LAPORAN KASUS “Multiple HNP” Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik di Bagian Saraf Diajukan Kepada: Pembimbing: dr. Nurtakdir Kurnia Setiawan, Sp.S, MSc Disusun Oleh: Grace Fidia 1620221200
LAPORAN KASUS
“Multiple HNP”
Diajukan Untuk Memenuhi Syarat Mengikuti Ujian Kepaniteraan Klinik
di Bagian Saraf
Diajukan Kepada:
Pembimbing: dr. Nurtakdir Kurnia Setiawan, Sp.S, MSc
Disusun Oleh:
Grace Fidia 1620221200
KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT SARAF
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAKARTA
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH AMBARAWA
2017
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS PASIEN
1. Nama : Ny. PT
2. Umur : 50 tahun
3. Jenis kelamin : Perempuan
4. Agama : Kristen Protestan
5. Alamat : Panjang Kidul 4/1
6. Pekerjaan : Ibu rumah tangga dengan aktivitas ringan
7. Pendidikan : S1
8. Status : Sudah menikah
9. No CM : 043xxx-20xx
10. Tanggal pemeriksaan:30 Oktober 2017 di poli saraf RSUD Ambarawa
B. DATA DASAR
Dilakukan autoanamnesis, 1 November 2017 di rumah pasien.
1. Keluhan Utama : Nyeri pada leher
2. Riwayat Penyakit Sekarang:
Kira-kira 2 tahun sebelum pemeriksaan, Ny. PT usia 50 tahun
mengeluh nyeri pada jari tangan kanan dan kiri serta nyeri jari kaki kanan
dan kiri. Bila diberi skala nyeri, pasien memberikan skala 5 pada nyeri
yang dirasakannya. Nyeri muncul tiba-tiba saat pasien beraktifitas ringan
dirumah. Keluhan nyeri tidak menjalar sampai ke tungkai atas maupun
tungkai bawah pasien, sehingga pasien mengabaikannya dan merasa tidak
perlu berobat ke dokter. 1 bulan kemudian, nyeri yang dirasakan hanya di
jari sekarang menjalar sampai kedua tangan, kedua bahu dan pasien
merasa tangannya melemah, nyeri juga menjalar sampai lutut dan pasien
merasa kakinya melemah. Keluhan dirasakan hilang timbul, berlangsung
selama beberapa menit kemudian hilang, membaik saat pasien beristirahat
dan memburuk ketika pasien beraktivitas berat. Pasien tidak dapat
melakukan pekerjaannya dan keluhan ini sangat mengganggu aktivitas dan
kualitas tidurnya. Namun, nyeri tidak disertai dengan keluhan lainnya.
Akhirnya pasien memutuskan untuk berobat ke dokter keluarga. Dari
2
dokter keluarga, pasien langsung di rujuk ke dokter spesialis penyakit
dalam RSUD Ambarawa, dr. Alex. Dari penyakit dalam, Ny. PT dicurigai
reumatik, namun setelah di cek lab, hasil menunjukkan bahwa reumatik
(-). Setelah itu, 4 bulan sebelum pemeriksaan (Juli 2017), dr.Alex
menyarankan pemriksaan CRP kualitatif, namun hasilnya negatif. Ny.PT
tidak mengalami perubahan sama sekali.
Setelah pemeriksaan dan pengobatan pada poli penyakit dalam
selama 3 bulan, tidak ada perubahan yang dialami Ny.PT. Nyeri pada
kedua tangan dan kedua kaki masih hilang timbul. Dan sekarang
diberberat karena Ny.PT merasakan nyeri kepala yang sangat berat. Nyeri
kepala terasa tertusuk-tusuk dibagian kepala belakang nyeri juga disertai
dengan pusing berputar, seolah-olah sekeliling Ny.PT berputar, tidak
disertai dengan telinga berdenging dan pendengaran masih normal.
Muncul tiba-tiba saat beraktifitas ringan, disertai dengan mual dan muntah
yang hebat. Nyeri kepala dirasakan membaik bila menutup mata,
menghilang dengan tidur dan diperberat dengan berubahnya posisi kepala.
Tidak ada suara berdenging atau berdesis di telinga Ny. PT serta ada
perubahan perilaku yang ia alami, jika memegang benda apapun dengan
periode yang cukup lama (memegang benda sekitar 1-2 menit) ia refleks
menjatuhkan/melempar benda yang sedang ia genggam tanpa sadar.
Ny.PT juga sering merasa kaku pada tangan dan kaki kanannya. Rasa kaku
muncul tiba-tiba, tidak hanya saat sedang beraktifitas tetapi saat
beristirahat juga. Rasa kaku kira-kira dirasakan 2-5 menit lalu nanti
menghilang dan muncul tiba-tiba lagi. Karena masa pengobatan di
penyakit dalam sudah habis, Ny.PT kembali ke dokter keluarga dan
akhirnya dirujuk ke dokter spesialis saraf RSUD Ambarawa pada Agustus
2017
Di Poli Saraf RSUD Ambarawa, 2 bulan sebelum pemeriksaan (5
Agustus 2017) dengan keluhan yang serupa, Ny.PT didiagnosa CTS
dextra, brachialgia, paroxismal tonic seizure, dan cephalgia kronis. Pada
saat itu, dokter spesialis saraf memberikan obat Depacote ER 2 x 500 mg,
Ranitidin 2 x 1, Flunarizin 2 x 5 dan menyarankan untuk foto rontgen
3
cervical serta rencana rujuk ke RS Kariadi Semarang. Hasil foto rontgen
dikonsulkan kembali ke dokter spesialis saraf 1 minggu setelahnya (12
Agustus 2017) menunjukkan bahwa tidak ada kelaianan yang berarti
sehingga dokter menyarankan untuk meneruskan terapi yang diberikan
sebelumnya.
