LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM FARMAKOLOGI PERCOBAAN 7 UJI EFEK DIURETIK Disusun oleh : Golongan II Kelompok 4 Kintyas Asokawati (G1F014069) Irenne Agustina Tanto (G1F014071) Alifah Itmi Mushoffa (G1F014073) Gasti Giopenra Benarqi (G1F014075) Tanggal Praktikum : 10 Juni 2015 Nama Dosen Pembimbing Praktikum : Hanif Nasiatul Baroroh, M.Sc., Apt. Nama Asisten Praktikum : Intan dan Yessy JURUSAN FARMASI
35
Embed
irenneagustina.files.wordpress.com · Web viewUJI EFEK DIURETIK. PERCOBAAN 7. PENDAHULUAN. Latar Belakang. Diuretik adalah suatu agen obat yang dapat meningkatkan volume urin atau
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM FARMAKOLOGI
PERCOBAAN 7
UJI EFEK DIURETIK
Disusun oleh :
Golongan II Kelompok 4
Kintyas Asokawati (G1F014069)
Irenne Agustina Tanto (G1F014071)
Alifah Itmi Mushoffa (G1F014073)
Gasti Giopenra Benarqi (G1F014075)
Tanggal Praktikum : 10 Juni 2015
Nama Dosen Pembimbing Praktikum : Hanif Nasiatul Baroroh, M.Sc., Apt.
Nama Asisten Praktikum : Intan dan Yessy
JURUSAN FARMASI
FAKULTAS ILMU – ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO
2015
UJI EFEK DIURETIK
PERCOBAAN 7
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Diuretik adalah suatu agen obat yang dapat meningkatkan volume urin atau laju aliran
urin dengan cara meningkatkan ekskresi air dan Na+ serta digunakan untuk meregulasi
volume atau komposisi cairan tubuh pada beberapa keadaan contohnya edema.
Pada abad ke-16, Obat-obat diuretik telah diperkenalkan oleh Paracelsus sebagai terapi
edema. Kemudian pada tahun 1930, Swartz menemukan bahwa sulfanilamide (antimikrobial)
dapat mengobati pasien gagal jantung, yaitu dengan meningkatkan ekskresi dari Na+. Sejak
diketahui bahwa obat-obat antimikroba seperti sulfanilamide memiliki efek samping terhadap
perubahan komposisi dan jumlah ekskresi urin, dilakukan berbagai penelitian terhadap obat-
obat diuretik kembali.
Diuretik adalah obat yang paling banyak diresepkan di USA. Hal ini dikarenakan obat
diuretik cukup efektif untuk pengobatan. Akan tetapi, efek samping dari obat-obat diuretik
juga banyak. Sehingga sebagai seorang dokter umum perlu mengetahui jenis-jenis obat
diuretik agar dapat memberikan terapi diuretik secara rasional kepada pasien.
Diuretik dalam kehidupan sehari contohnya pada obat furosemide, spironolakton,
dimana obat furosemide dan spironolakton adalah obat-obat yang digunakan untuk diuretic
yang fungsinya dalam mengurangi tekanan darah dan mengeluarkan urine yang terdapat di
dalam tubuh. Adapun pentingnya mempelajari diuretik bagi seorang farmasis yaitu bisa
memahami dan mengetahui hal apa yang bisa menyebabkan terjadinya diuresis, sekaligus
mengetahui obat-obat yang termasuk dalam golongan diuretik, dan mengetahui patofisiologi
dari diuretik.
B. Tujuan Percobaan
Mengenal, mempraktikkan dan membandingkan efek diuretik dari furosemid,
hidroklortiasid, dan spironolakton
C. Dasar Teori
Diuretika adalah zat-zat yang dapat memperbanyak pengeluaran kemih (diuresis)
melalui kerja langsung terhadap ginjal. Obat-obat lainnya yang menstimulasi diuresis dengan
1
mempengaruhi ginjal secara tidak langsung tidak termasuk dalam defenisi ini, misalnya, zat-
zat yang memperkuat kontraksi jantung (digoksin, teofilin),memperbesar volume darah
(dekstran), atau merintangi sekresi hormon anti diuretik ADH (Tjay, T.H., K. Rahardja,
2002).
