NASKAH PUBLIKASI ANALISIS KESEDIAAN MEMBAYAR PELANGGAN RUMAH TANGGA TERHADAP PENINGKATAN KUALITAS AIR PDAM (STUDI PADA PDAM TIRTAMARTA YOGYAKARTA TAHUN 2009) Program Studi Magister Ekonomika Pembangunan Bidang Ilmu-ilmu Sosial diajukan oleh Muhammad Jalu Wredo Aribowo 20581/PS/MEP/06 Kepada FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA 2009
Studi atas nilai ekonomi peningkatan kualitas air minum dengan metode willingnes to pay
Welcome message from author
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
NASKAH PUBLIKASI
ANALISIS KESEDIAAN MEMBAYAR PELANGGAN RUMAH
TANGGA TERHADAP PENINGKATAN KUALITAS AIR PDAM (STUDI PADA PDAM TIRTAMARTA YOGYAKARTA
TAHUN 2009)
Program Studi Magister Ekonomika Pembangunan Bidang Ilmu-ilmu Sosial
diajukan oleh
Muhammad Jalu Wredo Aribowo 20581/PS/MEP/06
Kepada FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS
UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA
2009
Analisis Kesediaan Membayar Pelanggan Rumah Tangga Terhadap Peningkatan Kualitas Air PDAM
(Studi Pada PDAM Tirtamarta Yogyakarta Tahun 2009)
Household Willingness to Pay Analysis for Improvement in PDAM’s Water Quality (Case Study on PDAM Tirtamarta Kota Yogyakarta 2009)
M. Jalu W. Aribowo1 dan M. Edhie Purnawan2
Program Studi Magister Ekonomika Pembangunan
Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universtas Gajah Mada
ABSTRACT
This study conducted estimates of Willingness to Pay (WTP) of improved water service in Kota Yogyakarta in the year of 2009. The WTP was estimated through questionnaire survey on PDAM’s household customer in the line of Contingent Valuation Method (CVM) using Random Utility Model. Its also investigates what aspects that influenced household customer decision on improved water service.
The WTP estimate was about 4.68 percent of household customer monthly income or in the range between Rp35,075.47 to Rp467,672.95 with median value Rp90,000.00. The model in this study revealed that income, the ownership of private water source, perception on improved water service, and the cost of improvement are statistically significant. The analysis shows that increasing income foster the probability of the willingness to pay, while the ownership of private water source reduce the probability of the willingness to pay. The estimation of WTP also yielded an marginal effect on income as amount 0.166 on improved water service.
Keywords: Contingent Valuation Method, Willingness to Pay, Random Utility
Model 1) Mahasiswa Magister Ekonomika Pembangunan UGM 2) Dosen Fakultas Ekonomika dan Bisnis UGM
1. PENGANTAR
1.1 Latar Belakang
Air merupakan barang ultra essential bagi kelangsungan hidup manusia.
Tanpa air manusia tidak mungkin dapat bertahan hidup. Di sisi lain, kita sering
bersikap menerima air begitu saja tanpa mempertanyakannya. Bahkan dalam ilmu
ekonomi dikenal adanya istilah water-diamond paradox atau paradoks air dan
berlian di mana air yang begitu esensial dinilai begitu murah sementara berlian yang
hanya sebatas perhiasan dinilai begitu mahal.
Dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Kota
Yogyakarta Tahun 2005 – 2025 diprediksikan bahwa dalam jangka waktu 20 tahun
ke depan orang yang beraktivitas di Kota Yogyakarta akan semakin meningkat. Hal
itu dapat menimbulkan konsekuensi meningkatnya penurunan kualitas dan kuantitas
air tanah. Menurut Dinas Lingkungan Hidup Kota Yogyakarta, pada Tahun 2007, 90
persen sumber air baku di Kota Yogyakarta diperkirakan telah tercemar oleh bakteri
E coli (www2.kompas.com). Lebih lanjut dalam RPJPD Kota Yogyakarta Tahun
2005 -2025 dinyatakan bahwa jika kontinuitas pelayanan air bersih dari PDAM
Tirta Marta dan kondisi lingkungan tidak terjaga dengan baik, maka masyarakat
akan cenderung menggunakan air tanah yang bisa mengancam kesehatan karena
mengandung bakteri coli.