Ny.PT tidak merasakan perubahan sama sekali dari gejala yang
dialaminya, bahkan nyeri kepala terasa semakin memberat meskipun saat
sedang beraktivitas ringan, sehingga 3 hari setelah pembacaan hasil
rontgen (15 Agustus 2017), Ny.PT kembali datang ke poli saraf RSUD
Ambarawa dan dokter menyarankan untuk segera rujuk ke RS Kariadi
dengan diagnosa chepalgia kronis dan paroxismal tonic seizure sambil
memberi tambahan obat yaitu clobazam 2 x 10. 1 bulan sebelum
pemeriksaan (5 September 2017), Ny.PT pergi ke RS Kariadi dan
dilakukan pemeriksaan EMG serta elektrolit darah. Hasil pemeriksaan
memberi kesan spasmofilia dan elektrolit darah dalam batas normal.
Pasien diperintahkan untuk rawat jalan dan dibiberi obat pulang. 3 minggu
sebelum pemeriksaan (25 September 2017) Ny.PT sedang mencuci dengan
posisi jongkok, ia merasakan nyeri kepala yang sangat hebat yang muncul
tiba-tiba. Nyeri kepala disertai dengan mual namun tidak ada suara
berdenging ataupun berdesis pada telinganya. Ny. PT tidak sanggup untuk
berdiri dan mempertahankan posisi tubuhnya sehingga ia memutuskan
untuk pergi ke RS Kariadi hari itu juga. Pada hari yang sama Ny. PT
langsung dirawat di bangsal RS Kariadi dan keesokan harinya (26
September 2017) dilakukan pemeriksaan MRI cervicothoracal tanpa
kontras dengan menunjukkan adanya hnp.
Dari hasil MRI, Ny.PT diberikan obat peroral dan juga parenteral
sambil dilakukan TENS (Transcutaneous Electrical Nerve Stimulation)
dan TMS (Trans Magnetic Stimulation) serta mendapatkan neck collar
saat ia menjalani rawat inap di RS Kariadi. Setelah membaik dan stabil,
Ny,PT di izinkan pulang setelah 10 hari menjalani rawat inap (6 Oktober
2017) dengan diberi obat Ranitidin 2 x 100mg, Sianokobalamin 50 mcg,
Tiamin 50 mg, Asam folat 1 mg, dan Piridoksin 10 mg dan pesan untuk
4
melanjutkan terapi TMS di RS Kariadi, namun karena EMS sakit, Ny.PT
tidak melanjutkan program fisioterapi tersebut dan kembali kontrol ke
RSUD Ambarawa dengan keluhan nyeri pada leher. Keluhan pandangan
kabur tidak ada, pandangan gelap tidak ada, pandangan ganda tidak ada,
telinga berdengung tidak dikeluhkan. Pasien juga menyangkal pernah
mengalami kejang, mulut lumpuh, maupun bicara pelo. Pasien juga
mengeluhkan suka merasakan kesemutan pada kedua tangan dan kaki
kanan suka kaku dan terasa panas. Keluhan tambahan tidak hanya
dirasakan saat beraktifitas, tetapi juga saat pasien duduk/beristirahat.
Masalah buang air besar dan buang air kecil selama perjalanan penyakit
dalam batas normal. Daya ingat dan fungsi berpikir masih dalam batas
normal. Pasien juga menyangkal sedang memiliki beban pikiran yang
dapat menimbulkan stres.
Pasien sekarang sudah dalam masa menopause. Terakhir haid kira-
kira 1 tahun yang lalu. Riwayat menstruasi saat masih produktif ialah
sikuls lancar 7 hari selama 30 hari.
3. Riwayat Penyakit Dahulu:
Riwayat trauma diakui pasien pada tahun 2013 (4 tahun yang lalu)
yang menyebabkan Ny.PT tidak bisa berjalan selama 2 hari. Pada saat itu,
pasien jatuh dengan posisi terduduk karna lantai yang licin. Pasien
pingsan, namun tidak kejang maupun mual dan muntah. Saat itu tidak
dilakukan pemeriksaan khusus. Ia hanya pergi ke klinik dokter dan diberi
obat anti nyeri saja
Riwayat lain :
a. Riwayat tekanan darah tinggi ataupun anemia disangkal
b. Riwayat sakit kencing manis disangkal
c. Riwayat sinusitis disangkal
d. Riwayat maag diakui
e. Riwayat TB disangkal
f. Riwayat alergi makanan maupun obat disangkal
g. Riwayat kejang disangkal
5
h. Riwayat gigi berlubang disangkal
4. Riwayat Penyakit Keluarga:
a. Riwayat keluhan serupa disangkal
b. Riwayat tekanan darah tinggi disangkal
c. Riwayat sakit kencing manis disangkal
d. Riwayat TB disangkal
5. Riwayat Pribadi dan Sosial Ekonomi :
Pasien sehari- hari berperan sebagai ibu rumah tangga memiliki 3
orang anak yang sehari-harinya melakukan aktivitas ringan-sedang seperti
membersihkan rumah, memasak, mencuci pakaian dengan mesin cuci,
dan menjemur pakaian. Pasien tidak merokok dan tidak minum-minuman
keras. Pasien tidak pernah berolah raga.
Pasien sempat bekerja sebagai karyawan bank, karyawan hotel
yang suka bekerja lembur, dan karyawan pabrik keramik yang suka
mengangkat berat setiap hari dengam shift kerja 8 jam per hari. Namun
pasien mulai berhenti bekerja sejak tahun 2016 karena keluhan penyakit
yang dialaminya.
6. Anamnesis Sistem :
a. Sistem Serebrospinal : Nyeri kepala belakang (+), nyeri leher
(+), pingsan (-), pusing berputar (+)
b. Sistem Kardiovaskuler :Riwayat hipertensi (-), riwayat sakit jantung
(-), nyeri dada (-)
c. Sistem Respirasi : Sesak napas (-), batuk (-)
d. Sistem Gastrointestinal : Mual (-), muntah (-)
e. Sistem Muskuloskeletal : Nyeri bahu (+), nyeri punggung-pinggang
(-), Kesemutan kedua tangan (+), kekakuan anggota gerak bawah
kanan (+)
f. Sistem Integumen : Ruam merah (-)
g. Sistem Urogenital : BAK normal, tidak ada keluhan
6
C. RESUME ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis. Ny. HS usia 50 tahun
datang ke poli saraf RSUD Ambarawa dengan keluhan nyeri pada leher.
