Page 1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyembuhan luka didefinisikan oleh Wound Healing Society (WHS)
sebagai suatu yang kompleks dan dinamis sebagai akibat dari pengembalian
kontinitas dan fungsi anatomi.1 Sedangkan definisi luka adalah rusaknya
kesatuan atau komponen jaringan yang disebabkan banyak hal atau berbagai
faktor. Efek dari timbulnya luka antara lain hilangnya seluruh atau sebagian
fungsi organ, respon stress simpatis, perdarahan dan pembekuan darah,
kontaminasi bakteri, hingga kematian sel.1,2 Tubuh yang sehat mempunyai
kemampuan alami untuk melindungi dan memulihkan dirinya. Peningkatan
aliran darah ke daerah yang rusak, pembersihan sel dan benda asing, serta
perkembangan awal seluler, merupakan bagian dari proses penyembuhan.
Proses penyembuhan terjadi secara normal tanpa bantuan, walaupun beberapa
bahan perawatan dapat membantu untuk mendukung proses penyembuhan.
Akan tetapi, penyembuhan luka juga dapat terhambat akibat banyak faktor,
baik yang bersifat lokal maupun sistemik.2
Penyembuhan luka (wound healing) secara normal memerlukan tahapan
yang terjadi secara simultan pada jaringan epidermis, dermis dan
subkutissehingga dapat dibedakan penyembuhan pada epidermis dengan
penyembuhan pada dermis, meskipun keduanya terjadi pada saat yang
bersamaan. Proses yang kemudian terjadi pada jaringan yang rusak ini ialah
penyembuhan luka yang dibagi dalam tiga fase yaitu fase inflamasi, fase
proliferasi dan fase remodelling jaringan yang bertujuan untuk
menggabungkan bagian luka dan mengembalikan fungsinya.
B. Tujuan
1. Memahami teori tentang proses penyembuhan luka
2. Memahami jenis-jenis luka, fase-fase penyembuhan luka, gangguan-
gangguan selama proses penyembuhan luka, dan proses luka yang kronik
1
Page 2
C. Manfaat
1. Dapat mengaplikasikan teori penyembuhan luka pada klinis
2. Dapat melakukan manajemen luka dengan baik dan legeartis
2
Page 3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Pengertian
Luka adalah suatu gangguan dari kondisi normal pada kulit. Luka
adalah kerusakan kontinuitas kulit, mukosa membran dan tulang atau organ
tubuh lain. Luka akan menimbulkan hilangnya seluruh atau sebagian fungsi
organ, respon stres simpatis, perdarahan dan pembekuan darah, kontaminasi
bakteri dan kematian sel.1,3
Luka memiliki beberapa karakter mekanik di antaranya:
1. Luka memiliki kekuatan yang kecil pada 2-3 minggu pertama (fase
inflamasi dan proliferasi)
2. Pada minggu ke-3, kekuatan luka meningkat karena adanya remodelling
3. Luka memiliki 50% kekuatannya pada saat 6 minggu, dan sisanya dalam
beberapa minggu setelahnya
4. Kekuatan terus bertambah perlahan hingga 6-12 bulan
5. Kekuatan maksimal adalah 75% dari jaringan biasa.
D. Jenis luka
Luka dapat diklasifikasi berdasarkan kategori tertentu :
1. Berdasarkan waktu penyembuhan luka4
a. Luka akut, yaitu luka dengan masa penyembuhan sesuai dengan
proses penyembuhan.
b. Luka kronis, yaitu luka yang mengalami kegagalan dalam proses
penyembuhan, dapat karena faktor eksogen dan endogen.
2. Berdasarkan proses terjadinya4
a. Luka insisi (Incised wounds), terjadi karena teriris oleh instrumen
yang tajam dan kerusakan sangat minimal. Misal, yang terjadi akibat
pembedahan.
3
Page 4
b. Luka memar (Contusion Wound), terjadi akibat benturan oleh suatu
tekanan dan dikarakteristikkan oleh cedera pada jaringan lunak,
perdarahan dan bengkak.
c. Luka lecet (Abraded Wound), terjadi akibat kulit bergesekan dengan
benda lain yang biasanya dengan benda yang tidak tajam.
d. Luka tusuk (Punctured Wound), terjadi akibat adanya benda seperti
peluru atau pisau yang masuk kedalam kulit dengan diameter yang
kecil.
e. Luka gores (Lacerated Wound), terjadi jika kekuatan trauma melebihi
kekuatan regang jaringan.
f. Luka tembus (Penetrating Wound), yaitu luka yang menembus organ
tubuh. Biasanya pada bagian awal masuk luka diameternya kecil,
tetapi pada bagian ujung luka biasanya akan melebar.
g. Luka Bakar (Combustio), merupakan kerusakan kulit tubuh yang
disebabkan oleh api, atau penyebab lain seperti oleh air panas, radiasi,
listrik dan bahan kimia. Kerusakan dapat menyertakan jaringan bawah
kulit.
3. Berdasarkan Derajat Kontaminasi4
a. Luka bersih (Clean Wounds)
Luka bersih adalah luka yang tidak terdapat inflamasi dan infeksi,
yang merupakan luka sayat elektif dan steril dimana luka tersebut
berpotensi untuk terinfeksi. Luka tidak ada kontak dengan
orofaring,traktus respiratorius maupun traktus genitourinarius. Dengan
demikian kondisi luka tetap dalam keadaan bersih. Kemungkinan
terjadinya infeksi luka sekitar 1% – 5%.
b. Luka bersih terkontaminasi (Clean-contamined Wounds)
Luka bersih terkontaminasi adalah luka pembedahan dimana saluran
pernafasan, saluran pencernaan dan saluran perkemihan dalam kondisi
terkontrol. Proses penyembuhan luka akan lebih lama namun luka
tidak menunjukkan tanda infeksi. Kemungkinan timbulnya infeksi
luka sekitar 3% - 11%.
