan dalam bentuk permintaan

    keterangan ahli. Salah seorang anggota MKEK dapat memberikan kesaksian ahli di pemeriksaan

    penyidik, kejaksaan ataupun di persidangan, menjelaskan tentang jalannya persidangan dan putusan

    MKEK. Sekali lagi, hakim pengadilan tidak terikat untuk sepaham dengan putusan MKEK.Eksekusi Putusan MKEK Wilayah dilaksanakan oleh Pengurus IDI Wilayah dan/atau

    Pengurus Cabang Perhimpunan Profesi yang bersangkutan. Khusus untuk SIP, eksekusinya diserahkan

    kepada Dinas Kesehatan setempat. Apabila eksekusi telah dijalankan maka dokter teradu menerima

    keterangan telah menjalankan putusan.

    B.MDKI :

    Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia merupakan lembaga otonom dari

    Konsil Kedokteran Indonesia, dan dalam menjalankan tugasnya bersifat independen, serta

    bertanggung jawab kepada Konsil Kedokteran Indonesia. Berkedudukan di ibu kota negara

    Republik Indonesia.

    Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran di tingkat provinsi dapat dibentuk oleh Konsil

    Kedokteran Indonesia atas usul Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia.PimpinanMajelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia terdiri atas seorang ketua, seorang wakil

    ketua, dan seorang sekretaris. Keanggotaan Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia

    terdiri atas 3 (tiga) orang dokter gigi dan organisasi profesi masing-masing, seorang dokter dan

    seorang dokter gigi mewakili asosiasi rumah sakit, dan 3 (tiga) orang sarjana hukum.

    Anggota Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia ditetapkan oleh Menteri

    atas usul organisasi profesi. Masa bakti keanggotaan Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran

    Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60 adalah 5 (lima) tahun dan dapat diangkat

    kembali untuk 1 (satu) kali masa jabatan. Pimpinan Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran

    Indonesia dipilih dan ditetapkan oleh rapat pleno anggota. Ketentuan lebih lanjut mengenai tata

    cara pemilihan pimpinan Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia diatur dengan

    Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia.

    Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia bertugas:1. Menerima pengaduan, memeriksa, dan memutuskan kasus pelanggaran disiplin dokter dan

    dokter gigi yang diajukan

    2. Menyusun pedoman dan tata cara penanganan kasus pelanggaran disiplin dokter atau dokter

    gigi.

    Pelanggaran disiplin adalah pelanggaran terhadap aturan aturan dan/atau ketentuan

    penerapan keilmuan dalam pelaksanaan pelayanan yang seharusnya diikuti oleh dokter dan

    dokter gigi. Sebagian dari aturan dan ketentuan tersebut terdapat dalam UU Praktik Kedokteran,

    dan sebagian lagi tersebar didalam Peraturan Pemerintah, Permenkes, Peraturan KKI, Pedoman

    Organisasi Profesi, KODEKI, Pedoman atau ketentuan lain. Pelanggaran disiplin pada hakikatnya

    dibagi menjadi:

    1. Melaksanakan praktik kedokteran dengan tidak kompeten.

    2. Tugas dan tanggung jawab profesional pada pasien tidak dilaksanakan dengan baik.

    3. Berperilaku tercela yang merusak martabat dan kehormatan profesi kedokteran.

    Setiap orang yang mengetahui atau kepentingannya dirugikan atas tindakan dokter atau

    gigi dalam menjalankan praktik kedokteran dapat mengadukan secara tertulis kepada Ketua

    Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia. Pengaduan sekurang-kurangnya harus

    memuat:

    1. identitas pengadu;

    2. nama dan alamat tempat praktik dokter atau dokter gigi dan waktu tindakan dilakukan dan

    3. alasan pengaduan. Pengaduan sebagaimana dimaksud diatas, tidak menghilangkan hak setiap

    orang untuk melaporkan adanya dugaan tindak pidana kepada pihak yang berwenang dan/atau

    menggugat kerugian perdata ke pengadilan.

    Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia memeriksa dan memberikankeputusan terhadap pengaduan yang berkaitan dengan disiplin dokter dan dokter gigi. Apabila

    dalam pemeriksaan ditemukan pelanggaran etika, Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran

  • 5/19/2018 Wrap Up Sek 1 Malpraktek

    15/32

    Indonesia meneruskan pengaduan pada organisasi profesi. Keputusan Majelis Kehormatan

    Disiplin Kedokteran Indonesia mengikat dokter, dokter gigi, dan Konsil Kedokteran Indonesia.

    Keputusan dapat berupa dinyatakan tidak bersalah atau pemberian sanksi disiplin. Sanksi

    disiplin dapat berupa:

    1. pemberian peringatan tertulis;

    2. rekomendasi pencabutan surat tanda registrasi atau surat izin praktik; dan/atau

    3. kewajiban mengikuti pendidikan atau pelatihan di institusi pendidikan kedokteran ataukedokteran gigi.

    Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan fungsi dan tugas Majelis Kehormatan

    Disiplin Kedokteran Indonesia, tata cara penanganan kasus, tata cara pengaduan, dan tata cara

    pemeriksaan serta pemberian keputusan diatur dengan Peraturan Konsil Kedokteran Indonesia.

    Dalam hal tenaga kesehatan didakwa telah melakukan ciminal malpractice,harus

    dibuktikan apakah perbuatan tenaga kesehatan tersebut telah memenuhi unsur tidak pidanya

    yakni :

    a. Apakah perbuatan (positif act atau negatif act) merupakan perbuatan yang tercela

    b. Apakah perbuatan tersebut dilakukan dengan sikap batin (mens rea) yang salah (sengaja,

    ceroboh atau adanya kealpaan). Selanjutnya apabila tenaga perawatan dituduh telah melakukan

    kealpaan sehingga mengakibatkan pasien meninggal dunia, menderita luka, maka yang harus

    dibuktikan adalah adanya unsur perbuatan tercela (salah) yang dilakukan dengan sikap batin

    berupa alpa atau kurang hati-hati ataupun kurang praduga.

    Dalam kasus atau gugatan adanya civil malpractice pembuktianya dapat dilakukan dengan dua

    cara yakni :

    1. Cara langsung

    Oleh Taylor membuktikan adanya kelalaian memakai tolok ukur adanya 4 D yakni :

    1.

    Duty (kewajiban)

    Dalam hubungan perjanjian tenaga perawatan dengan pasien, tenaga perawatan

    haruslah bertindak berdasarkan

    (1) Adanya indikasi medis

    (2) Bertindak secara hati-hati dan teliti(3) Bekerja sesuai standar profesi

    (4) Sudah ada informed consent.

    2. Dereliction of Duty (penyimpangan dari kewajiban)

    Jika seorang tenaga perawatan melakukan asuhan keperawatan menyimpang dari apa

    yang seharusnya atau tidak melakukan apa yang seharusnya dilakukan menurut standard

    profesinya, maka tenaga perawatan tersebut dapat dipersalahkan.

    3.

    Direct Causation (penyebab langsung)

    4.

    Damage (kerugian)

    Tenaga perawatan untuk dapat dipersalahkan haruslah ada hubungan kausal (langsung)

    antara penyebab (causal) dan kerugian (damage) yang diderita oleh karenanya dan tidak ada

    peristiwa atau tindakan sela diantaranya., dan hal ini haruslah dibuktikan dengan jelas.

    Hasil (outcome) negatif tidak dapat sebagai dasar menyalahkan tenaga perawatan.

    Sebagai adagium dalam ilmu pengetahuan hukum, maka pembuktiannya adanya kesalahandibebankan/harus diberikan oleh si penggugat (pasien).

    2. Cara tidak langsung

    Cara tidak langsung merupakan cara pembuktian yang mudah bagi

    pasien, yakni dengan mengajukan fakta-fakta yang diderita olehnya

    sebagai hasil layanan perawatan (doktrin res ipsa loquitur).

    Doktrin res ipsa loquitur dapat diterapkan apabila fakta-fakta yang ada memenuhi

    kriteria:

    a. Fakta tidak mungkin ada/terjadi apabila tenaga perawatan tidak lalai

    b. Fakta itu terjadi memang berada dalam tanggung jawab tenaga perawatan

    c. Fakta itu terjadi tanpa ada kontribusi dari pasien dengan perkataan lain tidak ada contributory

    negligence.

    gugatan pasien .