Keluhan hilang timbul, muncul secara tiba-tiba walaupun sedang beraktifitas
sangat ringan, berlangsung beberapa menit kemudian hilang, membaik
dengan istirahat dan menyenderkan kepala pada penyangga dan diperburuk
oleh aktivitas yang memerlukan perubahan posisi kepala. Keluhan disertai
dengan kepala belakang terasa berat, kesemutan pada kedua tangan dan kaki
kanan suka kaku. Keluhan mual, muntah, dan telinga berdenging disangkal.
Pasien sudah minum obat dari RS Kariadi untuk mengurangi rasa nyeri dan
berat di kepalanya. Pasien bekerja sebagai ibu rumah tangga dengan aktivitas
ringan namun memiliki riwayat pekerjaan mengangkat beban berat sebagai
karyawan pabrik keramik.
D. DISKUSI I
Berdasarkan autoanamnesis didapatkan gejala nyeri pada leher, yang
menjalar sampai kepala belakang dan bahu, kesemutan pada tangan kanan
dan kaki kanan suka kaku dan terasa lemah. Nyeri merupakan suatu
pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan yang
berkaitan dengan kerusakan jaringan yang sudah atau berpotensi terjadi atau
digambarkan dalam bentuk kerusakan tersebut.
Berdasarkan keluhan pasien, nyeri pada leher bersumber dari somatic
dalam bisa berasal dari tulang, otot, maupun sendi dan berjenis nyeri
neurogentik yairu nyeri yang didahului atau disebabkan oleh lesi , disfungsi
atau gangguan sementara primer pada sistem saraf pusat atau perifer
Mengarah pada gejala klinis cervical syndrom yang bisa disebabkan oleh
banyak faktor seperti trauma, infeksi maupun degenarative. Nyeri menjalar
sampai ke bagian kepala belakang, bahu dan kaki karena sesuai dengan
penjalaran saraf di daerah lesi yang terkena, dalam hal ini dicurigai dibagian
servikal. Cervical syndrome adalah sindrome atau keadaan yang ditimbulkan
oleh adanya iritasi atau kompresi pada radikssyaraf cervical yang yang
7
ditandai dengan adanya rasa nyeri pada leher (tengkuk) yang dijalarkan ke
bahu dan lengan sesuai dengan radiks yang terkena. Rasa nyeri yang
dijalarkan ini disebut nyeri radikuler, artinya bahwa rasa nyeri tersebut
berpangkal pada tempat perangsangan dan menjalar ke daerah persyarafan
radiks yang terkena, dimana daerah ini sesuai dengan kawasan dermatom.
Manifestasi nyeri tengkuk dapat berlokasi di daerah tengkuk sendiri atau
menyebar ke tempat lain, daerah sebaran yang terbanyak adalah anggota
gerak atas dan kepala.
Etiologi
Terdapat dua penyebab timbulnya cervical syndrome yaitu :
1. Foramen intervertebralis menyempit
Terbentuknya osteofit atau eksostosis yang masuk ke dalam
foramen interveterbralis sehingga dapat menekan radiks. Adanya
penipisan dari diskus intervertebralis sehingga keadaan ini akan
mendekatkan jarak kedua pedikel yang membentuk foramen
intervertebralis. Namun demikian adanya penyempitan foramen
intervertebralis harus disesuaikan dengan gejala dan tanda yang
dikeluhkan penderita dan ditemukan dalam pemeriksaan.
2. Foramen intervetrebalis tetap utuh
Peradangan dari syarafnya sendiri misal radikulitis
Dorongan dari tumor, abses atau pendarahan oleh karena trauma tumor
Radiks mengalami tarikan, misalnya pada trauma whiplast (pecut) yaitu
trauma oleh karena anggukan kepala yang intensif yang didahului oleh
tengadahan kepala, dimana radiks dorsalis C5, C6, dan C7 teregangdan
mengalami reksis. HNP cervikalis yang paling sering terdapat diantara C5
dan C6 serta antara C6 dan C7 sehingga menekan radiks C6 dan radiks C7
MANIFESTASI KLINIS
Syaraf cervikal yang berperan pada persyarafan bahu, lengan sampai jari-jari
adalah syaraf cervikal yang berasal dari segmen-segmen medula spinalis C5, C6,
C7 dan C8. Berdasarkan keterangan di atas, radiks-radiks dari segmen inilah yang
memegang peranan timbulkan cervical syndrome.
8
Selain anamnesis, untuk menegakkan diagnosis di dibutuhkan
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
E. HERNIASI NUCLEUS PULPOSUS (HNP)1. Definisi
Hernia Nucleus Pulposus (HNP) adalah turunnya kandungan annulus
fibrosus dari diskus intervertebralis lumbal pada spinal canal atau rupture
annulus fibrosus dengan tekanan dari nucleus pulposus yang menyebabkan
kompresi pada element saraf. Pada umumnya HNP pada lumbal sering terjadi
pada L4-L5 dan L5-S1. Kompresi saraf pada level ini melibatkan root nerve
L4, L5, dan S1. Hal ini akan menyebabkan nyeri dari pantat dan menjalar
ketungkai. Kebas dan nyeri menjalar yang tajam merupakan hal yang sering
dirasakan penderita HNP. Weakness pada grup otot tertentu namun jarang
terjadi pada banyak grup otot.
Nukleus pulposus adalah massa setengah cair yang terbuat dari serat
elastis putih yang membentuk bagian tengah dari diskus intervertebralis,
merupakan suatu gangguan yang melibatkan ruptur annulus fibrosus sehingga
nukleus pulposis menonjol (bulging) dan menekan kearah kanalis spinalis.