4
Page 5
c. Luka terkontaminasi (Contamined Wounds)
Luka terkontaminasi adalah luka yang berpotensi terinfeksi spillage
saluran pernafasan, saluran pencernaan dan saluran kemih. Luka
menunjukan tanda infeksi. Luka ini dapat ditemukan pada luka
terbuka karena trauma atau kecelakaan (luka laserasi), fraktur terbuka
maupun luka penetrasi. Kemungkinan infeksi luka 10% - 17%.
d. Luka kotor atau infeksi (Dirty or Infected Wounds)
Luka kotor adalah luka lama, luka kecelakaan yang mengandung
jaringan mati dan luka dengan tanda infeksi seperti cairan purulen.
Luka ini bisa sebagai akibat pembedahan yang sangat terkontaminasi.
Bentuk luka seperti perforasi visera, abses dan trauma lama.
E. Penutupan luka
Tujuan utama dari penutupan luka yaitu untuk mengembalikan integritas
kulit sehingga mengurangi resiko terjadinya infeksi, scar dan penurunan
fungsi. Proses penutupan pada luka terbagi menjadi 3 kategori, tergantung
pada tipe jaringan yang terlibat dan keadaan serta perlakuan pada luka.4,5,6
1. Penutupan luka primer (Intensi Primer)
Penyembuhan primer atau sanatio per primam intentionem terjadi bila
luka segera diusahakan bertaut, biasanya dengan bantuan jahitan. Luka
dibuat secara aseptik dengan kerusakan jaringan minimum, dan dilakukan
penutupan dengan baik seperti dengan penjahitan. Ketika luka sembuh
melalui instensi pertama, jaringan granulasi tidak tampak dan
pembentukan jaringan parut minimal. Parutan yang terjadi biasanya lebih
halus dan kecil.4
Penyembuhan luka bisa berlangsung cepat. Pada luka bedah dapat
diketahui adanya sintesis kolagen dengan melihat adanya jembatan
penyembuhan dibawah jahitan yang mulai menyatu. Jembatan
penyembuhan ini muncul pada hari kelima sampai ketujuh post operasi.
Jahitan biasanya diangkat pada saat sudah terlihat adanya tensil strength
yang mendekatkan tepi luka. Pengangkatan jahitan ini tergantung usia,
status nutrisi dan lokasi luka. Jahitan biasanya diangkat pada hari ke enam
5
Page 6
sampai ketujuh post operasi untuk menghindari terbentuknya bekas jahitan
(suture marks) walaupun pembentukan kolagen sampai jahitan menyatu
berakhir hari ke-21.5,6,7,8
2. Penutupan luka sekunder (Intensi Sekunder)
Penyembuhan luka kulit tanpa pertolongan dari luar akan berjalan
secara alami. Luka akan terisi jaringan granulasi dan kemudian ditutup
jaringan epitel. Penyembuhan ini disebut penyembuhan sekunder atau
sanatio per secundam intentionem. Cara ini biasanya memakan waktu
cukup lama dan meninggalkan parut yang kurang baik, terutama jika
lukanya terbuka lebar. 5,6,8
3. Penutupan luka primer tertunda (Intensi Tersier)
Penjahitan luka tidak dapat langsung dilakukan pada luka yang
terkontaminasi berat atau tidak berbatas tegas. Luka yang tidak berbatas
tegas sering meninggalkan jaringan yang tidak dapat hidup yang pada
pemeriksaan pertama sukar dikenal. Keadaan ini diperkirakan akan
menyebabkan infeksi bila luka langsung dijahit. Luka yang demikian akan
dibersihkan dan dieksisi (debridement) dahulu, selanjutnya baru dijahit
dan dibiarkan sembuh secara primer. Cara ini disebut penyembuhan
primer tertunda. 5,6,9
Selain itu, jika luka baik yang belum dijahit, atau jahitan terlepas dan
kemudian dijahit kembali, dua permukaan granulasi yang berlawanan akan
tersambungkan. Hal ini mengakibatkan jaringan parut yang lebih dalam
dan luas dibandingkan dengan penyembuhan primer. 8,10
6
Page 7
Gambar 1. Macam-macam proses penutupan luka
F. Fase penyembuhan luka
Setiap proses penyembuhan luka akan melalui 3 tahapan yang dinamis,
saling terkait dan berkesinambungan, serta tergantung pada tipe/jenis dan
derajat luka. Sehubungan dengan adanya perubahan morfologik, tahapan
penyembuhan luka terdiri dari:4,5
7
Page 8
1. Fase Hemostasis dan Inflamasi
Fase hemostasis dan inflamasi adalah adanya respons vaskuler dan
seluler yang terjadi akibat perlukaan pada jaringan lunak. Tujuannya
adalah menghentikan perdarahan dan membersihkan area luka dari benda
asing, sel-sel mati, dan bakteri, untuk mempersiapkan dimulainya proses
penyembuhan. 5,8,10
Pada awal fase ini, kerusakan pembuluh darah akan menyebabkan
keluarnya platelet yang berfungsi hemostasis. Platelet akan menutupi
vaskuler yang terbuka (clot) dan juga mengeluarkan substansi
vasokonstriktor yang mengakibatkan pembuluh darah kapiler
vasokonstriksi, selanjutnya terjadi penempelan endotel yang akan
menutup pembuluh darah. Periode ini hanya berlangsung 5-10 menit, dan
setelah itu akan terjadi vasodilatasi kapiler karena stimulasi saraf sensoris
(local sensoris nerve ending), local reflex action, dan adanya substansi
vasodilator : histamin, serotonin dan sitokin.10,11
Histamin selain menyebabkan vasodilatasi juga mengakibatkan
meningkatnya permeabilitas vena, sehingga cairan plasma darah keluar
dari pembuluh darah dan masuk ke daerah luka. Secara klinis terjadi
edema jaringan dan keadaan lokal lingkungan tersebut asidosis. Eksudasi
ini juga mengakibatkan migrasi sel lekosit (terutama netrofil) ke ekstra
vaskuler. Fungsi netrofil adalah melakukan fagositosis benda asing dan
bakteri di daerah luka selama 3 hari dan kemudian akan digantikan oleh
sel makrofag yang berperan lebih besar jika dibanding dengan netrofil
pada proses penyembuhan luka. Fungsi makrofag disamping fagositosis
adalah:10,12
a. Sintesa kolagen
b. Membentuk jaringan granulasi bersama dengan fibroblast
c. Memproduksi growth factor yang berperan pada re-epitelisasi
d. Membentuk pembuluh kapiler baru atau angiogenesis
Dengan berhasil dicapainya luka yang bersih, tidak terdapat infeksi
serta terbentuknya makrofag dan fibroblas, keadaan ini dapat dipakai
8
Page 9
sebagai pedoman/parameter bahwa fase inflamasi ditandai dengan adanya
eritema, hangat pada kulit, edema, dan rasa sakit yang berlangsung sampai
hari ke-3 atau hari ke-4.