  • 5/19/2018 Wrap Up Sek 1 Malpraktek

    16/32

    Tuduhan akan adanya Malapraktik sebenarnya bukan hanya ditujukan pada mereka

    yang berprofesi sebagai Tenaga Kesehatan yang salah satunya adalah Dokter, akan tetapi

    tuduhan Malapraktik dapat dituduhkan kepada semua kelompok Profesionalis, yaitu apakah

    mereka itu kelompok Wartawan, Advokat, Paranormal dan kelompok lainnya. Pengertian

    Malapraktik selama ini banyak diambil dari kalangan mereka yang berprofesi sebagai tenaga

    kesehatan, terutama Dokter.

    Sedang batasan pengertian umum tentang Malpraktik di kalangan tenaga kesehatan

    adalah ; Seseorang tenaga kesehatan dalam memberikan tanggungjawab profesinya kepada

    pasien dilakukan di luar prosedure dan stardard profesi pada umumnya yang berakibat cacat

    dan matinya sang pasien. Namun rumusan akan standard profesi yang bersifat baku, khususnya

    bagi tenaga kesehatan (Dokter) secara tegas belum ada dirumuskan di dalam undang-undang.

    Pembelaan Dapat Dilakukan Seorang Dokter Jika Diisukan Melakukan Penelantaran.

    Meskipun seorang pasien mengajukan kasus prima facie bahwa dokter telah melakukan

    penelantaran, bahkan mengajukan bukti bahwa dokter tersebut tidak memberikan kenyamanan

    pelayanan kesehatan sesuai standar media yang diharapkan oleh pasien pada waktu tertentu

    atau berdasarkan kepercayaan pada doktrin res ipsa loquitur (Bukti bukti berbicara untuk

    dirinya sendiri), hukum membolehkan seorang dokter untuk membela dirinya, selain

    penyangkalan tindakan penelantaran. Pembelaan yang dapat dilakukan, antara lain :

    1. Perkiraan resiko tindakan pada pasien

    2. Keikutsertaan terjadinya penelantaran oleh pasien sendiri

    3. Bahwa penelantaran tersebut bukan untuk melindungi dokter tersebut melainkan

    orang lain, misal perawat.

    Tenaga kesehatan dapat digugat berdasarkan pasal 1365 KUH Perdata Jo. pasal 55

    UU No.23 tahun 1992 dan dapat dituntut pidana berdasarkan pasal 359, 360 dan 361 KUHP,

    pasal 80, 81, 82 dari UU No.23 tahun 1992 dan ketentuan pidana lainnya. Di samping hak-hak

    pasien, disini perlu juga kita kemukakan sedikit tentang hak-hak tenaga kesehatan khususnya

    para dokter. Adapun mengenai hak-hak dokter dapat dikemukakan sbb : Hak untuk berkerja

    menurut standard profesi medis, hak menolak untuk melaksanakan tindakan medis yang tidakdapat ia pertanggungjawabkan secara profesional, hak untuk menolak yang menurut suara

    hatinya tidak baik, hak mengakhiri hubungan dengan pasien jika ia menilai kerjasamanya dengan

    pasien tidak ada gunanya lagi, hak atas privacy dokter, hak atas ikhtikat baik dari pasien dalam

    pelaksanaan kontrak terapeutik (penyembuhan), hak atas balas jasa, hak untuk membela diri dan

    hak memilih pasien namun hak ini tidak mutlak sifatnya. Jadi disini dapat ditarik kesimpulan

    bahwa Malapraktik erat hubungannya dengan pelanggaran terhadap standard profesi medik,

    pelanggaran prosedure tindakan medik, dan bagi pelanggarnya tentu dapat digugat, dituntut

    pidana dan diberi sanksi administratif berupa pencabutan ijin praktik.

    Dokter dikatakan melakukan malpraktek jika:

    - Dokter kurang menguasai iptek kedokteran yang sudah berlaku umum dikalangan profesi

    kedokteran

    - Memberikan pelayanan kedokteran dibawah standar profesi (tidak lege artis)- Melakukan kelalaian yang berat atau memberikan pelayanan dengan tidak hati-hati

    - Melakukan tindakan medik yang bertentangan dengan hukum

    Jika dokter hanya melakukan tindakan yang bertentangan dengan etik kedokteran, maka

    ia hanya telah melakukan malpraktek etik. Untuk dapat menuntut penggantian kerugian kerena

    kelalaian, maka penggugatan harus dapat membuktikan adanya 4 unsur berikut:

    - Adanya suatu kewajiban bagi dokter terhadap pasien

    - Dokter telah melanggar standar pelayanan medik yang lazim dipergunakan

    - Penggugat telah menderita kerugian yang dapat dimintakan ganti ruginya

    - Secara faktual kerugian itu disebabkan oleh tindakan dibawah standar

    Ungkapan malpraktik medis secara langsung pada kasus klinis dengan outcome

    yang tidak diinginkan adalah tidak tepat atau tidak adil (tidak fair). Istilah yang sebenarnya

    netral sebelum ada pembuktian adalah adverse clinical incident, adverse event, atau medical

  • 5/19/2018 Wrap Up Sek 1 Malpraktek

    17/32

    accident, yang umumnya digunakan dalam perpustakaan Inggris (dalam kepustakaan Amerika

    lebih sering digunakan kata-kata medical error sejak dini, yang juga tidak netral). Adverse

    clinical incident atau medical accident menggambarkan peristiwa atau kejadian klinis yang cocok

    atau yang berlawanan dengan harapan, tanpa menetapkan dulu apa penyebab kejadian yang

    tidak diinginkan itu dan siapa yang bersalah. Ini sesuai dengan asas hukum praduga tak bersalah,

    Sampai kesalahan benar-benar terbukti.

    Menurut Guwandi malpraktik adalah (Guwandi, J. 1994, 18):

    a. Melakukan suatu hal yang seharusnya tidak boleh dilakukan oleh dokter atau dokter gigi;

    b. Tidak melakukan apa yang seharusnya dilakukan atau melalaikan kewajiban (negligence).

    c. Melanggar suatu ketentuan menurut atau berdasarkan peraturan perundang-undangan.

    Seorang dokter atau dokter gigi yang menyimpang dari standar profesi dan

    melakukan kesalahan profesi belum tentu melakukan malpraktik medis yang dapat dipidana,

    malpraktik medis yang dipidana membutuhkan pembuktian adanya unsur culpa lata atau

    kalalaian berat dan pula berakibat fatal atau serius (Ameln, Fred, 1991). Hal ini sesuai dengan

    ketentuan pasal 359 KUHP, pasal 360, pasal 361 KUHP yang dibutuhkan pembuktian culpa lata

    dari dokter atau dokter gigi. Dengan demikian untuk pembuktian malpraktik secara hukum

    pidana meliputi unsur :

    1) Telah menyimpang dari standar profesi kedokteran;

    2) Memenuhi unsur culpa lata atau kelalaian berat; dan

    3) Tindakan menimbulkan akibat serius, fatal dan melanggar pasal 359, pasal 360, KUHP.

    Adapun unsur-unsur dari pasal 359 dan pasal 360 sebagai berikut :

    1) Adanya unsur kelalaian (culpa).

    2) Adanya wujud perbuatan tertentu .

    3) Adanya akibat luka berat atau matinya orang lain.

    4) Adanya hubungan kausal antara wujud perbuatan dengan akibat kematian orang lain itu.

    2. Memahami dan Mempelajari Inform Concent2.1. Definisi dan Tujuan

    Menurut Permenkes No.585/Menkes/Per/IX/1989, PTM berarti persetujuanyang diberikan pasien atau keluarganya atas dasar penjelasan mengenai tindakan

    medik yang akan dilakukan terhadap pasien tersebut. Dari pengertian di atas PTMadalah persetujuan yang diperoleh dokter sebelum melakukan pemeriksaan,

    pengobatan atau tindakan medik apapun yang akan dilakukan.

    Tujuan dari informed consentadalah agar pasien mendapat informasi yang

    cukup untuk dapat mengambil keputusan atas terapi yang akan dilaksanakan.