2. Anatomi
Diskus intervertebralis menghubungkan korpus vertebra satu sama lain
dari servikal sampai lumbal/sacral. Diskus ini berfungsi sebagai penyangga
beban dan peredam kejut (shock absorber). Diskus intervertebralis terdiri dari
dua bagian utama yaitu :
1. Anulus fibrosus, terbagi menjadi 3 lapis :
a. Lapisan terluar terdiri dari lamella fibro kolagen yang berjalan
menyilang konsentris mengelilingi nucleus pulposus sehingga bentuknya
seakan-akan menyerupai gulungan per (coiled spring).
b. Lapisan dalam terdiri dari jaringan fibro kartilagenus
c. Daerah transisi.
9
Mulai daerah lumbal 1 ligamentum longitudinal posterior makin mengecil
sehingga pada ruang intervertebre L5-S1 tinggal separuh dari lebar semula
sehingga mengakibatkan mudah terjadinya kelainan didaerah ini.
2. Nukleus Pulposus adalah suatu gel yang viskus terdiri dari proteoglycan
(hyaluronic long chain) mengandung kadar air yang tinggi (80%) dan
mempunyai sifat sangat higroskopis. Nucleus pulposus berfungsi sebagai
bantalan dan berperan menahan tekanan/beban. Kemampuan menahan air dari
nucleus pulposus berkurang secara progresif dengan bertambahnya usia.
Mulai usia 20 tahun terjadi perubahan degenerasi yang ditandai dengan
penurunan vaskularisasi kedalam diskus disertai berkurangnya kadar air
dalam nucleus sehingga diskus mengkerut dan menjadi kurang elastic.
Gambar diskus intervertebralis dapat dilihat pada gambar dibawah ini.
Gambar 1. Diskus intervertebralis
10
Gambar 2. Herniasi nukleus pulposus
3. Klasifikasi
HNP terbagi atas beberapa tingkatan :
a. HNP Sentral.
Bila terjadi di sentral akan menimbulkan paraparesis flasid, parestesia dan
retensi urine.
b. HNP Lateral.
Bila terjadi di lateral akan menimbulkan nyeri pada punggung bawah, di
tengah-tengah antara pantat dan betis, belakang tumit dan telapak kaki, akan
terasa juga nyeri tekan dan nyeri disepanjang bagian belakang ( Laseque
positif )
Menurut lokasi penonjolannya, HNP dibedakan menjadi :
a. HNP Sentral.
Tidak selalu didapatkan gejala radikular. Dapat menimbulkan gangguan
pada banyak akar saraf bila mengenai cauda equina atau mielopati apabila
mengenai medula spinalis.
b. HNP Posteolateral.
Pada umumnya terjadi pada vertebra lumbalis.
Grade HNP berdasarkan pemeriksaan MRI, yaitu :
11
a. Protuded intervertebra disc ; penonjolan nukleus kesatu arah tanpa disertai
ruptur dari annulus fibrosus.
b. Proalapsed intervertebra Disc ; nukleus pulposus berpindah tempat tapi
belum keluar dari lingkungan annulus fibrosus.
c. Ekstrured intervertebra Disc ; sebagian dari nukleus pulposus keluar dari
serat – serat annulus fibrosus.
d. Sequestered intervertebrae Disc ; nukleus pulposus telah keluar menembus
ligamentum longitudinale posterior.3
Gambar 3. Staging HNP
4. Faktor Risiko
Faktor risiko yang tidak dapat dirubah :
1. Umur : makin bertambah umur risiko makin tinggi
2. Jenis kelamin : laki-laki lebih banyak dari wanita
3. Riawayat cedera punggung atau HNP sebelumnya
Faktor risiko yang dapat dirubah :
1. Pekerjaan dan aktivitas: duduk yang terlalu lama, mengangkat atau
menarik barang-barang berat, sering membungkuk atau gerakan memutar
12
pada punggung, latihan fisik yang berat, paparan pada vibrasi yang konstan
seperti supir.
2. Olahraga yang tidak teratur, mulai latihan setelah lama tidak berlatih,
latihan yang berat dalam jangka waktu yang lama.
3. Merokok. Nikotin dan racun-racun lain dapat mengganggu kemampuan
diskus untuk menyerap nutrien yang diperlukan dari dalam darah.
4. Berat badan berlebihan, terutama beban ekstra di daerah perut dapat
menyebabkan strain pada punggung bawah.5. Batuk lama dan berulang.
6. Etiologi
Penyebab dari Hernia Nucleus Pulposus (HNP) biasanya dengan
meningkatnya usia terjadi perubahan degeneratif yang mengakibatkan kurang
lentur dan tipisnya nucleus pulposus. Annulus fibrosus mengalami perubahan
karena digunakan terus menerus. Akibatnya, annulus fibrosus biasanya di
daerah lumbal dapat menyembul atau pecah.1
Hernia nucleus pulposus (HNP) kebanyakan juga disebabkan oleh karena
adanya suatu trauma derajat sedang yang berulang mengenai discus
intervertebralis sehingga menimbulkan sobeknya annulus fibrosus. Pada
kebanyakan pasien gejala trauma bersifat singkat, dan gejala ini disebabkan
oleh cidera pada diskus yang tidak terlihat selama beberapa bulan atau bahkan
dalam beberapa tahun. Kemudian pada generasi diskus kapsulnya mendorong
ke arah medulla spinalis, atau mungkin ruptur dan memungkinkan nucleus
pulposus terdorong terhadap sakus doral atau terhadap saraf spinal saat
muncul dari kolumna spinal.
7. Patofisiologi
Pada tahap pertama sobeknya annulus fibrosus bersifat sirkum ferensial.
Karena adanya gaya traumatic yang berulang, sobekan tersebut menjadi lebih
besar dan timbul sobekan radial. Apabila hal ini telah terjadi, maka risiko HNP
hanya menunggu waktu dan trauma berikutnya saja. Gaya presipitasi itu dapat
13
diasumsikan sebagai gaya traumatik ketika hendak menegakkan badan waktu
terpeleset, mengangkat benda berat dan sebagainya.