Jumlah sumur gali dan sumur pompa yang didata oleh Dinas Kesehatan Kota
Yogyakarta sampai dengan tahun 2006 sebanyak 34.280 sumur gali dan 2.805
sumur pompa. Jumlah sumber air yang dimiliki oleh penduduk Kota Yogyakarta
hampir sebanding dengan jumlah pelanggan PDAM Tirtamarta Kota Yogyakarta
1
yang sampai dengan akhir Desember 2008 sebanyak 33.973 pelanggan yang 91,43
persen merupakan pelanggan rumah tangga atau sebesar 31.062 pelanggan.
Sementara itu PDAM Tirtamarta Kota Yogyakarta memiliki 3 buah sumber mata air
permukaan, 1 sumber sungai, 10 sumber sumur dangkal dan 30 buah sumur dalam.
Jangkauan pelayanan PDAM Tirtamarta Kota Yogyakarta sampai dengan
akhir tahun 2008 sebesar 40,79 persen atau penduduk yang terlayani oleh PDAM
Tirtamarta sebanyak 186.378 orang dari 456.915 orang penduduk yang berada pada
wilayah teknis PDAM. Tingkat kualitas air yang dimiliki oleh PDAM Tirtamarta
Kota Yogyakarta dan disistribusikan kepada pelanggan saat ini baru memenuhi
syarat kualitas air bersih.
Memenuhi target kesepuluh pembangunan millennium (MDG’s) yakni
mengurangi sampai setengah jumlah penduduk yang tidak memiliki akses kepada
air bersih yang layak minum, Departemen Pekerjaan Umum pada tahun 2003
merencanakan peningkatan sambungan rumah tangga dari 17 persen pada tahun
2004 menjadi 62 persen pada tahun 2015. Selain itu, sesuai dengan PP 16 Tahun
2005 tentang Air Minum, pada tahun 2008, seluruh PDAM sudah harus dapat
mengalirkan air yang langsung dapat diminum (potable water) dan bukan hanya air
bersih (clean water). Pada kenyataannya sampai dengan akhir tahun 2008 baru
beberapa PDAM yang telah memiliki jaringan pelanggan dengan kualitas air minum
di antaranya PDAM Bandung, PDAM Buleleng, PDAM Malang, PDAM Bogor,
PDAM Batam, PDAM Medan. Dan PDAM Padang (www.ciptakarya.pu.go.id).
Berkaitan dengan hal terebut Direktur PDAM Tirta Marta Kota Yogyakarta
menyatakan bahwa perlu dilakukan analisis ekonomi yang cermat sebelum
memasang alat instalasi penyulingan air minum. Wedgwood dan Sansom (2003: 8)
menyatakan bahwa survei mengenai kesediaan membayar pelanggan (Willingness to
Pay) telah banyak dilakukan dan memberikan informasi yang cukup berarti bagi
perencanaan investasi dalam pelayanan air minum. Lebih lanjut, Wedgwood dan
Sansom (2003: 8) menyatakan bahwa jika terdapat investasi yang signifikan dalam
pelayanan air minum maka direkomendasikan untuk melakukan WTP survei. Hasil
dari survei WTP tidak saja menghasilkan informasi yang signifikan untuk membuat
proyeksi keuangan namun juga dapat menjadi bahan pertimbangan dalam
menentukan tingkat pelayanan dan pilihan teknis.
Untuk meningkatkan kualitas air minum menjadi air siap minum diperlukan
investasi. Dalam meningkatkan pengembalian investasi diperlukan informasi
tentang kemampuan masyarakat dalam membayar air minum. Di samping itu, perlu
pula diketahui determinan preferensi pelanggan tentang air siap minum, yaitu faktor
sosial ekonomi rumah tangga. Dengan mengetahui determinannya, dapat dilakukan
intervensi untuk meningkatkan determinan tersebut.