Obat-obatan yang menyebabkan suatu keadaan meningkatnya aliran urine disebut
Diuretik. Obat-obat ini merupakan penghambat transpor ion yang menurunkan reabsorbsi
Na+ dan ion lain seperti Cl+ memasuki urine dalam jumlah lebih banyak dibandingkan dalam
keadaan normal bersama-sama air, yang mengangkut secara pasif untuk mempertahankan
keseimbangan osmotic. Perubahan Osmotik dimana dalam tubulus menjadi menjadi
meningkat karena Natrium lebih banyak dalam urine, dan mengikat air lebih banyak didalam
tubulus ginjal. Dan produksi urine menjadi lebih banyak. Dengan demikian diuretic
meningkatkan volume urine dan sering mengubah PH-nya serta komposisi ion didalam urine
dan darah (Halimudin, 2007).
Mekanisme Kerja Diuretik ada tiga faktor utama yang mempengaruhi respon diuretik
ini. Pertama, tempat kerja diuretik di ginjal. Diuretik yang bekerja pada daerah yang
reabsorbsi natrium sedikit, akan memberi efek yang lebih kecil bila dibandingkan dengan
diure-tik yang bekerja pada daerah yang reabsorbsi natrium banyak. Kedua, status fisiologi
dari organ. Misalnya dekompensasi jantung, sirosis hati, gagal ginjal. Dalam keadaan ini akan
memberikan respon yang berbeda terhadap diuretik. Ketiga, interaksi antara obat dengan
reseptor. Sebagaimana umumnya diketahui, diuretik digunakan untuk merangsang terjadinya
diuresis. Penggunaan diuretik sudah demikian luas (Siregar, P., W.P., R. Oesman, R.P.
Sidabutar , 2008).
Kebanyakan diuretika bekerja dengan mengurangi reabsorpsi natrium dan air,
sehingga pengeluarannya lewat kemih diperbanyak. Obat-obat ini bekerja khusus terhadap
tubuli. Tetapi juga di tempat lain, yakni di:
1) Tubuli Proksimal
Ultrafiltrat mengandung sejumlah besar garam yang di sini direabsorpsi secara aktif
untuk lebih kurang 705, antara lain ion Na+ dan air, begitu pula glukosa dan ureum.
Karena reabsorpsi berlangsung secara proporsionalk, maka susunan filtrat tidak berubah
dan tetap isotonis terhadap plasma. Diuretika osmotis (manitol, sorbitol) bekerja di sini
dengan merintangi reabsorpsi air dan juga natrium.
2
2) Lengkungan Henle.
Di bagian menaik lengkungan Henle ini, sekitar 25% dari semua ion Cl - yang telah
difiltrasi direabsorpsi secara aktif, disusul dengan reabsorpsi pasif dari Na+ dan K+, tetapi
tanpa air, hingga filtrat menjadi hipotonis. Diuretika lengkungan, seperti furosemid,
bumetanida, dan etakrinat bekerja terutama di sini dengan merintangi transpor Cl- dan
demikian reabsorpsi Na+. Pengeluaran K+ dan air juga diperbanyak.
3) Tubuli distal.
Di bagian pertama segmen ini, Na+.direabsorpsi secara aktif pula tanpa air hingga
filtrat menjadi lebih cair dan lebih hipotonis. Senyawa thiazida dan klortalidon bekerja di
tempat ini dengan memperbanyak ekskresi Na+ dan Cl- sebesar 5-10%. Di bagian kedua
segmen ini, ion Na+ ditukarkan dengan ion K+ atau NH4+(Tjay, T.H., 2002).
Berdasarkan aspek mekanisme kerjanya, diuretik dibagi menjadi 2, yaitu (Rang HP,
2011):
1. Diuretik Osmotik
2. Diuretika Penghambat Mekanisme Transport Elektrolit di dalam tubuli ginjal
1. Diuretik Osmotik
Istilah diuretic Osmotik biasanya dipakai untuk zat bukan elektrolit yang mudah dan
cepat diskskresi oleh ginjal. Suatu zat dapat bertindak sebagai diuretic osmotic apabila
memenuhi 4 syarat: (1) difiltrasi secara bebas oleh glomerulus. (2) tidak atau hanya
sedikit direbasorbsi sel tubulus ginjal. (3) secara farmakologis merupakan zat yang inert,
dan (4) umumnya resisten terhadap perubahan-perubahan metabolic (Katzung, 1998).
Dengan sifat-sifat ini, maka diueretik osmotic dapat diberikan dalam jumlah cukup besar
sehingga turut menentukan derajat osmolalitas plasma, filtrate glomerulus dan cairan
tubuli (Aidan, 2008).
