WAYANG POTEHI TIONGKOK DI KOTA TEBING TINGGI SUMATERA UTARA: ANALISIS PERTUNJUKAN DAN TEKS 印印印印印印印印印 (Yìnní dīng yí bùdàixì yánjiū ) SKRIPSI SARJANA Oleh: ADE IMA MELATI HARAHAP 100710032 PROGRAM STUDI SASTRA CINA FAKULTAS ILMU BUDAYA UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN i
145
Embed
tifibusu.weebly.com€¦ · Web viewSeluruh teman-teman seperjuangan Stambuk 2010 Program Studi Sastra China yang telah memberikan dukungan serta senantiasa menemani selama 4 tahun
This document is posted to help you gain knowledge. Please leave a comment to let me know what you think about it! Share it to your friends and learn new things together.
Transcript
WAYANG POTEHI TIONGKOK DI KOTA TEBING TINGGI SUMATERA UTARA: ANALISIS PERTUNJUKAN DAN TEKS
印尼丁宜布袋戏研究 (Yìnní dīng yí bùdàixì yánjiū )
SKRIPSI SARJANA
Oleh:
ADE IMA MELATI HARAHAP
100710032
PROGRAM STUDI SASTRA CINA
FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2014
i
WAYANG POTEHI TIONGKOK DI KOTA TEBING TINGGI SUMATERA UTARA: ANALISIS PERTUNJUKAN DAN TEKS
印尼丁宜布袋戏研究 (Yìnní dīng yí bùdàixì yánjiū )
SKRIPSI
Skripsi ini ditujukan kepada Panitia Ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan untuk melengkapi salah satu syarat Ujian Sarjana dalam bidang ilmu Sastra Cina
Oleh:
ADE IMA MELATI HARAHAP
100710032
PROGRAM STUDI SASTRA CINA
FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2014
ii
WAYANG POTEHI TIONGKOK DI KOTA TEBING TINGGI SUMATERA UTARA: ANALISIS PERTUNJUKAN DAN TEKS
印尼丁宜布袋戏研究 (Yìnní dīng yí bùdàixì yánjiū )
SKRIPSI
Skripsi ini ditujukan kepada Panitia Ujian Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara Medan untuk melengkapi salah satu syarat Ujian Sarjana dalam bidang ilmu Sastra Cina.
Oleh:
ADE IMA MELATI HARAHAP100710032
Pembimbing I,
Drs. Muhammad Takari, M.Hum., Ph.D.
NIP 196512211991031001
Pembimbing II,
Peng Pai, M.A
PROGRAM STUDI SASTRA CINA
FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
iii
ABTRACT
Chinese Puppet Theatre in Tebing Tinggi City: Performance and Text of Presenting Analysis.This research reviews two aspect in Chinese Puppet Performance.There are is perfomance and text. To analyze, the writer used Performance and Linguistik Systemic Functional (LSF) theory. The background of this paper is because the glove puppet know is wayang potehi, originated from Fujian, was originally in Hokkian dialect and performed Chinese legend. In is journay, Potehi used Low Malay language which become Indonesian language. However, it is not a standard. Potehi puppet have become parts of our culture where in Tebing Tinggi city is every year always performe. Potehi deserve more attention from goverment and public.
Keywords: Chinese Culture, Chinese Puppet Theatre, Perfomance, Text
i
KATA PENGANTAR
Syukur Alhamdulillah atas kehadirat Allah Subhana Wataala atas hadirat serta
rahmat yang telah diberikan-Nya kepada penulis mulai dari masa perkuliahan
perkuliahan sampai dengan tahap penyelesaian tugas akhir. Adapun tugas akhir yang
diberi judul “Wayang Potehi Tiongkok: Analisis Pertunjukan dan Teks di Kota Tebing
Tinggi, Sumatera Utara” ini disusun sebagai persyaratan untuk memperoleh gelar
Sarjana Ilmu Budaya, Program Studi Sastra Cina, Fakultas Ilmu Budaya, Universitas
Sumatera Utara. Dalam skripsi ini penulis menganalisis serta mendeskripsikan
bagaimana struktur pertunjukan wayang potehi yang berlangsung dari awal dimulai
hingga akhir pertunjukan. Sungguh suatu hal yang luar biasa dimana akhirnya tugas
akhir ini dapat diselesaikan dengan baik dan tepat pada waktu yang diharapkan
Dalam menyusun Skripsi ini, tidak terlepas bantuan dari berbagai pihak yang
telah memberikan dukungan, semangat, waktu, bimbingan dan doa kepada penulis. Oleh
karena itu, penulis ingin menyampaikan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada :
1. Rektor Universitas Sumatera Utara, Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu,
D.T.M.&H.,M.Sc.(C.T.M), Sp.A.(K.). atas kesempatan yang diberikan kepada
penulis sehingga penulis berstatus mahasiswi Program Studi Sastra Cina,
Universitas Sumatera Utara serta kesempatan untuk menyelesaikan Studi S-I di
Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara dengan baik.
2. Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sumatera Utara , Bapak Dr. Syahron
Lubis, M.A. atas kesempatan dan waktu yang telah diberikan kepada penulis
sehingga dapat menyelesaikan Studi S-I di Fakultas Ilmu Budaya Universitas
Sumatera Utara dengan baik.
ii
3. Ketua Departemen Program Studi Sastra China Ibu Dr. T.Thyrhaya Zein, M.A.
yang dengan sabar selalu memberikan petunjuk dan pengarahan kepada penulis
semasa perkuliahan.
4. Sekretaris Departemen Program Studi Sastra China Ibu Dra. Nur Cahaya
Bangun, M.Si. atas pengarahan yang diberikan untuk penulis mulai dari masa
perkuliahan sampai saat ini.
5. Dosen pembimbing I Bapak Drs. Muhammad Takari, M.Hum., Ph.D. yang telah
dengan sabar membimbing, menasehati serta memberikan bimbingan yang baik
kepada penulis selama mengerjakan tugas akhir ini sehingga terselesaikan
dengan baik.
6. Dosen pembimbing II Cao Xia, M.A Laoshi serta Peng Pai, M.A Laoshi yang
telah sabar membimbing dan susah payah membantu mengerjakan tugas akhir
dalam bahasa mandarin. Tak lupa juga kepada Shen Mi, M.A Laoshi yang sudah
memberikan semangat dan dukungan dalam menyelesaikan tugas akhir ini.
7. Kedua Orangtua tersayang, kak Rini Elvida Harahap, bang Yoandi Putra
Harahap, dan adikku tercinta Ivan Sanjaya Harahap serta seluruh keluarga,
Bulek, Palek, adik kembar kesayangan (Alika dan Alya), yang telah memberikan
dukungan, semangat dan doa sehingga tugas ini selesai dengan baik dan tepat
waktu.