Gambar 2. Fase Hemostasis dan Inflamasi8
2. Fase Proliferasi (Fase Fibroplasia)
Fase proliferasi disebut juga fase fibroplasia, karena yang menonjol
adalah proses proliferasi fibroblast. Fase ini berlangsung dari akhir fase
inflamasi, dari hari ke-6 sampai dengan 3 minggu. Fibroblast berasal dari sel
mesenkim yang belum berdiferensiasi, menghasilkan mukopolisakarida,
asam aminoglisin, dan prolin yang merupakan bahan dasar kolagen serat
yang akan mempertautkan tepi luka. 5,6,8,12
Proses kegiatan seluler yang penting pada fase ini adalah memperbaiki
dan menyembuhkan luka dan ditandai dengan proliferasi sel. Peran
fibroblast sangat besar pada proses perbaikan, yaitu bertanggung jawab
pada persiapan menghasilkan produk struktur protein yang akan digunakan
selama proses rekonstruksi jaringan. 10,12,13
Pada fase ini luka diisi oleh sel-sel radang, fibroblas, serat-serat
kolagen, kapiler-kapiler baru; membentuk jaringan kemerahan dengan
permukaan tak rata disebut jaringan granulasi.
9
Page 10
Epitel sel basal ditepi luka lepas dari dasarnya dan pindah menutupi
dasar luka, tempat diisi hasil mitosis sel lain. Proses migrasi epitel hanya
berjalan kepermukaan yang rata atau lebih rendah, tidak dapat naik
pembentukan orignan granulasi berhenti setelah seluruh permukaan luka
tertutup epitel dan mulailah proses pendewasaan penyembuhan luka :
penyatuhan kembali, penyerapan yang berlebih. 12,13
Fungsi kolagen yang lebih spesifik adalah membentuk cikal bakal
jaringan baru (connective tissue matrix) dan dengan dikeluarkannnya
subtrat oleh fibroblast, memberikan tanda bahwa makrofag, pembuluh
darah baru dan juga fibroblast sebagai satu kesatuan unit dapat memasuki
kawasan luka. Sejumlah sel dan pembuluh darah baru yang tertanam di
dalam jaringan baru tersebut disebut sebagai jaringan granulasi, sedangkan
proses proliferasi fibroblast dengan aktifitas sintetiknya disebut
fibroplasia. Respons yang dilakukan fibroblast terhadap proses fibroplasia
adalah :13,14
a. Proliferasi
b. Migrasi
c. Deposit jaringan matriks
d. Kontraksi luka
Angiogenesis, suatu proses pembentukan pembuluh kapiler baru
didalam luka, mempunyai arti penting pada tahap proleferasi proses
penyembuhan luka. Kegagalan vaskuler akibat penyakit (diabetes),
pengobatan (radiasi) atau obat (preparat steroid) mengakibatkan lambatnya
proses sembuh karena terbentuknya ulkus yang kronis. Jaringan vaskuler
yang melakukan invasi kedalam luka merupakan suatu respons untuk
memberikan oksigen dan nutrisi yang cukup di daerah luka, karena
biasanya pada daerah luka terdapat keadaan hipoksik dan turunnya tekanan
oksigen. Pada fase ini fibroplasia dan angiogenesis merupakan proses
terintegrasi dan dipengaruhi oleh substansi yang dikeluarkan oleh platelet
dan makrofag (growth factors). 5,11,12
10
Page 11
Proses selanjutnya adalah epitelisasi, dimana fibroblast mengeluarkan
keratinocyte growth factor (KGF) yang berperan dalam stimulasi mitosis
sel epidermal. Keratinisasi akan dimulai dari pinggir luka dan akhirnya
membentuk barrier yang menutupi permukaan luka. Dengan sintesa
kolagen oleh fibroblast, pembentukan lapisan dermis ini akan
disempurnakan kualitasnya dengan mengatur keseimbangan jaringan
granulasi dan dermis. Untuk membantu jaringan baru tersebut menutup
luka, fibroblas akan merubah strukturnya menjadi myofibroblast yang
mempunyai kapasitas melakukan kontraksi pada jaringan. Fungsi
kontraksi akan lebih menonjol pada luka dengan defek luas dibandingkan
dengan defek luka minimal.