Tubulus kontortus proksimal dan ansa henle cabang desenden sangat permeabel
terhadap air. Agen apapun yang aktif secara osmotik yang difiltrasi glomerulus tapi tidak
direabsorpsi menyebabkan retensi air di segmen ini sehingga menimbulkan diuresis air.
Agen seperti demikian dapat digunakan untuk menurunkan tekanan intrakranial dan untuk
3
cepat menghilangkan racun ginjal. Manitol adalah prototipe dari diuretik osmotik. Selain
manitol, ada juga gliserin, isosorbid, dan urea (Katzung,2010).
Obat-obat ini direabsorpsi sedikit oleh tubuli sehingga reabsorpsi air juga terbatas.
Efeknya al diuresis osmotik dengan ekskresi air tinggi dan eksresi Na sedikit. Istilah
diuretik osmotik biasanya dipakaiuntuk zat bukan elektrolit yang mudah dan cepat
diekskresi oeh ginjal. Contoh dari diuretik osmotik adalah ; manitol, urea, gliserin dan
isisorbid (Aidan, 2008).
Manitol adalah alkohol gula yang terdapat dalam tumbuh-tumbuhan dan getahnya.
Efek diuresisnya pesat tetapi singkat an dapat melintasi glomeruli secara lengkap, praktis
tanpa reabsorpsi pada tubuli, sehingga penyerapan kembali air dapat dirintangi secara
osmotik. Terutama digunakan sebagai infus untuk menurunkan tekanan intraokuler pada
glaucoma (Aidan, 2008).
Beberapa Mekanisme aksi dari kerja Manitol sekarang ini adalah segagai berikut:
1) Menurunkan Viskositas darah dengan mengurangi haematokrit, yang penting untuk
mengurangi tahanan pada pembuluh darah otak dan meningkatkan aliran darahj keotak, yang
diikuti dengan cepat vasokontriksi dari pembuluh darah arteriola dan menurunkan volume
darah otak. Efek ini terjadi dengan cepat (menit).
2) Manitol tidak terbukti bekerja menurunkan kandungan air dalam jaringan otak yang
mengalami injuri, manitol menurunkan kandungan air pada bagian otak yang yang tidak
mengalami injuri, yang mana bisa memberikan ruangan lebih untuk bagian otak yang injuri
untuk pembengkakan (membesar).
3) Cepatnya pemberian dengan Bolus intravena lebih efektif dari pada infuse lambat dalam
menurunkan Peningkatan Tekanan intra cranial.
4) Terlalu sering pemberian manitol dosis tinggi bisa menimbulkan gagal ginjal. ini
dikarenakan efek osmolalitas yang segera merangsang aktivitas tubulus dalam mensekresi
urine dan dapat menurunkan sirkulasi ginjal.
5) Pemberian Manitol bersama Lasik (Furosemid) mengalami efek yang sinergis dalam
menurunkan PTIK. Respon paling baik akan terjadi jika Manitol diberikan 15 menit sebelum
Lasik diberikan. Hal ini harus diikuti dengan perawatan managemen status volume cairan dan
elektrolit selama terapi Diuretik (Aidan, 2008).
4
Tubulus kontortus proksimal dan ansa henle cabang desenden sangat permeabel
terhadap air. Agen apapun yang aktif secara osmotik yang difiltrasi glomerulus tapi tidak
direabsorpsi menyebabkan retensi air di segmen ini sehingga menimbulkan diuresis air. Agen
seperti demikian dapat digunakan untuk menurunkan tekanan intrakranial dan untuk cepat
menghilangkan racun ginjal. Manitol adalah prototipe dari diuretik osmotik. Selain manitol,
ada juga gliserin, isosorbid, dan urea (Katzung BG, 2010).
Farmakokinetik
Diuretik osmotik sulit diabsorpsi. Sehingga obat ini harus diberikan secara parenteral.
Jika diberikan peroral, manitol menyebabkan diare osmotik. Manitol tidak dimetabolisme dan
diekskresi melalui filtrasi glomerulus dalam waktu 30-60 menit, tanpa adanya reabsorpsi
ataupun sekresi tubular yang berarti (Katzung BG, 2010).