8. Adik-adik angkatku tercinta dan tersayang Grace Wandahana Napitu dan
Sarvina Putri Naiharop Hasibuan yang telah membantu, menemani,
memberikan saran, semangat yang luar biasa serta kenangan yang istimewa.
Love you... want you... need you...
iii
9. Seluruh dosen dan staf pengajar Program Studi Sastra China, Kak Endang
tersayang yang setia membantu mengurus segala urusan akademik dan selalu
memberi pengarahan yang baik. Kakak senior, kak Sheyla dan bang Kassa yang
bersedia membantu dan memberikan pengarahan saat mengerjakan skripsi.
10. Seluruh teman-teman seperjuangan Stambuk 2010 Program Studi Sastra China
yang telah memberikan dukungan serta senantiasa menemani selama 4 tahun
masa perkuliahan suka dan duka serta memberi semangat, terkhusus buat abang
Jameisso yang sudah bersedia menemani menjelajah. Sindy, Jesica, para badboy
15. Teman-teman dan kakak-kakak satu kos yang sudah senantiasa menemani dan
menjadi penyemangat, kak Dedek, kak Dian, kak Vika, kak Ayu, kak Sabet, Ine,
dan Nova.
iv
16. Informan yang telah memberikan waktu dan kesempatan serta memberikan ilmu
kepada penulis, yaitu Bapak Budhi Dharma, Bapak Ismail Budiman, Bapak Toni
Harsono sebagai dalang Wayang Potehi , dan beberapa masyarakat yang telah
berkenan diwawancari Akong, Bapak Kiki, dll.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Penulis
berharap agar tulisan ini bermanfaat bagi para pembaca. Selain itu dapat menjadi
sumbangan untuk ilmu pengetahuan, khususnya dalam bidang Sastra Cina.
Oleh sebab itu, kepada semua pihak penulis sangat mengharapkan saran dan
kritik yang bersifat membangun, demi perbaikan skripsi ini.
Medan, 16 Juli 2014
Penulis
ADE IMA MELATI HARAHAPNIM. 100710032
v
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Contoh Wayang Potehi ....................................................................... 12 Gambar 2 Lakon Sie Djin Kwie dan Liu Kim Hwa ............................................. 30Gambar 3 Panggung Pertunjukan Wayang Potehi ............................................... 31Gambar 4 Alat Musik Pertunjukan Wayang Potehi ............................................. 32
vi
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Jumlah Penduduk Menurut Kecamatan dan Jenis Kelamin di Kota Tebing Tinggi Tahun 2012............................................................. 30
Tabel 2 Sensus Penduduk Menurut Agama di Kota Tebing Tinggi............. 31
vii
DAFTAR ISI
ABSTRAK ................................................................................................................. iKATA PENGANTAR ............................................................................................... iiDAFTAR GAMBAR ................................................................................................. viiDAFTAR TABEL...................................................................................................... viiiDAFTAR ISI .............................................................................................................. x
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................... 11.1 Latar Belakang ...................................................................................................... 11.2 Rumusan Masalah ................................................................................................. 61.3 Tujuan Masalah ..................................................................................................... 61.4 Manfaat Penelitian ................................................................................................ 6
1.5 Batasan Masalah .................................................................................................... 7
BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA ............. 92.1 Konsep ................................................................................................................... 9
2.1.1 Kebudayaan ............................................................................................ 92.1.2 Masyarakat Tionghoa ............................................................................. 92.1.3 Kota Tebing Tinggi ................................................................................ 102.1.4 Wayang Potehi ....................................................................................... 112.1.5 Pertunjukan ............................................................................................. 122.1.6 Teks ........................................................................................................ 12
2.2 Landasan Teori ...................................................................................................... 132.2.1 Teori Semiotik Pertunjukan ................................................................... 142.2.2 Teori Linguistik Sistemik Fungsional .................................................... 18
BAB III METODE PENELITIAN.......................................................................... 243.1 Metode Penelitian................................................................................................. 243.2 Teknik Pengumpulan Data.................................................................................... 25
3.3 Teknik Analisis Data............................................................................................. 26
BAB IV ETNOGRAFI KOTA TEBING TINGGI................................................ 28
4.1 Letak dan Geografis Kota Tebing Tinggi............................................................ 284.2 Demografi Masyarakat Kota Tebing Tinggi........................................................ 294.3 Sumber Daya Budaya.......................................................................................... 31
BAB V ANALISIS PERTUNJUKAN....................................................................
5.1.1 Dalang.................................................................................................... 345.1.2 Wayang Potehi....................................................................................... 365.1.3 Panggung................................................................................................ 395.1.4 Alat Musik.............................................................................................. 41
5.2 Tema Cerita........................................................................................................... 435.3 Konteks Sosial....................................................................................................... 455.4 Penonton................................................................................................................ 46
BAB VI ANALISIS TEKS........................................................................................ 48
6.1 Diksi...................................................................................................................... 486.2 Prolog.................................................................................................................... 506.3 Dialog.................................................................................................................... 516.4 Epilog.................................................................................................................... 556.5 Struktur Teks......................................................................................................... 576.6 Makna Teks dalam Konteks Sosial....................................................................... 61
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN........................................................................ 647.1 Simpulan................................................................................................................ 647.2 Saran...................................................................................................................... 66
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................ 68
Tanpa sengaja ia memakai jubah pusaka milik leluhur majikannya sehingga harus
melarikan diri dari rumah majikannya menuju rumah saudaranya Ong Kau Sin di
lembah gunung Taishan. Tetapi belum sampai ditujuan, hari sudah mulai gelap dan
terpaksa ia singgah di klenteng terdekat.
Tidak disangka penyinggahan ini mengubah nasibnya. Pada malam ia singgah di
klenteng yang juga bertepatan pada malam tahun baru imlek, mempertemukannya
kembali dengan anak dari majikannya Liu Kim Hwa. Melalui perjodohan yang
dilakukan oleh Jin Li, orang kepercayaan ayah Liu Kim Hwa mereka akhirnya menikah.
Dengan segala kekurangan dan kesederhanaan yang di katakan oleh Sie Djin Kwie
tentang kehidupannya tak mengurungkan pernikahan. Sikap jujur dan keberanian dari
Sie Djin Kwie lah yang dinilai oleh Liu Kim Hwa sehingga mereka pada akhirnya
menikah.
Setelah saling menerima perjodohan, Sie Djin Kwie tanpa ragu langsung
mengajak Liu Kim Hwa rumah saudara angkatnya, Ong Kau Sin. Awal mereka tiba di
lereng gunung Taishan, Ong Kau Sin sungguh tidak mengetahui dan tidak menyangka
bagaimana anak dari majikannya bisa dibawa ke rumahnya. Ong Kau Sin dengan penuh
kecurigaan bertanya kepada Sie Djin Kwie apa yang sebenarnya terjadi. Ia takut kalau
Sie Djin Kwie telah melakukan hal-hal yang buruk kepada Liu Kim Hwa. Ia tidak ingin
saudara angkatnya Sie Djin Kwie akan tertimpa masalah. Penjelasan yang
didengarkannya langsung dari Sie Djin Kwie akhirnya membuatnya semakin percaya
bahwa saudaranya Sie Djin Kwie adalah orang yang berbudi luhur baik. Sebagai
saudara angkat sekaligus wali Sie Dhin Kwie, Ong Kau Sin membantu melakukan ritual
pernikahan kepada mereka berdua.