Gambar 3. Fase Proliferasi8
3. Fase Remodelling
Fase ini dimulai pada minggu ke-3 setelah perlukaan dan berakhir
sampai kurang lebih 12 bulan. Tujuan dari fase remodelling adalah
menyempurnakan terbentuknya jaringan baru menjadi jaringan
penyembuhan yang kuat dan berkualitas. Fibroblast sudah mulai
meninggalkan jaringan grunalasi, warna kemerahan dari jaringan mulai
berkurang karena pembuluh mulai regresi, dan serat fibrin dari kolagen
bertambah banyak untuk memperkuat jaringan parut. Kekuatan dari
jaringan parut akan mencapai puncaknya pada minggu ke-10 setelah
11
Page 12
perlukaan. Sintesa kolagen yang telah dimulai sejak fase proliferasi akan
dilanjutkan pada fase remodelling. Selain pembentukan kolagen, juga akan
terjadi pemecahan kolagen oleh enzim kolagenase. Kolagen muda
(gelatinous collagen) yang terbentuk pada fase proliferasi akan berubah
menjadi kolagen yang lebih matang, yaitu lebih kuat, dengan struktur yang
lebih baik (proses re-modelling). 5,6,12,13
Untuk mencapai penyembuhan yang optimal diperlukan
keseimbangan antara kolagen yang diproduksi dengan yang dipecahkan.
Kolagen yang berlebihan akan terjadi penebalan jaringan parut atau
hypertrophic scar, sebaliknya produksi yang berkurang akan menurunkan
kekuatan jaringan parut dan luka akan selalu terbuka. Luka dikatakan
sembuh jika terjadi kontinuitas lapisan kulit dan kekuatan jaringan kulit
mampu atau tidak mengganggu untuk melakukan aktivitas yang normal.
Meskipun proses penyembuhan luka sama bagi setiap penderita, namun
outcome atau hasil yang dicapai sangat tergantung dari kondisi biologik
masing-masing individu, lokasi, serta luasnya luka.
Gambar 4. Fase Remodelling8
12
Page 13
Gambar 5. Tahapan penyembuhan luka. Pada individu sehat, penyembuhan
berlangsung secara berurutan melalui tiga fase yang saling tumpang tindih: (1)
fase inflamasi, (2) fase proliferatif, dan (3) fase remodelling. Stress dapat
mempengaruhi perkembangan melalui tahap-tahap melalui jalur kekebalan tubuh
dan beberapa neuroendokrin. Review saat ini berfokus pada peran interaktif
glukokortikoid dan sitokin (misalnya IL-8, IL-1α, IL-1β, IL-6, TNF-α, dan IL-10).
Namun, sitokin tambahan, kemokin, dan faktor pertumbuhan yang penting untuk
penyembuhan. Ini termasuk kemokin CXC ligan 1 (CXCL1), kemokin CC ligan 2
(CCL2), granulocyte-macrophage colony-stimulating factor (GM-CSF), protein
chemotactic monosit-1 (MCP-1), makrofag inflamasi protien-1 alpha (MIP -lα),
faktor pertumbuhan endotel vaskular (VEGF), mengubah faktor pertumbuhan-β
(TNF-β), faktor pertumbuhan keratinosit (KGF), faktor pertumbuhan platelet-
derived (PDGF), dan faktor pertumbuhan fibroblas dasar (bFGF)8
G. Faktor yang Mempengaruhi Penyembuhan Luka
13
Page 14
a. Faktor yang mempercepat penyembuhan luka terdiri dari:
1). Pertimbangan perkembangan
Anak dan orang dewasa lebih cepat lebih cepat penyembuhan luka daripada
orang tua. Orang tua lebih sering terkena penyakit kronis, penurunan fungsi
hati yang dapat mengganggu sintesis dari faktor pembekuan darah.14,15
2). Nutrisi
Penyembuhan menempatkan penambahan pemakaian metabolisme pada
tubuh. Klien memerlukan diit kaya Protein, Karbonhidrat, Lemak, Vitamin
dan Miniral (Fe, Zn) Bila kurang nutrisi diperlukan waktu untuk
memperbaiki status nutrisi setelah pembedahan jika mungkin. Klien yang
gemuk meningkatkan resiko infeksi luka dan penyembuhan lama karena
supply darah jaringan adipose tidak adekuat. 14,15
3). Infeksi
Ada tidaknya infeksi pada luka merupakan penentu dalam percepatan
penyembuhan luka. Sumber utama infeksi adalah bakteri. Dengan adanya
infeksi maka fase-fase dalam penyembuhan luka akan terhambat. 14,15
4) Sirkulasi dan Oksigenasi
Sejumlah kondisi fisik dapat mempengaruhi penyembuhan luka. Saat
kondisi fisik lemah atau letih maka oksigenasi dan sirkulasi jaringan sel
tidak berjalan lancar. Adanya sejumlah besar lemak subkutan dan jaringan
lemak yang memiliki sedikit pembuluh darah berpengaruh terhadap
kelancaran sirkulasi dan oksigenisasi jaringan sel.
Pada orang gemuk penyembuhan luka lambat karena jaringan lemak lebih
sulit menyatu, lebih mudah Infeksi dan lama untuk sembuh. Aliran darah
dapat terganggu pada orang dewasa yang mederita gangguan pembuluh
darah prifer, hipertensi atau DM. Oksigenasi jaringan menurun pada orang
yang menderita anemia atau gangguan pernafasan kronik pada perokok.
5). Keadaan luka
14
Page 15
Keadaan kusus dari luka mempengaruhi kecepatan dan efektifitas
penyembuhan luka. Beberapa luka dapat gagal untuk menyatu dengan
cepat. Misalnya luka kotor akan lambat penyembuhannya dibanding
dengan luka bersih.
6). Obat
Obat anti inflamasi (seperti aspirin dan steroid), heparin dan anti
neoplasmik mempengaruhi penyembuhan luka. Penggunaan antibiotik
yang lama dapat membuat tubuh seseorang rentan terhadap Infeksi luka.
Dengan demikian pengobatan luka akan berjalan lambat dan
membutuhkan waktu yang lebih lama.
b. Faktor yang memperlambat penyembuhan luka
Tidak adanya penyembuhan luka akibat dari kerusakan pada satu atau
lebih dari proses penyembuhan normal. Proses ini diklasifikasikan menjadi faktor
Intrinsik dan ekstrinsik.