Farmakodinamik
Diuretik osmotik terutama bekerja di tubulus kontortus proksimal dan ansa henle
cabang desenden. Melalui efek osmotik, diuretik ini melawan kerja ADH di tubulus koligen
renalis. Adanya bahan yang tidak dapat direabsorpsi, seperti manitol mencegah absorpsi
normal air dengan menimbulkan tekanan osmotik yang melawan keseimbangan. Akibatnya,
volume urin meningkat. Peningkatan laju aliran urin menurunkan waktu kontak antara cairan
dan epitel tubulus sehingga menurunkan reabsorpsi Na+ dan juga reabsorpsi air. Natriuresis
yang terjadi kurang berarti dibandingkan dengan diuresis air, yang kemudian menyebabkan
kehilangan banyak cairan tubuh dan hipernatremia (Katzung BG, 2010).
Dosis dan Indikasi Klinis
Indikasi diuretik osmotik antara lain, yaitu (Katzung BG, 2010):
- Meningkatkan volume urin
- Penurunan tekanan intrakranial
Dosis yang diberikan untuk tujuan meningkatkan volume urin awalnya 12.5 g secara
intra vena (dosis uji) sebelum memulai infus kontinu. Manitol tidak boleh dilanjutkan kecuali
terdapat peningkatan laju aliran urinlebih dari 50 ml/jam dalam waktu 3 jam setelah
pemberian dosis uji. Manitol dengan dosis 12.5-25 g dapat diulang pemberiannya tiap 1-2 jam
5
untuk mempertahankan laju aliran urin agar berada diatas 100 ml/jam. Penggunaan jangka
panjang tidak dianjurkan. Untuk fungsi penurunan tekanan intrakranial dan intraokular dapat
diberikan manitol secara intravena dengan dosis 1-2 g/kg. monitoring tekanan intrakranial,
karena tekanan intrakranial harus turun dalam waktu 60-90 menit (Katzung BG, 2010).
Efek Samping
Efek samping yang dapat terjadi antara lain, yaitu (Katzung,2010).:
- Ekspansi cairan ekstrasel
- Dehidrasi, hiperkalemia, dan hipernatremia
- Sakit kepala, mual, dan muntah
- Edema paru (pada pasien gagal jantung dan kongesti paru)
2. Diuretika Penghambat Mekanisme Transport Elektrolit di dalam tubuli ginjal
a. Diuretik Kuat atau Diuretik Loop (Inhibitor symport Na+-K+-2Cl-)
Diuretik loop adalah diuretik terkuat karena kemampuannya untuk mengekskresikan
Na+ sebanyak 15-25%. Diuretik ini secara selektif menghambat reabsorpsi NaCl dengan cara
menghambat symport Na+-K+-2Cl- bagian membran luminal pada ansa henle cabang asenden
tebal. Karena efek diuretiknya tidak dibatasi oleh asidosis, seperti pada kasus inhibitor
karbonik anhidrase, diuretik loop adalah salah satu agen diuretik paling efektif yang tersedia
(Katzung BG, 2010). Khasiat diuretik loop dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu: (1) sekitar 25%
beban Na+ yang difiltrasi secara normal direabsorpsi oleh bagian ascenden tebal, dan (2)
segmen-segmen nefron sebelum bagian ascenden tebal tidak mempunyai kapasitas reabsorpsi
yang cukup untuk mendapatkan kembali berlimpahnya senyawa yang keluar dari bagian naik
yang tebal (Hardman JG, 2005).
Kimiawi
Diuretik loop atau inhibitor symport Na+-K+-2Cl- merupakan golongan obat yang
memiliki struktur kimia yang beragam. Furosemida, bumetanida, azosemida, piretanida, dan
tripamida termasuk dalam diuretik loop golongan sulfonamida. Sedangkan asam etakrinat
merupakan derivat dari asam fenoksiasetat yang mengandung gugus keton dan metilen.
Diuretik merkurium organik juga dapat menghambat transport garam pada ansa henle cabang 6
asenden tebal. Akan tetapi, karena toksisitas yang tinggi golongan ini sudah tidak digunakan
lagi (Katzung BG, 2010).
Farmakokinetik
Diuretik loop cepat diabsorpsi dan dieliminasi oleh ginjal melalui filtrasi glomerulus
dan sekresi tubulus. Torsemid oral diabsorpsi dalam waktu 1 jam dan jika diberikan intravena
absorpsinya hampir sempurna. Durasi efek torsemid sekitar 4-6 jam. Sedangkan furosemid
memerlukan waktu yang lebih panjang untuk diabsorpsi yaitu 2-3 jam, dan dengan durasi efek
yang lebih pendek yaitu 2-3 jam. Waktu paruh keduanya bergantung pada fungsi ginjal.