Dengan belum dilakukannya analisis ekonomi dalam perencanaan investasi
peningkatan kualitas air siap minum pada PDAM Tirta Marta Yogyakarta, perlu
dilakukan penelitian mengenai kesediaan membayar pelanggan rumah tangga
PDAM Tirta Marta Kota Yogyakarta serta faktor-faktor yang mempengaruhinya.
Penelitian ini merupakan salah satu analisis ekonomi yang dapat digunakan sebagai
bahan pertimbangan dalam perencanaan investasi peningkatan kualitas air PDAM
menjadi air siap minum untuk memenuhi PP Nomor 16 Tahun 2005.
1.2 Tujuan Penelitian
Secara spesifik, tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk.
3
1. Mengidentifikasikan faktor-faktor yang mempengaruhi preferensi pelanggan
rumah tangga terhadap peningkatan kualitas air PDAM menjadi air siap minum.
2. Mengidentifikasikan nilai rata-rata kesediaan membayar (Willingness to Pay)
pelanggan rumah tangga terhadap peningkatan kualitas air PDAM menjadi air
siap minum.
1.3 Tinjauan Pustaka
1.3.1 Penelitian dalam negeri
Studi Oleh Lokasi Variabel Metode Hasil Penelitian Nugroho dan Widayati (2003)
Kabupaten Tulung Agung
Pendapatan, pekerjaan, luas tanah, kepemilikan rumah, saluran telepon, pendidikan, jumlah keluarga, kedalaman sumur
Qualitative Choice
Variabel pendidikan, fasilitas telepon, pendapatan dan perubahan wilayah kota berkorelasi positif dengan pilihan sumber air PDAM.
Harahap dan Hartono (2007)
Indonesia Variabel dependen sewa rumah per bulan, independen karakteristik sumber air minum, karakteristik struktur rumah, Aksesibilitas, Dummy Provinsi
Hedonic Pricing Model
Kondisi sosial rumah tangga dan pengeluaran perkapita mempengaruhi kemungkinan kepemilikan fasilitas air minum.
1.3.2 Penelitian luar negeri
Studi Oleh Lokasi Variabel Metode Hasil Penelitian de Oca et.all (2003)
Mexico City
Tagihan air, penge-tahuan tentang tagihan air, kualitas air, tekanan air, pendidikan, jenis kelamin, zona, jumlah keluarga, jumlah anak, pekerjaan, umur
Dichotomous Choice
Rumah tangga miskin mempertimbangkan pelayanan yang dapat diandalkan sementara rumah tangga yang lebih sejahtera bersedia membayar lebih besar untuk menghindari penurunan kualitas dari pada perbaikan kualitas.
Nam dan Son (2004)
Ho Chi Minh City,
Faktor sosioekonomi, profil penggunaan air, persepsi pada tingkat
Random Utility Modeling
Rumah tangga yang telah memiliki sambungan water
4
Studi Oleh Lokasi Variabel Metode Hasil Penelitian Vietnam pelayanan. service bersedia
membayar lebih untuk peningkatan kualitas.
Fujita et.all. (2005)
Iquitos City, Peru
Pendapatan, umur, jumlah keluarga, tabungan bulanan, volume pemakaian air, tarif air bulanan, tarif kebersihan bulanan, tarif listrik
Weibull Model
WTP diperkirakan adalah dua kali dari tagihan bulanan dan ATP sebesar 10 persen s.d 20 persen dari pembayaran bulanan.
Variabel pendapatan tidak berkorelasi positif dengan WTP, sementara variabelnya tandanya sesuai dengan yang diharapkan.
Bilgic et.all (2008)
Anatolian, Turkey
Jumlah tagihan air, harga sumber air, nilai lelang, pendapatan, kesehatan, persepsi terhadap layanan, jumlah anggota keluarga, jumlah orang bekerja di rumah, umur, pendidikan, status, wilayah tempat tinggal
Random Utility Model
Pendidikan, persepsi tingkat pelayanan, kondisi rumah tangga, pendapatan dan wilayah berpengaruh secara signifikan.