1) Faktor Intrinsik
Ketika luka terinfeksi, respon inflamatori berlangsung lama dan
penyembuhan luka terlambat. Luka tidak akan sembuh selama ada infeksi.
Infeksi dapat berkembang saat pertahanan tubuh lemah. Diagnosa dari
infeksi jika nilai kultur luka melebihi nilai normal. Kultur memerlukan
waktu 24-48 jam dan selama menunggu pasien di beri antibiotika spektrum
luas. Kadang-kadang benda asing dalam luka adalah sumber infeksi.
Suplai darah yang adekuat perlu bagi tiap aspek penyembuhan. Suplai
darah dapat terbatas karena kerusakan pada pembulu darah Jantung/ Paru.
Hipoksia mengganggu aliran oksigen dan nutrisi pada luka, serta aktifitas
dari sel pertumbuhan tubuh. Neutropil memerlukan oksigen untuk
menghasilkan oksigen peroksida untuk membunuh patogen. Demikian
juga fibroblast dan fagositosis terbentuk lambat. Satu-satunya aspek yang
dapat meningkatkan penyembuhan luka pada keadaan hipoksia adalah
angiogenesis. 12,13
2) Faktor ekstrinsik
15
Page 16
Faktor ektrinsik dapat memperlambat penyembuhan luka meliputi
malnutrisi, perubahan usia dan penyakit seperti diabetes melitus.
Malnutrisi dapat mempengaruhi beberapa area dari proses penyembuhan.
Kekurangan protein menurunkan sintesa dari kolagen dan leukosit.
Kekurangan lemak dan karbonhidrat memperlambat semua fase
penyembuhan luka karena protein di rubah menjadi energi selama
malnutrisi. Kekurangan Vitamin menyebabkan terlambatnya produksi dari
kolagen, respon imun dan respon koagulasi.
Pasien tua yang mengalami penurunan respon inflamatari yang
memperlambat proses penyembuhan. Usia tua menyebabkan penurunan
sirkulasi migrasi sel darah putih pada sisa luka dan fagositasis terlambat.
Ditambah pula kemungkinan Pasien mengalami gangguan yang secara
bersamaan menghambat penyembuhan luka seperti Diabetes Melitus.
H. Penyembuhan Luka di Jaringan Tertentu
1. Kulit
Fase penyembuhan luka dapat diibagi 3 tahap yang saling terkait
dan overlap: inflamasi, formasi jaringan baru dan remodelling. Hal
pertama yang terjadi setelah cedera pada jaringan adalah inflamasi melalui
peran sel-sel inflamasi. Sel inflamasi pertama yang direkrut adalah
neutrofil. Sel-sel inflamasi akan secara masiv menginfiltrasi luka pada 24
jam pertama setelah cedera. Neutrofil akan memasuki tahap apoptosis
segera setelah menginfiltrasi luka dan kemudian mengeluarkan sitokin
selama proses apoptosis itu, dimana sitokin-sitokin tersebut berperan
dalam rekruitmen sel makrofag. Makrofag akan menuju jaringan luka 2
hari setelah cedera dan melakukan aktifitas fagositosis.12,13
Proses selanjutnya adalah pembentukan formasi jaringan baru.
Proses reepitelisasi ini dimulai beberapa jam setelah formasi luka
terbentuk. Keratinosit dari tepi luka akan bermigrasi melintasi wound bed
pada permukaan antara dermis luka dan bekuan fibrin. Migrasi ini
difasilitasi oleh produksi protease spesifik seperti kolagenase dari sel
epidermal untuk mendegradasi matrix ekstraseluler. Angiogenesis masiv
16
Page 17
akan terjadi seiring kebutuhan akan suplai oksigen dan nutrien jaringan
untuk penyembuhan luka. Kemudian beberapa dari fibroblast akan
berdiferensiasi menjadi miofibroblas. Sel kontraktile ini akan membantu
menyambung jarak antar tepi luka. Disaat bersamaan growth factors yang
diproduksi jaringan granulasi akan memudahkan proliferasi dan
diferensiasi sel epitelial memperbaiki integritas barier epitel.
Fase terakhir adalah remodeling yang terdiri atas apoptosis
miofibroblas, sel endotelial dan makrofag. Pada fase ini akan terjadi
involusi bertahap dari jaringan granulasi dan terjadi regenerasi kulit.16
2. Fase Penyembuhan Pada Tulang
Penyembuhan fraktur pada tulang adalah sebuah mekanisme yang
komplek dan proses regenerasi unik dalam mengembalikan fungsi dan
bentuk tulang.
Proses penyembuhan tulang didahului oleh proses inflamasi dan
didominasi oleh fase pembentukan formasi tulang. Selama fase
penyembuhan, kalus eksternal terbatas pada kapsula fibrosa yang tersusun
oleh jaringan granulasi yang tidak beraturan. Fase inflamasi lebih lanjut
ditandai invasi invasi sel mesenkimal yang berdiferensiasi menjadi
kondrosit untuk pembentukan tulang rawan dan osteoblast untuk
pembentukan tulang. Sel-sel debris inisial dan hematoma selanjutnya akan
digantikan oleh jaringan fibrosa. Jumlah kolagen tipe I akan meningkat
sampai 5 hari setelah fraktur, tetapi kolagen tipe III adalah yang dominan
dalam menyusun jaringan.
Fase reparasi tulang dikaitkan dengan pertumbuhan formasi tulang
intramembran dari regio periosteal. Fase ini ditandai dengan invasi
pembuluh darah dan pertumbuhan kalus, dimana puncak pertumbuhannya
biasa ditemukan hari 14 setelah fraktur.
Fase remodelling ditandai terbentuknya formasi endochondral
trabekular yang dihubungkan dengan osteoblast dan TRAP-positive
settlement pada rongga sumsum tulang, penyatuan fragmen dan regenerasi
17
Page 18
celah sumsum tulang. Hal ini sesuai dengan data percobaan dari model
percobaan fraktur pada kelinci yang menunjukkan peningkatan jumlah
tulang trabekular dengan penyusun dominannya kolagen tipe I, sedang
kolagen tipe III dan tipe V tetap ditemukan didaerah puasat dari trabekula.
