BAB I
PENDAHULUANI.2. Latar Belakang
Kesehatan merupakan kualitas hidupyangtercermin dari pemenuhan
kebutuhan dasar manusia. Upaya kesehatanyangsemula berupa upaya
penyembuhan penderita, sudah secara berangsur-angsur berkembang
mencakup upaya peningkatan (promotif), pencegahan (preventif),
penyembuhan (kuratif) dan pemulihan (rehabilitatif)yangterpadu dan
berkesinambungan. Upaya kesehatan dipengaruhi oleh faktor
lingkungan, sosial budaya, ekonomi dan biologiyangbersifat dinamis
dan kompleks.1Kemajuan dalam bidang industri sampai sekarang telah
menghasilkan sekitar 70.000 jenis bahan berupa logam, kimia,
pelarut, plastik, karet, pestisida, gas, dan sebagainya yang
digunakan secara umum dalam kehidupan sehari-hari dan memberikan
kenyaman dan kemudahan bagi penduduk di seluruh dunia. Namun di
lain pihak, bahan-bahan tersebut menimbulkan berbagai dampak
seperti cedera dan penyakit. Cedera yang berhubungan dengan kerja
dapat bersifat ergonomik, ortopedik, fisik, mengenai mata, telinga
dan lainnya. Penyakit-penyakit akibat pajanan di lingkungan kerja
dapat berupa toksik, infeksi, kanker, gangguan hati, saraf, alat
reproduksi, kardiovaskular, kulit dan saluran napas.2Ratusan juta
tenaga kerja di seluruh dunia bekerja pada kondisi yang tidak
nyaman dan dapat mengakibatkan gangguan kesehatan. Menurut
International Labor Organization (ILO) setiap tahun terjadi 1,1
juta kematian yang disebabkan oleh penyakit atau yang disebabkan
oleh pekerjaan. Sekitar 300.000 ribu kematian terjadi dari 250 juta
kecelakaan dan sisanya kematian karena penyakit akibat kerja dimana
diperkirakan terjadi 160 juta penyakit akibat hubungan pekerjaan
baru setiap tahunnya. Dari data ILO tahun 1999, penyebab kematian
yang berhubungan dengan pekerjaan yaitu : kanker 34%, kecelakaan
25%, penyakit saluran pernapasan 21%, penyakit kardiovasculer 15%,
dan lain-lain 5%.3 Kondisi keselamatan dan kesehatan kerja di
Indonesia secara umum diperkirakan termasuk rendah. Pada tahun 2005
Indonesia menempati posisi yang buruk jauh di bawah Singapura,
Malaysia, Filipina dan Thailand. Kecelakaan kerja tidak saja
menimbulkan korban jiwa maupun kerugian materi bagi pekerja dan
pengusaha, tetapi juga dapat mengganggu proses produksi secara
menyeluruh, merusak lingkungan yang pada akhirnya akan berdampak
pada masyarakat luas.4Di era globalisasi dan pasar bebas WTO dan
GATT yang akan berlaku tahun 2020 mendatang, kesehatan dan
keselamatan kerja merupakan salah satu prasyarat yang ditetapkan
dalam hubungan ekonomi perdagangan barang dan jasa antar negara
yang harus dipenuhi oleh seluruh negara anggota, termasuk bangsa
Indonesia. Untuk mengantisipasi hal tersebut serta mewujudkan
perlindungan masyarakat pekerja Indonesia; telah ditetapkan Visi
Indonesia Sehat 2010 yaitu gambaran masyarakat Indonesia di masa
depan, yang penduduknya hidup dalam lingkungan dan perilaku sehat,
memperoleh pelayanan kesehatan yang bermutu secara adil dan merata,
serta memiliki derajat kesehatan yang setinggi-tingginya.4
Pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3) adalah salah satu
bentuk upaya untuk menciptakan tempat kerja yang aman, sehat, bebas
dari pencemaran lingkungan, sehingga dapat mengurangi dan atau
bebas dari kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang pada
akhirnya dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja.4 Hal
ini sesuai dengan Keputusan Persiden RI no 22 tahun 1993 pasal 2
tanggal 27 Februari 1993 menyebutkan bahwa setiap tenaga kerja yang
menderita penyakit yang timbul karena hubungan kerja berhak
mendapat jaminan Kecelakaan Kerja baik pada saat masih dalam
hubungan kerja maupun setelah hubungan kerja berakhir.31.2
Perumusan Masalah1. Bagaimana peran tenaga kesehatan dalam
menangani korban kecelakaan kerja dan mencegah kecelakaan kerja
guna meningkatkan kesehatan dan keselamatan kerja.