    Informed consent juga berarti mengambil keputusan bersama. Hak pasien untuk

    menentukan nasibnya dapat terpenuhi dengan sempurna apabila pasien telahmenerima semua informasi yang ia perlukan sehingga ia dapat mengambil keputusan

    yang tepat. Kekecualian dapat dibuat apabila informasi yang diberikan dapat

    menyebabkan guncangan psikis pada pasien. Secara keseluruhan, tujuannya adalah:

    a. Perlindungan pasien untuk segala tindakan medik. Perlakuan medik tidak

    diketahui/disadari pasien/keluarga, yang seharusnya tidak dilakukan ataupun

    yang merugikan/membahayakan diri pasien.

    b. Perlindungan tenaga kesehatan terhadap terjadinya akibat yang tidak terduga

    serta dianggap meragukan pihak lain. Tak selamanya tindakan dokter berhasil,

    tak terduga malah merugikan pasien meskipun dengan sangat hati-hati, sesuai

    dengan SOP. Peristiwa tersebut bisa risk of treatment ataupun errorjudgement.

  • 5/19/2018 Wrap Up Sek 1 Malpraktek

    18/32

    Dokter harus menyadari bahwa informed consent memiliki dasar moral dan etik

    yang kuat. Menurut American College of Physicians Ethics Manual, pasien harus

    mendapat informasi dan mengerti tentang kondisinya sebelum mengambil keputusan.

    Berbeda dengan teori terdahulu yang memandang tidak adanya informed consent

    menurut hukum penganiayaan, kini hal ini dianggap sebagai kelalaian. Informasi yang

    diberikan harus lengkap, tidak hanya berupa jawaban atas pertanyaan pasien.

    2.2. Klasifikasi

    Secara umum bentuk persetujuan yang diberikan pengguna jasa tindakan medis (pasien)

    kepada pihak pelaksana jasa tindakan medis (dokter) untuk melakukan tindakan medis dapat

    dibedakan menjadi tiga bentuk, yaitu :

    Persetujuan Tertulis, biasanya diperlukan untuk tindakan medis yang mengandung

    resiko besar, sebagaimana ditegaskan dalam PerMenKes No. 585/Men.Kes/Per/IX/1989

    Pasal 3 ayat (1) dan SK PB-IDI No. 319/PB/A.4/88 butir 3, yaitu intinya setiap tindakan

    medis yang mengandung resiko cukup besar, mengharuskan adanya persetujuan

    tertulis, setelah sebelumnya pihak pasien memperoleh informasi yang adekuat tentang

    perlunya tindakan medis serta resiko yang berkaitan dengannya (telah terjadi informed

    consent)

    Persetujuan Lisan, biasanya diperlukan untuk tindakan medis yang bersifat non-invasif

    dan tidak mengandung resiko tinggi, yang diberikan oleh pihak pasien

    Persetujuan dengan isyarat, dilakukan pasien melalui isyarat, misalnya pasien yang akan

    disuntik atau diperiksa tekanan darahnya, langsung menyodorkan lengannya sebagai

    tanda menyetujui tindakan yang akan dilakukan terhadap dirinya.

    2.3. Bentuk Informed Consent

    1. Implied Constructive Consent (Keadaan Biasa)

    Tindakan yang biasa dilakukan, telah diketahui, telah dimengerti oleh

    masyarakat umum, sehingga tidak perlu lagi dibuat tertulis. Misalnya

    pengambilan darah untuk laboratorium, suntikan, atau hecting luka terbuka.

    2. Implied Emergency Consent (Keadaan Gawat Darurat)

    Bila pasien dalam kondiri gawat darurat sedangkan dokter perlu melakukan

    tindakan segera untuk menyelematkan nyawa pasien sementara pasien dan

    keluarganya tidak bisa membuat persetujuan segera. Seperti kasus sesak nafas,

    henti nafas, henti jantung.

    3.

    Expressed Consent (Bisa Lisan/Tertulis Bersifat Khusus)

    Persetujuan yang dinyatakan baik lisan ataupun tertulis, bila yang akan

    dilakukan melebihi prosedur pemeriksaan atau tindakan biasa. Misalnyapemeriksaan vaginal, pencabutan kuku, tindakan pembedahan/operasi, ataupun

    pengobatan/tindakan invasive.

    2.4. Menjelaskan Isi Inform Consent

    Dalam Permenkes No. 585 tahun 1989 tentang Persetujuan Tindakan Medik

    dinyatakan bahwa dokter harus menyampaikan informasi atau penjelasan kepada

    pasien / keluarga diminta atau tidak diminta, jadi informasi harus disampaikan.

    Mengenai apa yang disampaikan, tentulah segala sesuatu yang berkaitan dengan

    penyakit pasien. Tindakan apa yang dilakukan, tentunya prosedur tindakan yang akan

  • 5/19/2018 Wrap Up Sek 1 Malpraktek

    19/32

    dijalani pasien baik diagnostic maupun terapi dan lain-lain sehingga pasien atau

    keluarga dapat memahaminya. Ini mencangkup bentuk, tujuan, resiko, manfaat dari

    terapi yang akan dilaksanakan dan alternative terapi (Hanafiah, 1999).

    Secara umum dapat dikatakan bahwa semua tindakan medis yang akan dilakukan

    terhadap pasien yang harus diinformasikan sebelumnya, namun izin yang harusdiberikan oleh pasien dapat berbagai macam bentuknya, baik yang dinyatakan

    ataupun tidak. Yang paling untuk diketahui adalah bagaimana izin tersebut harus

    dituangkan dalam bentuk tertulis, sehingga akan memudahkan pembuktiannya kelak

    bila timbul perselisihan.

    Secara garis besar dalam melakukan tindakan medis pada pasien, dokter harus

    menjelaskan beberapa hal, yaitu:

    1)

    Garis besar seluk beluk penyakit yang diderita dan prosedur perawatan /

    pengobatan yang akan diberikan / diterapkan.

    2) Resiko yang dihadapi, misalnya komplikasi yang diduga akan timbul.

    3)

    Prospek / prognosis keberhasilan ataupun kegagalan.

    4)

    Alternative metode perawatan / pengobatan.5) Hal-hal yang dapat terjadi bila pasien menolak untuk memberikan

    persetujuan.

    6) Prosedur perawatan / pengobatan yang akan dilakukan merupakan suatu

    percobaan atau menyimpang dari kebiasaan, bila hal itu yang akan

    dilakukan Dokter juga perlu menyampaikan (meskipun hanya sekilas),

    mengenai cara kerja dan pengalamannya dalam melakukan tindakan medis

    tersebut (Achadiat, 2007).

    Informasi/keterangan yang wajib diberikan sebelum suatu tindakan kedokteran

    dilaksanakan adalah:

    1.Diagnosa yang telah ditegakkan.

    2. Sifat dan luasnya tindakan yang akan dilakukan.

    3. Manfaat dan urgensinya dilakukan tindakan tersebut.

    4. Resiko resiko dan komplikasi yang mungkin terjadi daripada tindakan

    kedokteran tersebut.

    5. Konsekwensinya bila tidak dilakukan tindakan tersebut dan adakah

    alternatif cara pengobatan yang lain.

    6. Kadangkala biaya yang menyangkut tindakan kedokteran tersebut.

    Resiko resiko yang harus diinformasikan kepada pasien yang dimintakan

    persetujuan tindakan kedokteran :

    Resiko yang melekat pada tindakan kedokteran tersebut. Resiko yang tidak bisa diperkirakan sebelumnya.

    Dalam hal terdapat indikasi kemungkinan perluasan tindakan kedokteran, dokter

    yang akan melakukan tindakan juga harus memberikan penjelasan ( Pasal 11 Ayat 1

    Permenkes No 290 / Menkes / PER / III / 2008 ). Penjelasan kemungkinan perluasan

    tindakan kedokteran sebagaimana dimaksud dalam Ayat 1 merupakan dasar daripada

    persetujuan (Ayat 2).

    Pengecualian terhadap keharusan pemberian informasi sebelum dimintakan

    persetujuan tindakan kedokteran adalah:

    Dalam keadaan gawat darurat (emergency), dimana dokter harus

    segera bertindak untuk menyelamatkan jiwa.