Zapata et.all (2009)
Loja, Equador
WTP, umur, pekerjaan, gender, pendidikan, jumlah keluarga, pendapatan, penge-luaran rumah tangga, akses terhadap air, persepsi tingkat pelayanan, tagihan bulanan
Tobit Model Gender, tagihan bulan-an, persepsi tarif, akses 24 jam air berpengaruh secara signifikan.
Dari beberapa penelitian terdahulu, terdapat perbedaan dengan penelitian ini,
baik menyangkut lokasi penelitian, kurun waktu, pendekatan, variabel dan alat
analisis yang digunakan. Dalam penelitian yang mengambil lokasi di Kota
Yogyakarta, variabel yang digunakan merupakan gabungan dari beberapa penelitian
sebelumnya dan pendekatan serta alat analisisnya menggunakan Random Utility
5
Model mengikuti penelitian Nam dan Son (2004).
1.4 Landasan Teori
1.4.1 Permintaan dan harga
Teori permintaan menerangkan tentang ciri hubungan antara jumlah
permintaan dan harga. Permintaan seseorang atau suatu masyarakat kepada suatu
barang ditentukan oleh banyak faktor. Faktor-faktor tersebut yang terpenting adalah:
1. harga barang itu sendiri;
2. harga barang lain yang berkaitan erat dengan barang tersebut;
3. pendapatan rumah tangga;
4. corak distribusi pendapatan dalam masyarakat;
5. cita rasa masyarakat;
6. jumlah penduduk;
7. ramalan mengenai keadaan di masa yang akan datang (Sukirno, 2002: 75-76).
1.4.2 Teori preferensi konsumen
Teori preferensi konsumen didefinisikan sebagai selera individu yang
subyektif. Browning dan Zupan (1997: 75) mengatakan bahwa preferensi konsumen
dapat digambarkan memalui kurva indeferren. Konsumen mempunyai preferensi
yang berbeda-beda, perbedaan itu dapat diidikasikan dari bentuk kurva indiferen.
Kurva indeferen menggambarkan semua kondisi yang menurut konsumen dapat
memberikan tingkat kepuasan yang sama. Untuk menunjukkan rangking preferensi
perlu sekumpulan kurva indeferen (indifference map). Karena more is preferred to
less maka konsumen akan lebih menyukai kurva indiferen yang lebih tinggi.
Konsumen dalam melakukan pembelian suatu barang dipengaruhi oleh
6
preferensinya terhadap suatu barang dan dibatasi oleh anggaran yang dimilikinya.
Konsumen akan memilih satu dari sekian banyak barang yang menghasilkan tingkat
kepuasan yang optimal.
1.4.3 Pengukuran nilai ekonomi
Nilai ekonomi juga didefinisikan sebagai pengukuran jumlah maksimum
seseorang ingin mengorbankan barang dan jasa untuk memperoleh barang dan jasa
lainnya. Secara formal, konsep ini disebut keinginan/kesediaan membayar
(willingness to pay) seseorang terhadap barang dan jasa yang dihasilkan (Harahap
dan Hartono, 2007:3).
Menurut Fauzi (2006:212) secara umum teknik valuasi ekonomi sumberdaya
yang tidak dapat dipasarkan (non market valuation) dapat digolongkan ke dalam 2
(dua) kelompok yakni teknik langsung dan teknik tidak langsung. Secara skematis
teknik valuasi non-market tersebut dapat dilihat pada gambar berikut:
Valuasi Non Market
Tidak Langsung (Revealed Willingness to Pay/WTP)
Langsung / Survei (Expressed WTP)
Hedonic Pricing, Travel Cost,
Random Utility Model.
Contingent Valuation, Random Utility Model,
Contingent Choice.
Sumber : Fauzi (2006:213) Gambar 1
Teknik Valuasi Non-Market
Kelompok pertama adalah teknik valuasi yang mengandalkan harga implisit di mana
7
willingness to pay (WTP) terungkap melalui model yang dikembangkan. Teknik ini
disebut teknik yang mengandalkan revealed WTP (keinginan untuk membayar yang
terungkap). Beberapa teknik yang masuk kelompok ini adalah Travel Cost Method,
Hedonic Pricing, dan teknik yang relatif baru disebut Random Utility Model.