1.3 Tujuan1. Untuk mengetahui peran tenaga kesehatan dalam
menangani korban kecelakaan kerja dan mencegah kecelakaan kerja
guna meningkatkan kesehatan dan keselamatan kerja.BAB II
PEMBAHASANII.1. Pengertian Menurut ILO /International Labour
association (1983), pengertian Occupational Disease dan Work
Related Disease masih dipisah. Gagasan WHO & ILO (1987)- adopsi
(1989): Work related disease dapat digunakan untuk peny. Akibat
kerja yg sudah diakui dan gangguan kesehatan dimana lingkungan
kerja dan proses kerja merupakan salah satu faktor penyebab yang
bermakna Pengertian lainya, penyakit akibat kerja Occupational
Disease adalah penyakit yang mempunyai penyebab yang spesifik atau
asosiasi kuat dengan pekerjaan, yang pada umumnya terdiri dari satu
agen penyebab yang sudah diakui (Simposium Internasional mengenai
PAK).
Sedangkan penyakit yang berhubungan dengan pekerjaan Work
Related Disease adalah penyakit yang mempunyai beberapa agen
penyebab, dimana faktor pada pekerjaan memegang peranan bersama
dengan faktor risiko lainnya dalam berkembangnya penyakit yang
mempunyai etiologi yang kompleks Menurut Keppres RI No 22/1993,
Penyakit yang timbul karena hubungan kerja adalah penyakit yang
disebabkan oleh pekerjaan atau lingkungan kerja II.2 Jenis dan
Macam Penyakit Akibat Kerja
Dokter Penasehat dituntut untuk benar-benar mengetahui semua
jenis dan macam penyakit akibat kerja. Jenis penyakit akibat kerja
dimaksud adalah jenis penyakit akibat kerja yang ditetapkan oleh
ketentuan perundang-undangan yaitu:
1. Pnemokoniosis yang disebabkan debu mineral pembentuk jaringan
parut (silikosis, antrakosilikosis, asbestosis) dan
silikotuberkulosis yang silikosisnya
merupakan faktor utama penyebab cacat dan kematian;
2. Penyakit paru dan saluran pernafasan (bronkhopulmoner) yang
disebabkan oleh
debu logam keras;
3. Penyakit paru dan saluran pernafasan (bronkhopulmoner) yang
disebabkan oleh
debu kapas, vlas, henep dan sisal (bissinosis);
4. Asma akibat kerja yang disebabkan oleh penyebab sensitisasi
dan zat perangsang yang dikenal yang berada dalam proses
pekerjaan;
5. Alveolitis allergika yang disebabkan oleh faktor dari luar
sebagai akibat penghirupan debu organis;
6. Penyakit yang disebabkan oleh berillium atau persenyawaannya
yang beracun;
7. Penyakit yang disebabkan oleh kadmium atau persenyawaannya
yang beracun;
8. Penyakit yang disebabkan oleh fosfor atau persenyawaannya
yang beracun;
9. Penyakit yang disebabkan oleh krom atau persenyawaannya yang
beracun;
10. Penyakit yang disebabkan oleh mangan atau persenyawaannya
yang beracun;
11. Penyakit yang disebabkan oleh arsen atau persenyawaannya
yang beracun;
12. Penyakit yang disebabkan oleh air raksa atau persenyawaannya
yang beracun.
13. Penyakit yang disebabkan oleh timbal (Pb,timah hitam)atau
persenyawaannya
yang beracun;
14. Penyakit yang disebabkan oleh fluor atau persenyawaannya
yang beracun;
15. Penyakit yang disebabkan oleh karbon disulfida;
16. Penyakit yang disebabkan oleh derivat halogen dari
persenyawaan hidrokarbon
alifatis atau aromatis yang beracun;
17. Penyakit yang disebabkan oleh benzen atau homolognya yang
beracun;18. Penyakit yang disebabkan oleh derivat nitro dan amina
dari benzen dan homolognya yang beracun;
19. Penyakit yang disebabkan oleh nitrogliserin atau ester asam
nitrat lainnya;
20. Penyakit yang disebabkan oleh alkohol, glikol atau
keton;
21. Penyakit yang disebabkan oleh gas atau uap penyebab asfiksia
atau keracunan
seperti karbon monoksida, hidrogen sianida, hidrogen sulfida,
atau derivatnya
yang beracun, amoniak seng, braso dan nikel;
22. Kelainan pendengaran yang disebabkan oleh kebisingan;
23. Penyakit yang disebabkan oleh getaran mekanis
(kelainan-kelainan otot, urat,
tulang, persendian, pembuluh darah tepi atau saraf tepi);
24. Penyakit yang disebabkan oleh pekerjaan dalam udara yang
bertekanan lebih;
25. Penyakit yang disebabkan oleh radiasi elektromagnetis dan
radiasi yang
mengion;
26. Penyakit kulit(dermatosis) yang disebabkan oleh penyebab
fisis, kimiawi atau
biologis;
27. Penyakit kulit epitelioma primer yang disebabkan oleh ter,
pic, bitumen, minyak mineral, antrasen atau persenyawaan, produk
atau residu dari zat tsb.;
28. Kangker paru atau mesotelioma yang disebabkan oleh
asbes;
29. Penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus, bakteri atau
parasit yang didapat
dalam suatu pekerjaan yang memiliki risiko kontaminasi
khusus;
30. Penyakit yang disebabkan oleh suhu tinggi atau rendah atau
panas radiasi ataukelembaban udara tinggi;
31. Penyakit yang disebabkan oleh kimia lainnya termasuk bahan
obat.