  • 5/19/2018 Wrap Up Sek 1 Malpraktek

    20/32

    Keadaan emosi pasien yang sangat labil sehingga ia tidak bisa

    menghadapi situasi dirinya.Ini tercantum dalam PerMenKes no

    290/Menkes/Per/III/2008.

    2.5. Ketentuan Informed Concent

    Ketentuan persetujuan tidakan medik berdasarkan SK Dirjen Pelayanan Medik

    No.HR.00.06.3.5.1866 Tanggal 21 April 1999, diantaranya :

    1 Persetujuan atau penolakan tindakan medik harus dalam kebijakan dan

    prosedur (SOP) dan ditetapkan tertulis oleh pimpinan RS.

    2 Memperoleh informasi dan pengelolaan, kewajiban dokter

    3. Informed Consent dianggap benar :

    a.

    Persetujuan atau penolakan tindakan medis diberikan untuk tindakan

    medis yang dinyatakan secara spesifik.b. Persetujuan atau penolakan tindakan medis diberikan tanpa paksaan

    (valuentery)

    c. Persetujuan dan penolakan tindakan medis diberikan oleh seseorang

    (pasien) yang sehat mental dan memang berhak memberikan dari segi

    hukum

    d. Setelah diberikan cukup (adekuat) informasi dan penjelasan yang

    diperlukan

    4 Isi informasi dan penjelasan yang harus diberikan :

    a.

    Tentang tujuan dan prospek keberhasilan tindakan medis yang ada

    dilakukan (purhate of medical procedure)

    b.

    Tentang tata cara tindakan medis yang akan dilakukan (consenpleatedmedical procedure)

    c. Tentang risiko

    d. Tentang risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi

    e. Tentang alternatif tindakan medis lain yang tersedia dan risiko risikonya(alternative medical procedure and risk)

    f.

    Tentang prognosis penyakit, bila tindakan dilakukan

    g. Diagnosis

    5. Kewajiban memberi informasi dan penjelasan

    o Dokter yang melakukan tindakan medis tanggung jawab

    o Berhalangan diwakilkan kepada dokter lain, dengan diketahui dokter

    yang bersangkutan

    6.

    Cara menyampaikan informasi

    o Lisan

    o Tulisan

    7. Pihak yang menyatakan persetujuan

    a. Pasien sendiri, umur 21 tahun lebih atau telah menikah

    b.

    Bagi pasien kurang 21 tahun dengan urutan hak :

    Ayah/ibu kandung

    Saudara saudara kandung

    c. Bagi pasien kurang 21 tahun tidak punya orang tua/berhalangan, urutan

    hak : Ayah/ibu adopsi

  • 5/19/2018 Wrap Up Sek 1 Malpraktek

    21/32

    Saudara-saudara kandung

    Induk semang

    d. Bagi pasien dengan gangguan mental, urutan hak :

    Ayah/ibu kandung

    Wali yang sah

    Saudara-saudara kandunge.

    Bagi pasien dewasa dibawah pengampuan (curatelle) :

    Wali

    Kurator

    f. Bagi pasien dewasa telah menikah/orangtua

    Suami/istri

    Ayah/ibu kandung

    Anak-anak kandung

    Saudara-saudara kandung

    8. Cara menyatakan persetujuan

    Tertulis; mutlak pada tindakan medis resiko tinggi

    Lisan; tindakan tidak beresiko

    9. Jenis tindakan medis yang perlu informed consent disusun oleh komite medik

    ditetapkan pimpinan RS.

    10. Tidak diperlukan bagi pasien gawat darurat yang tidak didampingi oleh

    keluarga pasien.

    13. Format isian informed consent persetujuan atau penolakan

    o Diketahui dan ditandatangani oleh kedua orang saksi, perawat bertindak

    sebagai salah satu saksi

    o Materai tidak diperlukan

    o Formulir asli harus dismpan dalam berkas rekam medis pasien

    o

    Formulir harus ditandatangan 24 jam sebelum tindakan medis dilakukano Dokter harus ikut membubuhkan tanda tangan sebagai bukti telah

    diberikan informasi

    o Bagi pasien/keluarga buta huruf membubuhkan cap jempol ibu jari tangan

    kanannya

    Jika pasien menolak tandatangan surat penolakan maka harus ada catatan pada

    rekam medisnya.

    3. Memahami dan Mempelajari Rekam Medis

    3.1. Definisi

    Rekam Medis adalah berkas yang menyatakan siapa, apa, mengapa, dimana, kapan

    dan bagaimana pelayanan yang diperoleb seorang pasien selama dirawat atau menjalani

    pengobatan. (Edna K Huffman)

    Rekam Medis adalah berkas yang beiisi catatan dan dokumen mengenai identitas

    pasien, basil pemeriksaan, pengobatan, tindakan dan pelayanan lainnya yang diterima

    pasien pada sarana kesebatan, baik rawat jalan maupun rawat inap. (Permenkes No.

    749a/Menkes!Per/XII/1989)

    Rekam Medis merupakan kumpulan fakta tentang kehidupan seseorang dan riwayat

    penyakitnya, termasuk keadaan sakit, pengobatan saat ini dan saat lampau yang ditulis

  • 5/19/2018 Wrap Up Sek 1 Malpraktek

    22/32

    oleb para praktisi kesehatan dalam upaya mereka memberikan pelayanan kesehatan

    kepada pasien. (Gemala Hatta)

    Kompendium (ikhtisar) yang berisi informasi tentang keadaan pasien selama

    perawatan atau selama pemeliharaan kesehatan. (Waters dan Murphy)

    Sebagai rekaman dalam bentuk tulisan atau gambaran aktivitas pelayanan yang

    diberikan oleh pemberi pelayanan medik/kesehatan kepada seorang pasien. (IkatanDokter Indonesia).

    3.2. Tujuan Rekam Medis

    Tujuan Rekam Medis adalah untuk menunjang tercapainya tertib administrasi dalam

    rangka upaya peningkatan pelayanan kesehatan . Tanpa didukung suatu sistem

    pengelola rekam medis yang baik dan benar, maka tertib administrasi tidak akan

    berhasil.

    3.3. Jenis Rekam MedisDi rumah sakit didapat dua jenis Rekam Medis, yaitu :

    o Rekam Medis untuk pasien rawat jalan

    Untuk pasien rawat jalan, termasuk pasien gawat darurat, rekam medis mempunyai

    informasi pasien antara lain:

    Identitas dan formulir perizinan (lembar hak kuasa)

    Riwayat penyakit (anamnesa) tentang :

    Keluhan utama Riwayat sekarang Riwayat penyakit yang pernah diderita

    Riwayat keluarga tentang penyakit yang pernah diturunkan Laporan pemeriksaan fisik, termasuk pemeriksaan laboratorium, foto rontgen,scanning, MRI dll

    Diagnosa dan atau diagnosis banding

    Instruksi diagnosis dan terapeutik dengan tanda tangan pejabat kesehatan yang

    berwenang.

    o Rekam Medis untuk pasien rawat inap

    Untuk rawat inap, memuat informasi yang sama dengan yang terdapat dalam

    rawat jalan, dengan tambahan :

    Persetujuan tindakan medic

    Catatan konsultasi

    Catatan perawat dan tenaga kesehatan lainnya

    Catatan observasi klinik dan hasil pengobatan

    Resume akhir dan evaluasi pengobatan

    3.4. Isi Rekam Medis

    Isi Rekam Medis merupakan catatan keadaan tubuh dan kesehatan, termasuk data

    tentang identitas dan data medis seorang pasien. Secara umum isi Rekam Medis dapat

    dibagi dalam dua kelompok data yaitu:

    1. Data medis atau data klinis : Yang termasuk data medis adalah segala data tentang

    riwayat penyakit, hasil pemeriksaan fisik, diagnosis, pengobatan serta hasilnya, laporan

    dokter, perawat, hasil pemeriksaan laboratorium, ronsen dsb. Data-data ini merupakandata yang bersifat rahasia (confidential) sebingga tidak dapat dibuka kepada pibak

  • 5/19/2018 Wrap Up Sek 1 Malpraktek

    23/32

    ketiga tanpa izin dari pasien yang bersangkutan kecuali jika ada alasan lain berdasarkan

    peraturan atau perundang-undangan yang memaksa dibukanya informasi tersebut.