45
Tema cerita dari pertunjukan wayang potehi ini memberi pelajaran sekaligus
nasehat yang baik bagi para penonton. Pemilihan judul yang dibawakan oleh dalang
mengandung cerita yang mudah diingat oleh masyarakat yang menyaksikan. Pemilihan
judul ini sengaja dilakukan karena acara tersebut, yaitu acara ulang tahun Dewa di
Vihara tersebut. Dan menurut sejarah, Sie Djin Kwie ini sesosok yang terkenal dan
dianggap sebagai manusia setengah dewa.
5.3 Konteks Sosial
Pertunjukan wayang potehi ini membawa pengaruh besar terhadap masyarakat
pribumi maupun masyarakat Tionghoa yang ada di kota Tebing Tinggi khususnya bagi
masyarakat yang menyaksikan secara langsung pertunjukan wayang potehi ini. Menurut
informan, pertunjukan wayang potehi memiliki fungsi yang beragam baik dari fungsi
ritual, fungsi pendidikan dan juga fungsi hiburan. Pertunjukan wayang potehi yang
dilakukan di kota Tebing Tinggi difungsikan sebagai hiburan. Penyampaian dialog
dengan menggunakan bahasa Indonesia sangat berpengaruh terhadap masyarakat yang
menyaksikan. Dengan menggunakan bahasa pribumi, penonton bisa dengan sigap
langsung mengetahui inti tema cerita yang dibawakan. Berdasarkan hasil penelitian,
penulis melihat adanya hubungan sang dalang saat mengucapkan dialog dengan
penonton. Hubungan ini dapat dilihat dari bahasa di dalam dialog yang disesuaikan
dengan bahasa yang biasa dipakai sehari-hari.
Walaupun difungsikan untuk hiburan bagi masyarakat, tetapi cerita yang ingin
disampaikan oleh dalang semata-mata bukan hanya sebagai hiburan semata saja, tetapi
jika diperhatikan dengan seksama ada hal-hal baik yang terkandung di dalam cerita
46
yang ingin disampaikan oleh dalang kepada penonton melalui dialog demi dialog,
sehingga setelah menyaksikan pertunjukan ini masyarakat mengerti akan sejarah dan
mengamalkan moral baik yang terkandung dalam cerita. Sie Djin Kwie diceritakan
sebagai seorang yang tidak pernah menyerah, suka menolong, seorang pekerja keras,
selalu sabar dalam menghadapi cobaan, serta selalu yakin akan adanya Tuhan. Cerita ini
mengajarkan untuk selalu berjuang, jujur kepada siapapun dan menjadi seorang
pemimpin yang baik bagi rakyatnya.
5.4 Penonton
Adanya penonton yang menyaksikan pertunjukan wayang potehi menambah
suasana di sekitar vihara semakin ramai dan meriah. Antusias masyarakat sekitar vihara
sangat tinggi. Penonton yang menyaksikan pertunjukan wayang potehi ini pun
beranekaragam mulai dari anak-anak hingga orangtua bahkan yang sudah lanjut usia.
Bukan hanya masyarakat Tionghoa saja tetapi masyarakat pribumi juga ikut bergembira
menyaksikan pertunjukan wayang potehi ini. Bukan hanya masyarakat dari sekitar
vihara dan kota Tebing Tinggi saja tetapi juga masyarakat dari luar kota seperti, Medan,
Pematangsiantar, Binjai, dan lain sebagainya juga datang untuk menyemarakkan acara
sekaligus menyaksikan pertunjukan wayang potehi ini.
Antusias itu dapat dilihat dari banyaknya pengunjung yang datang pada saat
akan diselenggarakannya pertunjukan wayang potehi. Selain karena pertunjukannya
menggunakan bahasa Indonesia, antusias masyarakat yang sangat tinggi itu juga karena
judul yang akan dimainkan. Kisah Sin Djin Kwie merupakan cerita populer dan sangat
diminati oleh penonton terutama anak-anak. Selama menyaksikan pertunjukan,
47
masyarakat terlihat sangat menghayati cerita yang dimainkan. Sesekali mereka tertawa
dan kagum saat dalang mulai memberikan adegan yang menarik seperti saat perang
dimulai.
Tempat untuk menyaksikan pertunjukan wayang potehi ini sudah dipersiapkan
tepat di depan panggung pertunjukan. Tempat yang disediakan itu berupa, beberapa
kursi plastik yang menghadap ke arah panggung. Banyaknya penonton yang datang
pada saat acara itu, membuat kursi yang telah tersedia tidak mencukupi sehingga
sebahagian dari penonton menyaksikan dengan duduk di sekitar vihara bahkan ada juga
yang rela duduk di bawah tepat di depan dekat panggung pertunjukan yang kebanyakan
dari kalangan anak-anak. Penonton yang menyaksikan pertunjukan wayang potehi
selama pertunjukan itu berlangsung, ada yang memilih untuk mendokumentasikannya
gambar sebagai kenangan, ada yang hanya sekedar menyaksikan saja, dan ada pula yang
selain hanya mengambil gambar, ia juga mengabadikan dengan merekam beberapa
adegan yang paling seru dalam pertunjukan. Sampai setelah pertunjukan selesai,
beberapa penonton berlomba-lomba menyentuh lakon wayang dan sekaligus diabadikan
melalui foto.
14 unsur pertunjukan
48
49
BAB VIANALISIS TEKS
6.1 Diksi
Diksi dalam arti aslinya dan pertama, merujuk pada pemilihan kata dan gaya
ekspresi oleh penulis atau pembicara. Arti kedua “diksi” yang lebih umum digambarkan
dengan enunsiasi kata seni berbicara jelas sehingga setiap kata dapat didengar dan
dipahami hingga kompleksitas dan ekstrimitas terjauhnya. Arti kedua ini membicarakan
pengucapan dan intonasi daripada pemilihan kata dan gaya. Diksi bukan hanya berarti
pilih memilih kata melainkan digunakan untuk menyatakan gagasan atau menceritakan
peristiwa tetapi juga meliputi persoalan gaya bahasa, ungkapan-ungkapan dan
sebagainya.
Fungsi dari diksi antara lain :
Membuat pembaca atau pendengar mengerti secara benar dan tidak salah paham
terhadap apa yang disampaikan oleh pembicara atau penulis.
Untuk mencapai target komunikasi yang efektif.