Selain jenis penyakit akibat kerja tersebut, jenis penyakit
akibat kerja lainnya dapat memenuhi ketentuan penyakit akibat kerja
asalkan ditempuh mekanisme yang berlaku yaitu penetapan oleh
Menteri Tenaga Kerja RI melalui pertimbangan dari Dokter Penasehat.
Jenis penyakit akibat kerja lainnya adalah:
1. Penyakit muskuloskeletal akibat kerjaTiga-puluh-satu jenis
penyakit akibat kerja sebagaimana telah diatur oleh ketentuan
perundang-undangan yang berlaku telah demikian banyak meliputi
jenis penyakit akibat kerja yang faktor penyebabnya yaitu faktor
fisis, kimia atau biologis, namun masih belum cukup mencakup
penyakit yang dikarenakan oleh faktor fisiologis/ergonomis. Jenis
penyakit akibat kerja yang mengenai sistem muskulo-skeletal
hanyalah penyakit muskuloskeletal yang penyebabnya adalah getaran
mekanis. Adapun lainnya seperti penyakit akibat kerja
muskuloskeletal yang tergolong kepada penyakit dengan Sindrom
Penggunaan Berlebihan Akibat Kerja (Overuse Syndrome) dan juga
Nyeri Punggung Bawah (Low Back Pain) atau disingkat NPB dapat
menjadi 2(dua) jenis penyakit akibat kerja, jika penyakit tersebut
dengan jelas disebabkan oleh cara bekerja yang tidak
fisiologis/ergonomis. Kecacatan sangat mungkin pula terjadi pada
kedua jenis penyakit tersebut. 2. Tabakosis akibat kerja Tabakosis
adalah penyakit bronkhopulmoner yang penyebabnya debu tembakau.
Debu dari daun tembakau dapat bebas ke udara pada waktu pengeringan
daun tembakau, pengolahan daun tembakau kering dengan pemotongan,
pencampuran tembakau yang telah dirajang dan juga pada pekerjaan
pelintingan apabila kondisi lingkungan kerja demikian berdebu. Debu
tembakau mengandung zat kimia iritan kepada saluran bronkhopulmoner
antara lain nikotin; faktor biologis antara lain jamur serta
komponen lainnya. Mekanisme terjadinya penyakit adalah iritasi
kimiawi antaralain oleh nikotin, infeksi oleh jamur dan bakteri,
dan alergi terhadap zat kimia dari debu tembakau dan
mikro-organisme. Gejala tabakosis akut adalah demam, batuk, sesak,
dan kelainan asmatis. Lebih lanjut penyakit berkembang sehingga
pekerja yang dihinggapi penyakit tersebut menderita bronkhitis
semula akut kemudian kronis serta pnemonia atau menjadi aktifnya
proses spesifik TBC paru. Foto rontgen paru pada stadium dini
penyakit tidak memperlihatkan kelainan. Uji fungsi paru khususnya
kapasitas vital paksa (FEV) dan lebih karakteristik lagi volume
ekspirasi paksa detik pertama (FEV1) menunjukkan penurunan nilainya
sesuai dengan semakin memburuknya keadaan sakit penderita.
Hampir seluruh jenis penyakit akibat kerja terdiri atas lebih
dari satu macam penyakit akibat kerja. Para Dokter Penasehat
dituntut menguasai macam-macam penyakit akibat kerja pada setiap
jenis penyakit akibat kerja dan mengetahui betul karakteristika
setiap macam penyakit. Sehubungan dengan macam penyakit akibat
kerja tersebut, pertama-tama belum tentu rincian macam penyakit
pada suatu jenis penyakit akibat kerja telah benar-benar
lengkap/komprehensif. Ambil misal pnemokoniosis baru mencakup
penyakit yang penyebabnya debu mineral yaitu silikosis,
antrakosilikosis, asbestosis dan silikotuberkulosis yang
silikosisnya merupakan faktor utama penyebab cacat dan kematian.