    2.

    Data sosiologis atau data non-medis: Yang termasuk data ini adalah segala data lain

    yang tidak berkaitan langsung dengan data medis, seperti data identitas, data sosial

    ekonomi, alamat dsb. Data ini oleh sebagian orang dianggap bukan rahasia, tetapi

    menurut sebagian lainnya merupakan data yang juga bersifat rahasia (confidensial).

    A. Penyelenggaraan :

    Secara garis besar penyelenggaraan Rekam Medis dalam Permenkes

    tersebut diatur sebagai berikut:

    Rekam Medis harus segera dibuat dan dilengkapi seluruhnya setelah pasien

    menerima pelayanan (pasal 4). Hal ini dimaksudkan agar data yang dicatat

    masih original dan tidak ada yang terlupakan karena adanya tenggang waktu.

    Setiap pencatatan Rekam Medis harus dibubuhi nama dan tanda tangan

    petugas pelayanan kesehatan. Hal ini diperlukan untuk memudahkan sistim

    pertanggung-jawaban atas pencatatan tersebut (pasal 5)

    Pada prinsipnya isi Rekam Medis adalah milik pasien, sedangkan berkas

    Rekam Medis (secara fisik) adalah milik Rumah Sakit atau institusi kesehatan.

    Pasal 10 Permenkes No. 749a menyatakan bahwa berkas rekam medis itu

    merupakan milik sarana pelayanan kesehatan, yang harus disimpan sekurang-

    kurangnya untuk jangka waktu 5 tahun terhitung sejak tanggal terakhir pasien

    berobat. Untuk tujuan itulah di setiap institusi pelayanan kesehatan, dibentuk Unit

    Rekam Medis yang bertugas menyelenggarakan proses pengelolaan serta

    penyimpanan Rekam Medis di institusi tersebut.

    B. Manfaat :

    Permenkes no. 749a tahun 1989 menyebutkan bahwa Rekam Medis

    memiliki 5 ,manfaat yaitu:

    1.

    Sebagai dasar pemeliharaan kesehatan dan pengobatan pasien

    2. Sebagai bahan pembuktian dalam perkara hukum

    3. Bahan untuk kepentingan penelitian

    4.

    Sebagai dasar pembayaran biaya pelayanan kesehatan dan

    5. Sebagai bahan untuk menyiapkan statistik kesehatan.

    Dalam kepustakaan dikatakan bahwa rekam medis memiliki 5 manfaat,

    yang untuk mudahnya disingkat sebagai ALFRED, yaitu:1. Adminstratlve value: Rekam medis merupakan rekaman data adminitratif

    pelayanan kesehatan.

    2. Legal value: Rekam medis dapat.dijadikan bahan pembuktian di pengadilan

    3. Financial value: Rekam medis dapat dijadikan dasar untuk perincian biaya

    pelayanan kesehatan yang harus dibayar oleh pasien

    4. Research value: Data Rekam Medis dapat dijadikan bahan untuk penelitian

    dalam lapangan kedokteran, keperawatan dan kesehatan.

    5. Education value: Data-data dalam Rekam Medis dapat bahan pengajaran

    dan pendidikan mahasiswa kedokteran, keperawatan serta tenaga kesehatan

    lainnya.

    C. Penyimpanan:

  • 5/19/2018 Wrap Up Sek 1 Malpraktek

    24/32

    Rekam Medis harus disimpan dan dijaga kerahasiaan oleh dokter, dokter

    gigi dan pimpinan sarana kesehatan. Batas waktu lama penyimpanan menurut

    Peraturan Menteri Kesehatan paling lama 5 tahun dan resume rekam medis paling

    sedikit 25 tahun.

    TATA CARA PEMUSNAHANa) Pembentukan Tim Pemusnah dari unsur Rekam Medis dan Tata Usaha dengan SK

    Direktur RS

    b) Tim pembuat pertelaan

    c) Pelaksanaan pemusnahan :

    Dibakar : menggunakan incinerator, dibakar biasa, dicacah, dibuat bubur. Pihak ke III

    disaksikan Tim Pemusnah

    d) Tim Pemusnah membuat Berita Acara Pemusnahan yang ditandatangani Ketua dan

    Sekretaris dan diketahui Direktur Rumah Sakit

    e) Berita Acara Pemusnahan RM, yang asli disimpan di Rumah Sakit, lembar ke 2

    dikirim kepada pemilik RS (RS, Vertikal kepada Dirjen. Pelayanan Medik)

    f)

    Khusus untuk arsip Rekam Medis yang sudah rusak/tidak terbaca dapat langsung

    dimusnahkan dengan terlebih dahulu membuat pernyataan diatas kertas segel oleh

    Direktur Rumah Sakit.

    Untuk Pelayanan Kesehatan di Rumah Sakit dalam mengelola dan pemusnahan rekam

    medis maka harus memenuhi aturan sebagai berikut:

    Rekam medis pasien rawat inap wajib disimpan sekurang-kuangnya 5 tahun sejak

    pasien berobat terakhir atau pulang dari berobat di rumah sakit.

    Setelah 5 tahun rekam medis dapat dimusnahkan kecuali ringakasan pulang dan

    persetujuan tindakan medik.

    Ringakasan pulang dan persetujuan tindakan medik wajib disimpan dalam jangkawaktu 10 sejak ringkasan dan persetujuan medik dibuat

    Rekam medis dan ringkasan pulang disimpan oleh petugas yang ditunjuk oleh

    pimpinan sarana pelayanan kesehatan.

    Untuk Pelayanan Kesehatan non rumah Sakit dalam mengelola dan pemusnahan rekam

    medis harus memenuhi aturan sebagai berikut:

    Rekam medis pasien wajib disimpan sekurang-kuangnya 2 tahun sejak pasien berobat

    terakhir atau pulang dari berobat. Setelah 2 tahun maka rekam medis dapat

    dimusnahkan.

    Kerahasiaan isi rekam medis yang berupa identitas, diagnosis, riwayat penyakit, riwayat

    pemeriksaan dan riwayat pengobatan harus dijaga kerahasiaannya oleh dokter, dokter

    gigi, petugas kesehatan lain, petugas pengelola dan pimpinan sarana pelayanankesehatan. Untuk keperluan tertentu rekam medis tersebut dapat dibuka dengan

    ketentuan:

    Untuk kepentingan kesehatan pasien.

    Atas perintah pengadilan untuk penegakan hukum.

    Permintaan dan atau persetujuan pasien sendiri.

    Permintaan lembaga /institusi berdasarkan undang-undang.

    Untuk kepentingan penelitian, audit, pendidikan dengan syarat tidak menyebutkan

    identitas pasien.

    Kepemilikan & Tanggung Jawab terhadap Rekam Mediso Pasien berhak mendapatkan copy rekam medis

  • 5/19/2018 Wrap Up Sek 1 Malpraktek

    25/32

    o Dijaga kerahasiaannya, bahkan sampai pasien meninggal dunia. Jika pasien meninggal

    dunia, maka keluarga tidak berhak untuk meminta rekam medis

    o Untuk kepentingan penelitian, dapat diberikan, namun tanpa identitas

    o Apabila sudah menjadi perkara baru dapat diberikan kepada penegak hokum

    o Dasar dari pengaduan dan gugatan pasien hanya melalui rekam medis

    o

    Pasien atau pengacara pasien sulit membaca rekam medis, harus dibaca oleh doktero Belum tentu dokter lain juga dapat membaca rekam medis dari dokter

    o Dokter menggunakan Rekam medis untuk pembuktian kasus yang menimpa dirinya?

    (rahasia pasien?)

    o Rekam medis lengkap dan tidak lengkap ukurannya adalah apabila semua yang

    ditentukan telah dilakukan.

    o Berkas rekam medis hilang, maka yang bertanggungjawab adalah petugas yang

    menjaga arsip rekam medis, sanksinya cukup berat, dapat dikatagorikan menghilangkan

    barang bukti

    o Penghapusan rekam medis, dapat dikategorikan sebagai pemalsuan, jadi kalau salah

    tulis hanya dapat dibetulkan pada saat itu, dengan cara mencoret yang salah dan

    dibubuhkan paraf. Sekali ditulis tidak dapat diperbaiki kemudiano Pemeriksaan penunjang, selalu diberikan kepada pasien, karena adanya pendapat itu

    milik pasien

    o Apabila dilakukan harus ditulis hasilnya diberikan kepada pasien. Masalah timbul

    apabila pasien menghilangkan hasil pemeriksaan tersebut.