Selanjutnya tulang menyembuh tanpa adanya scar.12,13
I. Gangguan Penyembuhan Luka
Penyembuhan luka dapat terganggu oleh penyebab dari tubuh sendiri
(endogen) dan oleh penyebab dari luar tubuh (eksogen). Penyebab endogen
terpenting adalah gangguan koagulasi yang disebut koagulopati, dan
gangguan sistem imun. Semua gangguan pembekuan darah akan menghambat
penyembuhan luka, sebab homeostatis merupakan titik tolak dan dasar fase
inflamasi. Gangguan sistem imun akan menghambat dan mengubah reaksi
tubuh terhadap luka, kematian jaringan dan kontaminasi.
Penyebab eksogen meliputi penyinaran sinar ionisasi yang akan
mengganggu mitosis dan merusak sel dengan akibat dini maupun lanjut.
Pemberian sitostatik, obat penekan imun misalnya setelah transplantasi organ,
dan kortikosteroid juga akan mempengaruhi penyembuhan luka. Pengaruh
setempat seperti infeksi, hematom, benda asing, serta jaringan mati seperti
sekuester dan nekrosis sangat menghambat penyembuhan luka.
J. Perawatan Luka
Hasil penelitian tentang perawatan luka menunjukkan bahwa lingkungan
luka yang lembab lebih baik daripada lingkungan kering. Laju epitelisasi luka
yang ditutup poly-etylen dua kali lebih cepat daripada luka yang dibiarkan
kering. Hasil penelitian ini menyimpulkan bahwa migrasi epidermal pada
luka superfisial lebih cepat pada suasana lembab daripada kering. Perawatan
luka lembab tidak meningkatkan infeksi. Pada kenyataannya tingkat infeksi
pada semua jenis balutan lembab adalah 2,5 %, lebih baik dibanding 9 %
pada balutan kering. Lingkungan lembab meningkatkan migrasi sel epitel ke
pusat luka dan melapisinya sehingga luka lebih cepat sembuh. Konsep
18
Page 19
penyembuhan luka dengan teknik lembab ini merubah penatalaksanaan luka
dan memberikan rangsangan bagi perkembangan balutan lembab.
Penggantian balutan dilakukan sesuai kebutuhan, tidak berdasarkan
kebiasaan melainkan disesuaikan terlebih dahulu dengan tipe dan jenis luka.
Penggunaan antiseptik hanya untuk yang memerlukan saja, karena efek
toksinnya terhadap sel sehat. Untuk membersihkan luka hanya diperlukan
normal saline. Citotoxic agent seperti povidine iodine, dan asam asetat,
seharusnya tidak secara sering digunakan untuk membersihkan luka, karena
dapat menghambat penyembuhan dan mencegah reepitelisasi. Luka dengan
sedikit debris dipermukaannya dapat dibersihkan dengan kassa yang dibasahi
dengan sodium klorida dengan tidak terlalu banyak manipulasi gerakan. Tepi
luka seharusnya bersih, berdekatan dengan lapisan sepanjang tepi luka. Tepi
luka ditandai dengan kemerahan dan sedikit bengkak dan hilang kira-kira satu
minggu. Kulit menjadi tertutup hingga normal dan tepi luka menyatu. 15,16
Adapun tujuan dari perawatan luka antara lain:
1. Memberikan lingkungan yang memadai untuk penyembuhan luka
2. Absorbsi drainase
3. Menekan dan imobilisasi luka
4. Mencegah luka dan jaringan epitel baru dari cedera mekanis
5. Mencegah luka dari kontaminasi bakteri
6. Meningkatkan hemostasis dengan menekan dressing
7. Memberikan rasa nyaman mental dan fisik pada pasien
K. Komplikasi Penyembuhan Luka
Keloid dan jaringan parut hipertrofik timbul karena reaksi serat kolagen
yang berlebihan dalam proses penyembuhan luka. Serat kolagen disini
teranyam teratur. Keloid yang tumbuh berlebihan melampaui batas luka,
sebelumnya menimbulkan gatal dan cenderung kambuh bila dilakukan
intervensi bedah.
Parut hipertrofik hanya berupa parut luka yang menonjol, nodular, dan
kemerahan, yang menimbulkan rasa gatal dan kadang – kadang nyeri. Parut
19
Page 20
hipertrofik akan menyusut pada fase akhir penyembuhan luka setelah sekitar
satu tahun, sedangkan keloid tidak.
Keloid dapat ditemukan di seluruh permukaan tubuh. Tempat predileksi
merupakan kulit, toraks terutama di muka sternum, pinggang, daerah rahang
bawah, leher, wajah, telinga, dan dahi. Keloid agak jarang dilihat di bagian
sentral wajah pada mata, cuping hidung, atau mulut.
Pengobatan keloid pada umumnya tidak memuaskan. Biasanya
dilakukan penyuntikan kortikosteroid intrakeloid, bebat tekan, radiasi ringan
dan salep madekasol (2 kali sehari selama 3-6 bulan). Untuk mencegah
terjadinya keloid, sebaiknya pembedahan dilakukan secara halus, diberikan
bebat tekan dan dihindari kemungkinan timbulnya komplikasi pada proses
penyembuhan luka.