Padahal macam penyakit akibat kerja yang tergolong ke dalam
pnemokoniosis meliputi berilliosis, stannosis, siderosis, talkosis
atau banyak macam lainnya. Demikian pula keracunan akibat kerja
yang disebabkan oleh aneka zat kimia anorganis atau organis;
keracunan oleh suatu zat kimia dapat menyebabkan kerusakan atau
penyakit pada berbagai organ tubuh.
Dengan menghirup debu kadmium dari udara, terjadi iritasi kepada
saluran pernafasan; kelainan ginjal terjadi oleh karena efek
kadmium kepada organ tersebut ketika dikeluarkan dari tubuh;
kadmium dalam tulang menyebabkan rapuh dan retaknya tulang; juga
kadmium diperkirakan suatu karsinogen bagi manusia.
Karbontetraklorida yang masuk ke dalam tubuh melalui penghirupan
dapat menyebabkan kelainan ginjal, sedangkan yang tertelan dapat
merusak hati. Para Dokter Penasehat dituntut untuk menguasai
informasi tentang macam-macam penyakit akibat kerja dimaksud.
C. Kesenjangan antara Data Statistik dan Temuan
Penelitian/Survei
Temuan penelitian/survei mengenai penyakit akibat kerja cukup
menunjukkan bahwa prevalensi penyakit cukup banyak. Prevalensi
penyakit bissinosis pada pabrik tekstil mencapai 24,8%; kadar timah
hitam darah > 800 mikrogram/L ditemukan pada populasi tenaga
keja pabrik aki yang diteliti; penelitian pada petani penyemprot
hama pernah menunjukkan 35,7% keracunan ringan, 20,2% keracunan
sedang dan 3,4% keracunan berat; dermatosis akibat kerja ditemukan
sampai dengan 16,7% dari populasi tenaga kerja yang diteliti;
dsbnya. Penelitian/ survei terhadap penyakit akibat kerja telah
berlangsung sejak tahun 1964 sampai dengan sekarang ini. Adapun
data statistik penyakit akibat kerja yang merupakan kumpulan dari
laporan penyakit akibat kerja luar biasa minim yaitu sekitar 1%
dari laporan kasus kecelakaan kerja.
Penyebab kesenjangan dapat dicari pada berbagai faktor
seperti:
1. Penolakan/keberatan dari tenaga kerja untuk dilaporkan bahwa
yang bersangkutan penderita penyakit akibat kerja dengan alasan
takut diputuskan hubungan kerjanya;2. Dokter Pemeriksa tidak
mengetahui bagaimana melaporkan penyakit akibat kerja;3. Pengusaha
tidak mau melaporkan penyakit akibat kerja takut oleh konsekuensi
pelaporan yang dibuatnya; 4. Dokter Penasehat tidak menyetujui
diagnosa yang dibuat oleh Dokter Pemeriksa; 5. Dsbnya. Jalan keluar
dari kenyataan ini adalah turunnya Dokter Pengawas Kesehatan Kerja
dengan melakukan pemeriksaan kesehatan khusus kepada tenaga kerja
yang menurut pihak berwenang pada pekerjaan dan tempat kerja
dimaksud besar kemungkinan tenaga kerja mengalami penyakit akibat
kerja. Sebaiknya pemeriksaan kesehatan khusus demikian dilaksanakan
oleh tim yang terdiri dari Dokter Pengawas dan Dokter serta Teknisi
Hiperkes/K3 sesuai dengan keperluan. Selain itu, sosialisasi
tentang penyakit akibat kerja sudah sepatutnya diselenggarakan
sehingga semua pihak memahami hal-ihwal yang berlaku mengenai
penyakit akibat kerja. Peraturan perundang-undangan yang berkaitan
dengan pelaporan dan pengkajian penyakit akibat kerja beserta
sanksi atas dasar ketidaktaatan terhadap ketentuan dimaksud sudah
cukup baik; yang perlu adalah aktualisasi pengoperasiannyaMemimpin
Kerja-Terkait Penyakit dan Luka-Luka Lembaga Nasional untuk
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (NIOSH) telah mengembangkan sebuah
daftar yang disarankan 10 memimpin pekerjaan yang berhubungan
dengan penyakit dan cedera dan telah menggambarkan sembilan
kategori pertama pada daftar itu . Sebuah diskusi tentang kategori
kesepuluh dan terakhir, Gangguan Psikologis, muncul di bawah
ini.GANGGUAN PSIKOLOGIS
Ada semakin banyak bukti bahwa lingkungan kerja yang memuaskan
dapat berkontribusi pada gangguan psikologis.Penelitian telah
menunjukkan bahwa faktor yang berkontribusi terhadap lingkungan