Menjebolnya (herniasi) nucleus pulposus dapat mencapai ke korpus tulang
belakang diatas atau di bawahnya. Bisa juga menjebol langsung ke kanalis
vertebralis. Menjebolnya sebagian nucleus pulposus ke dalam korpus vertebra
dapat dilihat pada foto rontgen polos dan dikenal sebagai nodus schmorl. Sobekan
sirkum ferensial dan radial pada annulus fibrosus diskus intervertebralis berikut
dengan terbentuknya nodus schmorl merupakan kelainan yang mendasari low
back pain subkronis atau kronis yang kemudian disusul oleh nyeri sepanjang
tungkai yang dikenal sebagai ischialgia atau siatika. Menjebolnya nucleus
pulposus ke kanalis vertebralis berarti bahwa nucleus pulposus menekan radiks
yang bersama-sama dengan arteria radikularis yang berada dalam lapisan dura.
Hal itu terjadi jika penjebolan berada disisi lateral. Setelah terjadi HNP, sisa
discus intervertebralis mengalami lisis, sehingga dua korpus vertebra bertumpang
tindih tanpa ganjalan.
8. Gejala Klinis
Gejala klinis bervariasi tergantung pada derajatnya dan radiks yang terkena.
Pada stadium awal, gejala asimtomatik. Gejala klinis muncul ketika nucleus
pulposus menekan saraf. Gejala klinis yang paling sering adalah iskialgia (nyeri
radikuler). Nyeri biasanya bersifat tajam, seperti terbakar dan berdenyut menjalar
sampai bawah lutut. Bila saraf sensoris kena maka akan memberikan gejala
kesemutan atau rasa baal sesuai dermatomnya. Bila mengenai conus atau cauda
ekuina dapat terjadi gangguan miksi, defekasi dan disfungsi seksual. Nyeri yang
timbul sesuai dengan distribusi dermatom (nyeri radikuler) dan kelemahan otot
sesuai dengan miotom yang terkena.
9. Penegakan Diagnosis
a. Anamnesis
Anamnesis dapat ditanyakan hal yang berhubungan dengan nyerinya.
Pertanyaan itu berupa kapan nyeri terjadi, frekuensi, dan intervalnya; lokasi nyeri;
kualitas dan sifat nyeri; penjalaran nyeri; apa aktivitas yang memprovokasi nyeri;
14
memperberat nyeri; dan meringankan nyeri. Selain nyerinya, tanyakan pula
pekerjaan, riwayat trauma.
b. Pemeriksaan Neurologi
Untuk memastikan bahwa nyeri yang timbul termasuk dalam gangguan
saraf. Meliputi pemeriksaan sensoris, motorik, reflex.
1)Pemeriksaan sensoris, pada pemeriksaan sensoris ini apakah ada
gangguan sensoris, dengan mengetahui dermatom mana yang terkena akan dapat
diketahui radiks mana yang terganggu.
2)Pemeriksaan motorik, apakah ada tanda paresis, atrofi otot.
3)Pemeriksaan reflex, bila ada penurunan atau refleks tendon
menghilang, misal APR menurun atau menghilang berarti menunjukkan segmen
S1 terganggu.
Adapun tes yang dapat dilakukan untuk diagnosis HNP adalah:
1) Pemeriksaan range of movement (ROM). Pemeriksaan ini dapat
dilakukan secara aktif oleh penderita sendiri maupun secara pasif oleh pemeriksa.
Pemeriksaan ROM ini memperkirakan derajat nyeri, function laesa, atau untuk
memeriksa ada/ tidaknya penyebaran rasa nyeri.
2) Straight Leg Raise (Laseque) Test. Tes untuk mengetaui adanya
jebakan nervus ischiadicus. Pasien tidur dalam posisi supinasi dan pemeriksa
memfleksikan panggul secara pasif, dengan lutut dari tungkai terekstensi
maksimal. Tes ini positif bila timbul rasa nyeri pada saat mengangkat kaki dengan
lurus, menandakan ada kompresi dari akar saraf lumbal.
3) Lasegue Menyilang. Caranya sama dengan percobaan lasegue, tetapi
disini secara otomatis timbul pula rasa nyeri ditungkai yang tidak diangkat. Hal
ini menunjukkan bahwa radiks yang kontralateral juga turut tersangkut.
4) Tanda Kernig. Pada pemeriksaan ini penderita yang sedang berbaring
difleksikan pahanya pada persendian panggung sampai membuat sudut 90 derajat.
Selain itu tungkai bawah diekstensikan pada persendian lutut. Biasanya kita dapat
melakukan ekstensi ini sampai sudut 135 derajat, antara tungkai bawah dan
tungkai atas, bila terdapat tahanan dan rasa nyeri sebelum tercapai sudut ini, maka
dikatakan tanda kernig positif.
15
5) Ankle Jerk Reflex. Dilakukan pengetukan pada tendon Achilles. Jika
tidak terjadi dorsofleksi pada kaki, hal ini mengindikasikan adanya jebakan nervus
di tingkat kolumna vertebra L5-S1.
6) Knee-Jerk Reflex. Dilakukan pengetukan pada tendon lutut. Jika tidak
terjadi ekstensi pada lutut, hal ini mengindikasikan adanya jebakan nervus di
tingkat kolumna vertebra L2-L3-L4.
c. Diagnosis Penunjang
1) X-Ray
X-Ray tidak dapat menggambarkan struktur jaringan lunak secara akurat.
Nucleus pulposus tidak dapat ditangkap di X-Ray dan tidak dapat
mengkonfirmasikan herniasi diskus maupun jebakan akar saraf. Namun, X-Ray
dapat memperlihatkan kelainan pada diskus dengan gambaran penyempitan celah
atau perubahan alignment dari vertebra.
2) Mylogram
Pada myelogram dilakukan injeksi kontras bersifat radio-opaque dalam
columna spinalis. Kontras masuk dalam columna spinalis sehingga pada X-ray
dapat nampak adanya penyumbatan atau hambatan kanalis spinalis
3) MR
Merupakan gold standard diagnosis HNP karena dapat melihat struktur
columna vertebra dengan jelas dan mengidentifikasi letak herniasi.