Kelompok kedua adalah teknik valuasi yang didasarkan pada survei di mana
keinginan membayar atau WTP diperoleh langsung dari responden, yang langsung
diungkapkan secara lisan maupun tertulis. Teknik penilaian yang cukup populer
adalah Contingent Valuation Method (CVM) dan Discrete Choice Model.
1.4.4 Random Utility Model
Salah satu model Contingent Valuation Method (CVM) yang paling umum
digunakan adalah model dikotomus / Random Utility Model (RUM). Model RUM
dimulai dengan membangun Hipotesis bahwa ada dua kondisi alternatif sumber
daya alam, yaitu kondisi i =0 yang menggambarkan status quo dan kondisi i =1
yang menggambarkan perubahan sumber daya alam seperti yang ditawarkan dalam
survei CVM. Misalnya M j menggambarkan pendapatan responden j pada kondisi i,
kemudian zj menggambarkan karakteristik responden ke j, termasuk variasi yang
terjadi pada kuesioner, dan menggambarkan preferensi yang bersifat random yang
hanya diketahui oleh responden tetapi tidak oleh peneliti. Dengan demikian fungsi
utilitas responden terhadap kondisi sumber daya alam dapat ditulis sebagai berikut:
uij = u (Mj, zj, εij) (1)
Jika responden kemudian diminta untuk membayar sebesar p, utilitas yang
diperoleh pada kondisi lingkungan yang baik setelah adanya keinginan membayar
dari responden dibandingkan dengan status quo dapat digambarkan dengan
8
persamaan sebagai berikut:
ui (Mj-pj, zj, εij) > u0 (Mj, zj, ε0j) (2)
Namun demikian karena peneliti tidak mengetahui preferensi responden
yang bersifat acak, peneliti hanya mengetahui kemungkinan (probabilitas)
menjawab ya atau tidak. Jadi jika ui >u0, kemungkinan responden menjawab “ya”
Setelah melakukan estimasi parameter untuk indirect utility function dengan
model regresi logit maka dilakukan perhitungan nilai WTP dengan model
compensating surplus (CS) dengan menggunakan rumus 10 dan 11. Sebelum
melakukan perhitungan WTP terlebih dahulu mendefinisikan indirect utility
function atas perubahan kualitas yakni dengan meregresikan WTP dengan variabel
biaya dan peningkatan kualitas.
Tabel 5 Hasil Estimasi Logit Kualitas dan Biaya
Dependent Variable: Preferensi Method: ML - Binary Logit (Quadratic hill climbing)
Variable Coefficien
t Std. Error z-Statistic Prob. KUALITAS__X9_ 3.003074 0.816097 3.679800 0.0002
BIAYA__X10_ 2.01E-05 8.55E-06 2.349561 0.0188 C -3.462267 0.930661 -3.720222 0.0002
LR statistic (2 df) 38.09604 McFadden R-squared 0.460699 Probability(LR stat) 5.34E-09 Obs with Dep=0 40 Total obs 63 Obs with Dep=1 23 Dari hasil Estimasi di atas diperoleh fungsi indirect utility untuk status quo
dan perbaikan kualitas dengan menggunakan rumus 10 dan 11 dapat dirumuskan
19
sebagai berikut:
KualitasBiayaV c 003074,300002,046227,3 ++−=
KualitasBiayaV p003074,300002,0 +=
dengan menggunakan nilai rata-rata dari variabel tersebut maka nilai Vc dan Vp
masing-masing sebesar -0,7120 dan 2,7502. Dengan menggunakan rumus 9 maka
nilai compensating surplus atas peningkatan kualitas tersebut dapat dihitung sebagai
berikut:
6767,4)7502,27120,0( 0.74032
1=−−−=CS
Dari hasil perhitungan compensating surplus dapat diartikan bahwa untuk
peningkatan kualitas air PDAM menjadi air minum pelanggan rumah tangga
bersedia untuk dikurangi pendapatannya setiap bulan sebesar 4,68 persen. Dengan
menggunakan nilai terendah dari pendapatan responden maka nilai willingness to
pay dari peningkatan kualitas air PDAM menjadi air minum sebesar Rp35.075,47
per bulan (Rp750.000,00 X 4,68%). Dengan menggunakan nilai tertinggi dari
pendapatan responden maka nilai willingness to pay dari peningkatan kualitas air