kerja yang memuaskan dapat mencakup overload kerja, kurangnya
kontrol atas pekerjaan seseorang, supervisor tidak mendukung atau
rekan kerja, kesempatan kerja yang terbatas, ambiguitas peran atau
konflik, shift berputar, dan mesin serba kerja Gangguan psikologis
yang dapat hasil dari faktor-faktor tersebut dapat diklasifikasikan
sebagai) gangguan afektif (misalnya, kecemasan, mudah tersinggung),
b) masalah perilaku (misalnya, penyalahgunaan zat, kesulitan
tidur), c) gangguan kejiwaan (misalnya, neurosis), dan d ) somatik
keluhan (misalnya, sakit kepala, gejala gastrointestinal).Selain
gangguan psikologis, kondisi kerja stres mungkin memiliki pengaruh
sistemik, mungkin mempengaruhi etiologi dan / atau prognosis
penyakit lainnya, seperti yang disarankan oleh studi terbaru yang
terkait dengan stres penindasan imunologi.Meskipun basis data saat
ini tersedia untuk menentukan tingkat yang berhubungan dengan
pekerjaan gangguan psikologis yang terbatas, beberapa indikator
menunjukkan bahwa masalah ini menerapkan kesehatan yang besar dan
biaya keuangan di Amerika Serikat.Sebuah studi baru-baru ini di
California menunjukkan bahwa klaim untuk pengembangan "neurosis
berhubungan dengan pekerjaan" lebih dari dua kali lipat selama
1980-1982; klaim untuk semua lainnya yang berhubungan dengan
pekerjaan menonaktifkan cedera selama periode yang sama turun
sebesar sekitar sepersepuluh.Sebuah studi dari klaim medis
perwakilan seluruh negeri menunjukkan bahwa selama 1980-1982 klaim
untuk "tekanan mental" yang dikembangkan secara bertahap (yaitu,
masalah kronis yang tidak terkait dengan kejadian traumatis tunggal
atau untuk setiap gangguan yang berkaitan dengan pekerjaan fisik)
menyumbang sekitar 11% dari semua klaim penyakit akibat kerja
.Rata-rata biaya medis dan pembayaran ganti rugi di 1981-1982 untuk
bentuk-bentuk tekanan mental benar-benar melampaui jumlah rata-rata
penyakit akibat kerja lainnya.American Psychiatric Association
sekarang daftar stres kerja dalam Manual yang Diagnostik dan
Statistik sebagai subkategori dari sumbu diagnostik utama dari
"stres psikososial" .
Ada peningkatan data tentang hubungan antara kondisi kerja
tertentu dan gangguan psikologis.Misalnya, dalam survei kuesioner
lebih dari 2.000 pekerja di 23 pekerjaan yang berbeda, perbedaan
kerja yang kuat ditemukan di stressor psikososial pekerjaan dan
dalam keluhan somatik dan afektif .Peringkat dari membosankan,
tugas-tugas pekerjaan yang berulang dan ambiguitas peran lebih
menonjol di antara beberapa kelas pekerja kerah biru (misalnya,
pekerja lini perakitan, fork-lift sopir truk, dan operator mesin)
dibandingkan profesional kerah putih (misalnya, profesor dan dokter
keluarga).Kelompok kerja paling puas adalah dokter, profesor, dan
kerah putih supervisor.Kelompok mengalami tingkat tertinggi stres
pekerjaan dan efek yang dihasilkan mereka sakit adalah perakit dan
para pekerja bantuan pada mesin serba jalur perakitan.
Peneliti NIOSH peringkat 130 pekerjaan dengan tingkat masuk ke
pusat-pusat kesehatan mental masyarakat di Tennessee untuk
menentukan risiko relatif dari gangguan psikologis atau
stres-terkait dengan pendudukan.Pos daftar itu pekerjaan dalam
perawatan kesehatan, pekerjaan pelayanan, dan pekerjaan kerah
biru-pabrik - yang cenderung ditandai oleh stres yang memproduksi
kondisi seperti kurangnya kontrol atas pekerjaan dengan pekerja,
pekerjaan berulang-ulang, shift kerja, dan tanggung jawab bagi
orang lain . Dalam studi lain, pekerja shift malam dan berputar
(termasuk perawatan kesehatan pekerjaan) melaporkan gangguan tidur
lebih banyak; kebiasaan makan berubah, dan tingkat yang lebih
tinggi dari kunjungan ke klinik, absen karena sakit, dan pada
-the-job cedera daripada mereka pada pergeseran hari tetap.