L. Luka Kronik
1. Definisi
Luka kronik merupakan luka yang tidak menyembuh melalui
tahapan penyembuhan luka yang normal, dalam waktu kurang lebih 3
bulan. Luka kronik dapat disebabkan oleh pengaruh intrinsik maupun
ekstrinsik serta dapat mengenai semua kelompok umur, baik pasien sehat
maupun mereka yang memiliki beberapa penyakit penyerta. Contoh luka
kronik antara lain: ulkus dekubitalis, ulkus diabetik, luka yang mengalami
desikasi lama, ulkus stasis vena, ulkus radiasi, luka traumatik, atau luka
operasi lama. 15
2. Patologi Luka Kronik
Proses patologi dari luka kronik antara lain:
a. Pemanjangan fase inflamasi
b. Penuaan sel (sel tua yang kurang viabel), dimana terjadi perubahan
kemampuan sel untuk berproliferasi.
c. Kekurangan reseptor faktor pertumbuhan (growth factor)
20
Page 21
d. Tidak terdapat perdarahan awal yang dapat memicu kaskade
penyembuhan luka
e. Peningkatan kadar protease (enzim yang memakan protein).
3. Penatalaksanaan
a. Perawatan Dasar
Perawatan yang baik dan penggunaan kasur anti dekubitus memiliki
peranan dalam mengurangi tekanan pada pasien dengan ulkus
dekubitus. Demikian pula debridemen kalus secara teratur, perawatan
kuku, dan sepatu khusus untuk mengurangi tekanan penting untuk
perawatan kaki diabetik akibat neuropati diabetik. Penggunaan verban
kompresi dan stoking penting dan efektif dalam mengobati ulkus vena.
b. Debridement yang adekuat
Luka kronik umumnya memiliki banyak jaringan parut, debris, dan
jaringan nekrotik yang menghambat penyembuhan.
c. Penanganan infeksi
Pada luka kronik harus dicurigai adanya infeksi. Kultur jaringan dan
perhitungan kwantitatif sebaiknya dilakukan.
d. Penutupan luka yang baik
Desikasi merupakan faktor yang seringkali menyebabkan gangguan
penyembuhan luka dan epitelisasi pada luka kronik. (Sudjatmiko, 2010)
Fokus utama dari perawatan luka kronis dalam beberapa tahun terakhir
adalah mengembangkan metode penutupan luka yang baik sehingga
dapat menciptakan lingkungan yang lembab untuk membantu
penyembuhan luka. Winter menunjukkan pada model hewan bahwa
proses reepitelialisasi luka akut berjalan 1,5 kali lebih cepat jika luka
ditutup. Penutupan luka belum menunjukkan efek bermakna dalam
studi klinis terhadap pasien dengan luka kronis, namun penerapannya
masih memiliki manfaat bagi pasien dengan mengurangi rasa sakit dan
dengan meningkatkan kenyamanan serta efektivitas biaya. Kemajuan
dalam teknologi penutupan luka belum dapat menemukan zat yang
dapat mengobati kelainan pada kaskade penyembuhan luka, kecuali
21
Page 22
penutupan luka dengan bahan yang mengandung asam hyaluronat, yang
secara khusus membantu penyembuhan luka.
e. Penggunaan faktor pertumbuhan topikal
Fungsi normal faktor pertumbuhan adalah untuk menarik bermacam
tipe sel ke daerah luka, menstimulasi proliferasi selular, memacu
angiogenesis, serta mengatur sintesis dan degradasi matriks
ekstraseluler. Penggunaan faktor pertumbuhan secara topikal belum
memiliki hasil dramatis seperti yang diaharapkan sebelumnya. Hal ini
tidak mengejutkan mengingat proses penyembuhan luka sangatlah
kompleks. Sampai saat ini hanya platelet derived growth factor yang
telah diijinkan penggunaannya untuk mengobati ulkus kaki yang tidak
terinfeksi samai dengan ukuran 5 cm2 pada penderita kaki diabetik
(becaplermin, Regranex). Penelitian telah menunjukkan bahwa platelet
derived growth factor juga memiliki manfaat dalam mengobati ulkus
dekubitus. Meski belum berlisensi, granulocyte colony stimulating
factor telah diteliti bermanfaat dalam mengobati ulkus kaki yang
terinfeksi pada pasien diabetes, mempercepat penyembuhan selulitis
serta menurunkan kebutuhan penggunaan antibiotik. Selain itu,
fibroblast growth factor dinilai dapat mengobati ulkus decubitus dan
epidermal growth factor dapat digunakan pada ulkus vena di kaki. Di
masa yang akan datang faktor pertumbuhan dapat diberikan secara
bertahap, dalam kombinasi, atau pada interval waktu tertentu agar
semakin mendekati proses penyembuhan luka yang normal. Keragaman
faktor pertumbuhan dan jenis luka kronis menunjukkan bahwa faktor-
faktor tersebut memiliki potensi sebagai pengobatan baru jika
kebutuhan individual pasien dapat dikenali.
f. Penanganan faktor lokal dan sistemik yang dapat menghambat
penyembuhan luka
Misalnya gangguan vaskular, edema, diabetes, malnutrisi, tekanan
lokal, dan gravitasi.
22
Page 23
g. Penggunaan Vacuum Assisted Closure (VAC)
VAC adalah suatu pendekatan noninvasive yang bertujuan membantu
penutupan luka melalui pemberian secara topical tekanan subatmosferik
atau tekanan negatif ke permukaan luka. Mekanisme kerjanya adalah
mengurangi eksudat, merangsang angiogenesis, mengurangi kolonisasi
bakteri dan menngkatkan pembentukan jaringan granulasi. Keuntungan
menggunakan VAC adalah kita dapat menutup luka dengan lebih cepat,
bahkan pada luka yang kecil dapat epitelisasi sendiri. 12,16
23
Page 24
BAB III
KESIMPULAN
Luka adalah suatu gangguan dari kondisi normal pada kulit. Luka adalah
kerusakan kontinuitas kulit, mukosa membran dan tulang atau organ tubuh lain.