Melambangkan gagasan yang di ekspresikan secara verbal.
Membentuk gaya ekspresi gagasan yang tepat (sangat resmi, resmi, tidak resmi)
sehingga menyenangkan pendengar atau pembaca.
Dalam hal ini, teks yang penulis dapat dari bentuk lisan atau bahasa yang
diucapkan oleh dalang lalu penulis susun menjadi sebuah tulisan yang kemudian penulis
analisis. Dalam hal ini penulis memilih teks yang dipakai pada hari pertama dimana
50
cerita yang dimainkan adalah kisah awal kehidupan Sie Djin Kwie saat masih bekerja di
istana raja hingga akhirnya bisa menikah dengan anak raja, Liu Kim Hwa. Secara umum
struktur bahasa yang digunakan dalang mulai dari awal hingga akhir pertunjukan,
merupakan bahasa yang tidak terlalu baku, artinya ada dialog yang menggunakan kata
yang tidak baku dan ada juga dialog yang menggunakan kata baku. Pemilihan kata yang
diucapkan oleh dalang sangat sederhana dan biasa dipakai sehari-hari. Hal ini bertujuan
agar gagasan yang ingin disampaikan oleh dalang kepada penonton dapat dimengerti
dengan jelas sehingga bukan hanya fungsi hiburan saja yang didapat tetapi juga makna
yang terkandung dalam cerita juga dapat tersalurkan dengan baik. Beberapa pilihan kata
baku dan tidak baku tersebut dalam diamati di dalam teks berikut ini.
(1) Gara-gara ini jubah yang telah kupake aku tidak mengerti. Jubah yang
telah kupake itu adalah jubah pusaka milik dari majikanku yang
bernama Liu Hong.
(2) Aku mau bertanya denganmu. Kau sudah punya istri apa belom?
(3) Kamu ajak datang ditempatku, kalo papamu nati mencari, bagaimana?
Dapat diamati bahwa dialog diatas memiliki kata yang tidak baku seperti contoh
pertama kata “kupake” yang kata bakunya “kupakai”, kata “belom” yang kata bakunya
“belum”, dan kata “kalo” yang kata bakunya “kalau”. Perubahan pengucapan kata diatas
dilakukan dengan sengaja oleh dalang agar pertunjukan terlihat bukanlah seperti
pementasan yang monoton. Pemilihan kata oleh dalang ini dilakukan agar pementasan
ini menyatu dengan para penonton. Dalang berpikir bahwa penggunaan kata-kata yang
lebih sering didengar akan memudahkan dalang berkomunikasi dengan penonton. Pada
saat pertunjukan dimulai dan dialog demi dialog dibawakan secara rapi oleh dalang
mulai dari awal dimulai hingga akhir cerita dengan plot cerita alur maju. Dalam
51
pertunjukan ini, sang dalang potehi membawakan dialog dengan menggunakan dua
bahasa yaitu, bahasa Indonesia dan bahasa Hokkian. Adanya pencampuran dua bahasa
di dalam dialog agar tidak menghilangkan unsur bahasa dan budaya yang berkaitan
dengan masyarakat Tionghoa. Namun dalam penyajiannya, dalang lebih dominan
menggunakan bahasa Indonesia. Bahasa Hokkian dipakai sebagai kata-kata yang
mengiringi penghormatan untuk mendukung cerita.
6.2 Prolog
Prolog adalah kata pendahuluan dalam lakon sebuah pertunjukan. Prolog
memainkan peran yang besar dalam menyiapkan pikiran penonton agar dapat mengikuti
lakon (cerita) yang akan disajikan. Itulah sebabnya, prolog sering berisi sinopsis lakon,
perkenalan tokoh-tokoh dan pemerannya, serta konflik-konflik yang akan terjadi di
panggung.
Prolog pertunjukan wayang potehi yang berjudul “Sie Djin Kwie” di kota
Tebing Tinggi diawali dengan iringan musik yang kemudian dilanjutkan dengan adanya
prolog dari sang dalang. Prolog yang diucapkan oleh dalang yaitu,
Tiba di Dao Li Yonggan. Liu Kim Hwa, Tai Zong, Liu Hong Long, Feng Siau
Sin berkenalan Sin Djin Kwie.
Prolog pada pertunjukan wayang potehi tidak seperti prolog biasanya yang memiliki
narasi yang panjang. Pada pertunjukan wayang potehi kali ini, dalang hanya
menggunakan satu prolog saja diawal pertunjukan dimulai.
52
6.3 Dialog
Dialog adalah percakapan para pemain. Dialog memainkan peran yang amat
penting karena menjadi pengarah lakon drama. Artinya, jalannya cerita drama itu
diketahui oleh penonton lewat dialog para pemainnya. Agar dialog itu tidak hambar,
pengucapannya harus disertai penjiwaan emosional. Selain itu, pelafalannya harus jelas
dan cukup keras sehingga dapat didengar semua penonton. Seorang pemain yang
berbisik, misalnya, harus diupayakan agar bisikannya tetap dapat didengarkan para
penonton. Setiap dialog yang diucapkan oleh dalang saling berkaitan dan berhubungan.
Dialog yang dipakai pada pertunjukan wayang potehi menggunakan dialog
kontemporer. Artinya naskah dialog yang dipakai bebas dan tidak terikat aturan atau
kelaziman. Penggambaran semua unsur seperti watak tokoh, kepribadian tokoh dan
pikiran tokoh diungkapkan dalang melalui dialog. Dialog dalam pertunjukan ini
berfungsi menghubungkan tokoh satu dengan tokoh yang lainnya.
Untuk melihat dialog yang digunakan pada pertunjukan wayang potehi di
Tebing Tinggi ini, penulis akan memberikan beberapa penggalan dialog yang dipakai
saat awal dimulai pertunjukan. Pertunjukan dimulai dengan iringan musik sekaligus
mengantarkan lakon Sie Djin Kwie dimunculkan di panggung, kemudian ia berkata,
“Aku Sie Djin Kwie. Sejak kejadian dirumah majikanku yang bernama Liu Hong, Gara-gara ini jubah yang telah kupake aku tidak mengerti. Jubah yang telah kupake itu adalah jubah pusaka milik dari majikanku yang bernama Liu Hong. Akupun juga tidak menyangka. Untung saja In Thong kerjaku memberitahu kepadaku dan atas perintah cepat-cepat untuk meninggalkan keluar dari majikanku sebelum terlambat majikanku menangkap diriku. Aku ingin pergi meninggalkan rumah ini ke lereng gunung Taishan. Tetapi sampai diperjalanan matahari hampir terbenam, terpaksa aku menginap di ini klenteng”. (bergumam) “Ehm... Ehm...Ehm...Ehm...”.