4) Elektromyografi Untuk melihat konduksi dari nervus, dilakukan untuk
mengidentifikasi kerusakan nervus
F. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik dilakukan 1 November 2017 WIB di rumah Ny.PT
a. Keadaan Umum : Tampak sakit ringan.
b. Kesadaran : Compos Mentis
c. GCS : E4M6V5
d. Berat badan : 55 kg
e. Tinggi badan : 152 cm
f. Status Gizi : normoweight
g. Vital sign
16
TD : 140/90 mmHg
Nadi : 76 x/menit, irama regular, isi dan tegangan cukup
RR : 20 x/menit
Suhu : 36 0 C secara aksiler
h. Status Internus
i. Kepala : mesocephal, nyeri belakang kepala (+)
ii. Mata : konjungtiva palpebra pucat (-/-), sklera ikterik (-/-), pupil
isokor (2,5mm/2,5mm), edema pupil (-/-), reflek pupil direk (+/+),
reflek pupil indirek (+/+), reflek kornea (+/+), ptosis (-)
iii. Hidung : napas cuping hidung (-/-), sekret (-/-), septum deviasi (-/-)
iv. Telinga : serumen (+/+), sekret (-/-), nyeri mastoid (-/-)
v. Mulut : bibir sianosis (-), karies dentis (-) atrofi papil lidah (-),
lidah deviasi (-)
vi. Leher : simetris, pembesaran KGB (-), tiroid (dalam batas
normal), Tes Provokasi (Spurling (+)), Tes Distraksi Kepala (+),
Tes Valsava (+)
vii. Thorax :
1. Cor :
a. Inspeksi : tidak tampak ictus cordis
b. Palpasi : Ictus cordis teraba di SIC IV LMCS
c. Perkusi : Batas jantung dalam batas normal
d. Auskultasi: Bunyi jantung I & II (+) normal, bising (-), gallop
(-)
2. Pulmo :
Depan Dextra Sinistra
17
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Pergerakan simetris,
retraksi (-)
Vokal fremitus normal
kanan = kiri
Sonor seluruh lapang paru
SD paru vesikuler (+),
suara tambahan paru:
wheezing (-), ronki (-)
Pergerakan simetris,
retraksi (-)
Vokal fremitus normal
kanan = kiri
Sonor seluruh lapang paru
SD paru vesikuler (+),
suara tambahan paru:
wheezing (-), ronki (-)
Depan Belakang
viii. Abdomen :
1. Inspeksi : dinding abdomen rata, perabaan supel, spider
naevi (-), warna kulit sama dengan warna kulit sekitar
2. Auskultasi : bising usus (+) normal
3. Perkusi : timpani seluruh regio abdomen, ascites (-)
4. Palpasi : nyeri tekan(-), hepar & lien tak teraba
ix. Ekstremitas :
1. Atas : Oedem (-/-), CRT (<2 dtk), Akral dingin (-/-)
2. Bawah : Oedem (-/-), CRT (< 2 dtk), Akral dingin (-/-)
i. Status Neurologis
i. Sikap Tubuh : Simetris
ii. Gerakan Abnormal : Tidak ada
iii. Cara berjalan : terseok-seok
iv. Pemeriksaan Saraf Kranial
Nervus Pemeriksaan Kanan Kiri
N. I. Olfaktorius Daya penghidu Sdn Sdn
N. II. Optikus Daya penglihatan Baik Baik
18
Pengenalan warna Sdn Sdn
Lapang pandang Sdn Sdn
N. III.
Okulomotor
Ptosis - -
Gerakan mata ke medial Baik Baik
Gerakan mata ke atas Baik Baik
Gerakan mata ke bawah Baik Baik
Ukuran pupil 2,5 mm 2,5 mm
Bentuk pupil Bulat Bulat
Refleks cahaya langsung + +
Refleks cahaya
konsensual
+ +
N. IV. Troklearis Strabismus divergen - -
Gerakan mata ke lat-
bwh
Baik Baik
Strabismus konvergen - -
N. V. Trigeminus Menggigit + +
Membuka mulut + +
Sensibilitas muka + +
Refleks kornea + +
Trismus - -
N. VI. Abdusen Gerakan mata ke lateral + +
Strabismus konvergen - -
N. VII. Fasialis Kedipan mata Baik Baik
Lipatan nasolabial Simetris Simetris
Sudut mulut Simetris Simetris
Mengerutkan dahi + +
Menutup mata + +
Meringis + +
Menggembungkan pipi + +
Daya kecap lidah 2/3 ant Sdn Sdn
N. VIII. Mendengar suara bisik + +
Mendengar bunyi arloji + +
19
Vestibulokoklearis
Tes Rinne TD TD
Tes Schwabach TD TD
Tes Weber TD TD
N. IX.
Glosofaringeus
Arkus faring TD TD
Daya kecap lidah 1/3
post
Sdn
Refleks muntah TD
Sengau -
Tersedak -
N. X. Vagus Denyut nadi 76 x/menit
Arkus faring Simetris
Bersuara Normal
Menelan Normal
N. XI. Aksesorius Memalingkan kepala + +
Sikap bahu Normal Normal
Mengangkat bahu + +
Trofi otot bahu Eutrofi Eutrofi
N. XII.
Hipoglossus
Sikap lidah Simetris
20
Artikulasi Baik
Fasikulasi lidah +
Menjulurkan lidah +
Trofi otot lidah Eutrofi
v. Pemeriksaan Motorik
vi. Reflek patologis : (-)
vii. Pemeriksaan Sensibilitas: dbn
viii. Pemeriksaan Fungsi Vegetatif:
1. Miksi : BAK normal, inkontinentia urine
(-), retensio urine (-), anuria (-)
2. Defekasi : BAB cair (-), inkontinentia
alvi (-), retensio alvi (-),
ix. Koordinasi dan keseimbangan
1. Cara berjalan : dbn
2. Tes Romberg : Negatif (-)
3. Tes telunjuk hidung : Normal
4. Tes telunjuk telunjuk : Normal
5. Rebound Phenomenon : Normal
Pemeriksaan Rangsang Meningeal
6. Kaku kuduk : (-)
7. Laseque : (+)
8. Kernig sign : (-)
9. Brudzinski I : (-)
10. Brudzinski II : (-)
11. Brudzinski III : (-)
12. Brudzinski IV : (-)
Pemeriksaan Kognitif
21
G
RP
N N
N N
Cl -/-
Secara umum tidak terdapat gangguan fungsi kognitif pada pasien. Pasien dapat
dengan mudah menyebutkan tanggal dan hari.