Pemberian obat-obat lain seperti NSAID atau probenesid dapat mengurangi sekresi asam
lemah yang menyebabkan penurunan sekresi diuretik loop (Katzung BG, 2010).
Farmakodinamik
Mekanisme kerja dari diuretik loop adalah dengan menghambat symport Na+-K+-2Cl-
di lumen ansa henle cabang ascenden tebal. Hal ini menyebabkan penurunan reabsorpsi
terhadap NaCl serta mengurangi potensial positif di lumen akibat difusi kembali K+ yang
meningkatkan ekskresi dari Mg2+ dan Ca2+. Hal ini dapat memicu terjadinya hipomagnesium
pada penggunaan berkepanjangan. Hipokalsemia tidak terjadi pada pemberian diuretik loop
dikarenakan absorpsi Ca2+ di usus dapat dipicu oleh vitamin D dan Ca2+ juga aktif direabsorpsi
pada tubulus kontortus distal (Katzung BG, 2010).
Pada pasien dengan gangguan hiperkalsemia, dapat diberikan kombinasi antara diuretik loop
dan infus saline untuk meningkatkan ekskresi Ca2+. Agen seperti NSAID dapat mengganggu
kerja diuretik loop melalui penurunan sintesis prostaglandin (berperan dalam kerja diuretik di
ginjal) sehingga perlu berhati-hati terutama pada pasien dengan sindrom nefrotik atau sirosis
hepatik (Katzung BG, 2010).
Selain memiliki aktivitas diuretik, diuretik loop juga memiliki efek yang belum diketahui
secara lengkap terhadap aliran darah. Contohnya pada penggunaan furosemid secara intravena
pada pasien dengan edema paru et causa gagal jantung akut, dapat memberikan efek
vasodilator (terapi yang berguna) sebelum muncul efek diuretik (Rang HP, 2011).
Indikasi klinis dan Dosis
Indikasi klinis penggunaan diuretik loop antara lain, yaitu (Katzung BG, 2010) :
Guyton AC, Hall JE, 2006, Textbook of Medical Physiology: The Body Fluids and Kidneys.
11th Edition, Elsevier Saunders, Philadelphia, p. 308-10.
Halimudin, 2007, Terapi Diuretik Osmotik (Manitol) Pada Gangguan Sistem Persarafan.
www.nardinurses.files.wordpress.com, Diakses pada 14 Juni 2015.
Hardman JG, Limbird LE, Gilman AG, 2005,Goodman & Gilman’s The Pharmacological Basic of Therapeutics: Drugs Affecting Renal and Cardiovascular Function, 11th Edition, McGraw-Hill, California, p. 735-62.
Katzung BG, 2010, Farmakologi Dasar dan Klinik: Obat-Obat Kardiovaskular-Ginjal, Edisi 10, EGC, Jakarta, p. 240-58.
Rang HP, Dale MM, R itter JM, Flower RJ, Henderson G, 2011, Rang and Dale’s Pharmacology: DrugsAffecting Major Organ Systems, 7th Edition, Elsevier Saunders, Philadelphia, p. 353-56.
Siregar, P., W.P., R. Oesman, R.P. Sidabutar, 2008, Masalah Penggunaan Diuretika.
www.kalbe.co.id, Diakses pada 14 Juni 2015 Pukul 21:52.
Tjay, T.H., K. Rahardja, 2002, Obat-Obat Penting Khasiat, Penggunaan, dan Efek-
Efek Sampingnya, Edisi Kelima, Cetakan Pertama, PT Elex Media Komputindo,
Jakarta.
VIII. LAMPIRAN
1. Ada berapa macam diuretik? Jelaskan dan berikan contohnya.
Jawab:
Obat diuretik dibagi menjadi 2 yaitu:
a. Beraksi langsung pada sel nefron
Obat golongan ini dibagi menjadi 3:
Loop diuretics
Obat ini bereaksi menghambat co-transporter Na+/K+/2Cl- pada ascending limb
lengkung henle sehingga menghambat reabsorbsi Na+ dan Cl-. Peningkatan Na+ dalam
filtrat nefron ketika berada bagian tubulus kolektivus akan mengakibatkan sekresi K+