53
Setelah itu musik dimainkan, mengantarkan lakon Sie Djin Kwie keluar panggung ia
seolah-olah sedang melakukan perjalanan. Kemudian mucul lakon Jin Li dan berkata,
“Aku Jin Li menga, mengajak nona yang bernama Liu Kim Hwa. Nona Liu Kim Hwa ini adalah anak dari majikanku yang bernama Liu Hong. Gara-gara ini soal jubah peninggalan dari leluhur majikanku tanpa disengaja karyawan dari majikanku yang bernama Sie Djin Kwie tertidur pulas di ini klenteng tepat pada malam tahun baru imlek. Coba nona, Liu Kim Hwa datanglah kemari nona”.
nona Liu Kim Hwa menjawab,
“Jin panggil kami, Liu Kim Hwa belum tau ajak apa. Terimalah hormat
Jin rahmat”.
Jin Li kemudian berkata,
“Ehm... Liu Kim Hwa hari ini kamu tidak perlu untuk menangis terus . Ibarat nasi sudah menjadi bubur. Semuanya itu sudah terlanjur. Senang hatiku mendengar apa yang telah kau katakan Liu Kim Hwa. Aku di dalam ini klenteng sepertinya ini ada Sie Djin Kwie. Kebetulan Sie Djin Kwie kok ada disini. Coba aku mau panggil padamu. Sie Djin Kwie... Sie Djin Kwie... kau boleh datang kemari yok...”.
Lakon Sie Djin Kwie memasuki panggung dan berkata,
“Jin panggil tuan Sie Djin Kwie belum tau ini ada urusan. Terimalah hormat Jin rahmat”.
Adanya pencampuran kebudayaan wayang potehi ini juga di tunjukan dalam
dialog. Ada juga sedikit dialog yang diselingi dengan bahasa Jawa dan bahasa Hokkian.
Dialog yang diselingi dengan bahasa Jawa yaitu dialog yang diucapkan oleh lakon Ong
Kau Sin, sebagai berikut,
“Sie Djin Kwie, nona Liu Kim Hwa gara-gara soal jubah milik dari papanya Hong, Liu Kim Hwa sampai nona Liu Kim Hwa diperintah untuk mati dengan cara bunuh diri itu penjelasan mu, atau gara-gara lain, ojo-ojo pas kau berbuat yang tidak masuk akal. Jangan-jangan kamu mencuri”.
54
Ojo-ojo dalam bahasa Indonesia berarti jangan-jangan. Dialog yang menggunakan
bahasa Hokkian yaitu digunakan pada saat pemberian penghormatan upacara
pernikahan. Berikut dialog yang diucapkan yang menggunakan bahasa Hokkian oleh
lakon Ong Kau Sin. Ia berkata,
“Jadi dengan adanya hal seperti ini, kita memang tidak mengerti.
Kejadian seperti ini membuat aku juga merasa bangga. Kamu sudah
setuju untuk berumah tangga dengan seperti itu. Kim Hwa adik
angkatku, silahkan masuk. Bahwa hari ini dek ku Sie Djin Kwie maupun
Liu Kim Hwa pada hari ini melangsungkan pernikahan menjadi suami
istri. Mudah-mudahan dalam menempuh hidup baru selalu mendapat
perlindungan dari yang Maha Kuasa, sehat wal’afiat tidak kekurangan
sesuatu, dalam menempuh hidup baru hidup suami istri sampai kakek-
kakek dan nenek-nenek. Ikuti aba-abaku.” Yi ji khang, lenteng. Sin ji
khang, lenteng. San ji khang, ji... (tunduk memberi penghormatan) “Kita
sudah bersujud pada ini yang Maha Kuasa untuk memohon apa yang
selama ini kita inginkan. Sekarang tubuhnya dibalik kebelakang
pertanda kita ini mohon doa restu dari Cao Peng, Cao Meng, Kong Cho
yang sudah mendahului kita. Mohon diberikan doa restu panjang umur
sehat wal’afiat, tidak kekurangan. Mudah-mudahan dalam menempuh
hidup baru ini, bisa sampai kakek-kakek dan nenek-nenek”. (tunduk
penghormatan) “sekarang silahkan kalian berdua untuk memasuki
kamar seadanya. Dikamar penganten sudah disitu sudah disediakan
makanan minuman seadanya, walaupun cuma air putih. Silahkan...
silahkan... masuk silahkan”.
Dialog diatas diucapkan sekaligus dialog terakhir sebagai pertanda bahwa
pertunjukan sudah berakhir. Adanya pencampuran beragam bahasa yang juga
merupakan bahsa yang dipakai di Indonesia ini, menggambarkan bahwanya memang
telah terjadi pencampuran budaya dan adanya perubahan-perubahan penggunaan bahasa
55
dalam dialog yang terjadi pada pertunjukan wayang potehi ini. Penggunaan bahasa
Hokkian menunjukan bahwa asal muasal pertunjukan ini masih belum hilang dan masih
melekat didalamnya. Secara keseluruhannya masih diperlihatkan bahwasanya
kebudayaan ini merupakan kebudayaan yang berasal dari luar yaitu Tiongkok namun
walaupun begitu sudah diakui dan diresmikan menjadi salah satu kebudayaan wayang di
Indonesia.
6.4 Epilog
Epilog adalah kata penutup dari sebuah pementasan atau pertunjukan. Adanya
epilog dalam suatu naskah drama atau pertunjukan wayang potehi ini berfungsi untuk
menyampaikan inti sari dari sebuah cerita yang dibawakan atau menafsirkan maksud
cerita yang dibawakan oleh sang dalang. Epilog biasanya berisi kesimpulan dari sang
pengarang cerita.
Epilog dari cerita pertunjukan wayang potehi yang dibawakan oleh dalang ini,
bukan ditunjukan dengan sebuah narasi kesimpulan tertulis melainkan melalui sebuah
dialog akhir. Sang dalang hanya menutup cerita dengan dialog seorang lakon yang
bernama Ong Kau Sin, dimana isi dari dialog itu mengandung mengandung makna
nasehat-nasehat, pengetahuan dan perkataan yang mempertegas bahwa cerita telah
mencapai akhir. Dialog tersebut dapat diamati sebagai berikut.
“Jadi dengan adanya hal seperti ini, kita memang tidak mengerti. Kejadian seperti ini membuat aku juga merasa bangga. Kamu sudah setuju untuk berumah tangga dengan seperti itu. Kim Hwa adik angkatku, silahkan masuk. Bahwa hari ini dek ku Sie Djin Kwie maupun Liu Kim Hwa pada hari ini melangsungkan pernikahan menjadi suami istri. Mudah-mudahan dalam menempuh hidup baru selalu mendapat perlindungan dari yang Maha Kuasa, sehat wal’afiat tidak kekurangan
56
sesuatu, dalam menempuh hidup baru hidup suami istri sampai kakek-kakek dan nenek-nenek. Ikuti aba-abaku.” Yi ji khang, lenteng. Sin ji khang, lenteng. San ji khang, ji... (tunduk memberi penghormatan) “Kita sudah bersujud pada ini yang Maha Kuasa untuk memohon apa yang selama ini kita inginkan. Sekarang tubuhnya dibalik kebelakang pertanda kita ini mohon doa restu dari Cao Peng, Cao Meng, Kong Cho yang sudah mendahului kita. Mohon diberikan doa restu panjang umur sehat wal’afiat, tidak kekurangan. Mudah-mudahan dalam menempuh hidup baru ini, bisa sampai kakek-kakek dan nenek-nenek”. (tunduk penghormatan) “sekarang silahkan kalian berdua untuk memasuki kamar seadanya. Dikamar penganten sudah disitu sudah disediakan makanan minuman seadanya, walaupun cuma air putih. Silahkan... silahkan... masuk silahkan”.