Bekerja lingkungan ditandai oleh inovasi teknologi juga telah
diselidiki, sebuah fokus utama telah di pekerjaan kantor
dipengaruhi oleh pengenalan komputer."Kondisi kerja buruk"
(misalnya, lingkungan fisik yang lebih miskin, kontrol pekerjaan
berkurang dan dukungan sosial) cenderung lebih sering dilaporkan
oleh pekerja yang menggunakan teknologi baru peralatan kantor
seperti terminal tampilan video.Beberapa dari kondisi ini telah
dikaitkan dengan stres kronis yang berhubungan dengan
gangguan.Tempat kerja penelitian oleh NIOSH telah mengungkapkan
bahwa tekanan pekerjaan dapat berkontribusi terhadap gangguan akut
di antara kelompok pekerja, termasuk yang disebut "penyakit
psikogenik massal" .Kemunculan gejala, biasanya dalam menanggapi
beberapa "faktor pemicu" seperti bau yang aneh, dapat mengakibatkan
penyebaran "penyakit" yang tampak di seluruh pabrik, dengan gejala
seperti sakit kepala, pusing, dan mual.Penyelidikan sering gagal
untuk mendeteksi agen khusus penyebab fisik atau kimia.Namun,
faktor-faktor seperti beban kerja yang berat, disaring pekerja /
manajemen hubungan, dan ketidaknyamanan fisik di tempat kerja dapat
hadir dan terkait dengan pelaporan gejala.
Kecenderungan yang muncul dalam teknologi, ekonomi, dan
karakteristik demografis dari angkatan kerja dapat menyebabkan
peningkatan risiko gangguan psikologis.Sebagai contoh, sebuah
peningkatan 26% diproyeksikan untuk bekerja di pelayanan kesehatan,
area yang mungkin terkait dengan risiko tinggi.Komputer dan robot
diharapkan mempengaruhi pekerjaan pabrik tujuh juta dan pekerjaan
kantor 39 juta.Menurut beberapa peramal, konsekuensi yang mungkin
dapat mencakup perpindahan pekerjaan, persyaratan keterampilan
berkurang, dan lebih rendah-membayar pekerjaan.Telah diproyeksikan
bahwa dalam dekade berikutnya, sembilan dari setiap 10 pekerjaan
baru akan di sektor jasa.Rutin pekerjaan layanan yang tidak dapat
memberikan kompensasi dan manfaat yang terkait dengan pekerjaan
industri dan manufaktur yang lebih tradisional.Enam dari 10
pekerjaan baru dalam dekade berikutnya akan diisi oleh perempuan ,
dan pekerjaan ganda / tuntutan peran rumah dan peluang kerja
dibatasi bagi perempuan dapat mengakibatkan dampak buruk pada
kesehatan mental mereka.Dilaporkan oleh Div Ilmu Biomedis dan
Perilaku, Institut Nasional untuk Keselamatan dan Kesehatan,
CDC.
II.3 Peran Tenaga Kesehatan Dalam Menangani Korban Kecelakaan
KerjaKecelakaan kerjadanpenyakit akibat kerjadapat saling
berkaitan. Pekerja yang menderita gangguan kesehatan atau penyakit
akibat kerja cenderung lebih mudah mengalami kecelakaan kerja.
Menengok ke negara-negara maju, penanganan kesehatan pekerja sudah
sangat serius. Mereka sangat menyadari bahwa kerugian ekonomi (lost
benefit)suatu perusahaan atau negara akibat suatu kecelakaan kerja
maupun penyakit akibat kerja sangat besar dan dapat ditekan dengan
upaya-upaya di bidang kesehatan dan keselamatan kerja.
Di negara maju banyak pakar tentang kesehatan dan keselamatan
kerja dan banyak buku serta hasil penelitian yang berkaitan dengan
kesehatan tenaga kerja yang telah diterbitkan. Di era globalisasi
ini kita harus mengikutitrendyang ada di negara maju. Dalam hal
penanganan kesehatan pekerja, kitapun harus mengikuti standar
internasional agar industri kita tetap dapat ikut bersaing di pasar
global. Dengan berbagai alasan tersebut rumah sakit pekerja
merupakan hal yang sangat strategis. Ditinjau dari segi apapun
niscaya akan menguntungkan baik bagi perkembangan ilmu, bagi tenaga
kerja, dan bagi kepentingan (ekonomi) nasional serta untuk
menghadapi persaingan global.