H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Rontgen Cervical AP/Lateral/Oblique (5 Agustus 2017)
22
Hasil :
- Alligment kurang lordosis
- Tak tampak kompresi maupun listesis
- Tak tampak penyempitan diskus maupun foramen
intervertebralis
2. EMG ( 5 September 2017)
Hasil
Motorik dan sensorik ekstremitas superior :
- Motorik N. medianus kanan : latensi, amplitude, dan NCV
dbn
- Motorik N. ulnaris kanan : latensi, amplitude dbn dan
NCV menurun
- Sensorik N. Medianus kanan : latensi, amplitude dan NCV
23
dbn
- Sensorik N. Ulnaris kanan : latensi, amplitude, dan NCV
dbn
EMG spasmofilia
Chovstek sign (-), spasme karpal (+)
Kesan
Pada pemeriksaan saat ini didapatkan neuropati motoric N. Ulnaris kanan
lesi demyelinisasi
Pemeriksaan spasmofilia dapat mendukung spasmofilia (+++)
3. MRI 1.5 Tesla (26 September 2017)
Pemeriksaan MRI Cervicothoracal tanpa kontras
24
- T1WI axial, sagital, coronal
- T2WI axial, sagital, coronal
- T2WI fat sat, sagital
- Myelografi
Hasil :
- Pada mielogram tampak indentasi minimal pada regio cervical.
- Alignment normal, tak tampak kompresi maupun listhesis.
- Tak tampak pemipihan corpus vertebra cervical.
- Tak tampak perubahan intensitas sinyal patologis pada corpus vertebra
cervical yang tervisualisasi
- Tampak osteofit multiple pada aspek anterior vertebra C4-Th12 dan
aspek posterior C5-7
- Tak tampak schmorl’s node
- Tak tampak perubahan intensitas sinyal patologis pada medula spinalis
regio cervicalis
- Tak tampak massa ekstra maupun intra spinalis
- Tak tampak diskus intervertebralis cervicothoracal
- Tak tampak intensitas patologis diskus intervertebralis cervicothoracal
- Tampak bulging posteocentral dan posterolateral kanan kiri diskus
intervertebralis C5-6, C6-C7 disertai pendesakan thecal sac dan
penyempitan foramen neuralis setinggi level tersebut
- Tak tampak facet joint fluid collection
- Tak tampak penebalan ligamentum flavum
Kesan :
1. Spondilosis cervicothoracalis
25
2. Bulging posterocentral dan posterolateral kanan kiri diskus intervertebralis
vertebra C5-6, C6-C7 disertai pendesakan thecal sac dan penyempitan
foramen neuralis kanan kiri setinggi level tersebut
3. Bulging posterolateral kanan kiri diskus intervertebralis vertebra C5-6,
disertai pendesakan thecal sac dan penyempitan foramen neuralis kanan
kiri
DISKUSI II
Pada pemeriksaan fisik ditemukan nyeri pada leher, nyeri belakang kepala
dan nyeri bahu yang merupakan kumpulan gejala cervikogenik disertai sampai
penjalaran nyeri ke bagian tangan. Didukung dengan tes Lhermitt (+), Spurling
(+). Suhu tubuh normal menandakan tidak adanya reaksi inflamasi yang
menandakan penyebab nyeri pada leher bukan karena infeksi penyakit. Hasil dari
MRI cervical menunjukan bulging dan pendesakan thecal sac pada C5-6, C6-7,
serta penyempitan foramen neuralis kanan kiri pada segmen C5-6 yang
menguatkan diagnosa HNP cervical. Namun terdapat test laseque (+) yang sesuai
juga pada keluhan Ny.PT yaitu nyeri sampai ke kaki kanan. Mungkin ada
penyakit tambahan yaitu osifikasi postero lateral ligamen (OPLL). OPLL adalah
ganguan umum yang sering dikaitkan dengan gejala neuologi sekunder untuk
kompresi sumsum tulang belakang. OPLL merupakan kalsifikasi abnormal dari
ligamentum longitudinal posterior. Osifikasi OPLL merupakan proses patologis
dimana ligamentum longitudinal posterior menjadi semakin kalsifikasi yang
sering menimbulkan gejala stenosis pada tulang belakang. Manifestasi klinis
OPLL tergantung pada ukuran OPLL, diameter kanalis spinalis dan berbagai
gerakan pada tulang belakang. Beberapa pasien tidak meunjukkan gejala, tetapi
yang lain datang dengan defisit neurologis seperti radikulopati, mielopati, dan
pada kasus berat mengalami gejala usus dan gejala kandung kemih berupa
inkotinensia, timbulnya gejala biasanya bertahap.
I. DIAGNOSIS AKHIR
1. Diagnosis Klinis : Cervical syndrome, Low Back Pain
2. Diagnosis Topis : Radix dan neuron cervical dan lumbal
26
3. Diagnosis Etiologi : Multiple HNP dd OPLL
J. TATALAKSANA
1. Konservatif
- Non Medika Mentosa :
a. Fisioterapi rutin
b. Edukasi :
o Mengendalikan faktor resiko.
o Minum obat dan kontrol ke dokter secara teratur.
o Menjalani fisioterapi secara rutin sesuai jadwal.