PDAM menjadi air minum sebesar Rp467.672,95 per bulan (Rp10.000.000,00 X
4,68%). Apabila dihitung dengan nilai median pendapatan responden maka nilai
willingness to pay dari peningkatan kualitas air PDAM menjadi air minum sebesar
Rp90.000,00 per bulan (Rp2.000.000,00 X 4,68%)
3.7 Diskusi/pembahasan
Dari hasil analisis dengan metode regresi logit tersebut, ternyata determinan
atas kesediaan membayar pelanggan rumah tangga terhadap peningkatan kualitas air
20
PDAM adalah variabel pendapatan, kepemilikan sumber air lainnya, persepsi
pelanggan tentang kualitas air minum serta besarnya biaya yang pelanggan sedia
bayarkan untuk peningkatan kualitas. Untuk variabel pendapatan hasil penelitian ini
sesuai dengan penelitian-penelitian sebelumnya di mana variabel pendapatan
merupakan salah satu faktor yang signifikan yang mempengaruhi pelanggan untuk
memilih perbaikan kualitas air PDAM menjadi kualitas air minum.
Variabel lain yang berpengaruh secara signifikan terhadap kesediaan
pelanggan rumah tangga terhadap peningkatan kualitas air minum PDAM adalah
kepemilikan sumber air lainnya yang merupakan barang subtitusi. Variabel ini
memiliki koefisien sebesar – 2,47. Hal ini berarti bahwa pelanggan rumah tangga
yang memiliki sumber air lainnya cenderung untuk tidak bersedia terhadap
peningkatan kualitas PDAM menjadi kualitas air minum. Alasan pelanggan lebih
memilih sumber lainnya pertama adalah pengalaman pelanggan terhadap air PDAM
yang sering berkualitas buruk yakni berwarna kecoklatan serta berbau kaporit.
Alasan kedua karena pelanggan PDAM yang menjadi responden beranggapan air
sumur yang dimilikinya lebih jernih dan lebih murah dibanding dengan air PDAM.
Variabel sosio-ekonomik lainnya yakni tingkat pendidikan, jumlah anggota
keluarga, kepuasan responden terhadap pelayanan PDAM saat ini, jumlah tagihan
air bulanan, luas tanah dan kepemilikan rumah secara bersama-sama mempengaruhi
secara signifikan kesediaan membayar pelanggan terhadap peningkatan kualitas air
PDAM. Namun pada penelitian ini tidak menunjukkan pengaruh masing-masing
variabel tersebut terhadap probabilitas WTP.
WTP yang diestimasi dalam penelitian ini adalah sebesar 4,68 persen dari
21
penghasilan responden per bulan atau sebesar Rp90.000,00 per bulan jika dihitung
dengan menggunakan nilai median pendapatan responden. Jika dibandingkan
dengan rata-rata tagihan bulanan air PDAM sebesar Rp63.285,71 maka pelanggan
rumah tangga bersedia jika tagihan bulanannya meningkat rata-rata sebesar 42.21
persen jika kualitas air PDAM menjadi kualitas air minum. Hal ini menandakan
penghargaan yang cukup tinggi terhadap peningkatan kualitas air PDAM. Namun
demikian jika dibandingkan dengan tarif tertinggi yang saat ini diterapkan oleh
PDAM yaitu Rp6.500 per M3 untuk pemakaian air di atas 50 M3, misalnya
diasumsikan bahwa WTP sebesar Rp90.000,00 adalah dengan pemakaian air sebesar
30 M3 maka nilai WTP per M3 peningkatan kualitas air hanya sebesar Rp3.000,00.
Nilai WTP per M3 tersebut jika dibandingkan dengan tarif rata-rata PDAM yang
berlaku sekarang yakni sebesar Rp2.700,00 hanya naik sebesar 10 persen. Hal ini
terjadi karena asumsi strategis responden dalam menyikapi perubahan kualitas air
menjadi air siap minum, sehingga responden berpendapat dengan perubahan
kualitas air menjadi air siap minum berarti tidak perlu lagi membeli air dalam
kemasan. Dengan asumsi tersebut, jumlah yang bersedia dibayar oleh responden
adalah maksimal sebesar pengeluaran yang biasa dilakukan untuk membeli air
minum dalam kemasan setiap bulannya.