Bagi fasilitas pelayanan kesehatan yang sudah ada, rumah sakit
pekerja akan menjadi pelengkap dan akan menjadi pusat rujukan
khususnya untuk kasus-kasus kecelakaan dan penyakit akibat kerja.
Diharapkan di setiap kawasan industri akan berdiri rumah sakit
pekerja sehingga hampir semua pekerja mempunyai akses untuk
mendapatkan pelayanan kesehatan yang komprehensif. Setelah itu
perlu adanya rumah sakit pekerja sebagai pusat rujukan nasional.
Sudah barang tentu hal ini juga harus didukung dengan meluluskan
spesialis kedokteran okupasi yang lebih banyak lagi. Kelemahan dan
kekurangan dalam pendirian rumah sakit pekerja dapat diperbaiki
kemudian dan jika ada penyimpangan dari misi utama berdirinya rumah
sakit tersebut harus kita kritisi bersama.
Kecelakaan kerjaadalah salah satu dari sekian banyak masalah di
bidang keselamatan dan kesehatan kerja yang dapat menyebabkan
kerugian jiwa dan materi. Salah satu upaya dalam perlindungan
tenaga kerja adalah menyelenggarakan P3K di perusahaan sesuai
dengan UU dan peraturan Pemerintah yang berlaku. Penyelenggaraan
P3K untuk menanggulangi kecelakaan yang terjadi di tempat kerja.
P3K yang dimaksud harus dikelola oleh tenaga kesehatan yang
professional.Yang menjadi dasar pengadaan P3K di tempat kerja
adalah UU No. 1 Tahun 1970 tentang keselamatan kerja; kewajiban
manajemen dalam pemberian P3K, UU No.13 Tahun 2000 tentang
ketenagakerjaan, Peraturan Mentri Tenaga Kerja dan Transmigrasi
No.03/Men/1982 tentang PelayananKesehatan Kerja; tugas pokok
meliputi P3K dan Peraturan Mentri Tenaga Kerja No. 05/Men/1995
tentang Sistem ManajemenKesehatan dan Keselamatan Kerja.
Pengendalian Penyakit Akibat Kerja Melalui Jalur kesehatan
(Medical Control)Pengendalian Melalui Jalur kesehatan (Medical
Control) yaitu upaya untuk menemukan gangguan sedini mungkin dengan
cara mengenal (Recognition)kecelakaan dan penyakit akibat kerjayang
dapat tumbuh pada setiap jenis pekerjaan di unit pelayanan
kesehatan dan pencegahan meluasnya gangguan yang sudah ada baik
terhadap pekerja itu sendiri maupun terhadap orang disekitarnya.
Dengan deteksi dini, maka penatalaksanaan kasus menjadi lebih
cepat, mengurangi penderitaan dan mempercepat pemulihan kemampuan
produktivitas masyarakat pekerja. Disini diperlukan system rujukan
untuk menegakkan diagnosa penyakit akibat kerja secara cepat dan
tepat (prompt-treatment). Pencegahan sekunder ini dilaksanakan
melalui pemeriksaan kesehatan pekerja yang meliputi :
1. Pemeriksaan Awal Adalah pemeriksaan kesehatan yang dilakukan
sebelum seseorang calon/pekerja (petugas kesehatan dan non
kesehatan) mulai melaksanakan pekerjaannya. Pemeriksaan ini
bertujuan untuk memperoleh gambaran tentang status kesehatan calon
pekerja dan mengetahui apakah calon pekerja tersebut ditinjau dari
segi kesehatannya sesuai dengan pekerjaan yang akan ditugaskan
kepadanya.
2. Pemeriksaan Berkala Adalah pemeriksaan kesehatan yang
dilaksanakan secara berkala dengan jarak waktu berkala yang
disesuaikan dengan besarnya resiko kesehatan yang dihadapi. Makin
besar resiko kerja, makin kecil jarak waktu antar pemeriksaan
berkala. Ruang lingkup pemeriksaan disini meliputi pemeriksaan umum
dan pemeriksaan khusus seperti pada pemeriksaan awal dan bila
diperlukan ditambah dengan pemeriksaan lainnya, sesuai dengan
resiko kesehatan yang dihadapi dalam pekerjaan.3. Pemeriksaan
Khusus Yaitu pemeriksaan kesehatan yang dilakukan pada khusus
diluar waktu pemeriksaan berkala, yaitu pada keadaan dimana ada
atau diduga ada keadaan yang dapat mengganggu kesehatan pekerja.