- Medikamentosa :
- PO Renadinac 2x50 mg
- PO Ranitidin 2x1mg
- PO Asam folat 2x1 mg
- PO Clobazam 2 x 10 mg
2. Operatif
- Disektomi : Mengangkat fragmen herniasi atau yang keluar dari
diskus intervertebral
- Laminektomi : Mengangkat lamina untuk memajankan elemen neural
pada kanalis spinalis, memungkinkan ahli bedah untuk menginspeksi
kanalis spinalis, mengidentifikasi dan mengangkat patologi dan
menghilangkan kompresi medula dan radiks
- Laminotomi : Pembagian lamina vertebra
- Disektomi dengan peleburan : Graf tulang (Dari krista illaka atau
bank tulang) yang digunakan untuk menyatukan dengan prosessus
spinosus vertebrata. Tujuan peleburan spinal adalah untuk
menstabilkan tulang belakang dan mengurangi kekambuhan.
3. Planning
MRI Lumbosacral
27
K. PROGNOSIS
- Death : Dubia ad bonam
- Disease : Dubia ad bonam
- Dissability : Dubia ad bonam
- Discomfort : Dubia ad bonam
- Dissatisfaction : Dubia ad bonam
- Distutition : Dubia ad bonam
DISKUSI III
1. Renadinac
Renadinac mengandung zat aktif Diclofenac, obat yang termasuk
golongan nonsteroidal anti-inflammatory drug (NSAID) dengan nama kimia 2-
(2,6-dichloranilino) asam fenilasetat. Cara kerja Diclofenac adalah menghambat
kerja enzim siklooksigenase (COX). Enzim ini berfungsi untuk membantu
pembentukan prostaglandin saat terjadinya luka dan menyebabkan rasa sakit dan
peradangan. Dengan menghalangi kerja enzim COX, prostaglandin lebih sedikit
diproduksi, yang berarti rasa sakit dan peradangan akan mereda.
2. Ranitidin
Termasuk sebagai obat H2 reseptor bloker. Bekerja dengan Mengurangi
produksi asam lambung. Menghambat secara kompetitif histamin pada reseptor
H2 sel-sel parietal lambung, yang menghambat sekresi asam lambung; volume
lambung dan konsentrasi ion hidrogen berkurang. Tidak mempengaruhi sekresi
pepsin, sekresi faktor intrinsik yang distimulasi oleh penta-gastrin, atau serum
gastrin. H2 antagonis adalah inhibitor kompetitif histamin pada reseptor H2 sel
parietal. Mereka menekan sekresi asam normal (alami) oleh sel parietal dan
sekresi asam yang dirangsang makan. Mereka melakukannya dengan dua
mekanisme: histamin yang dilepaskan oleh sel-sel ECL dalam perut diblokir dari
28
pengikatan dengan reseptor H2 sel parietal yang merangsang sekresi asam, dan zat
lain yang meningkatkan sekresi asam (seperti gastrin dan asetilkolin) efek yang
dimiliki pada sel parietal dikurangi ketika reseptor H2 diblokir.
3. Asam Folat
Secara alami konjugat asam folat (folat makanan, pteroylpolyglutamates)
yang ada dalam berbagai makanan, terutama hati, ginjal, ragi, sayuran berdaun
hijau, sayuran lainnya, buah jeruk dan jus, dan legumes. Sebuah sumber eksogen
asam folat diperlukan untuk sintesis nukleoprotein dan pemeliharaan
erythropoiesis yang normal. Pada kasus ini asam folat digunakan untuk
4. Carbamazepin
Carbamazepine merupakan obat dengan fungsi untuk mencegah dan
mengontrol kejang(anti konvulsan). Obat ini termasuk dalam kelas obat yang
dikenal sebagai antikonvulsant atau obat anti epilepsi. Obat ini juga digunakan
untuk meredakan tipe-tipe sakit saraf tertentu (seperti trigeminal neuralgia). Obat
ini bekerja dengan mengurangi penyebaran aktivitas kejang pada otak dan
mengembalikan keseimbangan normal aktivitas saraf.
Selain diberikan obat, bisa juga ditatalaksana dengan operatif. Tujuan
terapi operatif ialah mengurangi tekanan pada radiks saraf untuk mengurangi
nyeri dan mengubah defisit neurologik.
Tindakan operatif pada HNP harus berdasarkan alasan yang kuat
yaitu berupa:
- Defisit neurologik memburuk.
- Gangguan otonom (miksi, defekasi, seksual).
- Paresis otot tungkai bawah.
- Terapi Konservatif gagal
29
30
DAFTAR PUSTAKA
1. Volume ke-2. Edisi ke-7. United states: Elsevier; 2012.
2. Yeung JT, John IJ, Aftab SK. Cervical disc herniation presenting with neck
pain and contralateral symptoms: a case report. J Med Case Rep. 2012; 6:166
3. Klezl Z, Coughlin TA. Focus on cervical myelopathy. British Editorial Society
of Bone and Joint Surgery; 2012.
4. Daroff, jankovic, Mazziotta, Pomeroy
5. Yeung JT, John IJ, Aftab SK. Cervical disc herniation presenting with neck
pain and contralateral symptoms: a case report. J Med Case Rep. 2012; 6:166.
6. Schmalstieg William F, Brian GW. Approach to acute or subacute
myelopathy. Department of Neurology: Mayo Clinic College of Medicine.
2010; 75:S2-S8.
7. Hassan HA. Cervical spondylosis [internet]. Suez Canal University: Center of
Research and Development in Medical Education and Health Services Suez
Canal University Hospital; 2016 [disitasi tanggal 23 Agustus 2016]. Tersedia
dari:Bradley’s neurology in clinical practice.
http://emedicine.medscape.com/article/3 06036-overview
8. Kumala, poppy. Kamus Saku Kedokteran Dorland. Jakarta. Edisi Bahasa
Indonesia. 1998. hal 505
31
9. Company Saunder. B. W. Classification, diagnostic imaging, and imaging
characterization of a lumbar. Volume 38. 2000
10. Autio Reijo. MRI Of Herniated Nucleus Pulposus. Acta Universitatis
Ouluensis D Medica. 2006. Hal 1-31
11. Sylvia A. Price. Lorraine M. Wilson. Patofisiologi Konsep-konsep prose
penyakit. Jakarta : 1995. EGC. Hal 1023-1026
32