    Berkas Rekam Medis di Pengadilan

    o Rekam medis bukan akta otentik

    o Pembuktian di pengadilan, masih memerlukan interpretasi

    o Jadi rekam medis dapat digunakan untuk pembuktian, namun masih tetap saja dapat

    diperdebatkan

    o Berguna untuk dokter, sedikit gunanya untuk pasien

    Pada saat seorang pasien berobat ke dokter, sebenamya telah terjadi suatu hubungan

    kontrak terapeutik antara pasien dan dokter. Hubungan tersebut didasarkan atas kepercayaan

    pasien bahwa dokter tersebut mampu mengobatinya, dan akan merahasiakan semua rahasia

    pasien yang diketahuinya pada saat hubungan tersebut terjadi. Dalam hubungan tersebut

    seara otomatis akan banyak data pribadi pasien tersebut yang akan diketahui oleh dokter

    serta tenaga kesehatan yang memeriksa pasien tersebut. Sebagian dari rahasia tadi dibuat

    dalam bentuk tulisan yang kita kenal sebagai Rekam Medis. Dengan demikian, kewajiban

    tenaga kesehatan untuk menjaga rahasia kedokteran, mencakup juga kewajiban untuk

    menjaga kerahasiaan isi Rekam Medis.

    Pada prinsipnya isi Rekam Medis adalah milik pasien, sedangkan berkas Rekam Medis

    (secara fisik) adalah milik Rumah Sakit atau institusi kesehatan. Pasal 10 Permenkes No.749a menyatakan bahwa berkas rekam medis itu merupakan milik sarana pelayanan

    kesehatan, yang harus disimpan sekurang-kurangnya untuk jangka waktu 5 tahun terhitung

    sejak tanggal terakhir pasien berobat. Untuk tujuan itulah di setiap institusi pelayanan

    kesehatan, dibentuk Unit Rekam Medis yang bertugas menyelenggarakan proses

    pengelolaan serta penyimpanan Rekam Medis di institusi tersebut. Karena isi Rekam Medis

    merupakan milik pasien, maka pada prinsipnya tidak pada tempatnya jika dokter atau

    petugas medis menolak memberitahu tentang isi Rekam Medis kepada pasiennya, kacuali

    pada keadaan-keadaan tertentu yang memaksa dokter untuk bertindak sebaliknya.

    Sebaliknya, karena berkas Rekam Medis merupakan milik institusi, maka tidak pada

    tempatnya pula jika pasien meminjam Rekam Medis tersebut secara paksa, apalagi jika

    institusi pelayanan kesehatan tersebut menolaknya.

  • 5/19/2018 Wrap Up Sek 1 Malpraktek

    26/32

    Masa simpan rekam medis disarana rumah sakit adalah selama 5 (lima) tahun terhitung

    sejak tanggal terakhir pasien mendapat perawatan, kecuali ringkasan pulang dan persetujuan

    tindakan selama 10 (sepluh) tahun.

    Sedangkan masa simpan disarana kesehatan selain rumah sakit adalah 2 (dua) tahun.

    Setelah batas waktu tersebut, maka rekam medis dapat dimusnahkan dengan mengikuti

    aturan yang telah ditentukan untuk pemusnahan dokumen.

    Kerahasiaan Rekam Medis

    Informasi tentang identitas, diagnosis, riwayat penyakit, riwayat pemeriksaan dan riwayat

    pengobatan pasien harus dijaga kerahasiaannya oleh dokter, dokter gigi, tenaga

    kesehatan tertentu, petugas pengelola dan pimpinan sarana pelayanan kesehatan.

    Informasi tentang identitas, diagnosis, riwayat penyakit, riwayat pemeriksaan dan

    riwayat pengobatan dapat dibuka dalam hal:

    Untuk kepentingan kesehatan pasien

    Memenuhi permintaan aparatur penegak hukum dalam rangka penegakan hukum atas

    perintah pengadilan;

    Permintaan dan/atau persetujuan pasien sendiri

    Permintaan institusi/lembaga berdasarkan ketentuan perundang-undangan

    Untuk kepentingan penelitian, pendidikan, dan audit medis, sepanjang tidakmenyebutkan identitas pasien.

    Permintaan rekam medis untuk tujuan tersebut diatas harus dilakukan secara tertulis kepada

    pimpinan sarana pelayanan kesehatan.

    SanksiSanksi Hukum

    Setiap tenaga kesehatan yang mempunyai kewajiban untuk menyimpan rahasia tentangpenyakit pasien beserta data-data medisnya dapat dijatuhi sanksi pidana, sanksi perdata

    maupun sanksi administratif, apabila dengan sengaja membocorkan rahasia tersebut

    tanpa alasan yang sah, sehingga pasien menderita kerugian akibat tindakan tersebut.

    Akibat yang mungkin timbul karena pembocoran rahasia ini, misalnya :

    Tidak jadi menerima santunan asuransi karena pihak asuransi membatalkan

    keputusannya setelah mendapat informasi tentang penyakit yang diderita oleh calon

    kliennya.

    Tidak jadi menikah, karena salah satu pihak mendapat informasi mengenai penyakityang diidap oleh calon pasangannya.

    Terjadi perceraian, karena salah satu pihak mengetahui penyakit yang diidap oleh

    pasangannya.

    Seorang pemimpin kalah dalam percaturan politik karena lawan politiknya mendapat

    informasi mengenai penyakit yang diidapnya.

    Merugikan negara, apabila informasi yang dibocorkan itu merupakan rahasia negara.

    Sanksi Pidana

    Pasal 322 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) menyebutkan bahwa :

    1) Barang siapa dengan sengaja membuka suatu rahasia, yang menurut jabatan atau

    pekerjaannya, baik yang sekarang maupun yang dahulu, ia diwajibkan untuk

    menyimpannya, dihukum dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau denda

    paling banyak sembilan ribu rupiah

  • 5/19/2018 Wrap Up Sek 1 Malpraktek

    27/32

    2) Jika kejahatan itu dilakukan terhadap seseorang tertentu, maka perbuatn itu hanya dapat

    dituntut atas pengaduan orang itu.

    Catatan

    Pasal ini berlaku bagi orang yang membocorkan rahasia pekerjaannya maupun rahasia

    jabatan (dan atau rahasia jabatan).

    Pasal ini berlaku bagi orang yang membocorkan rahasia pekerjaannya dan atau rahasiajabatan, baik yang sekarang maupun yang telah lalu, karena dia pindah pekerjaan atau

    telah pensiun.

    Ayat (2) menunjukkan bahwa delik ini adalah delik aduan, dimana perkara itu tidak

    dapat diusut tanpa pengaduan dari orang yang dirugikan. Pengaduan itu dapat dicabut

    kembali, selama belum diajukan ke sidang pengadilan. Namun demikian, pada pasal 4

    Penjelasan PP Nomor 10 Tahun 1966 disebutkan bahwa : Demi kepentingan umum

    Menteri Kesehatan dapat bertindak terhadap pembocoran rahasia kedokteran,

    meskipun tidak ada suatu pengaduan.

    Pasal 112 KUHP menyebutkan bahwa : Barang siapa dengan sengaja mengumumkanatau mengabarkan atau menyampaikan surat, kabar dan keterangan tentang suatu hal

    kepada negara asing, sedang diketahuinya bahwa surat, kabar atau keterangan itu harus

    dirahasiakan demi kepentingan negara, maka ia dihukum dengan pidana penjara paling

    lama tujuh tahun.