Sebagai unit di sektor kesehatan pengembanganK3tidak hanya untuk
intern laboratorium kesehatan, dalam hal memberikan pelayanan
paripurna juga harus merambah dan memberi panutan pada masyarakat
pekerja di sekitarnya, utamanya pelayanan promotif dan preventif.
Misalnya untuk mengamankan limbah agar tidak berdampak kesehatan
bagi pekerja atau masyarakat disekitarnya, meningkatkan kepekaan
dalam mengenali unsafe act dan unsafe condition agar tidak terjadi
kecelakaan dan sebagainya.
Beberapa saran dijelaskan sebelumnya untuk mengendalikan faktor
risiko untuk gangguan psikologis tempat kerja tercantum di bawah
ini.Saran ini tampaknya memiliki manfaat untuk mengurangi pekerjaan
yang berhubungan dengan gangguan psikologis, tetapi evaluasi lebih
lanjut dan studi yang dibutuhkan untuk pemahaman yang lengkap dari
dampaknya.
1. Jadwal kerja.Desain jadwal kerja untuk menghindari konflik
dengan tuntutan dan tanggung jawab yang tidak berhubungan dengan
pekerjaan.Jadwal untuk shift bergilir harus stabil dan dapat
diprediksi, dengan rotasi dalam arah (hari ke-malam) depan.
2. Partisipasi / kontrol.Memungkinkan pekerja untuk memberikan
masukan bagi keputusan atau tindakan yang mempengaruhi pekerjaan
mereka.
3. Beban kerja.Pastikan tugas yang kompatibel dengan kemampuan
dan sumber daya pekerja, dan memungkinkan untuk pemulihan dari
terutama menuntut tugas-tugas fisik atau mental.
4. Konten.Tugas desain untuk memberikan makna, stimulasi, rasa
kelengkapan, dan kesempatan untuk menggunakan keterampilan.
5. Peran.Tentukan peran dan tanggung jawab pekerjaan jelas.
6. Lingkungan sosial.Memberikan kesempatan untuk interaksi
sosial, termasuk dukungan emosional dan membantu secara langsung
berkaitan dengan pekerjaan seseorang.
7. Masa Depan.Hindari ambiguitas dalam hal keamanan pekerjaan
dan pengembangan karir.Selain evaluasi dari tindakan ini
menyarankan, diperlukan upaya untuk memajukan pemahaman yang
terkait dengan pekerjaan gangguan psikologis dan metode yang tepat
untuk kontrol mereka, termasuk:
1. Meningkatkan sistem surveilans gangguan psikologis pada
tenaga kerja yang terkait dengan kondisi kerja.
2. Meningkatkan teknik penelitian untuk menyelidiki kondisi
kerja stres dan konsekuensi kesehatan mereka.
3. Meningkatkan pelatihan bagi para profesional kesehatan kerja
dan pekerja dalam mengenali kondisi tempat kerja stres dan
tanda-tanda stres pekerja dan dalam mempengaruhi langkah-langkah
perbaikan.
Melanjutkan pengembangan komponen kesehatan mental dalam
kesehatan kerja dan program keselamatan.
BAB III
KESIMPULAN
Menurut ILO /International Labour association (1983), pengertian
Occupational Disease & Work Related Disease masih dipisah.
Gagasan WHO & ILO (1987)- adopsi (1989): Work related disease
dapat digunakan untuk peny. Akibat kerja yg sudah diakui &
gangguan kesehatan dimana lingkungan kerja dan proses kerja
merupakan salah satu faktor penyebab yang bermakna.
Dokter Penasehat dituntut untuk benar-benar mengetahui semua
jenis dan macam penyakit akibat kerja yang memenuhi ketentuan
penyakit akibat kerja melalui penetapan oleh Menteri Tenaga Kerja
RI melalui pertimbangan dari Dokter Penasehat. Bagi fasilitas
pelayanan kesehatan yang sudah ada, rumah sakit pekerja akan
menjadi pelengkap dan akan menjadi pusat rujukan khususnya untuk
kasus-kasus kecelakaan dan penyakit akibat kerja. Diharapkan di
setiap kawasan industri akan berdiri rumah sakit pekerja sehingga
hampir semua pekerja mempunyai akses untuk mendapatkan pelayanan
kesehatan yang komprehensif.
DAFTAR PUSTAKA1. 2007. Manajemen Kesehatan Kerja.USU. Sumatera
Utara. Diakses 26 November 2011.2. Karnen Baratawidjaja
.2003.Ikhtisar : Alergi dan Imunologi pada Penyakit Akibat Kerja.
Jakarta. Diakses tanggal 26 November 2011.