4.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan sesuai dengan tujuan dan
hipotesis yang diajukan maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut.
1. Determinan atas kesediaan membayar pelanggan rumah tangga terhadap
peningkatan kualitas air PDAM adalah variabel pendapatan, kepemilikan
22
sumber air lainnya, persepsi pelanggan tentang kualitas air minum serta
besarnya biaya yang pelanggan sedia bayarkan untuk peningkatan kualitas.
Variable pendapatan, persepsi pelanggan tentang kualitas air minum dan
besarnya biaya yang pelanggan sedia bayarkan untuk peningkatan kualitas
berpengaruh positif dan signifikan pada level α = 0,05. Sementara untuk variabel
kepemilikan sumber air lainnya memiliki pengaruh negatif dan signifikan pada
level α = 0,05.
Variabel sosio-ekonomik lainnya yakni tingkat pendidikan, jumlah anggota
keluarga, kepuasan responden terhadap pelayanan PDAM saat ini, jumlah
tagihan air bulanan, luas tanah dan kepemilikan rumah secara bersama-sama
mempengaruhi secara signifikan terhadap kesediaan membayar pelanggan
terhadap peningkatan kualitas air PDAM. Namun pada penelitian ini tidak
menunjukkan pengaruh masing-masing variabel tersebut secara individu
terhadap WTP Variabel pendapatan berpengaruh positif dan signifikan serta
memiliki nilai Marginal effect terhadap probabilitas kesediaan membayar
sebesar 0,166.
2. Nilai Willingness to Pay terhadap peningkatan kualitas air PDAM menjadi
kualitas air minum diestimasi sebesar 4,68 persen dari pendapatan pelanggan
rumah tangga perbulan atau berkisar antara Rp35.075,47 sampai dengan
Rp467.672,95 dengan nilai median sebesar Rp90.000,00. Nilai willingness to
pay secara agregat adalah sebesar Rp 2.795.553.592,00 per bulan (Rp90.000,00
x 31.062 pelanggan rumah tangga).
23
4.2 S a r a n
Berdasarkan simpulan dan keterbatasan dalam penelitian ini maka dapat
diajukan saran-saran sebagai berikut.
1. Bagi pengambil kebijakan di PDAM Tirta Marta Kota Yogyakarta, pertama
hasil perhitungan willingness to pay dapat dijadikan bahan pertimbangan dalam
perencanaan investasi peningkatan kualitas air PDAM menjadi air siap minum
yakni estimasi tingkat pengembalian investasi berdasarkan nilai willingness to
pay adalah sebesar Rp 2.795.553.592,00 per bulan.
2. Kedua berdasarkan analisis faktor-faktor yang mempengaruhinya ternyata faktor
kepemilikan sumber air lainnya sangat mempengaruhi keputusan pelanggan
terhadap keinginan membayar terhadap peningkatan kualitas. Hal ini dapat
dianggap sebagai tantangan dan sebagai hal penting yang harus dipertimbangkan
bagi PDAM dalam keputusan pengembangan layanan dan keputusan investasi.
DAFTAR PUSTAKA
Bilgic, Abdulbaki, Gunes Eren, and Wojciech J. Florkowski. 2008, “Willingness to Pay for Potable Water in Southeastern Turkey: An Application of both Stated and Revealed Preferences Valuation Method”, Selected Paper prepared for presentation at the Southern Agricultural Economics Association Annual Meeting, Dallas, TX, February 2-6 2008
Briscoe, J, Paulo Furtado de Castro, Charles Griffin, James North, dan Orjan Olsen.