Kesimpulan yang diberikan sang dalang melalui dialog yaitu pada akhirnya
karena kejujuran yang dilakukan Sie Djin Kwie, maka ia dipercaya untuk
memperistrikan Liu Kim Hwa anak dari majikannya. Kemudian, berkat kesederhanaan
dan kerendahan hatinyalah Liu Kim Hwa mau berumah tangga dengannya. Akhir cerita
juga menunjukan bahwa Sie Djin Kwie dan Liu Kim Hwa telah resmi menjadi suami
istrinya dan hidup di dalam kesederhanaan.
6.5 Struktur Teks
Dalam teks pertunjukan wayang potehi ini penulis melihat adanya susunan teks
yang berstruktur, yang mana struktur teks ini dibagi dalam tiga (3) bagian. Tiga bagian
dari struktur teks ini yaitu di mulai dari teks pembuka, isi, dan diakhiri dengan penutup.
Perbedaan struktur ini dapat dilihat dari teks dialog pertunjukan dimana pada awal
pertunjukan dimulai, diawali dengan prolog dan kemudian muncul tokoh utama yang
memulai dialog perkenalan diri. Dialog yang dimainkan berupa monolog dimana
adegan sandiwara dengan pelaku tunggal yang membawakan percakapan seorang diri
57
atau pembicaraan yang dilakukan dengan diri sendiri. Dialog pembukaan yang ucapkan
oleh lakon Sin Djin Kwie dapat diamati pada teks berikut ini.
“Aku Sie Djin Kwie. Gara-gara kejadian dirumah majikanku yang bernama
Liu Hong, Gara-gara ini jubah yang telah kupake aku tidak mengerti.
Jubah yang telah kupake itu adalah jubah pusaka milik dari majikanku
yang bernama Liu Hong. Akupun juga tidak menyangka. Untung saja In
Thong kerjaku memberitahu kepadaku dan atas perintah cepat-cepat untuk
meninggalkan keluar dari majikanku sebelum terlambat majikanku
menangkap diriku. Aku ingin meninggalkan rumah ini ke lereng gunung
Taishan. Tetapi sampai diperjalanan matahari hampir terbenam, terpaksa
aku menginap di ini klenteng”. (bergumam) “Ehm...Ehm...Ehm...”.
Teks pembukaan ini diawali dengan perkenalan lakon wayang potehi sebagai tokoh
utama di dalam cerita. Tujuan dari perkenalan ini agar penonton mengetahui cerita apa
yang akan di bawakan dalam pementasan oleh sang dalang. Pembukaan yang diawali
dengan perkenalan tokoh ini menjadi pengantar sebelum konflik permasalahan muncul.
Pada bagian isi, penulis memfokuskan pada bagian teks dialog yang menjadi inti
dari cerita yang di pentaskan. Pada bagian isi ini menggambarkan tentang tema dari
cerita yang dibawakan. Pada bagian ini terkandung beberapa materi seperti nasehat,
humor, cerita, pelajaran dan konflik permasalahan. Bagian isi dari cerita dapat diamati
dari beberapa penggalan teks dialog berikut ini.
“Gara-gara ini soal jubah peninggalan dari leluhur majikanku tanpa disengaja karyawan dari majikanku yang bernama Sie Djin Kwie tertidur pulas di ini klenteng tepat pada malam tahun baru imlek”.“Sie Djin Kwie, aku mendengar apa yang kau katakan jadi senang. Kalo begitu aku ingin bicara denganmu. Bagaimana kalo nona Liu Kim Hwa ini kuserahkan padamu. Mungkin saja semuanya ini sudah diatur oleh Jin yang Maha Kuasa”.“Lagi aku pikir teman. Nona adalah anak orang kaya. Dia hidup serba kecukupan. Hidup bersamaku, hidup yang tidak menentu, penghasilan juga
58
tidak bisa dipastikan. Jin aku tidak mau menyengsarakan nona Liu Kim Hwa. Ini yang harus dipikirkan”.“Jin mana menyerahkan Liu Kim Hwa kepadaku untuk menjadi istriku dan aku sedah berterus terang pada Kim Hwa bagaimana keadaanku, mengenai keadaan kehidupanku disini. Dia mau untuk hidup berumah tangga denganku, mau menerima kenyataan yang ada”.
Pada bagian isi di gambarkan bahwa adanya suatu permasalahan yang membuat
Sie Djin Kwie harus melarikan diri dari istana majikannya, Liu Hong. Namun karena
hari sudah mulai malam maka ia singgah di sebuah klenteng dan bertepatan pada
malam tahun baru imlek. Singgahnya Sie Djin Kwie di klenteng tersebut ternyata
menjadikannya suami dari anak majikannya, Liu Kim Hwa. Disini lah inti cerita yang
dibawakan mulai muncul.
Bagian penutupan dari teks dialog pertunjukan wayang potehi yang dibawakan
dapat dilihat dari dialog-dialog yang menunjukan bahwa cerita akan berakhir. Dialog-
dialog itu di akhiri dengan nasehat-nasehat, doa-doa dan harapan. Dapat dilihat bahwa
penutup dari cerita ini menunjukan bahwa cerita berakhir dengan bahagia. Bagian
penutupan dari pertunjukan wayang potehi cerita Sie Djin Kwie adalah sebagai berikut.
“Bahwa hari ini dek ku Sie Djin Kwie maupun Liu Kim Hwa pada hari ini melangsungkan pernikahan menjadi suami istri. Mudah-mudahan dalam menempuh hidup baru selalu mendapat perlindungan dari yang Maha Kuasa, sehat wal’afiat tidak kekurangan sesuatu, dalam menempuh hidup baru hidup suami istri sampai kakek-kakek dan nenek-nenek. Ikuti aba-abaku.” Yi ji khang, lenteng. Sin ji khang, lenteng. San ji khang, ji... (tunduk memberi penghormatan) “Kita sudah bersujud pada ini yang Maha Kuasa untuk memohon apa yang selama ini kita inginkan. Sekarang tubuhnya dibalik kebelakang pertanda kita ini mohon doa restu dari Cao Peng, Cao Meng, Kong Cho yang sudah mendahului kita. Mohon diberikan doa restu panjang umur sehat wal’afiat, tidak kekurangan. Mudah-mudahan dalam menempuh hidup baru ini, bisa sampai kakek-kakek dan nenek-nenek”. (tunduk penghormatan) “sekarang silahkan kalian berdua untuk memasuki kamar seadanya. Dikamar penganten sudah disitu sudah disediakan makanan minuman seadanya, walaupun cuma air putih. Silahkan... silahkan... masuk silahkan”.