    Sanksi Perdata

    Apabila pembocoran rahasia tentang penyakit pasien termasuk data-data medisnya,

    mengakibatkan kerugian terhadap pasien, keluarganya maupun orang lain yang

    berkaitan dengan hal tersebut, maka orang yang membocorkan rahasia itu dapat digugat

    secara perdata untuk mengganti kerugian. Hal ini diatur dalam Undang-Undang

    Tentang Kesehatan maupun dalam Kitab Undang-Undang Hukum Sipil atau Perdata

    (KUHS). Pasal 55 Undang-Undang Tentang Kesehatan menyebutkan bahwa :1) Setiap orang berhak atas ganti rugi akibat kesalahan atau kelaian yang dilakukan tenaga

    kesehatan.

    2) Ganti rugi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan peraturan

    perundang-undangan yang berlaku.

    Pasal 1365 KUHS menyebutkan bahwa : Setiap perbuatan melanggar hukum yangmengakibatkan kerugian bagi orang lain, mewajibkan orang yang karena kesalahannya

    mengakibatkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut.

    Pasal 1366 KUHS menyebutkan bahwa : Setiap orang bertanggung jawab tidak sajaatas kerugian karena perbuatannya, tetapi atas kerugian yang disebabkan karena

    kelalaian atau kurang hati-hati.

    Pasal 1367 KUHS menyebutkan bahwa : Seseorang tidak saja bertanggung jawabuntuk kerugian yang disebabkan karena perbuatan sendiri, tetapi juga untuk

    kerugian yang disebabkan karena perbuatan orang-orang yang menjadi tanggungannya

    atau disebabkan oleh barang-barang yang dibawah kekuasaannya.Orang tua dan wali bertanggung jawab tentang kerugian yang disebabkan oleh anak-

    anak belum dewasa yang tinggal pada mereka dan terhadap siapa mereka melakukan

    kekuasaan orang tua atau wali. Majikan-majikan dan mereka yang mengangkat orang-

    orang lain yang mewakili urusan-urusan mereka mereka adalah bertanggung jawab

    tentang kerugian yang ditimbulkan oleh pelayan-pelayan atau bawahan-bawahan

    mereka di dalam melakukan pekerjaan untuk mana orang-orang dipakainya. Guru-guru

    sekolah dan kepala-kepala tukang bertanggung jawab tentang kerugian yang

    ditimbulkan oleh murid-murid dan tukang-tukang mereka selama waktu orang-orang iniberada dibawah pengawasan mereka. Tanggung jawab yang disebutkan diatas berakhir,

  • 5/19/2018 Wrap Up Sek 1 Malpraktek

    28/32

    jika orang tua-orang tua, wali-wali, guru-guru sekolah dan tukang itu membuktikan

    bahwa mereka tidak dapat mencegah perbuatan untuk mana mereka seharusnya

    bertanggung jawab.

    SANKSI PIDANA UNTUK PEMBOCORAN RAHASIA REKAM MEDIS BERDASARKAN

    PERATURAN PEMERINTAH TENTANG TENAGA KESEHATAN

    .

    Pasal 35 huruf d. Tentang Ketentuan Pidana yang diatur dalam PP Nomor 32 tahun

    1966 Tentang Tenaga Kesehatan menyebutkan : Tidak melaksanakan kewajibansebagaimana dimaksud dalam pasal 22 ayat 10 dipidana denda paling banyak

    Rp.10.000.000.00,- (sepuluh juta rupiah). Sedangkan bunyi pasal 22 ayat (1) yangdimaksud adalah : Bagi setiap tenaga kesehatan jenis tertentu dalam melaksanakantugas profesinya berkewajiban untuk:

    a.

    Menghormati hak pasien;

    b.

    Menjaga kerahasiaan identitas dan data kesehatan pribadi pasien;c. Memberikan informasi yang berkaitan dengan kondisi dan tindakan yang akan

    dilakukan;

    d. Meminta persetujuan terhadap tindakan yang akan dilakukan;

    e. Membuat dan memelihara rekam medis.

    Sanksi Administratif

    Sanksi administratif untuk tenaga kesehatan sehubungan dengan peraturan tentang

    rekam medis diatur dalam pasal 20 PERMENKES Tentang Rekam Medis yang berbunyi :

    Pelanggaran terhadap ketentuan ketentuan dalam peraturan ini dapat dikenakan sanksi

    administratif mulai dari teguran sampai pencabutan ijin.

    4. Memahami dan Mempelajari Malpraktek dalam Pandangan Islam

    Malpraktek yang menjadi penyebab dokter bertanggungjawab secara profesi

    bisa digolongkan sebagai berikut:

    1. Tidak punya keahlian (jahil).Yang dimaksudkan disini adalah melakukan praktek pelayanan kesehatan

    tanpa memiliki keahlian, baik tidak memiliki keahlian sama sekali dalam bidang

    kedokteran, atau memiliki sebagian keahlian tapi bertindak di luar keahliannya.

    Orang yang tidak memiliki keahlian di bidang kedokteran kemudian nekat

    membuka praktek disinggung oleh Nabi -shallallah 'alaihi wasallam- dalam sabda

    beliau:

    "Barang siapa yang praktek menjadi dokter dan sebelumnya tidak diketahui

    memiliki keahlian, maka ia bertanggungjawab.

    Kesalahan ini sangat berat, karena menganggap remeh kesehatan dan nyawa banyak

    orang, sehingga paru ulama sepakat bahwa pelakunya ( mutathabbib) harus

  • 5/19/2018 Wrap Up Sek 1 Malpraktek

    29/32

    bertanggungjawab jika timbul masalah dan harus dihukum agar jera dan menjadi

    pelajaran bagi orang lain.

    2. Menyalahi prinsip-prinsip ilmiah ( mukhalafatul ushul al-'i lmiyyah).

    Yang dimaksud dengan pinsip ilmiah adalah dasar-dasar dan kaidah-kaidah yangtelah baku dan biasa dipakai oleh para dokter, baik secara teori maupun praktek, dan

    harus dikuasai oleh dokter saat menjalani profesi kedokteran.

    Para ulama telah menjelaskan kewajiban para dokter untuk mengikuti prinsip-

    prinsip ini dan tidak menyalahinya.Imam asy-Syafi'i misalnya- mengatakan: "Jikamenyuruh seseorang untuk membekam, mengkhitan anak, atau mengobati hewan

    piaraan, kemudian semua meninggal karena praktek itu, jika orang tersebut telah

    melakukan apa yang seharusnya dan biasa dilakukan untuk maslahat pasien menurut

    para pakar dalam profesi tersebut, maka ia tidak bertanggungjawab. Sebaliknya jika ia

    tahu dan menyalahinya, maka ia bertanggungjawab." Bahkan hal ini adalah

    kesepakatan para ulama semuanya, sebagaimana disebutkan oleh Ibnul Qayyim

    Hanya saja, hakim harus lebih jeli dalam menentukan apakah benar-benar terjadi

    pelanggaran prinsip-prinsip ilmiah dalam kasus yang diangkat, karena ini termasuk

    permasalahan yang pelik.

    3. Ketidaksengajaan ( khatha').

    Ketidaksengajaan adalah sesuatu yang orang tidak punya maksud di dalamnya.

    Misalnya tangan dokter bedah terpeleset sehingga ada anggota tubuh pasien yang

    terluka. Bentuk malpraktek ini tidak membuat pelakunya berdosa, tapi ia harus

    bertanggungjawab terhadap akibat yang ditimbulkan sesuai dengan yang telahdigariskan Islam dalam bab jinayat, karena ini termasukjinayat khatha'(tidak

    sengaja).

    4. Sengaja menimbulkan bahaya ( I'tida').

    Maksudnya adalah membahayakan pasien dengan sengaja. Ini adalah bentuk

    malpraktek yang paling buruk. Tentu saja sulit diterima bila ada dokter atau

    paramedis yang melakukan hal ini, sementara mereka telah menghabiskan umur

    mereka untuk mengabdi dengan profesi ini. Kasus seperti ini terhitung jarang dan sulit

    dibuktikan karena berhubungan dengan isi hati orang. Biasanya pembuktiannya

    dilakukan dengan pengakuan pelaku, meskipun mungkin juga mengetahuikesengajaan ini melalui indikasi-indikasi kuat yang menyertai terjadinya malpraktek

    yang sangat jelas. Misalnya, adanya perselisihan antara pelaku malpraktek dengan

    pasien atau keluarganya.