1990, “Toward Equitable and Sustainable Rural Water Supplies: A Contingent Valuation Studi in Brazil”, The World Bank Economic Review, 4 (2), 113-134
Browning, Edgar. K and Zupan, Mark A., 1997. Microeconomic Theory and
Aplications, Fifth Edition, Harper Collins College Publisher Casey, James F., James R. Kahn, and Alexandre Rivas. 2006, “Willingness to Pay
for Improve Water Service in Manaus, Amazonas, Brazil”, Ecological
24
Economic, Vol. 58, 365-372 FAO. 2000. ”Applications of Contingent Valuation Methods in Developing
Countries”, Economic and Social Development Paper 146. Fauzi, Akhmad. 2006. Ekonomi Sumber Daya Alam dan Lingkungan. Teori dan
Aplikasi. PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta Fujita, Yasou, Ayumi Fujii, Shigeki Furukawa, dan Takehiko Ogawa. 2005.
“Estimation of Willingness to Pay (WTP) for Water and Sanitation Services through Contingent Valuation Method (CVM): A Case Study in Iquitos City, The Republic of Peru”, JBICI Review, No.10, 59-87
2007. “Good Practice for Estimating Reliable Willingness to Pay Values in The Water Supply and Sanitation Sector”, ERD Technical Note No.23, Asian Development Bank.
Hadad, Nadia, 2003, “Privatisasi Air di Indonesia”, INFID Annual Lobby Harahap, Bilang Nauli dan Djoni Hartono. 2007. “Analisis Kesediaan Membayar
dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ketersediaan Fasilitas Air Minum dan Sanitasi di Indonesia”, Makalah pada Parallel Session IIIC: Poverty, Population & Health, Kampus UI-Depok, 13 Desember 2007
Insukindro, R. Maryatmo, Aliman, Sri Yani Kusumastuti, dan A. Ika Rahutami,
2004, Modul Ekonometrika Dasar, Kerjasama BI dan FE-UGM, Yogyakarta Kuncoro, M. 2001, Metode Kuantitatif, Teori dan Aplikasi untuk Bisnis dan
Ekonomi, UPP AMP YKPN, Yogyakarta de Oca, Gloria Soto Montes, Ian J. Bateman, Robert Tinch dan Peter G. Moffatt.
2003, “Assessing The Willingness to Pay for Maintained and Improved Water Supply in Mexico City”, CSERGE Working Paper , ECM 03-11
Nam, Pham Khanh, dan Tran Vo Hun Son. 2004, “Household Demand for
Improved Water Service in Ho Chi Minh City: A Comparison of Contingent Valuation and Choice Modeling Estimate”, Research Paper funded by EEPSEA
Nugroho, Iwan dan Wahyu Anny Widayati. 2003,”Willingness to Pay for PDAM’s
Pipe Connection: a Case Study in Kabupaten Tulung Agung, East Java Province, Indonesia”, Ekonomi dan Keuangan Indonesia, Vol. 51 (4), 421-431
Sigit, Soehardi. 2003, Pengantar Metodologi Penelitian Sosial – Bisnis –
Manajemen, BPFE – UST, Yogyakarta
25
26
Soeratno, dan Lincolin Arsyad, 2003, Metodologi Penelitian untuk Ekonomi
dan Bisnis, UPP AMP YKPN, Yogyakarta. Sukirno, Sadono, 2002, Pengantar Teori Ekonomi Mikro, Edisi ketiga, PT.
Raja Grafindo Perkasa, Jakarta Wedgwood, Alison and Kevin Sansom, (2003) Willingness-to-pay surveys – A
streamlined approach: Guidance notes for small town water services, Water, Engineering and Development Centre, Loughborough University, UK.
Widarjono, Agus. 2007, Ekonometrika Teori dan Aplikasi untuk ekonomi dan bisnis,
Ekonisia FE UII, Yogyakarta Zapata, Samuel D, Holger M. Benavides, Carlos E. Carpio David B. Willis. 2009.
“The Economic Value of Basin Protection to Improve the Quality and Reliability of Potable Water Supply: Some Evidence from Ecuador”, Selected Paper prepared for presentation at the Southern Agricultural Economics Association Annual Meeting, Atlanta, GA, January 31-February 3