59
Pemilihan dialog di akhir ini dijadikan sebagai bagian penutupan yang
menegaskan cerita akan berakhir. Bagian ini bertujuan agar penonton mengetahui
bahwa ini merupakan puncak selesainya pertunjukan. Berdasarkan dialog diatas bisa
digambarkan bahwa sang dalang ingin menyampaikan bahwa cerita berakhir dengan
bahagia.
6.6 Makna Teks dalam Konteks Sosial
Unsur drama yang sangat penting adalah bahasa. Bahasa juga menggerakkan
plot dan alur cerita. Bahasa juga menjelaskan latar belakang dan suasana cerita. Melalui
bahasa yang diucapkan oleh para tokoh cerita, penonton dapat mengetahui tentang
tempat, waktu atau zaman dan keadaan di mana cerita itu terjadi. Bahasa juga berperan
menciptakan suasana terpenting dalam cerita. Bahasa pun sangat penting hubungannya
dengan tokoh. Di samping oleh perbuatannya, watak tokoh cerita dilukiskan melalui apa
yang dikatakannya atau apa yang dikatakan oleh tokoh lain tentang dia sehingga bahasa
berperan besar dalam mengungkapkan buah pikiran pengarang cerita. Kalaupun tokoh-
tokoh tidak mengungkapkan buah pikiran pengarang secara langsung, pembaca atau
penonton akan menyimpulkan buah pikiran itu terutama melalui bahasa di samping
perbuatan tokoh-tokoh cerita.
Dalam setiap pertunjukan ataupun drama, setiap dialog yang digunakan pasti
memiliki makna tersendiri yang terkait dengan kehidupan sehari-hari. Dalam teks
pertunjukan wayang potehi ini ada beberapa dialog yang terkandung makna
didalamnya. Dimana makna dalam dialog itu sesuatu ingin disampaikan oleh sang
60
dalang kepada masyarakat yang menyaksikan pertunjukan. Makna yang terkandung bisa
berupa pengalaman, pengetahuan, saran ataupun nasehat yang baik, tergantung dari
masing-masing penonton menafsirkannya.
Contoh dialog dari pertunjukan wayang potehi yang mengandung makna sebagai
nasehat bisa diamati dari teks berikut ini.
“Ehm... sejak kejadian di gedung Kwan In, aku jadi takut akhirnya aku melarikan diri. Aku ingin pulang ke gunung Taishan untuk bertemu ahok Ong”
Teks diatas adalah dialog dari Sie Djin Kwie kepada Jin Li. Dialog itu menjelaskan
bahwa Sie Djin Kwie mengakui kesalahan yang telah dilakukannya. Berdasarkan
dialog tersebut, sang dalang ingin menyampaikan kepada masyarakat bahwa kita harus
hidup jujur sekalipun berbuat kesalahan, karena kejujuran akan membawa kita pada
kehidupan yang lebih baik.
Contoh lain dalam dialog yang bermakna menasehati adalah sebagai berikut.
“Namaku Ong Kau Sin. Hidup bersama istri tinggal di ini gebuk derita dilereng gunung, gunung Taishan. Namanya jadi orang nggak punya ya begini, hidup susah. Tapi walaupun kita tidak mempunyai kekayaan harta benda, tapi aku bisa merasakan hidup berbahagia. Dengan istri, saudara angkatku, udah Sie Djin Kwie”.
Jika dimaknai secara cermat, dialog tersebut memiliki makna nasehat. Melalui dialog
yang diucapkan, sang dalang ingin memberitahukan bahwa walaupun hidup serba
kekurangan, tetapi kita harus tetap bersabar dan tabah. Kebahagian di dapat bukan
hanya dari harta benda yang melimpah, tetapi berkumpul bersama orang-orang yang
disayang juga dapat membuat hidup bahagia.
61
Contoh dialog dari pertunjukan wayang potehi yang mengandung makna
pengetahuan, bisa diamati dari teks berikut ini.
“Kita sudah bersujud pada ini yang Maha Kuasa untuk memohon apa yang selama ini kita inginkan. Sekarang tubuhnya dibalik kebelakang pertanda kita ini mohon doa restu dari Cao Peng, Cao Meng, Kong Cho yang sudah mendahului kita. Mohon diberikan doa restu panjang umur sehat wal’afiat, tidak kekurangan. Mudah-mudahan dalam menempuh hidup baru ini, bisa sampai kakek-kakek dan nenek-nenek”.
Berdasarkan teks diatas sudah jelas dilihat bahwa dialog tersebut mengajarkan kepada
kita tentang adat penghormatan yang dilakukan ketika melaksanakan pernikahan.
Penghormatan ditujukan kepada Yang Maha Kuasa dan juga kepada para leluhur yang
sudah wafat terlebih dahulu. Penghormatan ini berarti pihak yang menikah memohon
restu agar di berikan doa restu serta diberikan kehidupan yang baik dan bertahan
menjadi suami istri sampai ajal tiba.
62
BAB VISIMPULAN DAN SARAN
7.1 Simpulan
Indonesia terkenal sebagai negara yang memiliki beranekaragam budaya.
Bukan hanya kebudayaan asli Indonesia tetapi terdapat juga kebudayaan dari negara
lain. Pergaulan melalui perdangan dengan bangsa lain seperti, Arab, Eropa dan
Tiongkokmerupakan salah satu faktor terbentuknya kebudayaan di Indonesia. Adanya
asimilasi yang mempengaruhi serta menambah wana-warni pelangi seni nusantara di
Indonesia.
Pertunjukan wayang potehi yang berasal dari negara Tiongkok sudah melekat
dan sudah menjadi salah satu kebudayaan pribumi. Pertunjukan wayang potehi ini selalu
diadakan setiap tahunnya dan sudah hampir menyebar di seluruh kota di Indonesia.
Salah satu kota yang tidak pernah ketinggalan untuk mempertunjukan kesenian ini
adalah kota Tebing Tinggi, Sumatera Utara. Di kota Tebing Tinggi ini pertunjukan
wayang potehi diadakan setiap tahunnya pada perayaan ulang tahun Dewa, ulang tahun
Vihara dan juga peringatan tahun baru imlek.