    PEMBUKTIAN MALPRAKTEK

    Agama Islam mengajarkan bahwa tuduhan harus dibuktikan. Demikian pula,

    tuduhan malparaktek harus diiringi dengan bukti, dan jika terbukti harus ada

    pertanggungjawaban dari pelakunya. Ini adalah salah satu wujud keadilan dan

    kemuliaan ajaran Islam. Jika tuduhan langsung diterima tanpa bukti, dokter danparamedis terzhalimi, dan itu bisa membuat mereka meninggalkan profesi mereka,

  • 5/19/2018 Wrap Up Sek 1 Malpraktek

    30/32

    sehingga akhirnya membahayakan kehidupan umat manusia. Sebaliknya jika tidak

    ada pertanggungjawaban atas tindakan malpraktek yang terbukti, pasien terzhalimi,

    dan para dokter bisa jadi berbuat seenak mereka.

    Seorang hakim bisa memakai bukti-bukti yang diakui oleh syariat sebagai berikut:

    1. Pengakuan pelaku malpraktek (iqrar).

    Iqrar adalah bukti yang paling kuat, karena merupakan persaksian atas diri sendiri,

    dan ia lebih mengetahuinya. Apalagi dalam hal yang membahayakan diri sendiri,

    biasanya pengakuan ini menunjukkan kejujuran.

    2. Kesaksian ( syahadah).

    Untuk pertanggungjawaban berupa qishash dan ta'zir, dibutuhkan kesaksian dua pria

    yang adil. Jika kesaksian akan mengakibatkan tanggung jawab materiil, seperti ganti

    rugi, dibolehkan kesaksian satu pria ditambah dua wanita. Adapun kesaksian dalamhal-hal yang tidak bisa disaksikan selain oleh wanita, seperti persalinan, dibolehkan

    persaksian empat wanita tanpa pria. Di samping memperhatikan jumlah dan

    kepantasan saksi, hendaknya hakim juga memperhatikan ada

    tidaknya tuhmah(kemungkinan mengalihkan tuduhan malpraktek dari dirinya ).[8]

    3. Catatan medis.

    Yaitu catatan yang dibuat oleh dokter dan paramedis, karena catatan tersebut dibuat

    agar bisa menjadi referensi saat dibutuhkan. Jika catatan ini valid, ia bisa menjadi

    bukti yang sah.

    BENTUK TANGGUNG JAWAB MALPRAKTEK

    Jika tuduhan malpraktek telah dibuktikan, ada beberapa bentuk tanggung jawab yang

    dipikul pelakunya. Bentuk-bentuk tanggung jawab tersebut adalah sebagai berikut:

    1. Qishash.

    Qishashditegakkan jika terbukti bahwa dokter melakukan tindak malpraktek sengaja

    menimbulkan bahaya (I'tida'), dengan membunuh pasien atau merusak anggota

    tubuhnya, dan memanfaatkan profesinya sebagai pembungkus tindak kriminal yang

    dilakukannya. Ketika memberi contoh tindak kriminal yang mengakibatkan qishash,Khalil bin Ishaq al-Maliki mengatakan: "Misalnya dokter yang menambah (luas area

    bedah) dengan sengaja."[9]

    2. Dhaman(tanggung jawab materiil berupa ganti rugi atau diyat).

    Bentuk tanggungjawab ini berlaku untuk bentuk malpraktek berikut:

    a. Pelaku malpraktek tidak memiliki keahlian, tapi pasien tidak mengetahuinya, dan

    tidak ada kesengajaan dalam menimbulkan bahaya.

    b. Pelaku memiliki keahlian, tapi menyalahi prinsip-prinsip ilmiah.

    http://serambimadinah.net/index.php?option=com_content&view=article&id=126:malpraktek-menurut-syariat-islam&catid=38:fiqh&Itemid=63#_ftn8http://serambimadinah.net/index.php?option=com_content&view=article&id=126:malpraktek-menurut-syariat-islam&catid=38:fiqh&Itemid=63#_ftn8http://serambimadinah.net/index.php?option=com_content&view=article&id=126:malpraktek-menurut-syariat-islam&catid=38:fiqh&Itemid=63#_ftn8http://serambimadinah.net/index.php?option=com_content&view=article&id=126:malpraktek-menurut-syariat-islam&catid=38:fiqh&Itemid=63#_ftn9http://serambimadinah.net/index.php?option=com_content&view=article&id=126:malpraktek-menurut-syariat-islam&catid=38:fiqh&Itemid=63#_ftn9http://serambimadinah.net/index.php?option=com_content&view=article&id=126:malpraktek-menurut-syariat-islam&catid=38:fiqh&Itemid=63#_ftn9http://serambimadinah.net/index.php?option=com_content&view=article&id=126:malpraktek-menurut-syariat-islam&catid=38:fiqh&Itemid=63#_ftn9http://serambimadinah.net/index.php?option=com_content&view=article&id=126:malpraktek-menurut-syariat-islam&catid=38:fiqh&Itemid=63#_ftn8
  • 5/19/2018 Wrap Up Sek 1 Malpraktek

    31/32

    c. Pelaku memiliki keahlian, mengikuti prinsip-prinsip ilmiah, tapi terjadi kesalahan

    tidak disengaja.

    d. Pelaku memiliki keahlian, mengikuti prinsip-prinsip ilmiah, tapi tidak mendapat

    ijin dari pasien, wali pasien atau pemerintah, kecuali dalam keadaan darurat.

    3. Ta'zirberupa hukuman penjara, cambuk, atau yang lain. Ta'zir berlaku untuk

    dua bentuk malpraktek:

    a. Pelaku malpraktek tidak memiliki keahlian, tapi pasien tidak mengetahuinya, dan

    tidak ada kesengajaan dalam menimbulkan bahaya.

    b. Pelaku memiliki keahlian, tapi menyalahi prinsip-prinsip

    ilmiah.http://serambimadinah.net/index.php?option=com_content&view=article&id=

    126:malpraktek-menurut-syariat-islam&catid=38:fiqh&Itemid=63 - _ftn10

    PIHAK YANG BERTANGGUNGJAWAB

    Tanggung jawab dalam malpraktek bisa timbul karena seorang dokter melakukan

    kesalahan langsung, dan bisa juga karena menjadi penyebab terjadinya malpraktek

    secara tidak langsung. Misalnya, seorang dokter yang bertugas melakukan

    pemeriksaan awal sengaja merekomendasikan pasien untuk merujuk kepada dokter

    bedah yang tidak ahli, kemudian terjadi malpraktek. Dalam kasus ini, dokter bedah

    adalah adalah pelaku langsung malpraktek, sedangkan dokter pemeriksa ikut

    menyebabkan malpraktek secara tidak langsung.

    Jadi, dalam satu kasus malpraktek kadang hanya ada satu pihak yang

    bertanggungjawab. Kadang juga ada pihak lain lain yang ikut bertanggungjawabbersamanya. Karenanya rumah sakit atau klinik juga bisa ikut bertanggungjawab jika

    terbukti teledor dalam tanggung jawab yang diemban, sehingga secara tidak langsung

    menyebabkan terjadinya malpraktek, misalnya dalam keadaan mengetahui

    mempekerjakan dokter yang tidak ahli.

    http://serambimadinah.net/index.php?option=com_content&view=article&id=126:malpraktek-menurut-syariat-islam&catid=38:fiqh&Itemid=63#_ftn10http://serambimadinah.net/index.php?option=com_content&view=article&id=126:malpraktek-menurut-syariat-islam&catid=38:fiqh&Itemid=63#_ftn10http://serambimadinah.net/index.php?option=com_content&view=article&id=126:malpraktek-menurut-syariat-islam&catid=38:fiqh&Itemid=63#_ftn10http://serambimadinah.net/index.php?option=com_content&view=article&id=126:malpraktek-menurut-syariat-islam&catid=38:fiqh&Itemid=63#_ftn10http://serambimadinah.net/index.php?option=com_content&view=article&id=126:malpraktek-menurut-syariat-islam&catid=38:fiqh&Itemid=63#_ftn10http://serambimadinah.net/index.php?option=com_content&view=article&id=126:malpraktek-menurut-syariat-islam&catid=38:fiqh&Itemid=63#_ftn10
  • 5/19/2018 Wrap Up Sek 1 Malpraktek

    32/32