Luka dapat diklasifikasi berdasarkan waktu penyembuhan luka, proses terjadinya,
dan derajat kontaminasi. Tubuh yang sehat mempunyai kemampuan alami untuk
melindungi dan mamulihkan dirinya. Peningkatan aliran darah kedaerah yang
rusak, membersihkan sel dan benda asing serta perkembangan awal seluluer
bagian dari proses penyembuhan luka. Proses penyembuhan terjadi secara normal
tanpa bantuan, walaupun beberapa bahan perawatan dapat membantu untuk
mendukung proses penyembuhan. Sebagai contoh, melindungi area luka yang
bebas dari kotoran dengan menjaga kebersihan,dapat membantu untuk
meningkatkan penyembuhan jaringan
Sementara itu proses penutupan pada luka terbagi menjadi 3 kategori,
tergantung pada tipe jaringan yang terlibat dan keadaan serta perlakuan pada luka,
yaitu primer, sekunder, dan tersier
Setiap proses penyembuhan luka akan melalui 3 tahapan yang dinamis,
saling terkait dan berkesinambungan, serta tergantung pada tipe/jenis dan derajat
luka. Fase hemostasis dan inflamasi ditandai dengan adanya respons vaskuler dan
seluler yang terjadi akibat perlukaan pada jaringan lunak yang bertujuan
menghentikan perdarahan dan sterilisasi. Selanjutnya pada fase proliferasi,
fibroblast berasal dari sel mesenkim yang belum berdiferensiasi, menghasilkan
mukopolisakarida, asam aminoglisin, dan prolin yang merupakan bahan dasar
kolagen serat yang akan mempertautkan tepi luka. Selanjutnya fase remodelling
yang bertujuan menyempurnakan terbentuknya jaringan baru menjadi jaringan
penyembuhan yang kuat dan berkualitas.
Penyembuhan luka dapat terganggu oleh penyebab dari tubuh sendiri
(endogen) dan oleh penyebab dari luar tubuh (eksogen). Penyebab endogen
terpenting adalah gangguan koagulasi yang disebut koagulopati, dan gangguan
sistem imun. Semua gangguan pembekuan darah akan menghambat penyembuhan
24
Page 25
luka, sebab homeostatis merupakan titik tolak dan dasar fase inflamasi. Gangguan
sistem imun akan menghambat dan mengubah reaksi tubuh terhadap luka,
kematian jaringan dan kontaminasi. Perawatan luka sebaiknya dijaga pada kondisi
lingkungan yang lembab karena mempercepat epitelisasi. Komplikasi
penyembuhan luka di antaranya keloid dan jaringan parut hipertrofik.
Luka kronik merupakan luka yang tidak menyembuh melalui tahapan
penyembuhan luka yang normal, dalam waktu kurang lebih 3 bulan (Broderick,
2009) Luka kronik dapat disebabkan oleh pengaruh intrinsik maupun ekstrinsik
serta dapat mengenai semua kelompok umur, baik pasien sehat maupun mereka
yang memiliki beberapa penyakit penyerta. Contoh luka kronik antara lain: ulkus
dekubitalis, ulkus diabetik, luka yang mengalami desikasi lama, ulkus stasis vena,
ulkus radiasi, luka traumatik, atau luka operasi lama.
25
Page 26
DAFTAR PUSTAKA
1. Broderick, Nancy. 2009. Understanding Chrinic Wound Healing. The Nurse Practitioner. Vol 34, No.10
2. Dudley HAF, Eckersley JRT, et al. 2000. Pedoman Tindakan Medik dan Bedah. Jakarta : EGC
3. David LD. 2004. Ethicon: Wound Closure Manual. Minnesota: Ethicon inc. pp: 6-8.
4. Diegelmann RF and Evans MC. 2004. Wound healing : an overview of acute, fibrotic and delayed healing. Front in Biosci. 9:283-9.
5. Harding, KG; Morris, G K patel. 2002. Science, medicine, and the future
Healing chronic wounds. BMJ Vol 324
6. Julia S. Garner. 2000. Guideline For Prevention of Surgical Wound Infections Hospital Infections Program Centers for Infectious Diseases Center for Disease Control. http://wonder.cdc.gov/wonder/prevguid/p0000420/p0000420.asp#head004000000000000 ( diakses 17 Mei 2011)
7. Libby Swope Wiersema. 2011. List of Surgical Wound Classifications Last. http://www.livestrong.com/article/220345-list-of-surgical-wound-classifications/, List of Surgical Wound Classifications ( diakses 17 Mei 2011)
8. MacKay D and Miller AL. 2003. Nutritional support for wound healing. Alt med rev. 8(4): 360-1.
9. Mallefet P and Dweck A.C. 2008. Mechanisms involved in wound healing. Biomed Scient. 609-15.
10. Mangram AJ, Horan TC, et al. 1999. Guideline for prevention of surgical site infection. Infect Control Hosp Epidemiol 1999;20:247-80. www.medscape.com/vie war ticle/414393_4 ( diakses 17 Mei 2011)
11. Metcalfe, Anthony D and Ferguson, Mark W.J. Tissue engineering of replacement skin: the crossroads of biomaterials, wound healing, embryonic development, stemcells and regeneration. J. R. Soc. Interface 2007 4, 413-437
26
Page 27
12. Monaco JL and Lawrence WT. 2003. Acute wound healing: an overview. Clin Plastic Surg. 30: 1-12.
13. Samper Gimenez. 2007. Orbital Penetrating Wound By A Bull Horn, Arch Soc ESP Oftamol 2007; 82: 645-648. www.oftalmo.com/seo/archivos/maquetas/1/...D8FA.../articulo.pdf. (diakses 17 Mei 2011)
14. Schwartz BF and Neumeister M. 2006. The mechanics of wound healing. In Future Direction in Surgery. Southern Illinois. pp: 78-9.
15. Sjamsuhidajat, R and Jong, W D. 1997. Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi Revisi. Jakarta : EGC. 3: 72-81.
16. Sudjatmiko, Gentur. 2010. Petunjuk Praktis Ilmu Bedah Plastik Rekonstruksi. Jakarta : Yayasan Khasanah Kebajikan.
27