Berdasarkan hasil dari penelitian yang penulis dapatkan saat mengunjungi
Vihara dengan melakukan wawancara dan observasi dapat diketahui bahwa pertunjukan
wayang potehi yang diadakan pada saat itu dalam rangka memperingati hari ulang tahun
Dewa. Pertunjukan yang berlangsung selama tiga hari berturut-turut ini menceritakan
satu tema yang dibawakan secara berkelanjutan. Pertunjukan ini menceritakan kisah
seorang tokoh yang terkenal di negara Tiongkok. Hari pertama dikisahkan awal
kehidupan saat masih menjadi orang biasa. Hari kedua dikisahkan saat ia berhasil dalam
berbagai ekspedisi perang seperti melawan sisa-sisa Tujue Barat dan melawan
Berdasarkan hasil yang telah penulis analisis dari teks pertunjukan yang dipakai
bahwa bahasa tersebut mencerminkan makna-makna dalam konteks sosial. Penulis juga
melihat bahwa sang dalang menggunakan pilihan kata dan bahasa yang sederhana
sehingga dapat direalisasikan dengan baik penyampaian tema cerita, isi cerita, fungsi,
makna serta pelajaran yang terkandung dalam cerita oleh masyarakat yang menyaksikan
pertunjukan.
7.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang telah penulis lakukan dan melihat langsung
bagaimana suatu kebudayaan direalisasikan dengan baik di lingkungan masyarakat
Indonesia, penulis menyadari bahwa ternyata Indonesia sangat kaya akan budaya.
Kebudayaan yang ada di Indonesia merupakan harta berlimpah yang harus tetap dijaga
keamanan serta keutuhannya.
Pertunjukan wayang potehi ini merupakan slah satu contoh kebudayaan yang
harus tetap dilestarikan walaupun bukan asli dari kebudayaan Indonesia. Pertunjukan
wayang potehi yang sudah menjadi kebudayaan kita ini patutnya lebih sering lagi
ditampilkan dan dipertontonkan dikalangan masyarakat. Penulis juga melihat
bahwasanya kebanyakan dalang yang membawakan pertunjukan wayang potehi ini
hanya dari kalangan yang orang yang bisa dibilang sudah cukup tua. Oleh karena itu
penulis mengharapkan sebagai generasi muda, bisa dilihat bahwa negara maju seperti
Tiongkok dan Jepang walaupun sudah menjadi negara yang maju tetapi kebudayaan
tetap dinomor satukan. Bercermin dari mereka kita sebagai generasi muda haruslah
lebih aktif untuk mempelajari ataupun selalu mengasah pengetahuan tentang
65
kebudayaan-kebudayaan yang sudah menjadi ikon di negara Indonesia agar tetap terjaga
kelestariannya.
66
DAFTAR PUSTAKA
a. Buku, Majalah, Jurnal, Surat Kabar, dan Sejenisnya
Astrid Adrianne, Ananda dan Dwirahmi, Anastasia. 2013. Pecinan Semarang. Jakarta: KPG ( Kepustakaan Populer Gramedia ).
Gunarjo, Nursodik. 2011. Wayang Sebagai Media Komunikasi Tradisional Dalam Diseminasi Informasi. Diterbitkan oleh : Kementerian Komunikasi dan Informatika RI Direktorat Jenderal Informasi dan Komunikasi Publik
Hoed, Benny H. 2011. Semiotik dan Dinamika Sosial Budaya. Depok : Komunitas Bambu.
Kayam, Umar. 2000. “Seni Pertunjukkan Kita” dalam jurnal Seni Pertunjukkan Indonesia Tahun X-2000. Jakarta: Masyarakat Seni Pertunjukkan.
Martin, J.R., 1993. “A Contextual Theory of language.” dalam Cope dan B. Kalantzis (eds.). The Powers of Literacy: A Genre Approach to Teaching Writing. London: The Falmer Press.
Murgianto, Sal. 1996. Cakrawala Pertunjukan Budaya Mengkaji Batas Batas Dan Arti Pertunjukan. MSPI.
Poerwanto, Dr. Hari 2000. Kebudayaan Dan Lingkungan. Yogyakarta: Penerbit Pustaka
Pelajar
Poerwanto, dkk. 2013. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka.
Resti Hadi Muljarini, Dinanike. 1997. Pertunjukan Wayang Potehi Di Tempat Ibadat Tri Dharma Hok Tek Bio, Gombong. Universitas Indonesia : Jakarta (UI-Press)
Sedyawati, Edi. 1981. Pertumbuhan Seni Pertunjukan. Jakarta: Sinar Harapan.
Sevilla, Conseule G, Ochave, Jesus A, Punsalan, Twila G, Regala, Bella P dan Uriarte, Gabriel G. 1993. Pengantar Metode Penelitian. Universitas Indonesia : Jakarta (UI-Press)
Turner, Victor dan Edward M. Bruner (eds.). 1983. The Anthropology of Performance. Urbana dan Chicago: University Illinois.
Turner, Victor, 1980. From Ritual to Theater: The Human Seriousness of Play. New York: PAJ Publication
Turner, Victor. 1974. Drama, Fields, and Metaphors: Symbolic Action in Human Society. Ithaca and London: Cornell University Press.
Veegar, K.J. MSc.Ilmu Budaya Dasar. Jakarta: PT.Gramedia Pustaka Utama.
67
Telaumbanua, Chical Teodali. 2012. Analisis Sinunö pada pertunjukan Fanari Ya’Ahowu dalam Kebudayaan Nias di Gunungsitoli. Skripsi Departemen Etnomusikologi Universitas Sumatera Utara
Pengertian Teks Dalam Sastra, jurnal diakses pada tanggal 4 Oktober 2013, dari http://pusatbahasaalazhar.wordpress.com/pesona-puisi/pengertian-teks-dalam-sastra/
Profil Kota Tebing Tinggi, diakses pada tanggal 4 Oktober 2013 dari http://kotatebingtinggi.wordpress.com/profil-kota/profil-umum-kota-tebing-tinggi/
Dwi Woro R. Mastuti. 2004. Dalam seminar berjudul “Wayang Cina di Jawa Sebagai Wujud Akultarasi Budaya dan Perekat Negara Kesatuan Republik Indonesia”. Jakarta diakses pada tanggal 18 Oktober 2013 dari staff.blog.ui.ac.id/dwi.woro/files/2008/02/wayang_cina_di_jawa1.pdf
[5] Astrid Adrianne, Ananda dan Dwirahmi, Anastasia. 2013. Pecinan Semarang. Jakarta: KPG ( Kepustakaan Populer Gramedia ).
[6] Dwi Woro R. Mastuti. 2004. Dalam seminar berjudul “Wayang Cina di Jawa Sebagai Wujud Akultarasi Budaya dan Perekat Negara Kesatuan Republik Indonesia”. Jakarta diakses pada tanggal 18 Oktober 2013 dari staff.blog.ui.ac.id/dwi.woro/files/2008/02/ wayang _ cina_di_jawa 1.pdf